ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE
Oleh : MIZA A14052442
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT MIZA. Analysis Nitrogen and Phosphorus Content in Sugar Cane Transgenic PSIPB 1 Expressi Phytase Gen. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and KUKUH MURTILAKSONO. Formerly Indonesia is one of the biggest sugar exporter country in the world, nowdays Indonesia became one of the biggest sugar importer countries. There are several causes of low sugar production in Indonesia, one of them is low productivity due to inefficiency of fertilizer use, for example P fertilizer. It’s though that the isertion of phytase gene to the sugarcane genome will increase the efficiency of P fertilizer use and P metabolism in plant. The purpose of the study were 1) to test fitase gen expression in sugar cane transgenic PS-IPB 1 clones and select the five best clones 2) to select clones that have probable high rendemen. The sugarcane plant were planted in two different treatment of fertilizing, which are 25% Phosphor from recommendation in test site 1 and 50% Phosphor from recommendation in test site 2. Analysis are done in vegetatif stage, which in age 3 and 6 months. For Nitrogen and Phosphor analysis, 20 clones of the best sugar cane transgenic growing quality were used based on many varieties that undergoing selection with scoring frequency spread data. Analysis were done using sample of the lowest leaf from sugar cane transgenic clones. Based on the analysis, not all clones of sugar cane transgenic PS IPB 1 had Nitrogen and Phosphor content more higher than isogenic PS 851. Nitrogen and Phosphor content of sugar cane transgenic and the isogenic at the age of 3 months relatively more higher than at the age of 6 months, so does from the test site 2 (50% Phosphor treatment) is higher than sugar cane transgenic from test site 1 (25% Phosphor treatment). Based on selection with scoring frequency spread data, there are 5 sugar cane transgenic clones that have the highest rendemen (sucrose content of sugar cane) such as PS IPB 1-59, PS IPB 1-20, PS IPB 1-55, PS IPB 15, and PS IPB 1-53. While there are some sugar cane transgenic clones that exceed in any criteria such as PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-20, PS IPB 159, PS IPB 1-29. Key word : sugar cane, transgenic, phytase, nitrogen, phosphorus
RINGKASAN MIZA. Analisis Kandungan Unsur N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 Yang Mengekspresikan Gen Fitase. Di bawah bimbingan DWI ANDREAS SANTOSA dan KUKUH MURTILAKSONO. Indonesia yang dulu pernah menjadi salah satu eksportir gula terbesar di dunia, kini menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia. Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi gula seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, konversi dan peralihan lahan penanaman tebu, serta penurunan produktivitas yang salah satunya diakibatkan oleh ketidakefisienan pemupukan, terutama P. Ketidakefisienan pemupukan P dikarenakan ketersediaannya yang rendah di dalam tanah dan ketika P diserap tanaman, P akan dirubah menjadi P organik (senyawa fitat) yang sulit digunakan oleh tanaman. Untuk meningkatkan produktivitas gula dan mencapai swasembada gula yang diharapkan serta meningkatkan efisiensi pemupukan P, maka dilakukan penyisipan gen fitase yang dapat meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia. Penyisipan ini juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan N bagi tanaman. Analisis kandungan N dan P tebu transgenik PS IPB 1 ini, merupakan analisis lanjutan untuk menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 dan menyeleksi klon tebu transgenik PS IPB 1 terbaik. Sebanyak 62 klon tebu transgenik dan isogeniknya ditanam di kebun percobaan PG Jatiroto Jawa Timur. Penanaman dilakukan dengan perlakuan dua aras pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu, yaitu 25% P dari rekomendasi pada Lahan 1 dan 50% P dari rekomendasi pada Lahan 2. Analisis dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, yaitu pada umur 3 dan 6 bulan. Untuk analisis N (Metode Kjeldhal) dan P (Metode Pengabuan Basah dan P-Bray) digunakan 20 klon tebu transgenik terbaik berdasarkan keragaannya yang diseleksi dengan skoring sebaran frekuansi data. Sampel yang digunakan adalah daun paling bawah. Berdasarkan hasil analisis, ternyata tidak seluruh klon tebu transgenik PS IPB 1 memiliki kandungan N dan P lebih tinggi dari isogenik PS 851. Perbedaan kandungan N dan P pada jaringan tanaman tebu transgenik dan isogeniknya dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing klon dalam menyerap hara dan faktor-faktor yang mempengaruhi serapan hara tersebut. Kandungan N dan P tebu transgenik dan isogeniknya pada umur tiga bulan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan. Kandungan N dan P klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 (perlakuan 50% P) relatif lebih tinggi dibandingkan klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (perlakuan 25% P). Berdasarkan seleksi dengan skoring sebaran frekuensi data yang dilakukan, 5 klon tebu transgenik yang memiliki peluang rendemen tertinggi adalah klon PS IPB 1-59, PS IPB 1-20, PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-53 dan klon tebu transgenik yang unggul berdasarkan seluruh kriteria yang ada adalah PS IPB 1-55, PS IPB 1-5, PS IPB 1-20, PS IPB 1-59, PS IPB 1-29. Penelitian lanjutan perlu dilakukan hingga masa kemasakan tebu untuk mengetahui pengaruh aktifitas fitase pada pertumbuhan tebu dan kandungan unsur P dan N, serta untuk mengetahui rendemen nyata yang dihasilkan.
ANALISIS KANDUNGAN UNSUR N DAN P TEBU TRANSGENIK PS-IPB 1 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN FITASE
Oleh : MIZA A14052442
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Analisis Kandungan Unsur N dan P Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase
Nama
: Miza
NRP
: A14052442
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
NIP. 19620927 198811 1 001
NIP. 19600808 198903 1 003
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 30 Oktober 1986. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kurniadi Halim dan Ibu Yani Nuryani. Pendidikan formal yang ditempuh penulis berawal dari Taman KanakKanak Nugraha II Bogor pada tahun 1992 sampai tahun 1993, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri Polisi I Bogor pada tahun 1993 sampai tahun 1999. Selepas SD, penulis meneruskan ke SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun 1999 sampai tahun 2002 dan SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2002 sampai tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB, yang kemudian pada semester tiga masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Bioteknologi Tanah pada tahun 2008. Kegiatan Mahasiswa yang pernah diikuti penulis antara lain sebagai staf divisi Infokom Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah pada tahun 2007 dan tahun 2008.
KATA PENGANTAR
Seagala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul ―Analisis Kandungan Unsur P dan N Tebu Transgenik PS-IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase‖ ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanaian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. PTPN XI yang telah mendanai penelitian ini melalui kerjasama penelitian antara PTPN XI dengan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB. 2. Ibu Reza, Ibu Nurmala, dan Pak David staf PG Jatiroto, PTPN XI Jatim yang telah membantu dalam pengumpulan data-data, sehingga skripsi penulis dapat terselesaikan. 3. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS sebagai dosen pembimbing I yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan memotivasi selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan saran, arahan, bimbingan, dan masukan terhadap kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. 5. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, Msc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. 6. Mama, Papa, dan Kakak-kakakku yang telah memberikan doa, bantuan, dukungan, serta dorogan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya.
7. Seluruh staf Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnologi (ICBB) yang telah memberikan masukan terhadap penelitian dan penyusunan skripsi penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 8. Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah (Pak Jito, Ibu Jul, Ibu Asih, Mba Dian) dan Kesuburan Tanah (Pak Koyo, Pak Ade) yang telah memberikan masukan dan bantuan selama penelitian. 9. Tomy, Ari, Puteri yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh pihak yang telah membantu selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 1.3. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3 1.4. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) ............................................................... 4 2.1.1. Tebu ................................................................................................... 4 2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu ......................................................... 4 2.1.3. Pola Pertumbuhan Tanaman Tebu .................................................... 5 2.1.4. Pemupukan Pada Tebu ...................................................................... 8 2.2. Fosfor ........................................................................................................... 9 2.3. Nitrogen ....................................................................................................... 11 2.4. Fitase ............................................................................................................ 12 2.5. Tebu Transgenik .......................................................................................... 12
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................... 14 3.2. Bahan dan Alat ............................................................................................ 14 3.3. Metode Penelitian ........................................................................................ 14 3.3.1. Perlakuan ........................................................................................... 14 3.3.2. Teknik Sampling Contoh Tanaman................................................... 14 3.3.3. Penanganan Contoh Tanaman ........................................................... 15 3.3.4. Pemilihan 20 Klon Tebu Transgeik Terbaik Untuk Analisis Kandungan N dan P Pada Umur 3 dan 6 Bulan ................................ 15
3.3.5. Analisis Tanaman di Laboratorium .................................................. 15 3.3.5.1. Analisis Kandungan Unsur N ............................................ 15 3.3.5.2. Analisis Kandungan Unsur P ............................................. 15 3.3.6. Pemilihan Klon Tabu Transgenik Terbaik ....................................... 15
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENANAMAN 4.1. Letak Geografis ........................................................................................... 16 4.2. Kondisi Iklim ............................................................................................... 17 4.3. Keadaan Tanah ............................................................................................ 17
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Seleksi Awal Klon Tebu Transgenik PS IPB1 Berdasarkan Keragaannya ........................................................................... 19 5.2. Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 ......................................... 20 5.3. Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 ............................................ 26 5.4. Rendemen Tebu Transgenik PS IPB1 ......................................................... 32 5.5. Klon Unggul Tebu Transgenik PS IPB1 ..................................................... 34
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .................................................................................................. 36 6.2. Saran ............................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37
LAMPIRAN ......................................................................................................... 40
vii
DAFTAR TABEL No.
Halaman Teks
1. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas Kecambah Tanama Tebu (TB) dan Ratun (R) Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 Bulan ...................................................... 6 2. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas (Jumlah Anakan dan Tinggi Batang) Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 - 3 Bulan ....... 6 3. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Pemanjangan Batang Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 4 - 9 Bulan .............................. 7 4. Tabel Kriteria Pertumbuhan Batang pada Fase Kemasakan Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 10 - 12 Bulan ........................... 8 5. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB 1 ........... 17 6. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 dan Isogeniknya .............................................................................................. 22 7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 dan Isogeniknya .............................................................................................. 27 Lampiran 1. Tabel Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas ........................................ 41 2. Denah Percobaan Tebu Rekayasa Gen Phytase Kebun Gedangmas v.7 TG 2008/2009 Di Pabrik Gula Djatiroto ................. 49 3. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan 1..................................... 50 4. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan 2..................................... 51 5. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 1 ....................................................... 52 6. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 2 ....................................................... 53 7. Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 1 (25 % P).................................... 54
8. Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 2 (25 % P).................................... 55 9. Tabel Hasil Analisis Kandungan Hara N dan P Pada Jaringanm Tanaman Seluruh Klon Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 3 dan 6 Bulan ............................................................ 56 10. Tabel Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan .................................. 58
ix
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman Teks
1.
Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupeten Lumajang, Kecamatan Djatiroto ............................................... 16
2.
Gambar Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB1, Kebun Percobaan Gedangmas V.7 PG Djatiroto ........................................ 19
3.
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1 (25% P).................... 23
4.
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2 (50% P) .................... 23
5.
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan ....................... 25
6.
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan ....................... 25
7.
Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1 .................................. 29
8.
Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2 .................................. 29
9.
Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan ....................... 30
10. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan ....................... 30 11. Grafik Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan ............................... 33 12. Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan ................................ 35 Lampiran 1.
Gambar Klon-klon Tebu Transgenik PS IPB1 ........................................... 47
2.
Gambar Peta Areal PG Jatiroto ................................................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman Teks
1.
Skoring Dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data ........................... 41
2.
Metode Percobaan Penetapan dan Analisis N Tanaman Berdasarkan Metode Kjeldhal..................................................................... 44
3.
Metode Percobaan dan Analisis P Tanaman Berdasarkan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray ................................... 45
4.
Mekanisme Perawatan dan Pemupukan Tebu Transgenik PS IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7, Jawa Timur (PG Djatiroto 2008/2009) ....................................................... 46
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), bersama beras, jagung dan kedelai. Dengan pertimbangan utama untuk memperkuat ketahanan pangan dan kualitas hidup di pedesaan, Indonesia berupaya meningkatkan produksi dalam negeri, termasuk mencanangkan target swasembada gula, yang sampai sekarang belum tercapai (Arifin, 2008). Swasembada gula yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2007, telah mundur menjadi tahun 2008 dan diundur kembali menjadi tahun 2009. Indonesia yang dulu dikenal sebagai eksportir gula terbesar kini telah berubah menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia. Pada tahun 1930-an, Indonesia pernah menjadi salah satu eksportir gula terbesar di dunia. Kini Indonesia merupakan salah satu importir terbesar (no. 4) di dunia. Impor gula Indonesia terus dilakukan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Pertanian menunjukkan Indonesia harus mengimport gula sebesar 800 ribu ton untuk memenuhi gula konsumsi1. Pada awal tahun 2007, pemerintah menyetujui impor gula kristal putih sebesar 200 ribu ton untuk mengantisipasi kemungkinan defisit stok2. Sedangkan, pada awal tahun 2008, pemerintah memutuskan untuk mengimpor gula sebanyak 110 ribu ton (Tya, 2008). Impor gula yang terus menerus terjadi ini diakibatkan semakin tingginya konsumsi gula masyarakat Indonesia yang diiringi peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, faktor lain yang menjadi penyebab besarnya impor gula ini adalah adanya konversi lahan pertanian, peralihan penanaman tebu dari lahan sawah ke lahan kering, penurunan produktivitas tebu, serta ketidakefisienan pemupukan, terutama P yang dapat mempengaruhi produktivitas tebu.
1
KCM] Kompas Cyber Media, Impor Gula 2004 Sekitar 800.000 ton (online), 19 Desember 2003, http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0312/19 /ekonomi /755567.htm, 12 Juni 2009. 2
[KCM] Kompas Cyber Media, Antisifasi Defisit Stok, Impor Gula Disetujui (online), 5 Desember 2006, http://www2.kompas.com/ver1/ekonomi/0612/05/ 051201.htm, 14 Juni 2009.
Apabila P telah diserap tanaman, ternyata tidak semua P yang diserap digunakan dalam proses metabolismenya. Sebagian P tersebut akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) di dalam jaringan tanaman yang menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju perubahan P tersedia menjadi fitat baik di tanah ataupun di jaringan tanaman juga berlangsung tinggi, yang menjadi tidak tersedia ketika umur tanaman bertambah. Untuk dapat meningkatkan produksi gula dan mencapai swasembada gula yang diharapkan serta meningkatkan efisiensi pemupukan P, maka dilakukan perbaikan terhadap genetik tebu melalui rekayasa genetika. Rekayasa genetika ini dilakukan dengan cara mengintroduksikan gen asing yang berguna ke tanaman tebu. Salah satu gen yang dapat ditransfer ke dalam tanaman tebu adalah gen fitase yang diharapkan berdampak positif bagi sistem metabolisme tanaman dan meningkatkan ketersediaan P dengan mengubah P organik menjadi P tersedia baik di dalam jaringan tanaman maupun di zona perakaran. Riset tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase telah dimulai pada tahun 2002-2004 melalui kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Bundesforschungsanstalt
fur
Ernahrung
und
Lebensmittle
(BFEL),
Molekularbiologische Zentrum, Karlsruhe, Jerman. Penelitian tersebut berlanjut hingga sekarang dan saat ini sudah mencapai tahap uji keragaan tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi tanaman terbaik dari klon-klon transgenik yang telah dihasilkan melalui penanaman di lahan HGU PG Djatiroto pada musim tanam 2008/2009 yang merupakan kerjasama antara Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB dan PT Perkebunan Nusantara XI. Salah satu analisis untuk menyeleksi dan menguji ekspresi gen fitase pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang dihasilkan adalah analisis unsur N dan P yang terkandung dalam jaringan tanaman tebu transgenik. Melalui analisis tersebut, dapat diduga klon tebu transgenik yang efisien dalam memanfaatkan pupuk terutama P. Gen fitase yang terdapat pada tebu transgenik akan meningkatkan ketersediaan P di dalam jaringan tanaman dengan mengubah P organik menjadi P inorganik yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Adanya gen
3 fitase yang terlepas dari perakaran diduga dapat meningkatkan ketersediaan P di daerah perakaran juga, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan P untuk diserap tanaman. Nitrogen juga merupakan unsur yang penting bagi tanaman tebu. Tebu yang kekurangan hara N akan mengalami pertumbuhan yang kerdil, kecil, dan stagnasi, sedangkan pemberian N yang tidak tepat waktu (terlambat lebih dari 3 bulan) dan dalam jumlah yang lebih banyak dari ketentuan, akan menyebabkan penurunan rendemen yang signifikan yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas gula.
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Menyeleksi klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang telah dihasilkan pada riset sebelumnya berdasarkan keragaan tebu transgenik pada umur 3 dan 6 bulan (persen perkecambahan, jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan indeks luas daun) serta kandungan unsur N dan P tebu transgenik PS IPB 1. b. Menyeleksi klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki peluang rendemen terbaik dengan menggunakan skoring sebaran frekuensi data berdasarkan kriteria-kriteria yang terkait dengan batang tebu, yaitu jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, dan jumlah ruas.
1.3. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ditemukannya klon terbaik tebu transgenik PS IPB-1 dalam mengekspresikan gen fitase, sehingga dapat dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
1.4. Hipotesis Penelitian Tanaman tebu transgenik yang mengekspresikan gen fitase, memiliki kandungan unsur N dan P yang tinggi. Semakin tinggi unsur N dan P akan semakin besar biomassa serta rendemen tebu yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) 2.1.1. Tebu Tebu termasuk famili Graminae, genus Saccharum. Terdapat tiga spesies tebu, meliputi S. officinarum, S. robustum, dan S. spontaneum, serta dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Sudiatso, 1980). Perbanyakan tebu dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan stek. Bila batang tebu dipotong menjadi beberapa bagian dengan tunas disetiap bagiannya, maka dapat digunakan untuk menggandakan tanaman tebu (Fauconnier, 1993). Bibit ini dapat berupa batang setek, baik yang matanya belum berkecambah (bagal) atau yang sudah tumbuh (rayungan) (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika dan subtropika disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20oC, yakni kurang lebih diantara 39o LU sampai 35o LS. Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah dengan musim kering yang nyata. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Di daerah pegunungan yang suhu udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan berendemen rendah (Sudiatso, 1980). Di Asia Tenggara, batas maksimum ketinggian untuk pertumbuhan normal tebu adalah 600—700 m di atas permukaan laut. Pada Ketinggian yang lebih tinggi siklus pertumbuhan akan lebih panjang dari 14—18 bulan (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Temperatur optimum untuk perkecambahan tebu adalah 26-33°C dan 3033°C untuk pertumbuhan vegetatif. Selama pertumbuhan menjadi dewasa, temperatur malam yang relatif rendah (di bawah 18°C) berguna untuk pembentukan kandungan sukrosa yang tinggi. Secara kuantitatif, tebu merupakan tanaman berhari pendek. Periode siang hari selama 12—14 jam adalah jumlah maksimum untuk pertumbuhan dan perbungaan. Rata-rata curah hujan yang diperlukan sekitar 1800—2500 mm/tahun. Jika curah hujan tidak cukup, harus diberi aliran irigasi (Kuntohartono dan Thijsse, 2009).
5 Di samping itu, tebu memerlukan kesuburan dan sifat fisik tanah yang baik. Tebu dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Namun, kondisi tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tebu dengan baik adalah kondisi tanah yang gembur, berdrainasi baik, memiliki pH 5-8, kandungan nutrisi serta senyawa organik yang banyak, dan kemampuan menahan kapasitas air yang baik (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Pertumbuhan terbaik bagi tanaman tebu adalah pada tanah lempung liat dengan solum yang dalam, lempung berpasir, dan lempung berdebu. Pada tanah berat juga dapat ditanami oleh tanaman tebu, namun memerlukan pengolahan tanah yang khusus. Di Jawa, tebu banyak ditanam pada tipe tanah alluvial sampai grumusol (Sudiatso, 1980). Beberapa kultivar tebu dapat tumbuh pada tanah yang berkadar garam relatif tinggi dan tergenang dalam waktu yang lama, terutama bila air mengalir (Kuntohartono dan Thijsse, 2009). Tebu merupakan tanaman dengan siklus karbon C4 dalam fotosintesisnya yang terjadi secara maksimum pada suhu 30-32oC. Respirasi tebu paling maksimum terjadi pada suhu 37oC. Di bawah 15oC penyerapan air dan mineral oleh akar tidak akan tejadi. Suhu minimal untuk penyerapan air dan mineral adalah 19-20oC, dan penyerapan maksimum pada suhu 28-30oC. Transportasi dan akumulasi gula terjadi pada malam dan siang hari (Fauconnier, 1993). Pada pertumbuhannya, tebu menghendaki perbedaan nyata antara musim hujan dan kemarau (kering). Selama masa pertumbuhannya tebu membutuhkan banyak air, sedangkan menjelang tebu masak untuk dipanen tebu membutuhkan keadaan kering tidak ada hujan yang menyebabkan pertumbuhan terhenti. Apabila hujan terus turun, maka kesempatan masak tanaman tebu terus tertunda yang mengakibatkan hasil rendemen menjadi rendah (Sudiatso, 1980).
2.1.3. Pola Pertumbuhan Tanaman Tebu Fase-fase pertumbuhan tebu sebelum menghasilkan gula, yaitu: Fase Perkecambahan (0-1 Bulan) Fase perkecambahan dimulai ketika terjadi perubahan mata tunas tebu yang dorman, menjadi tunas muda lengkap dengan daun, batang dan akar. Keberhasilan perkecambahan sangat ditentukan faktor inheren (varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakan bibit, bibit terinfeksi hama
6 penyakit dan status hara bibit) dan faktor eksternal (kelembaban tanah, aerasi, kedalaman meletakan bibit) (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
Tabel 1. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas Kecambah Tanaman Tebu (TB) dan Ratun (R) Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 Bulan Katagori
Sawah (%) TB > 80 60 – 80 < 60
Baik Sedang Kurang
R > 85 60 – 85 < 60
Tegalan (%) TB R > 70 > 65 50 – 70 50 – 65 < 50 < 50
(Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
Fase Pertunasan/Fase Pertumbuhan Cepat (1-3 Bulan) Pertumbuhan anakan adalah perkecambahan dan tumbuhnya mata-mata pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman baru. Pertunasan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tebu, karena dapat merefleksikan perolehan bobot tebu.
Pada fase ini, tanaman membutuhkan kondisi air yang terjamin
kecukupannya, oksigen dan hara makanan khususnya N, P dan K serta penyinaran matahari yang cukup (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
Tabel 2. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Tunas (Jumlah Anakan dan Tinggi Batang) Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 1 - 3 Bulan Katagori Anakan (m-1) Baik Sedang Kurang Tinggi batang (cm) Baik Sedang Kurang
1
Sawah (Bulan) 2
>7 4–7 <4 >8 6–8 <6
Tegalan (Bulan) 2 3
3
1
>9 6–9 <4
> 17 15 – 17 < 15
>6 4–6 <4
>8 6–8 <6
> 14 12 – 14 < 12
> 26 23 – 26 < 23
> 93 80 – 93 < 80
>7 5–7 <5
< 21 17 – 21 < 17
> 80 70 – 80 < 70
(Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005)
Fase Pemanjangan Batang Proses pemanjangan batang pada dasarnya merupakan pertumbuhan yang didukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan tajuk daun, perkembangan akar dan pemanjangan batang. Fase ini terjadi setelah
7 fase pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti. Pemanjangan batang merupakan proses paling dominan pada fase ini, sehingga stadia pertumbuhan pada periode umur tanaman 3-9 bulan ini dikatakan sebagai stadia perpanjangan batang (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Ada dua unsur dominan dalam pemanjangan batang, yaitu: diferensiasi ruas dan perpanjangan ruas-ruas tebu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, hara N dan faktor inhern tebu (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
Tabel 3. Tabel Kriteria Fase Pertumbuhan Pemanjangan Batang Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 4 - 9 Bulan Katagori Batang
Bulan 4
5
6
Jumlah (m1) Baik > 20 > 19 > 15 Sedang 18 – 20 17 – 19 13 – 15 Kurang < 18 < 17 < 13 Tinggi Tinggi (cm) Baik > 170 > 243 > 300 Sedang 150-170 219-243 270-300 Kurang < 150 < 219 < 270 Diameter cm) Baik > 2,8 > 3,0 Sedang 2,0–2,8 2,2–3,0 Kurang < 2,0 < 2,2 Jumlah ruas Baik >5 >8 > 11 Sedang 2–5 5–8 8 – 11 Kurang < 2,5 <5 <8 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005)
7
8
9
> 14 12 – 14 < 12
> 13 11 – 13 < 11
> 12 10 – 12 < 10
> 340 300-340 < 300
> 360 325-360 < 325
> 385 345-385 < 345
> 3,2 2,4-3,2 < 2,4
> 3,2 2,4-3,2 < 2,4
> 3,2 2,4-3,2 < 2,4
> 14 11 – 14 < 11
> 17 14 – 17 < 14
> 20 17 – 20 < 17
Fase Kemasakan/Fase Generatif Maksimal (10-12 bulan) Fase kemasakan ini diawali dengan semakin melambat bahkan terhentinya pertumbuhan vegetatif. Tebu yang memasuki fase kemasakan secara visual ditandai dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan, pada helaian
8 daun acapkali dijumpai bercak berwarna coklat. Pada kondisi tebu tertentu sering ditandai dengan keluarnya bunga. Selain sifat inheren tebu (varietas), faktor lingkungan yang berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu antara lain kelembaban tanah, panjang hari dan status hara tertentu seperti hara nitrogen (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005).
Tabel 4. Tabel Kriteria Pertumbuhan Batang pada Fase Kemasakan Tebu Pada Tipe Lahan Sawah dan Tegalan Umur 10 - 12 Bulan Kategori Batang
10
Sawah 11
12
Jumlah (m-1) Baik > 11 > 10 > 10 Sedang 9 – 11 8 – 10 8 – 10 Kurang <9 <8 <8 Tinggi (cm) Baik > 395 > 395 > 395 Sedang 345-395 345-395 345-395 Kurang < 345 < 345 < 345 Diameter (cm) Baik > 3,2 > 3,2 > 3,2 Sedang 2,4–3,2 2,4–3,2 2,4–3,2 Kurang <2,4 <2,4 <2,4 Jumlah ruas Baik > 23 > 26 > 26 Sedang 20 – 23 23 – 26 23 – 26 Kurang < 20 < 23 < 23 (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005)
10
Tegalan 11
12
> 10 8 – 10 <8
> 10 8 – 10 <8
> 10 8 – 10 <8
> 330 285-330 < 285
> 335 295-335 < 295
> 335 295-335 < 295
> 3,2 2,4–3,2 <2,4
> 3,2 2,4–3,2 <2,4
> 3,2 2,4–3,2 <2,4
> 23 20 – 23 < 20
> 26 23 – 26 < 23
> 26 23 – 26 < 23
2.1.4. Pemupukan Pada Tebu Pada tebu, untuk memacu pertumbuhan vegetatif dilakukan dengan pemupukan N yang memadai, sedangkan pertumbuhan generatif dilakukan dengan pemupukan P dan K. Pada fase pertunasan dan pemanjangan batang, tebu harus mendapatkan hara N yang cukup. Hara N berperan dalam pembelahan sel, sehingga mendukung pertunasan secara horizontal (terbentuknya anakan) dan pertumbuhan vertikal (pemanjangan batang). Pemupukan N diusahakan tidak melebihi umur 4 bulan, sebab bila terlambat akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan generatif (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Unsur N
9 diserap relatif rendah sampai umur satu bulan dan bertambah dengan bertambahnya umur. Terbanyak diserap pada umur 3 sampai 4 bulan (paralel dengan pertumbuhan vegetatif) kemudian menurun setelah umur 8 bulan (Sudiatso, 1980). Kebutuhan hara P sering dikaitkan peranannya dengan fase kemasakan atau fase penimbunan karbohidrat (pertumbuhan generatif), namun sesungguhnya secara fisiologi tanaman, peranan hara P menonjol dalam transfer energi dari satu bagian sel dan jaringan tanaman, yang terjadi sepanjang fase pertumbuhan. Dengan kata lain hara P sangat dibutuhkan sejak fase inisiasi perkecambahan sampai fase kemasakan. Hanya saja pada saat tumbuh inisiasi tunas dari matanya kebutuhan hara P disuplai dari asal bibit. Sedangkan setelah periode tersebut sepenuhnya kebutuhan P tergantung dari ketersediaan hara dalam tanah. Pemberian P direkomendasikan pada saat tanam karena hara P diperlukan sepanjang fase pertumbuhan dan relatif sukar larut, sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses pelarutan pupuk kedalam bentuk yang tersedia (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Kepentingan hara K dominan pada saat translokasi dan penimbunan karbohidrat dibatang, serta diperlukan untuk fotosintesis. Pemupukan K pada tebu dapat dilakukan dalam dua periode, yaitu pada saat tanam atau pada saat tanaman berumur 1-2 bulan. Hara K di tanah mudah diambil tanaman melalui pertukaran antar ion dan K terikat dalam koloid tanah sehingga tidak mudah tercuci (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Unsur K diserap sama banyaknya dengan unsur P semenjak umur satu bulan (Sudiatso, 1980).
2.2. Fosfor Bentuk fosfor inorganik dan organik dijumpai dalam tanah, dan keduanya merupakan sumber fosfor penting bagi tanaman. Sebagian besar senyawa fosfor inorganik adalah senyawa kalsium, besi, dan aluminium. Hampir semua senyawa fosfor yang dijumpai di alam rendah daya larutnya, seperti K, Al, Fe, dan Mn-P. Fosfor juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukarkan dan terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983).
10 Senyawa fosfor organik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fitin dan derivatnya, asam nukleat, dan fosfolipida. Fitin dapat langsung diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukeat perlu terdekompisisikan terlebih dahulu pada permukaan akar oleh enzim sebelum diserap tanaman baik dalam bentuk organik maupun inorganik. Sekalipun dapat segera diserap tanaman dan banyak jumlahnya di tanah, namun biasanya tanaman menunjukkan gejala kekurangan fosfor. Dalam tanah masam, fitin tidak tersedia karena bereaksi dengan besi dan alumunium. Sedangkan asam nukleat secara kuat dijerap oleh liat, terutama montmorilonit sehingga sulit tersedia (Soepardi, 1983). Fitat merupakan bentuk fosfat tersimpan yang umum ditemukan di daun, biji dan jaringan tanaman lainnya. Beberapa produk dari hasil degragasi fitat (InsP5, InsP4, InsP3, InsP2, dan InsP) diketahui memiliki pengaruh terhadap sistem metabolisme. Ketika tanaman mendapatkan pemupukan P biasanya tidak semua P yang diserap akan digunakan dalam proses metabolisme tanaman, sebagian P tersebut akan tersimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat) yang tidak tersedia. Pemupukan P yang besar pada awal tanam menyebabkan laju pengubahan P tersedia menjadi fitat juga berlangsung tinggi, yang tidak lagi tersedia ketika umur tanaman bertambah (Santosa, 2004 ). Peranan fosfor sangat penting bagi tanaman. Fosfor sangat berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ATP dan ADP. Unsur ini juga berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA. Unsur ini juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan serta produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004) Secara umum, gejala kekurangan P terlihat pada daun yang tua (Mengel dan Kirkby, 1982). Bagi tebu kekurangan fosfor menyebabkan daun dan batang menyempit dan tipis serta memendeknya jarak antar ruas, daun menjadi berwarna kemerahan/kebiruan dan mengering sebelum waktunya, serta sistem perakarannya berkurang. Kekurangan fosfor yang hebat menyebabkan timbulnya bintik-bintik kecil kemerahan terpencar diatas daun yang menimbulkan kerusakan hampir
11 dikeseluruhan tanaman. Fosfor bergerak sangat lambat di dalam tanah, sehingga harus diberikan dekat dengan zona perakaran (Fauconnier, 1993).
2.3. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur yang tersedia sedikit di dalam tanah, namun diangkut dalam jumlah banyak oleh tanaman. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, menguap atau di lain waktu sama sekali tidak tersedia. Bagi tanaman, N memberikan pengaruh menguntungkan terutama merangsang pertumbuhan trubus dan memberikan warna hijau pada daun. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalsium, fosfor, dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983). Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Pada perkebunan tebu sering kali didapatkan hasil sebanyak 1000-1500 ku tebu. Bila kadar airnya dihitung 70% maka bahan keringnya berjumlah 300-450 ku/ha pada tiap panennya (Santosa, 2007). Dengan adanya pemungutan hasil tanaman secara besar-besaran maka banyak sekali nitrogen yang hilang. Di dalam 75 ton hasil panen tebu dalam satu hektar, nitrogen yang terambil dalam hasil panen sebesar 110 kg (Mengel dan Kirkby, 1982). Oleh karena itu diperlukan pemupukan N yang besar pada tanaman tebu. Bila tebu kekurangan N dapat menyebabkan daun menguning, mengecil, dan jumlahnya menjadi sedikit serta menyempit jika dibandingkan dengan daun yang normal. Selain itu, tanaman akan kehilangan vigour (batang mengurus) dan perubahan keseimbangan psikologikal (berkurangnya kelembaban dan gula di dalam jaringan) (Fauconnier, 1993). Walaupun N dibutuhkan dalam jumlah yang besar, tetapi jika diberikan secara berlebihan tanaman akan mudah rebah, kualitas dan kuantitas produksi merosot, serta kehilangan N meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala kekurangan N pada tebu pertama kali terlihat pada daun tua. Hal ini dikarenakan jika suplai N dari media akar tidak cukup, maka N dari daun tua akan bergerak untuk memenuhi makanan organ tanaman yang masih muda. Protein pada daun tua akan dihidrolisis (proteolisis) menjadi asam amino dan kemudian didistribusikan ke daun dan pucuk tanaman muda. Proteolisis akan
12 menghancurkan kloroplas dan menurunkan kandungan klorofil sehingga gejala kekurangan pada daun tua menjadi menguning (Mengel dan Kikrby, 1982).
2.4. Fitase Fitase
(mio-inositol
heksakisfosfat
fosfohidrolase,
E.C.
3.1.3.8.)
merupakan suatu fosfomonoesterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inisitol yang lebih rendah. Asam fitat adalah sejenis ester fosfat yang dapat mengikat mineral penting (Ca2+, Fe2+, Mg2+) dan protein (Widowati, 2001). Fitat merupakan bentuk penyimpanan fosfat dalam tanaman yang merupakan bentuk P terikat yang sukar untuk digunakan tanaman. Pelepasan P oleh enzim fitase dari senyawa organik, diharapkan meningkatkan sistem metabolisme tanaman yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman. Pelepasan fitase ke lingkungan sekitar perakaran juga akan meningkatkan ketersediaan berbagai mineral sehingga efisiensi pemupukan meningkat (Santosa, 2004). Ekspresi fitase ditanaman secara tidak langsung akan meningkatkan sintesis klorofil dan produksi gula. Gen fitase akan secara tidak langsung memberikan andil dalam pembentukan porfirin sebagai komponen yang sangat diperlukan dalam pembentukkan klorofil (Susiyanti et al., 2006). Adanya gen fitase juga diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen. Menurut Handoko (2008) enzim-enzim yang dihasilkan kapang atau jamur tempe yang salah satunya adalah enzim fitase selama proses fermentasi kedelai, dapat meningkatkan jumlah nitrogen terlarutnya sebesar 0,5-2,5%.
2.5. Tebu Transgenik Pemuliaan tanaman secara tradisional, sebenarnya telah dilakukan oleh para petani sejak dulu melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Proses tradisional ini, dilakukan melalui penyerbukan dengan perantara angin, serangga penyerbuk maupun bantuan manusia (Satori, 2008). Pemuliaan tanaman secara tradisional, memiliki beberapa kelemahan dimana untuk pemuliaan tanaman tradisional memerlukan waktu yang panjang. Untuk tanaman tebu, pemuliaan tanaman secara tradisional juga sulit dilakukan karena sebagian besar varietas
13 tebu modern merupakan hibrida interspesifik yang memiliki tingkat ploidi tinggi, karakteristik genetika yang kompleks, serta fertilitas rendah (Gilbert et al., 2005). Untuk mengatasi permasalahan ini, maka digunakanlah rekayasa genetika. Rekayasa genetika memungkinkan pemindahan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari satu tanaman ke tanaman lain, serta mampu memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat (Satori, 2008). Menurut Susiyanti et al. (2006) rendahnya produksi tebu di Indonesia selain dikarenakan rendahnya pasokan tebu dari petani dan mutu bibit yang buruk, juga dikarenakan konversi lahan tebu dari lahan basah ke lahan kering. Selain itu, ketidakefisienan pemupukan P pada tebu juga merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi produktivitas tebu. Salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan rendahnya produktivitas tebu, dilakukanlah rekombinasi genetik dengan teknik rekayasa genetika melalui penyisipan gen yang dikehendaki (gen fitase) ke dalam tanaman tebu. Gen fitase yang disisipkan ke tanaman tebu ini diharapkan mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah fitat (bentuk Porganik yang sukar digunakan oleh tanaman) menjadi fosfat yang dapat digunakan untuk tanaman (Susiyanti et al., 2007). Tanaman tebu secara alami telah memiliki aktifitas fitase, tetapi aktivitasnya rendah, sebagai contoh pada tebu cv. PS 851 hanya 0,047-0,059 U ml-1 (Nurhasanah, 2007). Penyisipan gen fitase pada tebu akan meningkatkan aktifitas fitase. Sejalan dengan peningkatan aktifitas enzim fitase pada tanaman tebu transgenik maka terjadi peningkatan P dalam jaringan tanaman sebesar 19,5%. Plantlet tebu isogenik yang dikulturkan pada media MS memiliki P total dalam jaringan sebesar 0,16-0,25%, sedangkan pada tebu transgenik memiliki kadar P yang lebih lebar variasinya yaitu 0,12-0,39% (Susiyanti et al., 2007). Ketersediaan fosfat di dalam jaringan tebu ternyata berpengaruh positif terhadap kristalisasi gula selama proses produksi gula (Santosa, 2004).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
Bioteknologi
Tanah
dan
Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, serta Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Penelitian dimulai pada Bulan Februari 2009 hingga Mei 2009.
3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain adalah daun bagian bawah 20 klon tebu transgenik dan isogenik PS 851 yang ditanam dengan dua perlakuan pemupukan P yaitu, aras pemupukan sebesar 25% dan 50% dari aras pemupukan P yang normal, Aquades, HClO4, HNO3, NH4 Molibdat, H3BO4, H2SO4 pekat, Larutan Bray, NaOH 50%, HCl pekat, Indikator Conway, Paraffin Cair dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven, penggilingan, spektrofotometer, alat-alat gelas, serta beberapa alat lainnya.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Perlakuan Sebanyak 62 klon tebu transgenik PS IPB 1 ditanam dengan dua perlakuan pemupukan P. Pada lahan 1 diberikan pemupukan 25% P dari rekomendasi, sedangkan pada lahan 2 diberikan perlakuan pemupukan 50% P dari rekomendasi pemupukan P normal untuk tanaman tebu. Selain pemupukan P, dilakukan juga pemupukan N dan K yang sesuai dengan rekomendasi. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Za, SP-36, dan KCl. Rekomendasi pemupukan P normal untuk penanaman tebu adalah 8 kui Za/Ha, 2 kui SP-36/Ha, dan 1 kui KCl/Ha.
3.3.2. Teknik Sampling Contoh Tanaman Sampel daun tebu transgenik diambil dari Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Untuk analisis unsur N dan P digunakan daun paling bawah dari setiap klon tebu transgenik yang masih berwarna hijau dan belum terklorosis. Sampel ini diambil ketika tebu transgenik berumur 3 bulan dan 6 bulan.
15 3.3.3. Penanganan Contoh Tanaman Setelah sampel dipotong dari tanaman tebu transgenik, sampel dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di dalam kotak pendingin. Setelah itu sampel dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada suhu 60 0C. Sampel yang telah kering digiling dan disimpan di dalam plastik.
3.3.4. Pemilihan 20 Klon Tebu Transgenik Terbaik Untuk Analisis Kandungan N dan P Pada Umur 3 Bulan dan 6 Bulan Untuk memilih klon tebu transgenik terbaik yang akan dianalisis kandungan N dan P-nya, klon dipilih dengan memberikan skor pada masingmasing kriteria yang telah dikelompokkan dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Pemilihan ini dilakukan pada saat tebu berumur 3 dan 6 bulan. Kriteria yang digunakan adalah diameter batang, tinggi batang, jumlah batang, jumlah ruas, panjang dan lebar daun atas, panjang dan lebar daun bawah.
3.3.5.
Analisis Tanaman di Laboratorium 3.3.5.1. Analisis Kandungan Unsur N Penetapan kandungan unsur N di dalam jaringan daun tanaman tebu, dilakukan dengan Metode Kjeldahl (Lampiran 2).
3.3.5.2. Analisis Kandungan Unsur P Untuk analisis kandungan unsur P di dalam jaringan daun tanaman tebu, digunakan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray (Lampiran 3). Pengabuan basah dilakukan dengan menggunakan campuran larutan HClO4 dan HNO3.
3.3.6. Pemilihan Klon Tebu Transgenik Terbaik Klon tebu transgenik terbaik, dipilih dengan memberikan skor pada masing-masing kriteia yang telah dikelompokkan dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Kriteria
yang digunakan adalah persen
perkecambahan, diameter batang, tinggi batang, jumlah batang, jumlah ruas, indeks luas daun, kandungan unsur N dan kandungan unsur P pada tanaman.
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENANAMAN
4.1. Letak Geografis Tebu Transgenik PS IPB 1, ditanam di Kebun Percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administratif, lokasi penanaman termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Djatiroto, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur. Lokasi penanaman terletak pada 113o18’11‖ – 113°25‖5‖ Bujur Timur dan 8°70’30‖ – 8°12’30‖ Lintang Selatan. Lokasi penanaman terletak pada ketinggian 29 M di atas permukaan laut. Pada lokasi penelitian yang dikhususkan untuk penanaman tebu transgenik ini, digunakan lahan seluas ± 238. 7 m2 untuk masing-masing perlakuan3.
LOKASI PENANAMAN
Gambar 1.
3
Gambar Lokasi Penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Djatiroto.
Data Geografis PG Djatiroto 2009
17 4.2. Kondisi Iklim Curah hujan tahunan di daerah penanaman berkisar ± 1860 mm/tahun dengan jumlah hari hujan yang terjadi di daerah penanaman adalah ± 107 hari/tahun. Tipe iklim di daerah ini, merupakan tipe iklim C dan D menurut sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson, yang menunjukkan bahwa iklim di daerah ini tergolong iklim agak basah sampai sedang. Suhu udara berkisar antara 250C sampai 270C dengan kelembaban udara berkisar antara 70% sampai 83%. Lama Penyinaran yang terjadi di daerah ini, berkisar antara 40% sampai 80%4.
4.3. Keadaan Tanah Jenis tanah pada daerah penanaman adalah Mediteran Coklat berdasarkan sistem klasifikasi tanah PPT (Pusat Penelitian Tanah) yang sepadan dengan Luvisol dalam sistem klasifikasi tanah FAO/UNESCO dan Alfisol berdasarkan sistem klasifikasi tanah Taxonomi. Berdasarkan analisis awal yang dilakukan PG Djatiroto, tanah di lokasi penanaman memiliki pH 5,71 (agak masam). Kandungan hara yang ada, 0.082% N (rendah), 92.29 ppm P2O5 (sangat tinggi), dan 317.17 ppm K2O (sangat tinggi)5. Analisis tanah setelah penanaman juga dilakukan oleh Departemen ITSL Faperta IPB (Tabel 5). Tabel 5. Tabel Analisis Tanah Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB 1
pH C-org (%) N (%) P (ppm) Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al (me/100g) H (me/100g)
Lahan 1 6 0.88 0.09 22.8 14.26 6.73 0.56 0.42 23.9 91.93 Tr 0.28
Lahan 2 6 0.72 0.07 20.1 9.82 5.35 0.43 0.36 21.96 72.68 Tr 0.2
Sumber : Hasil analisis laboratorium Departemen ITSL Faperta IPB, 2009
4 5
Data Klimatologi PG Djatiroto 2009 Data Tanah PG Djatiroto 2009
18 Jenis tanah Mediteran atau Alfisol, merupakan tanah yang relatif muda. Pada tanah ini, masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin, dan kaya unsur hara. Alfisol merupakan tanah yang subur, mempuyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, dan cadangan unsur hara yang tinggi (Hardjowigeno, 1993).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis unsur N dan P tebu transgenik ini, dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif tebu. Sebanyak 62 klon Tebu transgenik PS IPB 1 yang ditanam pada kebun percobaan PG Djatiroto ini, diberikan dua perlakuan, yaitu pemupukan 25% P dari yang direkomendasikan pada Lahan 1 dan 50% P dari yang direkomendasikan pada Lahan 2. Analisis kandungan unsur N dan P pada klon-klon tebu transgenik PS IPB 1, dilakukan pada dua stadia umur tebu, yaitu pada umur tiga dan enam bulan. Sampel yang digunakan adalah sampel daun paling bawah dari masing-masing klon tebu transgenik tersebut.
Gambar 2. Gambar Lokasi Penanaman Tebu Transgenik PS IPB1, Kebun Percobaan Gedangmas V.7 PG Djatiroto 5.1. Seleksi Awal Klon Tebu Transgenik PS IPB 1 Berdasarkan Keragaannya Pada tahap awal penelitian, dari 62 klon tebu transgenik PS IPB 1 yang ditanam di lahan 1 dan 2 dipilih 20 klon tebu yang unggul dari segi keragaannya melalui skoring dengan menggunakan sebaran frekuensi data (Lampiran 1). Selanjutnya 20 klon tebu transgenik yang terbaik berdasarkan keragaannya tersebut dianalisis unsur N dan P-nya. Data keragaan yang digunakan untuk menentukan klon yang akan dianalisis pada umur tiga bulan adalah jumlah batang 1 dan 3 bulan, panjang dan lebar daun atas, serta panjang dan lebar daun bawah tebu. Dari data keragaan 62 klon tebu transgenik pada umur tiga bulan (Tabel Lampiran 1 dan 2), didapat 20 klon yang unggul dari segi keragaannya, yaitu Klon PS IPB 1-1, PS IPB 1-2, PS IPB 1-3, PS IPB 1-5, PS IPB 1-6, PS IPB 1-7, PS IPB 1-14, PS IPB 1-17, PS IPB 1-20, PS IPB 1-25, PS IPB 1-29, PS IPB 1-36, PS IPB
20 1-38, PS IPB 1-40, PS IPB 1-41, PS IPB 1-43, PS IPB 1-53, PS IPB 1-55, PS IPB 1-56, dan PS IPB 1-59. Pada analisis tahap kedua, yaitu pada saat tebu berumur enam bulan, penyeleksian 20 klon tebu unggul berdasarkan keragaan untuk dianalisis unsur N dan P-nya dilakukan kembali. Data keragaan yang digunakan untuk menentukan klon yang akan dianalisis pada umur enam bulan adalah jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, panjang dan lebar daun atas, serta panjang dan lebar daun bawah tebu. Dari data keragaan 62 klon tebu transgenik umur enam bulan (Lampiran 3 dan 4), didapat 20 klon yang unggul dari segi keragaannya, yaitu Klon PS IPB 1-1, Klon PS IPB 1-2, Klon PS IPB 1-3, Klon PS IPB 1-5, Klon PS IPB 1-7, Klon PS IPB 1-12, Klon PS IPB 1-20, Klon PS IPB 129, Klon PS IPB 1-34, Klon PS IPB 1-36, Klon PS IPB 1-39, Klon PS IPB 1-41, Klon PS IPB 1-46, Klon PS IPB 1-52, Klon PS IPB 1-53, Klon PS IPB 1-55, Klon PS IPB 1-56, Klon PS IPB 1-59, Klon PS IPB 1-70, dan Klon PS IPB 1-71. Berdasarkan pemilihan yang telah dilakukan di atas, terdapat perbedaan 20 klon tebu transgenik terbaik berdasarkan keragaannya yang terpilih pada umur tiga dan enam bulan. Hal ini dikarenakan, selain kriteria keragaan yang berbeda pada saat umur 3 dan 6 bulan, juga dikarenakan kemampuan pertumbuhan setiap klon yang berbeda-beda serta pengaruh kondisi lingkungan di lokasi penanaman yang mempengaruhi pertumbuhan masing-masing klon. Pada pembahasan selanjutnya, pembahasan lebih difokuskan pada klon tebu transgenik PS IPB 1 yang terpilih pada umur 6 bulan yang merupakan data terbaru yang lebih menunjukkan keragaan tebu pada akhir penelitian. 5.2. Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB 1 Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi budidaya tanaman tebu. Jika tanaman kekurangan nitrogen, maka tanaman akan tumbuh kerdil dan sistem perkarannya terbatas. Selain itu, pada hampir seluruh tanaman nitrogen merupakan unsur yang mengatur penyerapan dan penggunaan kalium, fosfor, dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983). Nitrogen akan mempengaruhi pertumbuhan dan rendemen yang dihasilkan tebu. Dengan penyisipan gen fitase ke tanaman tebu, diharapkan ketersediaan N akan meningkat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu. Hal ini
21 dikarenakan, tanaman yang kekurangan fosfor menjadi tidak mampu menyerap unsur lain yang salah satunya adalah nitrogen. Ketidakmampuan ini dikarenakan unsur fosfor merupakan unsur yang sangat berperan dalam metabolisme energi (ATP) (Soepardi, 1983), sehingga dengan tidak adanya P maka tanaman akan menjadi tidak mampu menyerap hara yang lain. Tanaman yang memperoleh cukup P, akan dapat tumbuh dengan baik, sehingga tanaman tersebut dapat menyerap hara secara optimal. Menurut Mengel dan Kirkby (1982) berdasarkan penelitian Gartner (1969) reaksi N tergantung seberapa baik tanaman disuplai oleh hara yang lain. Tanpa pemupukan P dan K reaksi N terhadap hasil panen lebih kecil jika dibandingkan dengan pemupukan P dan K dalam jumlah yang tepat. Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 6), ternyata pada lahan 1 (25% P) hampir keseluruhan klon tebu transgenik pada umur 3 bulan memiliki kandungan N yang lebih tinggi dari isogenik PS 851. Pada umur 6 bulan, masih terdapat 7 klon yang mengandung N di bawah isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P) juga hampir keseluruhan klon tebu transgenik memiliki kandungan N di atas isogenik PS 851, bahkan pada umur 6 bulan, keseluruhan klon tebu transgenik, memiliki kandungan N lebih tinggi dari isogenik PS 851. Tabel 6 menunjukkan bahwa besar kandungan N pada masing-masing klon berbeda-beda, di mana terdapat klon yang memiliki kandungan N yang lebih besar ataupun lebih kecil dibandingkan isogeniknya. Perbedaan besarnya kandungan nitrogen pada masing-masing klon tebu transgenik dan isogeniknya ini, selain dikarenakan kemampuan penyerapan N pada setiap klon yang berbedabeda juga dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi serapan N pada tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3- atau NH4+ dari dalam larutan tanah dan dalam bentuk NH3 dari atmosfir. Serapan Nitrogen dari larutan tanah dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada suhu rendah, NH4+ akan lebih cepat diserap dibandingkan dengan NO3-, sedangkan pada suhu yang tinggi terjadi kondisi yang sebaliknya. Ammonium diserap dengan baik pada pH yang netral dan serapan menurun seiring dengan penurunan pH, sedangkan serapan NO3- lebih cepat diserap pada nilai pH yang rendah (Rao and Rains, 1976). Gas amonia (NH3) dijerap oleh trubus melalui stomata. Serapan ini tergantung dari tekanan parsial NH3 di atmosfer. Serapan
22 NH3 tidak terjadi pada tekanan parsial atmosfer yang lebih kecil dari 2.5 nbar pada suhu 260C. Peningkatan tekanan membuat serapan NH3 meningkat dan penurunan tekanan parsial menyebabkan kehilangan NH3 dari tanaman (Mengel dan Kirkby, 1982). Tabel 6. Tabel Hasil Analisis Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya (%). Lahan 1 (25% P) 3 Bulan 6 Bulan Klon N (%) Klon N (%) 29 2,170 7 1,050 70 2,120 34 1,050 46 1,840 12 1,015 5 1,820 39 0,980 12 1,770 46 0,945 56 1,750 53 0,945 39 1,740 70 0,945 52 1,740 71 0,945 71 1,700 5 0,910 1 1,680 20 0,910 20 1,680 55 0,910 36 1,645 1 0,875 2 1,575 3 0,875 53 1,575 Isogenik 0,875 34 1,520 2 0,840 7 1,505 29 0,805 3 1,470 36 0,805 41 1,470 52 0,805 Isogenik 1,435 56 0,805 59 1,400 41 0,770 55 1,225 59 0,735
Lahan 2 (50% P) 3 Bulan 6 Bulan Klon N (%) Klon N (%) 71 1,980 71 1,610 34 1,810 53 1,470 53 1,785 12 1,400 41 1,645 70 1,365 39 1,630 55 1,330 5 1,575 39 1,295 55 1,575 46 1,295 52 1,560 36 1,260 20 1,505 52 1,260 12 1,490 20 1,225 70 1,490 56 1,225 2 1,435 59 1,225 3 1,435 5 1,190 46 1,420 1 1,155 59 1,400 29 1,155 36 1,365 3 1,120 1 1,295 7 1,120 7 1,260 34 1,120 Isogenik 1,225 41 1,120 56 1,190 2 1,085 29 1,155 Isogenik 0,945
Dengan mengurutkan nilai kandungan nitrogen klon tebu transgenik PS IPB 1 dan isogeniknya (Tabel 6), pada lahan 1 tebu umur 3 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 70, 46, 5, 12, 56, 39, 52, 71, 1, 20, 36, 2, 53, 34, 7, 3, 41, isogenik PS 851, 59, 55. Pada lahan 1 tebu umur 6 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-7, 34, 12, 39, 46, 53, 70, 71, 5, 20, 55, 1, 3, isogenik PS 851, 2, 29, 36, 52, 56, 41, 59 (Gambar 3). Pada lahan 2 tebu umur 3 bulan kandungan N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-71, 34, 53, 41, 39, 5, 55, 52, 20, 12, 70, 2, 3, 46, 59, 36, 1, 7, isogenik PS 851, 56, 29. Pada lahan 2 tebu umur 6 bulan kandungan
23 N yang tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB 1-71, 53, 12, 70, 55, 39, 46, 36, 52, 20, 56, 59, 5, 1, 29, 3, 7, 34, 41, 2, isogenik PS 851 (Gambar 4).
2,3
Nitrogen (%)
2,1 1,9 1,7 1,5 1,3
1,1 0,9 0,7
Klon 3 Bulan
Nitrogen (%)
Gambar 3.
6 Bulan
Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1 (25% P).
2,3 2,1 1,9 1,7 1,5 1,3 1,1 0,9 0,7
Klon 3 Bulan
Gambar 4.
6 Bulan
Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2 (50% P).
Berdasarkan umurnya (Gambar 3 dan 4), ternyata kandungan nitrogen tebu transgenik pada lahan 1 saat tebu berumur 3 bulan, jelas terlihat lebih tinggi dibandingkan pada saat tebu berumur 6 bulan. Pada lahan 2 walaupun tidak terlalu jauh perbedaannya, namun hampir keseluruhan klon tebu pada saat berumur 3 bulan, memiliki kandungan nitrogen yang lebih tinggi daripada tebu
23 berumur 6 bulan. Hal ini dikarenakan tebu menyerap unsur N terbanyak pada saat berumur 3 sampai 4 bulan (Sudiatso, 1980). Selain itu, unsur N sangat diperlukan pada fase pemanjangan batang yang terjadi pada saat tebu berumur 4-9 bulan (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005), sehingga kemungkinan unsur N yang terdapat pada tebu saat berumur 6 bulan sudah digunakan tanaman tebu untuk pertumbuhan dan pemanjangan batangnya, baik jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan pengembangan tajuk daunnya. Penurunan konsentrasi nitrogen berdasarkan waktu juga dinyatakan oleh Ziadi et al. (2008), di mana semakin matang tanaman maka konsentrasi nitrogen akan menurun. Selain itu, menurut Hooker et al. (1980) kehilangan NH3 terjadi lebih besar pada saat tanaman berumur lebih lanjut, dibandingkan saat masih muda. Hal ini, mengakibatkan kandungan nitrogen pada saat tanaman berumur lebih muda, menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat tanaman berumur lebih tua. Berdasarkan perlakuan yang diterapkan (Gambar 5 dan 6), ternyata terjadi fenomena yang berbeda diantara kedua lahan pada stadia umur 3 bulan dan 6 bulan. Pada saat berumur 3 bulan ternyata kandungan nitrogen klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P), dominan lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2 (50% P). Pada saat berumur 6 bulan kandungan nitrogen klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P) seluruhnya lebih rendah dibandingkan dengan lahan 2. Namun perbedaan kandungan hara pada lahan 1 dan lahan 2 pada umur 3 bulan, tidak berbeda secara signifikan. Saat tebu berumur 6 bulan, perbedaan kandungan nitrogen pada kedua lahan terlihat jelas. Menurut pendapat Dwisejoputro (1980), terdapat pengaruh timbal balik antara ketersediaan fosfor dengan serapan nitrogen, di mana jika fosfat yang tersedia di dalam tanah tidak cukup banyak, maka serapan nitrogen akan berkurang. Berdasarkan analisis tanah yang telah dilakukan sebelumnya, kandungan P pada lahan sebelum ditanami menunjukkan kandungan P yang tinggi. Pada umur 3 bulan, ternyata pada lahan 1 yang diberikan pemupukan hara P yang lebih rendah sebagian besar klon-klon tebu transgenik mampu menyerap nitrogen lebih tinggi dibandingkan klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 walaupun tidak terlalu jauh perbedaannya. Kondisi hara P yang tinggi pada lahan menyebabkan tanaman berada pada kondisi hara P
25 yang cukup sehingga tidak mengganggu serapan hara nitrogen. Selain itu, dengan adanya gen fitase yang telah disisipkan pada tebu transgenik, memungkinkan tanaman dapat mengubah hara P yang terikat dalam bentuk P organik menjadi tersedia, sehingga ketersediaan P di dalam tanaman mencukupi walaupun dalam kondisi pemupukan P yang rendah. Hal ini, juga dinyatakan oleh Susiyanti et al. (2006), bahwa penyisipan gen fitase dapat meningkatkan ketersediaan P dalam jaringan tanaman maupun di sekitar perakaran, sehingga pemakaian pupuk P lebih efisien.
2 1,8
(%)
Nitrogen
2,2
1,6 1,4 1,2
1
Klon Lahan 1
Gambar 5.
Lahan 2
Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2
Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan.
1,8
1,4 1,2
(%)
Nitrogen
1,6
1,0 0,8 0,6
Klon Lahan 1
Gambar 6.
Lahan 2
Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2
11 Grafik Kandungan Nitrogen Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan.
26 Ketika berumur 6 bulan, sebagian hara telah digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan tanaman tebu, sehingga kemungkinan hara yang ada semakin berkurang. Pada lahan 1 dengan 25% pemupukan P, kemungkinan terjadinya kekurangan hara lebih besar dibandingkan dengan lahan 2 yang menerima pemupukan P lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan serapan nitrogen pada lahan 2 (50% P) lebih tinggi, dibandingkan dengan lahan 1 (25% P).
5.3. Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB 1 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, klon-klon tebu transgenik dan isogeniknya diberikan dua perlakuan pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi pemupukan untuk tanaman tebu. Pada lahan 1 diberikan pemupukan P 25% dari rekomendasi dan pada lahan 2 diberikan pemupukan P 50% dari rekomendasi. Pemupukan P yang lebih rendah dari rekomendasi ini, dikarenakan tanah yang digunakan untuk penanaman telah memiliki kandungan P yang sangat tinggi (92. 29 ppm). Aktivitas fitase dipengaruhi oleh ketersediaan P dan fitat di dalam jaringan maupun zona perakaran, di mana aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P yang rendah dan ketersediaan fitat yang tinggi pada tanaman (Susiyanti et al., 2007). Pemupukan P yang lebih rendah pada lahan 1 dibandingkan dengan lahan 2 memungkinkan serapan hara yang lebih rendah oleh tanaman tebu pada lahan 1, sehingga aktivitas fitase pada tanaman tebu dengan perlakuan pemupukan P 25% dapat lebih terpicu dibandingkan dengan perlakuan pemupukan P 50%. Walaupun fosfor terdapat banyak di dalam tanah, namun sebagian fosfor tidak tersedia bagi tanaman. Fosfor larut yang ditambahkan ke dalam tanah, sebagian akan terikat oleh liat, alumunium, besi ataupun kalsium sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sekalipun keadaan tanah sangat baik (Soepardi, 1983). Sebagian fosfor yang telah diserap oleh tanaman, juga akan diubah ke dalam bentuk fitat yang sukar digunakan oleh tanaman (Zul et al., 2006). Dari hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 7), ternyata pada lahan 1 (25% P) umur 3 bulan, keseluruhan klon tebu transgenik memiliki kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851, sedangkan pada umur 6 bulan
27 terdapat 7 klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P di bawah isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P) juga masih terdapat cukup banyak klon transgenik yang memiliki kandungan P di bawah isogenik 851, dimana 9 klon pada umur 3 bulan dan 8 klon pada umur 6 bulan.
Tabel 7. Tabel Hasil Analisis Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya (ppm). Lahan 1 (25% P) 3 Bulan 6 Bulan Klon P (ppm) Klon P (ppm) 29 750 46 631 46 546 20 555 53 512 52 453 36 496 12 449 12 490 71 445 71 458 70 360 2 418 7 254 52 416 41 208 41 414 55 203 20 389 36 191 56 373 56 186 55 344 53 182 5 332 29 178 3 328 Isogenik 153 39 305 5 148 7 291 3 136 34 273 59 123 70 264 1 119 59 262 39 114 1 90 2 110 Isogenik 74 34 85
Lahan 2 (50% P) 3 Bulan 6 Bulan Klon P (ppm) Klon P (ppm) 29 738 55 636 20 734 36 547 55 734 53 530 5 656 39 458 46 634 52 359 71 597 70 356 70 460 59 326 56 447 41 315 52 444 29 314 3 426 46 302 39 416 34 292 Isogenik 410 3 284 59 397 Isogenik 278 41 381 1 258 36 373 71 242 34 328 56 225 12 296 5 203 53 266 12 203 7 201 2 191 2 172 20 148 1 111 7 93
Adanya klon tebu transgenik yang memiliki kandungan fosfor lebih tinggi maupun lebih rendah dari isogenik PS 851, dikarenakan secara alami tanaman tebu telah memiliki aktifitas fitase, di mana pada klon PS 851 berkisar antara 0.047-0.059 U ml-1 (Nurhasanah, 2007). Dengan adanya aktifitas fitase ini, memungkinkan klon tebu isogenik PS 851 masih memiliki kandungan P yang lebih tinggi dari beberapa klon tebu transgenik walaupun pada kondisi pemupukan hara yang rendah. Selain itu, meningkat atau menurunnya ekspresi suatu gen (aktivitas fitase) dari tanaman juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut berada dan oleh perkembangan dari tanaman itu sendiri (Santosa
28 et al., 2009), sehingga terdapat klon-klon tebu transgenik yang memiliki kandungan P lebih tinggi ataupun lebih rendah dari isogenik PS 851. Serapan fosfor sangat dipengaruhi oleh perbedaan pH antara permukaan akar dengan larutan tanah yang juga dipengaruhi oleh bentuk N yang ditambahkan. Jika penambahan N yang diberikan dalam bentuk NO3-, maka serapan anion akan lebih besar dibandingkan dengan serapan kation sehingga OHakan dilepaskan dari akar dan menyebabkan pH pada permukaan akar akan lebih basa dibandingkan dengan larutan tanah sehingga serapan P dapat terjadi. Sedangkan jika penambahan N yang diberikan dalam bentuk NH+, serapan kation akan lebih besar dibadingkan dengan anion sehingga H+ akan dilepaskan dari akar sehingga pH permukaan akar akan lebih asam dibandingkan dengan larutan tanah Kirkby (1981 dalam Mengel dan Kirkby, 1982). Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi serapan P ini memungkinkan perbedaan kandungan fosfor yang terdapat pada jaringan tanaman sehingga kandungan fosfor pada klon-klon tebu transgenik dan isogeniknya berbeda. Dengan mengurutkan nilai kandungan fosfor pada klon tebu transgenik dan isogeniknya (Tabel 7), pada lahan 1 tebu umur 3 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 46, 53, 36, 12, 71, 2, 52, 41, 20, 56, 55, 5, 3, 39, 7, 34, 70, 59, 1, isogenik PS 851. Pada lahan 1 tebu umur 6 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-46, 20, 52, 12, 71, 70, 7, 41, 55, 36, 56, 53, 29, isogenik PS 851, 5, 3, 59, 1, 39, 2, 34 (Gambar 7). Pada lahan 2 tebu umur 3 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-29, 20, 55, 5, 46, 71, 70, 56, 52, 3, 39, isogenik PS 851, 59, 41, 36, 34, 12, 53, 7, 2, 1. Pada lahan 2 tebu umur 6 bulan kandungan P tertinggi hingga terendah adalah Klon PS IPB1-55, 36, 53, 39, 52, 70, 59, 41, 29, 46, 34, 3, isogenik PS 851, 1, 71, 56, 5, 12, 2, 20, 7 (Gambar 8).
29
Fosfor (ppm)
800 600 400 200 0
Klon 3 Bulan
6 Bulan
Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan
Gambar 7. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 1.
Fosfor (ppm)
800 600 400 200 0
Klon 3 Bulan
Gambar 8.
6 Bulan
Batas Isogenik 3 Bulan Batas Isogenik 6 Bulan
Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Umur 3 dan 6 Bulan Pada Lahan 2.
Berdasarkan umurnya (Gambar 7 dan 8), baik pada lahan 1 dan lahan 2, besar kandungan P yang terlihat, tidak berbeda jauh antara umur 3 bulan dan 6 bulan. Namun terlihat, hampir keseluruhan kandungan fosfor klon-klon tebu tansgenik pada saat berumur 3 bulan lebih tinggi dibandingan dengan klon tebu saat berumur 6 bulan. Hal ini dikarenakan, pada tanaman tebu fosfor diserap terbanyak pada umur satu bulan dan seterusnya menurun sampai suatu tingkat rendah tertentu (Sudiatso, 1980). Selain itu Bolland dan Paynter (1994) menyatakan konsentrasi P akan menurun dengan semakin meningkatnya kematangan tanaman. Kandungan fosfor yang lebih tinggi pada saat tebu berumur tiga bulan, juga dikarenakan pemupukkan P dilakukan pada saat awal tanam.
30 Berdasarkan perlakuannya (Gambar 9 dan 10), hampir keseluruhan kandungan fosfor klon-klon tebu transgenik pada lahan 2 (50% P) lebih tinggi dibandingkan dengan klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P). Namun jika diperhatikan, sebagian besar nilai kandungan fosfor klon-klon tebu transgenik pada lahan 1 (25% P) dan lahan 2 (50% P) tidak berbeda secara signifikan. Dapat diduga aktifitas fitase pada lahan 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2, karena kandungan hara P yang lebih rendah pada lahan 1 memicu aktifitas fitase untuk membebaskan P yang terikat baik di dalam jaringan tanaman maupun di daerah perakaran.
800
(ppm)
Fosfor
600 400
200 0
Klon Lahan 1
Lahan 2
Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2
Gambar 9. Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 3 Bulan.
800
(ppm)
Fosfor
600 400
200 0
Klon Lahan 1
Gambar 10.
Lahan 2
Batas Isogenik Lahan 1 Batas Isogenik Lahan 2
Grafik Kandungan Fosfor Tebu Transgenik PS IPB1 dan Isogeniknya Pada Lahan 1 dan Lahan 2 Umur 6 Bulan
31 Hal ini, sesuai dengan pendapat Susiyanti et al. (2007) yang menyatakan aktifitas fitase akan dipicu oleh ketersediaan P dalam tanaman yang kurang, sehingga tanaman mengaktifkan enzim fitase untuk melepaskan P yang terikat dalam media tumbuh atau dalam jaringan. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis aktivitas fitase pada tanaman tebu transgenik PS IPB1 yang telah dilakukan, di mana aktifitas fitase tebu di lahan 1 secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 2 (Santosa et al., 2009). Pada lahan penanaman dengan perlakuan pemupukan 25% P dari rekomendasi (lahan 1), P di dalam tanah sebesar 101,72 ppm P2O5. Jumlah P ini diperoleh dari penjumlahan P di dalam tanah sebelum penanaman (92,29 ppm P2O5) dan P yang ditambahkan dari pupuk dengan perlakuan 25% P dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu (9,43 ppm P2O5). Dilihat dari hasil analisis kandungan P pada tanaman (Tabel 7) ternyata hampir seluruh kandungan P pada jaringan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan P di dalam tanah, hanya 1 klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki kandungan P dibawah kandungan P di dalam tanah yaitu klon PS IPB 1-1 pada umur 3 bulan. Pada lahan penanaman dengan perlakuan pemupukan 50% P dari rekomendasi (lahan 2), P di dalam tanah sebesar 111,14 ppm P2O5. Jumlah P ini diperoleh dari penjumlahan P di dalam tanah sebelum penanaman (92,29 ppm P2O5) dan P yang ditambahkan dari pupuk dengan perlakuan 50% P dari rekomendasi pemupukan P untuk tanaman tebu (18,85 ppm P2O5). Dilihat dari hasil analisis kandungan P pada tanaman ternyata seluruh kandungan P pada jaringan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan P di dalam tanah. Kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan P yang tersedia di dalam tanah ini, kemungkinan besar akibat adanya aktifitas fitase yang meningkatkan ketersediaan P di dalam jaringan tanaman maupun akibat adanya gen fitase yang terlepas dari perakaran sehingga meningkatkan ketersediaan P di daerah perakaran. Analisis kadar hara yang terdapat di dalam tanaman ini, belum dapat menunjukkan keragaan tanaman vegetatif seutuhnya. Hal ini dikarenakan terdapat tanaman yang memiliki kadar hara lebih rendah, namun memiliki keragaan yang lebih baik (jumlah batang banyak ataupun tinggi batang yang lebih tinggi)
32 sedangkan tanaman yang memiliki kadar hara lebih tinggi, namun memiliki keragaan yang kurang baik (jumlah batang sedikit ataupun tiggi batang yang lebih rendah). Agar dapat mengkorelasikan keragaan tanaman tebu, maka jumlah serapan hara lebih baik untuk digunakan 5.4. Rendemen Tebu Transgenik PS IPB 1 Proses kemasakan tebu, digambarkan oleh semakin meningkatnya rendemen atau perolehan gula sampai pada titik maksimum. Sesudah titik maksimum dicapai cepat atau lambat (tergantung jenis atau kondisi tanaman) rendemen menurun kembali (Sudiatso, 1980). Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di dalam batang tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sakarosa tertinggi berada di dalam ruas-ruas bawah, semakin ke atas dan ke bawah dari posisi tersebut, kadar sakarosa semakin berkurang (Sutardjo, 1994). Proses kemasakan berjalan dari ruas ke ruas, sedangkan derajat kemasakan tiap-tiap ruas tergantung dari umurnya. Pada tebu yang matang kadar sakarosa maksimum menjadi lebih tinggi, dan menurunnya kadar tersebut ke atas menjadi kurang. Kadar sakarosa antara batang bawah dan atas hampir sama. Jika tebu sudah menjadi masak betul, maka kadar sakarosa menjadi hampir sama tinggi di semua ruas kecuali pada bagian pucuk yang teratas. Kadar sakarosa yang rendah di pucuk berhubungan dengan belum terbentuknya ruas-ruas di tempat itu. Juga bagian batang di bawah permukaan tanah mempunyai kadar sakarosa yang rendah karena tingginya kadar sabut (Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim, 2005). Dikarenakan penelitian hanya dilakukan pada saat fase pertumbuhan vegetatif tebu, maka perolehan rendemen nyata belum dapat ditentukan. Namun, berdasarkan uraian yang telah disebutkan, rendemen sangat terkait dengan batang tebu. Faktor-faktor yang terkait dengan batang tebu, yaitu jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, dan jumlah ruas. Dari faktor-faktor ini, maka bakat rendemen
yang diperoleh dari tebu dapat
diperkirakan.
Untuk dapat
memperkirakan dan membandingkan rendemen yang dihasilkan maka dilakukan pengelompokan dengan sebaran frekuensi data, dan memberikan skor untuk masing-masing faktor yang terkait dengan rendemen tersebut (Lampiran 3).
33 Pada Gambar 12, terlihat perbandingan besarnya jumlah skor dari masingmasing klon. Skor klon tebu transgenik pada lahan 2 (50% P) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 1 (25% P), namun perbedaan skor di kedua lahan tidak berbeda secara signifikan. Dilihat dari skor kedua lahan (lahan 1 dan lahan 2) maupun skor total, klon tebu transgenik PS IPB 1-59, 20, 55, 5, 53 selalu menempati urutan skor yang tinggi, hal ini menunjukkan klon tersebut dapat dikatakan unggul berdasarkan bakat rendemen yang dihasilkan.
1600 1400 1200 Skor
1000 800 600 400 200 0
Skor Lahan 1
Skor Lahan 2
Total skor
Klon
Batas Isogenik Lahan 1 Lahan 2
Batas
Isogenik
Batas Isogenik Total Skor
Gambar 11. Grafik Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan. Dari total skor kedua lahan (lahan 1 dan lahan 2), ternyata 14 klon tebu transgenik PS IPB1 memiliki skor yang lebih tinggi dibanding isogenik PS 851. Jika diurutkan berdasarkan perolehan total skor tertinggi hingga terendah dari kedua lahan yaitu PS IPB1-59, 20, 55, 5, 53, 3, 29, 2, 71, 1, 34, 41, 7, 56, isogenik PS 851, 36, 39, 70, 12, 52, 46. Jika dibandingkan berdasarkan skor masingmasing perlakuan (Tabel Lampiran 8), ternyata pada lahan 1 (25% P) terdapat 15 klon tebu transgenik yang memiliki skor lebih tinggi dari isogenik PS 851 dengan urutan dari yang terbesar hingga terkecil adalah PS IPB1-59, 20, 5, 53, 55, 71, 34, 2, 3, 29, 1, 7, 56, 12, 36, isogenik PS 851, 39, 41, 46, 70, 52. Sedangkan pada lahan 2 (50% P) terdapat 8 klon tebu transgenik yang memiliki skor lebih tinggi
34 dari isogenik dengan urutan dari yang terbesar hingga terkecil adalah PS IPB1-55, 59, 20, 5, 29, 3, 41, 53, isogenik PS 851, 1, 2, 36, 56, 39, 7, 71, 70, 34, 52, 12, 46.
5.5. Klon Unggul Tebu Transgenik PS IPB 1 Usaha untuk mendapatkan varietas tebu yang unggul terutama ditujukan untuk perbaikan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan tebu. Rekayasa genetika dengan penyisipan gen fitase dipilih untuk dilakukan agar mendapatkan varietas tebu yang unggul, hal ini dikarenakan gen fitase dapat menghasilkan enzim yang dapat mengubah senyawa fitat, yaitu senyawa organik yang menyimpan fosfat di dalam sel tanaman (Zul, 2006). Penyeleksian klon unggul transgenik dibandingkan dengan klon lain, diseleksi berdasarkan berbagai faktor yang telah diperoleh. Penyeleksian ini dilakukan berdasarkan keragaannya (persen perkecambahan, jumlah batang, tinggi batang, diameter batang, jumlah ruas, dan indeks luas daun), serta kandungan nitrogen dan fosfor. Sama seperti penyeleksian rendemen, penyeleksian ini juga dilakukan dengan pengelompokkan faktor-faktor yang ada berdasarkan sebaran frekuensi data dan memberikan skor untuk masing-masing faktor tersebut (Lampiran 3). Berdasarkan skor yang diperoleh, ternyata pada lahan 1 (25% P) semua klon tebu transgenik memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851. Pada lahan 2 (50% P), hanya 18 klon transgenik dari 20 klon yang memiliki skor di atas isogenik PS 851. Sedangkan secara keseluruhan (total skor kedua lahan), ternyata seluruh klon tebu transgenik PS IPB1, memiliki skor diatas isogenik PS 851. Perbandingan skor masing-masing klon, dapat dilihat pada Gambar 13. Dengan mengurutkan perolehan skor tertinggi hingga terendah untuk masing-masing klon pada lahan 1, yaitu Klon PS IPB1-20, 5, 59, 53, 29, 71, 34, 12, 7, 46, 3, 2, 55, 56, 1, 36, 39, 70, 41, 52, isogenik PS 851. Pada lahan 2, yaitu Klon PS IPB1-55, 52, 5, 41, 36, 70, 29, 53, 59, 39, 3, 56, 2, 20, 12, 1, 71, 34, isogenik PS 851, 46, 7. Sedangkan urutan perolehan skor tertinggi hingga terendah secara keseluruhan (total skor kedua lahan) adalah Klon PS IPB1-55, 5, 20, 59, 29, 53, 71, 3, 36, 12, 2, 52, 70, 34, 41, 56, 39, 1, 46, 7, isogenik PS 851. Dari seleksi dengan skoring sebaran frekuensi data yang dilakukan, secara
35 keseluruhan dapat terlihat lima klon unggul tebu transgenik PS IPB 1 dari segi keragaan dan kandungan unsur N dan P yang telah dianalisis adalah Klon PS IPB1-55, 5, 20, 59, dan 29.
2500
Skor
2000 1500 1000 500 0
Klon Skor Lahan 1
Skor Lahan 2
Total skor
Batas Isogenik Lahan 1 Lahan 2
Batas
Isogenik
Batas Isogenik Total Skor
Gambar 12. Grafik Total Skor Masing-Masing Klon Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Tidak seluruh klon tebu transgenik PS IPB 1 memiliki kandungan N dan P lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS 851. Namun, klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 yang memiliki kandungan N dan P yang lebih tinggi dibandingkan isogenik PS 851, lebih banyak dibandingkan klon-klon yang memiliki kandungan N dan P lebih rendah dibandingkan isogenik PS 851. 2. Berdasarkan umur tebu kandungan N dan P pada umur tiga bulan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan umur 6 bulan. Berdasarkan perlakuan yang diterapkan, klon-klon tebu transgenik PS IPB 1 pada lahan 2 (50% P) memiliki kandungan N dan P yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan klon-klon pada lahan 1 (25% P). 3. Berdasarkan seleksi yang dilakukan, 5 klon tebu transgenik yang memiliki peluang rendemen tertinggi adalah Klon PS IPB1-59, Klon PS IPB1-20, Klon PS IPB1-55, Klon PS IPB1-5, Klon PS IPB1-53. Sedangkan klon tebu transgenik yang unggul berdasarkan skoring seluruh kriteria yang ada adalah Klon PS IPB1-55, PS IPB1-5, PS IPB1-20, PS IPB1-59, dan PS IPB1-29.
6.2. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan hingga masa kemasakan tebu untuk mengetahui pengaruh aktifitas fitase pada pertumbuhan tebu dan kandungan unsur P dan N, serta untuk mengetahui rendemen nyata yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, B. 2008. Ekonomi swasembada gula indonesia. Eco Rev. 211: 1-12. Bolland, M. D. A. and B. H. Paynter. 1994. Critical phosphorus concentrations for burr medic, yellow serradella, subterranean clover, and wheat. Comm. Soil Sci. and Plant Anal. 25:385-394. Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:PT Gramedia. Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants Principles and Perspectives. New Delhi : Wiley Eastern Limited. Fauconnier, R. 1993. The Tropical Agriculturalist, Sugar Cane. London : The Macmillan Press Ltd. Glaz, B., G. Powell, R. Perdomo, and M. F. Ulloa. 2000. Sugarcane genotype response to phosphorus fertilizer in the everglades. Agron. J. 92:887-894. Gilbert, R. A., M. G. Meagher, J. C. Comstock, J. D. Miller, M. Jain, and A. Abouzid. 2005. Agronomic evaluation of sugarcane lines trasformed for resistance to Sugarcane mosaic virus strain E. Crop Sci. 45:2060-2067. Handoko, H.B. 2008. Tempe-Makanan Unggulan Masa Depan. http://haryobagus handokonews.wordpress.com/category/kesehatan-dan-nutrisi/page/3/ [5 Mei 2009]. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika Pressindo. Hooker, M. L., D. H. Sander, G. A. Peterson, and L. A. Daigger. 1980. Gaseous N losses from winter wheat. Agron. J. 72:789-792. Jones, B., B. Wolf, and H. A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Georgia:Micro-Macro Publishing, Inc. [KCM] Kompas Cyber Media. 19 Desember 2003. Impor Gula 2004 Sekitar 800.000 Ton. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0312/19/ekonomi/ 755567.htm [12 Juni 2009]. [KCM] Kompas Cyber Media. 5 Desember 2006. Antisipasi Defisit Stok, Impor Gula Disetuju. http://www2.kompas.com/ver1/ekonomi/0612/05/051201. htm [14 Juni 2009]. Kuntohartono, T. dan J. P. Thijsse. 2009. Detil Data Saccharum officinarum Linn. http://www.kehati.or.id/florakita/browser.php?docsid=698 [10 Juni 2009].
38 Kurniawan, R. E. K. dan S. Handayani. 2005. Pengaruh kerapatan bongkah dan jeluk muka air tanah terhadap pertumbuhan dan serapan fosfor sawi. J. Ilmu Tanah dan Lingk. 5:62-69. Leiwakabessy, F. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor : IPB. Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Bogor : IPB. Mengel, K. and E. A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Switzerland : International Potash Institut. Nurhasanah, A. 2007. Penyisipan Gen Fitase Pada Tebu (Sacharum officinarum L.) Varietas PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260 [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. Rao, K. P. and D. W. Rains. 1976. Nitrate absorption by barley. Plant Physiol. 57:59-62. Santosa, D. A. 2004. Konstruksi Tebu Transgenik Budidaya Hasil Tinggi dan Efisien Dalam Memanfaatkan Hara P Melalui Transfer Gen Fitase Asal Bakteri. Laporan tahun I 2004. Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID). IPB. November 2004. 21 hlm. Santosa, S. 2007. Mineral Bagi Tanaman. http://sugihsantosa.atspace.com/ artikel/mineral.html [4 Mei 2009]. Santosa, D. A., K. Murtilaksono, A. Purwito, dan Susiyanti. 2009. Uji Keragaan Tebu Transgenik Fitase PS IPB1 MT 2008/2009. Laporan Tahap I 2009. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan PTPN XI. Bogor, 12 Maret 2009. 35 hlm. Satori, A. 2008. Bioteknologi. http://pmt34.web.id/?pg=121&id=24 [26 April 2009]. Satuan Kerja Pengembangan Tebu Jatim. 2005. Standar Karakterik Pertumbuhan Tebu. Jawa Timur. http://tebu.mine.nu/karakteristik_tebu/standar_karakterik _pertumbuhan.htm [10 Juni 2009]. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : IPB. Sudiatso, S. 1980. Bertanam Tebu. Bogor : IPB.
39 Susiyanti, R. H. Zul, A. Nena, G. A. Wattimena, M. Surahman, A. Purwito, S. Anwar, dan D. A. Santosa. 2006. Transformasi beberapa klon tebu melalui Agrobacterium tumefaciens GV 2260 dengan plasmid PBIN1-ECS dan PMA yang membawa gen fitase. Di dalam Sujiprihati S, Sudarsono, Sobir, Purwito A, Yudiwanti, Wirnas D (penyunting) Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Permuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agustus 2006. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm 213-217. Susiyanti, G. A. Wattimena, M. Surahman, A. Purwito, dan D. A. Santosa. 2007. Transformasi tanaman tebu (cv. PSJT 94-41) dengan gen fitase menggunakan Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pBinPI-IIEC). Bul. Agron. 35:205-211. Sutardjo, E. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Malang : PT Bumi Aksara. Tya, N. 2008. Impor Gula 110 ton di Awal 2008. http://nennytya.wordpress.com /2008/01/13/impor-gula-110-ribu-ton-di-awal-2008/ [14 Juni 2009]. Widowati, S., D. Andriani, E. I. Riyanti, P. Raharto, dan L. Sukarno. 2001. Karakterisasi fitase dari Bacillus coagulans. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman; Bogor, 30-31 Januari 2001. Ziadi, N., G. Belanger, A. N. Cambouris, N. Tremblay, M. C. Nolin, and A. Claessens. 2008. Relationship between phosphorus and nitrogen concentrations in spring wheat. Agron J. 100:80-86. Zul, R. H., A. Purwito, dan D. A. Santosa. 2006. Pengaruh penambahan BAP dan kinetin pada media terhadap regenerasi dan pertumbuhan kalus transgenik tebu var. CB 6979. Di dalam Sujiprihati S, Sudarsono, Sobir, Purwito A, Yudiwanti, Wirnas D (penyunting) Sinergi Bioteknologi dan Pemuliaan Dalam Perbaikan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Permuliaan Tanaman; Bogor, 1-2 Agustus 2006. Bogor : Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. hlm 454-457.
LAMPIRAN
41 Lampiran 1. Skoring Dengan Menggunakan Sebaran Frekuensi Data, Untuk Mencari 20 Klon Terbaik Pada Saat Umur 3 Bulan, 6 Bulan, dan Penyeleksian Klon Tebu Transgenik Terbaik. Untuk mencari 20 klon yang digunakan pada analisis 3 dan 6 bulan, serta penyeleksian klon tebu transgenik terbaik, dilakukan dengan mengelompokkan data-data yang ada dengan menggunakan sebaran frekuensi data. Data-data yang telah dikelompokkan diberikan nilai skor, di mana semakin tinggi kelas, skor yang diberikan semakin tinggi. Skor ini berbeda untuk masingmasing kriteria, yaitu :
Tabel Lampiran 1. Tabel Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas Kriteria Aktifitas Fitase Diameter Batang Tinggi Batang Jumlah Batang P Total N Total Jumlah Ruas Indeks Luas Daun Panjang Daun Lebar Daun Persen Perkecambahan
1 30 30 30 20 20 20 20 10 10 10 10
2 60 60 60 40 40 40 40 20 20 20 20
3 90 90 90 60 60 60 60 30 30 30 30
Skor Untuk Masing-Masing Kelas 4 5 6 7 120 150 180 210 120 150 180 210 120 150 180 210 80 100 120 140 80 100 120 140 80 100 120 140 80 100 120 140 40 50 60 70 40 50 60 70 40 50 60 70 40 50 60 70
8 240 240 240 160 160 160 160 80 80 80 80
Untuk membuat sebaran frekuensi data dan menentukan klon pilihan, terdapat beberapa langkah, yaitu : 1. Menentukan banyaknya selang kelas Banyaknya selang kelas = 3.3 log (n)+1 2. Menentukan lebar selang kelas Lebar selang kelas = ( Xmax-Xmin ) / banyaknya selang kelas 3. Masukkan data-data yang ada ke dalam masing-masing kelas 4. Berikan skor pada masing-masing data 5. Jumlahkan skor yang diperoleh untuk setiap klon, berdasrkan kriteria yang ada 6. Urutkan skor yang diperoleh masing-masing klon, untuk mendapatkan klon terbaik (skor semakin tinggi).
42 Lampiran 1. (lanjutan) Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Pada Saat Pemilihan Klon Untuk dianalisis Unsur P dan N-nya Pada Umur 3 dan 6 Bulan Kriteria pada umur 3 bulan Panjang Daun Atas (cm) 47-63 64-80 81-97 98-114 115-131 132-148 149-165 166-182
Panjang Daun Bawah (cm) 24-37 38-51 52-65 66-79 80-93 94-107 108-121 122-135 Jumlah Batang 1 Bulan (satuan) 1-4 5-8 9-12 13-16 17-20 21-24 25-28 29-32
Lebar Daun Bawah (cm) 1,2-1,4 1,5-1,7 1,8-2,0 2,1-2,3 2,4-2,6 2,7-2,9 3,0-3,2 3,3-3,5
Lebar Daun Atas (cm) 1,1-1,5 1,6-2,0 2,1-2,5 2,6-3,0 3,1-3,5 3,6-4,0 4,1-4,5 4,6-5,0 Jumlah Batang 3 Bulan (satuan) 1-6 7-12 13-18 19-24 25-30 31-36 37-42 43-48
Kriteria pada umur 6 bulan Panjang Daun Atas (cm) 136-142 143-149 150-156 157-163 164-170 171-177 178-184 185-191 Tinggi Batang (cm) 98-112 113-127 128-142 143-157 158-172 173-187 188-202 203-217
Panjang Daun Bawah (cm) 126-131 132-137 138-143 144-149 150-155 156-161 162-167 168-173 Diameter Batang (cm) 2,0-2,13 2,14-2,27 2,28-2,41 2,42-2,55 2,56-2,69 2,70-2,83 2,84-2,97 2,98-3,11
Lebar Daun Atas (cm) 3,3-3,5 3,6-3,8 3,9-4,1 4,2-4,4 4,5-4,7 4,8-5,0 5,1-5,3 5,4-5,6 Jumlah Batang (Satuan) 4-9 10-15 16-21 22-27 28-33 34-39 40-45 46-51
Lebar Daun Bawah (cm) 3,0-3,2 3,3-3,5 3,6-3,8 3,9-4,1 4,2-4,4 4,5-4,7 4,8-5,0 5,1-5,3 Jumlah Ruas (satuan) 6-7,1 7,2-8,3 8,4-9,5 9,6-10,7 10,8-11,9 12,0-13,1 13,2-14,3 14,4-15,5
43
Lampiran 1. (lanjutan) Selang Kelas Untuk Masing-Masing Kriteria yang Digunakan Pada Saat penentuan Rendemen Unggul dan Klon Unggul Tebu Transgeik PS IPB 1 Kriteria pada umur 3 bulan Perkecambahan (%) 29-44 45-60 61-76 77-92 93-108 109-124 125-140
Kandungan Fosfor (ppm) 74-170 171-267 268-364 365-461 462-558 559-655 656-752
Jumlah Batang 1 Bulan (satuan) 5-8 9-12 13-16 17-20 21-24 25-28 29-32 Kandungan Nitrogen (%) 1,155-1,295 1,296-1,445 1,446-1,595 1,596-1,745 1,746-1,895 1,896-2,045 2,046-2,195
Jumlah Batang 3 Bulan (satuan) 7-12 13-18 19-24 25-30 31-36 37-42 43-49 Indeks Luas Daun (cm2) 0,3238-0,4138 0,4139-0,5138 0,5139-0,6138 0,6139-0,7138 0,7139-0,8138 0,8139-0,9138 0,9139-1,0138
Kriteria pada umur 6 bulan Indeks Luas Daun (cm2) 0,9570-1,007 1,008-1,067 1,068-1,127 1,128-1,187 1,188-1,247 1,248-1,307 1,308-1,367 Diameter Batang (cm) 2,0-2,15 2,16-2,31 2,32-2,47 2,48-2,63 2,64-2,79 2,80-2,95 2,96-3,11
Jumlah Batang (satuan) 12-16 17-21 22-26 27-31 32-36 37-41 42-46 Kandungan Fosfor (ppm) 85-163 164-242 243-321 322-400 401-479 480-558 559-637
Tinggi Batang (cm) 154-162 163-171 172-180 181-189 190-198 199-207 208-216 Kandungan Nitrogen (%) 0,735-0,855 0,856-0,985 0,986-1,115 1,116-1,245 1,246-1,375 1,376-1,505 1,506-1,635
Jumlah Ruas (satuan) 11-11,5 11,6-12,1 12,2-12,7 12,8-13,3 13,4-13,9 14,0-14,5 14,6-15,1
44 Lampiran 2. Metode Percobaan Penetapan dan Analisis N Tanaman Berdasarkan Metode Kjeldhal Penetapan unsur N (Metode Kjeldahl) 1. Jaringan daun tebu yang telah digiling halus ditimbang sebanyak 0.2 g 2. Campuran Se, CuSO4, dan NaSO4 sebanyak 1.9 g (atau satu canting kecil) ditambahkan ke dalam sampel 3. H2SO4 pekat ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam labu 4. Paraffin cair ditambahkan sebanyak 5 tetes 5. Labu dipanasi di kamar asap selama 1.5 jam hingga diperoleh cairan berwarna terang. Dipanaskan kembali selama 15 menit, lalu dinginkan 6. Air ditambahkan sebanyak ±50 ml, digoyang sebentar dan pindahkan isi labu secara kuantitatif ke dalam labu destilasi 7. NaOH 50% ditambahkan sebanyak 20 ml 8. Destilasi dimulai. Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer 125 ml yang telah berisi campuran 10 ml H3BO4 1% dan 5 tetes indikator Conway. Destilasi dilakukan sampai isi destilat kira-kira mencapai 100 ml 9. Destilat dititrasi dengan HCl 0.1 N yang telah dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau ke merah Penetapan blanko dilakukan
Perhitungan
:
Kadar N % =
ml HCl contoh − blanko x N HCl x 14 x 100 mg contoh
45 Lampiran 3. Metode Percobaan dan Analisis P Tanaman Berdasarkan Metode Pengabuan Basah dan P-Bray Pengabuan Basah 1. Jaringan daun tebu yang telah digiling halus ditimbang sebanyak 0.2 g 2. Jaringan daun tebu tersebut dimasukkan ke dalam tabung destruksi (25 ml), kemudian ditambahkan HClO4 dan HNO3 dengan perbandingan 1:2 sebanyak 5 ml. Diamkan semalam 3. Sampel dipanaskan dengan suhu 1500C selama 1. 5 jam sampai asap berwarna putih. Dinginkan ± 30 menit 4. HCl pekat ditambahkan sebanyak 1 ml 5. Sampel dipanaskan dengan suhu 1500C selama 1. 5 jam sampai asap berwarna putih. Dinginkan ± 30 menit 6. Kemudian aquadest ditambahkan sampai batas tera dan dikocok hingga merata
Penetapan Unsur P (P-Bray) 1. Larutan yang telah dihasilkan dipipet sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi 2. Kemudian ditambahkan 5 ml larutan pereaksi fosfat 1 (P-B) dan 5 tetes pereaksi fosfat 2 (P-C), kocok 3. Tunggu selama 15 menit dan kerapatan optiknya dibaca dengan alat ukur spektrofotometer pada panjang gelombang 660 µm
Perhitungan
:
P tanaman PPM = Pdalam larutan X
25 10 X 0.2 5
46 Lampiran 4.
Mekanisme Perawatan dan Pemupukan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1 di Lokasi Penanaman PG Djatiroto Kebun Gedang Mas V.7, Jawa Timur (PG Djatiroto 2008/2009)
Mekanisme perawatan dan pemupukkan Tanaman Tebu Transgenik PS IPB 1, selama masa tanam 2008/2009, saat tebu ditanam hingga umur 6 bulan, yaitu : 1. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui/Ha Za + 0,5 Kui/Ha SP 36 (Perlakuan I) 2. Pemupukan I, pada saat tanam dosis 4 Kui/Ha Za + 1 Kui/Ha SP 36 (Perlakuan II) 3. Pemupukan II, pada saat tanaman umur 1,5 bulan dosis 4 kui/Ha Za + 1 Kui/Ha KCl 4. Penyiangan dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu sebelum bumbun I dan ke dua Sebelum bumbun III (bila diperlukan) 5. Pemberian Air dilaksanakan sebanyak 3 kali :Satu
: Setelah bumbun I, ke
Dua: Sebelum bumbun 2 dan ke Tiga: Menjelang garbu 6. Bumbun I
: Kecrik, tebu umur 1 bulan.
7. Bumbun II : Cacah (umur 1,5 - 2 bulan) Pakai garbu gigi mata 2 8. Bumbun III : Pra gulud/Tipar/sampar, tebu umur 2,5 – 3 bln 9. Bumbun IV : Garbu, tebu umur 3 – 4 bulan. 10. Bumbun V : Gulud akhir (4 – 5 bln) didahului rewos (membersihkan rumput dan daun kering) maksimal 3 ruas. 11. Rewos
: Sebelum gulud, tanaman beruas 3 – 5
12. Klentek I : Tanaman beruas 8 - 9 13. Klentek II : Tanaman beruas 12–15 (daun tua 7 helai) 14. Klentek III : Tanaman beruas 22 (daun tua 5 – 7 helai) (PG Djatiroto, 2009)
47
5.2 Kandungan Tebu Transgenik IPB Gambar LampiranNitrogen 1. Gambar Klon-Klon TebuPSTransgenik PS IPB 1 yang Digunakan Untuk Analisis N dan P.
48 Gambar Lampiran 2. Gambar Peta Areal PG Jatiroto
Lokasi Penanaman
49 Tabel Lampiran 2. Denah Percobaan Tebu Rekayasa Gen Phytase Kebun Gedangmas v.7 TG 2008/2009 Di Pabrik Gula Djatiroto PERLAKUAN I IPB 1 – 2 IPB 1 – 1 IPB 1 – 4 IPB 1 – 3 IPB 1 – 6 IPB 1 – 5 IPB 1 – 7 IPB 1 – 8 IPB 1 – 10 IPB 1 – 11 IPB 1 – 12 IPB 1 – 13 IPB 1 – 14 IPB 1 – 15 IPB 1 – 16 IPB 1 – 17 IPB 1 – 18 IPB 1 – 19 IPB 1 – 20 PS 851 IPB 1 – 22 IPB 1 – 21 IPB 1 – 24 IPB 1 – 23 IPB 1 – 26 IPB 1 – 25 IPB 1 – 29 IPB 1 – 27 IPB 1 – 32 IPB 1 – 31 IPB 1 – 35 IPB 1 – 34 IPB 1 – 37 IPB 1 – 36 IPB 1 – 38 IPB 1 – 39 IPB 1 – 40 IPB 1 – 41 IPB 1 – 42 IPB 1 – 43 IPB 1 – 44 IPB 1 – 45 IPB 1 – 46 IPB 1 – 47 IPB 1 – 50 IPB 1 – 51 IPB 1 – 52 IPB 1 – 53 IPB 1 – 54 IPB 1 – 55 IPB 1 – 56 IPB 1 – 57 IPB 1 – 58 IPB 1 – 59 IPB 1 – 60 IPB 1 – 62 IPB 1 – 64 IPB 1 – 65 IPB 1 – 66 IPB 1 – 68 IPB 1 – 69 IPB 1 – 70 IPB 1 – 71 Ket :
PERLAKUAN II IPB 1 – 2 IPB 1 – 1 IPB 1 – 3 IPB 1 – 4 IPB 1 – 5 IPB 1 – 6 IPB 1 – 7 IPB 1 – 8 IPB 1 – 10 IPB 1 – 11 IPB 1 – 12 IPB 1 – 13 IPB 1 – 14 IPB 1 – 15 IPB 1 – 16 IPB 1 – 17 IPB 1 – 18 IPB 1 – 19 PS 851 IPB 1 – 20 IPB 1 – 21 IPB 1 – 22 IPB 1 – 23 IPB 1 – 24 IPB 1 – 25 IPB 1 – 26 IPB 1 – 27 IPB 1 – 29 IPB 1 – 31 IPB 1 – 32 IPB 1 – 34 IPB 1 – 35 IPB 1 – 36 IPB 1 – 37 IPB 1 – 38 IPB 1 – 39 IPB 1 – 40 IPB 1 – 41 IPB 1 – 42 IPB 1 – 43 IPB 1 – 44 IPB 1 – 45 IPB 1 – 46 IPB 1 – 47 IPB 1 – 50 IPB 1 – 51 IPB 1 – 52 IPB 1 – 53 IPB 1 – 54 IPB 1 – 55 IPB 1 – 56 IPB 1 – 57 IPB 1 – 58 IPB 1 – 59 IPB 1 – 60 IPB 1 – 62 IPB 1 – 64 IPB 1 – 65 IPB 1 – 66 IPB 1 – 68 IPB 1 – 69 IPB 1 – 70 IPB 1 – 71 UTARA
50
Tabel Lampiran 3. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan 1 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35
Lahan 1 (perlakuan 25% P) Jumlah Batang Daun Atas Daun Bawah 1 Bulan 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 13 32 155 3,7 90 2,5 17 32 168 3,7 114 3,5 11 23 179 4,7 95 2,9 9 16 157 3,5 94 1,6 32 41 169 4,5 98 2,9 12 23 158 3,8 120 2,7 19 19 156 4,7 88 1,8 3 11 160 3,7 98 1,5 11 23 159 4,2 87 2,2 9 10 150 3,8 103 2,6 10 12 168 3,9 130 3,0 2 4 144 3,7 103 2,0 9 22 158 4,0 116 2,6 3 6 135 3,0 112 2,4 1 4 152 4,0 116 2,5 15 19 161 3,9 107 2,1 10 16 164 4,2 84 2,3 5 4 132 3,7 95 1,7 21 27 144 4,1 83 1,9 16 27 158 4,3 87 2,1 10 19 150 2,9 88 1,6 9 22 152 3,4 96 2,2 2 4 148 3,7 81 1,7 18 26 152 3,7 105 2,3 4 7 157 3,9 126 3,1 15 22 147 3,4 85 1,7 3 4 154 3,8 119 2,9 6 11 154 3,7 96 1,9 14 20 145 3,5 95 3,3 3 5 171 4,3 107 2,7
Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Kontrol (PS 851)
Lahan 1 (perlakuan 25% P) Jumlah Batang Daun Atas Daun Bawah 1 Bulan 3 Bulan Panjang Lebar Panjang Lebar 10 24 130 3,3 73 1,8 7 10 150 3,6 113 1,2 13 19 137 3,9 43 2,2 8 9 165 3,0 84 1,8 13 21 162 3,9 102 2,1 10 16 158 3,8 101 2,1 5 4 155 4,2 106 3,0 18 17 128 3,1 110 2,5 17 18 123 2,7 104 2,7 5 8 155 4,2 109 2,3 6 7 166 4,5 112 2,5 7 11 153 3,7 103 2,7 7 16 162 4,2 84 1,8 16 10 120 3,4 124 3,0 18 24 132 3,1 97 1,6 5 6 154 4,4 90 1,8 15 30 143 3,6 100 2,3 17 22 152 3,3 120 1,9 3 6 138 3,3 107 2,0 5 7 158 3,8 107 2,2 15 20 162 4,5 122 3,1 10 15 158 3,9 88 2,0 8 13 114 3,1 38 1,4 8 14 134 3,7 119 2,4 5 5 135 3,0 110 3,1 3 5 159 3,7 119 2,5 11 12 155 4,3 114 3,0 5 11 147 3,3 103 2,6 8 18 132 3,2 79 1,6 10 22 152 3,7 117 2,6
51 Tabel Lampiran 4. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Umur 1 dan 3 Bulan Pada Lahan 2
Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35
Jumlah Batang 3 1 Bulan Bulan 17 33 19 31 13 16 12 21 24 39 11 26 9 21 4 13 10 12 9 30 5 12 4 7 7 19 3 2 1 4 17 29 8 20 6 13 19 49 12 14 9 20 4 10 2 9 14 25 4 10 14 41 3 3 5 5 5 11 5 12
Lahan 2 (perlakuan 50% P) Daun Atas 3 Bulan Daun Bawah 3 Bulan Panjang 150 165 128 171 170 159 150 178 158 146 140 151 168 139 132 160 158 150 151 140 144 153 145 153 151 165 134 158 148 170
Lebar 3,8 4,6 3,1 3,6 4,0 3,9 3,6 3,7 4,5 3,1 2,9 3,4 4,4 3,3 3,3 3,9 3,9 3,9 3,4 3,8 3,4 3,3 3,3 3,3 3,9 3,9 3,0 3,7 3,9 3,8
Panjang
Klon
Lebar 91 111 57 110 98 103 97 98 103 98 99 88 95 89 80 94 84 84 120 73 95 89 90 82 107 124 58 92 86 104
2,2 2,5 1,9 2,5 2,4 2,5 2,1 1,8 2,4 2,0 1,6 2,9 1,5 1,9 1,9 1,8 1,9 1,6 2,5 1,9 1,8 1,9 1,8 1,7 2,2 2,6 1,6 2,2 1,7 2,2
IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-47 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Kontrol (PS 851)
Lahan 2 (perlakuan 50% P) Daun Atas 3 Bulan
Jumlah Batang 1 Bulan 10 11 11 10 14 25 8 18 15 5 6 1 3 7 13 16 3 27 15 5 6 11 6 17 7 3 4 6 10 16 13
3 Bulan
Panjang
Lebar
Daun Bawah 3 Bulan
Panjang
Lebar
20 34 23 21 21 42 14 23 15 12 10 0 7 7 21 33 6 37 14 11 6 36 1 25 7 7 5 5 20 12
147 137 111 155 99 149 151 140 154 139 170
4,1 3,2 3,3 4,1 2,9 3,9 4,2 3,4 3,3 3,8 4,0
88 76 81 103 84 64 80 115 98 72 110
2,3 1,8 2,3 2,0 1,8 1,7 1,9 2,4 2,2 1,6 3,0
144 101 155 124 75 142 163 168 87 165 47 121 115 156 76 100 151 132
3,8 3,0 3,9 3,1 2,6 3,3 3,9 3,9 2,4 4,6 1,1 3,7 2,5 3,9 2,8 3,1 3,2 2,7
53 101 86 47 24 72 117 117 53 95 34 101 47 95 55 34 75 27
1,7 3,0 1,9 2,1 1,9 2,0 2,5 2,7 1,8 2,2 1,2 2,6 1,6 2,3 1,4 1,9 2,0 1,7
25
161
3,7
127
2,7
52
Tabel Lampiran 5. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 1 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35
Jumlah Batang 29 34 23 14 36 22 20 12 27 12 14 8 23 6 5 25 20 7 33 25 21 32 6 24 8 26 7 18 23 6
Tinggi Batang 181 175 216 198 194 178 196 151 192 154 181 98 186 152 152 188 170 176 194 193 200 187 128 166 139 190 127 192 188 118
Lahan1 (Perlakuan 25%P) Diameter Jumlah Daun Atas Batang Ruas Panjang Lebar 2.5 11 174 5,0 2.6 12 180 4.5 2.5 12 157 5,0 2.7 11 172 5,0 2.4 12 184 5,0 2.3 10 168 4.5 2.6 12 167 5.2 2.3 8 186 4,0 2.5 12 159 5.5 2.4 9 165 4,0 2.4 14 170 4.5 2.3 8 162 4.5 2.6 12 168 4.5 2.5 11 183 5,0 2.3 11 148 4.4 2.6 11 169 4.5 2.7 10 177 4.6 2.1 10 187 4.9 2.5 14 169 5.1 2.5 13 164 4.8 2.4 13 162 3.9 2.2 11 178 4,0 2.3 10 168 3.6 2.0 10 167 5,0 2.5 12 144 4.5 2.7 12 160 4.3 2.2 8 157 3.5 2.4 11 182 4.5 2.8 13 190 5,0 2.2 10 160 4.4
Daun Bawah Panjang Lebar 160 5,0 168 4.3 144 5,0 150 4.7 163 4,0 149 4.4 146 4.7 161 3,0 142 4.3 150 4,0 153 4.7 128 4,0 147 4.3 160 5,0 138 4.3 154 4.2 153 4.4 160 4.2 144 5.1 157 5,0 143 4.0 161 4.5 142 4.2 159 4.5 147 4.5 145 4.8 141 3.8 165 4.0 155 5,0 126 3.5
Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Isogenik PS 851
Jumlah Batang 12 14 24 27 28 19 6 27 31 11 14 19 18 17 23 10 34 30 6 11 29 16 17 15 7 4 18 15 22 22
Tinggi Batang 180 168 165 186 198 181 141 200 164 156 168 190 158 154 201 157 190 158 153 165 214 190 156 154 114 134 173 168 196 204
Diameter Batang 2.8 2.6 2.3 2.5 2.6 2.6 2.6 2.8 2.2 2.8 2.8 2.8 2.2 2.4 2.6 3.0 2.5 2.9 2.3 2.5 2.9 2.8 2.5 2.8 2.4 2.4 2.7 2.8 2.8 2.1
Lahan1 (Perlakuan 25%P) Jumlah Daun Atas Ruas Panjang Lebar 11 184 5,0 11 178 4.7 11 175 4.7 12 160 5,0 13 160 4.4 12 171 4,0 9 181 4.5 13 176 5,0 12 170 3.9 12 168 4.8 12 169 4.6 12 171 4.5 9 176 5.5 11 172 4.3 14 192 4.9 11 174 4.8 13 190 3.5 11 167 4.4 9 180 4.5 9 168 4.3 14 166 4.9 13 153 4.0 12 165 4,0 15 154 4.3 6 172 4.7 11 181 4.8 15 159 4.7 12 163 5,0 14 166 5,0 12 166 5,0
Daun Bawah Panjang Lebar 164 4,2 141 4,8 153 4,7 159 5,0 154 4,4 156 4,9 154 4,4 154 4,0 160 3,7 154 4,5 160 4,5 162 4,1 158 5,0 156 4,5 170 4,0 158 4,5 172 4,0 166 4,3 156 4,8 145 4,4 158 5,0 149 4,0 156 3,8 143 4,5 151 4,5 157 4,6 147 4,3 142 4,5 151 5,0 154 5,0
53
Tabel Lampiran 6. Tabel Keragaan Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Umur 6 Bulan Pada Lahan 2 Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-27 IPB 1-29 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-34 IPB 1-35
Jumlah Batang 34 28 17 21 41 27 23 18 15 28 15 7 26 4 10 32 23 14 47 24 20 13 15 30 16 43 5 7 12 14
Tinggi Batang 177 183 190 179 192 184 177 181 176 152 199 135 168 143 138 176 179 181 178 168 152 179 168 106 190 181 118 141 181 177
Lahan 2 (Perlakuan 50%P) Diameter Jumlah Daun Atas Batang Ruas Panjang Lebar 2.8 12 181 4,6 2.8 12 160 4,8 2.8 14 170 5,5 2.5 11 161 4,7 2.4 13 182 4,8 2.7 12 170 4,4 2.7 13 170 4,5 2.6 14 176 3,7 2.6 12 157 4,5 2.3 15 155 4,5 3.1 13 165 5,0 2.3 11 150 3,8 2.4 11 166 5,0 2.5 9 164 4,0 2.3 9 163 4,0 2.4 12 162 4,2 2.5 14 169 5,0 2.5 14 153 3,3 2.0 13 167 4,2 2.2 13 154 5,0 2.4 11 136 4,2 2.7 12 157 4,0 2.7 10 176 4,4 2.7 12 155 4,1 2.7 12 156 4,0 2.6 13 154 4,0 2.9 8 176 5,2 2.4 8 183 4,4 3.1 12 182 5,0 2.7 12 181 5,1
Daun Bawah Panjang Lebar 154 4,7 151 5,0 145 5,0 132 4,5 159 4,5 162 4,2 166 4,0 154 3,8 152 4,5 155 3,7 149 4,0 136 3,8 162 5,0 139 3,8 141 4,0 152 4,5 147 5,0 148 3,6 131 4,3 140 4,5 131 4,3 153 4,0 135 3,5 154.5 5,0 141 4,8 148 4,5 143 4,8 152 3,8 149 4,5 159 4,8
Klon IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41 IPB 1-42 IPB 1-43 IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-62 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Kontrol (PS 851)
Jumlah Batang 20 27 23 23 27 38 16 26 30 14 16 6 12 30 31 8 35 25 11 9 29 26 6 8 10 28 21 28
Tinggi Batang 199 191 179 192 144 186 153 182 178 169 175 146 169 194 182 164 201 195 187 116 191 175 128 110 106 191 169 178
Diameter Batang 2.7 2.4 2.5 2.5 2.3 2.4 2.6 2.3 2.5 2.6 2.7 2.5 2.8 2.8 2.5 2.6 2.5 2.6 2.7 2.4 2.6 3.0 3.0 2.5 2.4 3.0 2.8 2.2
Lahan 2 (Perlakuan 50%P) Jumlah Daun Atas Ruas Panjang Lebar 15 161 5,0 13 164 4,4 14 169 5,0 13 176 4,7 12 164.5 4,8 13 173 4,9 11 181 5,2 13 152 4,0 11 185 4,5 11 168 4,1 11 161 5,0 9 172 5,0 15 170 4,4 15 164 4,5 13 174 4,6 10 187 4,8 14 185 4,7 15 181 6,0 12 178 4,8 7 177 5,0 14 178 4,5 13 173 4,5 8 178 4,8 7 164 4,5 6 163 5,0 14 173 4,7 11 164 4,5 15 162 4,5
Daun Bawah Panjang Lebar 147 4,5 145 4,3 148 4,9 150 4,3 156 4,0 160 4,3 166 5,0 151 4,3 171 4,0 149 4,3 161.5 4,2 160 4,8 145 4,5 151 5,0 170 4,6 164.5 4,0 166 4,4 145 5,0 151 4,3 165.5 4,5 156 4,5 156 4,5 151 4,3 146 5,0 135 4,5 148 4,1 153.5 4,5 135 4,0
54
Tabel Lampiran 7. Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 1 (25 % P) 1 Bulan Klon
Perkecambahan (%)
PS IPB1-1 PS IPB1-2 PS IPB1-3 PS IPB1-5 PS IPB1-7 PS IPB1-12 PS IPB1-20 PS IPB1-29 PS IPB1-34 PS IPB1-36 PS IPB1-39 PS IPB1-41 PS IPB1-46 PS IPB1-52 PS IPB1-53 PS IPB1-55 PS IPB1-56 PS IPB1-59 PS IPB1-70 PS IPB1-71 Isogenik PS 851
56,5 81,0 61,1 72,7 100,0 100,0 63,6 88,2 140,0 66,7 88,9 33,3 100,0 100,0 69,2 68,2 89,5 78,9 29,4 40,0 50,0
Jumlah
Jumlah
Batang
Batang
(satuan)
(satuan)
13 17 11 32 19 10 21 15 14 10 8 10 6 16 18 15 17 15 5 8 10
32 32 23 41 19 12 27 22 20 24 9 16 7 10 24 30 22 20 11 18 22
Lahan 1 (Perlakuan 25 % P) 3 Bulan Indeks Jumlah P N Luas Total Total Batang Daun (cm2) (ppm) (%) (satuan) 0,6837 0,7848 0,9712 0,9142 0,8649 0,8765 0,7019 0,5949 0,6335 0,5052 0,5634 0,7423 0,9435 0,6257 0,5354 0,6597 0,6769 0,9638 0,6222 0,5092 0,7506
90 418 328 332 291 490 389 750 273 496 305 414 546 416 512 344 373 262 264 458 74
1,680 1,575 1,470 1,820 1,505 1,770 1,680 2,170 1,520 1,645 1,740 1,470 1,840 1,740 1,575 1,225 1,750 1,400 2,120 1,700 1,435
29 34 23 36 20 14 33 26 23 12 27 19 14 17 23 34 30 29 15 22 22
Tinggi
Diameter
6 Bulan Jumlah
Batang
Batang
Ruas
(cm)
(cm)
(satuan)
181 175 216 194 196 181 194 190 188 180 186 181 168 154 201 190 158 214 168 196 204
25 26 25 24 26 24 25 27 28 28 25 26 28 24 26 25 29 29 28 28 21
11 12 12 12 12 14 14 12 13 11 12 12 12 11 14 13 11 14 12 14 12
Indeks Luas Daun (cm2) 1,2595 1,1557 1,1350 1,1856 1,1724 1,1210 1,2039 1,0438 1,3009 1,2133 1,2029 1,0923 1,1293 1,0872 1,2224 1,0204 1,0925 1,2092 1,0966 1,1954 1,2067
P Total
N Total
(PPM)
(%)
119 110 136 148 258 449 555 178 85 191 114 208 631 453 263 123 394 123 360 445 157
0,875 0,840 0,875 0,910 1,050 1,015 0,910 0,805 1,050 0,805 0,980 0,770 0,945 0,805 0,945 0,910 0,805 0,735 0,945 0,945 0,875
55 Tabel Lampiran 8. Tabel Penggabungan Data Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitase Pada Lahan 2 (50 % P) 1 Bulan Klon
Perkecambahan (%)
PS IPB1-1 PS IPB1-2 PS IPB1-3 PS IPB1-5 PS IPB1-7 PS IPB1-12 PS IPB1-20 PS IPB1-29 PS IPB1-34 PS IPB1-36 PS IPB1-39 PS IPB1-41 PS IPB1-46 PS IPB1-52 PS IPB1-53 PS IPB1-55 PS IPB1-56 PS IPB1-59 PS IPB1-70 PS IPB1-71 Kontrol (PS 851)
68,0 95,0 76,5 54,5 52,9 55,6 59,4 77,8 50,0 66,7 83,3 83,3 100,0 100,0 61,5 100,0 78,9 61,1 58,8 76,2 65,0
Jumlah
Jumlah
Batang
Batang
(satuan) 17 19 13 24 9 5 19 14 5 10 10 25 6 13 16 27 15 11 10 16 13
(satuan) 33 31 16 39 21 12 49 41 11 20 21 42 10 21 33 37 14 36 20 12 25
Lahan 2 (Perlakuan 50 % P) 3 Bulan Indeks Jumlah P N Luas Total Total Batang Daun 2 (cm ) (PPM) (%) (satuan) 0,6907 111 1,295 34 0,9575 172 1,435 28 0,4325 426 1,435 17 0,8085 656 1,575 41 0,6706 201 1,260 23 0,5227 296 1,490 15 0,6949 734 1,505 47 0,8500 738 1,155 43 0,6883 328 1,810 12 0,7266 373 1,365 20 0,7978 416 1,630 23 0,6265 381 1,645 38 0,8447 634 1,420 16 0,7088 2729 1,560 30 0,3998 266 1,785 31 0,5326 734 1,575 35 0,8236 447 1,190 25 0,9020 397 1,400 29 0,5454 4558 1,490 28 0,3238 597 1,980 21 0,8036 410 1,225 28
Tinggi
Diameter
6 Bulan Jumlah
Batang
Batang
Ruas
(cm) 177 183 190 192 177 199 178 181 181 199 192 186 175 194 182 201 195 191 191 169 178
(cm) 28 28 28 24 27 31 20 26 31 27 25 24 27 28 25 25 26 26 30 28 22
(satuan) 12 12 14 13 13 13 13 13 12 15 13 13 11 15 13 14 15 14 14 11 15
Indeks Luas Daun (cm2) 1,1738 1,1486 1,2519 1,1984 1,0777 1,0717 1,0323 0,9668 1,1938 1,1060 1,1103 1,1582 1,1187 1,1277 1,1934 1,2191 1,3658 1,1549 1,0708 1,0792 0,9570
P Total
N Total
(PPM) 258 195 284 208 93 203 148 458 292 547 458 315 302 359 530 636 225 326 356 242 284
(%) 1,155 1,085 1,120 1,190 1,120 1,400 1,225 1,155 1,120 1,260 1,295 1,120 1,295 1,260 1,470 1,330 1,225 1,225 1,365 1,610 0,945
56
Tabel Lampiran 9. Tabel Hasil Analisis Kandungan Unsur N dan P Pada Jaringan Tanaman Seluruh Klon Tebu Transgenik PS IPB1 yang Mengekspresikan Gen Fitasee
Klon IPB 1-1 IPB 1-2 IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-5 IPB 1-6 IPB 1-7 IPB 1-8 IPB 1-9 IPB 1-10 IPB 1-11 IPB 1-12 IPB 1-13 IPB 1-14 IPB 1-15 IPB 1-16 IPB 1-17 IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-20 IPB 1-21 IPB 1-22 IPB 1-23 IPB 1-24 IPB 1-25 IPB 1-26 IPB 1-27 IPB 1-28 IPB 1-29 IPB 1-30 IPB 1-31 IPB 1-32 IPB 1-33 IPB 1-34 IPB 1-35 IPB 1-36 IPB 1-37 IPB 1-38 IPB 1-39 IPB 1-40 IPB 1-41
Umur 3 Bulan Lahan 1 Lahan 2 P N P N 90 1,680 111 1,295 418 1,575 172 1,435 328 1,470 426 1,435 488 1,960 225 1,470 332 1,820 656 1,575 664 1,680 672 1,470 291 1,505 201 1,260 467 1,520 1993 1,740
Umur 6 Bulan Lahan 1 Lahan 2 P N P N 119 0,875 258 1,155 110 0,840 191 1,085 136 0,875 284 1,120 281 0,820 651,8 0,570 148 0,910 203 1,190 693 0,710 314 1,100 254 1,050 93 1,120 701 0,540 1815 0,850
819 361 490 208 348 1346 740 496 385 268 389 296 324 208 550 377
1,840 1,550 1,770 1,740 1,680 1,420 1,490 1,750 1,750 1,520 1,680 1,700 1,750 1,740 1,820 1,610
1790 2308 296 291 418 453 412 504 279 689 734 634 332 296 282 397
1,590 1,740 1,490 1,910 1,645 1,660 1,590 1,750 1,505 1,740 1,505 1,910 1,400 1,980 1,610
1089 809 449 1147 734 1361 886 454 759 520 555 1139 1378 1238 1435 1015
0,740 0,710 1,015 0,850 0,600 0,710 0,770 0,600 0,620 0,650 0,910 0,650 0,650 0,620 0,650 0,570
1246 1493 203 1823 1320 1914 1535 1609 1914 2063 148 1295 1609 1535 2434 1634
0,880 0,960 1,400 0,960 1,040 0,990 0,940 0,910 0,960 0,990 1,225 0,910 0,880 0,960 1,160 0,990
1623
1,920
333
1,740
916
0,770
1733
0,960
750
2,170
738
1,155
178
0,805
314
1,155
657 361
1,950 1,810
347 1249
2,020 1,770
1460 1345
0,680 0,740
1683 1460
1,130 1,080
273 375 496 675 475 305 279 414
1,520 1,630 1,645 1,700 2,065 1,740 1,365 1,470
328 1697 373
1,810 1,670 1,365
504 416 578 381
1,295 1,630 1,540 1,645
85 553 191 644 734 114 215 208
1,050 0,710 0,805 0,740 0,680 0,980 0,770 0,770
292 1435 547 297 330 458 866 315
1,120 1,130 1,295 0,780 0,960 1,295 1,060 1,120
57 Tabel Lampiran 9. (lanjutan)
Klon IPB 1-44 IPB 1-45 IPB 1-46 IPB 1-47 IPB 1-48 IPB 1-49 IPB 1-50 IPB 1-51 IPB 1-52 IPB 1-53 IPB 1-54 IPB 1-55 IPB 1-56 IPB 1-57 IPB 1-58 IPB 1-59 IPB 1-60 IPB 1-61 IPB 1-62 IPB 1-63 IPB 1-64 IPB 1-65 IPB 1-66 IPB 1-67 IPB 1-68 IPB 1-69 IPB 1-70 IPB 1-71 Isogenik
Umur 3 Bulan Lahan 1 Lahan 2 P N P N 594 1,785 561 1,435 449 1,630 546 1,840 634 1,420
Umur 6 Bulan Lahan 1 Lahan 2 P N P N 396 0,570 974 1,170 429 0,960 1007 1,200 631 0,945 302 1,295
370 278 416 512 352 344 373 180 476 262 319
1,980 3011 1,670 3543 1,740 444 1,575 266 2,450 1929 1,225 734 1,750 447 1,840 564 1,810 449 1,400 397 1,670 518
1,490 1,590 1,560 1,785 1,380 1,575 1,190 1,990 1,840 1,400 1,840
776 611 453 182 446 203 186 578 569 123 396
0,990 0,570 0,805 0,945 0,740 0,910 0,805 0,710 0,790 0,735 0,620
437 536 359 530 652 636 225 487 1196 326
1,280 1,100 1,260 1,470 0,960 1,330 1,225 0,920 sss 1,225
745
1,560 1129
1,630
437
0,570
1229
0,780
1055 3043 1309
1,700 1,840 486 1,910 3103
1,700 1,560
644 990 528
0,620 0,680 0,850
1312 685
0,820 1,100
213 264 458 74
1,770 6558 2,120 460 1,700 597 1,435 410
1,590 1,490 1,980 1,225
652 360 445 153
0,570 0,945 0,945 0,875
190 356 242 278
0,820 1,365 1,610 0,945
Klon Tidak Ada/Mati
58
Tabel Lampiran 10. Tabel Skor Faktor-Faktor Yang Terkait Dengan Rendemen Pada Lahan 1, Lahan 2, dan Total Skor Kedua Lahan
Jumlah Batang Klon 1 Bulan IPB1-1 IPB1-2 IPB1-3 IPB1-5 IPB1-7 IPB1-12 IPB1-20 IPB1-29 IPB1-34 IPB1-36 IPB1-39 IPB1-41 IPB1-46 IPB1-52 IPB1-53 IPB1-55 IPB1-56 IPB1-59 IPB1-70 IPB1-71 Isogenik
satuan 13 17 11 32 19 10 21 15 14 10 8 10 6 16 18 15 17 15 5 8 10
Skor 60 80 40 140 80 40 100 60 60 40 20 40 20 60 80 60 80 60 20 20 40
3 Bulan satuan 32 32 23 41 19 12 27 22 20 24 9 16 7 10 24 30 22 20 11 18 22
Skor 100 100 60 120 60 20 80 60 60 60 20 40 20 20 60 80 60 60 20 40 60
Lahan 1 (Perlakuan 25%) Tinggi Batang 6 Bulan satuan 29 34 23 36 20 14 33 26 23 12 27 19 14 17 23 34 30 29 15 22 22
Skor 80 100 60 100 40 20 100 60 60 20 80 40 20 40 60 100 80 80 20 60 60
6 Bulan cm 181 175 216 194 196 181 194 190 188 180 186 181 168 154 201 190 158 214 168 196 204
Skor 120 90 210 150 150 120 150 150 120 90 120 120 60 30 180 150 30 210 60 150 180
Diameter
Jumlah Ruas
Skor
6 Bulan
6 Bulan
Lahan 1
cm 2,5 2,6 2,5 2,4 2,6 2,4 2,5 2,7 2,8 2,8 2,5 2,6 2,8 2,4 2,6 2,5 2,9 2,9 2,8 2,8 2,1
Skor 120 120 120 90 120 90 120 150 180 180 120 120 180 90 120 120 180 180 180 180 30
cm 11 12 12 12 12 14 14 12 13 11 12 12 12 11 14 13 11 14 12 14 12
Skor 20 40 40 40 40 120 120 40 80 20 40 40 40 20 120 80 20 120 40 120 40
500 530 530 640 490 410 670 520 560 410 400 400 340 260 620 590 450 710 340 570 410
Jumlah Batang 1 Bulan satuan 17 19 13 24 9 5 19 14 5 10 10 25 6 13 16 27 15 11 10 16 13
Skor 80 80 60 100 40 20 80 60 20 40 40 120 20 60 60 120 60 40 40 60 60
3 Bulan satuan 33 31 16 39 21 12 49 41 11 20 21 42 10 21 33 37 14 36 20 12 25
Skor 100 100 40 120 60 20 140 120 20 60 60 120 20 60 100 120 40 100 60 20 80
Lahan 2 (Perlakuan 50%) Tinggi Batang 6 Bulan satuan 29 34 23 36 20 14 33 26 23 12 27 19 14 17 23 34 30 29 15 22 22
Skor 80 100 60 100 40 20 100 60 60 20 80 40 20 40 60 100 80 80 20 60 60
6 Bulan cm 181 175 216 194 196 181 194 190 188 180 186 181 168 154 201 190 158 214 168 196 204
Skor 120 90 210 150 150 120 150 150 120 90 120 120 60 30 180 150 30 210 60 150 180
Diameter
Jumlah Ruas
Skor
Skor
6 Bulan
6 Bulan
Lahan 2
Total
540 530 610 640 490 350 670 620 440 530 500 600 320 420 600 730 530 730 480 490 550
1040 1060 1140 1280 980 760 1340 1140 1000 940 900 1000 660 680 1220 1320 980 1440 820 1060 960
cm 2,5 2,6 2,5 2,4 2,6 2,4 2,5 2,7 2,8 2,8 2,5 2,6 2,8 2,4 2,6 2,5 2,9 2,9 2,8 2,8 2,1
Skor 120 120 120 90 120 90 120 150 180 180 120 120 180 90 120 120 180 180 180 180 30
cm 11 12 12 12 12 14 14 12 13 11 12 12 12 11 14 13 11 14 12 14 12
Skor 40 40 120 80 80 80 80 80 40 140 80 80 20 140 80 120 140 120 120 20 140