Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
ANALISIS FUNDAMENTAL SAHAM SEKTOR PERBANKAN PERIODE TAHUN 2001 – 2008 BERDASARKAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Welin Kusuma*, Dessy Mulyani** *Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya Email:
[email protected] **Program Pendidikan Akuntansi (PPAk) Universitas Surabaya
ABSTRAK Krisis keuangan yang dipicu oleh krisis subprime mortgage securities di Amerika Serikat telah mempengaruhi perekonomian di seluruh dunia. Krisis tersebut ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia, salah satunya adalah sektor perbankan. Pada saat ini, sektor perbankan mengalami kesulitan likuiditas seiring dengan ketatnya likuiditas di pasar keuangan. Kesulitan tersebut juga terlihat di pasar modal dengan adanya penurunan harga saham di pasar modal. Salah satu bentuk analisis fundamental saham untuk pengambilan keputusan dalam membeli atau menjual saham yaitu dengan menggunakan teori Capital Asset Pricing Model (CAPM). Dengan konsep CAPM dapat diketahui imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dari suatu saham dengan menggunakan nilai beta historis suatu saham. Dalam makalah ini penulis akan melakukan analisis fundamental terhadap saham berdasarkan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan melakukan perhitungan beta historis, imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) saham dan membandingkan antara imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dengan imbal hasil aktual (actual return) untuk mengetahui apakah suatu saham dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai wajar (fairvalued) atau dinilai terlalu mahal (overvalued). Penelitian ini dilakukan terhadap saham sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2001-2008. Berdasarkan hasil penelitian ini, dari 14 saham bank yang menjadi subjek penelitian ini, terdapat delapan saham bank yang harganya dinilai terlalu murah (undervalued) dan enam saham bank yang harganya dinilai terlalu mahal (overvalued) pada awal tahun 2009. Kata Kunci: CAPM, beta historis, saham sektor perbankan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejalan dengan era globalisasi dan perdagangan bebas berbagai industri sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia. Industri perbankan merupakan salah satu sektor yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia seiring dengan semakin cepatnya arus keluar masuk modal dari suatu negara ke negara lainnya. Saat ini, sektor perbankan di Indonesia ikut mengalami kesulitan likuiditas akibat pengaruh krisis keuangan global yang ikut melanda Indonesia. Salah satu indikator kinerja perusahaan yang go public di pasar modal dapat tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Secara umum, terdapat dua analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis pergerakan harga saham, yaitu analisis
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis fundamental ini menitikberatkan pada data kunci dalam laporan keuangan perusahaan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat, sedangkan analisis teknikal adalah proses melakukan analisis harga di masa lalu dalam usaha untuk membantu memprediksi harga di masa depan. Ini dilakukan dengan cara membandingkan gerakan harga saat ini, yaitu harapan saat ini dengan gerakan harga di masa lalu yang sebanding untuk memprediksi harga di masa depan yang logis. (Salim, 2003: 3) Salah satu bentuk analisis fundamental saham menggunakan teori Capital Asset Pricing Model (CAPM). Konsep CAPM menyatakan bahwa hasil atau premi risiko atas saham akan ditentukan oleh kontribusi saham individu tersebut di dalam risiko dari portofolio saham. (Body, Kane & Markus, 2005: 289). Berdasarkan sifatnya, risiko saham dapat dibedakan menjadi dua, yaitu risiko tidak sistematik dan risiko sistematik. Risiko tidak sistematik adalah risiko yang dapat dihilangkan dengan jalan diversifikasi, sedangkan risiko sistematik adalah risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan jalan diversifikasi. Oleh karena itu, risiko tidak sistematik tidak relevan diperhitungkan dalam menghitung tingkat keuntungan yang dipersyaratkan oleh investor dalam investasi yang membentuk suatu portofolio. Risiko sistematik ini diukur dengan beta, yaitu sudut kemiringan (slope) yang menunjukkan hubungan tingkat keuntungan saham individu dengan tingkat keuntungan pasar saham secara keseluruhan. Dalam model ini hubungan antara tingkat keuntungan saham individu dan tingkat keuntungan pasar bersifat linear. Beta yang dihasilkan dari regresi tersebut disebut dengan beta historis. (Jogiyanto, 2000: 237) Dengan konsep CAPM dapat diketahui imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dari suatu saham dengan menggunakan nilai beta historis suatu saham. Beta merupakan ukuran risiko sistematik relatif individual saham terhadap risiko sistematis atau risiko pasar. (Jogiyanto, 2000: 237) Dalam penelitian ini penyusun akan melakukan analisis fundamental terhadap saham berdasarkan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan melakukan perhitungan beta historis, imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) saham dan membandingkan antara imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dengan imbal hasil aktual (actual return) untuk mengetahui apakah suatu saham dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai wajar (fairvalued) atau dinilai terlalu mahal (overvalued). Penelitian ini dilakukan terhadap saham sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2001 – 2008. Rumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta tersebut teridentifikasi beberapa masalah yang menarik untuk diteliti antara lain: a. Berapa nilai beta historis suatu saham individu dalam sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2008? b. Berapa imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) saham individu dalam sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2008? c. Apakah harga saham perusahaan di sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia awal tahun 2009 dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai wajar (fairvalued), atau dinilai terlalu mahal (overvalued)?
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menghitung nilai beta historis suatu saham individu dalam sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2008. b. Menghitung imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) saham individu dalam sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 20012008. c. Menentukan apakah harga saham perusahaan di sektor perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia awalh tahun 2009 dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai wajar (fairvalued), atau dinilai terlalu mahal (overvalued). METODA Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya Berikut ini definisi operasional untuk masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini: a. Imbal hasil terealisasi / realized return (y) Imbal hasil terealisasi diukur dari perubahan harga pasar suatu saham dalam satu tahun ditambah dividen dibagi harga pasar suatu saham di awal tahun. Rumus: Imbal hasil terealisasi =
P1 P0 Dividen P0
(Rumus 1.)
Keterangan: P1 = harga saham penutupan di akhir tahun (annual closing price) P0 = harga saham pembukaan di awal tahun (annual opening price) Dividen = besar jumlah dividen yang dibayarkan terhadap pemegang saham b. Imbal hasil bebas risiko / risk free return (Rf) Imbal hasil bebas risiko diukur menggunakan rata-rata tahunan dari suku bunga SBI 1 bulan. c. Imbal hasil pasar / market return (RM) Imbal hasil pasar diukur menggunakan perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam satu tahun terhadap IHSG di pembukaan di awal tahun tersebut. Rumus: Tingkat imbal hasil pasar =
IHSG t IHSG t 1 IHSG t 1
(Rumus 2.)
Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Model Regresi Linear untuk Perhitungan Beta Historis y=a+bx (Persamaan 1.) Keterangan: y = Imbal hasil terealisasi saham j; a = alfa saham j; b = beta historis saham j x = Imbal hasil pasar (perubahan IHSG dalam satu tahun terhadap IHSG di awal tahun) b. Model Perhitungan Imbal Hasil yang Dipersyaratkan (Required Return) Rj = Rf + βj (RM – Rf) (Persamaan 2.) Keterangan: Rj = imbal hasil dipersyaratkan (required return) saham j
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
Βj = beta historis saham j yang diperoleh dari perhitungan model sebelumnya Rf = tingkat bunga bebas risiko (rata-rata tahunan dari suku bunga SB1 1 bulan) RM = imbal hasil pasar (perubahan IHSG dalam satu tahun terhadap IHSG di awal tahun) c. Model Perhitungan Penilaian Harga Saham Selisih = y - Rj (Persamaan 3.) Jika selisih positif maka harga saham dinilai terlalu murah (undervalued). Jika selisih negatif maka harga saham dinilai terlalu mahal (overvalued). Jika selisih sama dengan nol maka harga saham dinilai wajar (fairvalued). Keterangan: y = imbal hasil terealisasi saham (realized return) j saat ini Rj = imbal hasil dipersyaratkan (required return) saham j Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang tergabung dalam sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan adalah delapan tahun terakhir yaitu 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Prosedur penentuan sampel dengan metode purposive sampling. Kriteria yang dilakukan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan tersebut mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada 31 Desember selama 8 tahun berturutturut dari tahun 2001 – 2008. b. Perusahaan tersebut telah listing di Bursa Efek Indonesia sebelum tanggal 1 Januari 2001 dan masih tercatat sampai 31 Desember 2008 untuk memperoleh perusahaan dengan kelengkapan data dalam periode pengamatan. Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian Jenis data penelitian ini berjenis data rasio. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Bursa Efek Indonesia dalam bentuk harga saham penutupan dan dividen perusahaan-perusahaan sektor perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) dan dari Bank Indonesia dalam bentuk suku bunga SBI 1 bulan. Cara pengumpulan data dengan menggunakan metode studi literatur dengan mencari data yang diperlukan dari laporan atau publikasi yang berhubungan dengan penelitian ini melalui Perpustakaan Lembaga Pasar Modal (LPM) GIKA di Gedung Medan Pemuda Lantai 3 Jalan Pemuda No. 27-31 Surabaya, website www.idx.co.id, dan website www.bi.go.id. Analisis Data Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyesuaian harga saham terhadap corporate action antara lain right issue, stock split, reverse stock, stock dividend, dan atau bonus shares. b. Menghitung imbal terealisasi (realized return) masing-masing saham setiap tahun dengan menggunakan rumus 1.1. c. Menghitung imbal hasil pasar (market return) dari selisih Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir tahun dengan IHSG di awal tahun dibagi IHSG di awal tahun dengan menggunakan rumus 1.2.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
d. Menghitung beta historis dari masing-masing saham menggunakan program Microsoft Excel sesuai dengan model regresi linear untuk perhitungan beta historis dengan persamaan 2.1. e. Menghitung imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dari masing-masing saham dengan persamaan 2.2. f. Membandingkan imbal hasil terealisasi (realized return) masing-masing saham saat ini terhadap imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dengan persamaan 2.3. untuk mengetahui suatu harga saham dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai wajar (fairvalued), atau dinilai terlalu mahal (overvalued). g. Melakukan analisis terhadap hasil tersebut. HASIL DAN DISKUSI Tabel 1. Tingkat Imbal Hasil Pasar Tahunan Dan Tingkat Imbal Hasil Bebas Risiko Tahunan Periode Tahun 2001 – 2008 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
IHSG (RM) -5,833% 8,394% 62,820% 44,564% 16,236% 55,296% 52,079% -54,784%
SBI 1 bulan (Rf) 16,42% 15,24% 10,23% 7,48% 9,04% 12,04% 8,73% 9,03%
Penjelasan dari hasil yang diperoleh pada tabel 1 adalah sebagai berikut: Tingkat imbal hasil bebas risiko tahunan selalu bernilai positif, sedangkan tingkat imbal hasil pasar saham tahunan dapat bernilai positif maupun negatif, artinya investor yang berinvestasi pada instrumen investasi bebas risiko misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pasti selalu mendapatkan tingkat imbal hasil yang positif sedangkan investor yang berinvestasi pada instrumen saham dapat mendapatkan keuntungan atau tingkat imbal hasil yang positif tetapi juga dapat memperoleh kerugian atau tingkat imbal hasil yang negatif. Tingkat imbal hasil bebas risiko tahunan selama periode tahun 2001-2008 berada antara 7,48% sampai 16,42% sedangkan tingkat imbal hasil pasar tahunan selama periode tahun 2001-2008 berada antara -54,784% sampai 55,296%, artinya investasi pada instrumen saham memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan investasi pada instrumen SBI. Hal ini tercermin dari variabilitas tingkat imbal hasil pasar yang besar sedangkan variabilitas tingkat imbal hasil bebas risiko adalah nol karena tingkat imbal hasil investasi pada instrumen bebas risiko sudah pasti sebelumnya. Tingkat imbal hasil pasar tahunan selama periode tahun 2001-2008, enam tahun bernilai positif yaitu tahun 2002 sebesar 8,394%, tahun 2003 sebesar 62,820%, tahun 2004 sebesar 44,564%, tahun 2005 sebesar 16,236%, tahun 2006 sebesar 55,296%, tahun 2007 sebesar -54,784% dan dua tahun bernilai negatif, yaitu tahun 2001 sebesar -5,833% dan tahun 2008 sebesar -54,784%
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009 Tabel 2. Perhitungan Tingkat Imbal Hasil (Return) Saham Sektor Perbankan yang Listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2001-2008 No
Kode
1
BBCA
2
BBNI
3
BCIC
4 5
Nama Emiten
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Bank Central Asia Tbk
76.12%
Bank Negara Indonesia Tbk
-4.95%
100.00%
51.00%
22.69%
-19.78%
Bank Century Tbk
-40.00%
-53.33%
BDMN
Bank Danamon Tbk
BNGA
Bank CIMB Niaga Tbk
-76.33% -14.29%
6
BNII
Bank International Indonesia Tbk
-37.50%
7
BNLI
Bank Permata Tbk
-46.67%
8
BVIC
Bank Victoria International l. Tbk
-57.14%
9
INPC
Bank Artha Graha Internasi. Tbk
14.29%
10
LPBN
Bank Lippo Tbk
-45.45%
-13.33%
11
MAYA
Bank Mayapada Tbk
-12.62%
12
MEGA
Bank Mega Tbk
-26.49%
13
NISP
Bank OCBC NISP Tbk
14
PNBN
Bank Pan Indonesia Tbk
2008
86.77%
19.16%
57.94%
40.38%
-63.01%
37.93%
-20.40%
51.76%
5.35%
-71.57%
667.06%
-44.00%
14.29%
-12.50%
-1.38%
-26.47%
27.86%
22.83%
128.17%
13.22%
44.87%
18.52%
-67.19%
-41.67%
2.39%
36.77%
1.11%
129.66%
-2.17%
-53.33%
3.09%
120.00%
72.86%
-13.36%
58.23%
18.75%
71.93%
-37.50%
20.00%
0.00%
-4.00%
20.83%
2.30%
-46.07%
16.67%
124.41%
60.00%
0.00%
68.75%
68.89%
-52.63%
-87.50%
1100.00%
37.50%
-69.70%
-10.00%
-60.32%
-50.00%
73.08%
55.56%
111.43%
8.78%
35.09%
-45.54%
60.43%
0.00%
48.15%
-40.00%
352.68%
113.10%
64.58%
31.31%
52.75%
87.48%
59.29%
2.44%
50.00%
14.29%
101.15%
27.69%
88.06%
112.33%
8.31%
10.39%
7.92%
-22.22%
8.82%
-2.70%
64.57%
82.09%
0.00%
115.17%
17.24%
-23.53%
Tabel 3. Perhitungan Beta Historis, Tingkat Imbal Hasil Yang Dipersyaratkan (Required Return) Dan Harga Saham Sektor Perbankan yang Listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2001-2008 No 1
Kode BBCA
Nama Emiten Bank Central Asia Tbk
2008 -63.01%
α 0.2929041
β 0.7497513
Rj2008 -38.82%
y2008-Rj2008 -24.20%
Harga overvalued
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
BBNI BCIC BDMN BNGA BNII BNLI BVIC INPC LPBN MAYA MEGA NISP PNBN
Bank Negara Indonesia Tbk Bank Century Tbk Bank Danamon Tbk Bank CIMB Niaga Tbk Bank Internati. Indonesia Tbk Bank Permata Tbk Bank Victoria Internati. l. Tbk Bank Artha Graha Interna. Tbk Bank Lippo Tbk Bank Mayapada Tbk Bank Mega Tbk Bank OCBC NISP Tbk Bank Pan Indonesia Tbk
-71.57% -26.47% -67.19% -53.33% 71.93% -46.07% -52.63% -50.00% -45.54% 64.58% 14.29% -22.22% -23.53%
-0.1475124 0.0365846 -0.1155694 -0.1329352 0.2767379 -0.2546984 -0.0390187 0.1177785 0.026317 0.5144282 0.2482314 0.3148621 0.118295
0.6658067 2.6536305 1.1433463 0.9219574 0.4061565 0.6301692 1.4552169 4.3633626 0.8868917 0.9775921 0.4054648 0.4571791 0.9342518
-33.46% -160.30% -63.93% -49.80% -16.89% -31.19% -83.83% -269.40% -47.57% -53.35% -16.85% -20.15% -50.59%
-38.11% 133.83% -3.26% -3.53% 88.82% -14.88% 31.20% 219.40% 2.02% 117.94% 31.13% -2.08% 27.06%
overvalued undervalued overvalued overvalued undervalued overvalued undervalued undervalued undervalued undervalued undervalued overvalued undervalued
Keputusan Investasi: Saham overvalued jual Saham undervalued beli
Penjelasan dari hasil yang diperoleh pada tabel 3 adalah sebagai berikut: Nilai beta historis dari 14 saham bank tersebut bernilai antara 0,4054648 sampai 4,3633626. Saham dengan beta historis terendah adalah saham Bank Mega Tbk (MEGA) dengan beta historis 0,4054648 sedangkan saham dengan beta historis tertinggi adalah saham Bank Artha Graha International Tbk (INPC) dengan beta historis 4,3633626. Tidak ada satu saham bank pun yang memiliki beta historis kurang dari -1. Gerakan harga saham yang memiliki nilai beta historis kurang dari -1 memiliki gerakan lebih tinggi dari pergerakan pasar dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan pasar. Arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan pasar artinya apabila indeks
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
harga saham gabungan (IHSG) mengalami kenaikan maka harga saham tersebut cenderung mengalami penurunan. Tidak ada satu saham bank pun yang yang memiliki beta historis lebih dari -1 dan kurang dari 0. Gerakan harga saham yang memiliki beta historis lebih dari -1 dan kurang dari 0 memiliki gerakan yang lebih rendah dari pergerakan pasar dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan pasar. Terdapat sepuluh saham bank yang memiliki beta historis lebih dari 0 dan kurang dari 1, yaitu saham Bank Mega Tbk (MEGA) dengan beta historis 0,4054648; saham Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) dengan beta historis 0,4061565; saham Bank OCBC NISP Tbk (NISP) dengan beta historis 0,4571791; saham Bank Permata Tbk (BNLI) dengan beta historis 0,6301692; saham Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dengan beta historis 0,6658067; saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan beta historis 0.7497513; saham Bank Lippo Tbk (LPBN) dengan beta historis 0,8868917; saham Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) dengan beta historis 0,9219574; saham Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) dengan beta historis 0,9342518; dan saham Bank Mayapada Tbk (MAYA) dengan beta historis 0.9775921. Gerakan harga saham tersebut lebih rendah dari pergerakan pasar dengan arah yang searah dengan gerakan pasar. Terdapat empat saham bank yang memiliki beta historis lebih dari 1 yaitu saham Bank Danamon Tbk (BDMN) dengan beta historis 1.1433463, saham Bank Victoria International I. Tbk (BVIC) dengan beta historis 1.4552169, saham Bank Century Tbk (BCIC) dengan beta historis 2.6536305, saham Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC) dengan beta historis 4.3633626. Gerakan harga saham-saham tersebut lebih tinggi dari pergerakan pasar dengan arah yang searah dengan gerakan pasar. Dari 14 saham bank tersebut, terdapat delapan saham bank yang harganya dinilai terlalu murah (undervalued) pada awal tahun 2009 dan enam saham bank yang harganya dinilai terlalu mahal (overvalued) pada awal tahun 2009. Saham bank yang dinilai terlalu murah (undervalued) adalah saham Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC), saham Bank Century Tbk (BCIC), saham Bank Mayapada Tbk (MAYA), saham Bank International Indonesia Tbk (BNII), saham Bank Victoria International I. Tbk (BVIC), saham Bank Mega Tbk (MEGA), saham Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN), dan saham Bank Lippo Tbk (LPBN), sedangkan saham bank yang dinilai terlalu mahal (overvalued) adalah saham Bank OCBC NISP Tbk (NISP), saham Bank Danamon Tbk (BDMN), saham Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), saham Bank Permata Tbk (BNLI), saham Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan saham Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Dengan demikian investor sebaiknya menjual saham yang harganya dinilai terlalu mahal (overvalued) tersebut dan membeli saham yang harganya dinilai terlalu murah (undervalued) tersebut karena diharapkan harga saham yang dinilai terlalu murah (undervalued) tersebut dapat meningkat di kemudian hari. Tabel 4. R-Squared Model Persamaan Regresi Linear Saham Sektor Perbankan yang Listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2001-2008 Nama Emiten
R2
No
Kode
1
BBCA
Bank Central Asia Tbk
46.26%
2
BBNI
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
34.05%
3
BCIC
Bank Century Tbk
79.63%
4
BDMN
Bank Danamon Tbk
41.78%
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
Nama Emiten
R2
No
Kode
5
BNGA
Bank CIMB Niaga Tbk
49.88%
6
BNII
Bank International Indonesia Tbk
12.73%
7
BNLI
Bank Permata Tbk
38.83%
8
BVIC
Bank Victoria International l. Tbk
58.42%
9
INPC
Bank Artha Graha Internasional Tbk
19.88%
10
LPBN
Bank Lippo Tbk
82.85%
11
MAYA
Bank Mayapada Tbk
9.41%
12
MEGA
Bank Mega Tbk
9.98%
13
NISP
Bank OCBC NISP Tbk
18.54%
14
PNBN
Bank Pan Indonesia Tbk
18.58%
Penjelasan dari hasil yang diperoleh pada tabel 4 adalah sebagai berikut: Nilai R-Squared (R2) menunjukkan nilai kontribusi imbal hasil pasar atau risiko sistematis (variabel independen) terhadap imbal hasil saham (variabel dependen) dalam persamaan regeresi. Dalam model penelitian ini, nilai R-Squared menunjukkan kontribusi risiko sistematis yang diukur dengan beta terhadap imbal hasil suatu saham. Sedangkan nilai yang tidak tercakup dalam model dikontribusikan oleh risiko individual saham atau risiko tidak sistematis. Dari penelitian ini diperoleh nilai R-Squared berada antara 9,41% sampai 82,85%. Nilai R-Squared terendah terdapat pada model persamaan regresi Bank Mayapada Tbk (MAYA) yaitu sebesar 9,41%, sedangkan nilai R-Squared tertinggi terdapat pada model persamaan regresi Bank Lippo Tbk (LPBN) yaitu sebesar 82,85%. Dari hasil penelitian ini nilai R-Squared yang diperoleh adalah sebagai berikut: Nilai R-Squared model persamaan regresi saham Bank Central Asial Tbk (BBCA) adalah sebesar 46,26%, artinya kontribusi imbal hasil pasar (risiko sistematis) terhadap imbal hasil saham tersebut adalah sebesar 46,26%, sedangkan kontribusi risiko tidak sistematis dari imbal hasil saham tersebut adalah 100% - 46,26% = 53,74%, demikian seterusnya untuk saham lainnya. Dari 14 model persamaan regresi tersebut, nilai R-Squared yang kurang dari 50% adalah sebanyak 11 model persamaan regresi sedangkan nilai R-Squared yang lebih dari 50% adalah sebanyak 3 model persamaan regresi. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak imbal hasil saham yang dikontribusikan oleh risiko tidak sistematis dibandingkan risiko sistematis.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Nilai beta historis dari 14 saham bank yang menjadi subjek penelitian ini bernilai antara 0,4054648 sampai 4,3633626. Saham dengan beta historis terendah adalah saham Bank Mega Tbk (MEGA) dengan beta historis 0,4054648 sedangkan saham dengan beta historis tertinggi adalah saham Bank Artha Graha International Tbk (INPC) dengan beta historis 4,3633626. Tidak terdapat satu pun saham bank yang memiliki beta historis kurang dari -1, yaitu gerakan harga saham tersebut lebih tinggi dari pergerakan pasar dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan pasar, tidak terdapat satu pun saham bank yang memiliki beta historis lebih dari -1 dan kurang dari 0, yaitu gerakan harga saham tersebut lebih rendah dari pergerakan
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Pebruari 2009
pasar dengan arah gerakan yang berlawanan dengan gerakan pasar, sepuluh saham bank yang memiliki beta historis lebih dari 0 dan kurang dari 1, yaitu gerakan harga saham tersebut lebih rendah dari pergerakan pasar dengan arah yang searah dengan gerakan pasar, empat saham bank yang memiliki beta historis lebih dari 1, yaitu gerakan harga saham-saham tersebut lebih tinggi dari pergerakan pasar dengan arah yang searah dengan gerakan pasar. b. Imbal hasil yang dipersyaratkan (required return) dari saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar -38,82%, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 33,46%, Bank Century Tbk (BCIC) sebesar -160,30%, Bank Danamon Tbk (BDMN) sebesar -63,93%, Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) sebesar -49,80%, Bank International Indonesia Tbk (BNII) sebesar -16,89%, Bank Permata Tbk (BNLI) sebesar -31,19%, Bank Victoria Internasional Tbk (BVIC) sebesar -83.83%, Bank Artha Graha International (INPC) sebesar -269,40%, Bank Lippo Tbk (LPBN) sebesar -47,57%, Bank Mayapada Tbk (MAYA) sebesar -53,35%, Bank Mega Tbk (MEGA) sebesar -16,85%, Bank OCBC NISP Tbk (NISP) sebesar 20,15%, dan Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) sebesar -50,59%. Dari 14 saham bank yang menjadi subjek penelitian ini, semua saham bank memiliki imbal hasil dipersyaratkan (required return) negatif. c. Dari 14 saham bank yang menjadi subjek penelitian ini, terdapat delapan saham bank yang harganya dinilai terlalu murah (undervalued) pada awal tahun 2009 dan enam saham bank yang harganya dinilai terlalu mahal (overvalued) pada awal tahun 2009. Saham bank yang harganya dinilai terlalu murah (undervalued) adalah saham Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC), saham Bank Century Tbk (BCIC), saham Bank Mayapada Tbk (MAYA), saham Bank International Indonesia Tbk (BNII), saham Bank Victoria International I. Tbk (BVIC), saham Bank Mega Tbk (MEGA), saham Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN), dan saham Bank Lippo Tbk (LPBN), sedangkan saham bank yang dinilai terlalu mahal (overvalued) adalah saham Bank OCBC NISP Tbk (NISP), saham Bank Danamon Tbk (BDMN), saham Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), saham Bank Permata Tbk (BNLI), saham Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan saham Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Dari hasil tersebut berarti bahwa saham bank yang dinilai terlalu murah (undervalued) maupun yang dinilai terlalu murah (overvalued) memiliki jumlah yang cukup merata. Dari hasil penelitian mengenai penilaian harga saham bank ini yang menentukan apakah suatu saham dinilai terlalu murah (undervalued), dinilai sesuai (fairvalued), atau dinilai terlalu mahal (overvalued) dapat berguna bagi masyarakat terutama bagi para investor dalam memutuskan keputusan investasi pembelian saham di sektor perbankan ini. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. (2005). Teori Keuangan dan Pasar Modal. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia. Body, Z., Kane, A., & Markus. A.J. (2005). Investments. Boston: The McGraw-Hill Companies. Jogiyanto. (2000). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Salim, L. (2003). Analisa Teknikal dalam Perdagangan Saham. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
ISBN : 978-979-99735-7-3 A-26-9