1
Analisis Karakteristik Sedimen dan Konsentrasi Logam Berat Pada Substrat Bekas Penambangan Bauksit di Pulau Bintan Heri Gustian Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
[email protected] Risandi Dwirama Putra S.T., M.Eng. Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH,
[email protected] Tri Apriadi, S.Pi., M.Si. Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH,
[email protected] ABSTRAK Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik sedimen dan konsentrasi logam berat pada substart bekas penambangan bauksit di Pulau Bintan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2016. Pengambilan sampel sedimen bauksit dilakukan pada kawasan Senggarang, Dompak, dan Kijang Pulau Bintan. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan teknik Purposive sampling untuk 3 stasiun yang berjumlah 2 titik tiap stasiun yang merupakan daerah pertambangan (sumber) dan pesisir (akibat) dari pertambangan bauksit untuk setiap level kedalaman tanah pertambangan (30 cm, 60 cm, dan 100 cm). Hasil tekstur soil (tanah) pertambangan menunjukan bahwa ada perbedaan kondisi di setiap stasiun untuk daerah Senggarang rata-rata tekstur sedimen berkisar antara 0,07-1,08, Dompak berkisar antara 0,08-1,12, sedangkan Kijang berkisar antara -0,05-025. Untuk konsentrasi logam berat Cadmium (Cd) diketahui bahwa tiap stasiun Senggarang, Kijang, dan Dompak sama yaitu dengan kisaran rata-rata sebesar < 0,007 mg/L, logam Chrom (Cr) untuk nilai tertinggi adalah di kawasan Senggarang 1 dengan rata-rata 92.33 mg/L, dan yang paling rendah dikawasan Dompak 1 dengan rata-rata 16,34 mg/L, untuk logam berat Timbal (Pb) nilai tertinggi dari setiap stasiun yaitu di kawasan Kijang 1 dengan rata-rata 0.69 mg/L, dan yang paling rendah dikawasan Dompak 2 dengan rata-rata 0.13 mg/L. Dari hasil analisis karakteristik sedimen dan konsentrasi logam berat yang terdapat di kawasan Senggarang, Dompak, dan Kijang memberikan gambaran karakteristik sedimen dan konsentrasi logam berat dari 3 stasiun 2 titik sampling lebih banyak didominasi oleh pasir berkerikil dan untuk kandungan logam berat Cadmium (Cd), dan Timbal (Pb) masih dibawah ambang batas, sedangkan kandungan logam berat Chrom (Cr) sudah di atas ambang batas. Kata kunci : Karakteristik Sedimen, Konsentrasi Logam Berat
2
Analysis of Sediment Characteristics and Heavy Metal Concentration Substrates Used In Bauxite Mining in Bintan Island ABSTRACT This study was conducted to determine the characteristics of sediment and concentration from heavy metals in substrate former bauxite mining on Bintan Island. This study was conducted from April to June 2016. Sampling was conducted on a regional sedimentary bauxite Senggarang, Dompak, and Kijang Bintan Island. Location research selected using purposive sampling technique with 3 stations which 2 points sampling samples each station that were mining areas (as source) and coastal (as result) from bauxite mining to any level depth of sediments (30 cm, 60 cm, and 100 cm). Results of soil texture mining, shows that there was different conditions in each station, the area Senggarang station has average texture (Mz) sediments ranged from 0.07 to 1.08, Dompak station has average texture (Mz) ranged from 0.08 to 1.12, and Kijang station has average texture (Mz) ranged from -0.05 -025. the concentration of heavy metals Cadmium (Cd) each station Senggarang, Kijang, and Dompak have similar value of concentration that average range of <0,007 mg / L. The metal chromium (Cr) for the highest value was in the region Senggarang on mining areas with an average of 92.33 mg / L, and the lowest area of Dompak station on mining areas with an average of 16.34 mg / L, for the heavy metals lead (Pb) highest value of each station is in the area of Kijang station on mining area with an average of 0.69 mg / L, and the Dompak lowest on coastal areas with an average of 0.13 mg / L From the analysis of the characteristics of the sediment, and the concentration of heavy metals, which are found in the Senggarang, Dompak, and Kijang, delineation characteristics of the sediment, and the concentration of heavy metals, from 3 stations 2 sampling points, more dominated by sand gravelly, and for metal content weight Cadmium (Cd) and lead (Pb), still below the threshold, whereas the heavy metal content of chromium (Cr) is already above the threshold. Keywords: Characteristics of Sediment, Heavy Metal Concentration
3
I.
PENDAHULUAN Pulau Bintan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kegiatan penambangan bauksitnya cukup tinggi. Bauksit di daerah Bintan ditemukan pada tahun 1924 dan pihak pertama yang memanfaatkannya adalah perusahaan Belanda. Saat ini penambangan bauksit Pulau Bintan dimanfaatkan oleh PN. Aneka Tambang (Persero) yang kemudian menjadi PT. Aneka Tambang. Terdapat beberapa wilayah bekas tambang bauksit di Pulau Bintan di antaranya Pulau Koyang, daerah Wacopek, Dompak, serta daerah Tanjungpinang dan sekitarnya (Lahar et al., 2003). Kajian LIPI-COREMAP (2010) dalam Zulfikar (2011) menyatakan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan bauksit di Pulau Bintan, pada umumnya belum menerapkan konsep pengelolaan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice). Hal tersebut diduga dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan masyarakat di sekitar pertambangan tersebut, yaitu dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi logam berat dan degradasi kualitas air permukaan. Salah satu tahap dalam penambangan bauksit adalah proses pencucian yang menghasilkan limbah tailing berupa lumpur merah (red mud) yang dialirkan ke kolam pengendapan. Rosenthal et al., (1973) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa red mud limbah bauksit mempunyai efek fisiologi terhadap organisme laut dimana ikan lebih cepat terpengaruh
dibandingkan alga. Efek tidak langsung dari red mud tersebut adalah potensi terjadinya akumulasi logamlogam berat tertentu pada ikan yang walaupun tidak berpengaruh terhadap fisiologi ikan, tetapi dapat membahayakan bila ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia. Jenis logam yang terdeteksi pada pertambangan bauksit dari yang terbesar hingga terkecil yaitu Fe, Ni, Mn, Zn, Pb, Cu, Cd, dan Cr (Zulfikar, 2011). Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan bauksit di Pulau Bintan, pada umumnya belum menerapkan konsep pengelolaan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan di sekitar pertambangan tersebut. Dampak negatif dari penambangan bauksit adalah dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi logam berat pada perairan sekitar pertambangan bauksit dan degradasi kualitas air permukaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap kandungan pada logam (Cd, Cr, Pb) pada sedimen di sekitar area pertambangan bauksit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sedimen yang berada di bekas penambangan bauksit dan mengetahui kandungan logam berat pada substrat bekas penambangan bauksit di Pulau Bintan. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar kepada LSM, kepada masyarakat, permerintah, dan pihak terkait untuk pengelolaan pertambangan bauksit di Pulau Bintan.
4
II.
TINJAUAN PUSTAKA Bauksit merupakan bahan tambang yang mengandung mineralmineral aluminium oksida yang mengandung pengotor seperti silika, besi oksida, dan titan. Warna bauksit sangat bervariasi, mulai dari putih sampai cokelat tua. Hal ini tergantung pada kandungan aluminium dan besi yang terdapat dalam bauksit tersebut. Pada umumnya, bauksit mengandung kadar aluminium sebesar 48 – 60%, besi 10 – 15%, silika kurang dari 2%, titan 5%, dan air sekitar 20%. Oleh karena kandungan aluminium yang besar itulah, bauksit merupakan sumber utama untuk memproduksi aluminium dalam berbagai bentuk (Husaini, 2008 dalam Pratama et al., 2012). Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan, hewan, dan manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol.Inst.,1976). Cadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Cd umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfit). Kadmium biasa membentuk ion Cd+2 yang bersifat tidak stabil (Wahyu et al., 2008). Khromium berasal dari bahasa Yunani yaitu Chroma, yang
berarti warna. Sebagai salah satu unsur logam berat, chromium mempunyai nomor atom (NA) 24 dan mempunyai berat atom (BA) 51, 996. Kadar kromium maksimum yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,05 mg/liter Sawyer dan McCarty, (1978) dalam Effendi (2003). Kadar kromium pada perairan tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/liter dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/liter (McNeely et al., 1979 dalam Effendi 2003). Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbol dengan Pb. Logam ini termasuk dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia, mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar, 2008). III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan Bulan April sampai Juni 2016. Lokasi penelitian dilaksanakan pada bekas penambangan bauksit di Pulau Bintan tepatnya di daerah Senggarang, Dompak, dan Kijang, Provinsi Kepulauan Riau. Analisis sampel sedimen permukaan dasar dilakukan di Laboratorium FIKP UMRAH Tanjungpinang. Analisis logam dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Batam. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.
5
1 2
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
GPS ( Garmin) Core Sampler
3
Kantong sampel
4
Centrifuge
5
Alat tulis
6
Kamera
B. Metode Penelitian Penentuan lokasi menggunakan metode Purposive sampling. Jumlah stasiun yang dipilih sebanyak 3 stasiun, yaitu Senggarang, Dompak, dan Kijang. Setiap stasiun diambil 2 titik sampel yaitu pada lokasi penggalian bauksit (1) dan pesisir pantai (2) dekat pertambangan bauksit. C. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bahan atau materi yang digunakan selama penelitian N Bahan Kegunaan o 1 Sampel Untuk mengetahui logam sedimen berat yang terkandung dalam tanah bekas tambang bauksit 2 Aquades Kalibrasi D.
Alat Penelitian Alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Alat yang digunakan selama penelitian No Alat Kegunaan
Penentuan titik stasiun Untuk mengambil sampel tanah bekas tambang bauksit Tempat sampel bekas tambang bauksit Untuk mengukur logam dalam sedimen Untuk mencatat hasil penelitian Untuk dokumentasi
E. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data primer dan skunder yang diperoleh melalui pengamatan di lapangan, pengukuran, penyelidikan, dan pengujian sampel di laboratorium. F. Prosedur penelitian 1. Pengambilan Sampel Limbah Bauksit Limbah bauksit diambil dari lokasi penambangan bauksit di Daerah Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Sampel diambil langsung pada 3 stasiun, setiap stasiun 2 titik menggunakan alat Core Sampler di lokasi penggalian (1) dan pesisir (2). Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium FIKP UMRAH untuk dianalisis.
6
Langkah-langkah dalam pengambilan sampel penelitian di lapangan sebagai berikut: 1. Siapkan alat pipa stainless dan alat pendorong sedimen terlebih dahulu 2. Sebelum pipa stainless di tarik, tekan terlebih dahulu,, kerok sedimen yang ada di pinggir tabung modifikasi 3. Setelah sedimen di angkat keatas dan masukan alat pendorong dari atas, dan dorong sedimen agar keluar 4. Ukurlah sedimen tersebut sampai panjang 100 cm, sampai 3 potongan. Sepanjang 1 m. Masukan tiap – tiap sampel sedimen yang terambil kedalam kantong sampel dan di beri lebel tanda 5. Setelah semua sampel diperoleh dan telah dipotong / di ukur, simpanlah sampel sedimen yang telah di beri tanda ke dalam icebox agar aman dari kerusakan 6. Proses pengambilan sampel selesai dan siap dibawah ke laboraterium untuk dianalisis sesuai dari tujuan penelitian. 2. a.
Klasifikasi Butiran Sedimen Analisis Tekstur Kerikil Grave (kerikil) dianalisis dengan metoda pengayakan sebagai berikut : 1. Siapkan ayakan dengan ukuran 2 mm (Ø- 1), dimana ayakan dengan mesh size terbesar pada tingkat teratas dan seterusnya. 2. Masukan sampel tersebut dengan ayakan ukuran 2 mm (Ø- 1),
kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam ayakan terayak secar sempurna. 3. Timbang sampel pada masingmasing ayakan. a. Analisis Tekstur Pasir Tekstur pasir di analisis dengan metoda pengayakan sebagai berikut: 1. Bersihkan screen ayakan dengan menggunakan sikat baju. 2. Susunlah ayakan berdasarkan mesh size yang ada dalam populasi pasir, dimana ayakan dengan mesh size terbesar berada pada tingkat teratas dan seterusnya. Urutan mesh size dari atas kebawah sebagai berikut : 1mm (0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 um), 0,25mm (2Ø: 250 um), 1/8 mm (3Ø:125 um), 1/16 mm (4Ø; 63um). 3. Masukan sampel yang diperoleh diayakan paling atas, kemudian ayakan digoyang sampai semua partikel dalam populasi ini terayak secara sempurna. 4. Timbang sedimen yang tertahan pada masing-masing ayakan dan catat beratnya. b. Analisis Tekstur Lumpur Prosedur pelaksanaan dengan metoda analisis tekstur lumpur adalah sebagai berikut : 1. Sedimen yang lolos dari ayakan 1/16 mm (4Ø; 63 um) ditampung dalam sebuah cawan, kemudian dimasukan dalam tabung silinder atau tabung ukur yang mempunyai volume 1.000 mL. 2. Tambahkan air sehingga volume persis 1.000 mL.
7
3. Aduk larutan tersebut dengan menggunakan sebatang stik dan biarkan selama 4 menit supaya partikel-partikel lengket satu sama lain. 4. Setelah selesai diaduk selama 4 menit, letakan silinder pada meja datar dan langsung hidupkan stopwatch. 5. Ambil larutan dari tabung silinder dengan menggunakan pipet yang bervolume 20 mL. Pada pipet harus diberi tanda sesuai kedalaman pengambilan pada tabung silinder (10 dan 20 cm). 6. Ambil larutan dari tabung silinder setelah 4 menit sebanyak 20 mL pada kedalaman 10 cm untuk partikel lumpur Ø5. 7. Setelah 15 menit ambil larutan dari tabung silinder dengan kedalaman 10 cm sebanyak 20 mL untuk Ø6. 8. Ambil sebanyak 20 mL pada kedalaman 20 cm setelah 30 menit untuk ukuran Ø7. 9. Tunggu selama 1 jam, ambil sebanyak 20 mL pada kedalaman 20 cm untuk partikel lumpur Ø > 7. 10. Setelah itu hasil yang diperoleh dihitung dan masukkan pada Tabel 7. c. 1.
Analisis Data Sampel Parameter Statistika Sedimen Gambaran lingkungan pengendapan dapat diperoleh dengan cara menghitung parameter statistika sedimen. Ukuran butir (tekstur) sedimen dianalisis dan ditentukan kelas masing-masing sub-populasi sedimen berdasarkan skala Wenworth
(Rifardi, 2008). Hasil dari metode pengayakan dan metode pipet digabungkan, sehingga dapat dihitung dengan cara menentukan persentase masing-masing kelas ukuran (fraksi) sedimen. Persentase ukuran sedimen tersebut diplotkan dalam “kertas grafik probabilitas“, dengan menggunakan metode grafik didapatkan parameter statistika sedimen sebagai berikut : a. Diameter rata-rata ( Mz ) Mean Size Klasifikasi : Ø1 = coarse sand ( pasir kasar ) Ø2 = medium sand ( pasir menengah ) Ø3 =fine sand ( pasir halus ) Ø4 = very fine sand ( pasir sangat halus ) Ø5 = coarse silt ( lumpur kasar ) Ø6 = medium silt ( lumpur menengah ) Ø7 = fine silt ( lumpur halus ) Ø8 = very fine silt ( lumpur sangat halus ) >Ø8 = clay ( liat ) b. Skweness ( SK 1 ) Sk1 = + Klasifikasi : + 1,0 s.d +0,3 = very fine skewed + 0,3 s.d + 0,1 = fine skewed + 0,1 s.d – 0,1 = near symmitrical + 0,1s.d - 0,3 = coarse skewed > - 0,3 = very coarse skewed c.
Sorting Koefisien δ1 +
Klasifikasi : <0,25Ø = Very (terpilah sangat baik)
well
sorted
8
0,35 – 0,50Ø = well sorted (terpilah baik) 0,50 – 0,71Ø = moderately well sorted (terpilah sangat sedang) 0,71 – 1,0Ø = moderately sorted (terpilah sedang) 1,0 – 2,0Ø = poorly sorted (terpilah buruk) >2,0Ø = very poorly sorted (terpilah sangat buruk) d.
Kurtosis ( KG ) KG
e.
Prosedur Analisis Logam dalam Sedimen
Analisis logam berat dalam sedimen menggunakan prosedur Bendell-Young et al.(1992) dalam Thomas dan Bendell-Young (1998). Konsentrasi hasil destruksi menggunakan aqua regia sebagai nilai yang mendekati konsentrasi logam berat dalam sedimen. Ekstraksi sampel untuk analisis logam berat menggunakan metode destruksi basah yaitu sebagai berikut. 1. 5 gr sedimen dimasukan ke dalam Erlenmeyer. 2. Selanjutnya ditambahkan 20 mL aqua regia (3:1 campuran HCl pekat : HNO3 pekat). 3. Sampel dipanaskan di water bath 85 oC selama 8 jam. 4. Sampel didinginkan, lalu dipindahkan kebotol corning, dan ditambah aquades hingga volumenya 25 mL.
5. Sampel dikocok, lalu dibiarkan 24 jam. 6. Sampel dicentrifuge pada 250 RPM lalu diambil supernatannya. Pengukuran logam berat menggunakan metode spektrofotometrik dengan Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS). Ringkasan metode uji disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Metode uji parameter kimia dan baku mutu yang digunakan dalam penelitian No
Parameter Kimia
Satuan
Baku Mutu*
Metode Uji
1
Cadmium (Cd)
mg/L
0.1
SNI 6989.16:2009
2
Chrom ( Cr)
mg/L
0.1
SNI 6989.17:2009
3
Timbal (Pb)
mg/L
1
SNI 6989.8:2009
*Permen LH No.34 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit. G. Analisis data Data akan dianalisis secara deskriptif menggunakan R analisis. Hubungan perbandingan kedalaman substrat terhadap kondisi fisik, komposisi jenis substar, serta konsentrasi logam berat yang terkandung didalam substrat. Sampel lapisan sedimen yang dianalisis bertujuan untuk mendapatkan data ukuran butiran sedimen. Hasil analisis ukuran sedimen dan logam berat yang telah diuji di laboratorium ini digunakan untuk mengetahui
9
konsentrasi logam berat pada substrat, menentukan kelas ukuran dan jenis masing-masing sedimen pada substrat bekas penambangan bauksit berdasarkan skala Wenworth dan Sheppard (Rifardi, 2008). Selanjutnya hasil dari data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Wilayah Penelitian Pulau Bintan adalah pulau yang berada di Provinsi Kepulauan Riau, beribukota di Tanjungpinang. Posisi Pulau Bintan berada di Semenanjung Selatan Malaysia, Kepulauan Riau. Wilayah Pulau Bintan berbatasan dengan: B. Sebelah utara : Kabupaten Natuna C. Sebelah selatan : Kabupaten Lingga D. Sebelah barat : Kabupaten Karimun dan Kota Batam E. Sebelah timur : Provinsi Kalimantan Barat F. Tekstur Sedimen Tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur, dan liat. Tidak ada substrat yang terdiri atas satu fraksi saja, sehingga semua tipe substrat terdiri atas ketiga fraksi tersebut. Tekstur atau tipe sedimen dapat ditentukan dengan mengukur komposisi dari fraksi-fraksi pembentuknya, yaitu kandungan lumpur (debu), pasir, dan liat. Sebaran nilai fraksi sedimen pada setiap stasiun penelitian di Senggarang, Dompak, dan Kijang pada Tabel 9.
Koordinat
Lokasi
N 00. 951 700E 104. 429 710
Sengga rang 1
Kedal aman 0-30 30-60
N 00. 951 200 E 104. 429 750
Sengga rang 2
60 100 0-30 30-60
N 00. 861 550E 104. 458 62 0
Dompa k1
60 100 0-30 30-60 60 100
N 00. 860710 E 104. 458 00 0
Dompa k2
0-30 30-60
N 00. 819 010 E 104. 558 660
Kijang 1
60 100 0-30 30-60
N 00. 814 020 E 104. 557 31 0
Kijang 2
60 100 0-30 30-60 60 100
Jenis Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil Kerikil berpasir Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil SedikitPai sir Berkerikil Pasir Berkerikil Pasir Berkerikil Kerikil Berpasir Kerikil Berpasir Pasir Berkerikil Kerikil Berpasir Kerikil Berpasir Kerikil Berpasir Kerikil Berpasir
G. Parameter Statistika Sedimen Bauksit Hasil analisis di laboratorium digunakan untuk menentukan nilai persen kumulatif, kemudian hasil tersebut diplotkan ke dalam grafik probabilitas dengan mencari nilai Ø5, Ø16, Ø25, Ø50, Ø75, Ø84, Ø95. Setelah itu masing-masing nilai dimasukkan ke dalam rumus Mz, So, SKW, dan Kg.
10
1.5 1 0.5 0 -0.5
Kedalaman 1-30 Cm kedalaman 30-60 Cm
Stasiun
Kedalaman 60-100 Cm
Gambar 4. Grafik karakteristik sedimen nilai mean Size 2. Skweness (SK) Skweness mencirikan ke arah mana dominan ukuran butir dari suatu populasi tersebut, mungkin simetri, condong ke arah sedimen berbutir kasar atau condong ke arah berbutir halus. Sehingga skewness dapat digunakan untuk mengetahui dinamika sedimentasi, secara keseluruhan hasil analisis nilai skewness bisa dilihat pada Gambar 5.
Skweness
2
Kedalaman 130 Cm
1
Kedalaman 30-60 Cm
0
-1 Stasiun
Kedalaman 60-100 Cm
Gambar 5. Grafik karakteristik sedimen nilai Skweness 3. Sorting (δ1) Dari hasil yang dianalisis tekstur sedimen pada lokasi pertambangan bauksit di Senggarang, Dompak, dan Kijang diketahui karakteristik partikel sedimen pada seluruh titik sampling berdasarkan kedalaman didominasi oleh klasifikasi sebaran butiran partikel oleh nilai sorting terpilah buruk. Secara keseluruhan hasil analisis nilai sorting koefisien bisa dilihat pada Gambar 6.
Sorting
Mean Size
1. Diameter rata – rata (MZ) Berdasarkan hasil analisis diameter rata-rata mean size untuk menggambarkan perbedaan jenis sedimen, ketahanannya terhadap erosi, abrasi dan weathering serta proses transportasi dan pengendapannya. Nilai ini juga digunakan untuk mengkalsifikasikan kelas ukuran butir yang mengacu pada Skala Wenworth (Rifardi, 2008). Secara keseluruhan hasil analisis diameter rata-rata bisa dilihat pada Gambar 4.
5
Kedalaman 130 Cm
0
Stasiun
Kedalaman 30-60 Cm
Gambar 6. Grafik karakteristik sedimen nilai sorting 4. Kurtosis (KG) Dari hasil yang didapat dari 6 titik sampling nilai kurtosis menggambarkan klasifikasi sedimen yang mendominasi yaitu puncak
11
Kurtosis
tumpul dan puncak sangat tumpul. Artinya distribusi ukuran sedimen pada daerah tersebut sama. Secara keseluruhan hasil analisis nilai kurtosis bisa dilihat pada Gambar 8.
1.5 1 0.5 0
4. Titik merah : Stasiun 1 (Penggalian Bauksit) 5. Titik Hitam : Stasiun 2 ( Pesisir)
Kedalama n 1-30 Cm
Stasiun
Kedalama n 30-60 Cm
Gambar 8. Grafik karakteristik sedimen nilai Kurtosis H. Grafik Bivariat Hubungan Antara Titik Stasiun. Bivariat plot mean, skewness dan sorting pada daerah Senggrang, Dompak, dan Kijang titik 1 dan 2 disajikan pada Gambar 9, 10, dan 11.
Gambar 9. Grafik Bivariat plot Senggarang Keterangan : 1. Plot A Pasir kasar 2. Plot B Pasir sedang 3. Nilai 1 katagori buruk
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Gambar 10. Grafik Bivariat plot Dompak Keterangan : Plot A pasir sangat kasar Plot B Pasir kasar Plot C Pasir sedang Nilai 1 katagori terpilah buruk Titik merah : Stasiun 1 (Penggalian Bauksit) Titik Hitam : Stasiun 2 ( Pesisir)
Gambar 11. Grafik Bivariat plot Kijang Keterangan: 1. Plot A Pasir sangat kasar 2. Plot B Pasir kasar
12
0.008 0.006 0.004 0.002 0
STASIUN
Gambar 13. Nilai konsentrasi logam Cadmium (Cd) 2. Logam Chrom (Cr) Nilai rata-rata logam berat Chrom (Cr) pada sedimen bauksit di Senggarang, Dompak, dan Kijang berada diatas kisaran baku mutu maksimal yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu untuk logam berat Chrom (Cr) sebesar 0,1 mg/L. Rata-rata konsentrasi logam Chrom (Cr) pada sedimen dapat dilihat pada Gambar 14.
100 80 60 40 20 0
STASIUN
Gambar 14. Nilai konsentrasi logam Chrom (Cr) 3. Logam Timbal (Pb) Nilai rata-rata logam Timbal (Pb) pada sedimen bauksit di senggarang, dompak, dan kijang masih dibawah kisaran baku mutu maksimal yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu untuk logam berat Timbal (Pb) sebesar 1 mg/L. Rata-rata konsentrasi logam Timbal(Pb) pada sedimen dapat dilihat pada Gambar 15. Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi (mg/L)
I. Konsentrasi Logam Cd, Cr, dan Pb pada Sedimen 1. Logam Cadmium (Cd) Nilai rata-rata logam berat Cadmium (Cd) pada sedimen bauksit di Senggarang, Dompak, dan Kijang masih di bawah kisaran baku mutu maksimal yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu untuk logam berat Cadmium (Cd) sebesar 0,1 mg/L. Rata-rata konsentrasi logam Cadmium (Cd) pada sedimen dapat dilihat pada Gambar 13.
Konsentrasi (mg/L)
3. Nilai 1 katagori buruk 4. Titik merah : Stasiun 1 (Penggalian Bauksit) 5. Titik Hitam : Stasiun 2 (Pesisir)
0.8 0.6 0.4 0.2 0
STASIUN
Gambar 15. Nilai konsentrasi logam Timbal (Pb) V.
PENUTUP
A. Kesimpulan Sedimen pada bekas penambangan bauksit di Senggarang,
13
Dompak, dan Kijang didominasi oleh pasir berkerikil. Pola sebaran sedimen yaitu dengan bertambahnya kedalaman maka butiran semakin kasar. Kandungan logam berat Cadmium (Cd), dan Timbal (Pb) masih dibawah ambang batas, sedangkan kandungan logam berat Chrom (Cr) sudah di atas ambang batas. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan analisis parameter perairan lengkap yaitu fisika, kimia dan biologi yang berpengaruh terhadap jenis sedimen dan logam berat di Pulau Bintan. DAFTAR PUSTAKA Agustinus Eko Tri Sumarnadi, Eko Soebowo Ade Suriadharma, Ade Tatang dan Dady Sukmayadi. 2010. Kajian Dampak Penambangan Bauksit Di Daerah Kijang Dan Sekitar Pulau Mamot Korelasinya Dengan Kemungkinan Perubahan Ekosistem Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan Dan Perairan Pesisir Pulau Mamot (Kepulauan Lingga). Laporan Penelitian COREMAP II – LIPI. American Geological Institute. 1976. Dictionary of Geological Terms. Revised Edition.Anchor Books. New York. viii + 472 h. Bendell-Young, L. H., M. Dutton, & F. R. Pick. 1992.
Contrasting Two Methods for Determining Trace Metal Partitioning in Oxidized Lake Sediments. J.Biogeochem. 17:205219. Effendi, Hefni. 2003, Telah Kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetkan keempat. Kanisius, Yogyakarta. Lahar, H., Harahap, I.A., dan Bagja, M. 2003. Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di Daerah Kijang, Kabupaten Kijang, Provinsi Riau, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung LIPI. 2010. Kajian Dampak Penambangan Bauksit Di Daerah Kijang dan Sekitar Pulau Mamot Korelasinya dengan Kemungkinan Perubahan Ekosistem Pesisir Timur Pulau Bintan dan Perairan Pesisir Pulau Mamot. COREMAP-LIPI.Jakarta. Palar, Heryando., 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan Keempat, Rineka Cipta, Jakarta. Pemerintah Kabupaten bintan. 2015. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Kabupaten Bintan. Pratama,Y,E., Abdulloh,A.S., dan Azizah,N.Y., 2012. Menggagas Teknologi
14
Rifardi.
Alternatif Pengolahan Bauksit Yang Efisien dan Ramah Lingkungan Dengan Menggunakan 1etil-3-Metilimidazolium klorida ([emim]cl). id.scribd.com/doc/111782 557/PKMGT-Bauksit. 20 Maret 2016 2008. Tekstur Sedimen Sampling dan Analisis. Universitas Riau Press
Widowati,W., Sastiono,A., dan Rumampuk.R.J., 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Ed.1, ANDI, Yogyakarta. Zulfikar, Andi. 2011, Analisis Kandungan Logam Pad Limbah Tailing (Red Mud) Tambang Bauksit. Tanjungpinang.