ANALISIS KEGAGALAN PIPA AIR MINUM PADA PESAWAT TERBANG AIRBUS A-330 Hanif Azhar, Budi Agung Kurniawan,ST,M.Sc.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya, Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrak
Telah terjadi kebocoran pada pipa air minum pesawat terbang Airbus A-330. Menurut informasi yang didapat, pipa ini telah digunakan selama 46830:48 hours/ 12207 cycles TSI (Time Since Installed) pada tanggal 24 nopember 2009. Materiial pipa termasuk ke dalam kelompok austenitic stainless steel jenis CRES (Corrosion Resistant Steel) 21-6-9. Pada penggunaanya, pipa air minum ini diselubungi oleh insulasi. Tujuan pemasangan insulasi untuk melekatkan pemanas pada pipa. pemasangan pemanas bertujuan untuk menghindari terbentuknya es pada aliran air saat temperatur rendah. Dari hasil penyelidikan penyebab kebocoran disebabkan oleh kombinasi retakan yang dimulai dari permukaan luar dan dalam pipa. Retakan yang berasal dari permukaan luar pipa disebabkan oleh korosi yang terbentuk pada area dibawah insulasi. Korosi ini disebut under insulation corrosion (CUI). Sedangkan retakan yang berasal dari permukaan dalam pipa, disebabkan oleh inklusi sulphur dan chlor. Terdapat kandungan sulfur dan chlor dalam jumlah yang banyak (jika dibandingakan dengan kandungannya pada logam) pada daerah awal retakan dan daerah penjalaran retak. Tindakan pencegahan harus segera dilakukan agar kejadian serupa tidak terjadi di masa yang akan datang. Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti insulasi, melakukan coating dan mengontrol kualitas air minum. Kata kunci : CRES 21-6-9, corrosion under insulation, inklusi sulfur, kebocoran pipa air, korosi sumuran. I. LATAR BELAKANG Stainless steel sangat luas penggunaannya. Hal ini disebabkan material ini mempunyai sifat ketahanan terhadap korosi yang tinggi. Sifat tahan korosinya diperoleh dari lapisan oksida (terutama chrom) yang sangat stabil yang melekat pada permukaan dan melindungi baja terhadap lingkungan yang korosif. Salah satu penggunaan stainless steel terdapat pada penggunaan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air minum di pesawat terbang. Pada umumnya, terdapat insulasi pada pipa air minum (potable water), tujuan pemasangan insulasi tsb adalah untuk melekatkan heater. Heater
pada pesawat berfungsi sebagai pemanas pipa, Saat berada dalam icing condition, kemungkinan aliran air akan terbentuk es, sehingga akan merusak sistem. Dengan adanya heater diharapkan temperatur pipa tetap normal saat pesawat berada di lingkungan yang mempunyai temperatur di bawah 0 0C (icing condition). Sehingga potable water system akan bekerja dengan normal [15]. Pemasangan insulasi pada permukaan logam akan menghambat inspeksi dan sering kali, permukaan logam yang terinsulasi luput dari kegiatan inspeksi, maka corrosion under insulation (CUI) akan terjadi dengan dengan sangat hebat. Jika perhatian tidak diarahkan pada kasus ini, CUI akan menyebabkan masalah yang besar pada kelangsungan proses industri dan seringkali menelan biaya yang sangat besar dalam proses perbaikan serta menyebabkan proses harus shut down [2]. Kemungkinan insulasi sebagai salah satu penyebab dari korosi telah dilaporkan sejak corrosion under insulation (CUI) ditemukan berada hampir di semua tipe insulasi. Karakteristik insulasi dapat mempengaruhi laju korosi saat CUI terjadi. [4] Pada kasus ini pipa air minum (potable water) yang berada pada salah satu pesawat A-330 dari PT. GMF Aeroasia, mengalami kebocoran. Potable water tubes mengalami kebocoran sehingga potable water system dideaktivasi. Pada saat rektifikasi di Copenhagen, dilaporkan room temperature adalah -18 celcius. Menurut informasi dari cabin line maintenance, penyebab kebocoran adalah blockage system akibat icing pada sub-zero temperature. Terdapat 6 kebocoran dengan kondisi jagged yang di sekitar area kebocoran terdapat produk korosi. Data 24 Nov 2009 menunjukkan umur tube tsb adalah 46830:48 hours/ 12207 cycles TSI [13]. II. METODOLOGI PENELITIAN II.1 Pengamatan Visual Pengamatan visual dilakukan untuk mengamati kondisi dan penampang benda kerja. Gambar 1 memperlihatkan bagian pipa yang dipotong dari daerah pipa yang mengalami kebocoran. Pada gambar tersebut, menunjukkan retakan berjenis bergerigi (jagged crack). Di sekitar daerah jagged crack, terdapat banyak produk korosi yang berwarna coklat.
Produk korosi
digunakan adalah larutan 94 (sesuai dengan standard ASTM E407) yaitu CuCl2 (Kalling II).
Gambar 4.1. pipa yang mengalami ‘jagged crack’. II.2 Liquid Penetrant Test Liquid Penetrant Test digunakan untuk mengamati retakan pada pipa yang tidak/kurang jelas jika diamati dengan mata telanjang. Sesuai dengan standard ASTM E1209 and ASTM E1417, liquid penetrant yang digunakan pada penelitian ini memiliki spesifikasi flourescent penetrant (Type I), water washable (method A), sensivity Level 3 (High), dry developer (Form a), Non halogenated solvent remover (class 2). Terdapat banyak retakan yang terdeteksi dengan metode ini. Mayoritas retakan berada di daerah under insulation. Yaitu daerah yang tertutup oleh insulasi.
Cutting Line
(a) A
B Gambar 3. Spesimen uji metallografi (a) Spesimen A (b) Spesimen B (a) Crack
(b) Crack
(c) Gambar 2. pipa air bersih (a) sebelum dibersihkan dengan kerosin (b) retakan pada pipa di bawah sinar UV, retakan berwarna hijau (c) retakan pada pipa setelah ‘dilukis’ dengan spidol berwarna merah II.3 Pengamatan Metallografi Untuk pengamatan metallografi, pipa dipotong menjadi beberapa bagian. Spesimen A, dipotong dari daerah yang mengalami jagged crack (lihat gambar 3a). Sedangkan spesimen B, dipotong dari bagian pipa yang lain (tidak retak) dan dipotong secara cross-sectional, tujuan pengamatan metallografi pada spesimen B, adalah untuk mengamati pengaruh korosi yang terjadi dibawah insulasi terhadap kerusakan (lihat gambar 3b). Pengamatan metallografi, diawali dengan pemotongan spesimen, grinding dengan kertas SiC (amplas) mulai grid 120 sampai grid 1200, kemudian dipolishing dengan Al2O3. Untuk mendapatkan struktur mikro, larutan etsa yang
Dari pengamatan metallografi, material pipa menujukkan tipe austenitic stainless steel (lihat gambar 4b). Banyak retakan ditemukan pada pipa. Pada spesimen A, terdapat 3 retakan, semua retakan dimulai dari sisi luar pipa. Pada spesimen B, ditemukan 3 retakan yang semuanya berasal dari sisi luar pipa. Retakan pada spesime, 2 retakan mempunyai tipe pitting corrosion dan satu retakan mempunyai tipe stress corrosion cracking. Mayoritas Sampel menunjukkan terdapat beberapa crack pada pipa yang berasal dari sisi permukaan luar pipa. Bentuk crack yang terlihat pada pipa di bawah mikrosop mempunyai jenis pitting.
(b) (a) Gambar 4. Struktur pipa air minum di bawah mikroskop (a) sebelum dietsa (pembesaran 200x) (b) setelah dietsa (pembesaran 400x)
Permukaan luar pipa
Permukaan luar pipa
tetapi, pada area awal retakan terdapat 1.43 % sulphur dan 1.29 chlor (lihat gambar 4.10 dan tabel 4.1). Sedangkan pada area penjalaran retak terdapat sulpur 1.32 %, 2.26 dan chlor 2.74 %, 0.95% (lihat gambar 4.14 - 4.15 dan tabel 4.4 - 4.5). Kemungkinan besar sulphur dan chlor berasal dari kandungan kimia air minum.
(a) (b) Gambar 5. retakan pada spesimen A yang diamati dibawah mikroskop (a) pembesaran 100x dan (b) pembesaran 400x
Penjalaran retak Awalan retak 6
Corrosion pit Permukaan luar pipa
3 2
Corrosion pit
1
Permukaan luar pipa
(a) (b) Gambar 6. retakan pada spesimen B yang diamati dibawah mikroskop (a) pembesaran 100x dan (b)pembesaran 200x
Gambar 8. Foto SEM pada area pipa yang mengalami retak Tabel 1. Hasil Pengujian EDX KomposisI kimia Pada Area Retakan Pipa Air
Unsur
Corrosion pit Permukaan luar pipa
(a)
5 4
(b)
Gambar 7. Stress corrosion cracking pada spesimen B (a) sebelum dietsa (pembesaran 200x) (b) setelah dietsa (pembesaran 500x) II.4 Pengujian SEM-EDX SEM (scanning electron microscope) digunakan untuk melihat karakteristik dan bentuk permukaan material yang mengalami kegagalan. Sedangkan EDX (energy diverse x-ray) digunakan untuk mengetahui kandungan komposisi kimia material secara kualitatif atau semi kualitatif. JSM6390A Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilengkapi dengan EDS microanalysis system from JEOL Instrument,Inc digunakan pada penelitian ini. Hasil pengujian SEM ditampilkan pada gambar 4.8. sedangkan hasil pengujian EDX daerah retakan dapat dilihat pada tabel 1. Dari pengujian SEM, crack initiation berasal dari sisi dalam permukaan pipa (lihat gambar 4.9). Retak mengalami penjalaran menuju ke arah dalam pipa. Untuk mengatahui komposisi kimia yang terdapat pada retakan pipa, maka dilakukan pengujian EDX. Hasil pengujian EDX dapat dilihat pada gambar 4.10- 4.16 dan tabel 4.1 – 4.6. Pada pengujian komposisi kimia, terdapat kandungan sulphur dan chlor yang cukup tinggi. Pada komposisi kimia logam kandungan maksimal sulphur hanya 0.03 %, sedangkan chlor 0%. akan
C O Al Si S Cl Ca Cr Mn Fe Ni Zn Pb K Na
Titik 1 51.88 13.79 0.61 1.16 1.43 1.29 0.74 2.89 0.85 10.06 5.92 2.34 7.05 -
Titik 2 31.62 21.03 0.22 0.62 0.72 0.70 0.31 13.19 0.32 27.91 2.94 0.32 0.12 -
Titik 3 19.40 4.16 0.32 0.23 0.04 0.07 0.12 17.87 52.33 5.27 0.02 0.17
Titik 4 31.72 17.69 0.33 0.77 1.32 2.74 0.79 7.54 35.66 0.76 0.46
Titik 5 39.59 24.79 2.54 6.59 2.26 0.95 1.52 4.23 14.57 0.43 1.03 0.74 0.65
Titik 6 37.92 22.19 0.32 0.72 0.74 0.67 0.52 10.84 24.66 0.86 0.23 0.23 0.08
Tabel 2. Komposisi Kimia CRES 221-6-9 [7] Chemical composition C
Percen (%)
Mn
8 – 10
0.04
Si
1
Cr
19 – 21.5
Ni
5.5 – 7.5
P
0.06
S
0.03
N
0.15 – 0.40
II.5 Pengujian XRD (Analisis Senyawa kimia produk korosi) Untuk mengetahui senyawa kimia produk korosi, maka dilakukan pengujian XRD (x-ray difraction). Pada pengujian ini digunakan mesin XRD merk PHILIPS type PW 2213/20. Spesimen pengujian XRD dapat dilihat pada gambar 9 DAM 11, Sedangkan hasil pengujian xrd ditampilkan
pada gambar 10 dan 12. terdapat 2 senyawa yang terbentuk di produk korosi bagian permukaan luar pipa, 2 senyawa tersebut adalah Fe3O4 dan FeOHSO4. Sedangkan pada produk korosi di bagian permukaan dalam pipa senyawa yang terbentuk adalah FeSO4.H2O Pada semua produk korosi pada pipa, terdapat ion SO42-.
Jenis silinder 𝐷𝑖 +𝐷𝑚 Dm = 2 0,7485 + 0,7235 = 2 = 0,736 inch Dm / t
= 0,736/0,025 = 33,00
Karena (Dm / t) > 20, maka silinder ini tergolong ke dalam jenis silinder dinding tipis. Maka perhitungan tegangan internal menggunakan rumus silinder dinding tipis. Gambar 9. spesimen uji XRD (korosi pada permukaan pipa bagian luar)
Tegangan tangensial yang timbul sebesar: 𝑝𝐷𝑚 σtan =
2𝑡
=
30 𝑥 0,736
2 𝑥 0,025 = 441,6 Psi
Gambar 10. spektrum XRD komposisi kimia produk korosi di permukaan bagian luar pipa
Sedangkan jika terjadi blocking akibat terbentuknya es, maka akan terjadi tegangan longitudinal. Tegangan longitudinal yang muncul sebesar: 𝑝𝐷𝑚 σax =
4𝑡
=
30 𝑥 0,736
4 𝑥 0,025 = 220,8 Psi
Analisis kegagalan berdasarkan kriteria kegagalan von mises: Tegangan prinsipal : σ1, σ2, σ3, karena tegangan yang timbul termasuk kasus dua dimensi maka, Gambar 11. spesimen uji XRD (korosi pada permukaan pipa bagian dalam)
σ1=σtan, σ2 = σax ,σ3 = 0. σe =
√2 2
[(σ1 – σ2)2 + (σ2 – σ3)2 + (σ3 – σ1)2]1/2
syarat aman jika σe ≤ Sy √2
σe = [(441,6 – 220,8)2 + (220,8 – 0)2 + (0 – 2 441,6)2]1/2 σe = 382,436 Psi Gambar 12. spektrum XRD komposisi kimia produk korosi di permukaan bagian dalam pipa II.6 Perhitungan Tegangan Internal yang Timbul [16] Perhitungan tegangan didasarkan pada kondisi pengoperasian dan dimensi dari pipa air.
karena pipa mengalami retakan, maka secara otomatis ketebalan pipa akan berkurang dan mengakibatkan meningkatnya tegangan yang terjadi. Dari gambar SEM (gambar 4.8a), retakan yang terjadi pada pipa sepanjang 0,019 inch. Sehingga ketebalan pipa akan menjadi t’ = t – retakan
= 0,025 – 0,019 = 0,006 inch Tegangan tangensial menjadi 𝑝𝐷𝑚 σtan =
yang
ditimbulkan
akan
2𝑡′
=
30 𝑥 0,736 2 𝑥 0,006
= 1840 Psi Sedangkan tegangan ditimbulkan, 𝑝𝐷𝑚 σax =
longitudinal
yang
4𝑡′
=
=
30 𝑥 0,736 4 𝑥 0,006 920 Psi
Analisis kegagalan berdasarkan kriteria kegagalan von mises: Tegangan prinsipal : σ1, σ2, σ3, karena tegangan yang timbul termasuk kasus dua dimensi maka, σ1=σtan, σ2 = σax ,σ3 = 0. √2
σe = [(σ1 – σ2)2 + (σ2 – σ3)2 + (σ3 – σ1)2]1/2 2 syarat aman jika σe ≤ Sy √2
σe = [(1840 – 920)2 + (920 – 0)2 + (0 – 2 1840)2]1/2 σe = 1593,486 Psi III. Pembahasan Mayoritas bukti yang didapat dari hasil pengujian, menyatakan bahwa terdapat banyak retak yang dimulai dari sisi permukaan luar pipa. Sehingga dapat dipastikan bahwa insulasi mempunyai peran utama dalam proses terbentuknya retak. Retakan yang terjadi di daerah yang tertutup insulasi disebabkan oleh reaksi korosi yang terjadi dibawah insulasi (Corrosion Under Insulation). Retakan ini tidak dapat terdeteksi sampai insulasi dibuka atau terjadi kebocoran pada pipa. Sebenarnya, insulasi sendiri tidak menyebabkan korosi, akan tetapi masuknya air (baik dalam bentuk uap maupun embun) ke celah antara permukaan logam dan insulasi merupakan kejadian yang menyebabkan korosi ini terjadi (biasanya, hal ini terjadi pada sistem yang memiliki temperatur rendah, dibawah 150 C) [3]. Secara umum, korosi di bawah insulasi disebabkan oleh 4 hal, yaitu: 1. Masuknya cairan elektrolit ke daerah antara insulasi dan permukaan logam 2. Terdapatnya ion-ion berbahaya, seperti SO42- dan Cl3. Terdapat siklus temperatur.[4] 4. Terdapat perbedaan kandungan oksigen antara daerah di bawah insulasi dan daerah diluar insulasi (sel aerasi differensial) [13]
Pada kasus ini, masuknya air ke dalam celah antara insulasi yang disebabkan oleh operasi pesawat yang biasanya pada temperatur rendah, akan menyebabkan terbentuknya embun. Embun kemudian akan masuk ke area antara insulasi. Terdapat pula siklus temperatur yang dihasilkan oleh pemanas pada sistem. Ketika pemanas diaktifkan, maka akan menghasilkan panas di daerah sepanjang pipa. Pada area yang non insulasi, akan terjadi penguapan, akan tetapi pada area yang tertutup oleh insulasi, akan terbentuk sistem yang tertutup, sehingga tidak terjadi penguapan dan membentuk kondisi stagnant yang menahan keluarnya air dari area di bawah insulasi. Sehingga pada sistem tertutup, ketika temperatur naik, maka laju korosi akan naik. Sedangkan pada sistem yang terbuka ketika temperatur naik, laju korosi akan turun [11]. Berdasarkan pengujian XRD (gambar 10) pada produk korosi, senyawa yang terbentuk adalah FeOHSO4. Senyawa tersebut terbentuk dari Besi Fe (III) yang terhidrolisis dalam air, kemudian membentuk ion-ion, ion-ion hasil hidrolisis tersebut akan bereaksi dengan ion SO42- sehingga akan menghasilkan FeOHSO4. Dari senyawa tsb terdapat ion SO42-. Ion ini mempunyai sifat yang sangat agresif terhadap Fe. Sumber SO42- pada pipa, kemungkinan berasal dari air atau insulasi yang mengandung ion tersebut. Secara lengkap reaksi yang terjadi dalam terbentuknya senyawa korosi dapat dijelaskan pada reaksi di bawah ini, Fe3+ + H2O
FeOH2+ + H+
FeOH2+ + SO42+ FeOHSO4 (senyawa produk korosi) Selain itu, faktor penyebab lain yang mengakibatkan korosi di bawah insulasi adalah terbentuknya sel aerasi differensial, yaitu perbedaan kandungan oksigen antara daerah di bawah insulasi dan di daerah non-insulasi. Daerah di bawah insulasi mempunyai kadar oksigen yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan oksigen di daerah non-insulasi. Daerah ini akan cenderung bersifat anodik dan mudah terkena korosi. Dari hasil pengujian metallografi (gambar 4 – gambar 7) , mayoritas retakan mempunyai type pitting corrosion. Pitting merupakan salah satu bentuk serangan lokal yang terbentuk akibat adanya lubang, diskontiniu atau kotoran yang terdapat pada permukaan logam. Biasanya, lubang yang menyebabkan pitting mempunyai diameter yang sangat kecil [5]. Pitting bisanya sulit terprediksi, terutama pitting yang mempunyai kedalaman yang sangat dalam. Pada pipa ini, pitting dimulai dari permukaan luar pipa. Kecenderungan pitting yang berada dibawah permukaan membuat pitting sulit terdeteksi. Kerusakan yang berada dibawah permukaan biasanya mempunyai tingkat keparahan
yang tinggi. Terbentuknya pitting diawali oleh adanya pit yang kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi korosi dibawah insulasi. Salah satu syarat terjadinya pitting corrosion adalah adanya reaksi autocatalytic. Reaksi autocatalytic merupakan reaksi yang akan merangsang dan mempunyai peran yang besar dalam pertumbuhan lubang. Salah satu syarat terjadinya reaksi ini adalah adanya ion-ion yang aggresif seperti Cl- atau SO42-.[5]. Dalam kejadian ini (sebagaimana hasil pengujian XRD pada gambar 10), terdapat ion sehingga syarat terjadinya reaksi SO42-, autocatalytic akan terpenuhi. Dengan masuknya ion SO42- ke dalam lubang, reaksi autocatalytic akan terjadi, sehingga pertumbuhan lubang akan lebih cepat. Selain disebabkan retakan yang berasal dari luar, ternyata dari pengujian SEM (lihat gambar 8) ditemukan retakan yang berasal dari sisi permukaan dalam pipa. Dari hasil pengujian komposisi kimia pada ujung retakan dan daerah sepanjang retakan (lihat tabel 1) terdapat kandungan sulphur dan chlor dalam jumlah yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kandungan kedua unsur tersebut pada logam (lihat tabel 2). Dari hasil pengujian XRD pada produk korosi yang terbentuk dibagian dalam pipa (gambar 12), senyawa korosi yang terbentuk adalah FeSO4.H2O. Reaksi pembentukan senyawa tersebut Fe2+ + SO42- FeSO4 FeSO4 + H2O FeSO4.H2O Menurut teori yang berkembang kedua ion tersebut merupakan ion-ion agresif yang bisa merusak lapisan pasif baja tahan karat dan menyebabkan pitting.[6,10,17]. Proses inisiasi pitting pada baja tahan karat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok[11] , yaitu: 1) mekanisme penyerapan dan induksi ion (terutama ion-ion agresif), 2) migrasi dan penetrasi ion 3) perusakan lapisan secara mekanik. Inklusi suphur menjadi sebab utama pada terbentuknya pit pada stainless steel. Hal ini diawali terbentuknya lingkungan lokal yang agresif. Lingkungan lokal ini disebabkan oleh berkumpulnya ion-ion agresif. Inklusi sulfur akan mendominasi daerah ujung lubang sehingga akan menghasilkan korosi local [12]. Korosi lokal merupakan korosi yang dihasilkan pada area sempit dan dihasilkan oleh perusakan lapisan pasif pada stainless steel. Pada umumnya, korosi lokal yang terjadi adalah korosi berjenis sumuran (pitting corrosion). Laju korosi pada air minum akan meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan ion-ion agresif dan naiknya temperature[6]. Pada daerah penjalaran retak, juga
ditemukan kandungan sulphur yang tinggi. Masuknya sulphur pada logam secara berlebih akan menyebabkan efek yang buruk. masuknya sulphur akan mengurangi kekuatan impact toughness dari logam, sehingga akan membantu penjalaran retak dan mengurangi kemampuan logam untuk berdeformasi plastik. Impact toughness akan turun seiring dengan meningkatnya kandungan sulfur yang memasuki logam. Selain itu, sulfur juga akan menurunkan kekuatan tarik antar butir di dalam logam, sehingga menyebabkan perubahan tegangan. Sehingga, masuknya sulfur pada logam menyebabkan logam menjadi rawan terkena kerusakan getas (brittle fracture)[8]. Dari penghitungan tegangan yang terjadi pada daerah yang mengalami retakan (mengalami penipisan ketebalan), terjadi tegangan sebesar 1593,406 Psi, tegangan ini cukup jauh jika dibandingkan dengan Sy CRES 21-6-9. Namun, tegangan itu hanya terjadi pada satu daerah yang mengalami retakan. Sebagaimana bukti yang telah dikumpulkan, pada pipa terjadi multiple crack, sehingga kemungkinan tegangan semakin membesar akan terjadi. IV. Kesimpulan Dari berbagai bukti dan pengujian yang telah dilakukan pada material yang mengalami kegagalan, maka kesimpulan yang didapat adalah: 1) Dari berbagai pengujian yang telah dilakukan, ditemukan retakan yang berasal dari permukaan pipa bagian luar dan permukaan pipa bagian dalam. Retakan yang berasal dari permukaan luar pipa diakibatkan oleh korosi dibawah insulasi (Under insulation corrosion), sedangkan retakan yang berasal dari permukaan dalam pipa diakibatkan oleh inklusi sulpur dan chlor. 2) Mekanisme kegagalan pipa air minum disebabkan oleh retakan yang berasal dari permukaan dalam pipa. Retakan ini diakibatkan oleh inklusi sulfur dan chlor, kemudian merambat sepanjang tebal pipa sampai hampir menembus permukaan bagian luar pipa. Ditemukan kandungan sulfur dan chlor dalam jumlah yang cukup besar jika dibandingkan kandungan kedua unsur tersebut pada komposisi kimia logam. 3) Tegangan yang bekerja memiliki nilai yang masih jauh di bawah nilai yield strength material, sehingga tegangan yang ditimbulkan oleh sistem bukan penyebab utama terjadinya kegagalan pada pipa. V. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan kesimpulan, ada beberapa saran yang perlu diperhatikan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan yang sama di masa yang akan
datang. Saran dan rekomendasi yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Melakukan inspeksi rutin untuk mengetahui keberadaan retak sepanjang pipa air minum. metode inspeksi yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan metode ultrasonic test atau radiografi test [14,1] 2. Mengganti metode insulasi dengan metode lainnya. Fungsi insulasi pada pipa adalah untuk melekatkan pemanas pada pipa, sehingga untuk menghindari kejadian serupa terjadi lagi maka metode insulasi tersebut perlu diganti dengan metode lainnya. Misalnya dengan menggunakan kabel, alumunium foil dsb. Perlu diperhatikan potensial elektrode material pengganti insulasi untuk menghindari korosi galvanik. 3. Melakukan coating pada pipa sebelum pemasangan insulasi. Salah satu metode coating yang cocok untuk CRES 21-6-9 adalah thermal spray, jenis wire arc sprayed alumunium[12]. 4. Melakukan engineering order kepada seluruh pesawat untuk pemeriksaan pipa air minum agar kejadian ini tidak terjadi di pesawat lainnya. 5. Dalam pengujian XRD, ditemukan ion SO42- pada prosuk korosi yang berasal dari sisi permukaan luar pipa. Sumber ion ini kemungkinan berasal dari embun atau dari insulasi. Perlu dilakukan pengujian komposisi insulasi untuk memastikan hal tersebut. Jika dari hasil pengujian komposisi kimia insulasi terdapat SO42-, maka sebaiknya insulasi pada pipa air minum diganti dengan insulasi lain yang tidak mengandung SO42- atau Cl-.[1] 6. Melakukan perbaikan pada kualitas air minum. agar kemungkinan serangan ionion agresif yang terkandung dalam air dan korosi yang diakibatkannya pada pipa bisa dikurangi. Metode yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan inhibitor, pH adjustment untuk mengontrol kadar ion oksigen dan hidrogen.[17] Referensi : [1] M. Suresh Kumar, M. Sujata, M.A. Venkataswamy, S.K. Bhaumik. 2008. Failure analysis of a stainless steel pipeline. Engineering Failure Analysis 497-504 [2] John J. Mc Ketta, executive editor. Encyclopedia of chemical processing and Design; vol. 57: 1996. p. 343. [3]W. J. Batty, P. W. O'Callaghan and S. D. Probert, Corrosion Under lnsulants, School of Mechanical Engineering, Cranfield Institute of Technology, Bedford MK43 0AL (Great Britain)
[4]Institute of Materials, Minerals & Mining, Corrosion under insulation guidelines, (ECF 55), Edited by S Winnik, March 2008 [5] Mars G Fontana. 1967. Corrosion Engineering. New York : McGraw-Hill. [6]Shinichi Takasaki, Yasuo Yamada.2007. Effects of temperature and aggressive anions on corrosion of carbon steel in potable water.Corrosion Science 49, 240-247. Elsevier [7] ASM Handbook vol 1 page 847 [8] A. V. Rudchenko.1969. the effect of sulphur on the susceptibility of steel to brittle fracture. central scientificResearch Institute of ferrous metallurgy. [9] ISSF. International Stainless Steel Forum [10] T.L. Sudesh L.Wijesinghe, Daniel John Blackwood. 2005. Real time pit initiation studies on stainless steels:The effect of sulphide inclusions. Corrosion Science 49, 1755-1764. Elsevier [11] R. Winston Revie. 2000. uhlig's corrosion handbook.New York:John Wiley and Son, Inc [12] Ronal L. Daniel, Heater L. SAnders, Mitchell J. Mendrek.1994. Replacement of Environmentally Hazardous Corrosion Protection Paints on the Space Shuttle Main Engine using Wire Arc Sprayed Aluminum. National thermal SpraySubmittal [13] Arif Sugianto, Barjito and Zuriati. 2009. Corroded and Burst Water Tubing System on PK-GPE, Preliminary Failure Analysis.Tangerang:Engineering Bulletin DEC-2009 No.1. GMF AeroAsia. [14] UNITEK, Inspection of marine terminal and plant piping utilizing longrange-guided ultrasonic inspections [15] ___________. 2000. AMM 30-70-00 hal 1 . [16] Mott, Robert L. 2002.Applied strenght of material. Ohio: Prentice Hall [17] Markey, P.H dkk. 1985. Corrosion prevention and control in water treatment and supply system. New Jersey : Noyes Publication