ANALISIS INDUTRI BATIK TULIS DI KELURAHAN KALINYAMAT WETAN DAN KELURAHAN BANDUNG KOTA TEGAL (Pendekatan Struktur-Perilaku-Kinerja) TEGUH ADI WURYANTO MARUTO UMAR BASUKI, SE.,MSi
ABSTRACT This research aims to analyze the condition of traditional batik industry in Tegal city. Structure – Conduct – Performance approach is used to analyze the phenomenon on traditional batik industry. Effect of structure industry to enterpriser conduct and to analyze relation of structure, conduct and performance on traditional batik industry in Tegal city with 35 enterpriser as sampel. Using primery data from interview and quesioner on enterpriser traditional batik in Tegal city, research is analyzed by regression.. The independent variables that include on this research are : Market Share (MS) as the measurement of structure, Capital Labour Ratio (CLR) as the measurement of conduct, and x-efficiency as the measurement of performance. The dependent variable is Price-Cost Margin (PCM) as the proxy of profitability. The result of this research shows that Market Share (MS) and Capital Labour Ratio (CLR) variables are positive and not significant to price-cost margin variablle. X-effeciency variable are positive and significant to price-cost margin. traditional batik industry is labour intensive industry. From the analysis its concluded that market structure is on the monopolistic competition. It is because there are many producers on the industry, low entry to barrier, there are heterogeneity on the product, and low market share. Keywords : Strukture-Conduct-Performance paradigm, Market Share (MS), Capital to Labour Ratio (CLR), Price Cost Margin (PCM), x – efficiency, monopolistic competition.
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia sangat strategis dalam rangka peningkatan perekonomian. Hal ini terlihat ketangguhan UMKM telah terbukti sebagai jaring pengaman perekonomian di saat perusahaan besar banyak yang gulung tikar pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Bahkan UMKM mampu memberikan sumbangan dalam penyembuhan perekonomian nasional (National Economic Recovery) (Sulistiastuti, 2004). Tabel 1.1 Unit Usaha dan Tenaga Kerja IMK dan IMB di Indonesia Selama Tahun 2005-2008 2005
2006 2007 Unit Usaha (unit) 2.916.025 3.194.461 3.218.597 IMK 99 % 99 % 99 % 20.729 29.468 27.998 IMB 1% 1% 1% Tenaga Kerja (orang) 6.856.043 7.479.898 7.817.110 IMK 62 % 62 % 68 % 4.226.572 4.755.703 4.624.937 IMB 38 % 38 % 38 % Sumber : BPS Jawa Tengah
2008 3.142.233 99 % 27.808 1% 7.289.726 68 % 4.550.277 38 %
Keterangan : IMK = Industri Mikro dan Kecil IMB = Industri Menengah dan Besar Pada data Tabel 1.1 menunjukan bahwa ada dua hal yang perlu digaris bawahi. Pertama, struktur industri di Indonesia masih didominasi oleh IMK. Hal ini dapat dilihat dari jumlah unit usaha IMK dibanding IMB dari tahun ke tahun secara konsisten yaitu 99%. Kedua, IMK sangat penting sebagai penyedia lapangan kerja di Indonesia. IMK mampu menyerap 62% tenaga kerja di Indonesia. Ini membuktikan peran IMK yang sangat penting dalam penciptaan kesempatan kerja. Di Indonesia, industri kerajinan merupakan industri yang banyak dilakukan oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini karena potensi
pasar industri kerajinan yang luas dan beragam membuat industri ini mampu terus bertahan dan tumbuh di saat kondisi perekonomian tidak stabil. Faktor lain yang membuat industri kerajinan menarik dicermati adalah kebanyakan industri ini dilandasi hobi serta unsur tradisi dan budaya. Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam sehingga dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya industri kerajinan (Departemen Perdagangan, 2007). Tabel 1.2 Kontribusi Ekonomi Industri Kerajinan Tahun 2002-2006
Sumber : Departemen Perdagangan , 2007 Berdasarkan Tabel 1.2, nilai tambah industri kerajinan terhadap PDB dalam periode 2002-2006 mencapai Rp 29 triliun. Ini berarti bahwa industri kerajinan memberi kontribusi PDB sebesar 1,76 persen terhadap total PDB nasional pada periode tersebut. Dalam periode yang sama, sumbangan industri kerajinan untuk lapangan pekerjaan yang dihasilkan juga besar yakni mencapai 1,8 juta pekerja. Produkivitas tenaga kerja mencapai rata-rata 16,1 juta rupiah per pekerja per tahun. Selain PDB dan penyerapan tenaga kerja, industri kerajinan juga memiliki kontribusi terhadap ekspor. Nilai ekspor dalam industri ini mencapai rata-rata 24,18 triliun rupiah, yaitu menyumbang 3,72 persen dari seluruh ekspor yang dilakukan Indonesia dalam periode tersebut. Hal ini berarti bahwa industri kerajinan memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Industri batik termasuk dalam klasifikasi Industri kerajinan Indonesia menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia) dengan kode 5 digit yaitu 17124. Batik indonesia telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi pada tanggal 2 Oktober 2009. Pengakuan UNESCO ini meliputi teknik, teknologi serta motif Batik Indonesia. Berdasarkan informasi yang ada, pada tahun 2010 terjadi suatu permasalahan yaitu melonjaknya harga bahan baku batik. Bahan baku batik tersebut kain mori, lilin atau malam, dan pewarna. Kain mori mengalami kenaikan dari harga Rp.19.000 menjadi Rp.35.000 perpotong atau sebesar 85 persen, lilin atau malam mengalami kenaikan dari harga Rp.15.000 menjadi Rp.30.000 perKg atau sebesar 100 persen dan pewarna mengalami kenaikan dari harga Rp.3000 menjadi Rp.5000 perpaket atau sebesar 67 persen. Hal ini membuat hampir seluruh industri batik yang ada di Indonesia mendapatkan tekanan yang berat. Melonjaknya harga bahan baku menyebabkan biaya produksi naik yang pada akhirnya membuat keutungan yang merupakan indikator dari kinerja industri batik mengalami penurunan sehingga untuk dapat bertahan dalam pasar maka perusahaan akan melakukan beberapa perilaku. Berdasarkan pada situasi yang tengah dihadapi oleh Industri batik yang berpotensi sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja serta untuk dikembangkan lebih lanjut di masa yang akan datang, maka menurut penulis, industri Batik di Jawa Tengah merupakan topik yang menarik untuk diteliti. Penulis tertarik untuk menganalisis karakteristik industri batik di Jawa Tengah dengan studi kasus pada Klaster Kota Tegal melalui pendekatan Struktur-Perilaku- Kinerja industri.
TELAAH TEORI Pengertian Industri Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat (Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995) istilah industri mempunyai dua arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri Batik,
misalnya, berarti himpunan atau kelompok perusahaan penghasil batik. Kedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Pengertian Indutri Batik Tulis Industri batik tulis adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan proses penggambaran atau penulisan dan pewarnaan pada kain dengan menggunakan lilin batik (wax atau malam) dan menjualnya. Proses Produksi Batik Tulis
1.
Bahan Baku (Kain,Malam, dan pewarna
Jemur 2.
Mencuci kain
Rebus utk menghilang kan lilin
Warna
Ngemplong (seterika)
Isen atau pelekatan lilin sesuai motif
Nganji (menganji)
Membuat motif atau pola
Sumber : Wawancara Dengan Narasumber (Pengusaha Batik Tulis)
Hubungan Struktu-Perilaku-Kinerja Hubungan paling sederhana dari ketiga variabel tersebut adalah hubungan linear dimana struktur mempengaruhi perilaku, kemudian perilaku mempegaruhi kinerja. Namun dalam dunia nyata hubungan yang terjadi tidaklah sesederhana sebagaimana dibayangkan. Struktur dan perilaku pasar akan sangat banyak dipengaruhi kondisi awal yang dimiliki oleh pasar. Struktur akan mempengaruhi perilaku, tetapi perilaku juga akan memberikan pengaruh kepada struktur. Struktur dan perilaku kemudian akan bersama-sama mempengaruhi kinerja pasar. Dalam perkembangannya hubungan tersebut menjadi suatu kerangka yang timbal balik dan saling mempengaruhi. Hubungan struktur-perilaku-kinerja tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut.
Hubungan Keterkaitan Struktur-perilaku-kinerja (S-C-P) Kondisi Pasar Permintaan
Penawaran
Elastisitas harga
Elastisitas harga
Tingkat pertumbuhan
Teknologi
Bentuk pemasaran
Daya tahan produk
Metode pembelian
Bahan mentah
Elastisitas silang dan elastisitas subtitusi
Kebijakan pemerintah
Struktur (Structure) Struktur biaya
Integrasi vertikal
Difereniasi produk
Skala ekonomi
Hambatan masuk (barriers to entry)
Struktur biaya
Diversifikasi
Perilaku (Conduct) Strategi harga
Tingkat kerjasama
Iklan
Riset dan inovasi
Strategi produk
Kinerja (Performance)
Efisiensi
Pemeratan
Kemajuan teknologi
Pertumbuhan
Full employment Sumber : Jaya, 2001
Sruktur Pasar Menurut Lipsey (1996). Struktur pasar merupakan istilah yang mengacu pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan atau industri di suatu pasar, misalnya, jumlah perusahaan atau industri di pasar, atau jenis produk yang mereka jual. Struktur pasar juga dapat menggambarkan pangsa pasar dari suatu perusahaan-perusahaan (Jaya, 2001).
Pangsa Pasar Menurut Jaya (2001), pangsa pasar dapat juga diartikan sebagai persentase perusahaan dari total pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen.
Pasar Persaingan Monopolistik Menurut Jaya (2001) persaingan monopolistik adalah suatu jenis pasar yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Banyak perusahaan dan pembeli 2. Pasar yang bebas masuk dan keluar 3. Adanya perbedaan produk 4. Perusahaan akan mendapatkan laba diatas normal dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, laba diatas normal akan menarik perusahaanperusahaan baru untuk memasuki pasar, yang kemudian mengkibatkan volume penjualan akan turun pada tingkat harga yang berlaku.
Perilaku Pasar (Conduct) Perilaku pasar merupakan suatu pola tindakan dan kegiatan yang dilakukan perusahaan atau industri dalam kapasitasnya sebagai produsen atau penjual dan pembeli barang dan jasa agar tujuannya tercapai. Ada beberapa elemen yang menentukan perilaku pasar, yaitu : 1. Tujuan perusahaan (Firm Objectivitas) atau industri. Misalnya : laba, target pertumbuhan perusahaan atau industri.
2. Cara berkompetisi yang dilakukan perusahaan
atau
industri untuk
mencapai tujuannya, terutama dalam kebijakan menentukan harga, besarnya produksi, adanya diferensiasi produk yang dihasilkan. 3. Pengaturan perilaku perusahaan atau industri. Seberapa jauh diperkenankan adanya persaingan antara perusahaan-perusahaan atau industri dalam pasar. Kemungkinan terjadinya koordinasi di antara perusahaan dalam menentukan harga dan melakukan kolusi secara terang-terangan (kartel) atau secara diam-diam (price leadership).
Diferensiasi Produk Diferensiasi produk adalah salah satu perilaku yang sering dilakukan oleh perusahaan atau industri untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda atas produk yang dihasilkan dan tujuan utama dari diferensiasi adalah agar suatu barang yang dihasilkan menjadi lebih sukar dicari subsitusinya. Persaingan juga akan berjalan dengan sempurna apabila pembeli dapat membandingkan barang yang satu dengan yang lainnya. Barang-barang didiferensiasi maka akan terjadi persaingan yang kurang kompetitif. Perbandingan produk yang satu dengan yang lain menjadi sulit dilakukan karena memang berbeda. Pembeli menjadi tertarik pada suatu produk tertentu.
Capital To Labour Ratio (CLR) Salah satu variabel yang dapat digunakan dalam melihat prilaku dalam industri adalah Capital to Labour Ratio (CLR). CLR adalah pengukuran terhadap besarnya penggunaan pengeluaran untuk modal dan pengeluaran untuk tenaga kerja. CLR digunakan untuk melihat teknik produksi yang digunakan dalam suatu industri. Jadi apabila semakin besar rasio modal terhadap pengeluaran tenaga kerja maka industri tersebut cenderung padat modal (nilai CLR besar). Begitu juga sebaliknya, apabila nilai pengeluaran untuk tenaga kerja semakin besar, maka industri tersebut cenderung padat karya (nilai CLR kecil. Perhitungan nilai Capital to Labour Ratio akan diawali dari teori produksi yang selalu dieratkan dengan mazhab klasik. Masalah produksi akan
disederhanakan dalam sebuah fungsi produksi. Fungsi produksi yang digunakan oleh mazhab klasik adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Asumsi dasar yang digunakan dalam fungsi produksi ini adalah input terdiri dari modal dan tenaga kerjadan kondisi Constan Return to Scale terjadi. Selain itu mobilisasi sumber daya dianggap lancar.
Y = K α L 1-α ....2.1 Menurut mazhab klasik, kondisi efisiensi tercipta ketika nilai MPK dan MPL memenuhi persyaratan : w = p x MPL ......2.2 r = p x MPK ........2.3 namun pada nyatanya perhitungan mengenai nilai marjinal tidaklah semudah yang diperkirakan seperti model klasik di atas. Oleh karena itu dengan sedikit modifikasi matematis, model tersebut disederhanakan menjadi seperti berikut : MPK =
α-1 1- α y =αK L ....2.4 K
MPL =
α –α y = (1- α ) K L ....2.5 L
Dengan modifikasi persamaan tersebut, maka nilai w dan r dapat ditulis sebagai berikut : r=px
αK
α-1
w = p x (1- α ) K
L α
1- α
L
–α
......2.6
……….2.7
sehingga biaya total untuk produksi adalah penjumlahan atas keduanya, menghasilkan bentuk persamaan : Total biaya = total biaya modal + total biaya tenaga kerja α 1- α PxK L
Dengan diketahuinya biaya total maka besarnya Capital share dan Labour Share dapat diketahui : Share biaya kapital =
Biaya kapital =α Biaya total
...2.8
Share Biaya Tenaga Kerja =
Biaya T .K =1–α Biaya Total
.....2.9
Diketahuinya masing-masing komponen maka besar rasio biaya modal terhadap biaya tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut : p x 1−𝛼 𝐾 𝛼 w = r p x 𝛼 𝐾 𝛼 −1 𝐿1−𝛼
Share Biaya Modal w 1 K = = Share Biaya T .K L r Nilai persamaan diatas yaitu bahwa besarnya nilai rasio modal terhadap tenaga kerja (CLR), merupakan representasi dari besarnya biaya yang dikeluarkan untuk modal perbiaya untuk pengeluaran tenaga kerja.
Kinerja Pasar (Performance) Kinerja adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri. Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek tetapi para ekonom biasanya memusatkan hanya pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan kesimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001). Efisiensi mempunyai dua bagian utama, yaitu efisiensi internal dan efesiensi alokasi. Tingkat efesiensi internal menggambarkan suatu perusahaan yang dikelola dengan baik. Efesiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efesiensi alokasi menggambarkan alokasi sumber daya ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai ouput. Kemajuan teknologi merupakan sesuatu yang membantu industri dalam membuat karya baru serta meningkatkan produktivitas suatu produksi barang guna memperbesar keuntungan penjual atau pembeli. Kinerja juga dapat dilihat dari pola keuntungan yang didapat perusahaanperusahaan dalam industri. Pola keuntungan ini dapat digambarkan oleh Price Cost-Margin (PCM).
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai Struktur-Perilaku-Kinerja dari suatu industri telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Dua diantaranya adalah penelitian dengan judul “Analisis Structure-Conduct-Performance industri pakaian jadi (GARMEN) di Indonesia” yang telah dilakukan oleh Ryan Febriyanti (2006) kemudian mengenai industri susu dengan judul “Analisis Faktor- Faktor Penentu Tingkat Profitabilitas Perusahaan Di Sektor Industri Manufaktur Di Indonesia (Studi kasus Industri Batik)” yang telah dilakukan oleh Nita Herawati dan M. Wahyudi (2007). Hasil penelitian Ryan (2006) menunujukan bahwa struktur pasar industri garmen di indonesia adalah pasar persaingan monopolistik. Produk yang dihasilkan heterogen. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian itu adalah antara lain : CR4 sebagai ukuran dari struktur pasar, x-efisiensi dan Price Cost-Margin (PCM) sebagai ukuran kinerja. Selain itu variabel pertumbuhan industri dan produktivitas juga dilibatkan dalam penelitian tersebut. Rata-rata nilai konsentrasi rasio pada industri tersebut sebesar 16,22 persen dan tingkat Barrier to entry pada industri tersebut adalah rendah. Nilai PCM yang dihitung pada periode 1983-2003 rata bernilai 24,9 persen yang menunjukan tingkat keuntungan industri yang relatif besar. Hasil estimasi variabel yang digunakan menghasilkan niali CR4 yang berpengaruh negatif terhadap PCM. Hal tersebut diduga karena persaingan yang ketat di industri garmen menjadikan kesempatan untuk mendapatkan laba yang besar semakin kecil. Sementara itu variabel x-efesiensi memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap PCM. Artinya semakin besar kemampuan dalam melakukan efesiensi maka semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan. Variabel pertumbuhan yang digunakan pada penelitian tersebut menghasilkan perhitungan positif yang artinya pertumbuhan memberikan pengaruh yang searah dengan nilai keuntungan yang direprentasikan oleh PCM. Penelitian lain dilakukan oleh Nita Herawati dan M. Wahyudin (2007) mengenai industri batik di indonesia dengan menggunakan beberapa variabel
penelitian yang sedikit berbeda. Pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah P-T atau SE yaitu profit setelah pajak sebagai prosentase dari total equity yang merupakan variabel terikat yang merupakan indikator dari tingkat keuntungan. Rasio kosentrasi perusahaan terbesar dan MES sebagai variabel bebas yang digunakan untuk indikator struktur pasar, ASR (Advertising Sales Ratio) sebagai variabel bebas untuk indikator perilaku, dan variabel pertumbuhan. Hasil estimasi yang dilakukan pada penelitian tersebut meunjukan nilai positif dan signifikan terhadap variabel yang diujikan. Variabel MES memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat keuntungan dengan nilai koefisien 0,66 yang artinya kenaikan produksi sebesar 1 persen akan mampu menaikan keuntungan sebesar 0,66 persen. Variabel konsentrasi perusahaan memberikan pengaruh signifikan terhadap keutungan dimana kenaikan 1 persen tingkat konsentrasi industri akan meningkatkan keuntungan sebesar 0,185 persen. Variabel ASR berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat keuntungan, dimana 1 persen kenaikan biaya advertensi akan meningkatkan keutungan sebesar 2,33 persen pada penelitian tersebut. Variabel pertumbuhan juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan. Kenaikan 1 persen jumlah pertumbuhan akan mendorong peningkatan keutungan sebesar 0,058 persen. Hasil kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tersebut adalah variabel bebas yang digunakan dalam penelitian tersebut memberikan hasil yang signifikan terhadap variabel terikat dan sesuai dengan teori yang ada.
Kerangka Pemikiran Teoritis Di dalam kerangka pemikiran penelitian yang menggunakan pendekatan Struktur-Conduct-performance akan banyak melihat keterkaitan antar variabel pada sektor industri. Tujuannya adalah untuk menganalisa apakah terdapat suatu kesesuaian hubungan yang tercipta antara struktur dengan perilaku pada industri yang dapat mempengaruhi kinerja dari industri batik di kota Tegal.
Kerangka Pemikiran Industri Batik Tulis di kota Tegal X-Efisiensi
Pangsa Pasar (MS)
Capital Labour Ratio (CLR) Kinerja (PCM)
Gambar 2.3 Bagan Kerangka pemikiran
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan teori-teori yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis yang disusun adalah : 1.
Diduga terdapat hubungan positif antara pangsa pasar perusahaan dengan nilai keutungan (PCM) pada industri batik di kota Tegal.
2.
Diduga terdapat hubungan positif antara CLR dengan nilai keuntungan (PCM) pada industri batik di kota Tegal.
3.
Diduga terdapat hubungan positif antara nilai efisiensi internal dengan nilai keutungan (PCM) pada industri batik di kota Tegal.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Pangsa Pasar (Market Share) Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri yang berkisar antara 0 persen hingga 100 persen dari total penjualan seluruh perusahaan. Seperti halnya struktur pasar lainnya, peranan pangsa pasar adalah sebagai sumber kekuatan bagi suatu perusahaan. Pangsa pasar menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya.
si MSi
=
x 100%
3.1
stotal ket. : MSi
= pangsa pasar perusahaan i (%)
si
= total penjualan perusahaan i
s total
= total penjualan seluruh perusahaan
Perilaku Pasar (Market Conduct) Capital to Labour Ratio merupakan variabel yang sering digunakan untuk melihat perilaku para pelaku usaha dalam suatu industri, yaitu suatu ukuran yang menghitung besarnya kecenderungan dari teknik yang digunakan dalam proses produksi. Perusahaan akan dinilai sebagai perusahaan yang cenderung padat modal atau kah padat tenaga kerja. Dengan kondisi yang berbeda itu tentu saja akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perilaku masing-masing pelaku usaha. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai CLR, yaitu dengan membagi besarnya pengeluaran untuk modal terhadap pengeluaran untuk tenaga kerja. CLR =
Share Biaya Modal Share Biaya Tenaga Kerja
3.2
Kinerja Pasar ( Market Performance) Untuk menjelaskan kinerja suatu industri dilakukan dengan menggunakan analisis efisiensi internal atau efisiensi-X dan Price-Cost Margin (PCM). Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan nilai total biaya produksi perusahaan tersebut. TR - TC X-Eff =
3.3 TC
Ket : Nilai Tambah Nilai Output Biaya input
= TR – TC = TR (Total Revenue) = TC (Total Cost)
Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa atau disebut juga sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia seperti tenaga listrik yang dijual, jasa industri, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang jadi dan penerimaan lain. Sementara itu biaya input yang digunakan dalam penelitian memiliki pengertian yang dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi (bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan).
Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi antara lain tenaga kerja, tanah, modal dan kewirausahaan. Contoh : upah gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal, dan pajak tidak langsung netto. Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang berikutnya adalah
proksi dari keuntungan Price-Cost Margin (PCM). PCM diperoleh dengan membagi selisih antara total revenue yang dikurangi nilai total biaya produksi dengan total revenuenya. Tingkat PCM yang tinggi umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi. PCM (Indeks Lerner) dapat dirumuskan sebagai berikut : TR - TC PCM
=
3.4 TR
Sumber : Lipczynki (2005)
Populasi Menurut Mudrajat Kuncoro (2003) populasi mempunyai arti yaitu kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau
kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari
atau
menjadi objek
penelitian. Penelitian ini dilakukan di kota Tegal meliputi seluruh sentra industri batik di kota Tegal khususnya kelurahan Kalinyamat Wetan dan kelurahan
Bandung, kecamatan Tegal Selatan. Dua kelurahan ini merupakan pusat sentra industri batik tulis di kota Tegal. Jumlah populasi dari industri batik di daerah ini adalah 115 unit pengusaha batik dengan rincian 53 perusahaan terdapat di kelurahan Kalinyamat Wetan, 35 perusahaan di kelurahan Bandung dan sisanya sebesar 27 perusahaan batik tersebar di kelurahan lain yang masih dalam kecamatan Tegal Selatan (Data Base IRT Disperindagkop Kota Tegal, 2007).
Sampel Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu dengan tiap populasi diberikan nomor dan kemudian sampel yang diinginkan ditarik secara acak, baik menggunakan random number atau dengan undian biasa, sehingga dari populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih (Supranto, 2003). Penentuan ukuran pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ukuran 30% dari jumlah populasi yang diteliti. Berdasarkan Data Base IKM Disperindagkop terdapat 115 perusahaan sebagai populasi. Sehingga 30% dari jumlah populasi adalah 35. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 perusahaan.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan data primer. Data Primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengusaha industri batik di kota Tegal dan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data statistik yang diestimasi adalah data cross section dan akan diolah dengan menggunakan software E-Views. Sedangkan data penunjang merupakan data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berasal dari perpustakaan FE UNDIP berbagai sumber baik dari buku, laporan, jurnal, hasil penelitian maupun lembaga atau instansi terkait dalam penelitian ini, antara lain BPS Propinsi Jawa Tengah, BPS kota Tegal, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tegal dan lain-lain.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara dan metode dokumentasi.
Metode Analisis Hubungan antar Variabel dalam Penelitian Hubungan antar variabel dalam penelitian ini akan dapat dilihat dengan menggunakan analisis regresi linear. Jenis regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Squared (OLS). Variabel terikat dalam model ini adalah proksi dari keuntungan suatu industri yaitu PCM (%). Variabel bebas yang digunakan adalah pangsa pasar perusahaan, CLR, efisiensi-X. Model yang akan digunakan pada penelitian ini adalah PCMt = b0 + b1MS + b2 CLR + b3X-eff + u Keterangan : PCM = Rasio keutungan industri (Price Cost Margin). MS
= Kekuatan perusahaan dalam suatu industri sehingga mampu bersaing (Market Share)
CLR
= nilai rasio modal terhadap tenaga kerja (Capital to Labour Ratio)
X-Eff = Rasio efisiensi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara total revenue dan total cost industri. u
= Unsur gangguan
b0
= Intercept
b1, b2, b3,= koefesien kemiringan parsial b1>0; b2 >0 ; b3>0 Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : TR - TC PCM =
X 100% TR
TR -TC X-Eff =
CLR
X 100% TC Share Biaya Modal
=
X100% Share biaya Tenaga Kerja Penjualan Perusahaan i
MS
=
x 100% Total Penjualan seluruh Perusahaan
Uji Statistik dan Uji Ekonometrika a. Uji R-Squared (R2) Mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai variabel terikat. Nilai R2 memiliki dua sifat yaitu memiliki besaran positif dan besarannya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 sebesar nol maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel terikat dengan variabel bebas sedangkan jika R2 sebesar satu maka terdapat kecocokan yang sempurna antar variabel terikat dengan variabel bebas. Nilai R2 ini juga merupakan fraksi dari variasi yang mampu dijelaskan oleh model (Damondar Gujarati, 2008). b. Uji F Pengujian ini bertujuan untuk menjelaskan kemampuan variabel secara bersamaan dalam menjelaskan keragaman dari variabel terikat. Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji distribusi F. Caranya adalah dengan membandingkan antara nilai kritis F-tabel dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil output regresi. c. Uji T Uji statistik t pada dasarnya digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas signifikan secara individual dalam menerangkan variabel terikatnya (Iman Ghozali, 2005). d. Deteksi Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang “sempurna” di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi
(Frisch dalam Gujarati, 1978). Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien regresi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. e.
Deteksi Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi korelasi
serial antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) atau menurut ruang (data cross section). Suatu asumsi penting dari model linear klasik adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau kondisi yang berurutan diantara gangguan (disturbance) μi yang masuk ke dalam fungsi regresi. (Gujarati, 1999). f. Deteksi Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dan residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan itu tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisidas. g.
Deteksi Normalitas Deteksi Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal
atau
tidak.
Jarque-Bera Test adalah deteksi statistik untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal. Untuk lebih mudah mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dengan melihat koefisien Jarque-bera dan probabilitas-nya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Batik
tegalan
merupakan
batik
yang memiliki
corak
tersendiri
dibandingkan dengan batik Pekalongan maupun Solo. Selain corak yang cenderung melebar, besar dan agak kasar ( Gaya Pesisiran ), juga dari segi pewarnaan dinilai lebih berani memadukan warna-warna yang menonjol, Sehingga batik tulis tegal sangat mudah dikenali. Motif batik yang memunculkan kesan tegas sekaligus lugas ini menjadi ciri tersendiri bagi batik tulis tegal. Selain itu ada pula batik jumputan. Yakni batik yang diproses produksinya menggunakan pola jumputan. Motif batik jumputan memberikan kesan yang abstrak dan santai.
Analisis Data a. Pangsa Pasar Persaingan harga yang ketat diantara pengrajin mengakibatkan nilai pangsa pasar (Market Share) menjadi sangat kecil. Persaingan harga akan menyebabkan perusahaan tidak berani menaikan harga, sehingga nilai pangsa pasarnya kecil dalam suatu industri. Berdasarkan teori dan penjelasan yang telah ada maka dapat disimpulkan bahwa industri batik tulis di kota Tegal merupakan industri dengan persaingan bersifat monopolistik. Karena produk yang dihasilkan industri batik kota Tegal adalah produk yang heterogen (motifnya), tidak ada perusahaan yang menguasai pangsa pasar lebih dari 10%-50%, banyak penjual dan pembeli, serta profit normal. Perbedan produk tersebut adalah perbedaan dari jenis motif dan warna yang beragam sesuai dengan pesanan pembeli atau pedagang (distributor atau agen) batik yang dari dalam kota maupun luar kota.
b. Perilaku Diferensiaisi produk dan Harga Adanya perilaku yang menetukan harga sesuai dengan motifnya. Semakin rumit dan bagus suatu motif batik tulis maka harga akan semakin mahal. Capital Labour Ratio (CLR) CLR (Capital Labour Ratio) adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui perilaku yang terjadi pada industri batik tulis. Perilaku tersebut mengenai teknik produksi pada industri batik tulis, teknik tersebut lebih menggunakan modal atau tenaga kerja. Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan nilai CLR pada industri batik di kota Tegal memiliki kecenderungan sebagai industri padat karya. Hal berdasarkan perhitungan nilai rasio biaya modal (capital) terhadap biaya tenaga kerja yang relatif kecil. Semakin kecil nilai CLR maka penggunaan tenaga kerja lebih besar. Ini berarti peran tenaga kerja pada industri batik tulis sangat penting.
Berdasarkan data pada hasil penelitian, nilai CLR dalam industri batik tulis di kota Tegal hanya 11% - 16% , hal ini berarti industri batik tulis di kota Tegal adalah industri yang padat karya. Industri padat karya adalah industri yang membutuhkan tenaga kerja lebih besar daripada alat atau teknologi. Peran tenaga kerja dalam industri batik tulis sangat besar. Bahkan industri batik tulis dapat dikategorikan kedalam produk kerajinan tangan dengan nilai seni yang tinggi. Nilai seni ini terlihat dari motif-motif pada industri batik tulis.
Kinerja Price Cost-Margin Indikator yang digunakan untuk dapat menganalisis kinerja industri batik tulis di kota Tegal adalah melalui perolehan keuntungan dalam industri batik tulis. Di dalam menganalisis kinerja industri batik tulis digunakan pendekatan PriceCost Margin (PCM) sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung atau total penjualan dikurangi total biaya dibagi total penjualan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai PCM masing-masing perusahaan hanya berkisar 11% sampai dengan 21% saja. Kecilnya nilai PCM ini disebabkan karena persaingan harga yang tinggi, adanya monopoli sumber bahan baku, naiknya harga bahan baku yang tidak diimbangi oleh kenaikan harga kain batik, dan efisiensi yang rendah dalam industri batik tulis. Berdasarkan data pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa nilai efisiensi industri batik tulis di kota Tegal mempunyai nilai efisiensi rata-rata sebesar 20 persen.
Hubungan Antar Variabel Dalam Penelitian Hasil Estimasi Persamaan PCM Industri Batik Tulis Di Kota Tegal Variabel MS CLR X-EFISIENSI C
coefficient 0.084679 0.014060 0.706077
Std. Errr 0.063464 0.026489 0.004288
t-statistik 1.334.282 0.530788 1.646.514
Prob. 0.1918 0.5993 0.0000
2.022.490
0.501449
4.033.293
0.0003
R-squared
0.999015
D-W stat
2.627.730
Adjusted R-squared
0.998920
F-statistic
10480.30
S.E. of regression
0.096021
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber : Output Pengolahan Data dengan E-views 6 (Lampiran D) ket : α = 5 % Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan software EVIEWS 6, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi(R2) adalah sebesar 0,99 pada taraf nyata 95%. Hal ini berarti variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model penelitian dapat menjelaskan pengaruhnya secara bersamaan terhadap PCM sebagai variabel terikat sebesar 99%. Sementara itu sisanya, yaitu sebesar 1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian yang digunakan.
Deteksi Normalitas Hasil Deteksi Jarque-Bera (Deteksi Normalitas) 9
Series: Residuals Sample 1 35 Observations 35
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.24e-15 0.032417 0.099141 -0.235716 0.091687 -1.047652 3.174613
Jarque-Bera Probability
6.446986 0.039816
2 1 0 -0.2
-0.1
-0.0
0.1
Sumber : Output Pengolahan Data dengan Eviews 6 Berdasarkan hasil deteksi Jarque-Bera, dengan n = 35 dan k = 3, maka diperoleh degree of freedom (df) = 32 (n-k), dan menggunakan α = 5 persen diperoleh χ2 tabel sebesar 46,194. Dibandingkan dengan nilai Jarque Bera 6.446986, maka Ho diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdistribusi normal karena nilai Jarque Bera lebih kecil dibanding nilai χ2 tabel.
Deteksi Multikolinearitas (Regresi auxiliary) Hasil Regresi auxiliary Y(PCM) = f (MS, CLR, X-Efi) R-squared X1 (MS) = f (CLR, X-Efi) R-squared X2 (CLR) = f (MS, X-Efi) R-squared X3 (X-Efisien) = f (MS, CLR) R-squared Sumber : Output Pengolahan Data Dengan Eviews 6
0.999015 0.679320 0.671435 0.143098
Berdasarkan hasil output regresi auxiliary, tidak ada nilai R Square dari variabel independen yang lebih besar dari variabel dependennya, maka dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah multikolinearitas.
Deteksi Heterokedastisitas Hasil Deteksi White (Heteroskedastisitas) χ2 (df=32)
obs*R square
21,25473 46,194 Sumber : Output Pengolahan Data Dengan Eviews 6 (Lampiran H) Berdasarkan
hasil
estimasi
dengan
menggunakan
deteksi
white
heteroscedasticity, maka dapat disimpulkan bahwa Ho yang mengatakan ada masalah heteroskedastisitas dapat ditolak, karena nilai Obs*R2 < nilai χ2 tabel, sehingga model tidak terdapat masalah heteroskedastisity.
Deteksi Autokorelasi Deteksi asumsi klasik yang terakhir adalah deteksi autokorelasi. Pendeteksian autokorelasi tersebut dilakkukan dengan menggunakan BreuschGodfrey Serial Correlation LM. Apabila nilai probability obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata (α) maka hasil regresi tidak mengandung autokorelasi. Berdasarkan pada lampiran
dapat dilihat bahwa nilai Probability (P-Value)
sebesar 0,1159 lebih dari taraf nyata 5 persen, maka terima H0. sehingga dapat
disimpulkan bahwa model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah autokorelasi. Uji F-statistik adalah pengujian model secara keseluruhan untuk mendeteksi ketepatan model. Setelah melakukan regresi, didapat nilai F hitung model persamaan. Dari regresi pengaruh pangsa pasar (market share), CLR (capital to labour ratio), dan X-efisiensi terhadap PCM (price –cost margin) di kelurahan Kalinyamat Wetan dan kelurahan Bandung kecamatan Tegal Selatan kota Tegal yang menggunakan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dengan degree of freedom for denominator sebesar 32, dimana (n-k) = (35-3 = 32), dan degree of freedom for nominator sebesar 2 (k-1=2), maka diperoleh F tabel sebesar 3,29. Sedangkan dari hasil regresi diperoleh F-statistik sebesar 104,803. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-hitung > F-tabel). Pengujian statistik yang selanjutnya dilakukan adalah uji t. Uji t atau uji parsial digunakan untuk melihat signifikasi setiap koefesien regresi. Dengan menggunakan uji t dapat diketahui pengaruh tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen. Pengaruh pangsa pasar (market share), CLR (capital labour ratio), dan effesiensi terhadap PCM (price cost margin) dengan taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), dan degree of freedom (df) = 32 (n - k = 353), maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,037. Nilai t- statistik dan Koefisien Pangsa Pasar (market share), CLR (capital labour ratio) dan X-Efisiensi. Variabel
Coefficient
t-Statistic
t-tabel (α=5%)
Keterangan
X1 0.009044 1,334 2,037 tidak signifikan α=5% X2 0.008246 0,530 2,037 tidak signifikan α=5% X3 0.846060 16,451 2,037 signifikan α=5% Sumber : output Pengolahan Data dengan Eviews 6 (Lampiran H) Berdasarkan hasil pengolahan eviews, dapat diketahui bahwa nilai tstatistik variabel independen X1 (pangsa pasar )dan variabel X2 (CLR) lebih kecil dari nilai t-tabel, maka dua variabel ini dapat dikatakan tidak signifikan terhadap
variabel dependennya yaitu variabel Y (PCM), sedangkan varibel X3 (efisiensi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y (PCM).
Intepretasi Hasil Setelah dilakukan pendeteksian ekonometrika dan statistik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan intepretasi atas hasil pengujian tersebut.
Pengaruh Pangsa Pasar Hasil dari regresi model persamaan dalam penelitian ini, diperoleh bahwa pangsa pasar (market share) mempunyai hubungan positif dan tidak signfikan terhadap PCM (price-cost margin). Temuan ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan yakni pangsa pasar (market share) berpengaruh positif dan signifikan terhadap PCM (price cost-margin). Hubungan tidak signifikan antara pangsa pasar dengan PCM disebabkan adanya momentum penetapan batik tulis sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 oktober 2009, hal ini membuat permintaan akan batik tulis meningkat, meningkatnya permintaan ini akan mempengaruhi pengrajin batik untuk memproduksi lebih banyak batik tulis. Karena
pengrajin
atau
penngusaha
memproduksi
lebih
banyak
tentu
membutuhkan bahan baku yang tidak sedikit, sehingga permintaan akan bahan baku batik tulis juga meningkat, momentum ini juga dimanfaatkan oleh penjual bahan baku batik tulis dengan menaikan harga bahan baku batik, karena hanya ada satu toko yang menjual bahan baku batik maka dengan terpaksa pengrjin atau pengusaha harus membeli bahan baku dari toko tersebut. Naiknya harga bahan baku yang pada akhirnya membuat biaya produksi batik juga ikut meningkat, untuk mengantipasi kerugian akibat tingginya biaya produksi maka pengrajin atau pengusaha menaikan harga batik. Untuk menjaga tingginya permintaan akan batik tulis dan persaingan harga yang tinggi, pengrajin tidak menaikan harga yang terlalu tinggi. Dengan meningkatnya pangsa pasar karena penjualan batik yang tinggi tentu akan meningkat pula keutungan tapi sisi lain biaya produksi juga ikut meningkat sehingga kenaikan pangsa pasar yang tinggi tidak di ikuti kenaikan harga batik tentu membuat keutungan rendah. Hal inilah yang membuat pangsa
pasar tidak signifikan terhadap keutungan (PCM). Dengan tipe struktur pasar yang monopolistik maka hubungan antara pangsa pasar dengan tingkat keuntungan lebih cenderung mengikuti Efficiency Structure Hypothesis. Efficient Structure Hypothesis menyatakan bahwa hubungan antara konsentrasi dan profitabilitas, dan antara pangsa pasar dan tingkat profit tidaklah benar-benar terjadi, jadi hanyalah hubungan yang palsu. Menurut pemikiran ini, konsentrasi dan pangsa pasar sebenarnya adalah proksi dari efisiensi, yang akan mempengaruhi
profitabilitas
secara
positif. Dimana
perusahaan yang lebih efisien akan dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan melakukan penghematan biaya pengeluaran dengan
tanpa menaikkan tingkat
harga dan pada akhirnya perusahaan yang efisien akan memimpin pasar dengan posisinya yang dominan dan pasar pun akan cenderung terkonsentrasi. Pengrajin atau pengusaha batik tulis yang lebih efisien akan dapat memperoleh profit lebih banyak.
Pengaruh Capital Labour Ratio (CLR) Hasil dari regresi model persamaan dalam penelitian ini, diperoleh bahwa variabel CLR mempunyai hubungan tidak signifikan terhadap variabel PCM. Temuan ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan yakni CLR (capital labour ratio) berpengaruh positif dan signfikan terhadap PCM (price cost margin). Hasil CLR yang tidak signifikan ini disebabkan oleh fenomena yang terjadi pada industri batik ini. fenomena tersebut adalah keterbatasan tenaga kerja dan produktivitas kerja. Keterbatasan dan produktifitas tenaga kerja adalah tenaga kerja yang produktif justru lebih memilih bekerja sebagai penjaga warteg dari pada membatik, karena alasan upah yang tinggi inilah yang membuat kekurangan tenaga kerja yang produktif. Tenaga kerja yang tersedia adalah tenaga kerja yang kurang produktif, maksud dari produktif yakni jam kerja yang digunakan membatik sangat kurang. Jam kerja yang biasa dilakukan adalah 6 jam perhari yang seharusnya 8 jam perhari. Pada saat permintaan batik meningkat waktu ditetapkannya batik sebagai warisan budaya oleh UNESCO pada tanggal 2 oktober 2009. Pada saat itulah
produksi meningkat untuk memenuhi pasar. Dengan begitu industri batik tentu membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk memenuhi permintaan batik yang tinggi. Permintaan batik yang tinggi mempengaruhi permintaan akan tenaga kerja yang tinggi juga. Permintaan tenaga kerja yang tinggi dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit menyebabkan kenaikan upah tenaga kerja. Kenaikan upah inilah yang secara langsung mempengaruhi biaya produksi. Upah yang tinggi akan membuat biaya produksi juga tinggi, jadi walaupun industri batik merupakan industri yang padat karya yang artinya peran tenaga kerja dalam hal produksi menjadi lebih dominan daripada mesin. Hampir semua proses produksi dikerjakan dengan ketrampilan pekerja dan mesin hanyalah berfungsi untuk membantu mempercepat proses pengerjaan. Dengan penambahan tenaga kerja akan meningkatkan keutungan (hubungan positif) dari tingginya permintaan tapi sisi lain biaya produksi(upah) juga ikut meningkat, ditambah lagi tenaga kerja yang tersedia adalah tenaga kerja yang kurang produktif. Hal inilah yang membuat variabel CLR tidak signifikan terhadap variabel keutungan (PCM).
Pengaruh X-Efisien Hasil regresi variabel X-Efisiensi terhadap PCM menghasilkan nilai koefisien sebesar 0.70 dan signifikan pada taraf nyata 95%. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan variabel X-Efisiensi terhadap tingkat keuntungan. Ketika terjadi 1% perubahan atas variabel efisiensi akan memberikan pengaruh perubahan sebesar 0,70 % tingkat keuntungan, asumsi ceteris paribus. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Hubungan X-efisiensi dengan PCM tersebut sesuai dengan hipotesis dan teori dimana kenaikkan efisiensi-X akan meningkatkan proksi keuntungan industri batik tulis di kota Tegal.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis yang didapatkan pada industri batik tulis di kota Tegal maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan jenis struktur pasar, perilaku dan kinerja dari industri batik tulis di kota Tegal adalah sebagai berikut : a. Industri batik tulis di kota Tegal termasuk ke dalam tipe pasar persaingan monopolistik dimana pasar ini bersifat banyak penjual dan pembeli, produk yang heterogen. Rata-rata pangsa pasar dari industri batik tulis di kota Tegal sebesar 2,86 persen. b. Terdapat beberapa perilaku pada industri batik tulis di kota Tegal. Perilaku ini dipengaruhi oleh jenis struktur pasar yang dimiliki oleh industri batik tulis kota Tegal. Perilaku-perilaku tersebut antara lain adalah perilaku dalam menentukan harga yang bervariasi berdasarkan pada jenis motif, Selain itu teknik produksi yang ada pada industri ini adalah bersifat padat karya sehingga terdapat karakteristik ketenagakerjaan yang unik di sana. c. Kinerja yang dihasilkan oleh industri batik tulis tergolong kecil. Rata-rata nilai PCM industri ini adalah sebesar 16,8 persen. Tingkat efisiensi yang hadir pada industri ini tergolong cukup rendah yaitu rata-rata sebesar 20 persen. 2. Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan terhadap persamaan PCM dapat disimpulkan sbb : a. Terdapat hubungan positif
dan tidak signifikan antara tingkat pangsa
pasar terhadap keuntungan industri yang diwakili oleh variabel PCM. Hubungan ini tidak sesuai dengan hipotesis umum yang menyebutkan bahwa hubungan antara pangsa pasar dan keuntungan. Hal ini berarti jika tingkat pangsa pasar industri meningkat maka keuntungan akan mengalami peningkatan, ceteris paribus. Tidak signifikan karena peningkatan pangsa pasar yang tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan keutungan, karena adanya kenaikan harga bahan baku dan terjadi
persaingan harga diantara pengrajin atau pengusaha batik tulis, sehingga pengrajin atau pengusaha batik tulis tidak berani menaikan harga yang tinggi. Jadi hubungan antara pangsa pasar dengan keutungan berpengaruh, tapi pengaruhnya sangat lemah. b. Terdapat hubungan positif dan tidak signifikan antara rasio biaya modal per biaya tenaga kerja (CLR) terhadap keuntungan. Hal ini berarti jika besarnya biaya modal (kemajuan terhadap teknologi) diperbesar maka akan mendorong tingkat keuntungan, ceteris paribus. Tetapi hubungan antara CLR dengan keutungan sama seperti hubungan pangsa pasar dengan keutungan, hubungannya sangat lemah. Hubungan ini disebabkan oleh naik upah tenaga kerja serta peralatan (canting) yang digunakan dan naiknya keutungan tidak setara dengan kenaikan upah tenaga kerja yang lebih tinggi. Selama ini industri batik tulis merupakan industri yang padat karya, dimana peran tenaga kerja memang sangatlah penting. Produk batik tulis merupakan barang kerajinan tangan sehingga ketrampilan tangan seorang tidak dapat tergantikan oleh alat atau teknologi. c. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara Efisiensi terhadap tingkat keuntungan. Hal ini sesuai dengan hipotesis umum yang menyatakan bahwa hubungan antara efisiensi dan keuntungan adalah searah. Jika nilai efisiensi meningkat maka akan mendorong keuntungan menjadi lebih tinggi. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada penelitian ini. Kekurangan tersebut diantaranya adalah tidak ada seri data penelitian yang ada sehingga pengamatan hasil hanya dapat dilihat pada tempat dan waktu tertentu atau dengan cross section. Tentu saja akan menjadi suatu hal yang menarik jika makin banyak seri data yang didapat sehingga penelitian dapat membandingkan kondisi dahulu, terkini dan berbagai tempat dari objek penelitian.
Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini berdasarkan hasil yang diperoleh adalah a.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel efisiensi berpangaruh positif terhadap PCM (keutungan), artinya dengan melakukan efisiensi maka keutungan perusahaan akan meningkat. Nilai efisiensi pada industri batik tulis di Kelurahan Kalinyamat Wetan dan Kelurahan Bandung sangat kecil yang menunjukan bahwa dalam industri tersebut belum melakukan efisiensi yang maksimal. Efisiensi dapat dilakukan dengan menekan biaya produksi, seperti dengan menggunakan kembali malam atau lilin hasil nglorod. Penggunaan kembali malam atau lilin hasil nglorod sudah dilakukan dalam industri batik tulis di Kelurahan Kalinyamat Wetan dan Kelurahan Bandung kota Tegal. Efisiensi juga dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah tenaga kerja yang sedikit dan menciptakan inovasi motif
yang mempunyai nilai jual
tinggi. b.
Peran pemerintah sangat penting dalam mengawasi dan membuat kebijakan yang mendukung terciptanya industri batik tulis yang efisien sehingga peran industri batik tulis sebagai sumber pembiayaan pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dapat tercapai.
c.
Ketersedian data dapat mempermudah proses pembangunan daerah. Untuk itu hendaknya
pemerintah
pengelolaan data.
memberikan
perhatian
yang
lebih
terhadap
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik.2010. Kota tegal dalam angka 2009/2010. Bab IV industri, listrik dan air minum. Tegal Badan Pusat Satatistik.2007. Direktori Perusahaan Industri Pengolahan Skala Kecil. 2007. Jakarta Dajan, Anto. 1986. Pengantar Metode Statistik Jilid I. Jakarta : LP3ES. Desperindag. 2007. Rekapitulasi Data Pengrajin Batik Tulis Kota Tegal. Kota Tegal Drs. Iswardono SP.,MA.1989 .Ekonomika Mikro.Yogyakarta:UPP AMP YKPN. Eko Prasetyo, P. 2007. “Hubungan Struktur Pasar Dan Perilaku Pasar Serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pasar”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No. 2, Hal. 111-122. Febriyanti, Riyan. 2006. “Analisis Industri Pakaian Jadi (Garmen) Di Indonesia (Pendekatan Structure - Conduct - Performance)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Departemen Ilmu Ekonomi. IPB. Hening, Yustika Pritariani.2009.”Analisis Perkembangan Usaha Mikro dan Kecil Binaan BKM Arta Kawula Di Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. UNDIP Herawati, Nita dan M. Wahyudin. 2005. “Analisis Faktor-Faktor Penentu Tingkat Profitabilitas Perusahaan di Sektor Industri Manufaktur Indonesia Studi Kasus : Industri Batik (ISIC 32117)”. Tesis tidak dipublikasikan. UMS Http://www.promojateng-pemprovjateng.com/ambildaerah.php?kota=Tegal. Diakses pada tanggal 2 Nopember 2011. Http://tegalkota.go.id/index.php/peta-investasi/potensi-investasi/sektor industri.html. Diakses pada tanggal 2 Nopember 2011. Http://www.bappeda-kotategal.go.id. Diakses pada tanggal 2 nopember 2011. Indah, Yuliana Putri. 2010.”Analisis Usaha Mikro Monel Yang Memperoleh Kredit Dari Dinas UMKM Kabupaten Jepara”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. UNDIP Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Jogjakarta : BPFE UGM.
Kaesti, Dwi, Atika.2010. “Analisis Kinerja Industri Tekstil Dan Produk Tekstil (TPT) Di Indonesia tahun 2000-2003 (Pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan.UNDIP Lipczynski, John. 2005. Indistrial Organization : Competition, Strategy, Policy. Second Edition. Essex : Pearson Education. Lipsey, R.G. et all. 1996. Pengantar Mikroekonomi jilid 2. (Terj) Maulana dan Saputra. Jakarta : Binarupa Aksara. Merriel Razak & Andian Anggraeni. “Batik: Pengertian & Macam Berdasarkan Cara Pembuatan ”. http ://www.Belanja Batik.com. Diakses Tanggal 11 Juli 2011. Naylah, Maal. 2010.” Pengaruh Struktur PasarTerhadap Kinerja Industri Perbankan Indonesia”. Tesis Tidak Dipublikasikan. UNDIP Nugroho, Ari, Hermawan. 2011. “Analisis Industri Furniture Kayu Kabupaten Jepara :Sebuah Kajian Dalam Perspektif Struktur – Perilaku – Kinerja”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. UNDIP Sangganagara, Harjoko. “ Definisi Batik .” http://www.Batik Indonesia.com. Diakses tanggal 11 juli 2011. Satriaputra, Indra, Irvan. 2009. ”Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kerajinan Di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Departemen Ilmu Ekonomi. IPB Supranto, J. 2010. Ekonometri. Bogor: Ghalia Indonesia. Sulistyastuti, Diah R. 2004. “Dinamika Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) : Analisis Konsentrasi Regional UKM Di Indonesia 1993 – 2001”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 9 , No. 2 , Hal. 143-164. Tambunan, Tulus H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia : Beberapa Isu Penting. Jakarta : Salemba Empat. Triaksono, Andre. 2008.“Berbagai Sudut Pandang Tentang Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif”. http://www. ekonomikreatif.blogspot.com. diakses tanggal 11 juli 2011. Wing, Wahyu Winarno. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika Dengan E Views.Edisi Kedua. Yogyakarta : STIM YKPN.