Analisis Fenomena Ferroresonance pada Capacitive Voltage Transformer (CVT) Akibat Pelepasan Beban Secara Mendadak Putu Wegadiputra Wiratha, I Made Yulistya Negara, IGN Satriyadi Hernanda Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Abstrak - Ferroresonance atau dikenal juga dengan sebutan resonansi non-linier merupakan suatu fenomena kelistrikan yang sangat kompleks. Kemunculan ferroresonance pada suatu sistem kelistrikan dengan memodelkan suatu kondisi abnormal switching yaitu membuka satu atau dua fasa pemutus daya pada transformator daya yang pada kasus ini dilakukan pada tranformator wyewye 150KV/20KV dan Capacitive Voltage Transformer (CVT) Perangkat lunak yang digunakan pada simulasi adalah yaitu MATLAB 7.6.0 untuk mendapatkan plot tegangan dan arus keluaran yang dihasilkan. Dari hasil plot tegangan primer, tegangan sekunder, arus primer dan arus sekunder, akan menunjukkan suatu gejala khusus yang mengindikasikan kemunculan ferroresonance dengan mengubah waktu switching, pelepasan beban pada CVT, dan 2 phasa yang terbuka. Dari hasil simulasi, didapat kenaikan tegangan puncaknya hingga mencapai 730 KV untuk transformator daya dan 1229 kV untuk sisi primer pada CVT. Sedangkan untuk arus puncaknya, mencapai 539 A untuk transformator daya dan 229 A untuk transformator pada CVT. Didapatkan juga harmonisa pada CVT sampai mencapai 375,27% Kata Kunci - Ferroresonance, CVT, tegangan lebih, arus lebih
I. PENDAHULUAN
T
RANSFORMATOR adalah salah satu mesin listrik yang berperan dalam penyaluran daya sistem arus bolak-balik (AC). Kinerja dan keandalannya sangat berperan besar. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja transformator. Salah satunya adalah fenomena ferroresonance pada transformator. Ferroresonance atau dikenal juga dengan sebutan resonansi non-linier merupakan suatu fenomena kelistrikan yang sangat kompleks. Ferroresonance fenomena resonansi non-linier yang dapat mempengaruhi jaringan listrik. Tingkat tegangan lebih atau arus lebih yang terjadi dapat berbahaya bagi peralatan listrik. Hal ini perlu diperhatikan dalam penyaluran tenaga listrik. Dalam sistem transmisi alat yang paling penting dan perlu perlindungan lebih adalah transformator. [1]
II. FERRORESONANCE A.
Pengertian Ferroresonance Ferroresonance merupakan situasi resonansi dengan ketidaklinieran induktansi, dimana reaktansi induktif tidak hanya bergantung pada frekuensi tetapi juga pada kerapatan fluks magnetik dari inti besi (contoh : inti besi transformator). Secara teori, induktansi yang tidak linier mengakibatkan timbulnya dua reaktansi induktif (pada zona linier dan zona saturasi) menurut situasi pada kurva saturasi atau kejenuhan, dan disebut dengan histerisis magnetik. Penyebab utama dari fenomena ini adalah munculnya lebih dari satu respon steady state yang stabil pada parameter jaringan yang sama. Gejala transient, lightning overvoltage, pengisian tanaga transformator atau beban, kemunculan atau penghilangan gangguan, memungkinkan sebagai penyebab ferroresonance. Responnya dapat berubah secara tiba-tiba dari respon steady state normal (sinusoidal pada frekuensi yang sama sebagai sumber) ke respon steady state ferroresonance yang ditandai dengan level harminonisa dan overvoltage yang tinggi, yang dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan listrik. [2] B.
Rangkaian Dasar Ferroresonance [2] Pemahaman dari osilasi bebas dari rangkaian dasar ferroresonan mengilustrasikan perilaku yang spesifik. Rugi-rugi diabaikan dan kurva magnetisasi sederhana dari kumparan inti besi dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Rangkaian Ferroresonance Sederhana [2]
Gambar 2. Karakteristik ๐ (i) [2]
1
Korespondensi bentuk gelombang (lihat Gambar 3) merupakan tipikal dari ferroresonance periodik. Secara umum, tegangan pada kapasitansi terminal diasumsikan sama dengan V0
IV. ANALISIS HASIL SIMULASI A.
Simulasi Ferroresonance Dampak ferroresonance dianalisis berdasarkan pada hasil simulasi yang telah dilakukan. Permodelan yang digunakan adalah permodelan sistem transmisi pada gardu induk yang dihubungkan dengan Capacitive Voltage Transformer (CVT) di gardu induknya pada saluran transmisi. Permodelan yang digunakan dapat terlihat seperti Gambar 4.1 berikut ini. Saluran Transmisi Circuit Breaker
Transformator Daya
CVT
Gambar 5. Rangkaian pada simulasi
Sumber yang digunakan merupakan sumber arus bolak-balik (AC) dengan tegangan rms line-line (VL-Lrms) 150 kV, 50 Hz. Untuk sumber, digunakan Three Phase Programmable Voltage Source. Circuit Breaker berfungsi sebagai pemutus daya dan switch pada proses switching. Saluran transmisi yang digunakan diasumsikan memiliki panjang saluran 50 km. Resistansi saluran 0,01273 Ohm/km, induktasi saluran memiliki nilai 0,9337 mH/km, dan kapasitansi saluran sebesar 12,74 nF/km. Pada CVT, digunakan nilai kapasitor pembagi yang diambil dari referensi yang ada. Nilai kapasitor tersebut adalah 14611 pF dan 118100 pF [4]. Selain itu, terdapat compensating reactor sebesar 56 H sesuai dengan referensi yang ada [4]. Transformator yang digunakan adalah transformator satu fasa yang memiliki nilai saturasi tertentu dengan perbandingan tegangan 15kV pada sisi primer, dan 115 Volt pada sisi sekunder.
Gambar 3. Osilasi bebas dari rangkaian ferroresonance seri [2]
III. CAPACITIVE VOLTAGE TRANSFORMER (CVT) Line Voltage
C1
C2
L
Step Down Transformer
Gambar 4. Komponen Utama CVT
B. B.1
Analisis Hasil Simulasi Keadaan Normal Pada keadaan normal, tegangan puncak yang terukur dari sumber sebesar 122,47 kV. Hal ini dapat terlihat dari persamaan 4.1, dimana 150 kV merupakan VL-Lrms, sedangkan tegangan yang terukur adalah tegangan puncak line-netral (VL-Npeak). Berikut ini merupakan rumus VL-Nrms.
Kapasitor kopling memiliki fungsi sebagai pembagi tegangan untuk menurunkan tegangan saluran ke level tegangan intermediet, biasanya 5 sampai 15 kV. Compensating reactor membatalkan reaktansi dari kapasitor kopling pada frekuensi sistem. Proses ini mencegah pergeseran fasa antara tegangan primer dan tegangan sekunder pada frekuensi sistem. Kemudian, tegangan diturunkan lagi dari level intermediet ke level tegangan nominal rele tegangan, biasanya 115/โ3 Volt. Compensating reactor dan transformator stepdown memiliki inti besi. Disamping mengakibatkan terjadinya rugi-rugi inti besi, copmpensating reactor dan transformator step-down dapat menghasilkan ferroresonance akibat dari sifat non-linier pada inti besi tersebut.
๐๐ฟโ๐๐๐๐ =
๐ ๐ฟโ๐ฟ๐๐๐ 3
(1)
Dari persamaan 1 didapatkan hasil debesar 86,6 kV. Kemudian, untuk mendapatkan tegangan puncak yang terukur : ๐๐ฟโ๐๐๐๐๐ =
2๐๐ฟโ๐๐๐๐
(2)
Dari persamaan 2 didapatkan hasil sebesar 122,47 kV, sesuai dengan hasil pengukuran dari tegangan sumber. Gambar 4.2 menunjukkan plot hasil simulasi tegangan sumber dalam keadaan normal. 2
Gambar 9. Arus sisi primer transformator daya pada pemutusan normal
Gambar 6. Plot tegangan sumber pada kondisi normal
Untuk tegangan pada sis primer transformator daya, didapatkan hasil pengukuran sebesar 121,67 kV. Terdapat rugi-rugi saluran transmisi sebesar 0,8 kVolt. Untuk tegangan sisi sekunder transformator daya didapatkan hasil pengukuran sebesar 15,95 kV. Pada pengukuran CVT, didapatkan tegangan input pada CVT, yaitu tegangan hasil pembagian kapasitor, sebesar 13,57 kV. Nilai ini dapat dihitung dari persamaan berikut. Gambar 10. Arus Primer CVT pada pemutusan normal
๐๐๐ข๐ก =
๐ถ1 ๐ถ1 +๐ถ2
ร๐
(3)
Untuk Arus pada sisi primer transformator daya, didapatkan arus puncak sebesar 319 Ampere. Sedangkan pada sisi sekunder transformator daya, tercatat arus puncak sebesar 2,39 kA. Untuk arus pada CVT, terdapat gejala transient untuk waktu yang singkat, dengan besar arus puncak 0,022 Ampere pada sisi primer CVT dan 2,49 A pada sisi sekunder CVT.
Jika nilai pada simulasi diatas dimasukkan dalam persamaan 3, maka :
๐๐๐ข๐ก =
14611 14611 + 118100
ร 121,67๐๐ = 13,39 ๐๐
Dalam kondisi normal, ketika terjadi gangguan, breaker akan terbuka secara bersamaan.
B.2. Ferroresonance Akibat Satu Fasa Terbuka B.2.1 Analisis Tegangan Lebih Untuk memunculkan ferroresonance, salah satu fasa diasumsikan terbuka tanpa ada gangguan.
Gambar 7. Tegangan Primer Transformator Daya saat ketiga breaker trip bersamaan
Gambar 11. Tegangan primer transformator daya ketika satu fasa terbuka
Tegangan pada fasa yang terbuka dapat melonjak sangat tinggi. Tegangan lebih yang terjadi pada sistem ini terukur dengan puncak hingga mencapai 500 kV. Gambar 8. Tegangan primer CVT saat ketiga breaker trip bersamaan
Untuk keadaan arus pada kondisi normal, dapat terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 12. Tegangan primer CVT ketika satu fasa terbuka
3
Gambar 12 menunjukkan respon tegangan pada sisi primer CVT. Tegangan yang seharusnya hanya mencapai sekitar 15 kV melonjak naik hingga mencapai 393,46 kV.
Pada gambar 15, kondisi arus yang ditunjukkan menandakan adaya arus lebih yang terjadi. Lonjakan arus sangat tinggi, terutama pada fasa yang terlepas. Arus lebih yang terjadi juga cukup lama, sehingga dapat merusak peralatan ukur yang digunakan. Arus puncak yang terjadi mencapai 11,93 A.
TABEL I PERBANDINGAN WAKTU SWITCING DENGAN TEGANGAN PUNCAK MASING-MASING TRANSFORMATOR Tegangan Puncak Tegangan Puncak Transformator pada Transformator Daya Waktu CVT Switching Primer Sekunder Primer Sekunder (kV) (kV) (kV) (kV) 0,1
500,56
41,157
393,46
3,01
0,1025
571,94
46,835
154,98
1,18
0,105
610,71
50,476
283,19
1,8
0,1075
451,21
35,38
751,31
5,73
0,11
499,5
40,125
132,76
TABEL II VARIASI WAKTU SWITCHING TERHADAP ARUS PUNCAK Arus Puncak Arus Puncak Transformator Transformator Waktu pada CVT Switching Daya (detik) Primer Sekunder Primer Sekunder (A) (A) (A) (A) 0,1
294
0,1029
11,93
72,93
0,1025
339
0,1171
3,53
28,73
0,105
344,81
0,126
7,58
44,15
0,1075
250,72
0,088
26,99
138,66
1,02
0,11
275,9
0,1
3,49
24,6
0,1125
311,7
0,108
11,57
65,24
0,1125
541,18
43,39
352
2,7
0,115
520,9
42,31
392,18
3
0,1175
520,36
42,64
578,7
4,43
0,12
536,62
43,43
823,32
6,24
0,115
363,6
0,105
12,86
72,69
0,1175
341,26
0,106
20,43
107,2
0,12
306
0,108
31,8
151
B.3 Kondisi Dua Fasa Terbuka B.3.1 Analisis Tegangan Lebih Ferroresonance juga dapat terjadi akibat dua buah fasa yang terbuka. Sementara itu, fasa yang terakhir masih tersambung dengan beban.
B.2.2
Analisis Arus Lebih Gejala ferroresonance juga dapat menimbulkan munculnya arus lebih.
Gambar 16. Tegangan lebih pada sisi primer transformator daya akibat 2 fasa terlepas
Gambar 14. Kondisi arus pada sisi primer transformator daya ketika satu fasa terbuka
Gambar 14 memperlihatkan kondisi arus lebih yang diakibatkan ferroresonance. Terlihat jelas arus lebih yang terjadi sangat tinggi dan jauh diatas arus normal. Arus puncak yang terjadi mencapai 294 A pada sisi sekunder transformator daya. Gelombang arus setelah terjadinya switching juga tidak stabil.
Gambar 16 merupakan plot hasil respon tegangan ketika kedua fasa A dan fasa B dilepas. Dapat terlihat gejala tegangan lebih yang cukup signifikan, bukan hanya pada tegangan fasa A, melainkan juga pada tegangan fasa B yang terkena gangguan. Tegangan puncak yang terjadi mencapai 730 kV.
Gambar 15. Kondisi arus pada sisi primer CVT ketika satu fasa terbuka
Gambar 17. Tegangan lebih pada sisi primer CVT akibat 2 fasa terlepas
4
Gambar 17 memperlihatkan tegangan pada sisi primer CVT. Terlihat adanya gejala tegangan lebih yang sangat tinggi. Tegangan puncak yang terjadi mencapai 1229,3 kV. Padahal, level tegangan pada kondisi normal hanya sekitar 15 kV.
TABEL IV PERBANDINGAN SELISIH DUA FASA TERBUKA TERHADAP ARUS PUNCAK Waktu Arus Puncak Arus Puncak Switching Transformator pada Transformator Daya (detik) CVT Fasa Primer Sekunder Primer Sekunder Fasa 2 1 (A) (A) (A) (A)
TABEL III PERBANDINGAN SELISIH DUA FASA TERBUKA TERHADAP TEGANGAN PUNCAK Waktu Switching (detik)
Tegangan Puncak Transformator Daya
Tegangan Puncak Transformator pada CVT
Fasa 1
Fasa 2
Primer (kV)
Sekunder (kV)
Primer (kV)
Sekunder (kV)
0,1
0,1
730
55,4
1129,3
9
0,1
0,1025
665
46,4
453,21
3,47
0,1
0,105
722,18
59
1034,7
7,67
0,1
0,1075
579,23
62,4
1332,9
9,49
0,1
0,11
718,29
65,85
511,25
3,9
0,1
0,1125
713,39
57,17
1332,7
9,46
0,1
0,115
670,24
49,82
1196,7
8,6
0,1
0,1175
682,18
59,46
1220
8,9
0,1
0,12
661,51
55,88
1070
7,9
0,1
0,1
468,4
0,138
52,7
217,86
0,1
0,1025
490
0,116
15,4
84
0,1
0,105
481,36
0,147
40,2
185,55
0,1
0,1075
494,75
0,156
59,48
229,58
0,1
0,11
493,4
0,164
16,86
94,77
0,1
0,1125
466
0,143
61,3
229
0,1
0,115
457,2
0,124
51,04
208,3
0,1
0,1175
539,8
0,149
50,51
214,58
0,1
0,12
463,1
0,14
41,7
190,42
B.3
Analisis Harmonisa Tegangan dan Arus CVT Pada fasa A, tegangan dan arus, baik sisi sekunder maupun sisi primer memiliki THD sebesar 0,12%. THD yang terjadi cukup kecil karena sistem masih dalam kondisi normal tanpa gangguan. Pada fasa B terjadi THD sebesar 0,6% dan pada fasa C sebesar 0,07%. THD yang dihasilkan sebesar 375,27%. Hal ini menunjukkan adanya harmonisa yang sangat tinggi, dan jika dibandingkan dengan pada keadaan normal, THD naik dengan besar yang sangat signifikan. Hasil harmonisa yang didapatkan menunjukkan ferroresonance tipe Chaotic. Untuk CVT pada fasa yang tidak terganggu, pada tegangan sisi primer, tegangan sisi sekunder, dan arus sisi sekunder, nilai THD yang terjadi sama besar pada masing-masing fasa, yaitu 4,18% pada fasa B dan 3,7% pada fasa C. Sementara itu, pada arus primer, THD yang terjadi mencapai 4,08% pada fasa B dan 3,61% pada fasa C.
B.2.2
Analisis Arus Lebih Untuk analisis arus lebih, digunakan pembebanan 1000 Watt pada sisi sekunder transformator daya, dan beban resistif sebesar 320 Watt pada sisi sekunder CVT.
Gambar 18. Kondisi arus pada sisi primer transformator daya pada saat 2 fasa lepas bersamaan
TABEL V PERBANDINGAN WAKTU SWITCHING DENGAN THD PADA CVT
Arus puncak yang terukur mencapai 468,4 A. Terlihat bahwa 2 fasa yang terlepas mengalami arus lebih yang dominan.
Waktu Switching (detik)
Gambar 19. Kondisi arus pada sisi primer CVT pada saat 2 fasa lepas bersamaan
Terlihat gejala arus lebih yang terjadi. Arus puncak yang terjadi mencapai 52,7 Ampere. 5
THD pada Primer (%) Tegangan
sisi Arus
0,1
295,44
18,34
0,1025
281,24
38,3
0,105
167,59
32,68
0,1075
27,1
2,6
0,11
60,86
19,84
0,1125
78,8
12,02
0,115
68
8,96
0,1175
40,08
4,65
0,12
28,48
3,16
TABEL VI PERBANDINGAN PEMBEBANAN PADA SISI SEKUNDER TRANSFORMATOR DI CVT DENGAN TEGANGAN DAN ARUS PUNCAK CVT Tegangan Tegangan Arus Beban Primer Sekunder Primer (kV) (V) (A)
B.4
Ferroresonance Akibat Pelepasan Beban pada CVT Ferroresonance pada CVT dapat terjadi apabila beban yang terhubung pada sisi sekunder CVT terlepas. Beban pada CVT biasanya berupa beban alat ukur yang dihubungkan ke sisi sekunder CVT. Karena terhubung pada sisi tegangan tinggi, CVT memerlukan kapasitas daya yang cukup besar.
100%
115
883
2,78
90%
130
997
3,12
80%
88,8
681
1,7
70%
124,6
956
2,9
60%
100
769
2,3
50%
87
668
2,1
40%
115
887
2,8
30%
124
952
3
20%
48
372
1,21
10%
144
887
2,8
B.5
Pengaruh Peningkatan Nilai Kapasitansi CVT pada Tegangan Lebih dan Arus Lebih Nilai kapasitansi yang digunakan pada awalnya adalah 14611 pF dan 118100 pF. Nilai kapasitansi ini akan diperbesar sampai menjadi 14611 nF dan 118100 nF. Hasil yang didapatkan dapat terlihat pada gambar berikut.
Gambar 20. Respon tegangan sisi sekunder transformator pada CVT pada saat pelepasan beban CVT
Tegangan sisi sekunder transformator pada CVT ini memiliki tegangan puncak sebesar 883 V. THD yang terjadi mencapai 24,18%.
Gambar 21. Respon arus sisi primer transformator pada CVT pada saat pelepasan beban CVT
Gambar 22. Respon tegangan primer transformator daya dengan peningkatan nilai kapasitansi CVT
Gelombang respon arus yang terjadi lebih terlihat teratur, menandakan jenis ferroresonance yang terjadi merupakan ferroresonance mode fundamental. Arus puncak yang terjadi mencapai 2,78 Ampere. THD yang terjadi hanya sebesar 5,5. Hal ini menunjukkan gelombang mendekati gelombang aslinya. Artinya, ferroresonance yang terjadi merupakan model fundamental
Terlihat bahwa gejala tegangan lebih akibat ferroresonance berkurang meskipun ketidakstabilan gelombang tetap terjadi. Pada sisi primer transformator daya, tegangan puncak yang terjadi mencapai 232,5 kV. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan kapasitansi pada orde pF. Tegangan lebih yang terjadi jauh lebih menurun jika dibandingkan dengan pemakaian kapasitansi dengan orde pF. Tegangan puncak yang terjadi pada sisi sekunder transformator pada CVT hanya mencapai 235,9 Volt. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan simulasi menggunakan kapasitor orde pF yang mencapai 2,49 kVolt. V. KESIMPULAN 1.
6
Pada kasus terlepasnya satu fasa, tegangan lebih yang terjadi mencapai 610,71 kV pada sisi primer transformator daya. Pada sisi sekunder transformator daya, terjadi tegangan lebih dengan tegangan puncak tertinggi mencapai 50,48 kV. Tegangan lebih pada sisi primer transformator di CVT mencapai 823,32 kV dan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pada sisi sekunder transformator di CVT mencapai 6,42 Volt. Waktu switching dapat mempengaruhi perbedaan nilai tegangan puncak, namun tidak memberikan pola tertentu. Arus puncak yang terjadi mencapai 363,6 A pada sisi primer transformator daya, 0,126 A pada sisi sekunder transformator daya, 31,8 A pada sisi primer transformator pada CVT, serta 138,6 A pada sisi sekunder transformator pada CVT. Variasi waktu switching menghasilkan arus lebih yang berbeda-beda, dengan pola yang tidak tertentu. Pada kasus terlepasnya dua fasa pada sistem, tegangan yang dicapai sampai pada 730 kV pada sisi primer transformator daya, 65,85 kV pada sisi sekunder transformator daya, 1332,9 kV pada sisi primer transformator di CVT, dan 9,49 kV pada sisi sekunder transformator di CVT. Sementara itu, variasi waktu switching tidak memberikan pola tertentu pada tegangan puncak yang terjadi pada sistem. Arus lebih yang terjadi pada terlepasnya dua fasa, pada sisi primer transformator daya, terdapat arus lebih sebesar 539 A, pada sisi sekunder transformator daya arus puncak mencapai 0,164 A, pada sisi primer transformator di CVT terdapat arus puncak mencapai 61,3 A, dan pada sisi sekunder transformator di CVT terdapat arus mencapai 229,58 A. Ketika terjadi ferrroresonance pada CVT saluran yang terlepas, dihasilkan THD hingga mencapai 295,44% untuk tegangan sekunder, 375,72% untuk tegangan sisi primer, 18,34% untuk arus sisi primer, serta 375,27% untuk arus sisi sekunder. Pada waktu swiching yang bervariasi, THD yang terjadi tidak memilki pola tertentu. Ferroresonance pada CVT juga dapat terjadi akibat beban pada sisi sekunder CVT yang dilepas. Tegangan pada sisi sekunder yang terjadi mencapai 883 V dan pada sisi primer mencapai 115 kV. Harmonisa yang terjadi pada tegangan mencapai 26%. Untuk arus lebih yang terjadi pada sisi primer transformator pada CVT, dihasilkan arus lebih yang mencapai 2,78 A dengan harmonisa mencapai 5,5%. Nilai kapasitansi yang dinaikkan dapat mengurangi pengaruh tegangan lebih pada sistem. Pada awalnya, kapasitor yang digunakan pada level pF. Ketika dinaikkan hingga menjadi level nF, tegangan lebih yang dihasilkan turun hingga mencapai tegangan puncak pada sisi primer transformator daya mencapai 232,5 kV, pada sisi primer transformator pada CVT mencapai 30,79 kV, dan sisi sekunder transformator CVT mencapai 235,9 V. Terjadi penurunan yang cukup signifikan.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3. 4.
5.
Pratama, Rangga Tito A, โAnalisis Tegangan Lebih dan Arus Lebih Ferroresonance pada Transformator 150kV/20kV Konfigurasi Wye-Wye Menggunakan Matlabโ, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2011 Ferraci, P., โFerroresonanceโ, Group Schneider: Cahier no 190, pp. 1-28, Maret, 1998 Tobing, Bonggas L., โPeralatan Tegangan Tinggiโ, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Bab. 6 dan Bab. 7, 2003 Sanaye-Pasand, M., Rezaei-Zare, A., Mohseni, H., Farhangi, Sh., Iravani, R.,โComparison of Performance of Various Ferroresonance Suppressing Methods in Inductive and Capacitive Voltage Transformersโ, IEEE, 2006 Hou, Daqing, Robert, Jeff, โCapacitive Voltage Transformer : Transient Overreach Concern and Solution on Distance Relayingโ, Schweitzer Engineering Laboratories, Inc., Pullman WA, USA, 1995
BIOGRAFI PENULIS Putu Wegadiputra Wiratha lahir di Denpasar pada tanggal 28 Agustus 1989. Anak pertama dari pasangan Putu Wiratha dan Yuniwati Wiratha. Mendapatkan pendidikan di TK Catur Asrama Jember pada tahun 1993 - 1995, kemudian melanjutkan ke SD No. 4 Pemecutan pada tahun 1995 2001, Setelah lulus melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Denpasar pada tahun 2001 - 2004, pendidikan SMA ditempuh pada tahun 2004 - 2007 di SMA Negeri I Denpasar, setelah lulus melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Elektro Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga tahun 2007 sekarang. Penulis aktif di dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) ITS sebagai Staf sie Riset Departemen Riset dan Teknologi periode 2009/2010, dan Sekretaris IEE Expo 2010. Saat ini penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Tegangan Tinggi di Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.
7