JURNAL SENI DAN SAINS POMITS
1
Analisis Fasa dan Lebar Celah Pita Energi Karbon Pada Hasil Pemanasan Tempurung Kelapa Muhammad Nashrullah, Darminto Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak—Penelitian terkait analisis fasa dan lebar celah pita energi karbon pada hasil pemanasan tempurung kelapa telah dilakukan dengan memanfaatkan bahan dasar limbah tempurung kelapa. Penelitian ini menggunakan variasi jenis pemanasan, yaitu karbonisasi menggunakan gas inert nitrogen serta pemanasan dalam keadaan atmosfer udara sekitar. Temperatur pemanasan diatur pada rentang 400oC, 600oC, 800oC, dan 1000oC. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan pengujian XRD yang kemudian diolah penggunakan perangkat lunak Match!, EDX, TEM, Analisis Ultimate, dan Spektrofotometri UV-Vis. Hasil analisis sampel arang secara keseluruhan menunjukkan bahwa terbentuk struktur turbostatik yaitu struktur intermediet antara fasa cliftonite (grafit) dan fasa amorf karbon. Pada sampel arang hasil karbonisasi dalam keadaan gas inert nitrogen, terdapat dua fasa impuritas yaitu fasa potassium chlorate (KClO4) dan fasa sulfur (S11). Ukuran partikel yang dianalisis berdasarkan gambar TEM menunjukkan diameter 30-46 nm. Nilai lebar celah pita energi pada sampel arang secara keseluruhan berada dalam rentang 0,07 eV – 0,67 eV yang merupakan rentang semikonduktor dan masih termasuk dalam rentang material reduced graphene oxide. Kata kunci : fasa, lebar celah pita energi, proses pemanasan,
reduced graphene oxide.
T
I. PENDAHULUAN
empurung kelapa berfungsi untuk melindungi inti buah kelapa (air dan daging) yang berupa suatu laisan yang keras dengan ketebalan sekitar 3-5 mm. Tempurung kelapa bisa dikategorikan sebagai kayu keras yang memiliki komposisi kimiawi yang mirip dengan kayu, terdiri atas lignin (sekitar 35-40%), selulosa (sekitar 30-35%), dan hemiselulosa (sekitar 15-25%) (Irawan, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, kandungan molekul organik berupa material selulosa dan lignin pada tempurung kelapa dapat menghasilkan karbon (C) berupa arang (char) ketika mengalami perlakuan panas (Menendez, 2010). Karbon pada tempurung kelapa tersebut dapat terbentuk karena adanya proses dekomposisi material organik yang menyisakan ikatan aromatic carbon (Siengchum, 2013). Ikatan aromatic carbon merupakan ikatan berbentuk cincin datar dasar pembentuk grafit (Hwang, 2008). Pemanfaatan grafit banyak dikembangkan dalam dunia industri. Salah satu nya adalah sebagai bahan anoda pada baterai ion litium. Karakteristik bahan anoda antara lain
memiliki kapasitas energi yang besar, memiliki kemampuan menyimpan dan melepaskan muatan atau ion yang bagus, tingkat siklus pemakaian yang lama, mudah untuk dibuat, serta aman dalam pemakaian. Material grafit memenuhi kriteria tersebut, namun harga serbuk grafit masih belum terjangkau, berkisar Rp 1.200.000,00 per kg. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan grafit dari tempurung kelapa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan serbuk grafit dengan harga yang lebih terjangkau. Grafit murni yang digunakan sebagai anoda tersebut merupakan material konduktor. Salah satu cara untuk mengetahui sifat kelistrikan tersebut adalah melalui pengukuran nilai lebar celah pita energi. Perkasa (2013) telah melakukan penelitian dengan menggunakan bahan berupa tempurung kelapa muda yang diberikan perlakuan panas dalam kondisi atmosfer udara sekitar (tanpa menggunakan gas inert). Hasil yang didapatkan adalah fasa karbon yang diindikasi berupa grafit, namun memiliki impuritas fasa sylvite berupa KCl yang berbentuk menyerupai kubus. Impuritas ini dapat diminimalkan dengan cara pencucian dengan menggunakan aquades. Sementara itu, Wachid (2013) juga telah melakukan penelitian dengan menggunakan bahan berupa tempurung kelapa tua yang diberikan perlakuan panas karbonisasi menggunakan gas nitrogen. Hasil yang diperoleh adalah terbentuknya fasa cliftonite (grafit), fasa londsdaleite, dan fasa amorf. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih terbentuk struktur intermediat yang disebut turbostratik antara struktur kristal dan amorf. Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida. Peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada proses pirolisis unsur-unsur bukan karbon seperti hidrogen (H) dan oksigen (O) akan hilang hingga menyisakan sebanyak mungkin karbon (C) dalan bahan. Karena itu proses ini juga disebut karbonisasi. Karbonisasi meliputi proses perombakan dengan keadaan anaerob (tanpa oksigen) pada temperatur rendah 459-700oC dan pada temperatur tinggi 900-1200oC. Karbobnisasi menghasilkan material kokas atau arang serta gas yang mudah menguap. Tempurung kelapa akan mengalami perubahan yang bertahap seiring dengan pemanasan yang dilakukan terus menerus dengan temperatur yang meningkat. Perubahan pertama yaitu tempurung kelapa akan menjadi arang yang berwarna hitam. Selanjutnya arang akan berubah berubah menjadi karbon grafit dengan struktur yang tidak teratur. Selanjutnya grafit tersebut akan cenderung untuk tumbuh
JURNAL SENI DAN SAINS POMITS
2 λ =1035nm
Absorbansi
1.5 1 y = -0,001x + 1,035
0.5 0 0
200
400
600
800
1000
Panjang Gelombang (nm) Gambar 2 Grafik regresi linier hasil pengujian spektrofotometri UV-Vis serbuk tempurung kelapa. Gambar 1 Perubahan posisi karbon berdasarkan perubahan temperatur (Rampe, 2010). kearah grafit yang memiliki struktur teratur seiring dengan temperatur pemanasan yang meningkat. Grafit merupakan salah satu mineral alam yang hanya terdiri dari unsur karbon. Grafit terbentuk dari serat yang sangat kuat yang terdiri dari lembaran-lembaran tipis yang ditumpuk secara paralel yang disebut grafena. Kristal grafit paling sempurna memiliki lapisan penumpukan heksagonal teratur ABABAB (Smallman, 2000). Grafena adalah kristal dua dimensi yang merupakan susunan atom karbon dalam kerangka heksagonal yang membentuk lembaran setipis satu atom dengan jarak antaratom karbon sebesar 0,142 nm (Grande, 2011). Sementara itu pada graphene oxide terdapat atom oksigen (O) dan higrogen (H) yang berikatan dengan atom karbon dalam struktur heksagonal tersebut. Sedangkan reduced graphene oxide merupakan graphene oxide yang mengalami reduksi yaitu hilangnya atom-atom oksigen dan hidrogen sehingga diperoleh sturktur yang menyerupai grafena. Grafit memiliki konduktivitas listrik 0,1x106 S/m, sementara bahan semikonduktor memiliki rentang nilai konduktivitas listrik sebesar 1x10-8 S/m hingga 0,1x106 S/m. Jadi grafit dapat digolongkan ke dalam bahan semikonduktor. Oleh karena itu, untuk grafena yang merupakan lembaran penyusun grafit juga merupakan material yang mampu menghantarkan arus listrik cukup baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa grafena merupakan material semi logam yang memiliki band gap kecil, berkisar 0 – 0,34 eV. Sementara itu graphene oxide merupakan bahan yang relatif susah menghantarkan arus listrik dan memiliki perbandingan unsur karbon dengan oksigen sebsar 2:1. Material ini memiliki persebaran unsur oksigen dan hidrogen yang tidak merata pada strukturnya. Penelitian telah dilakukan oleh Shen et al. pada tahun 2013 untuk material reduced graphene oxide. Hasilnya material tersebut memiliki lebar celah pita energi yang beriksar antara 0,02 – 2 eV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk dan nilai lebar celah pita energi dari arang hasil pemanasan serbuk tempurung kelapa dengan berbagai variasi temperatur dan karbonisasi yang telah ditentukan. Bahan dasar yang digunakan yaitu berupa sebuk tempurung kelapa tua. Bahan tersebut akan dipanaskan menggunakan metode karbonisasi menggunakan gas inert nitrogen dan tanpa gas
inert nitrogen (keadaan atmosfer udara sekitar). Pemanasan dilakukan pada temperatur 400oC, 600oC, 800oC, dan 1000oC. Karakterisasi dilakukan dengan beberapa pengujian yaitu uji difraksi sinar-X (XRD), uji Transmission Electron Microscope (TEM), dan uji spektrofotometri UV-Vis. Hasil keluaran difraksi sinar-X dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Match! untuk identifikasi fasa. Sementara hasil keluaran spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menghitung nilai lebar celah pita energi. II. METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa tua, gas inert nitrogen (N2), dan akuades. Bahan dasar berupa tempurung kelapa tua akan dihaluskan sampai menjadi serbuk yang lebih halus (berukuran sekitar 100 mesh). Tujuan tempurung kelapa tua ini dijadikan serbuk adalah agar distribusi panas selama proses pemanasan menjadi lebih merata dan homogen. Selanjutnya serbuk tersebut dipanaskan menggunakan metode karbonisasi menggunakan gas inert nitrogen dan tanpa gas inert nitrogen (keadaan atmosfer udara sekitar). Pemanasan dilakukan dalam peralatan double tube furnace pada temperatur 400oC, 600oC, 800oC, dan 1000oC dengan waktu penahanan selama 3 jam. Hasil pemanasan tersebut adalah berupa serbuk arang. Untuk sebagian serbuk arang hasil pemansan dalam keadaan atmosfer udara sekitar dicuci dengan menggunakan akuades. Karakterisasi serbuk hasil sintesis dilakukan dengan uji difraksi sinar-X. Dari hasil uji Difraksi Sinar-X diperoleh informasi berupa komponen fasa yang terbentuk. Analisis data XRD menggunakan perangkat lunak Match! untuk mengidentifikasi fasa. Uji XRD dalam penelitian ini menggunakan radiasi Cu-Kα dengan panjang sinar-X 1,54056 Å dan analisis sudut 5o - 55o. Data hasil XRD untuk bahan grafit murni, graphene oxide, dan reduced graphene oxide dijadikan sebagai acuan atau standar. Selain itu karakterisasi juga dilakukan dengan uji TEM untuk mengetahui morfologi serbuk arang hasil pemanasan tempurung kelapa.
JURNAL SENI DAN SAINS POMITS
3
Sementara untuk mengetahui lebar celah pita energi dari hasil grafik spektrofotometri UV-Vis menggunakan persamaan energi foton. Panjang gelombang yang digunbakan dalam peralatan spektrofotometer tersebut dalam rentang 200-900 nm. Untuk nilai panjang gelombang cut-off dicari dengan menggunakan metode absorbance edge dengan cara mengolah data absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Lebar celah pita energi didapatkan dari hasil regresi linier grafik tersebut. 𝐸𝑔 =
ℎ𝑐 𝜆𝑐
(1)
dengan : Eg = lebar celah pita energi (Joule atau eV) h = konstanta Planck (6,626.10-34 J.s atau 4,136.10-15 eV.s) c = kecepatan cahaya di ruang hampa (2,997x108 m/s) λc = panjang gelombang cut-off (m)
(a)
(b)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Fasa Karbon yang Terbentuk Hasil uji XRD digunakan untuk melakukan karakterisasi kandungan fasa yang terbentuk dari serbuk tempurung kelapa yang telah melalui proses pemanasan. Hasil uji XRD ini adalah berupa grafik pola difraksi hubungan antara intensitas terhadap sudut 2θ. Hasil pola difrasi dari keseluruhan serbuk tempurung kelapa, baik sebelum maupun setelah proses pemanasan, menunjukkan pola yang mirip dengan pola difraksi pada reduced graphene oxide. Hal ini dikarenakan serbuk tempurung kelapa berasal dari tumbuhan kelapa, yang merupakan bahan alam dan bukan bahan sintesis. Terutama bahan serbuk tempurung kelapa ini merupakan bahan organik. Bahan alam sudah tersedia dan terbentuk oleh alam, dan biasanya memiliki struktur zat padat amorf. Pola difraksi reduced graphene oxide menandakan ciri bahan dengan struktur kristal amorf, dengan puncak yang tidak tajam. Puncak difraksi dari reduced graphene oxide dimulai pada sekitar sudut 2θ=16o dan terus meningkat hinga mencapai nilai maksimum pada sekitar sudut 2θ=23o hingga 24o, selanjutnya akan turun hingga pada sudut 2θ=38o. Dari keseluruhan pola difraksi yang terbentuk, tampak puncak yang tinggi berada pada sekitar sudut 2θ=23o. Pola puncak lebar yang terbentuk tersebut mengindikasikan terdapat bentuk reduced graphene oxide dalam struktur grafit karbon amorf dengan refleksi dari bidang (002). Selain itu, terlihat pula puncak yang cukup tinggi berada pada sudut 2θ=43o ketika pemanasan berlangsung pada temperatur cukup tinggi, dalam penelitian ini mulai terlihat pada temperatur pemanasan 800oC dan 1000oC. Puncak lebar pada sudut sekitar 2θ=430 tersebut cocok dengan puncak difraksi yang dimiliki oleh grafit. Puncak lebar pada sudut sekitar 43o tersebut merupakan refleksi bidang (100) dalam karbon amorf yang menunjukkan adanya honeycomb (heksagonal) bentukan dari hibridisasi atom karbon grafit murni dengan fasa cliftonite. Perbedaan yang cukup terlihat jelas seiring naiknya temperatur pemanasan adalah intensitas. Meningkatnya
(c)
(d)
Gambar 3 Pola difraksi serbuk tempurung kelapa (a) pemanasan tanpa gas nitrogen sebelum dicuci, (b) pemanasan tanpa gas nitrogen setelah dicuci, (c) (a) karbonisasi gas nitrogen, dan (d) pola difraksi referensi grafit, graphene oxide, dan reduced graphene oxide. intensitas ini mengindikasikan bertambahnya keteraturan susunan lapisan dari atom-atom karbon heksagonal (sp2) yang tersusun sehingga menjadi struktur grafit amorf yaitu seperti struktur turbostatik. Struktur turbostatik ini merupakan struktur intermediet (struktur perantara) antara struktur amorf karbon dengan struktur kristalin grafit. Turbostratik merupakan jaringan heksagonal yang masih paralel, tidak memiliki susunan yang tepat satu sama lain. Dalam pembentukan grafit atau grafitisasi struktur turbostratik akan mengalami pemulihan dan mendekati konfigurasi ABABAB yang stabil jika dilakukan anil pada suhu yang tinggi sekitar 3200°C (Smallman, RE dan Bishop, R J; 2000). Pada pola difraksi arang hasil karbonisasi gas nitrogen terlihat dua puncak yang cukup tinggi dan tajam. Kedua puncak ini muncul pada seluruh variasi suhu yang digunakan. Keduanya masing-masing terletak pada sekitar sudut 2θ = 21,28o dan 2θ = 23,62o. Dengan menggunakan software
JURNAL SENI DAN SAINS POMITS
4
Match!, maka kedua puncak tersebut dapat diidentifikasi. Pada sudut sekitar 2θ = 21,28o menunjukkan terbentuknya fasa sulfur (S11). Sementara puncak pada sudut sekitar 2θ = 23,62o menunjukkan terbentuknya fasa potassium chlorate (KClO4). Berdasarkan pola difraksi tersebut, juga dapat dilihat bahwa puncak-puncak impuritas tersebut semakin kecil intensitasnya ketika temperatur pemanasan semakin tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pada temperatur rendah belum terjadi dekomposisi senyawa secara sempurna. Pada rentang temperatur rendah merupakan titik awal dimulainya dekomposisi. B. Analisis Morfologi dan Ukuran Partikel Pengujian TEM disertai dengan ED (Electron Diffraction). Sampel yang digunakan dalam pengujian TEM-ED adalah sampel serbuk arang tempurung kelapa yang dipanaskan pada keadaan atmosfer udara sekitar tanpa pencucian pada temperatur 400°. Berdasarkan hasil pengujian TEM dan ED, dapat dilihat bahwa terdapat fasa kristal karbon dan fasa amorf karbon. Fasa kristal memiliki butiran-butiran bulat yang tidak homogen dengan diameter antara 30 – 46 nm. Diameter tersebut merupukan ukuran partikel. Dengan pengujian ED dapat diketahui bahwa fasa kristal karbon ini memiliki dua buah bidang refleksi, yaitu (002) dan (100). Hal ini sesuai dengan analisis yang telah dilakukan pada hasil pola difraksi XRD. Kedua bidang refleksi ini merupakan fasa cliftonite (grafit). Partikel-partikel hitam diindikasikan sebagai fasa grafit nanokristalin dan matriksnya memiliki fasa karbon yang amorf. Sementara untuk fasa amorf karbon tidak dapat ditentukan ukuran kristalnya secara langsung katrena terjadi penumpukan partikel-partikel sehingga menyerupai bentuk gumpalan tak beraturan. Sampel yang diuji TEM dan ED merupakan sampel serbuk arang tempurung kelapa yang dipanaskan pada keadaan atmosfer udara sekitar tanpa pencucian pada temperatur 400°C. Hal ini menandakan bahwa pada temperatur 400°C sudah mulai terbentuk kristal grafit. Namun, fasa amorf karbon masih tampak dominan. Sesuai diagram fasa karbon, dengan kenaikan temperatur maka atom-atom karbon akan tersusun membentuk fasa kristalin karbon. Dapat diindikasikan untuk variasi temperatur lainnya juga akan terbentuk fasa kristalin karbon yang mengarah ke bentuk grafit. C. Analisis Lebar Celah Pita Energi Lebar celah pita energi (Eg) dapat dihitung menggunakan metode absorbance edge berdasarkan grafik hubungan absorbansi dengan panjang gelombang hasil dari pengujian menggunkan spektrofotometer UV-Vis.. Hasil perhitungan nilai lebar celah pita energi secara keseluruhan ditampilkan dalam Tabel 1. Karbon, oksigen, dan hidrogen merupakan unsur-unsur non logam yang pada dasarnya memiliki sifat listrik insulator (susah menghantarkan arus listrik). Jika dibandingkan dengan unsur metal seperti besi (Fe), nilai konduktivitas listrik dari
Gambar 4
Hasil pengujian TEM dan ED sampel arang tempurung kelapa yang dipanaskan pada keadaan atmosfer udara setikar sebelum dicuci T=400oC (a,b) terbentuk fasa kristal karbon, (c,d) terbentuk fasa amorf karbon.
ketiga unsur tersebut sangatlah kecil. Sifat insulator ini terjadi disebabkan elektron pada pita valensi tidak dapat ―m eloncat‖ menuju pita konduksi karena lebar celah pita energi (band gap) yang relatif besar. Akibatnya material graphene oxide memiliki lebar celah pita energi yang relatif besar, dikarenakan keberadaan ketiga unsur tersebut. Ketika unsur oksigen dan hidrogen diminimalisir, maka lebar celah pita energi akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan sifat kelistrikannya. Seperti yang tampak pada hasil perhitungan lebar celah pita energi dalam Tabel 1, serbuk tempurung kelapa awal sebelum dilakukan proses pemanasan memiliki lebar celah pita energi yang cukup besar, yaitu 1,20 eV. Naiknya temperatur pemansan, menyebabkan nilai lebar celah pita energi berkurang hinggga berada dalam kisaran 0,07-0,10 eV pada temperatur untuk seluruh jenis metode pemanasan. Jika dibandingkan antara ketiga jenis proses pemansasan, tampak bahwa nilai lebar celah pita energi pada arang tempurung kelapa hasil karbonisasi nitrogen dengan pemanasan atmosfer sekitar sebelum dibilas relatif hampir sama. Sedangkan pada pemanasan atmosfer sekitar setelah dibilas memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan keduanya pada temperatur rendah. Pencucian dengan akuades (H2O) dapat menghilangkan unsur-unsur impuritas seperti sulfur, klorin, dan kalium. Pencucian juga dapat mereduksi unsur oksigen dan hidrogen yang terikat dalam arang tempurung kelapa. Unsur-unsur dengan gugus fungsi aromatik, karbonil, hidroksil, dan fenol dapat larut dalam H2O, sehingga jumlahnya berkurang. Akibatnya setelah dilakukan perhitungan menghasilkan nilai lebar celah pita energi yang berkurang.
JURNAL SENI DAN SAINS POMITS Tabel 1 Hasil Perhitungan Lebar Celah Pita Energi Temperatur Lebar Pemanasan / No. (oC) Celah Pita Karbonisasi Energi (eV) Serbuk awal 1. 1,20 tempurung kelapa 400 0,67 di lingkungan 600 0,33 atmosfer sekitar 2. 800 0,07 sebelum dibilas 1000 0,10 400 0,47 di lingkungan 600 0,14 3. atmosfer sekitar 800 0,09 setelah dibilas 1000 0,08 400 0,67 600 0,31 di lingkungan gas inert 4. nitrogen 800 0,07 1000 0,09 Karbon, oksigen, dan hidrogen merupakan unsur-unsur non logam yang pada dasarnya memiliki sifat listrik insulator (susah menghantarkan arus listrik). Jika dibandingkan dengan unsur metal seperti besi (Fe), nilai konduktivitas listrik dari ketiga unsur tersebut sangatlah kecil. Sifat insulator ini terjadi disebabkan elektron pada pita valensi tidak dapat ―m eloncat‖ menuju pita konduksi karena lebar celah pita energi (band gap) yang relatif besar. Akibatnya material graphene oxide memiliki lebar celah pita energi yang relatif besar, dikarenakan keberadaan ketiga unsur tersebut. Ketika unsur oksigen dan hidrogen diminimalisir, maka lebar celah pita energi akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan sifat kelistrikannya. Kenaikan suhu pemanasan menyebabkan nilai lebar celah pita energi berkurang. Maka dapat iindikasikan pada suhu pemanasan yang lebih tinggi, nilai lebar celah pita energi akan menyebabkan material tempurung kelapa berada dalam kategori material grafit atau grafena. Beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya nilai lebar celah pita energi antara lain jenis pemanasan, temperatur pemanasan, laju aliran udara sekitar, dan adanya unsur impuritas. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai lebar celah pita energi arang tempurung kelapa berada dalam rentang 0,07–0,67 eV yang masih termasuk dalam rentang material reduced graphene oxide. Nilai lebar celah pita energi arang hasil pemanasan ini berada dalam rentang nilai bahan silikon hingga germanium. Sehingga dapat disebut bahwa bahan arang tempurung kelapa hasil pemanasan ini merukapan bahan semikonduktor. IV. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan: 1. Fasa karbon yang terbentuk dari hasil pemanasan serbuk tempurung kelapa yaitu berupa struktur turbostatik yang memiliki fasa kristal karbon cliftonite (graphite) dengan bidang kristal utama (002) serta fasa amorf karbon. 2. Pada sampel arang hasil karbonisasi dalam keadaan gas inert nitrogen, terdapat dua fasa impuritas yaitu fasa potassium chlorate (KClO4) dan fasa sulfur (S11).
5 3.
Nilai lebar celah pita energi pada sampel arang secara keseluruhan berada dalam rentang 0,07 eV – 0,67 eV yang masih termasuk dalam rentang bahan semikonduktor dan merupakan material reduced graphene oxide.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ananada Yogi Nugraheni dan Fandi Angga Prasetya selaku rekan satu tim penelitian, serta semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4] [5] [6] [7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15] [16] [17]
Abdullah, M. dan Khairurrijal. 2008. Review : Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi Vol.2 No.1, Februari 2009. Destyorini, F. dkk. Des 2010. Pengaruh Suhu Karbonisasi Terhadap Struktur dan Konduktivitas Listrik Arang Serabut Kelapa. Jurnal Fisika HFI 10: 2. Grande, L. et al. 2011. Graphene for Energy Harvesting/Storage Devices and Printed Electronics. Chinese Society of Particuology and Institute of Process Engineering, Chinese Academy of Sciences. Published by Elsevier B.V. Menendez, J. A. et al. 2009. Microwave Heating Processes Involving Carbon Materials. Full Processing Technology 91: 1-8. Owen, Tony. 2000. Fundamentals of Modern UV-Visible Spectroscopy. Germany : Agilent Technologies. Pei, Songfeng. and Cheng, Hui-Ming. 2011. The Reduction of Graphene Oxide. El Sevier Ltd. Perkasa, Adhi Yudha. 2013. Pembentukan Fasa Kristalin dalam Proses Pemanasan Tempurung Kelapa Muda Dalam Sawarna (Cocos Nucifera L.) dengan Atmosfer Udara. Surabaya : Laporan Tugas Akhir Fisika FMIPA-ITS. Pierson, Hugh. 1993. Handbook of Carbon, Graphite, Diamond and Fullerenes : Properties, Processing and Applications. New Jersey : Noyes Publication. Quhe, Ruge. et al. 2012. Tunable and Sizable Band Gap of Single-layer Graphene Sandwiched Between Hexagonal Boron Nitride. Japan : NPG Asia Materials. Rampe, M.J. dkk. The Effect of Temperature on The Crystal Growth of Coconut Shell Carbon. Proceedings of the Third International Conference on Mathematics and Natural Sciences. Smallman, R. E. and Bishop R. J. 1999. Modern Physical Metallurgy And Materials Engineering 6th Edition. London : Reed Educational and Professional Publishing. Talyzin, A. V. et al. 2009. Nanocarbons by High-Temperature Decomposition of Graphite Oxide at Various Pressures. The Journal of Physical Chemistry C 113 (26): 11279. Tirono, M. dan Sabit, A. 2011. Efek Suhu Pada Proses Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung Kelapa (Coconut Shell Charcoal). Jurnal Neutrino 3: 2. Wachid, Frischa Marcheliana. 2013. Analisis Kandungan Fasa Karbon Pada Proses Pemanasan Tempurung Kelapa. Surabaya : Laporan Tugas Akhir Fisika FMIPA-ITS. Widiatmoko, Eko. 2010. Graphene: Sifat, Fabrikasi, Dan Aplikasinya. Departmen Fisika, Institut Teknologi Bandung. Woodroof, 1979. Coconuts : Production, Processing, and Products. West Port, Connecticut : AVI Publishing Company, INC. Zhang, Y.B. et al. 2009. Direct Observation of A Widely Tunable Bandgap in Bilayer Graphene. Nature 459, 820-823.