Analisis Hubungan Antara Performa Perusahaan dan Pengelolaan Modal Kerja pada Perusahaan Non Finansial di Indonesia Zuchaeri Ecky Ramadan Akhmad Syakhroza Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja pada perusahaan non finansial di Indonesia. Penelitian menggunakan data panel dari 195 perusahaan non finansial di Indonesia yang terdaftar pada bursa efek Indonesia pada rentang tahun dari 2008 sampai 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja pada perusahaan non finansial di Indonesia secara umum. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan non finansial yang memiliki keterbatasan finansial memiliki hubungan yang digambarkan seperti kurva cembung dimana mengartikan bahwa ada titik optimum pengelolaan modal kerja pada perusahaan tersebut. The Analysis of Relationship Between Firm Perfomance and Working Capital Management in Non Financial Firm in Indonesia Abstract The purpose of this study is to investigate the relationship between firm performance and working capital management in non financial fim in Indonesia. The study is using panel data of of the 195 non financial firm in Indonesia that listed in the Indonesian stock exchange from year 2008 until 2012. This study find evidence that there are negative relationship between firm performance and working capital management in non financial firm in Indonesia.t The study also find that there is a concave curve relationship between firm performance and working capital management in financially constrained non financial firm in Indonesia. Keywords: Firm performance, Working Capital Management, Financially constrained firm
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Pendahuluan Modal kerja adalah sebuah ukuran finansial yang mewakili
likuiditas operasi yang
tersedia untuk menjalankan bisnis. Namun pembahasan atas modal kerja tidaklah sampai pada likuiditas operasi saja, karena pada prakteknya dimana ketidakpastian akan permintaan produk, harga pasar, kualitas barang, dan ketersediaan dari sumber daya menjadi suatu beban resiko transaksi ketika membeli dan menjual barang, dimana perusahaan membutuhkan pembiayaan melalui hutang jangka pendek (Scherr , 1989). Siklus modal kerja menjelaskan seberapa banyak waktu yang dibutuhkan oleh asset lancar dan hutang jangka pendek agar bisa diberdayaakan menjadi kas. Sebuah siklus modal kerja yang positif akan menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran untuk memaksimalkan Free cash flow. Pengelolaan atas modal kerja dan pembiayaan jangka pendek melibatkan pengelolaan antara aset jangka pendek dan hutang jangka pendek. Tujuan dari pengelolaan modal kerja adalah untuk menjamin bahwa perusahaaan bisa melangsungkan kegiatan operasi perusahaan dan mempunyai arus kas yang mencukupi untuk memenuhi hutang jangka pendek yang akan jatuh tempo dan pengeluaran operasional yang akan datang. Literatur atas pilihan investasi selalu dikembangkan melalui banyak kontribusi para peneliti. Banyak studi yang telah membuktikan adanya hubungan antara investasi dan nilai perusahaan . Keputusan investasi dan pembiayaan adalah suatu keputusan yang independen, dan literatur tentang pasar modal mendukung adanya hubungan antara kedua keputusan ini (Modigliani dan Miller 1958 , Fazzari, Hubbard & Petersen 1988, Hubbard 1998). Studi lainnya tentang bukti empiris adanya efek valuasi dari investasi atas modal kerja dan pengaruhnya terhadap pembiayaan, disamping adanya interelasi antara komponen dari modal kerja secara individual ketika mengevaluasi pengaruhnya dengan tatakelola perusahaan (Burton Lonie & Power, 1999). Penelitian tentang pengelolaan modal usaha terbagi kedalam dua pandangan investasi, pertama adalah dengan semakin tinggi nilai dari modal kerja yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan tersebut bisa meningkatkan penjualan dan mendapatkan diskon untuk pembayaran atas modal kerjanya , yang implikasinya adalah meningkatkan nilai perusahaan. Namun dilain pihak, tingginya nilai investasi di modal kerja mengakibatkan biaya modal kerja yang besar dan
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
sebagai konsekuensinya adalah perusahaan bisa saja menghadapi keharusan untuk tambahan pendanaan yang biasanya berasal dari hutang, dimana tambahan hutang tersebut bisa menjadikan probabilitas perusahaan tersebut bangkrut semakin tinggi (Schiff dan Lieber, 1974). Mengkombinasikan antara sisi positif dan negatif dari efek modal kerja bertujuan untuk memprediksi dari hubungan nonlinear antara investasi di modal kerja dan nilai perusahaan. Indikasi adanya hubungan antara pilihan modal kerja dengan performa perusahaan sejalan dengan bukti yang terdapat di perusahaan jepang dan Taiwan yang memiliki nilai tinggi memegang investasi dimodal kerja lebih rendah apabila dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki nilai lebih rendah. (Wang, 2002). Penelitian selanjutnya dikembangkan lagi untuk melihat faktor kondisi finansial perusahaan yang mempunyai peranan penting didalam hubungan modal kerja dengan performa perusahaan dengan melihat keterbatasan pendanaan yang dihadapi (Caballero et al, 2012). Untuk melihat faktor kondisi finansial , terlebih dahulu dibuktikan adanya hubungan antara pengelolaan modal kerja dengan performa dari perusahaan. Penelitian akan dilanjutkan dengan melihat hubungan antara investasi di modal kerja dengan performa perusahaan yang dibedakan berdasarkan keterbatasan finansial dari perusahaan itu sendiri. Hasil Penelitian tentang hubungan antara pengelolaan modal kerja dengan performa perusahaan di negara inggris dengan melihat keterbatasan pendanaan yang dihadapi oleh Caballero, et al (2012) mengindikasikan adanya hubungan U shaped antara modal kerja dengan performa perusahaan dimana investasi didalam modal kerja dan performa perusahaan berhubungan positif didalam tingkat modal kerja yang rendah dan sebaliknya berhubungan negatif di tingkat modal kerja yang tinggi (Caballero et al, 2012 ). Dilain pihak, penelitian atas 50 perusahaan di Iran menjadi bukti bahwa bisa terdapat hubungan yang negatif antara pengelolaan modal kerja dan performa perusahaan. Hasil dari penelitian atas 50 perusahaan tersebut mengemukakan bahwa setiap periode Cash conversion cyle yang meningkat, hal tersebut akan menurunkan performa perusahaan dan manager dari perusahaan bisa membuat nilai positif bagi perusahaan dengan menurunkan periode tersebut ke titik yang paling minimum
(Vahid et al, 2012). Penelitian di Kenya terhadap perusahaan
penghasil teh mengenai hubungan antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja. Penelitian terhadap perusahaan penghasil teh di Kenya mengindikasikan adanya hubungan yang signifikan antara Cash conversion cycle , Net trade cycle, dan Inventory turnover terhadap performa perusahaan. Hasil yang didapat mengemukakan bahwa adanya hubungan yang negatif
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja pada perusahaan penghasil teh di Kenya (Yegon et al, 2014) Temuan atas hubungan performa perusahaan dengan pengelolaan modal kerja yang saling berbeda antara penelitian di Inggris yang mempunyai hasil positif dan penelitian di Kenya serta Iran yang sama sama mengindikasikan hasil yang negatif menjadikan sebuah pertanyaan atas bagaimana sebenarnya keadaan tersebut pada perusahaan non finansial di Indonesia. Pembahasan atas hubungan performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja dilanjutkan lagi untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial dan yang tidak mengalami keterbatasan finansial .Argumen atas hal ini adalah pada kondisi pasar yang sempurna, perusahaan dipercaya selalu bisa mendapatkan pembiayaan dari pihak lain yaitu kreditur, tanpa adanya suatu kesusahan ataupun masalah, dan oleh karena itu pula, investasi perusahaan tersebut tidak dibatasi kepada ketersediaan modal dari perusahaan itu sendiri (Modigliani dan Miller, 1958). Tetapi dengan adanya ketidaksempurnaan pasar, yang dalam hal ini adanya asimetris infomasi, dan biaya keagenan yang menjadi beban tambahan perusahaan, maka beban pembiayaan dari kreditur tidak menjadikan substitusi yang sempurna untuk ketersediaan modal yang dimiliki perusahaan (Greenwald et al, 1984). Hal ini menjadikan investasi perusahaan bergantung tidak hanya kepada pembiayaan dari luar, namun juga melihat adanya ketersediaan dari finansial yang dimiliki perusahaan itu sendiri dan juga kemudahan akses kepada permodalan (Stiglitz dan Weiss, 1981). Ketersediaan dari finansial yang dimiliki perusahaan serta kemudahan akses dari permodalan ini sendiri yang menjadi acuan untuk membedakan antara perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dan yang tidak memiliki keterbatasan finansial, dimana menurut Fazzari dan Petersen (1993), investasi didalam modal kerja akan lebih sensitif apabila perusahaan tersebut memiliki keterbatasan finansial apabila dibandingkan dengan investasinya pada modal dari dalam yang tetap.
Tinjauan Teoritis Modal kerja didefinisikan sebagai sebuah ukuran finansial atas likuiditas operasi sebuah perusahaan dimana menjelaskan tentang jumlah kas yang terikat didalam operasi tersebut sehingga mendefinisikan kondisi jangka pendek dari perusahaan (Maria Hjertberg, Jonas Hoijer , 2013).Modal kerja juga bisa diartikan secara praktek sebagai perputaran aktiva lancar perusahaan
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
sebagai akibat dari pilihan investasi perusahaan yang dimana tingkat perputarannya selama satu tahun(Prasanna Chandra, 2002). Modal kerja juga diartikan sebagai keseluruhan dari aktiva lancar suatu perusahaan sebagai suatu dana yang berfungsi sebagai pembiayaan atas kegiatan operasional dari perusahaan tersebut (Agnes Sawir, 2001).Tingkatan dari modal kerja suatu perusahaan sangat bergantung kepada berbagai faktor diantaranya kondisi pasar dimana perusahaan berada sebagai faktor makro, dan pengadaptasian value chain didalam perusahaan sebagai contoh dari faktor mikro.(Maria Hjertberg, Jonas Hoijer, 2013). Karena modal kerja sangan erat kaitannya dengan kepemilikan perusahaan atas aset dan hutang jangka pendek, maka pengelolaan atas modal kerja mencakup pengelolaan atas piutang , persediaan dan hutang , serta kas. Sebuah perusahaan bisa dilengkapi dengan aset dan profitabilitas tetapi tingkat likuiditasnya rendah karena asset tersebut tidak bisa dirubah menjadi kas dengan mudah , dan hal ini bisa menjadikan perusahaan tersebut menjadi kesulitan likuiditas kas yang suatu saat bisa menjadikan resiko gagal bayar atas hutang jangka pendek perusahaan. Modal kerja yang positif menjamin sebuah perusahaan dapat mempertahankan operasinya dan mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan pengeluaran operasionalnya. Tetapi walaupun perusahaan mempunyai tingkatan modal kerja yang positif, beberapa perusahaan dengan tingkat modal kerja yang sangat tinggi mengindikasikan adanya permasalahan yang serius didalam pengelolaan modal kerja. Didalam memahami modal kerja, terdapat dua tipe pembahasan yaitu berdasarkan konseptual atas modal kerja, dan juga pembahasan atas dasar waktu dari modal kerja. Dengan adanya efek positif dan negatif dari modal kerja yang mengindikasikan bahwa pilihan atas modal kerja itu akan mengakibatkan adanya trade off. Konsekuensinya adalah penelitian dilakukan untuk melihat apakah perusahaan bisa mencapai level modal kerja yang optimal dimana pengeluaran dan manfaat dari modal kerja itu akan memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan melihat hal ini, pada level modal kerja yang optimal, performa perusahaan akan
meningkat sejalan dengan kenaikan level modal kerja sampai batas optimal. Namun
sebaliknya, apabila level modal kerja belum berada didalam titik yang optimal, maka akan ada hubungan negatif antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja.
H1
: Ada hubungan antara pengelolaan modal kerja perusahaan dengan performa perusahaan
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Apabila hipotesis akan adanya hubungan U shaped antara modal kerja dan performa perusahaan berhasil dibuktikan, maka pemikiran akan diperluas lagi atas adanya perbedaan antar perusahaan yang memiliki keterbatasan keuangan dan yang tidak memiliki keterbatasan keuangan. Perusahaan akan selalu bisa mendapatkan pendanaan dari pihak luar dengan tidak ada masalah yang menjadikan investasi mereka tidak bergantung pada ketersediaan dari modal internal (Modigliani dan Miller, 1958). Dengan adanya ketidaksempurnaan modal kerja, seperti adanya asimetris informasi dan biaya keagenan. Friksi yang ada didalam pasar modal akan meningkatkan biaya atas modal dari luar yang berkaitan dengan pendanaan dari internal, dan konsekuensinya adalah
pendanaan dari luar tidak menjadi subtitusi yang sempurna atas
pendanaan dari dalam perusahaan( Greenwald et al, 1984). Investasi didalam modal kerja lebih sensitif kepada keterbatasan pembiayaan apabila dibandingkan dengan investasi pada modal tetap. Sejalan dengan hal ini, karena tingkat modal kerja yang positif membutuhkan pembiayaan, level optimal dari modal kerja tersebut diekspektasi akan lebih sedikit pada perusahaan yang mempunyai keterbatasan dana. (Fazzari dan Petersen, 1993). Untuk melihat efek dari keterbatasan finansial didalam tingkat optimal dari modal kerja, estimasi atas adanya keterbatasan finansial perusahaan harus dilihat dari berbagai sampel perusahaan dengan banyak perspektif , yang melihat dari kesamaan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan dari luar.
H2
: Ada perbedaan hubungan antara pengelolaan modal kerja dengan performa
perusahaan
pada
perusahaan
yang
mengalami
keterbatasan finansial
Metode Penelitian Pengelolaan atas modal kerja yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan kepada performa perusahaan. Pengelolaan modal kerja sendiri didasari atas adanya insentif perusahaan untuk mempunyai modal kerja yang positif dimana tingkat investasi yang tinggi didalam kredit perniagaan dan persediaan yang diperpanjang bisa meningkatkan performa
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
perusahaan dengan maksud tertentu(Caballero et al, 2012). Metode pengukuran performa perusahaan yang dikemukakan oleh tobin digunakan peneliti sebagai variabel dependen. Perhitungan variabel performa perusahaan dihitung dari rasio atas jumlah nilai pasar dari ekuitas perusahaan dan nilai buku dari hutang perusahaan lalu dibagi dengan nilai buku dari aset perusahaan. Penelitian ini menggunakan satu variabel independen yaitu Net trade cycle (NTC). Namun dimodel kedua, variabel ini ditambah dengan memasukkan variabel dummy keterbatasan finansial (DFC) untuk lebih jauh meneliti tentang perbedaan pengaruh modal kerja pada perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dan yang tidak memiliki keterbatasan finansial. NTC dihitung dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Shin dan Soenen (1998) yang mengukurnya dengan cara NTC= (Piutang / Penjualan)*365 +(Inventori/ penjualan)*365(hutang/penjualan)*365. Sementara DFC dicari dengan melakukan pengklasifikasian perusahaan dengan memakai berbagai pendekatan untuk mengenali perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dimana diantaranya adalah dilihat melalui dividen, arus kas, dan besar perusahaan. Untuk melihat secara tepat hubungan antara pengelolaan modal kerja dengan performa perusahaan , penelitian ini menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan (SIZE) ,leverage (LEV), pertumbuhan perusahaan (Growth),
dan Return on asset (ROA).
Definisi dan metode penghitungan tiap variabel dapat dilihat pada bagian operasionalisasi variabel. Model yang digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan pada bab sebelumnya dibagi menjadi dua tahapan model: Model tahap pertama:
Model tahap pertama ini disajikan untuk menjawab hipotesis pertama dari penelitian. Model tahap kedua:
Model tahap kedua ini disajikan untuk menjawab hopitesis kedua dari penelitian. Pada model tahap kedua ini diberikan suatu dummy keterbatasan finansial perusahaan (DFC) yang dibuat untuk mengelompokkan perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial dan yang tidak memiliki keterbatasan finansial.
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Keterangan : = Pengukuran performa perusahaan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh tobin NTC
= Net trade cycle , dihitung dengan menggunakan perhitungan yang dikemukakan oleh Shin dan Soenen (1998)
SIZE
= logaritma natural total aset perusahaan pada tahun t
LEV
= Rasio total hutang dibagi dengan total asset perusahaan
GROWTH
= Rasio atas nilai buku dari Intangible asset dibagi dengan total asset
ROA
= Return on asset , dihitung dengan cara rasio income before income tax dan dibagi dengan aset total = Variabel dummy keterbatasan finansial perusahaan. 1 kalau perusahaan
memiliki
keterbatasan
finansial,
0
kalau
perusahaan tidak memiliki keterbatasan finansial
Rasio tobin Q dikemukakan oleh James Tobin dari universitas Yale, yang beranggapan bahwa nilai pasar yang digabungkan dari semua perusahaan di pasar modal seharusnya sama dengan replacement cost. Rasio tobin Q sendiri sudah dipakai untuk menjelaskan sebuah fenomena diversifikasi perusahaan, dimana secara antar bagian, rasio tobin menerangkan tentang pilihan investasi dan diversifikasi antar perusahaan , selain itu menerangkan tentang hubungan antara pengelolaan kepemilikan aset lancar dengan nilai perusahaan, dan juga hubungan antara performa perusahaan dan peluang investasi perusahaan (Chung dan Pruitt, 1944). Rasio tobin adalah sebuah statistik yang bisa menjadi sebuah proksi untuk menerangkan nilai perusahaan dari sisi eksternal , yaitu investor. Perhitungan dari rasio tobin adalah membagi antara valuasi pasar , dimana valuasi pasar tersebut adalah harga (penggantian asset) perusahaan yang mengacu kepada nilai pasar dari perusahaan , yang dibagi dengan nilai buku atas aset total perusahaan tersebut (Tobin dan Brainard, 1968). Nilai dari rasio tobin Q ini juga dibagi dua kembali yaitu yang berada pada rentang nol sampai satu, yang berarti biaya untuk penggantian asset perusahaan lebih besar daripada nilai pasar dari perusahaan tersebut, dimana hal ini mengimplikasikan bahwa nilai saham suatu perusahaan tersebut di pasar modal mengalami undervalued (Tobin dan
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Brainard, 1968). Dilain pihak, nilai rasio tobin yang berada diatas satu mengatakan bahwa nilai pasar dari perusahaan lebih mahal daripada biaya dari penggantian asset dari perusahaan tersebut, yang mengimplikasikan bahwa nilai perusahaan tersebut overvalued di pasar modal yang mengindikasikan perusahaan dengan peluang investasi yang lebih menjanjikan karena memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dan telah membuktikan bahwa perusahaan telah bisa mengelola asetnya dengan baik (Shin dan Soenen, 1988).
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik purposive judgment sampling. Sampel penelitian adalah perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008 sampa 2012. Perusahaan harus tertera selama lima tahun berturut turut untuk menjadi sampel penelitian, sehingga perusahaan yang listing atau delisting di tengah periode tersebut tidak termasuk kedalam sampel dan akan dikeluarkan dari penelitian. Tabel 1. Proses Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan
Jumlah Perusahaan
Jumlah perusahaan non finansial yang selalu terdaftar di
355
Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2008 sampai 2012 Data tidak lengkap
(160)
Total sampel
195
Jumlah tahun
5
Total observasi
975 Sumber : olahan penulis
Beberapa perusahaan memiliki kendala kurangnya data sehingga harus dikeluarkan dari sampel penelitian. Tahapan pemilihan sampel penelitian ditunjukkan didalam Tabel 4.1 dengan mengeluarkan perusahaan perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian. Data sampel
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
perusahaan yang lengkap terdapat pada bagian lampiran 1. Berdasarkan taben 4.1 , total observasi dari sampel sebanyak 975. Semua data yang diambil untuk penelitian bersumber dari data sekunder yang diambil dari Pusat Data Ekonomi dan Bisnis (PDEB) FEUI, dan laporan keuangan tahunan perusahaan. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel
Mean
Maksimum
Minimum
Standar Deviasi
NTC Size
0.535
2.829
0.012
0.251
91,6
1726
-338
106.36
Rp188.053.000.000
Rp.9.254.783
1.709
Rp.5.543.034.699
Leverage
0,297
2.070
0.00044
0.214
Growth
0.056
0.823
-0.029
0.132
ROA
0.109
12.981
-0.655
0.478
Tertera pada tabel 4.2 bahwa nilai rata rata dari rasio Tobin Q adalah 0.535. Mengacu kepada pengertian dari rasio Tobin Q, Nilai diantara 0 dan 1 ini menunjukkan bahwa biaya untuk menggantikan aset dari perusahaan non finansial di Indonesia masih lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai dari sahamnya di pasar modal sehingga secara implisit menyebutkan bahwa perusahaan non finansial di Indonesia rata rata masih undervalued. Nilai maksimum dari rasio Tobin Q adalah perusahaan Eratex Djaja dengan nilai rasio 2.829. Berdasarkan dari penjelasan atas rasio Tobin Q, nilai rasio Tobin Q perusahaan Eratex Djaja termasuk nilai rasio yang tinggi yaitu lebih dari 1 sehingga menunjukkan bahwa perusahaan eratex djaja adalah sebuah perusahaan non finansial yang overvalued di pasar modal berdasarkan rasio Tobin Q. Nilai minimum dari rasio Tobin Q adalah perusahaan Intan Wijaya dengan nilai rasio 0.012. Berdasarkan dari penjelasan atas rasio Tobin Q, nilai rasio perusahaan Intan Wijaya masih terdapat pada interval 0 sampai 1 yang menunjukkan bahwa perusahaan Intan Wijaya adalah perusahaan nonfinansial yang undervalued di pasar modal berdasarkan rasio Tobin Q Pairwise pearson correlation matrix digunakan untuk menjadi acuan keberadaan dari multikolinearitas. Pada tabel 3 bisa dilihat bahwa tidak ada nilai diatasn 0.8 yang menjadi batas
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
multikolinearitas diantara semua variabel independen dan juga kontrol dengan variabel dependennya yaitu Tobin Q
Tabel 3. Pairwise Pearson Correlation Matrix
TOBIN
NTC
SIZE
LEV
GRO
TOBIN
1.0000
NTC
-0.0399
1.0000
SIZE
0.0865
-0.1769
1.0000
LEV
0.0778
-0.0065
-0.1636
1.0000
GRO
-0.2098
-0.0085
-0.1131
-0.0149
1.0000
ROA
-0.0965
-0.0256
-0.1100
0.0247
-0.0538
ROA
1.0000
Dengan hal ini bisa dikatakan bahwa tidak ada multikolinearitas yang terjadi antara semua variabel independen dengan variabel dependennya. Pada tabel 4.7, Hasil regresi variabel NTC terhadap variabel rasio tobin Q memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat keyakinan 99%. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caballero, et al (2012) yang melakukan penelitian pada perusahaan non finansial di inggris, namun sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Vahid, et al (2012) pada perusaaan di iran dan juga penelitian dari Yegon, et al (2012) yang meneliti perusahaan penghasil teh di Kenya. Hubungan negatif ini menggambarkan bahwa dengan semakin panjangnya waktu yang dibutuhkan perusahaan non finansial di Indonesia untuk suatu Net Trade cycle nya, maka hal tersebut akan semakin mengurangi performa dari perusahaan (Vahid,et al , 2012).
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Hasil Regresi Model I (Tanpa DFC)
Variabel
Hipotesis
Koefisien
z
P > |z|
NTC
Ada hubungan
-.007071
-1.66
0.097*
SIZE
-
-.001249
-0.11
0.914
LEV
+
.001590
1.73
0.085*
GRO
+
-.686045
-10.72
0.000***
ROA
-
-.061172
-5.30
0.000***
.586966
0.017
0.017**
Cons N
975
Adj R-square
0,1271
Prob > chi2
0,0000
*** signifikan pada α = 1% ** signifikan pada α = 5% *
signifikan pada α = 10%
Keterangan Tabel : Tabel ini mempresentasikan hasil regresi dari model penelitian. Estimasi dilakukan dengan menggunakan data panel. Jumlah observasi adalah 430. Variabel dependen dalam model penelitian adalah TOBIN. Variabel independen dalam penelitian adalah NTC . Variabel kontrol dalam penelitian adalah SIZE, LEV, GRO, ROA. Definisi operasional variabel dependen dan independen adalah sebagai berikut: (i) TOBIN = dihitung dari rasio Tobin Q; (ii) NTC = Nilai Net Trade Cycle yang dihitung dari model Shin dan Shoenen(1998);;(iii)Size=logaritma natural dari sales;(iv) Lev= Leverage dihitung dari debt to equity ratio;(v) GRO= variabel pertumbuhan perusahaan ;(vi)ROA= Return On Asset. Sumber: Keluaran Stata yang telah diolah
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Hubungan negatif antara Net trade cycle dengan
performa perusahaan bisa dikarenakan
perusahaan non finansial di Indonesia memiliki jangka waktu yang panjang didalam Net trade cycle nya yang ditandai oleh nilai rata rata dari Net trade cycle sampel perusahaan non finansial di Indonesia yang 91,6 hari . Rata rata ini menunjukkan bahwa perusahaan non finansial di Indonesia masih mempunyai suatu siklus Net trade cycle yang lebih panjang
apabila
dibandingkan pada perusahaan di inggris dari penelitian Caballero, et al(2012) yang mempunyai rata rata Net trade cycle hanya 56,4 hari dan hubungan antara Net trade cycle positif dengan performa perusahaan. Fenomena di perusahaan non finansial di Indonesia ini mengindikasikan bahwa dengan semakin lamanya Net trade cycle yang sudah melampaui titik optimal , maka opportunity cost dan efek dari financing cost akan semakin membuat performa perusahaan semakin negatif (Caballero, et al , 2012). Hal ini mengartikan bahwa apabila perusahaan non finansial di Indonesia bisa mengurangi periode Net trade cycle nya, maka hal tersebut akan meningkatkan performa perusahaan dan memberikan nilai tambah dari pemilik modal seperti hasil yang dikemukakakan dari penelitian terhadap perusahaan the di Kenya oleh Yegon, et al (2012). Dari hasil regresi variabel dividend payout grouping pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai variabel
NTC*DFC
menunjukkan
hasil
yang
positif.
Dividend
payout
grouping
mengelompokkan perusahaan yang dinilai mengalami keterbatasan finansial apabila tidak membayar dividen pada suatu periode tertentu. Didalam Dividend payout grouping, perusahaan yang tidak membayar dividen pada suatu periode tertentu diberikan nilai 1 sebagai tanda bahwa perusahaan tersebut diindikasi mengalami keterbatasan finansial. Sebaliknya, apabila perusahaan membayar dividen pada suatu periode akan diberikan nilai 0 yang melambangkan bahwa perusahaan tersebut tidak mengalami keterbatasan finansial.
Tabel 4. Hasil Regresi dengan memasukkan variabel DFC
Variabel
Dividend
Payout Ratio
CashFlow
External
payout
Grouping
Grouping
Financing
Grouping
NTC*DFC
.00048***
Grouping
.00049***
.00028**
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
.00007***
SIZE
.00268
.00212
.000978
-.00290
LEV
.00072
.00070
.000835
.00081
GRO
-.39155***
-.38104***
-.37179***
-.38179***
ROA
-.06154***
-.06148***
-.059921***
-.06161***
Adj R-Sq
0,0894
0.0910
0,0840
0,0827
Prob>
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
Hasil regresi dimana menunjukkan hubungan positif untuk NTC*DFC memberikan bukti bahwa adanya suatu hubungan dimana semakin panjang rentang waktu Net trade cycle pada perusahaan non finansial yang sedang mengalami keterbatasan finansial di Indonesia, maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial bisa saja memberikan perpanjangan kredit penjualan untuk menarik konsumen agar membeli produknya, karena hasil dari penjualan dari produk ini adalah merupakan sumber utama penerimaan kas mereka. Namun dilain pihak, hal ini bisa saja menjadikan perusahaan memiliki ketidakcukupan kas untuk operasional sehari hari sehingga menjadi keharusan untuk mencari pembiayaan dari luar melalui hutang, tetapi tambahan pembiayaan dari luar ini juga yang menjadikan resiko kebangkrutan semakin besar apabila tidak dikelola dengan baik. Kesimpulan dan Saran Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara performa perusahaan dengan pengelolaan dari modal kerja. Model utama yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model penelitian dari Caballero et al (2014) dengan modifikasi pada beberapa variabel unuk mengaplikasikannya di indonesia. Apabila dilihat secara rata rata, perusahaan non finansial di Indonesia yang menjadi sampel memiliki nilai tobin Q sebesar 0.535 dan mempunyai rata rata 0.543 setelah melalui proses winsorize . Apabila kembali mengacu kepada pemahaman atas rasio tobin Q itu sendiri, Nilai diantara 0 dan 1 ini mengartikan bahwa biaya penggantian aset dari perusahaan non finansial di Indonesia masih lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai dari sahamnya di pasar modal sehingga secara implisit menyebutkan bahwa perusahaan non finansial di Indonesia rata rata masih undervalued.
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Secara rata rata perusahaan non finansial di Indonesia memiliki nilai Net trade cycle yang 91.6 yang berarti bahwa rata rata perusahaan non finansial di Indonesia memiliki waktu 91.6 hari yang harus didanai melalui pinjaman dari luar perusahaan. Nilai ini juga menunjukkan bahwa rata rata perusahaan non finansial di Indonesia membutuhkan waktu 91.6 hari agar kas yang diproses didalam siklus perdagangan bisa kembali menjadi kas. Nilai ini masih termasuk lebih lama dari rata rata sampel di inggris yang hanya 56,4 hari sehingga mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia memiliki tenggat waktu yang harus dibiayai oleh pendanaan dari luar lebih lama dibandingkan dengan perusahaan non finansial di inggris. Hal ini menjadikan perusahaan non finansial di Indonesia harus mencari pendanaan yang lebih besar sehingga berimplikasi kepada tingginya resiko gagal bayar dari perusahaan. Proses regresi pertama dilakukan untuk mengetahui hubungan antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja pada perusahaan non finansial di Indonesia, Hasil dari pengujian data menunjukkan bahwa hubungan negatif yang signifikan terlihat antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin singkat jangka waktu dari Net trade cycle suatu perusahaan non finansial di Indonesia, maka semakin tinggi performa perusahaannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan modal kerja perusahaan di Indonesia secara umum lebih baik mempersingkat jangka waktu Net trade cycle sehingga bisa menaikkan performa perusahaan. Hasil pengujian data lanjutan dengan menggunakan variabel keterbatasan finansial yang dialami perusahaan memperlihatkan bahwa terjadi perbedaan hubungan antara performa perusahaan dan pengelolaan modal kerja pada perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial dan yang tidak memiliki keterbatasan finansial. Pada perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial terdapat hubungan positif antara variabel Net trade cycle sebagai indikator pengelolaan modal kerja , dengan nilai rasio tobin sebagai indikator performa perusahaan. Hal ini menjelaskan bahwa, pada perusahaan yang memiliki keterbatasan finansial, semakin panjang jangka waktu Net trade cycle, maka nilai perusahaan akan semakin naik. Ini semua dikarenakan perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial bisa saja memberikan perpanjangan kredit penjualan untuk menarik konsumen agar membeli produknya, karena hasil dari penjualan dari produk ini adalah merupakan sumber utama penerimaan kas mereka. Namun dilain pihak, hal ini bisa saja menjadikan perusahaan memiliki ketidakcukupan kas untuk operasional sehari hari sehingga menjadi keharusan untuk mencari pembiayaan dari luar melalui hutang, tetapi tambahan
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
pembiayaan dari luar ini juga yang menjadikan resiko kebangkrutan semakin besar apabila tidak dikelola dengan baik.
Keterbatasan dan saran dalam penelitian ini adalah Sampel yang digunakan hanya terbatas untuk perusahaan non finansial dalam jangka waktu lima tahun (2008-2012) karena maksimalisasi kelengkapan data. Penelitian selanjutnya dapat memasukkan perusahaan perusahaan baru maupun membawanya kedalam ranah komparatif antar negara ataupun menambah rentang waktu untuk lbih luas melihat hubungan antara performa perusahaan dengan pengelolaan modal usaha dari perusahaan tersebut. Selanjutnya Pengelompokan perusahaan bisa lebih diperbanyak lagi dengan asumsi asumsi pengelompokkan perusahaan yang lain sehingga menambah perspektif pemikiran didalam melihat hubungan antara performa perusahaan dan pengelolaan modal usaha pada perusahaan yang mengalami keterbatasan finansial lebih baik lagi.
Daftar Referensi Agnes Sawir. (2001). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Burton, M. B., Lonie, A. A., & Power, D.M. (1999). The stock market reaction to investment announcements: The case of individual capital expenditure projects. Journal of Business Finance & Accounting, 26, 681–708 Chung, K. E.,Wright, P., & Charoenwong, C. (1998). Investment opportunities and market reaction to capital expenditure decisions. Journal of Banking & Finance, 22, 41–60. Cunat, V. (2007). Trade credit: Suppliers as debt collectors and insurance providers. Review of Financial Studies, 20, 491-527. Caballero, S. b. (2012). Firm performance and working capital management. Journal of Business Research, 67, 332-338. Deloof, M., 2003. Does Working Capital Ma nagement Affect Profitability of Belgian Firms?. Journal of Business Finance and Accounting 30, 573- 587. Scherr, Fredeich C. (1989) Modern working capital management text and cases. Englewood cliffs, N.J. Prentice-Hall.
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Maria Hjertberg, E. (2013) Introduction to working capital management. Cavendi Management Consulting. Fazzari, S. M., Hubbard, R. G., & Petersen, B. C. (1988). Financing constraints and corporate investment. Brookings Papers on Economic Activity, 1, 141–195. Fazzari, S. M., & Petersen, B. (1993). Working capital and fixed investment: New evidence on financing constraints. The Rand Journal of Economics, 24, 328–342. Florackis, C., Kostakis, A., & Ozkan, A. (2009). Managerial ownership and performance. Journal of Business Research, 62, 1350–1357. Greenwald, B., Stiglitz, J. E., &Weiss, A. (1984). Informational imperfections in the capital market and macroeconomic fluctuations. American Economic Review, 74, 194–199. Hill, M. D., Kelly, G., & Highfield, M. J. (2010). Net operating working capital behaviour: A first look. Financial Management, 39, 783–805. Himmelberg, C., Hubbard, R., & Palia, D. (1999). Understanding the determinants of managerial ownership and the link between ownership and performance. Journal of Financial Economics, 53, 353–384.
Hsiao, C. (1985). Benefits and limitations of panel data. Economic Review, 4, 121–174. Hubbard, R. (1998). Capital-market imperfections and investment. Journal of Economic Literature, 36, 193–225. Jensen, M. C., & Meckling,W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3, 305–360. Kieschnick, R., LaPlante, M., & Moussawi, R. (2011). Working capital management and shareholder wealth. Working paper Kim, Y. H., & Chung, K. H. (1990). An integrated evaluation of investment in inventory and credit: A cash flow approach. Journal of Business Finance & Accounting, 17, 381–390. Lee, Y. W., & Stowe, J. D. (1993). Product risk, asymmetric information, and trade credit. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 28, 285–300. Lewellen, W., McConnel, J., & Scott, J. (1980). Capital market influences on trade credit policies. Journal of Financial Research, 3, 105–113.
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
McConnell, J. J., & Muscarella, C. J. (1985). Corporate capital expenditure decisions and the market value of the firm. Journal of Financial Economics, 14, 399–422. Modigliani, F., & Miller, M. H. (1958). The cost of capital, corporation finance and the theory of investment. American Economic Review, 48, 261–297. Moyen, N. (2004). Investment–cash flow sensitivities: Constrained versus unconstrained firms. Journal of Finance, 59, 2061–2092. Myers, S., & Majluf, N. (1984). Corporate financing and investment decisions when firms have information that investors do not have. Journal of Financial Economics, 13, 187–221. Prasannna , Chandra. (2002). Investment analysis and portofolio management. Tata Mc GrawHill. Schiff, M., & Lieber, Z. (1974). A model for the integration of credit and inventory management. Journal of Finance, 29, 133–140. Shin, H. H., & Soenen, L. (1998). Efficiency of working capital and corporate profitability. Financial Practice & Education, 8, 37–45. Stiglitz, J., & Weiss, A. (1981). Credit rationing in markets with imperfect information. American Economic Review, 71, 393–410. Tobin, James.; Brainard, William C (1968). "Pitfalls in Financial Model Building". American Economic Review 58 (2): 99–122. Wang, Y. J. (2002). Liquidity management, operating performance, and corporate value:Evidence from Japan and Taiwan. Journal of Multinational Financial Management, 12, 159–169. Vahid, T . K. (2012) Working Capital Management and Corporate Performance : Evidence from Iranian companies. Journal of Finance and Accounting , 1313-1318. Yegon, C. K. (2014). Working Capital Management and Corporate Financial Performance: Evidence from Panel Data Analysis of Selected Quoted Tea Companies in Kenya. Research Journal of Finance and Accounting, 53-62.
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014
Analisis hubungan..., Zuchaeri Ecky Ramadan, FE, 2014