ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Ganoderma spp. MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)
DYAH LINGGA NOURMA PALUPI
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK DYAH LINGGA NOURMA PALUPI. Analisis Keragaman Genetik Ganoderma spp. Menggunakan Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan HAYATI MINARSIH. Informasi tentang keragaman genetik Ganoderma spp. sebagai penyebab penyakit busuk akar pada tanaman perkebunan sangat diperlukan sebagai pertimbangan dalam upaya perlindungan tanaman perkebunan. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan tanaman perkebunan (kakao) dan tanaman pelindungnya (sengon, mahoni, dan lamtoro) dari berbagai wilayah di Indonesia menggunakan penanda molekuler random amplified polymorphic DNA (RAPD). Amplifikasi DNA dengan sepuluh primer terpilih menghasilkan 220 fragmen DNA yang seluruhnya polimorfik (100%). Hasil analisis 45 nomor sampel Ganoderma spp. menunjukkan adanya keragaman yang cukup tinggi di antara sampel Ganoderma spp. dari pohon inang dan wilayah yang berbeda, dengan nilai koefisien 0.71-0.91. Berdasarkan analisis bootstrap diketahui bahwa tiga kelompok sampel Ganoderma spp. memiliki derajat ketelitian yang tinggi (>50%) yaitu kelompok Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon sengon asal Tasikmalaya, sengon Palembang, dan mahoni Jember; sedangkan pengelompokan lainnya menunjukkan derajat ketelitian yang rendah (<50%).
ABSTRACT DYAH LINGGA NOURMA PALUPI. Genetic Diversity Analysis of Ganoderma spp. Using Molecular Marker Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Under the direction of MARIA BINTANG and HAYATI MINARSIH. Information on genetic diversity of Ganoderma spp. as a cause of root rot disease in crops is necessary in the development of protection technique from Ganoderma disease. The objectives of this research is to study the genetic diversity of Ganoderma spp. that associated with cacao and its shade trees (sengon, mahoni, and lamtoro) by random amplified polymorphic DNA (RAPD) marker analysis. DNA amplification using 10 arbitrary oligonucleotide primers produced 220 polymorphic DNA fragments which are 100% polymorphic. The cluster analysis showed that 45 number of Ganoderma samples had a high variability with the coefficient value ranged from 0.71 to 0.91. Further analysis using Winboot software showed that three groups of Ganoderma spp. had a high degree of confidence (>50%), which were Ganoderma samples from sengon Tasikmalaya, sengon Palembang, and mahoni Jember; whereas the other groups of samples had a low degree of confidence (<50%).
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Ganoderma spp. MENGGUNAKAN PENANDA MOLEKULER RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)
DYAH LINGGA NOURMA PALUPI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Analisis Keragaman Genetik Ganoderma spp. Menggunakan Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Nama : Dyah Lingga Nourma Palupi NIM : G84063271
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, MS Ketua
Dr. Ir. Hayati Minarsih, M.Sc Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penelitian berjudul “Analisis Keragaman Genetik Ganoderma spp. Menggunakan Penanda
Molekuler
Random
Amplified
Polymorphic
DNA
(RAPD)”,
dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan April 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1, Bogor. Selama melaksanakan kegiatan penelitian dan menyusun karya ilmiah, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Maria Bintang dan ibu Hayati Minarsih sebagai pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Nurhaimi-Haris atas bantuan dan pengetahuan yang diberikan, teknisi-teknisi laboratorium mbak Nani, mbak Niyyah Fitranti, dan mbak Siti Ropikoh atas bantuannya selama kegiatan penelitian ini. Ucapa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Marsudi Siburian atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan, serta kepada Haya, Sapto, Bayu, dan Imam atas kebersamaannya selama penelitian. Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa mendidik, mendukung, dan mendoakan penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam bidang ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2010
Dyah Lingga Nourma Palupi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 17 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Wahyudi Amin dan ibu Siyamah. Tahun 2006 penulis
lulus dari SMA Darul Ulum 2 (Unggulan BPP
Teknologi) Jombang. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Melalui kurikulum mayor minor, pada tahun 2007 penulis memilih Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sebagai program mayor. Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi mahasiswa Koran Kampus periode 2006-2008, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA tahun ajaran 2007/2008, Himpunan Profesi (Himpro) CREBs Biokimia tahun ajaran 2008/2009 serta pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum (S1 Kedokteran Hewan dan S1 Teknologi Hasil Perairan) tahun ajaran 2009/2010 dan Struktur Fungsi Subseluler tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan (PL) di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1, Bogor periode Juli sampai dengan Agustus 2009, dan menulis laporan ilmiah berjudul “Isolasi DNA Miselium Ganoderma spp. dari Beberapa Wilayah di Indonesia”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Ganoderma spp. ............................................................................................... 2 Isolasi DNA ..................................................................................................... 2 Polymerase Chain Reaction (PCR)................................................................... 3 Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) ................. 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................. 5 Metode ............................................................................................................. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Murni Ganoderma spp. ........................................................................... 7 Isolasi DNA ..................................................................................................... 8 Seleksi Primer dan Amplifikasi DNA ............................................................. 10 Analisis Polimorfisme .................................................................................... 10 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14 LAMPIRAN ...................................................................................................... 17
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tubuh buah Ganoderma spp. . ........................................................................ 2 2 Proses umum PCR ......................................................................................... 3 3 Isolat murni Ganoderma spp. yang ditumbuhkan pada media malt extract agar (MEA) ............................................................................................................ 6 4 Elektroforegram hasil pengujian integritas sembilan sampel DNA total Ganoderma spp dengan elektroforesis gel agarosa 1% .................................... 4 5 Amplifikasi 15 sampel Ganoderma spp. menggunakan primer OPC 01 dan OPC 03 ........................................................................................................ 10 6 Dendogram 45 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan beberapa jenis pohon (sengon, mahoni, lamtoro, dan kakao) dari berbagai wilayah di Indonesia berdasarkan metode UPGMA ....................................................... 11 7 Dendogram 37 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon sengon dari berbagai wilayah di Indonesia berdasarkan metode UPGMA ................. 12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan penelitian .................................................................................... 17 2 Tahapan pembuatan isolat murni ................................................................ 18 3 Isolasi DNA metode Castillo et al. (1954) dengan modifikasi .................... 19 4 Tahapan amplifikasi DNA ……………………………………………..…... 21 5 Sampel Ganoderma spp. ........................................................................... 22 6 Konsentrasi DNA total Ganoderma spp. .................................................... 23 7 Perhitungan konsentrasi DNA total Ganoderma spp. .................................. 24 8 Pemilihan primer untuk amplifikasi DNA .................................................. 24 9 Pereaksi-pereaksi yang digunakan .............................................................. 25 10 Amplifikasi DNA dengan teknik RAPD .................................................... 26 11 Matriks kesamaan 45 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan beberapa jenis pohon menggunakan perangkat lunak NTSYSpc ................ 28 12 Matriks kesamaan 37 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon sengon menggunakan perangkat lunak NTSYSpc ........................... 30 13 Análisis bootstrap 45 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan beberapa jenis pohon menggunakan perangkat lunak Winboot ................... 32 14 Análisis bootstrap 37 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon sengon menggunakan perangkat lunak Winboot ......................................... 33
PENDAHULUAN Ganoderma spp. merupakan salah satu fungi golongan Basidiomycetes yang menjadi penyebab penyakit penting dalam dunia perkebunan. Ganoderma dapat menyebabkan penyakit busuk akar yang serangannya baru diketahui ketika tingkat infeksi sudah kritis dan tanaman sudah sulit diselamatkan (Bassett & Peters 2003). Penyakit busuk akar oleh Ganoderma timbul pada pohon dewasa karena perkembangannya yang sangat lambat, sehingga baru terlihat bertahun-tahun kemudian. Ganoderma banyak dilaporkan menyerang tanaman perkebunan seperti karet, kakao, teh dan kelapa sawit, serta pohon pelindung tanaman perkebunan seperti sengon dan mahoni (Semangun 1988). Hal ini dapat menurunkan produktivitas tanaman perkebunan terutama kopi dan kakao yang penanamannya membutuhkan tanaman pelindung (sengon), mengingat tanaman sengon sangat rentan terhadap serangan Ganoderma. Menurut Widyastuti (2009), mekanisme penularan penyakit busuk akar terjadi dengan cara terbangnya spora Ganoderma dari pohon yang terinfeksi atau kontak antara akar pohon yang sakit dengan pohon yang masih sehat. Dalam pengembangan teknologi perlindungan tanaman perkebunan, penting diketahui informasi genetik Ganoderma untuk memperkirakan pola penularan Ganoderma spp. terhadap tanaman perkebunan seperti kopi dan kakao serta tanaman pelindungnya yaitu sengon dan kerabatnya. Dengan demikian, dapat dilakukan antisipasi serangan penyakit akar oleh Ganoderma dengan mempertimbangkan kemungkinan penularan penyakit busuk akar dari satu jenis pohon ke pohon lainnya. Analisis keragaman genetik suatu organisme telah banyak dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler seperti isozyme, amplified fragment length polymorphism (AFLP) microsatellite, restriction fragment length polymorphism (RFLP), dan random amplified polymorphic DNA (RAPD). Diantara penanda molekuler
DNA yang ada, RFLP dan RAPD merupakan penanda molekuler yang banyak digunakan. Teknik RFLP meliputi isolasi dan pemotongan DNA dengan enzim restriksi, pemisahan fragmen DNA, pemindahan fragmen DNA dari gel ke membran nilon, dan penentuan homologi fragmen spesifik melalui hibridisasi DNA menggunakan probe (DNA pelacak). Teknik RFLP dapat menghasilkan polimorfisme yang cukup tinggi, namun teknologi ini sangat mahal, memerlukan waktu lama, memerlukan probe, bahan radioaktif, dan keahlian yang cukup tinggi (Karsinah et al. 2002). Amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR menggunakan primer acak merupakan metode lain untuk mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA. Metode inilah yang dikenal sebagai teknik RAPD. Penanda molekuler RAPD dihasilkan melalui proses amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR yang dikembangkan oleh Williams et al. (1990). Menurut Demeke dan Adams (1994), prosedur RAPD lebih murah, lebih cepat, membutuhkan sampel DNA lebih rendah (0.5-50 ng), tidak memerlukan radioisotop, dan tidak terlalu membutuhkan keahlian untuk pelaksanaannya dibanding RFLP. Teknik RAPD telah banyak diaplikasikan dalam kegiatan pemuliaan tanaman, di antaranya keragaman genetik plasma nutfah jeruk (Karsinah 2002), mentimun (Julisaniah 2008), gambir (Fauza et al. 2007), mangga (Rajwana 2008), dan kelapa sawit (Nurhaimi-Haris & Darussamin 1997; Toruan-Mathius 2001). Teknik RAPD juga telah digunakan dalam beberapa penelitian analisis genetik mikroorganisme antara lain keragaman genetik Staphylococcus aureus (Morandi et al. 2009) dan Bacillus aureus (Stephan 1996), namun aplikasi dalam analisis keragaman genetik fungi khususnya Ganoderma belum banyak dilaporkan. Kajian mengenai efektivitas teknik RAPD dalam analisis keragaman genetik Ganoderma spp perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan tanaman perkebunan
2
(kakao) dan tanaman pelindungnya (sengon, mahoni, dan lamtoro) dari berbagai wilayah di Indonesia, serta menguji efektivitas teknik RAPD dalam analisis keragaman genetik Ganoderma spp.. Hipotesis yang diajukan adalah adanya keragaman yang cukup tinggi di antara sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan beberapa jenis pohon dari berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keragaman genetik Ganoderma spp. dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya perlindungan tanaman perkebunan dari serangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma spp..
Himenium yang dimiliki dapat menutupi permukaan, berpori, tubuh buah berkayu, keras dan ulet, serta mempunyai lapisanlapisan membran, permukaan atas tubuh buah (konus) rata dan halus, dan spora pipih di bagian bawahnya. Di antara spesies Ganoderma, yang paling banyak menyebabkan penyakit adalah Ganoderma lucidum yang menyebabkan penyakit busuk hati dan busuk pangkal batang (Streets 1982), serta Ganoderma pseudoferreum yang dikenal sebagai jamur akar merah (Semangun 1988).
TINJAUAN PUSTAKA Ganoderma spp. Fungi Ganoderma spp. merupakan anggota Basidiomycetes yang menyebabkan penyakit pada tanaman berkayu dengan kemampuan mendekomposisi lignin, selulosa, dan polisakarida. Jamur ini pertama kali dideskripsikan Karsten pada 1881 dengan nama Ganoderma P Karsten. Kata Ganoderma sendiri berasal dari bahasa latin gan yang berarti berkilauan dan derm yang berarti kulit. Tubuh buah Ganoderma agak keras dan mengilap (Widyastuti 2009). Klasifikasi lengkap dari Ganoderma spp. menurut Alexopoulos (1960) adalah filum: Fungi, kelas: Basidiomycetes, subkelas: Homobasidiomycetes, seri: Hymenomycetes, ordo: Agaricales, famili: Polyporaceae, genus: Ganoderma, spesies: Ganoderma spp.. Ganoderma spp. merupakan fungi penyebab penyakit busuk akar yang dapat membentuk tubuh buah sebagai hasil pembuahan seksual. Permukaan tubuh buahnya berpori dan berwarna cokelat kemerahan (Gambar 1). Posisi tubuh buahnya ada yang duduk (sessile) dan bertangkai (stipitate) (Widyastuti 2009). Ciri-ciri umum Ganoderma spp. adalah sebuah lapisan himenium yang terdiri atas struktur yang disebut basidium (suatu sel berbentuk tabung atau seperti pemukul bola yang mempunyai empat buah basidiospora di bagian luarnya).
Gambar 1 Tubuh buah Ganoderma spp..
Isolasi DNA Penggunaan DNA untuk analisis atau rekayasa genetik mengharuskan DNA untuk diisolasi dan dimurnikan. Tahapan umum yang dilakukan dalam isolasi DNA adalah lisis sel, pemisahan debris sel, dan penghilangan protein (deproteinasi). Dinding sel (pada sel tanaman) dirusak secara fisik dan enzimatis, sedangkan membran sel dirusak dengan penambahan detergen. Perusakan secara fisik dapat dilakukan pada suhu 4oC untuk menjaga DNA agar tetap utuh. Detergen yang digunakan dapat berupa sodium dodecyl sulfate (SDS) atau cethyltrimethylammonium bromide (CTAB) (Deshmukh et al. 2007, Harini et al. 2008). Proses isolasi DNA juga dapat menggunakan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) yang berfungsi mengkelat Mg2+, senyawa ionik yang dibutuhkan oleh enzim deoksiribonuklease (DNase) (Wilson & Walker 2000). Setelah mengeluarkan asam nukleat (DNA dan RNA) dari sel, DNA dan RNA harus dipisahkan dari pengotor berupa protein dan pecahan sel. Pemisahan ini dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan larutan
3
fenol-kloroform. Penambahan larutan ekstraksi ini yang dilanjutkan dengan sentrifugasi akan membagi larutan menjadi fase organik dan fase air yang dipisahkan oleh lapisan protein. DNA dan RNA terdapat dalam fase air, sedangkan fase organik berisi lipid dan pecahan sel. RNA dapat dihilangkan dengan penambahan ribonuklease (RNase) atau sentrifugasi gradien CsCl. (Adams et al. 1986). Langkah terakhir, ditambahkan etanol absolut untuk memekatkan DNA yang diperoleh dan selanjutnya disimpan beku dalam pendingin bersuhu -20oC sampai siap digunakan. Integritas DNA yang telah diisolasi selanjutnya diuji dengan elektroforesis gel agarosa. Konsentrasi DNA diukur dengan spektrofotometer, berdasarkan ketentuan bahwa 1 unit absorban pada panjang gelombang 260 nm setara dengan 50 μg DNA cm-3, jadi 50xA260 = konsentrasi DNA (μg cm-3 atau μg/mL) (Wilson & Walker 2000). Tingkat kemurnian DNA dapat juga diukur dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 260 dan 280 nm. Estimasi kemurnian sampel dapat dihitung dengan menghitung rasio absorban pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Suspensi DNA yang murni ditunjukkan dengan nilai rasio 1.8-2.0 dan untuk RNA murni 2.0 (Kirby 1990). Nilai rasio yang kurang dari nilai tersebut mengindikasikan adanya kontaminasi protein atau fenol, sedangkan kontaminasi DNA oleh RNA akan menyebabkan ketidaktepatan penentuan konsentrasi. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR merupakan metode untuk mengamplifikasi fragmen DNA spesifik dalam jumlah besar secara in vitro dari sejumlah kecil cetakan awal. Komponen PCR terdiri atas sepasang primer, DNA cetakan, Taq polimerase, dNTPs (deoksinukleotida trifosfat) yang terdiri atas dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP, bufer PCR, dan MgCl2 (Mikkelsen & Corton 2004). Perbanyakan fragmen DNA dilakukan secara selektif dan spesifik oleh sepasang polinukleotida (15-25 mer) yang dikenal
sebagai primer. Taq polimerase berasal dari bakteri Thermus aquaticus yang digunakan untuk mengatalisis penempelan dua buah primer melalui sekuen yang komplemen. Taq polimerase memiliki stabilitas termal yang tinggi, aktivasinya pada saat siklus pemanasan pada suhu 950C (Mikkelsen & Corton 2004), dan memiliki aktivitas maksimum pada suhu 75-80oC (Innis 1990). Proses PCR memiliki tiga tahapan utama, yaitu denaturasi, penempelan primer (annealing), dan pemanjangan sekuen (extension), yang secara skematis ditunjukkan pada Gambar 2. Tahap denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94°C hingga 96°C. Umumnya tahap ini dilakukan sampai 5 menit untuk memastikan semua utas DNA terpisah. Tahap
z
Gambar 2 Proses umum PCR. (1) denaturasi (2) penempelan primer (3) síntesis DNA oleh enzim Taq polimerase (4) DNA utas ganda kembali terbentuk.
4
denaturasi bertujuan memisahkan utas ganda DNA menjadi utas tunggal dengan memutuskan ikatan hidrogen antar pasang basa. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran energi panas dapat menggantikan fungsi enzim helikase, girase, dan protein pelindung utas tunggal (PPUT) sekaligus pada proses replikasi DNA di dalam sel (in vivo). Tahap yang kedua adalah penempelan primer atau annealing pada suhu sekitar 42°C-65°C. Suhu penempelan ini bersifat spesifik yang merupakan rata-rata dari nilai Tm (melting temperature) yang dimiliki masing-masing primer, yaitu forward (5’-end) dan reverse (3’-end). Primer menempel pada bagian DNA cetakan yang memiliki urutan basa komplementer dengan urutan basa primer. Tahap ini di dalam replikasi sel berfungsi sebagai inisiasi sintesis DNA oleh primase untuk membentuk RNA primer pada situs ori (Chakrabarti 2004). Tahap ketiga adalah perpanjangan primer atau primer extension yang bertujuan memberikan kondisi optimum bagi kerja enzim Taq polimerase dalam memanjangkan primer guna membentuk utas DNA baru. Chakrabarti (2004) menyebutkan bahwa peran Taq polimerase dapat menggantikan fungsi enzim DNA polimerase III, DNA polimerase I, dan ligase di dalam replikasi sel. Amplifikasi DNA dilakukan dengan pengulangan tahapan PCR sebanyak 30-40 siklus. Penanda Molekuler Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Seiring dengan kemajuan-kemajuan dalam teknik biologi molekuler, sejumlah metode penanda molekuler telah banyak dikembangkan untuk mengidentifikasi keragaman genetik suatu organisme. Teknik random amplified polymorphic DNA (RAPD) yang berdasarkan pada amplifikasi DNA dengan PCR merupakan salah satu dari teknik-teknik yang paling banyak digunakan dalam perkembangan penanda molekuler. RAPD merupakan metode amplifikasi sekuen DNA yang tidak diketahui menggunakan primer oligonukleotida tunggal
yang mengamplifikasi sekuen DNA secara acak. RAPD dikembangkan pertama kali oleh Williams et al. (1990) yang mengamplifikasi DNA genom dari manusia, kedelai, jagung, bakteri, dan Neurospora crassa menggunakan primer oligodeoksinukleotida tunggal. Komponen yang digunakan dalam analisis RAPD tidak jauh berbeda dengan analisis berbasis PCR pada umumnya, dengan jumlah siklus lebih banyak yaitu 45 siklus (Williams et al. 1990), menggunakan transisi tercepat di antara tiap temperatur. Analisis RAPD berbeda dengan kondisi PCR standar, yaitu hanya menggunakan satu primer dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA awal (Bardakci 2001). Metode standar RAPD menggunakan oligonukleotida tunggal pendek (10-12 basa) dengan urutan acak sebagai primer untuk mengamplifikasi genomik DNA dalam jumlah nanogram dengan temperatur annealing yang rendah. Primer ini harus memiliki komposisi basa G+C sebanyak 50-80% dan tidak mengandung sekuen palindrom (Williams et al. 1990). Primer oligo-mer secara komersial tersedia di berbagai sumber (misalnya Operon Technologies Inc., Alameda, California atau University of British Columbia, Canada). Profil amplifikasi DNA tergantung pada homologi sekuen nukleotida antara cetakan DNA dengan oligonukleotida primer. Variasi nukleotida antar DNA menghasilkan ada tidaknya fragmen karena perbedaan tempat menempelnya primer (priming site). Produk amplifikasi PCR dipisahkan dengan gel agarosa dan diwarnai dengan etidium bromida (EtBr). Terdapat aplikasi yang sangat luas dari RAPD pada berbagai area biologi karena teknik RAPD yang sederhana dan biaya yang diperlukan lebih murah. Salah satu aplikasi RAPD adalah dapat digunakan untuk melakukan konstruksi peta genetik dari berbagai jenis organisme, serta studi genetik populasi dan evolusi(Bardakci 2001). Walaupun metode RAPD relatif cepat, murah dan mudah dilaksanakan dibandingkan metode marker DNA lain, isu konsistensi
5
menjadi perhatian sejak dipublikasikannya teknik ini. RAPD merupakan suatu reaksi enzimatis yang berbasis PCR, sehingga sangat sensitif terhadap perubahan kondisi reaksi PCR dan komponennya seperti kualitas dan konsentrasi templat DNA, kualitas komponen PCR serta kondisi siklus PCR (Williams et al. 1990). Permasalahan konsistensi (reprodusibilitas) biasanya terjadi pada terbentuknya pita dengan intensitas yang rendah. Hal ini dapat dikarenakan primer tidak cocok secara sempurna pada sekuen priming site, amplifikasi pada beberapa siklus mungkin tidak terjadi sehingga pita tetap samar.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi sampel adalah isolat Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon kakao, mahoni, sengon dan lamtoro dari berbagai wilayah Indonesia yaitu Tasikmalaya, Ciamis, Kediri, Jember, Lampung, Palembang, dan Kalimantan, malt extract, pepton, agar bakto, akuades, antibiotik streptomisin, antifungi Benlate (benomyl 50%), alkohol teknis, dan nitrogen cair. Isolasi DNA menggunakan bufer ekstraksi yang terdiri atas larutan CTAB 10%, EDTA 0.5 M pH 8.0, Tris-HCl 1 M pH 8.0, NaCl 5 M, akuades steril, polivinilpolipirolidin (PVPP), β-merkaptoetanol 1%, larutan kloroform: isoamilalkohol (24:1), isopropanol dingin, bufer Tris-HCl – EDTA (TE), CH3COONa 3M pH 5.2, alkohol absolut, etanol 70%, RNase, nuclease-free water (NFW), bubuk agarosa, bufer Tris-HCl – boric acid – EDTA (TBE) 0.5x, etidium bromida (EtBr), loading dye, dan marker 1 kb plus DNA ladder. Analisis keragaman dengan metode RAPD-PCR menggunakan bufer PCR komplit, dioksinukleotidatrifosfat (dNTPs) 10 mM, Taq polimerase dari Fermentas, dan 20 buah primer dari Operon Technologies Inc., Alameda, California yaitu OPC 01-20.
Alat-alat yang digunakan untuk penyiapan isolat murni adalah cawan Petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, pengaduk magnetik, neraca analitik, autoklaf, oven, sudip, ruang laminar, Bunsen, inkubator bergoyang, pisau steril, aluminium foil, dan mortar. Alat-alat untuk isolasi DNA adalah botol steril, pipet Mohr steril, bulb, lemari asam, penangas air, lemari pendingin, freezer bersuhu -20oC dan -60oC, tabung Eppendorf, pipet mikro dan tips, sentrifus Beckman, spektrofotometer UV Beckman DU® series, kuvet, alat elektroforesis, dan UV transiluminator. Amplifikasi DNA menggunakan mesin polymerase chain reaction (PCR) Biometra T-Personal, sedangkan analisis data dilakukan dengan perangkat lunak Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSYSpc) dan WinBoot. Metode Penelitian ini diawali dengan penyiapan isolat murni dari tubuh buah Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon kakao, sengon, mahoni, dan lamtoro asal Tasikmalaya, Ciamis, Kediri, Jember, Lampung, Palembang, dan Kalimantan (Lampiran 5). DNA total diisolasi dari isolat murni dengan modifikasi metode Castillo et al. (1954) dan diamplifikasi dengan primer terpilih menggunakan metode RAPD (Williams et al. 1990), selanjutnya hasil amplifikasi diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa 1.4%. Hasil amplifikasi berupa pita DNA diterjemahkan ke dalam bentuk biner dan dianalisis polimorfismenya dengan metode Unweighted Pair-Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan perangkat lunak NTSYSpc (Rohlf 1998) menghasilkan dendogram/pohon filogenik yang menggambarkan keragaman genetik Ganoderma spp.. Derajat ketelitian data UPGMA diperoleh dengan analisis bootstrap menggunakan perangkat lunak Winboot (Yap & Nelson 1996). Penyiapan Isolat Murni Ganoderma spp. Pembuatan Media Tumbuh. Malt extract 20 g/L, pepton 5 g/L, dan agar bakto 15 g/L ditimbang dan disesuaikan dengan
6
banyaknya media yang akan dibuat. Bahanbahan dilarutkan dengan akuades di dalam gelas piala menggunakan pengaduk magnetik sampai homogen. Media yang sudah homogen dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditutup rapat dengan aluminium foil, kemudian disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Media yang sudah diautoklaf dibiarkan sampai hangat (30-40oC), lalu ditambahkan antibiotik streptomisin sebanyak 100 mg/L dan fungisida benlate sebanyak 10 mg/L kemudian dituang ke dalam cawan petri steril di dalam ruang laminar dan didiamkan hingga padat. Penyiapan Isolat Murni. Tubuh buah Ganoderma spp. dipatahkan dengan tangan, jaringan tubuh buah yang terletak ditengahnya (yang secara alami steril) diambil satu cuplikan dengan menggunakan pinset steril kemudian diinokulasikan pada media malt extract agar (MEA) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari. Biakan murni yang tumbuh dipindahkan ke agar miring untuk koleksi dan media MEA baru di cawan petri untuk peremajaan. Setelah tumbuh cukup banyak, biakan pada media MEA disubkulturkan ke media cair, kemudian diinkubasi di atas inkubator bergoyang pada suhu ruang selama 1 minggu. Miselium yang tumbuh lebat dipanen dan dibilas dengan akuades steril, kemudian disimpan beku dalam lemari pendingin bersuhu -60oC. Isolasi DNA Isolat Murni Ganoderma spp. (Orozco-Castillo et.al. 1954) dengan modifikasi Miselium beku digerus dalam mortar dingin dan ditambahkan PVPP sebanyak 0.1 gram. Penggerusan dilakukan dengan penambahan N2 cair terus-menerus untuk menjaga temperatur agar DNA tidak rusak. Sampel terus digerus sampai berubah menjadi serbuk halus yang siap diisolasi DNA totalnya. Sebanyak 0.1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kecil, ditambahkan campuran 1 mL bufer ekstraksi dan 0.1 mL
-merkaptoetanol
hangat. Campuran dikocok dengan vorteks sampai homogen, dipanaskan pada suhu 65oC
selama 30 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, ditambahkan larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak 1 mL, selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Sentrifugasi menghasilkan dua lapisan, diambil lapisan atas dan ditambahkan larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1) sebanyak 1 mL dan divorteks sampai homogen. Campuran disentrifus lagi dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Sentrifugasi menghasilkan dua lapisan, diambil lapisan atas dan ditambahkan larutan isopropanol dingin sebanyak 1 volume. Campuran dikocok pelan sampai homogen, kemudian disimpan 4oC selama 30 menit. Setelah 30 menit, campuran disentrifus dengan kecepatan 11000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC, pelet diambil dan dikeringkan. Pelet di dalam tabung Eppendorf dilarutkan dengan 100 μL bufer TE, kemudian ditambahkan 10 μL CH3COONa pH 5.2 dan 250 μL etanol absolut, kocok homogen. Campuran selanjutnya disimpan pada suhu -20oC selama minimal 30 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Pelet DNA diambil dan dicuci dengan etanol 70% sebanyak 100 μL, disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm, lalu dikeringudarakan. Setelah pelet benar-benar kering, ditambahkan 30 μL nuclease-free water (NFW) dan disimpan pada suhu -20oC. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA (Sambrook et al. 1989) Pengujian integritas DNA secara kualitatif dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa 1%. Sebanyak 0.6 gram bubuk agarosa ditimbang dan dilarutkan ke dalam 60 mL bufer TBE 0.5x dengan menggunakan pemanas listrik (microwave), kemudian dituang ke dalam cetakan bersisir dan didinginkan hingga beku. Gel agarosa beku dimasukkan ke dalam bak elektroforesis berisi bufer TBE 0.5x, selanjutnya sebanyak 1 µL loading dye dan 5 µL sampel DNA diinjeksikan ke dalam sumur. Perangkat elektroforesis dihubungkan pada arus listrik
7
dan dijalankan pada tegangan 75 volt selama kurang lebih 55 menit. Pengukuran kuantitas DNA dilakukan dengan metode spektrofotometri menggunakan spektrofotometer UV Beckman DU ® series. Sampel DNA diencerkan sebanyak 100x dengan menambahkan 198 µL ke dalam 2 µL sampel DNA, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Tingkat kemurnian sampel diperkirakan berdasarkan nilai rasio serapan pada panjang gelombang 260 dan 280 nm, sedangkan konsentrasi sampel diperoleh dari hasil perkalian nilai serapan pada panjang gelombang 260 nm dengan faktor konversi dan faktor pengenceran. Seleksi Primer untuk Amplifikasi DNA Sebanyak 20 primer oligonukleotida acak yaitu OPC 1-20 digunakan untuk mengamplifikasi dua sampel DNA dengan program RAPD. Produk PCR diuji dengan elektroforesis gel agarosa untuk melihat pitapita yang terbentuk. Dari pita-pita yang dihasilkan, dipilih primer-primer yang dapat menghasilkan pita dengan intensitas tegas dan banyak. Primer-primer terpilih digunakan untuk mengamplifikasi seluruh sampel. Amplifikasi DNA dengan Metode RAPD (Williams et al. 1990) Sampel DNA Ganoderma disiapkan dalam konsentrasi 100 μg/mL. Larutan mix (Fermentas) dibuat dengan mencampurkan 2.5 μL bufer PCR, 0.5 μL dNTPs 10 mM, 0.3 μL Taq DNA polimerase, dan 19.7 μL NFW ke dalam tabung eppendorf, jumlahnya disesuaikan dengan sampel yang akan diamplifikasi. Selanjutnya ke dalam tabung mikro khusus PCR dimasukkan 1 μL primer, 1 μL DNA sampel, dan 23 μL larutan mix. Reaksi PCR dilakukan dengan program sebagai berikut: satu siklus denaturasi awal pada suhu 92oC selama 2 menit; satu siklus berikutnya yang terdiri atas denaturasi pada suhu 92oC selama 3 menit 30 detik, annealing pada suhu 35oC selama 1 menit, dan ekstensi pada suhu 72oC selama 2 menit; dilanjutkan dengan 44 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 92oC selama 1 menit,
annealing pada suhu 35oC selama 1 menit, dan ekstensi pada suhu 72oC selama 2 menit; kemudian dilanjutkan dengan reaksi pada suhu 72oC selama 7 menit. Hasil amplifikasi kemudian diseparasi dengan elektroforesis gel agarosa 1.4% dan divisualisasikan dengan UV transiluminator. Analisis Polimorfisme Data yang diperoleh dari pemotretan gel hasil RAPD berupa pita-pita DNA diurutkan dari batas bawah sumur sampai batas bawah pita yang masih tampak. Analisis data didasarkan pada ada atau tidaknya pita. Profil pita diterjemahkan ke dalam bentuk biner dengan ketentuan nilai 0 untuk tidak ada pita dan 1 untuk ada pita pada satu posisi yang sama dari nomor-nomor sampel yang dibandingkan. Pengelompokan data matriks (cluster analysis) dan pembuatan dendogram dilakukan dengan metode Unweighted Pair-Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan program Numerical Taxonomy and Multivariate System (NTSYS) versi 2.02 (Rohlf 1998). Studi statistika untuk mengetahui derajat ketelitian data UPGMA dilakukan dengan analisis bootstrap menggunakan perangkat lunak Winboot (Yap & Nelson 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Murni Ganoderma spp. Isolasi Ganoderma pada penelitian ini dilakukan secara aseptis dengan menginokulasi jaringan dari tubuh buah yang menghasilkan isolat murni. Menurut Selfert (1990), isolasi Basidiomycetes dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dari tubuh buah atau secara tidak langsung dari akar atau bagian tubuh tanaman yang terinfeksi. Isolat murni diperoleh dari 45 tubuh buah Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon kakao, sengon, mahoni, dan lamtoro asal Tasikmalaya, Ciamis, Kediri, Jember, Lampung, Palembang, dan Kalimantan (Lampiran 5).
8
Isolat murni Ganoderma spp. tumbuh sebagai miselium berwarna putih yang menyebar ke arah samping (Gambar 3). Miselium Ganoderma diperoleh dengan menumbuhkan cuplikan jaringan pada media malt extract agar (MEA) selama 3-5 hari dilanjutkan dengan perakaran pada media cair malt extract broth (MEB) selama kurang lebih satu minggu dan dipanen setelah beratnya mencapai kurang lebih 2-5 gram. Banyaknya miselium yang diperoleh beragam berdasarkan jenis Ganoderma dan usia pertumbuhannya. Beberapa sampel Ganoderma menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat, sedangkan beberapa sampel lain dari jenis yang berbeda pertumbuhannya lebih lambat untuk selang waktu penumbuhan yang sama. Ini mennunjuk kan bahwa spesies Ganoderma memiliki tingkat pertumbuhan tertentu. Berdasarkan pengamatan, faktor yang sangat berpengaruh adalah usia isolat indukan. Isolat yang masih muda cenderung mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan isolat sejenis yang berusia lebih tua. Media malt extract (ME) merupakan media yang paling umum digunakan karena kandungan nutrisinya yang sesuai untuk pertumbuhan fungi. Media ini terdiri atas pepton, malt extract, dan agar bakto. Komponen pepton dalam media berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan fungi, malt extract sebagai sumber karbon karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, sedangkan agar digunakan untuk memadatkan media. Media yang digunakan juga mengandung komponen selektif untuk pertumbuhan fungi yaitu benomil (1butilkarbonil-2-benzimidazola). Formulasi yang sama dalam pembuatan media tumbuh telah dilakukan oleh Darmono et al. (2006) untuk menumbuhkan Ganoderma lucidum, dengan penambahan asam galat dan fenil fenol. Selfert (1990) menyebutkan bahwa Basidiomycetes memiliki sensitivitas bervariasi terhadap benomil tetapi secara umum kurang terhambat oleh senyawa ini bila dibandingkan dengan fungi lainnya. Benomil bersifat tidak tahan panas, sehingga ditambahkan dalam keadaan hangat setelah
proses autoklaf sebelum digunakan. Bersama benomil ditambahkan pula antibiotik streptomisin untuk mencegah kontaminasi bakteri. Selfert (1990) menyebutkan beberapa antibiotik yang umum digunakan, antara lain streptomisin yang mencegah pertumbuhan basillus gram negatif; tetrasiklin, kloramfenikol, dan aureomisin yang mengganggu sintesis protein pada bakteri; serta penisilin yang mencegah bacillus Gram positif dan coccus Gram negatif.
Gambar 3 Isolat murni Ganoderma spp. yang ditumbuhkan di media malt extract agar (MEA).
Hasil Isolasi DNA Sebanyak 45 DNA total sampel Ganoderma spp. dari beberapa wilayah di Indonesia yaitu Tasikmalaya, Kediri, Lampung, Palembang, dan Kalimantan diisolasi dengan metode Castillo (1994) yang dimodifikasi dengan penambahan polivinilpolipirolidin (PVPP) dan βmerkaptoetanol (Toruan-Mathius et al. 1997). PVPP biasa ditambahkan pada proses ekstraksi DNA tanaman yang kaya polifenol untuk mencegah kerusakan DNA akibat oksidasi oleh senyawa fenolik, sedangkan βmerkaptoetanol ditambahkan sebagai agen pereduksi (antioksidan) (Saunders & Parkes 1999). Isolasi DNA pada prinsipnya dilakukan berdasarkan teknik pemisahan (sentrifugasi) dan pengendapan (presipitasi). Teknik sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan asam nukleat dari pecahan sel setelah penambahan bufer ekstraksi berdasarkan perbedaan bobot molekul antar komponen dalam sel. Bufer yang digunakan adalah bufer ekstraksi Castillo yang terdiri atas larutan CTAB 10%, EDTA, Tris-HCl, dan NaCl. CTAB merupakan detergen
9
kationik yang melarutkan membran dan mengikat DNA sehingga dapat dipisahkan pada tahap presipitasi, dalam kondisi konsentrasi garam tinggi dengan penambahan NaCl (konsentrasi akhir dalam bufer ekstraksi sebesar 1.26 M) Garam juga dapat menciptakan kondisi lingkungan isotonis untuk menstabilkan asam nukleat dalam suspensi. Komponen EDTA dalam bufer menekan aktivitas DNase dengan cara mengkelat kofaktor enzim tersebut yaitu magnesium dan kation divalen lainnya (Saunders & Pakers 1999). Proses presipitasi dimulai pada tahap deproteinasi atau penghilangan protein. Tahap presipitasi diawali dengan penambahan Na-asetat yang menyebabkan protein mengendap. Pemisahan protein dalam sampel dilakukan dengan menggunakan larutan kloroform: isoamilalkohol (24:1). Senyawa kloroform berfungsi mendenaturasi protein, melarutkan lipid, serta memisahkan fase organik dan fase air, sedangkan isoamilalkohol membantu pemisahan kedua fase agar lebih sempurna (Iqbal 2007). Ekstraksi dengan larutan kloroform:isoamilalkohol (24:1) dilakukan sebanyak dua kali untuk memurnikan DNA agar terbebas dari protein dan polisakarida. Suspensi yang mengandung asam nukleat ditambah dengan larutan isopropanol dingin untuk mengendapkan DNA yang terlihat sebagai serabut-serabut halus berwarna putih. Pelet DNA yang mengendap di dasar tabung setelah sentrifugasi kemudian dilarutkan dengan bufer TE yang terdiri atas EDTA dan Tris-HCl, kemudian ditambahkan Na-asetat dan etanol absolut. Etanol absolut ditambahkan untuk memekatkan DNA yang diperoleh. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu -20oC selama minimal 30 menit, disentrifugasi kembali untuk memisahkan DNA yang terbentuk, kemudian dicuci dengan etanol 70% untuk membersihkan DNA dari pelarut-pelarut. DNA yang berhasil diisolasi kemudian dilarutkan dengan 30 μL nuclease free water (NFW) untuk dijadikan stok dan diuji kualitasnya secara kualitatif dengan elektroforesis gel agarosa serta secara
kuantitatif dengan spektrofotometer UV-VIS (Sambrook & Russel 1989). DNA yang telah diisolasi selanjutnya dikarakterisasi secara kualitatif menggunakan elektroforesis gel agarosa 1%. Sambrook & Russel (1989) menyatakan konsentrasi gel ini sesuai untuk pemisahan fragmen DNA berukuran 250-12000 bp, di mana ukuran DNA total Ganoderma yang diisolasi berada dalam rentang tersebut, yaitu 12000 bp. Berikut diberikan contoh hasil pengujian integritas Sembilan contoh DNA Ganoderma spp. dengan elektroforesis gel agarosa 1% (Gambar 4). Konsentrasi DNA yang diperoleh diukur secara spektrofotometri menghasilkan nilai absorbansi pada panjang gelombang 230, 260, dan 280 nm. Isolasi DNA yang dilakukan dengan metode Castillo et al. memberikan hasil yang cukup baik, dilihat dari kualitas dan kuantitas DNA yang diperoleh. DNA yang diperoleh memiliki jumlah yang cukup dan kualitas cukup baik, hal ini terlihat dari elektroforegram hasil pengujian DNA dengan elektroforesis gel agarosa (Gambar 4) serta pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA secara spektrofotometri (Lampiran 6). Konsentrasi dihitung berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm yang dikalikan dengan faktor pengenceran dan faktor konversi (Lampiran 7). Berdasarkan pengukuran, konsentrasi DNA yang diperoleh cukup baik, yaitu berkisar antara 105-2575 μg/mL. Jumlah ini sudah mencukupi untuk dijadikan stok dalam analisis, karena RAPD 1 12,000 bp
2
3
4
5
6
7
8
10
M
bp 12,000 2,000 1,000
100
Gambar 4 Elektroforegram sembilan sampel DNA total Ganoderma spp. dengan elektroforesis gel agarosa 1%. 1-10: nomor sampel Ganoderma spp. M = marker 1kb plus DNA ladder.
10
hanya membutuhkan DNA dalam jumlah kecil (0.5-50 ng) (Demeke & Adams 1994). Kemurnian DNA yang digambarkan oleh nilai rasio absorbansi pada 260 dan 280 nm berkisar antara 1.069 dan 1.918. Suatu DNA hasil isolasi dikatakan memiliki kemurnian tinggi jika nilai absorbansinya berkisar antara 1.8-2.0 (Kirby 1990). Nilai absorbansi yang rendah pada beberapa sampel Ganoderma spp. kemungkinan disebabkan oleh banyaknya polisakarida yang terkandung dalam sampel miselium Ganoderma yang diisolasi. Hasil Seleksi Primer Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA total Ganoderma dipilih dari 20 primer yang tersedia yaitu OPC 01-OPC 20 (Tabel 1). Kedua puluh primer digunakan untuk mengamplifikasi dua sampel DNA Ganoderma spp. dengan program RAPD sebanyak 45 siklus, selanjutnya hasil amplifikasi divisualisasi dengan elektroforesis gel agarosa 1.4%. Konsentrasi gel agarosa yang lebih rapat dibutuhkan untuk memisahkan DNA hasil Tabel 1 Primer yang digunakan beserta urutan basanya Primer Susunan basa OPC-01 OPC-02 OPC-03 OPC-04 OPC-05 OPC-06 OPC-07 OPC-08 OPC-09 OPC-10 OPC-11 OPC-12 OPC-13 OPC-14 OPC-15 OPC-16 OPC-17 OPC-18 OPC-19 OPC-20
TTCGAGCCAG GTGAGGCGTC GGGGGTCTTT CCGCATCTAC GATGACCGCC GAACGGACTC GTCCCGACGA TGGACCGGTG CTCACCGTCC TGTCTGGGTG AAAGCTGCGG TGTCATCCCC AAGCCTCGTC TGCGTGCTTG GACGGATCAG CACACTCCAG TTCCCCCCAG TGAGTGGGTG GTTGCCAGCC ACTTCGCCAC
amplifikasi RAPD yang ukurannya sangat bervariasi, seperti yang telah dilakukan oleh Karsinah et al. (2002) dan Martins et al. (2002) dalam penelitiannya. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 18 primer dapat menghasilkan fragmen DNA pada kedua sampel, satu primer menghasilkan fragmen hanya pada satu sampel, dan satu primer tidak menghasilkan fragmen pada kedua sampel (Lampiran 8). Selanjutnya dipilih sepuluh primer yang menghasilkan fragmen pada kedua sampel secara tegas dan mudah dibedakan, yaitu OPC 01, OPC 02, OPC 03, OPC 04, OPC 05, OPC 08, OPC 12, OPC 13, OPC 14, dan OPC 15. Kesepuluh primer ini selanjutnya digunakan untuk mengamplifikasi 45 sampel DNA Ganoderma spp.. Analisis Polimorfisme Sebanyak 220 fragmen DNA diperoleh dari amplifikasi DNA 45 sampel Ganoderma spp. (Lampiran 5) menggunakan 10 primer acak terpilih OPC 01, OPC 02, OPC 03, OPC 04, OPC 05, OPC 08, OPC 12, OPC 13, OPC 14, dan OPC 15. Gambar 4 memperlihatkan pola pita yang dihasilkan oleh primer OPC 01 dan OPC 03 pada 45 sampel Ganoderma spp. Ukuran fragmen yang dihasilkan sangat bervariasi antara 150 bp sampai 2000 bp (Gambar 5, Lampiran 9). Hal ini disebabkan oleh primer yang bersifat acak dan menempel di sembarang tempat yang sesuai pada genom Ganoderma. Oleh karena itu, semakin banyak primer yang digunakan akan semakin terwakili bagianbagian genom Ganoderma. Sebanyak total 220 fragmen yang dihasilkan semuanya merupakan fragmen polimorfik (100%), ditunjukkan dengan tidak adanya pola pita yang sama pada seluruh sampel ketika diamplifikasi dengan satu buah primer. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik antar sampel Ganoderma spp. yang dianalisis sangat tinggi. Pola pita elektroforesis selanjutnya dibuat matriks kesamaan (similarity matrix) berdasarkan metode Unweighted Pair-Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan
11
perangkat lunak NTSYS versi 2.02 dengan koefisien Single Matching(Sokal & Sneath 1963, diacu dalam Yap & Nelson 1996), kemudian dilakukan analisis bootstrap dengan perangkat lunak WinBoot untuk mendapatkan derajat ketelitian data secara statistika dengan koefisien yang sama, menghasilkan dendogram seperti ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Nilai koefisien menunjukkan angka kedekatan antar nomor sampel Ganoderma spp. secara genetik, sedangkan angka-angka pada batang menunjukkan derajat ketelitaian data yang dianalisis menggunakan WinBoot. Dalam analisis kluster menggunakan metode UPGMA dan bootstrap, terdapat beberapa koefisien seperti yang ditetapkan oleh Sokal & Sneath (1963) sebagai dasar pengelompokan berdasarkan input data yang diberikan. Koefisien yang banyak digunakan dan sudah teruji adalah Dice dan Simple Matching (Yap & Nelson 1996). Koefisien Simple Matching dipilih dalam penelitian ini karena merupakan koefisien yang paling sederhana dan menghasilkan nilai koefisien yang lebih tinggi dibandingkan koefisien Dice. Analisis bootstrap dilakukan dengan menggunakan koefisien yang sama yaitu Simple Matching sebanyak 1000 kali pengulangan. Nilai koefisien yang dihasilkan berkisar antara 0.71 dan 0.91. Hal ini sesuai dengan Kumar et al. (2001) yang melaporkan bahwa analisis RAPD menghasilkan nilai
koefisien sebesar 0.61-0.95. Kisaran nilai koefisien tersebut menggambarkan bahwa latar belakang genetik sampel-sampel Ganoderma spp. yang dianalisis tergolong cukup dekat, mengingat sampel-sampel yang dianalisis masih berada dalam satu genus yaitu genus Ganoderma.Nilai koefisien dan derajat ketelitian yang cukup tinggi dihasilkan pada kelompok T14 sengon Tasik – T20 sengon Tasik (koef. 0.91 dengan derajat ketelitian 100%), PL1 sengon Palembang – PL2 sengon Palembang (koef. 0.82 dengan derajat ketelitian 88.6%), serta KW2 mahoni – KW3 mahoni Jember (koef. 0.82 dengan derajat ketelitian 55.2%), masing-masing kelompok merupakan sampel Ganoderma spp. yang menginfeksi jenis pohon yang sama dan berasal dari wilayah yang sama. Pola seperti ini terjadi pula pada kelompok lain dengan koefisien yang lebih kecil. Analisis statistika menggunakan perangkat lunak Winboot menghasilkan derajat ketelitian yang rendah pada beberapa sampel (<50%), artinya pengelompokan pada kelompok tersebut menghasilkan pola yang sama pada 1000 kali pengulangan sebanyak kurang dari 50%. Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan mengulang hasil yang sama (reprodusibilitas) metode RAPD yang rendah (Bardakci 2001). an Moeljopawiro (1998), agar pengelompokan memiliki signifikansi yang tinggi (90-100%),
Gambar 5 Hasil amplifikasi 15 sampel DNA Ganoderma spp. menggunakan primer OPC 01 dan OPC 03. 1-45: nomor sampel Ganoderma dari berbagai wilayah di Indonesia. M= marker 1kb plus DNA ladder.
12
perlu dilakukan penelusuran primer-primer yang mampu mengelompok dengan derajat ketelitian lebih tinggi, serta penggunaan primer yang lebih d banyak dan beragam agar daerah genom Ganoderma yang teramplifikasi dapat semakin terwakili. Pada penelitian ini, hanya digunakan sepuluh primer yang pemilihannya didasarkan pada kemampuan primer menghasilkan fragmen yang cukup banyak dan tegas. Dendogram yang dihasilkan dari analisis 45 sampel Ganoderma spp. menunjukkan, pada derajat ketelitian 0.766 sampel Ganoderma dapat dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar (Gambar 6). Secara umum terlihat bahwa sampel-sampel cenderung
mengelompok menurut jenis pohon inang yang diinfeksinya. Pengelompokan berdasarkan pohon inang ini dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat virulensi atau pola penularan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Ganoderma di antara tanaman perkebunan (kakao) dan pohon pelindungnya yaitu sengon dan kerabatnya. Kelompok ke-1, 2, dan 4 terdiri atas sampelsampel Ganoderma spp. yang menginfeksi pohon sengon. Ini menunjukkan bahwa penularan penyakit busuk akar oleh Ganoderma lebih mudah terjadi diantara pohon-pohon yang sejenis. Kelompok ke-3 menunjukkan sedikit perbedaan dengan
0.766
65.8
100.0
97.1
0.71 0.71
0.78 0.85 0.93 0.78 0.85 0.93 Simple Matching SimilarityCoefficient Coefficient (Sokal & Sneath 1963)
P2P2_Sengon Kediri P5P5_Sengon Kediri T5_Sengon Tasik T5 K5_Sengon Kalimantan K5 K3_Sengon Kalimantan K3 T18_Sengon Tasik T18 T20_ Sengon Tasik T21 1010_ Sengon Tasik G16_ Sengon Tasik G16(1) G17_ Sengon Tasik G17(3) KW5_Kakao Jember KW5 GL2_ Sengon Tasik GL2 T17_ Sengon Tasik T17 KW7_Sengon laut Jember KW7 PL3_Sengon Palembang PL3 T16_Sengon Tasik T16 T12_Sengon Tasik T12 PL6_Sengon Palembang PL6 T6_Sengon Tasik T6 L_Sengon Lampung Lampung T19_ Sengon Tasik T19 KW1_Mahoni Jember KW1 KW8_Lamtoro Jember KW8 K2_Sengon Kalimantan K2 PL4_Sengon Palembang PL4 PL5_Sengon Palembang PL5 PL7_Sengon Palembang PL7 T10_ Sengon Tasik T10 T11_ Sengon Tasik T11 T8_ Sengon Tasik T8 GL2_ Sengon Tasik G12(2) KW2_Mahoni Jember KW2 KW3_Mahoni Jember KW3 T3_ Sengon Tasik T3 P4P4_ Sengon Kediri P6P6_ Sengon Kediri P7P7_Saga Kediri T14_ Sengon Tasik T14 T20_ Sengon Tasik T20 PL8_Sengon Palembang PL8 KW4_Mahoni Jember KW4 KW6_Kakao Jember KW6 PL1_Sengon Palembang PL1 PL2_Sengon Palembang PL2 T9_ Sengon Tasik T9
1
2
3
4
5
1.00 1.00
Gambar 6 Dendogram 45 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan beberapa jenis pohon (sengon, mahoni, lamtoro, dan kakao) dari berbagai wilayah di Indonesia berdasarkan metode UPGMA menggunakan sepuluh primer.
13
masuknya sampel Ganoderma spp. dari pohon kakao (KW5) ke dalam kelompok tersebut. Ini berarti terdapat kemiripan genetik yang cukup dekat antara Ganoderma asal pohon sengon dan kakao. Hal ini mengindikasikan kemungkinan penularan penyakit busuk akar oleh Ganoderma spp. dapat terjadi di antara pohon yang berbeda. Kemungkinan ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk aplikasi di lapang dalam penggunaan pohon sengon sebagai pelindung tanaman kakao. Analisis juga dilakukan di antara sampelsampel Ganoderma spp. dari pohon inang sengon yang merupakan pohon pelindung tanaman perkebunan, sebanyak 37 nomor sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedekatan genetik cenderung terjadi pada sampel-sampel yang berasal dari wilayah
yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan dendogram yang tersaji pada Gambar 7. Berdasarkan wilayah tempat tumbuhnya, secara umum sampel-sampel dari wilayah yang sama sebagian besar mengelompok secara berdekatan, artinya sampel tersebut memiliki latar belakang genetik yang cukup dekat. Beberapa sampel berbeda wilayah terlihat berdekatan dan terletak dalam satu kelompok dengan sampel Ganoderma berbeda wilayah, yaitu sampel Ganoderma Lampung, KW7 Jember, PL6 Palembang, dan P6 Kediri, dengan derajat ketelitian yang rendah (<50%). Adanya beberapa sampel yang mengelompok dengan sampel lain dari wilayah yang berbeda kemungkinan berkaitan dengan wilayah lainnya. Hal ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk mempelajari pola penyebaran Ganoderma di
0.766 P2_Sengon Kediri P2_Sengon_Kedir P5_Sengon Kediri P5_Sengon_Kedir T5_Sengon Tasik T5_Sengon_Tasik T8_ Sengon Tasik T8_Sengon_Tasik 10_ Sengon Tasik 10_Sengon_Tasik G16_ Sengon Tasik G16_Sengon_Tasi G17_ Sengon Tasik G17_Sengon_Tasi GL2_ Sengon Tasik GL2_Sengon_Tasi T17_ Sengon Tasik T17_Sengon_Tasi KW7_Sengon laut Jember KW7_SengonLaut_ T12_Sengon Tasik T12_Sengon_Tasi T16_Sengon Tasik T16_Sengon_Tasi K5_Sengon Kalimantan K5_Sengon_Kalim K3_Sengon Kalimantan K3_Sengon_Kalim T18_Sengon Tasik T18_Sengon_Tasi T21_ Sengon Tasik T21_Sengon_Tasi PL6_Sengon Palembang PL6_Sengon_Pale T6_Sengon Tasik T6_Sengon_Tasik L_Sengon Lampung L_Sengon_Lampun T19_ Sengon Tasik T19_Sengon_Tasi PL3_Sengon Palembang PL3_Sengon_Pale K2_Sengon Kalimantan K2_Sengon_Kalim PL4_Sengon Palembang PL4_Sengon_Pale PL5_Sengon Palembang PL5_Sengon_Pale PL7_Sengon Palembang PL7_Sengon_Pale T10_ Sengon Tasik T10_Sengon_Tasi T11_ Sengon Tasik T11_Sengon_Tasi T14_ Sengon Tasik T14_Sengon_Tasi T20_ Sengon Tasik T20_Sengon_Tasi P4_ Sengon Kediri P4_Sengon_Kedir T3_ Sengon Tasik T3_Sengon_Tasik G12_ Sengon Tasik G12_Sengon_Tasi P6_ Sengon Kediri P6_Sengon_Kedir PL8_Sengon Palembang PL8_Sengon_Pale PL1_Sengon Palembang PL1_Sengon_Pale PL2_Sengon Palembang PL2_Sengon_Pale T9_ Sengon Tasik T9_Sengon_Tasik
100.0
98.3
0.70
0.71
0.77
0.85
0.93
0.78 0.85 0.93 Coefficient Simple Matching Similarity Coefficient (Sokal & Sneath 1963)
1
2
3
4
5
1.00
1.00
Gambar 7 Dendogram 37 sampel Ganoderma spp. yang berasosiasi dengan pohon sengon dari berbagai wilayah di Indonesia berdasarkan metode UPGMA menggunakan sepuluh primer.
14
Indonesia. Hasil analisis RAPD pada sampel Ganoderma spp. ini dapat memberi gambaran terhadap kemungkinan pola penularan penyakit busuk akar Ganoderna di antara tanaman perkebunan dan pelindungnya yaitu sengon. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengembangan teknologi perlindungan tanaman perkebunan khususnya dalam penggunaan sengon sebagai tanaman pelindung, namun perlu dilakukan kajian lebih jauh dengan penggunaan sampel yang lebih banyak dan variatif serta primer yang lebih banyak dan teruji. Jika penelitian ini dilanjutkan dan menghasilkan derajat ketelitian dan hasil pengolahan data yang lebih baik, maka pengembangan teknologi perlindungan tanaman perkebunan dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penanda molekuler random amplified polymorphic DNA baik digunakan untuk menguji keragaman genetik Ganoderma spp.. Analisis kluster dengan metode UPGMA menggunakan perangkat lunak NTSYS versi 2.02 menghasilkan dendogram dengan nilai koefisien 0.71-0.91, menunjukkan bahwa sampel-sampel Ganoderma spp. memiliki latar belakang genetik yang tidak terlalu jauh. Pengelompokan sampel Ganoderma spp. yang berdekatan secara umum terjadi di antara sampel-sampel dari pohon inang dan wilayah yang sama. Analisis bootstrap menggunakan perangkat lunak Winboot menunjukkan hanya tiga kelompok sampel yang memiliki derajat ketelitian tinggi (>50%), yaitu T14-T20 (pohon inang sengon asal Tasikmalaya), PL1-PL2 (pohon inang sengon asal Palembang), dan KW2-KW3 (pohon inang mahoni asal Jember). Saran Perlu dilakukan penelusuran primerprimer yang mampu memberikan hasil dengan reprodusibilitas yang lebih tinggi sehingga didapatkan derajat ketelitian yang
lebih tinggi pula. Derajat ketelitian dapat pula ditingkatkan dengan penggunaan primer yang lebih banyak agar bagian genom yang teramplifikasi semakin terwakili.
DAFTAR PUSTAKA Adams RLP, Knowler JT, Leader DP. 1986. The Biochemistry of The Nucleic Acids, Tenth Edition. New York: Chapman and Hall. Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M. 1979. Introductory Mycology. Edisi ke-4. New York: John Wiley & Sons, Inc. Bardakci F. 2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) markers. Turk J Biol 25: 185-196. Bassett K, Peters RN. 2003. Ganoderma: a significant root pathogen. Arborilogical services Inc. Pub. [terhubung berkala]. http://www.arborilogical.com/articles/ga noderma.htm [Des 2009]. Bustamam M, Moeljopawiro S. 1998. Pemanfaatan teknologi sidikjari DNA di bidang pertanian. Zuriat 9: 77-90. Chakrabarti R. 2004. PCR Technology: Current Innovation. Boca Raton: CRC Pr. Darmono TW, Jamil I, Santosa DA. 2006. Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 74: 87-96. Demeke T, Adams RP. 1994. The use of PCR-RAPD analysis in plant taxonomy and evolution. Di dalam: Griffin HG, Griffin AM, editor. PCR Technology Current Innovations. London: CRC Pr. Deshmukh VP et al. 2007. A simple method for isolation of genomic DNA from fresh and dry leaves of Terminalia arjuna (Roxb.) Wight and Argot. Electronic Journal of Biotechnology. 10: 468-472. Fauza H et al. 2007. Variabilitas genetik tanaman gambir berdasarkan marka RAPD. Zuriat 18: 93-99.
15
Harini SS et al. 2008. Optimization of DNA isolation and PCR-RAPD methods for molecular analysis. International Journal of Integrative Biology. 2: 138-144. Innis MA, Gelfand DH, Sninsky JJ. 1990. PCR Protocols, A Guide to Methods and Applications. New York: Academic Press, Inc. Iqbal M. 2007. Isolasi DNA. [terhubung berkala]. http://fortunestar.co.id. [5 Sep 2009]. Julisaniah NI, Sulistyowati L, Sugiharto AN. 2008. Analisis kekerabatan mentimun (Cucumis sativus L.) menggunakan metode RAPD-PCR dan Isozim. Biodiversitas 9: 99-102. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi L, Aswidinnoor H. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian 7: 8-16. Kirby LT. 1990. DNA Fingerprinting: An Introduction. New York: Stockton Pr. Kumar et al. 2001. Estimation of genetic diversity of commercial mango (Mangifera indica L.) cultivars using RAPD markers. J. Hortic. Sci. Biotechnol. 76: 529–533. Martins et al. 2006. RAPD analysis of genetic diversity among and within Portuguese landraces of common white bean (Phaseolus vulgaris L.). Scientia Horticulturae 108: 133-142. Morandi S et al. 2009. Biochemical profiles, restriction fragment length polymorphism (RFLP), random amplified polymorphic DNA (RAPD) and multilocus variable number tandem repeat analysis (MLVA) for typing Staphylococcus aureus isolated from dairy products. Research in Veterinary Science xxx: xxx-xxx. Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical Chemistry. New Jersey: John Wiley & Sons. Nurhaimi-Haris, Darussamin A. 1997. RAPD analysis of oil palm clones with normal
and abnormal fruits. Menara Perkebunan 65: 64-74. Orozco-Castillo et al. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene in coffea using RAPD markers. Theor. Appl. Genet. 87: 332-339. Rajwana IA et al. 2008. Assessment of genetic diversity among mango (Mangifera indica L.) genotypes using RAPD markers. Scientia Horticulturae 117: 297-301. Rohlf FJ. 1998. NTSYSpc: Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, User Guide. New York: Applied Biostatistics Inc. Sambrook J, Russel DW. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Third Edition. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Pr. Saunders GC, Parkers HC. 1999. Analytical Molecular Biology, Quality and Validation. Trowbridge: Redwood Books Ltd. Selfert KA. 1990. Isolation of filamentous fungi. Di dalam: Labeda DP, editor. Isolation of Biotechnological Organisms from Nature. New York: Mc Graw-Hill. Semangun H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr. Sokal RR, Sneath PHA. 1963. Principles of Numerical Taxonomy. San Fransisco: W.H.Freeman and Company. Stephan R. 1996. Randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) assay for genomic fingerprinting of Bacillus cereus isolates. International Journal of Food Microbiology 31: 311-316 Streets RB. 1982. Diagnosis Penyakit Tanaman. Iman Santoso, penerjemah. Terjemahan dari: Diagnosis of Plant Diseases. Jakarta: PT Gede Jaya. Toruan-Mathius N. Hutabarat S. 1997. The use of RAPD to evaluate genetic variability of hybrid parent in
16
Theobroma cacao L. Plants. Menara Perkebunan 65: 53-63. Toruan-Mathius N, Bangun SII, Bintang M. 2001. Analisis abnormalitas tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Menara Perkebunan 69: 58-70. Widyastuti SM. 2007. Peran Trichoderma spp. dalam Revitalisasi Kehutanan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Williams et al. 1990. DNA polymorphism amplified by arbritary primers are useful as genetic markers. Nucleic Acid Res. 18: 6531-6535. Wilson K, Walker J. 2000. Principles dan Techniques of Practical Biochemistry, Fifth Edition. United Kingdom: Cambridge University Pr. Yap IV, Nelson RJ. 1996. WinBoot: A Program for Performing Bootstrap Analysis of Binary Data to Determine The Confidence Limits of UPGMA-based dendograms. International Rice Research Institute Manila.
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Tahapan penelitian
Pembuatan Isolat Murni
Isolasi DNA
Pengujian DNA secara kualitatif dan kuantitatif
Amplifikasi DNA
Analisis Polimorfisme
Analisis Data dengan Perangkat Lunak NTSYSpc versi 2.02 dan WinBoot
19
Lampiran 2 Tahapan pembuatan isolat murni
Inokulasi jaringan Ganoderma spp. pada media malt extract agar (MEA) diinkubasi 3-5 hari Isolat murni
Disubkulturkan ke media malt extract broth (MEB) diinkubasi ± 1 minggu Isolat murni dipanen dan digerus
Isolasi DNA
20
Lampiran 3 Isolasi DNA metode Castillo et al. (1954) dengan modifikasi
0.1 g contoh sampel halus digerus dengan mortar dingin, ditambahkan 0.1 g PVP; N2 cair
serbuk halus
0.1 ml β-merkaptoetanol 1% + 1 ml bufer ekstraksi dipanaskan
bufer ekstraksi dihomogenisasi dengan vorteks, dipanaskan 30 menit, 65oC
Ditambahkan 1 mL larutan kloroform:isoamilalkhohol (CI) vorteks, sentrifugasi 10 menit, 11000 rpm Diambil lapisan atas, dipindahkan ke tabung eppendorf baru
Ditambahkan 1 mL larutan CI vorteks, sentrifugasi 10 menit, 11000 rpm Diambil lapisan atas, dipindahkan ke tabung eppendorf baru, ditambahkan 1 volume isopropanol dikocok homogen, disimpan dalam lemari es selama 30 menit
21
Lampiran 3 (lanjutan)
sentrifugasi 4oC 10 menit, 11000 rpm Pelet DNA dikeringkan; ditambahkan 100 μL bufer TE, 10 μL CH3COONa 3M pH 5.2, dan 250 μL alkohol absolut; kocok homogen disimpan dalam pendingin -20oC selama 30 menit, sentrifugasi 10 menit, 11000 rpm Pelet DNA dikeringkan; dicuci (sentrifugasi 5 menit) dengan 100 μL ethanol 70% dikeringanginkan Pelet DNA kering ditambahkan 30 μL NFW Stok DNA
Pengujian kualitas DNA dengan elektroforesis gel agarosa 1%
Pengukuran konsentrasi DNA dengan spektrofotometer
22
Lampiran 4 Tahapan amplifikasi DNA
2.5 μL bufer PCR 0.5 μL dNTPs 10 mM 0.3 μL Taq DNA polymerase 19.7 μL nuclease-free water (NFW) 1 μL primer 1 μL DNA 100 ng
AMPLIFIKASI DENGAN PCR
23
Lampiran 5 Sampel Ganoderma spp.. Nomor sampel
Kode sampel
Pohon inang
Asal wilayah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
P2 P4 P5 P6 P7 10 GL2 G12(2) G16(1) G17(3) KW1 KW2 KW3 KW4 KW5 KW6 KW7 KW8 PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8 L2 K2 K5 K3 T3 T5 T6 T8 T9 T10 T11 T12 T17 T14 T16 T18 T19 T20 T21
Sengon Sengon Sengon Sengon Saga Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Mahoni Mahoni Mahoni Mahoni Kakao Kakao Sengon laut Lamtoro Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon Sengon
Pawon, Kediri Pawon, Kediri Pawon, Kediri Pawon, Kediri Pawon, Kediri Tasikmalaya Ciamis Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Kaliwining, Jember Palembang Palembang Palembang Palembang Palembang Palembang Palembang Palembang Lampung Kalimantan Kalimantan Kalimantan Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya Tasikmalaya
24
Lampiran 6 Konsentrasi DNA Ganoderma spp. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Sampel P2 P4 P5 P6 P7 10 GL2 G12(2) G16(1) G17(3) KW1 KW2 KW3 KW3 KW4 KW5 KW6 KW7 PL1 PL2 PL3 PL4 PL5 PL6 PL7 PL8 L2 K2 K5 K3 T3 T5 T6 T8 T9 T10 T11 T12 T17 T14 T16 T18 T19 T20 T21
Absorbansi pada λ (nm) 260 280 230 0.084 0.075 0.097 0.119 0.087 0.106 0.120 0.102 0.131 0.115 0.097 0.123 0.075 0.068 0.086 0.168 0.142 0.189 0.061 0.059 0.079 0.070 0.067 0.088 0.052 0.029 0.029 0.075 0.072 0.095 0.039 0.021 0.025 0.033 0.024 0.034 0.065 0.040 0.049 0.054 0.033 0.041 0.029 0.022 0.029 0.452 0.269 0.327 0.040 0.026 0.028 0.260 0.151 0.175 0.367 0.211 0.265 0.234 0.136 0.157 0.486 0.320 0.351 0.451 0.288 0.314 0.484 0.326 0.365 0.417 0.270 0.295 0.515 0.344 0.381 0.085 0.065 0.077 0.365 0.227 0.240 0.413 0.238 0.285 0.048 0.025 0.026 0.089 0.061 0.097 0.070 0.050 0.056 0.186 0.097 0.123 0.088 0.070 0.085 0.375 0.263 0.334 0.090 0.058 0.068 0.223 0.156 0.182 0.225 0.142 0.184 0.246 0.145 0.169 0.461 0.304 0.367 0.212 0.152 0.179 0.039 0.021 0.027 0.021 0.020 0.025 0.299 0.240 0.287 0.399 0.308 0.385 0.084 0.065 0.077
Rasio A260/280 1.119 1.366 1.186 1.183 1.096 1.181 1.035 1.039 1.838 1.045 1.918 1.378 1.639 1.627 1.320 1.681 1.509 1.723 1.740 1.720 1.520 1.565 1.484 1.546 1.497 1.316 1.610 1.733 1.909 1.464 1.385 1.912 1.266 1.426 1.554 1.426 1.591 1.693 1.514 1.391 1.814 1.069 1.243 1.296 1.316
Rasio A260/230 0.864 1.120 0.920 0.932 0.874 0.891 0.772 0.794 1.785 0.796 1.566 0.980 1.324 1.315 0.977 1.382 1.425 1.482 1.385 1.486 1.385 1.436 1.326 1.415 1.353 1.103 1.522 1.449 1.836 0.917 1.240 1.502 1.034 1.123 1.327 0.227 1.222 1.453 1.256 1.182 1.411 0.845 1.043 1.036 1.103
[DNA] (μg/mL) 420 595 600 575 575 840 305 350 260 375 195 165 325 270 145 2260 200 1300 1835 1170 2430 2255 2420 2085 2575 425 1825 2065 240 445 350 930 440 1875 450 1115 1125 1230 2305 1060 195 105 1495 1995 425
25
Lampiran 7 Perhitungan konsentrasi DNA
[DNA] = A260 x Faktor Pengenceran x Faktor konversi Contoh: [DNA] sampel P2 = 0.101 x 100 x 50 μg/mL = 505 μg/mL
Lampiran 8 Pemilihan primer (amplifikasi dua sampel DNA dengan 20 primer) 1* 2*
M
3* 4* 5* 6
7
1* 2* 3* 4* 5* 6
8* M 9
7
10 11 12* 13* 14*15* 16 17 18 19 20 M
8* 9 10 11 12* 13* 14* 15*16 17 18 19 20
Keterangan: *Primer terpilih 1-20 (atas) : Ganoderma dari pohon sengon asal Kediri dengan primer OPC 120 1-20 (bawah) : Ganoderma lucidum dari pohon sengon asal Ciamis dengan primer OPC 1-20
M
26
Lampiran 9 Pereaksi-pereaksi yang digunakan Pereaksi untuk Isolasi DNA 1 Larutan CTAB 10% CTAB 10 gram akuades hingga 100 mL 2 Bufer Tris-HCl 1M pH 8.0 Tris-base 12.11 gram Akuades hingga 80 mL, larutkan HCl pekat hingga pH 8.0 Tepatkan volume hingga 100 mL 3 Larutan EDTA 0.5 M pH 8.0 EDTA 18.61 gram NaOH 2 gram Larutkan hingga pH 8.0 Tepatkan volume hingga 100 mL 4 Larutan NaCl 5 M NaCl 29.22 gram Akuades 100 mL 5 Etanol 70% dingin 6 Isopropanol dingin 7 Etanol absolut dingin 8 Kloroform : Isoamilalkohol (24:1) 9 Na-Asetat 3 M pH 5.2 CH3COONa 24.609 gram Akuades 80 mL Atur pH 5.2, tepatkan hingga 100 mL 10 Loading bufer Bromophenol blue 2.5% Sukrosa 40% 11 Etidium bromida 1% (w/v) 12 Bufer ekstraksi Castillo CTAB 10% 10 mL EDTA 0.5 M pH 8.0 2 mL Tris-HCl 1M pH 8.0 5 mL NaCl 12.6 mL Akuades 20.4 mL 13 Bufer TE (Tris-HCl:EDTA) Tris-HCl 1M pH 8.0 1 mL EDTA 0.5 M pH 8.0 0.2 mL
Akuades sampai 100 mL 14 Bufer TBE 50x (500 mL) Tris-base 27 gram Boric acid 13.75 gram EDTA 0.5 M pH 8.0 10 mL Akuades sampai 500 mL
Pereaksi untuk amplifikasi DNA Pereaksi PCR (Fermentas): Bufer PCR komplit Dioxynucleotidetriphosphates (dNTPs) 10 mM Taq DNA polymerase Nuclease-free water (NFW) Primer OPC 01-20 (Operon)
27
Lampiran 10 Hasil amplifikasi DNA menggunakan metode RAPD dengan sepuluh primer terpilih Primer OPC 01
Primer OPC 02
Primer OPC 03
Primer OPC 04
Primer OPC 05
Primer OPC 08
Primer OPC 12
28
Lampiran 10 (lanjutan)
Primer OPC 13
Primer OPC 14
Primer OPC 15
29
Lampiran 11 Matriks kesamaan 45 sampel Ganoderma spp. (berbagai jenis pohon) hasil analisis dengan perangkat lunak NTSYSpc
29
30
Lampiran 11 (lanjutan)
30
31
Lampiran 12 Matriks kesamaan 37 sampel Ganoderma spp. (pohon sengon) hasil analisis dengan perangkat lunak NTSYS
31
32
Lampiran 12 (lanjutan)
32
33
Lampiran 13 Hasil análisis bootstrap 45 sampel Ganoderma spp. (pohon sengon, kakao, mahoni, dan lamtoro) menggunakan perangkat lunak Winboot
34
Lampiran 14 Hasil análisis bootstrap 37 sampel Ganoderma spp. (pohon sengon) menggunakan perangkat lunak Winboot