ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAMA MENCARI KERJA BAGI TENAGA KERJA TERDIDIK DI KOTA MAKASSAR Analysis of Factors which Affect the Length of Time Needed in Seeking Jobs for Skilled Labours in Makassar
Rizky Iman Perkasa Wardoyo Putra A11107111 Ilmu Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar 2012
ABSTRAK
RIZKY IMAN PERKASA WARDOYO PUTRA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Makassar. (dibimbing oleh Madris dan Fatmawati) Penelitian ini bertujuan: 1) untuk memahami karakteristik tenaga kerja terdidik dalam kaitannya dengan lama mencari kerja di Kota Makassar, 2) untuk memahami apakah pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan dan umur memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja, dan 3) untuk memahami apakah ada perbedaan lama mencari kerja di Kota Makassar menurut pengalaman kerja, jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah. Penelitian ini menggunakan data primer, 2012. Metode pengambilan sampel secara accidental sampling yakni siapa saja yang kebetulan ditemui di lapangan (dalam penelitian) dengan memenuhi syarat sebagai populasi penelitian. Analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan keluarga bukanlah faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja. Variabel pengalaman kerja, jenis kelamin, dan jenis sekolah memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Sedangkan tingkat pendidikan, umur, dan status dalam rumah tangga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. Kata Kunci: Pendapatan Keluarga, Pengalaman Kerja, Tingkat Pendidikan, Umur, Jenis Kelamin, Status dalam Rumah Tangga, Jenis Sekolah, dan Lama Mencari Kerja
ABSTRACT
RIZKY IMAN PERKASA WARDOYO PUTRA. Analysis of Factors which Affect the Length of Time Needed in Seeking Jobs for Skilled Labours in Makassar. (under the supervision of Madris and Fatmawati) This study aims to: 1) understand characteristics of skilled labours in correlation to the length of time needed in seeking jobs in Makassar, 2) understand whether family income, work experience, level of education, and age affect the length of time in seeking jobs, and 3) understand whether or not there is a difference in length of time in seeking jobs in Makassar based on work experience, gender, role in family, and type of school. This study uses primary data, 2012. The sampling method uses accidental sampling method, which means anyone who happens on the field and suits to the conditions of the study population. Data analysis uses multiple regression specimens. The result of this research shows family income variable is not a factor affecting the length of time in seeking jobs. Work experience, gender, and type of school variable have negative as well as significant impacts on the length of time needed in seeking jobs. And levels of education, age, and role in family variable have positive as well as significant impacts on the length of time needed in seeking jobs. Keywords: Family Income, Work Ekxperience, Levels of Education, Age, Gender, Role in Family, Type of School, Length of Time Needed in Seeking Jobs
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pengangguran adalah salah satu masalah yang dihadapi semua negara di dunia sebagai akibat dari adanya kesenjangan antara jumlah penduduk usia kerja yang masuk dalam angkatan kerja dengan ketersediaan kesempatan kerja. Pengangguran selalu menjadi salah satu dari prioritas masalah yang harus dihadapi dalam setiap perencanaan pembangunan. Keberhasilan pembangunan biasanya diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah seharusnya diikuti dengan penciptaan lapangan kerja baru. Dengan adanya penciptaan lapangan kerja baru, permintaan tenaga kerja di pasar kerja akan meningkat secara otomatis sehingga angkatan kerja yang ada dapat diserap di dalam pasar kerja. Penyerapan angkatan kerja ini akan berakibat pada penuruan angka pengangguran. Pengangguran sendiri merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur dan
setengah
pengangguran
penganggur dan
setengah
mengalami pengangguran
peningkatan. yang
tinggi
Sebaliknya merupakan
pemborosan-pemborosan sumber daya manusia dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan
keresahan
sosial
dan
kriminal,
dan
dapat
menghambat pembangunan dalam jangka panjang (Depnakertrans, 2004). Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar, Indonesia memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun diiringi dengan pertumbuhan angkatan kerja (penduduk usia kerja yang bekerja dan mencari kerja). Dengan kata lain, penawaran tenaga kerja di dalam pasar juga meningkat. Namun demikian, penawaran tenaga kerja sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja tidak selalu diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru yang mampu menampung angkatan kerja yang baru untuk masuk ke dalam pasar kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi sementara permintaan tenaga kerja
di
pasar
kerja
yang
rendah
mengakibatkan
tingginya
angka
pengangguran. Salah satu indikator tingginya angka pengangguran dapat dilihat dari semakin lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam
hubungannya
dengan
kualitas
sumber
daya
manusia,
pendidikan dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Pendidikan yang baik diharapkan mampu memberikan sumber daya manusia yang baik pula. Namun dalam kenyataannya sekarang ini, pendidikan juga dianggap berkaitan erat dengan pengangguran,
khususnya
pengangguran
tenaga
kerja
terdidik.
Kecenderungan makin meningkatnya tingkat pendidikan akan berakibat meningkatnya pula angka pengangguran tenaga kerja terdidik daripada bertambahnya tenaga kerja yang mempunyai produktivitas sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja (Sutomo, dkk, 1999). Pendidikan dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena, pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Sumber daya manusia seperti inilah yang diharapkan mampu menggerakkan roda pembangunan ke depan. Salah satu upaya
dalam
mewujudkan
relevansi
pendidikan
dengan
kebutuhan
pembangunan ini dikenal dengan kebijakan link and match. Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan dan mengefisienkan sumber daya manusia dengan sistem pendidikan. Semakin selaras struktur tenaga kerja yang disediakan oleh sistem pendidikan dengan struktur lapangan kerja maka semakin efisienlah sistem pendidikan yang ada. Karena dalam pengalokasian sumber daya manusia akan diserap oleh lapangan kerja (Rahmawati, dkk, 2004). Menurut BPS (2003), tingkat pengangguran terdidik merupakan rasio jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA ke atas (sebagai kelompok terdidik) terhadap besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Selain itu, menurut Elwin Tobing (2003), pengangguran tenaga terdidik yaitu angkatan kerja yang berpendidikan menengah ke atas (SMA, Diploma, dan
Sarjana) dan tidak bekerja. Pengangguran tenaga kerja terdidik adalah salah satu masalah makroekonomi. Faktor-faktor penyebab tenaga kerja terdidik dapat dikatakan hampir sama di setiap negara, krisis ekonomi, struktur lapangan kerja tidak seimbang, kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang, dan jumlah angkatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan kesempatan kerja (Sriyanti, 2009). Menurut Moeis dalam Sutomo, dkk (1999), bahwa tenaga kerja dengan
pendidikan
kejuruan
mempunyai
keterampilan
khusus
yang
dipersiapkan memasuki dunia kerja sehingga dapat dikatakan probabilitas untuk menganggur lebih kecil daripada tenaga kerja berpendidikan umum. Pencari kerja dengan latar belakang sekolah kejuruan akan lebih mudah memperoleh pekerjaan sehingga lamanya menganggur juga pendek karena jenis pencari kerja ini memilki biaya training yang rendah. Secara makro, pengangguran tenaga kerja terdidik merupakan suatu pemborosan. Apabila dikaitkan dengan opportunity cost yang dikorbankan oleh negara akibat menganggurnya angkatan kerja terdidik terutama pendidikan tinggi. Namun dari pandangan mikro, menganggur mempunyai tingkat utilitas yang lebih tinggi daripada menerima tawaran kerja yang tidak sesuai dengan aspirasinya. Utilitas yang dimaksud adalah tingkat kepuasan yang diperoleh seorang individu dari bekerja atau melakukan suatu aktivitas sehingga seseorang yang menganggur memiliki urutan alternatif-alternatif
atas aktivitas yang disukainya dibandingkan dengan seseorang yang menerima tawaran pekerjaaan yang tidak sesuai dengan aspirasinya. Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hayatinya saja akan tetapi menyangkut
kebutuhan
lainnya
seperti
kebutuhan
pakaian,
rumah,
pendidikan, dan lain sebagainya. Adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai
dengan
proses
pemerataan
akan
mengakibatkan
terjadinya
kesenjangan antarindividu. Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan
ekonomi
yang
membuat
semakin
tinggi
pendapatan
masyarakat per kapita mengakibatkan semakin cepat perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya
yang
mendukung proses tersebut seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia (Tambunan, 2001). Lapangan
pekerjaan
merupakan
indikator
keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan maka merembaknya isu pengangguran terdidik menjadi hal yang cukup mengganggu bagi perencanaan pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya Indonesia. Kota Makassar merupakan salah satu kota yang terdapat dalam wilayah administratif Sulawesi Selatan, Indonesia. Dipilihnya Kota Makassar sebagai obyek penelitian disebabkan karena Kota Makassar saat ini merupakan gerbang kawasan timur Indonesia. Dan saat ini masyarakat masih melihat
pertumbuhan ekonomi Kota Makassar sebagai standar dan tolak ukur pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur. Pertumbuhan ekonomi Kota Makassar cenderung meningkat dalam beberapa tahun, namun peningkatan tersebut belum dibarengi dengan pengurangan pengangguran. Jika terjadi pertumbuhan ekonomi, maka tenaga kerja yang terserap oleh sektor-sektor ekonomi juga mengalami peningkatan sehingga jumlah pengangguran menurun atau berkurang. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk di Kota Makassar Tahun 2000-2010 Jumlah Penduduk Tahun (Jiwa) 2000 1.112.688 2001 1.130.384 2002 1.148.312 2003 1.160.011 2004 1.179.023 2005 1.193.434 2006 1.223.540 2007 1.235.239 2008 1.253.656 2009 1.272.349 2010 1.339.374 Sumber: BPS, Makassar Dalam Angka, Data Diolah
Pada Tabel 1.1 di atas memperlihatkan data jumlah penduduk di Kota Makassar tahun 2000-2010. Dari tahun ke tahun, peningkatan jumlah penduduk menunjukkan jumlah yang signifikan. Jumlah penduduk Kota Makassar terus akan tumbuh seiring dengan perkembangan Kota Makassar itu sendiri sebagai pusat perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan di
kawasan timur Indonesia. Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh kelahiran dan urbanisasi yang cukup besar. Implikasi pertumbuhan penduduk yang cukup besar tentu saja menimbulkan masalahmasalah sosial ekonomi di perkotaan dan memberikan pekerjaan yang besar bagi pemerintah daerah di Kota Makassar untuk pengelolaannya, seperti masalah lapangan pekerjaan bagi Masyarakat Kota Makassar. Tabel 1.2 Angka Pengangguran di Kota Makassar Tahun 2002-2007 Banyaknya Angka Tahun Pengangguran Pencari Kerja Angkatan Kerja (Persen) 2002 74.045 429.815 17,23 2003 76.228 438.249 17,41 2004 65.504 470.050 13,94 2005 91.537 480.692 19,04 2006 65.434 496.414 14,03 2007 67.290 526.991 18,03 Sumber: BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus 2010 diolah Pusdatinaker
Berdasarkan Tabel 1.2, angka pengangguran di Kota Makassar cenderung meningkat. Pada tahun 2002, angka pengangguran sebesar 17,23 persen, mengalami kenaikan sebesar 0,18 persen pada tahun 2003, dan turun menjadi 13,94 persen pada tahun 2004. Akan tetapi, pada tahun 2005, persentase pengangguran mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 19,04 persen. Berdasarkan tabel, tercatat pada tahun 2005 jumlah pencari kerja mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen atau meningkat menjadi 91.537 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun ini pula
tercatat angka pengangguran yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meningkatnya ketidakseimbangan
angka
pengangguran
pertumbuhan
angkatan
disebabkan kerja
dan
karena penciptaan
kesempatan kerja. Adanya kesenjangan antara angkatan kerja dan lapangan kerja tersebut berdampak terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi) baik secara spasial antara desa-kota maupun secara sektoral. Tabel 1.3 Pencari Kerja Terdaftar, Lowongan Terdaftar, dan Penempatan Tenaga Kerja di Kota Makassar Tahun 2003-2007 Penempatan Pencari Kerja Lowongan Kerja Tenaga Kerja Terdaftar (Orang) Terdaftar (Orang) Tahun (Orang) L P L P L P 2003 15.362 18.199 1.481 1.429 1.476 1.424 2004 19.151 23.279 1.720 1.558 1.715 1.556 2005 10.824 15.495 2.115 1.867 2.113 1.864 2006 25.674 30.535 2.116 1.922 2.115 1.922 2007 24.520 27.664 1.816 1.621 1.561 1.321 Jumlah 73.463 115.172 7.700 8.397 8.980 8.087 Sumber: Informasi Pasar Kerja Disnaker Makassar, 2008
Pada Tabel 1.3 di atas disajikan data mengenai keadaan pasar kerja yang
terdaftar
pada
Dinas
Tenaga
Kerja
Kota
Makassar
yang
memperlihatkan kondisi pencari kerja yang terus mengalami peningkatan sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia dan penempatan kerja sangat sedikit. Jumlah pencari kerja sebanyak 210.703 orang, lowongan kerja yang tersedia sebanyak 17.680 orang, dan penempatan pekerja sebanyak 17.067 orang. Pencari kerja perempuan masih lebih dominan dari
tahun ke tahun sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia masih lebih besar untuk laki-laki, begitu pun dengan penempatan pekerja yang masih lebih tinggi posisi yang diberikan untuk laki-laki daripada perempuan. Berdasarkan
Tabel 1.3,
keadaan pasar kerja
memperlihatkan
ketidakseimbangan antara jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan dibandingkan lowongan kerja yang tersedia. Penawaran dalam hal ini ialah orang yang mencari kerja sangat banyak sedangkan permintaan pekerja relatif sedikit. Jauh lebih banyak pertumbuhan pencari kerja dibandingkan pertumbuhan kesempatan kerja yang tersedia. Keadaan ini merupakan suatu permasalahan di sektor ketenagakerjaan karena terjadi kelebihan pencari kerja di dalam pasar kerja. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka jumlah pencari kerja terus bertambah dari tahun ke tahun, sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia sangat kecil sehingga hal ini berdampak semakin banyaknya jumlah pengangguran. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada pasar kerja tentunya berhubungan dengan pencapaian pembangunan ekonomi negara. Hal ini sejalan dengan pernyataan Todaro (2000) yang menjelaskan bahwa terjadinya perpindahan penduduk disebabkan oleh tingginya upah atau pendapatan yang dapat diperoleh di daerah tujuan. Kesenjangan upah/pendapatan yang besar antara desa atau daerah dan kota mendorong penduduk desa atau daerah untuk datang dan mencari pekerjaan di kota.
Menurut Moelyono dalam Sutomo, dkk (1999), menyatakan bahwa meningkatnya pengangguran tenaga kerja terdidik disebabkan oleh makin tingginya tingkat pendidikan maka makin tinggi pula aspirasinya untuk mendapatkan kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih sesuai dengan keinginan, sehingga proses untuk mencari kerja lebih lama pada kelompok pencari kerja terdidik disebabkan tenaga kerja terdidik lebih banyak mengetahui
perkembangan
informasi
di
pasar
kerja,
dan
lebih
berkemampuan untuk memilih pekerjaan yang diminati dan menolak pekerjaan yang tidak disukai. Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Usia Kerja di Kota Makassar Dikelompokkan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007-2009 Jumlah Penduduk Usia Kerja Tingkat 2007 2008 2009 Pendidikan (Jiwa) (Persen) (Jiwa) (Persen) (Jiwa) (Persen) ≤ SD 204.863 21,67 199.219 20,59 227.080 23,02 SMP 199.113 21,06 204.322 21,12 193.488 19,62 SMA 305.683 32,34 317.470 32,82 330.152 33,47 SMK 94.636 10,01 91.077 9,42 92.573 9,39 Diploma 41.040 4,34 42.223 4,36 32.706 3,32 Sarjana 99.928 10,57 113.045 11,69 110.280 11,18 Jumlah 945.263 100,00 967.356 100,00 986.279 100,00 Sumber: BPS, Makassar Dalam Angka, Data Diolah
Berdasarkan Tabel 1.4, jumlah penduduk usia kerja di Kota Makassar menurut tingkat pendidikan menunjukkan adanya perbaikan dalam kualitas pendidikan. Penduduk usia kerja lulusan SMA Umum menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2007 mencapai 305.683 orang atau 32,34 persen dan pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 24.469
orang menjadi 330.152 orang atau 33,47 persen. Hal yang sama terjadi untuk lulusan perguruan tinggi atau universitas. Pada tahun 2007 sebesar 99.928 orang atau 10,57 persen, pada tahun 2008 sebesar 113.045 orang atau 11,69 persen, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 110.280 orang atau 11,18 persen. Untuk penduduk usia kerja lulusan SD dan SMP serta Diploma mengalami perubahan fluktuatif mulai dari tahun 2007-2009. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran penduduk di Kota Makassar akan pendidikan cukup besar. Hal ini sesuai dengan meningkatnya mutu pendidikan secara berjenjang sesuai tuntutan pasar. Hal tersebut di atas, yang menjadi dasar ketertarikan diadakan penelitian dengan objek faktor-faktor yang mempengaruhi lama waktu tenaga kerja terdidik dalam mencari kerja di Kota Makassar. Maka dalam penelitian ini akan dilihat sejauh mana pengaruh beberapa faktor seperti pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah dapat mempengaruhi lama pencarian kerja tenaga kerja terdidik di Kota Makassar. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Makassar”.
1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang dianalisis adalah:
1. Apakah pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, dan umur memiliki pengaruh terhadap lama pencarian kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kota Makassar. 2. Apakah ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kota Makassar.
1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah: 1. Untuk memahami karakteristik tenaga kerja terdidik dalam kaitannya dengan lama mencari kerja di Kota Makassar. 2. Untuk memahami apakah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan umur memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja. 3. Untuk memahami apakah ada perbedaan lama mencari kerja di Kota Makassar menurut pengalaman kerja, jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah.
1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat menjadi menjadi sumbangan pemikiran bagi kalangan pemerintah, khususnya pemerintah Kota Makassar, dalam menentukan kebijakan ketenagakerjaan yang nantinya diharapkan dapat menekan angka pengangguran di Kota Makassar. Penelitian ini diharapkan
pula dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Variabel pendapatan keluarga memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap lama mencari kerja. 2. Variabel pengalaman kerja, jenis kelamin, dan jenis sekolah memiliki pengaruh memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. 3. Variabel tingkat pendidikan, umur, dan status dalam rumah tangga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari kerja. 4. Secara simultan, variabel pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap variabel lama mencari kerja. 5. Variabel-variabel bebas yaitu pendapatan keluarga, pengalaman kerja, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, status dalam rumah tangga, dan jenis sekolah secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi variabel terikat atau lama mencari kerja sebesar 32,33 persen
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam estimasi model. 5.2 SARAN Berikut
adalah
saran-saran
yang
dapat
direkomendasikan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan: 1. Pada usia tertentu, para pencari kerja diharapkan lebih aktif dalam mencari informasi tentang lowongan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang dimilikinya, sebab sebagian besar perusahaan lebih mengutamakan pencari kerja dengan usia muda karena usia muda merupakan usia yang masih sangat produktif dalam bekerja. Hal ini tentunya tidak sulit lagi, mengingat begitu pesatnya kemajuan teknologi yang ada pada masa sekarang sehingga pencari kerja dapat dengan mudah memperbaharui informasi yang mereka inginkan, sehingga kemungkinan akan asymmetric information antara pencari kerja dan pemberi kerja dapat dicegah seminimal mungkin. 2. Perlu menanamkan jiwa kewirausahaan bagi kelompok pencari kerja dengan
pendidikan
tinggi
agar
pengangguran
terdidik
dapat
memberikan solusi dalam menciptakan pekerjaan. Karenanya, pencari kerja yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif.
3. Para pencari kerja perlu membekali diri dengan pengalaman kerja, sebab dengan pengalaman kerja yang mereka miliki, maka mereka akan mendapatkan tambahan informasi yang lebih baik mengenai pasar kerja. Faktor pengalaman kerja juga akan memberikan nilai tambah bagi pencari kerja, dimana perusahaan cenderung memilih pekerja yang memiliki pengalaman bekerja lebih banyak dan lebih lama dibandingkan mereka yang pengalaman kerjanya sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga dengan memiliki pengalaman kerja, para pencari kerja akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan kata lain, tenaga kerja yang berpengalaman lebih siap untuk memasuki dunia kerja dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak berpengalaman. 4. Pemerintah pun dituntut untuk lebih sigap dalam mengatasi masalah pengangguran terdidik yang ada di Indonesia, terkhususnya di Kota Makassar.
Pemerintah
perlu
membangun
suatu
sistem
yang
mengelola seluruh informasi di pasar kerja dimana sistem tersebut dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, baik itu masyarakat pencari kerja maupun masyarakat yang sedang mempersiapkan diri untuk turun dalam pasar kerja. Pemerintah pun harusnya bisa menciptakan kanal-kanal pendidikan alternatif untuk membuka dan menambah ilmu pengetahuan para pencari kerja agar bisa bersaing dalam pasar kerja. Berbagai macam pelatihan, lokakarya, kursus-
kursus, dan sebagainya tentunya akan sangat membantu para pencari kerja dalam menaikkan nilai tambah dalam diri mereka sehingga meskipun mereka tidak berhasil pada lowongan pekerjaan yang mereka inginkan, dikarenakan reservation wage mereka dan upah yang diberikan oleh penyedia pekerjaan tidak bertemu di satu titik, mereka setidaknya bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri untuk
orang
lain
yang
tentunya
akan
mengecilkan
angka
penggunaannya
dalam
pengangguran. 5. Search
theory
masih
sangat
jarang
menganalisis masalah pengangguran. Oleh karena itu untuk para peneliti selanjutnya, penting untuk mengembangkan konsep-konsep penelitian yang memfokuskan pada search theory sebagai landasan teori terhadap penelitian tersebut. Salah satunya adalah konsep anggapan masyarakat umum yang mengesampingkan para pencari kerja yang berlatar belakang pendidikan non eksakta, dimana sebenarnya pencari kerja yang berlatar belakang pendidikan non eksakta ini bisa berkompetisi sama baik atau bahkan lebih baik dengan pencari kerja yang berlatar belakang pendidikan eksakta. Kemudian konsep mengenai reservation wage dalam mencari kerja, dimana perlu diteliti lebih lanjut mengenai sampai seberapa jauhnya seorang pencari kerja mau berkompromi dengan keadaan yang ada, dimana reservation wage yang ia tetapkan tidak bertemu di titik yang
sama dengan upah yang bersedia diberikan oleh penyedia lapangan pekerjaan; apakah biaya pencarian kerja yang mereka keluarkan sudah sepadan dengan hasil yang mereka dapatkan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Arfida. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Badan Pusat Statistik. 1999. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta: PT Citra Mawana Patamaro ______. 2000 - 2011. Makassar Dalam Angka Balitbangda Provinsi NTT. 2008. Kajian Peranan Sektor Informal Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kupang: Jurnalbangda NTT Becker, G. S. 1985. Human Capital, Effort, and The Sexual Division of Labour. Journal of Labour Economic, Vol. 3 Bellante, Don dan Mark Jackson. 1981. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Bowen, Lindsey and Jennifer Doyle. 2004. Gender Differences in Employed Job Search. Issues in Political Economic Vol. 13, Furman University Brown, Sarah and Karl Taylor. 2008. Expectations, Reservation Wages and Employment: Evidence from British Panel Data. Sheffield Economic Research Paper Series, SERP number: 2008007. Department Economics, University of Sheffield Depnakertrans. 2004. Penanggulangan Pengangguran di Indonesia. Majalah Nakertrans Edisi-03 TH. XXIV-Juni Diamond, Peter. 1982. Wage Determination and Efficiency in Search Equilibrium. The Review of Economic Studies Vol. 49 No. 2, 217-227 ______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic Laureates – Peter A. Diamond. www.youtube.com Dumary. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga
Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Terjemahan Dr. Gunawan Sumodiningrat, BPFE UGM, Yogyakarta Gumelar, Linda. 2012. Para Istri pun Siap Jadi Kepala Keluarga. Surabaya Post. Jamaluddin. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja di Kota Makassar. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Kupets, Olga. 2006. Determinants of Unemployment Duration in Ukraine. Labor Group, Economics Research and Outreach Centre, National University “Kyiv-Mohyla Academy”, Kiev Kusnadi. 1998. Pengantar Bisnis Kewiraswastaan. Malang: STAIN
Niaga:
Dengan
Pendekatan
Mankiw, Gregory N. 2000. Teori Makro Ekonomi Ed. 4.Jakarta: Erlangga ______. 2003. Economics Fifth Edition. New York: Worth Publishers 41 Madison Avenue Mortensen, Dale. 1984. Job Search and Labor Market Analysis. Discussion paper no. 594 ______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic Laureates – Dale T. Mortensen. www.youtube.com Pissarides, Christopher. 1982. Job Search and the Durationnof Layoff Unemployment. Quarterly Journal of Economic ______. 2010. The Nobel Prize Lectures in Uppsala 2010 – Economic Laureates – Christopher A. Pissarides. www.youtube.com Putra, Adhy Ramawan. 2011. Faktor Penentu Mencari Kerja pada Sektor Formal di Kota Makassar: Suatu Analisis Pendekatan Search Theory. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
Rahmatia. 2004. Kajian Teoretik dan Empiris Terhadap Pola dan Efisiensi Konsumsi. Disertasi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Rahmawati, Fadhilah dan Vincent Hadiwiyono. 2004. Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2003. Skripsi Rizal, Muhammad. 2006. Keputusan Migrasi Sirkuler Pekerja Sektor Formal di Kota Medan. Jakarta: Jurnal Siasat Bisnis Vol. 11 No 3 Room, Marit. 2008. Reservation Wage in Estonia. Eesti Pank, Faculty of Economics and Business Administration, University of Tartu Setiawan, Satrio. 2010. Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja, dan Jenis Kelamin terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kota Magelang. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Simanjuntak, Payaman J. 1985. Pengantar Ekonomi SUmber Daya Manusia. Penerbit FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia): Jakarta Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sudarsono, dkk. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Karunia Jakarta Sukirno, Sadono. 2003. Makro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: RajaGrafindo Persada Sumarsono, Sonny. 2005. Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu Suratman, Eddy. 1994. Determinan Mencari Kerja di Kalimantan: Suatu Analisa Data Sakernas 1992 dengan Pendekatan Search Theory. Program Pascasarjana Universitas Indonesia Sutomo, AM Susilo dan Lies Susanti. 1999. Analisis Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik di Kotamadya Surakarta. Skripsi
Sutomo, Vincent Hadiwiyono dan Prihartini BS. 1999. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Terdidik di Kabupaten Klaten Tahun 1996. Skripsi Tambunan, Tulus T. H. 2001. Transformasi Ekonomi di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Tobing, Elwin. 2003. Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Trans. Haris Munandar. Jakarta: Erlangga Triputrajaya, Ihsan. 2011. Preferensi Pekerja dalam Memilih Pekerjaan Sektor Formal. Tesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Yuliantari, Winda. 2010. Ilmu Humaniora, Membangun Pribadi. Blog Pribadi.