ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA S. Marwanto, A. Dariah, dan Irawan ABSTRAK Kepentingan penggunaan lahan untuk konstruksi bangunan agar sesuai dengan daya dukung tanah dan kemampuan finansial semakin meningkat. Penelitian analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan bertujuan untuk mengetahui tingkat kecocokan daerah penelitian untuk penggunaan lahan secara permanen yaitu gedung/bangunan maksimal tiga lantai. Penelitian dilaksanakan di Desa Sukapura, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara pada bulan Juni – Juli 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 kriteria sifat tanah sebagai parameter analisis kesesuaian lahan, 6 di antaranya adalah baik, 1 sedang, dan 3 dinyatakan buruk. Sesuai hukum minimum, maka kelas kesesuaian lahan di lokasi penelitian adalah buruk dengan faktor pembatasnya berupa bahaya banjir, potensi kembang kerut (nilai COLE), kedalaman batuan lunak, dan rata-rata persentase berat batu/kerikil yang dibobotkan dari permukaan tanah hingga kedalaman 100 cm. Apabila di lokasi penelitian tersebut akan didirikan bangunan/gedung dengan jumlah lantai maksimum tiga, maka memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk mengatasi faktor pembatas tersebut. PENDAHULUAN Disamping komponen iklim, topografi, bahan induk, dan organisme, tanah merupakan komponen lahan yang sangat penting untuk keperluan penggunaan lahan tertentu khususnya di bidang konstruksi bangunan. Penggunaan lahan permanen seperti gedung/bangunan memerlukan masukan teknologi dan biaya investasi tinggi sehingga memerlukan perencanaan yang baik. Perencanaan dilakukan berdasarkan analisis awal yaitu analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan. Dalam analisis kesesuaian lahan ini hanya mempertimbangkan faktor fisik tanah dan tidak mempertimbangkan aspek di luar lahan seperti aspek sosial/kependudukan, ekonomi, hukum, lingkungan, infrastrukstur dan ketercapaian (accessibility). Pertimbangan faktor fisik tanah berdasarkan pada kecocokan sebuah konstruksi bangunan/gedung tiga lantai terhadap daya dukung tanah sebagai pondasinya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Efek dari penelitian ini dibatasi pada pengaruh yang ditimbulkan dari penentuan tingkat kesesuaian lahan dengan kemampuan finansial yang harus disiapkan. Artinya
273
S. Marwanto et al
bahwa semakin baik tingkat kesesuaian suatu lahan untuk konstruksi bangunan, maka biaya yang dibutuhkan relatif lebih rendah, begitu pula sebaliknya. Daya dukung tanah sebagai pondasi bangunan/gedung meliputi kerapatan (density), bahaya banjir, plastisitas, tekstur dan potensi kembang kerut tanah (nilai COLE). Sedangkan daya dukung finansial terkait pada aspek biaya penyiapan lahan dan penggalian tanah untuk pondasi bangunan. Daya dukung ini meliputi tata air tanah, lereng, kedalaman batuan dan keadaan batuan permukaan. Analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan bertujuan untuk mengetahui tingkat kecocokan daerah penelitian untuk penggunaan lahan secara permanen yaitu gedung/bangunan maksimal tiga lantai. METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan tabel analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) yang disajikan pada Lampiran 1. Setiap parameter yang disyaratkan dalam tabel analisis tersebut dipenuhi, kemudian diinterpretasi dan dicocokkan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disediakan menurut metode tersebut (baik, sedang, dan buruk). Penentuan kelas kesesuaian lahan juga ditentukan sesuai hukum minimum, dimana kelas kesesuaian lahan yang terendah menjadi penentu di lokasi tersebut. Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratorium. Analisis lapangan meliputi pengamatan atas hamparan lahan, profil tanah dan pengambilan contoh tanah. Pengamatan hamparan lahan dan profil tanah dilakukan terhadap parameter bahaya banjir, kedalaman air tanah, lereng, kedalaman batuan dan lapisan padas, batuan permukaan dan bahaya longsor. Analisis laboratorium meliputi analisis sifat fisika tanah yaitu analisa tekstur untuk memperkirakan nilai COLE berdasarkan tabel hubungan tekstur tanah USDA dengan nilai klasifikasi sistem American Associated of State Highway and Transportation Official (AASHTO) yang disajikan di bagian Lampiran dan analisa berat isi untuk mengetahui pengaruh subsiden. Pengamatan dan pengambilan contoh tanah dilakukan dengan metode zigzag yang dapat mewakili sebaran penggunaan lahan dan karakteristik wilayah. Pengamatan penampang tanah dilakukan dengan membuat profil tanah berdimensi 1,5 x 1,5 x 1,5 m3. Pengamatan ini didukung oleh pemboran tanah menggunakan bor belgi untuk mengetahui keragaman sebaran sifat tanah. 274
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Konstruksi Bangunan
Pengambilan contoh tanah komposit dilakukan dengan pengeboran yang diulang 3 kali di sekitar titik pemboran utama dengan kombinasi 3 kedalaman (0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm), sedangkan contoh tanah tak terusik (undisturbed soil sampel) diambil dengan cara membuat minipit berdimensi 60 x 60 x 60 cm3 dengan menggunakan ring sampel pada 3 kedalaman juga, yaitu (0-20 cm, 2040cm, dan 40-60 cm). Di lokasi penelitian seluas 2,6 ha, jumlah total titik pengambilan contoh tanah adalah 13 titik dengan rincian 11 titik diambil dengan bor dan minipit, sedangkan 2 titik dilakukan dengan membuat profil tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Wilayah Lahan penelitian berada di Jakarta Utara dengan luas sekitar 2,6 ha dengan bentuk lahan hampir menyerupai empat persegi panjang yang membentang arah utara-selatan. Pada saat ini, lahan tersebut berupa tanah terbuka dengan penggunaan lahan terdiri atas: 1) tempat pengumpulan atau penampungan limbah sementara, 2) tanah kosong dengan timbunan tanah baru, 3) rumput alang-alang, 4) lahan pertanian, 5) parit/genangan air, dan 6) lapangan rumput. Bentuk wilayah datar dengan orientasi kemiringan ke arah timur (area parit). Batuan permukaan berupa sisa bongkaran bangunan yang dijumpai dalam jumlah banyak sampai sangat banyak. Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar dapat diketahui bahwa penggunaan lahan hingga tahun 1980-an masih berupa areal sawah produktif dengan fasilitas irigasi dari Sungai Kalimalang. Pada tahun 1988-an mulai ada kegiatan pengurugan lahan karena wilayah tersebut diperuntukan untuk kegiatan pembangunan kawasan industri. Saat ini sebagian lahan penelitian digunakan untuk budidaya pertanian tanaman sayur. Deskripsi Profil Tanah Kondisi tanah saat ini dapat dibedakan menjadi 3 zona. Zona I (0-14 cm) adalah tanah lapisan atas yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia dan pengolahan tanah. Zona ini memiliki tekstur liat. Kerikil dan batuan dijumpai dengan ukuran diameter beragam antara 2 mm – 50 mm. Struktur pejal (keras) sehingga sulit diolah dengan cangkul. Zona II adalah zona timbunan yang terdiri atas material keras (sisasisa/puing bangunan) dari berbagai macam jenis bahan. Pada analisis 275
S. Marwanto et al
kesesuaian lahan, material ini diklasifikasikan sebagai material lunak. Tekstur tanah liat sedangkan ukuran diameter batuan yang dijumpai >50 mm. Zona ini cukup tebal (14-85 cm) dan sangat sulit diolah dengan cangkul. Zona III adalah zona tanah asli (85-120 cm). Merupakan tanah asli yang berkembang in-situ. Penggunaan lahan terakhir sebelum menjadi lokasi timbunan adalah sawah sehingga karakteristik tanah sawahnya masih terlihat. Tanah memiliki tekstur liat dengan drainase terhambat dan kenampakan lapisan gley (kelabu). Kelas tekstur tanah di lokasi penelitian terbagi menjadi 2 yaitu liat (clay) dan lempung berliat (clay loam) yang terdistribusi merata pada 3 kedalaman/zona. Pada zona II (zona timbunan) hanya sedikit yang termasuk dalam kelas lempung (loam). Tekstur tanah di lokasi penelitian disajikan dalam Gambar 3 berikut ini. 100 90 80
Liat (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pasir (%)
Gambar 3. Distribusi kelas tekstur dari 3 kedalaman tanah Analisis Kesesuaian Lahan Hasil analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.
276
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Konstruksi Bangunan
Tabel 1. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 *) **)
Hasil analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan
Sifat Tanah Subsiden total (cm) Bahaya banjir Kedalaman air tanah Potensi kembang kerut (nilai COLE)*) Lereng Kedalaman batuan keras (cm) Kedalaman batuan lunak (cm) Kedalaman padas keras (cm) **) Batu/kerikil (>7,5 cm) (% berat) Bahaya longsor
Nilai Tidak ada Ada (jarang) > 100 cm Tinggi (>0,09)
Kesesuaian Lahan Baik Buruk Baik Buruk
< 3% > 100 14 > 100 14-85 Tidak ada
Baik Baik Sedang Baik Buruk Baik
Lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan tanah hingga kedalaman 100 cm
Dari 10 kriteria sifat tanah sebagai parameter analisis kesesuaian lahan, 6 di antaranya adalah baik, 1 sedang, dan 3 dinyatakan buruk. Sesuai hukum minimum, maka kelas kesesuaian lahan di lokasi penelitian adalah buruk dengan faktor pembatasnya berupa bahaya banjir, potensi kembang kerut (nilai COLE), kedalaman batuan lunak, dan rata-rata persentase berat batu/kerikil yang dibobotkan dari permukaan tanah hingga kedalaman 100 cm. Apabila di lokasi penelitian tersebut akan dididirikan bangunan/gedung dengan jumlah lantai maksimum tiga, maka memerlukan biaya yang sangat tinggi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Perbaikan dilakukan pada faktor pembatas banjir dengan membangun kanal atau saluran pengelak air (SPA). Penggantian material tanah dengan bahan baru yang memiliki kandungan liat rendah mampu mengatasi faktor pembatas potensi kembang kerut tanah. Penggunaan bahan sementasi yang baik dalam pembangunan pondasi sangat diperlukan untuk mengatasi faktor pembatas batuan lunak. Pemanfaatan alat berat merupakan hal yang harus dilakukan dalam proses penyiapan lahan dan pembangunan pondasi gedung untuk mengatasi faktor pembatas batu/kerikil dalam tubuh tanah (hingga kedalaman 100 cm). KESIMPULAN 1.
Tanah di lokasi penelitian dapat dibedakan menjadi 3 zona kedalaman. Zona I (0-14 cm) adalah tanah lapisan atas yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia/pengolahan tanah. Zona II (14-85 cm) adalah zona timbunan yang terdiri atas material sisa-sisa/puing bangunan. Zona ini cukup tebal dan sangat sulit diolah dengan cangkul. Sedangkan zona III (85-250 cm) adalah zona tanah asli yang berkembang in-situ.
277
S. Marwanto et al
2.
Dari 10 kriteria sifat tanah sebagai parameter analisis kesesuaian lahan, 6 di antaranya adalah baik, 1 sedang, dan 3 dinyatakan buruk. Sesuai hukum minimum, maka kelas kesesuaian lahan di lokasi penelitian adalah buruk dengan faktor pembatasnya berupa bahaya banjir, potensi kembang kerut (nilai COLE), kedalaman batuan lunak, dan rata-rata persentase berat batu/kerikil yang dibobotkan dari permukaan tanah hingga kedalaman 100 cm.
3.
Apabila di lokasi penelitian tersebut akan dididirikan bangunan/gedung dengan jumlah lantai maksimum tiga, maka memerlukan biaya yang sangat tinggi. Perbaikan dilakukan pada faktor pembatas banjir dengan membangun kanal atau saluran pengelak air (SPA). Penggantian material tanah dengan bahan baru yang memiliki kandungan liat rendah untuk mengatasi faktor pembatas potensi kembang kerut tanah. Penggunaan bahan sementasi yang baik dalam pembangunan pondasi sangat diperlukan untuk mengatasi faktor pembatas batuan lunak. Pemanfaatan alat berat merupakan hal yang harus dilakukan dalam proses penyiapan lahan dan pembangunan pondasi gedung untuk mengatasi faktor pembatas batu/kerikil dalam tubuh tanah (hingga kedalaman 100 cm). DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno S. dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. ISBN: 979-420-662-8.
278
Lampiran Analisis kesesuaian lahan untuk konstruksi bangunan No
Sifat Tanah
1 2 3 4
Subsiden total (cm) Bahaya banjir Kedalaman air tanah Potensi kembang kerut *) (nilai COLE) Lereng Kedalaman batuan (cm) • Keras • Lunak Kedalaman padas keras (cm) Tebal Tipis Batu/kerikil (>7,5 cm) (% berat)**) Bahaya longsor
5 6
7
8 9
Tanpa > 75 Rendah (<0,03) <8
Kesesuaian Lahan Sedang Buruk > 30 Jarang-sering 45 - 75 < 45 Sedang Tinggi (>0.09) (0,03-0,09) 8-15% > 15
> 100 > 50
50 - 100 < 50
< 50 -
> 100 > 50 < 25
50 – 100 < 50 25-50
< 50 >50
-
-
Ada
Baik
*)
Lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah **) Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan tanah hingga kedalaman 100 cm
279