Laporan Penelitian
Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek
Tim Peneliti P4W-IPB dan KLH
Publikasi Teknis DATIN
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Jakarta, 2009
Tata cara penyitiran: B. H. Trisasongko, D. R. Panuju, L.S. Iman, Harimurti, A. F. Ramly, V. Anjani dan H. Subroto. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Hak Cipta (c) 2009, Tim Peneliti
Tim Peneliti: P4W-IPB: Bambang H. Trisasongko, Dyah R. Panuju, Laode S. Iman, Vanesza Anjani KLH: Harimurti, Adi Fajar Ramly, Heru Subroto
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Maha Esa atas terselesaikannya laporan akhir kajian analisis perubahan penggunaan lahan sekitar jalan tol, utamanya di ruas Jakarta-Cikampek. Kegiatan ini mencakup beberapa kata kunci penting yang diharapkan dapat menjadi pokok perhatian bagi pengembangan jalan tol pada masa-masa mendatang. Beberapa pokok bahasan tersebut dicoba ditelaah dalam kajian ini, termasuk diantaranya matriks transisi, pemodelan penggunaan lahan dan isu lapangan. Namun demikian, kami tim peneliti menyadari bahwa penelitian ini merupakan penelitian awal yang jauh dari kesempurnaan. Penyempurnaan kajian, baik terstruktur maupun tidak, dapat dilakukan secara sporadis pada ruas jalan tol lain agar memberikan suatu pengetahuan yang utuh dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai masukan ilmiah bagi pengambilan keputusan yang lebih besar. Agar tujuan tersebut dapat terlaksana, model penulisan laporan ini dilakukan dengan gaya penulisan pedoman, bukan dengan gaya penulisan dokumentasi ilmiah. Hal ini diambil agar pihak pembaca yang berminat mereproduksi penelitian ini dapat melakukannya dengan lebih mudah dan transparan. Laporan dalam bentuk kajian ilmiah dilakukan oleh tim secara terpisah untuk publikasi ilmiah dalam waktu dekat. Tim peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat bersinergi dalam mendukung pembangunan yang lebih ramah lingkungan di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2009
Tim Peneliti
iii
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................................... iii Daftar Isi......................................................................................................................... iv Pendahuluan .................................................................................................................... 1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................................. 2 Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan .............................................................................2 Perubahan Penggunaan Lahan ..................................................................................................3 Pemodelan menggunakan Markov Chain .................................................................................3
Metodologi ...................................................................................................................... 5 Cakupan Wilayah, Data dan Pengolahan Awal .........................................................................5 Pendekatan Analisis Data....................................................................................................... 10 Klasifikasi Penggunaan Lahan ............................................................................................... 10 Penyiapan Data untuk Pemodelan .......................................................................................... 11 Penyiapan data di ArcMap .............................................................................................................. 11 Pra-pengolahan di Idrisi.................................................................................................................. 17
Analisis Statistika .................................................................................................................. 19 Survei Lapangan .................................................................................................................... 20
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan .......................................................................... 21 Interpretasi ............................................................................................................................ 21 Analisis Perubahan ................................................................................................................ 25 Simulasi Perubahan ............................................................................................................... 28 Validasi ................................................................................................................................. 30 Forecasting ............................................................................................................................ 31 Identifikasi Faktor-faktor Yang Terkait dengan Perubahan Penggunaan Lahan ....................... 32 Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Basah ke Lahan Terbangun ............................ 34 Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Basah ke Lahan Kering .................................. 35 Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Kering ke Lahan Terbangun ........................... 35
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan ....................... 37 Isu Lapangan ......................................................................................................................... 38
Kesimpulan .................................................................................................................... 40 Daftar Pustaka................................................................................................................ 41
iv
PENDAHULUAN JABODETABEK (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) merupakan wilayah dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia mengingat lebih dari setengah perekonomian Indonesia dikendalikan di wilayah ini. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan yang sangat tinggi, terutama untuk penyediaan pemukiman, industri dan jasa. Dengan perkembangan wilayah urban yang kurang terkendali (urban sprawl) di wilayah Jabodetabek, laju konversi secara historis telah ditunjukkan sangat tinggi, terutama dari penggunaan lahan pertanian (baik sawah maupun lahan kering) ataupun dari hutan. Keterkaitan antar wilayah tersebut telah ditunjukkan sangat tinggi; Jakarta menyediakan lokasi sarana/prasarana perekonomian serta beberapa akses perumahan, sedangkan wilayah sekitarnya secara umum menyediakan pemukiman bagi pekerja di Jakarta. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa sarana/prasarana transportasi menjadi sangat penting bagi kawasan tersebut. Introduksi jalan tol pada awalnya memberikan solusi praktis terhadap masalah transportasi. Namun demikian, akhir-akhir ini berkembang wacana bahwa jalan tol menjadi salah satu faktor pemicu konversi lahan yang kurang terkendali. Merujuk pada kondisi di atas, jelas terlihat pentingnya suatu kajian mendalam terhadap keterkaitan antara pembangunan jalan tol terhadap percepatan konversi lahan di wilayah JABODETABEK. Kepentingan tersebut menjadi sangat penting dan relevan terhadap rencana pemerintah membuat jalan tol sepanjang Pulau Jawa, serta perancangan undang-undang yang bertujuan melindungi lahan sawah. Kebutuhan informasi tersebut perlu disuplai oleh data dan analisis spasial. Mengingat informasi riwayat penggunaan lahan di Indonesia kurang terekam dengan baik, maka tumpuan utama analisis perubahan penggunaan lahan adalah pada data penginderaan jauh yang disertai dengan analisis spasial dalam sains informasi geografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi dasar tentang perubahan pemanfaatan lahan di sekitar jalan tol Cikampek memanfaatkan data penginderaan jauh semi detil dan teknik pemodelan penggunaan lahan.
1
TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan Penginderaan jauh telah dimanfaatkan pada banyak aplikasi pemantauan bumi. Pada studi geologi lingkungan, berbagai studi menunjukkan kemanfaatan data penginderaan jauh dalam memantau lingkungan tambang. Trisasongko et al. (2006; 2007) menunjukkan bahwa data SAR dapat dimanfaatkan untuk memantau perkembangan tailings. Data penginderaan jauh juga telah dimanfaatkan untuk sektor kehutanan, seperti keperluan pemetaan atau inventarisasi (Trisasongko 2009) serta estimasi biomasa tanaman. Aplikasi lain yang memerlukan data penginderaan jauh adalah sektor pertanian. Upaya identifikasi penanaman aktif serta mekanisme pemantauannya merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian besar. Berbagai studi telah memanfaatkan data penginderaan jauh optik seperti Panuju dan Trisasongko (2008) menggunakan data Landsat TM dan ETM serta Trisasongko et al. (2009) memanfaatkan data simulasi satelit penginderaan jauh masa depan Indonesia yaitu LOSAT. Pemanfaatan terbesar dari data penginderaan jauh adalah untuk aplikasi pemetaan atau inventarisasi penutupan lahan dan deteksi perubahannya. Berbagai data telah dimanfaatkan, baik dengan sensor optik maupun radar. Untuk tujuan ini, berbagai teknik telah digunakan seperti Mahalanobis Distance (Trisasongko et al. 2007), Jaringan Syaraf (Putignano et al. 2006) atau Support Vector Machines. Perubahan penggunaan lahan dapat ditelaah dari data penginderaan jauh melalui dua pendekatan besar. Pendekatan pertama merupakan pendekatan yang umum digunakan yaitu pembandingan peta tematik. Berbagai teknik klasifikasi dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dua atau lebih data tematik dalam suatu proses analisis, umumnya dikenal dengan analisis Land Use/Cover Change (LUCC). Pendekatan kedua tidak melibatkan prosedur klasifikasi, sehingga tidak ada data tematik yang dihasilkan sebagai data intermedier. Berbagai prosedur statistika dapat digunakan pada pendekatan ini, diantaranya adalah Multivariate Alteration Detection (MAD) yang diperkenalkan oleh Nielsen et al. (1998). Pendekatan kedua ini umumnya dikenal dengan Change Detection. Secara umum, penelitian ini menggunakan pendekatan pertama mengingat tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengkaji dan memodelkan perubahan penggunaan lahan (Land Use Modeling).
2
Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan suatu aspek pembangunan yang sangat dinamis, terutama pada wilayah atau negara yang sedang membangun. Dinamika perubahan penggunaan lahan sangat serius dipelajari mengingat dampak yang ditimbulkannya sangat serius. Berbagai lokasi telah dipelajari, diantaranya pada wilayah berhutan, lahan pertanian serta wilayah urban. Pada wilayah berhutan, perubahan penggunaan lahan dipercaya berdampak langsung pada pemanasan global dengan turunnya pengikat CO2 yaitu vegetasi. Dinamika penggunaan lahan pada wilayah perkotaan telah dipelajari pada berbagai lokasi di Indonesia. Perkembangan kota Jakarta yang mempengaruhi wilayah sekelilingnya telah ditelaah dan mempengaruhi berbagai aspek lingkungan, seperti dijelaskan oleh Rustiadi et al. (2008). Pada berbagai kasus perkembangan perkotaan, dampak terbesar akibat perkembangan ini umumnya dapat dijumpai di kawasan lahan pertanian.
Pemodelan menggunakan Markov Chain Mengingat dampak yang ditimbulkan sangat signifikan, aspek penggunaan lahan merupakan salah satu subyek pokok dalam ranah pemodelan. Berbagai pendekatan model telah disajikan pada telaah literatur, salah satunya adalah Markov Chain. Metode Markov Chain merupakan salah satu model yang paling tua dan telah diaplikasikan oleh berbagai peneliti. Muller and Middleton (1994) memanfaatkan teknik ini dalam mempelajari dinamika perubahan lahan di Ontario, Kanada. Peneliti lain yaitu Vandeveer and Drummond (1976) menggunakannya untuk mengkaji dampak konstruksi sebuah reservoir. Walaupun telah ditunjukkan kurang berdampak signifikan pada tahapan forecasting, konsep Markov Chain seringkali berperan menjadi konsep dasar yang digunakan pada pengembangan lanjutan, seperti model CA-Markov (Ye and Bai 2008; Poska et al. 2008). Persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah matriks transisi (transition matrix). Hubungan ketiga matriks tersebut adalah sebagai berikut:
M LC M t
Mt
1
LCuu LC au
LCua LC aa
LCuw U t LC aw At
Ut 1 At 1
LC wu
LC wa
LC ww Wt
Wt
1
3
dimana Ut merepresentasikan peluang setiap titik terklasifikasikan sebagai kelas U pada waktu t. LCua menunjukkan peluang suatu kelas u menjadi kelas lainnya pada rentang waktu tertentu.
4
METODOLOGI Cakupan Wilayah, Data dan Pengolahan Awal Jawa Barat dan Banten merupakan provinsi dengan densitas jalan tol tertinggi di Indonesia. Hal ini menyebabkan wilayah tersebut ideal sebagai wilayah kajian. Untuk membatasi cakupan wilayah, hanya ruas Jalan Tol Cikampek yang dianalisis pada kajian ini. Ruas tol ini sangat menarik dibandingkan dengan jalan tol lainnya karena jalur tersebut melewati wilayah yang memiliki potensi tinggi untuk tanaman pangan semusim dengan skala produksi yang intensif. Alasan lain yang penting adalah berbagai bukti bahwa Kabupaten Bekasi dan Karawang yang dilewati ruas tol tersebut memiliki kecepatan konversi lahan sawah yang cukup tinggi. Gambar 1 berikut menyajikan cakupan wilayah studi. Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data spasial dan atribut. Data spasial sangat penting bagi analisis perubahan penggunaan lahan mengingat sifat perubahan tersebut terkait dengan ruang. Mengingat informasi yang tersedia dari peta tematik sangat terbatas, maka informasi penggunaan lahan dan perubahannya diturunkan dari seri citra penginderaan jauh. Tiga seri citra digunakan pada penelitian ini yaitu Landsat ETM (tahun akuisisi 2000) serta ALOS AVNIR (tahun akuisisi 2006 dan 2009). Kondisi radiometrik ketiga data tersebut cukup baik untuk wilayah studi, sehingga pengolahan awal (pre-processing) tidak dilakukan kecuali koreksi geometrik. Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4 berturut-turut menyajikan citra penginderaan jauh yang digunakan pada kajian ini.
5
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
Peta Administrasi Kecamatan
772 500
93 150 00
9 31 500 0
727 500
9 30 750 0
93 075 00 92 925 00
9 29 250 0
9 30 000 0
93 000 00
Jalan
1
0
1 Km
727 500
92 850 00
9 28 500 0
Sistem Geodetik WGS1984
Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Sungai Sungai Kecamatan Cibitung Cikampek Cikarang Barat Cikarang Pusat Cikarang Selatan Cikarang Timur Cikarang Utara Klari Tambun Selatan Telukjambe
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
772 500
Gambar 1. Wilayah kajian 6
Gambar 2. Citra Landsat ETM tahun 2000 7
Gambar 3. Citra ALOS AVNIR tahun 2006 8
Gambar 4. Citra ALOS AVNIR tahun 2009 9
Untuk menunjang kebutuhan pada koreksi geometrik, peta dasar (Rupa Bumi Indonesia) BAKOSURTANAL digunakan pada penelitian ini. Seluruh citra perlu dikoreksi pada suatu kondisi dimana galat RMS (Root Mean Squared Error) kurang dari 1, menggunakan metode interpolasi nilai Bilinear.
Pendekatan Analisis Data Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah berbasis data spasial yang diharapkan mampu memberi gambaran keruangan wilayah-wilayah yang terkonversi. Pendekatan temporal menjadi dasar utama dalam kajian ini, dengan metode back-tracking dan/atau forward-tracking (bila data tidak memungkinkan). Analisis yang akan digunakan dalam kegiatan ini digambarkan sebagai berikut:
Citra Penginderaan Jauh Seri Waktu
Data Spasial Pendukung
Data Sekunder Sosial Ekonomi
Analisis Citra
Data Survei Lapang
Pemodelan Antara
Pemodelan Perubahan
Gambar 5. Kerangka Analisis
Klasifikasi Penggunaan Lahan Tahapan pertama dari kerangka analisis citra adalah dengan melakukan klasifikasi penggunaan lahan. Perlu diingat pada tahapan ini adalah bahwa data penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam pembangunan data penutupan lahan. Untuk tujuan tersebut, berbagai metode telah diujicobakan, utamanya dapat dipilah menjadi metode statistika (kemiripan maksimum, jaringan syaraf, dan lain-lain) serta metode visual. Namun demikian mengingat produk yang diharapkan adalah produk penggunaan lahan, bukan penutupan lahan, pemrosesan berbasis metode statistika perlu diterjemahkan menjadi data penggunaan lahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kedua, yaitu analisis visual mengingat data penginderaan jauh yang digunakan pada kajian ini dapat dikategorikan data beresolusi
10
tinggi (10 meter untuk AVNIR). Penggunaan metode ini juga mengijinkan interpreter dalam melakukan pengecekan silang
dengan data lain, terutama pada wilayah-wilayah yang
meragukan. Pada kajian ini, sebagain besar wilayah dicek ulang dengan data kunjungan lapang yang berjumlah 70 titik pengamatan. Namun demikian, kelemahan utama pada pendekatan ini adalah dalam penetapan batas terutama pada data resolusi spasial yang lebih rendah yaitu data Landsat ETM tahun 2000. Hasil dari tahapan ini adalah data vektor penggunaan lahan pada 3 tahun yang berbeda dengan spesifikasi kelas penggunaan sebagai berikut: badan air, lahan terbangun, tanaman pertanian lahan basah (TPLB) serta tanaman pertanian lahan kering (TPLK). Cakupan lahan terbangun pada kajian ini meliputi kawasan industri serta permukiman, baik teratur maupun tidak teratur. Sedangkan tanaman pertanian lahan kering merupakan kelas gabungan antara tegalan (sepanjang tahun) dengan kebun campuran. Pada beberapa lokasi, tegalan dan kebun campuran tidak dapat dipisahkan dengan tegas mengingat kebun campuran (umumnya tanaman berkayu) memiliki densitas yang cukup rendah dan diselingi oleh tegalan.
Penyiapan Data untuk Pemodelan Penyiapan data perlu dilakukan mengingat format dan perangkat lunak yang digunakan pada tahapan akuisisi data penutupan/penggunaan lahan berbeda dengan tahapan analisis perubahan penggunaan lahan. Tahap pertama penyiapan data pada kajian ini menggunakan perangkat lunak ArcGIS (modul ArcMap). Penyiapan data di ArcMap Tujuan utama penyiapan data di ArcMap adalah pengaturan konfigurasi yang ideal dalam analisis mengingat data yang digunakan dalam analisis adalah data raster dengan spesifikasi atribut yang khas. Data atribut vektor menggunakan konsep basis data relasional (relational database management system, RDBMS). Hal ini cukup berbeda dengan data raster yang umumnya memiliki keterbatasan yaitu hanya dengan menggunakan data integer (bilangan bulat) yang khas untuk mengkaitkan data raster dengan atribut informasinya. Secara khusus, penelitian ini mengkodeulangkan (recoding) data vektor penggunaan lahan menjadi kode-kode numerik yang sederhana dan khas untuk masing-masing kelas. Hal ini ditujukan agar terjadi kondisi khusus sehingga kode tersebut dapat disimpan dalam data raster yang akan diolah lebih lanjut. Pengolahan awal pada ArcGIS dapat dimulai dengan membuka data hasil interpretasi citra penginderaan jauh sebagai berikut.
11
Gambar 6. Tampilan ArcMap Sebelum mengkodeulangkan seluruh poligon penggunaan lahan yang ada dengan spesifikasi kode yang ditetapkan, sebuah kolom perlu dibuat terlebih dahulu untuk mengakomodasi keperluan recoding. Untuk keperluan ini, digunakan script yang berada di ArcToolbox yaitu ADDFIELD pada menu “Data Management Tools > Fields” seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Tampilan AddField
12
Catatan penting yang harus diperhatikan di sini adalah jenis kolom. Untuk tujuan ini, jenis kolom yang harus digunakan adalah jenis kolom yang berasosiasi dengan bilangan bulat (INTEGER, LONG, dsb.). Penggunaan bilangan pecahan (FLOAT) dapat dilakukan, tetapi hal ini berdampak negatif mengingat bilangan yang akan disimpan adalah bilangan bulat sehingga efisiensi ruang penyimpanan tidak optimal. Tahapan selanjutnya adalah membuka data atribut yang terekam pada data penggunaan lahan. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih “Open Attribute Table” pada ketukan menu mouse sebelah kanan (right click) seperti gambar berikut.
Gambar 8. Membuka data atribut
Gambar 9. Data atribut Untuk setiap tahun penggunaan lahan, reklasifikasi atribut perlu dilakukan. Pada penelitian ini, reklasifikasi atribut dilakukan berdasarkan ketentuan pada tabel berikut.
Tabel 1. Reklasifikasi atribut Penggunaan Lahan Kode Badan Air 1 Lahan Terbangun 2 TPLB 3 TPLK 4
13
ArcGIS menyediakan fasilitas yang baik untuk melakukan prosedur “Query-Calculate”. Query dapat dilakukan dengan memilih tombol “Option” dan memilih “Select by Attributes…” sebagai berikut:
Gambar 10. Pilihan query Berbagai pilihan query dapat ditemukan pada jendela “Select by Attributes”. Untuk masing-masing kelas penggunaan lahan pada setiap tahun pengamatan yang berbeda dilakukan proses query sebagai berikut (Gambar 11):
“LU_XX” = “Class names”
Gambar 11. Proses query Prosedur query di atas akan memilih polygon yang hanya sesuai dengan aturan yang sedang ditetapkan yaitu kelas penggunaan lahan tertentu pada tahun tertentu. Pada polygon
14
yang terpilih, reklasifikasi atribut dapat dilakukan dengan memilih menu “Field Calculator” seperti disajikan pada Gambar 12. Nilai bilangan bulat yang dimasukkan pada kolom Code ditetapkan berdasarkan aturan yang disepakati (Tabel 1).
Gambar 12. Pilihan kalkulasi kolom
Gambar 13. Pelaksanaan kalkulasi Proses di atas perlu diulang untuk setiap data (tahun) penggunaan lahan, yang dilanjutkan dengan proses konversi ke raster. ArcToolbox menyediakan fasilitas untuk keperluan ini yang dapat diakses pada menu: ”Conversion Tools > To Raster > Polygon to Raster” seperti tergambar berikut:
15
Gambar 14. Menu konversi ke raster
Gambar 15. User interface konversi ke raster Penting diperhatikan pada tahapan ini adalah memastikan bahwa ”Value field” perlu disesuaikan dengan nama kolom yang telah dibuat sebelumnya dan terisi oleh kode penggunaan lahan yang telah disepakati (Tabel 1). Dua hal lain yang penting diperhatikan adalah ”Cell Assignment type” dan “Cellsize”. Tidak ada panduan yang ideal bagi penetapan nilai keduanya, dan salah satu komponen dapat berdampak pada komponen yang lain. Penggunaan “Cellsize” kecil (detil) dapat mengurangi kelemahan pada penetapan assignment, namun demikian konsekuensi langsungnya adalah ukuran raster yang sangat besar dan tidak feasible diolah.
16
Pra-pengolahan di Idrisi Format data yang dihasilkan pada prosedur konversi di ArcGIS adalah Erdas Imagine (IMG). Idrisi memiliki fasilitas impor/ekspor terhadap format data tersebut, sehingga dapat dilakukan secara langsung (straightforward) tanpa melalui proses antara. Fasilitas ini tersedia pada menu “File > Import > Software-Specific Formats > ERDIDRIS (Erdas)” atau dengan mengetik/memilih “ERDIDRIS” pada isian toolbar. Tampilan jendela ERDIDRIS disajikan pada Gambar 16. Secara otomatis, citra hasil impor akan ditampilkan oleh Idrisi (Gambar 17).
Gambar 16. Impor data Erdas
Gambar 17. Tampilan hasil impor
17
Perlu diperhatikan bahwa ERDIDRIS membaca data tersebut sebagai data kontinu fullspan (diasumsikan dalam bentuk 8-bit dengan kisaran nilai DN 0-255). Hasil bacaan ini perlu dikoreksi mengingat data yang dimaksud adalah data diskrit (terkelaskan menjadi 4 kelas penggunaan lahan seperti yang telah disebutkan sebelumnya). Untuk itu, pemrosesan awal perlu dilakukan yaitu dengan meredefinisi data kontinu tersebut. Redefinisi dilakukan dengan membuat berkas teks (text file) memanfaatkan modul EDIT yang dapat diakses dengan memilih menu “Data Entry > Edit” seperti disajikan pada Gambar 18. Struktur redefinisi terdiri dari dua kolom yang dipisahkan oleh spasi (satu atau lebih ketukan). Kolom pertama memuat informasi asli yang terdapat pada seluruh data masukan (dalam hal ini data dengan cakupan 0-255). Kolom kedua memuat data produk yang hanya memiliki 4 pilihan nilai DN saja (sesuai dengan jumlah penggunaan lahan yang ada). Pilihan di luar keempat definisi tersebut akan diasumsikan sebagai background dan diisi dengan nilai 0 pada produk akhir. Pada saat penyimpanan informasi, struktur data yang terlibat (kolom pertama dan kedua) perlu dispesifikkan (Gambar 19). Selanjutnya informasi tersebut akan disimpan dalam satu set data berekstensi AVL (dengan ekstensi ikutan ADC).
Gambar 18. Penyiapan struktur reklasifikasi
Gambar 19. Definisi struktur reklasifikasi
18
Berdasarkan informasi yang telah ditetapkan di atas, redefinisi data dapat dilakukan pada semua berkas (penggunaan lahan pada tahun yang berbeda) dengan menggunakan satu ketetapan saja. Pengubahan ini dapat dilakukan dengan fasilitas ASSIGN yang dapat diakses pada menu “Data Entry > ASSIGN” seperti tersaji pada Gambar 20 berikut.
Gambar 20. Proses reklasifikasi
Analisis Statistika Analisis spasial di atas dapat dimanfaatkan untuk membangun pengetahuan keruangan pada wilayah kajian. Namun demikian detil faktor-faktor yang terkait dengan perubahan penggunaan lahan memerlukan analisis statistika dengan masukan data yang berasal dari berbagai sumber, baik spasial maupun non-spasial. Berbagai jenis data diperlukan pada tahapan ini, diantaranya adalah data fisik, sosial-ekonomi serta penataan ruang. Mengingat data RTRW Kabupaten Karawang tidak berhasil diperoleh, maka analisis dipusatkan pada Kabupaten Bekasi. Pemilahan ini juga berdampak positif mengingat intensitas perubahan penggunaan lahan yang lebih rendah akan terkait dengan jumlah data yang akan ditelaah. Pendekatan analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis Korelasi dan Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression). Analisis tersebut dilakukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan TPLB, TPLK dan lahan terbangun sebagai peubah tujuan dengan jumlah dan jenis fasilitas, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi (PDRB), aksesibilitas, dan rencana tata ruang wilayah sebagai peubah penduga. Analisis regresi bertatar dimulai dengan memilih peubah satu per satu hingga didapatkan persamaan yang terbaik. Jenis penambahan peubah ditentukan dengan menggunakan nilai F parsial, hal ini dilakukan untuk memilih peubah yang akan dimasukkan selanjutnya. Setelah peubah dimasukkan, persamaan akan diuji untuk melihat jika ada peubah yang harus dihapus sekaligus untuk melihat tingkat kesalahan tertentu (Draper and Smith, 1998).
19
Survei Lapangan Studi perubahan penggunaan lahan yang disertai dengan kajian faktor-faktor perubahan memerlukan pengamatan lapangan yang mendalam agar justifikasi faktor yang dihipotesiskan dapat didukung oleh kondisi riil di lapangan. Namun demikian, survei lapangan menyeluruh belum dapat dilakukan secara sempurna mengingat keterbatasan waktu. Pada kajian ini dilakukan dua survei utama. Survei pertama adalah survei updating informasi penggunaan lahan terkini, yang dilaksanakan sesaat setelah interpretasi data selesai dilakukan. Survei ini telah dilaksanakan selama 1 hari kerja pada akhir bulan November 2009. Survei lain yaitu survei penggalian isu hanya dapat dilakukan selama 5 hari kerja yang telah dilaksanakan pada awal bulan Desember 2009. Untuk mendukung survei lapangan, GPS resolusi tinggi (mode WAAS) digunakan untuk membantu identifikasi lokasi. Survei lapangan juga mengambil data dari responden petani yang terlibat pada proses alih guna lahan, utamanya adalah data sosialekonomi.
20
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN Interpretasi Ekstraksi informasi penggunaan lahan dari data penginderaan jauh adalah satu proses yang sangat menentukan dalam analisis perubahan penggunaan lahan. Penginderaan jauh merupakan sistem yang sangat prospektif digunakan dalam pemantauan bumi. Namun demikian, informasi yang diturunkan dari penginderaan jauh merupakan informasi sesaat sehingga informasi yang dapat diperoleh merupakan informasi penutupan lahan. Pada wilayah tropik dimana perubahan terjadi sangat cepat, penutupan lahan menjadi terlalu dinamis untuk mengkaji struktur wilayah. Kajian wilayah pada umumnya membutuhkan informasi penggunaan, bukan penutupan, lahan sebagai informasi dasar. Hal ini tentu saja tidak dapat diterapkan dengan mudah bila ekstraksi informasinya diperoleh dari data penginderaan jauh. Pemahaman terhadap wilayah yang ditunjang dengan hasil survei atau pengamatan lapangan dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi data penutupan lahan menjadi data penggunaan lahan. Hasil interpretasi penggunaan lahan pada ketiga titik tahun disajikan pada Gambar 21 sampai Gambar 23 Terlihat pada serial gambar tersebut, perubahan penggunaan lahan cukup signifikan pada kecamatan-kecamatan di sekitar jalan tol. Hal ini menandakan dinamika perekonomian yang cukup tinggi, dan membutuhkan lahan untuk berdomisili. Mengingat sebagian wilayah yang berubah berasal dari penggunaan lahan pertanian lahan basah (sawah), maka para pemangku kepentingan perlu memperhatikan kondisi tersebut dalam rangka penguatan ketahanan pangan mengingat Kabupaten Bekasi dan Karawang merupakan dua lumbung padi utama di Jawa Barat dan nasional.
21
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000
772 500
93 150 00
9 31 500 0
727 500
9 30 750 0
93 075 00 92 925 00
9 29 250 0
9 30 000 0
93 000 00
Jalan
1
0
1 Km
Sistem Geodetik WGS1984
Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Sungai Sungai Kecamatan Penggunaan Lahan Badan Air Lahan Terbangun Lahan Basah Lahan Kering
9 28 500 0
92 850 00
727 500
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
772 500
Gambar 21. Peta penggunaan lahan tahun 2000 22
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2006
772 500
93 150 00
9 31 500 0
727 500
9 30 750 0
93 075 00 92 925 00
9 29 250 0
9 30 000 0
93 000 00
Jalan
1
0
1 Km
Sistem Geodetik WGS1984
Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Sungai Sungai Kecamatan Penggunaan Lahan Badan Air Lahan Terbangun Lahan Basah Lahan Kering
9 28 500 0
92 850 00
727 500
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
772 500
Gambar 22. Peta penggunaan lahan 2006 23
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009
772 500
93 150 00
9 31 500 0
727 500
9 30 750 0
93 075 00 92 925 00
9 29 250 0
9 30 000 0
93 000 00
Jalan
1
0
1 Km
Sistem Geodetik WGS1984
Jalan Tol Nasional Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Lokal Sungai Sungai Kecamatan Penggunaan Lahan Badan Air Lahan Terbangun Lahan Basah Lahan Kering
9 28 500 0
92 850 00
727 500
735 000
742 500
750 000
757 500
765 000
772 500
Gambar 23. Peta penggunaan lahan tahun 2009 24
Analisis Perubahan Perubahan penggunaan lahan pada dua (atau lebih) data yang berbeda dapat ditelaah menggunakan beberapa teknik. Teknik yang cukup umum digunakan adalah dengan membandingkan atribut tahun pertama dan atribut tahun kedua. Umumnya atribut yang digunakan adalah luasan (hektar, dll). Idrisi menyediakan suatu modul untuk tujuan tersebut yaitu ”CrossTab” yang dapat diakses pada menu ”GIS Analysis > Change/Time Series > CROSSTAB” (Gambar 24). Pada Idrisi terdapat pilihan dalam membangun klasifikasi silang (crossclassification) untuk menunjukkan wilayah-wilayah yang tetap dan mengalami perubahan penggunaan lahan. Hasil klasifikasi silang disajikan pada Gambar 25.
Gambar 24. Cross tabulation pada Idrisi
25
Gambar 25. Cross classification. Kode: 1=Air; 2=Terbangun; 3=TPLB; 4=TPLK Gambar di atas secara kualitatif menunjukkan bahwa wilayah sekitar jalan tol di Kabupaten Bekasi berubah cukup signifikan pada periode waktu 2000 - 2006. Namun demikian, perubahan yang signifikan tersebut belum terjadi pada Kabupaten Karawang. Hasil tabulasi modul Cross-Tabulation disimpan dalam berkas teks (unformatted text file) untuk kemudahan analisis dan pembacaan/analisis informasi. Gambar 26 menyajikan hasil tabulasi silang beserta koefisien dasar untuk menelaah perubahan penggunaan lahan antara tahun 2000 dan 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti selama periode 2000 sampai 2006 pada kelas badan air dan kawasan terbangun. Hal ini dapat dimengerti kawasan tubuh air cenderung terkonservasi dengan baik serta lahan terbangun yang cenderung menetap dan tidak berubah ke kelas penggunaan lain. Variasi perubahan penggunaan lahan terjadi pada lahan pertanian, baik pada lahan basah (sawah) maupun pada lahan kering (tegalan). Kawasan sawah pada areal penelitian banyak berubah menjadi lahan terbangun, umumnya digunakan untuk kawasan permukiman atau kawasan industri. Hal ini konsisten terjadi pula pada kelas penggunaan tegalan (TPLK). Sebagian kecil perubahan pada lahan sawah diketahui menjadi lahan kering. Merujuk pada pola umum konversi lahan di pantai utara Jawa Barat, hal ini dapat mengindikasikan penyiapan awal lahan untuk penggunaan lahan terbangun. Namun demikian, hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh salah klasifikasi dalam proses ekstraksi informasi penggunaan lahan dari data penginderaan jauh.
26
Cross-tabulation of recls00 (columns) against recls06 (rows)
0 1 2 3 4 Total
| | | | | |
0 1 2 3 4 Total -----------------------------------------------------------365479 0 0 1 1 | 365481 0 221 0 76 0 | 297 0 0 44471 10151 12697 | 67319 0 0 0 162804 233 | 163037 0 0 0 1742 48549 | 50291 -----------------------------------------------------------365479 221 44471 174774 61480 | 646425 Chi Square df P-Level Cramer's V
= 2033248.25000 = 16 = 0.0000 = 0.8868
Proportional Crosstabulation
0 1 2 3 4 Total
| | | | | |
0 1 2 3 4 Total -----------------------------------------------------------0.5654 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 | 0.5654 0.0000 0.0003 0.0000 0.0001 0.0000 | 0.0005 0.0000 0.0000 0.0688 0.0157 0.0196 | 0.1041 0.0000 0.0000 0.0000 0.2519 0.0004 | 0.2522 0.0000 0.0000 0.0000 0.0027 0.0751 | 0.0778 -----------------------------------------------------------0.5654 0.0003 0.0688 0.2704 0.0951 | 1.0000
Kappa Index of Agreement (KIA) -----------------------------Using recls06 as the reference image... Category --------
KIA -------
0 1 2 3 4
1.0000 0.7440 0.6355 0.9980 0.9617
Using recls00 as the reference image... Category --------
KIA -------
0 1 2 3 4
1.0000 1.0000 1.0000 0.9084 0.7719
Overall Kappa
0.9355
Gambar 26. Hasil tabulasi silang. Kode: 1=Air; 2=Terbangun; 3=TPLB; 4=TPLK
27
Simulasi Perubahan Analisis tabulasi silang sangat bermanfaat dalam mendeskripsikan perubahan penggunaan lahan dalam konteks makro (keseluruhan wilayah studi). Secara detil setiap peluang perubahan dijelaskan pada tabulasi silang tersebut. Kelebihan lainnya adalah kesederhanaan analisisnya, sehingga dapata dilakukan pada sebarang perangkat lunak yang memiliki fasilitas tumpang tindih (overlay) boolean.
Namun demikian, analisis lanjutan seperti simulasi
perubahan atau forecasting tidak dapat dilakukan mengingat tidak terdapat fungsi matematis yang dapat dimanfaatkan. Simulasi perubahan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yang tersedia saat ini seperti Cellular Automata, Agent-based model dan lain-lain. Pada penelitian ini, simulasi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan memanfaatkan teknik Markov Chain sebagai salah satu pionir pemodelan perubahan penggunaan lahan. Markov Chain orde pertama saat ini tersedia pada perangkat lunak Idrisi32. Modul tersebut dapat diakses pada menu “GIS Analysis > Change/Time Series > MARKOV” seperti disajikan pada gambar berikut.
Gambar 27. Modul Markov Chain Nilai “Proportional error” sangat tergantung pada mekanisme pengolahan data penginderaan jauh. Pada mekanisme klasifikasi terbimbing, nilai ini dapat dipandu dari nilai akurasi total atau nilai Kappa. Namun demikian, masalah akan timbul bila analisis yang digunakan adalah pendekatan klasifikasi visual seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Dalam kasus ini, estimasi dilakukan secara arbitrer dengan tingkat akurasi yang ditetapkan paling rendah yaitu akurasi sebesar 85%.
28
Produk utama dari modul Markov Chain adalah matriks transisi (Transition Matrix) yang menjelaskan peluang perubahan atas dasar pengamatan tahun tertentu (dalam kasus ini adalah tahun 2000). Matriks transisi disajikan pada gambar berikut. Gambaran umum menunjukkan bahwa komponen off-diagonal pada kelas 1 (tubuh air) dan 2 (lahan terbangun) cukup rendah yang menandakan bahwa kedua kelas tersebut ditengarai tidak mudah berubah menjadi kelas penggunaan lain. Komponen diagonal kelas 3 (sawah, TPLB) dan 4 (tegalan, TPLK), di lain pihak, memiliki nilai lebih kecil. Dalam arti lain, kelas-kelas penggunaan lahan tersebut lebih rentan (memiliki peluang lebih tinggi) berubah menjadi kelas penggunaan lain. Hal ini sangat jelas terlihat pada target perubahan lahan terbangun.
Given :
Class Class Class Class
1 2 3 4
Probability of changing to :
: : : :
Cl. 1
Cl. 2
Cl. 3
Cl. 4
0.8500 0.0500 0.0011 0.0000
0.0500 0.8500 0.1499 0.2425
0.0500 0.0500 0.8203 0.0046
0.0500 0.0500 0.0286 0.7529
Gambar 28. Matriks transisi Markov 2000-2006 Dengan memanfaatkan data yang ditelaah pada bagian sebelumnya, estimasi pada tahun tertentu, seperti yang ditetapkan sebelumnya, dapat dilakukan. Modul yang digunakan untuk tujuan ini adalah modul Stochastic Choice yang dapat diakses pada menu “GIS Analysis > Change/Time Series > STCHOICE” seperti tersaji pada gambar berikut. Hasil estimasi divisualisasikan pada Gambar 30.
Gambar 29. Modul Stochastic Choice
29
Gambar 30. Estimasi penggunaan lahan tahun 2009 berbasis Markov Chain. Kode: Class_1=tubuh air; Class_2=lahan terbangun; Class_3=TPLB; Class_4=TPLK.
Validasi Prosedur validasi merupakan prosedur yang penting dilakukan untuk mengkaji kinerja metode atau algoritma yang sedang diujicoba. Hasil prosedur validasi dapat dimanfaatkan untuk melihat kelayakan suatu operasi analisis. Untuk tujuan tersebut, modul VALIDATE dapat dijalankan melalui menu “GIS Analysis > Change/Time Series > VALIDATE” seperti ditampilkan pada Gambar 31.
Gambar 31. Prosedur validasi Pada penelitian ini dilakukan proses validasi pada dua tingkat resolusi yang berbeda untuk melihat perbandingan nilai akurasi (Kappa). Proses ini dilakukan mengingat nilai akurasi
30
dapat berubah dengan ukuran atau teknik sampling yang berbeda. Uji akurasi dilakukan pada resolusi detil (1x1) dan agregat 10x10 seperti tersaji pada Gambar 32 dan Gambar 33.
Gambar 32. Akurasi basis 1
Gambar 33. Akurasi basis 10 Kedua nilai Kappa tersebut secara umum menunjukkan bahwa nilai Kappa pada kedua teknik sampling yang digunakan cukup berimbang. Hal ini mengindikasikan konsistensi hasil yang diperoleh, baik pada data resolusi penuh maupun pada resolusi yang lebih rendah (agregat). Dengan tingkat nilai Kappa yang cukup tinggi, produk estimasi yang dihasilkan (Gambar 30) dapat dikatakan cukup baik.
Forecasting Nilai Kappa yang cukup tinggi mengijinkan analisis lanjutan yaitu forecasting penggunaan lahan pada tahun-tahun mendatang (near future). Prosedur analisis yang digunakan adalah sama dengan prosedur yang dijelaskan terdahulu. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan penting yaitu: penetapan tahun estimasi mendatang (near future) yang dilakukan secara arbitrer; serta tidak terdapat pilihan dalam menetapkan akurasi (nilai Kappa) produk hasil estimasi. Hasil analisis matriks transisi periode tahun 2006 – 2009 disajikan pada gambar berikut. Sedangkan hasil proses stokastik ditayangkan pada Gambar 35.
Given :
Probability of changing to :
31
Class Class Class Class
1 2 3 4
: : : :
Cl. 1
Cl. 2
Cl. 3
Cl. 4
0.8500 0.0000 0.0016 0.0000
0.0500 0.8138 0.1703 0.2497
0.0500 0.1760 0.8205 0.0068
0.0500 0.0102 0.0076 0.7435
Gambar 34. Matriks transisi pada estimasi penggunaan lahan tahun 2012
Gambar 35. Estimasi tahun 2012
Identifikasi Faktor-faktor Yang Terkait dengan Perubahan Penggunaan Lahan Kemampuan memprediksi pola spasial tutupan/penggunaan lahan menurut Turner (1987) penting untuk memahami dinamika bentang lahan. Berdasarkan hasil telaahan Turner (1987) model transisi merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan untuk memprediksi perubahan vegetasi.
Metode ini bisa dijadikan alternatif untuk memprediksi
perubahan penggunaan lahan di wilayah Jabodetabek.
Namun demikian, karena terdapat
perbedaan karakteristik penting antara tutupan vegetasi alamiah dan tutupan lahan sebagai representasi aktifitas sosial ekonomi, maka perlu pembandingan dengan metode lain agar dapat dipilih metode paling tangguh untuk memprediksi wilayah dinamis. Salah satu matriks transisi yang banyak digunakan adalah dengan metode Markov. Lopez et al. (2001) menunjukkan metode ini untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan di wilayah pinggiran kota. Dari karakteristik wilayah yang digunakan tersebut, teknik ini cocok untuk digunakan sebagai metode prediksi perubahan penutupan/penggunaan lahan di wilayah Bekasi-Karawang secara umum.
32
Transisi matriks hasil analisis Markov di studi tersebut disimpulkan lebih bersifat deskriptif dibandingkan prediktif.
Berikutnya Lopez et al. (2001) menganjurkan untuk menggunakan
metode regresi linier untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan. Berbagai riset menyatakan bahwa aksesibilitas merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dan dinamika suatu wilayah. Jika perubahan penggunaan lahan dipandang sebagai representasi dari perkembangan dan dinamika wilayah, maka kondisi akses merupakan salah satu faktor penting yang seharusnya dipertimbangkan untuk memahami dinamika perubahan penggunaan lahan. Dengan alasan tersebut analisis terhadap pengaruh pembangunan satu jaringan jalan yang menjadi pewakil aksesibilitas terhadap dinamika perubahan penggunaan lahan dirasakan sebagai salah satu kajian yang penting untuk dilakukan. Identifikasi pola keterkaitan antara berbagai lokasi yang mengalami perubahan penggunaan lahan dengan berbagai jenis jaringan jalan sebagai representasi aksesibilitas disajikan pada Tabel 2 Tabel 2. Korelasi antara Jarak terjadinya Perubahan terhadap Beberapa Jenis Jalan dengan Beberapa Peubah Jarak Δ TPLB ke LT dengan Jarak Δ TPLB ke TPLK Jarak Δ TPLK ke LT dengan Keterangan Korelasi nyata positif
Korelasi nyata negatif
jalan tol Alokasi TPLB di RTRW Jarak antara lokasi perubahan TPLB-LT dengan berbagai jenis jalan (artileri, kereta api, jalan kolektor dan jalan lokal) Jarak perubahan TPLK-LT dengan jalan tol dan jalan artileri
dengan jalan tol Δ TPLK Luas wilayah Perubahan TPLB ke TPLK tahun 2009 Jarak antara lokasi perubahan TPLB-TPLK dengan berbagai jenis jalan (artileri, kereta api, jalan kolektor dan jalan lokal)
jalan tol Δ fasilitas perekonomian Luas wilayah Alokasi TPLB di RTRW Luas perubahan TPLB ke LT tahun 2009 Jarak antara lokasi perubahan TPLK-LT dengan berbagai jenis jalan (artileri, kereta api, jalan kolektor dan jalan lokal)
laju PDRB
-
Δ TPLK Perubahan TPLB ke LT 2009
Hasil identifikasi analisis korelasi tersebut menunjukkan bahwa terjadinya perubahan penggunaan lahan terkait erat dengan jarak ke jalan tol serta jalan-jalan lainnya. Hasil tersebut sejalan dengan berbagai pernyataan yang menyebutkan bahwa aksesibilita merupakan salah satu faktor penting dinamis atau tidaknya suatu wilayah. Dinamika yang dapat dideteksi dari kondisi tutupan lahan dari lokasi analisis (Bekasi) mengkonfirmasi pernyataan tersebut. Secara lebih rinci akan diidentifikasi keterkaitan antara berbagai faktor terkait dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, alokasi lahan di RTRW dan lokasi atau jarak terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan aksesibilitasnya.
33
Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Basah ke Lahan Terbangun Penggunaan untuk tanaman pertanian lahan basah merupakan salah satu jenis penggunaan terkait erat dengan kantung penyedia produksi pangan.
Jawa bagian utara
khususnya wilayah pantai utara Jawa termasuk Bekasi dan Karawang merupakan salah satu kantung penting di Indonesia. Pemahaman korelasi berbagai peubah terkait dengan penggunaan lahan basah di wilayah tersebut penting untuk memahami kecenderungan-kecenderungan perubahan dan peubah penentunya. Pemahaman ini menjadi indikasi awal sebelum dilakukan pemodelan lebih rumit. Ada kecenderungan bahwa alokasi lahan terbangun di RTRW terkait erat dengan jarak lokasi perubahan penggunaan lahan TPLB ke lahan terbangun dengan jalan tol. Diketahui bersama bahwa perubahan penggunaan lahan dari lahan basah (termasuk sawah) ke lahan terbangun sejak lama sudah diatur dan dikendalikan dalam peraturan perundangan. Bahkan saat ini sudah dikukuhkan dalam Undang-undang nomor 41/2009 tentang Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Namun demikian, nampaknya terjadinya perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Bekasi khususnya dari TPLB (sawah) yang menjadi isu 5-10 tahun lalu terjadi dan menunjukkan lemahnya pelaksanaan dan pengawasan peraturan perundangan yang saat itu baru berupa Peraturan Pemerintah. Keterkaitan yang penting lainnya adalah korelasi positif antara jarak kejadian alihguna lahan dari TPLB-LT dengan jalan tol dengan jarak kejadian alihguna lahan dari TPLK-LT dengan jalan tol dan jalan artileri. Korelasi ini menunjukkan bahwa umumnya kejadian alihguna atau konversi lahan baik dari lahan basah (sawah) maupu lahan kering (tegalan) umumnya terjadi berdekatan. Diduga fenomena ini menggambarkan bahwa terjadi konversi besar-besaran terkait dengan pembangunan di suatu wilayah. Hal ini bisa dijelaskan bahwa umumnya kejadian perubahan penggunaan lahan misalnya untuk kawasan permukiman juga mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan untuk pembangunan fasilitas di sekitarnya dan sebaliknya. Kebutuhan yang besar tersebut menyebabkan kejadian alihguna lahan berpeluang melanggar rambu-rambu aturan. Peraturan yang menyatakan bahwa perubahan dari penggunaan lahan basah ke penggunaan lahan terbangun tidak diijinkan menurut peraturan pemerintah maupun undang-undang dilanggar. Satu-satunya peubah yang signifikan berbanding terbalik dengan jarak perubahan TPLBLT dengan jalan tol adalah pertumbuhan PDRB. Keterkaitan ini menggambarkan fenomena bahwa lokasi dimana umumnya terjadi konversi dari TPLB-LT di dekat jalan tol umumnya adalah lokasi dengan pertumbuhan PDRB yang cukup besar. Perubahan dari penggunaan sawah (TPLB)
34
menjadi penggunaan lahan terbangun (permukiman, industri, fasilitas, jasa) terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Basah ke Lahan Kering Perubahan penggunaan lahan dari TPLB ke TPLK merupakan satu fenomena yang diijinkan dan tidak melanggar undang-undang. Namun demikian, berbagai kajian mensinyalir bahwa kondisi ini merupakan salah satu transisi sebelum dilakukan perubahan penggunaan lahan ke lahan terbangun, karena adanya pengendalian alihguna dari TPLB langsung ke lahan terbangun. Sinyalemen tersebut didukung dari hasil korelasi yang menunjukkan bahwa kejadian perubahan penggunaan lahan dari lahan basah ke lahan kering berkorelasi nyata positif dengan pertumbuhan lahan kering di suatu wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhnya lahan kering pada dasarnya hanya merupakan tahapan dari proses spekulasi yang bertujuan akhir mengubah alihguna dari sawah ke lahan terbangun agar tidak dinyatakan melanggar undangundang. Berikutnya jarak antara kejadian perubahan penggunaan dengan jalan tol juga terkait dengan perubahan penggunaan lahan dari TPLB ke TPLK (2000-2009).
Artinya maraknya
konversi dari TPLB ke TPLK di sekitar jalan tol terjadi di sekitar tahun 2000-2009. Dengan adanya jalan tol nampaknya spekulasi lahan terjadi semakin marak. Terjadinya konversi di sekitar jalan tol umumnya juga terkait dengan kejadian lahan di sekitar jalan arteri, jalan kereta, jalan kolektor dan jalan lokal. Karena umumnya jalan tol dihubungkan oleh jalan lokal dan kolektor ke jalan arteri, fenomena ini mempertegas bahwa pembangunan aksesibilitas merupakan pendorong kuat terjadinya dinamika yang terefleksikan sebagai kejadian perubahan penggunaan lahan. Perubahan dari Penggunaan Tanaman Pangan Lahan Kering ke Lahan Terbangun Berbagai kajian sebelumnya menyatakan bahwa konversi lahan dari penggunaan lahan kering ke lahan terbangun merupakan fenomena yang merupakan fungsi dari pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara umum. Korelasi antara kejadian konversi dari TPLK menjadi lahan terbangun di sekitar jalan tol ternyata mengkonfirmasi pernyataan tersebut. Berdasarkan korelasi yang dihasilkan diketahui bahwa semakin dekat jarak kejadian konversi dari TPLK ke lahan terbangun, maka laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah semakin tinggi. Namun demikian, laju pertumbuhan fasilitas perekonomian justru terjadi di lokasi yang tidak terlalu dekat dengan jalan tol. Artinya kecenderungan konversi lahan di lokasi contoh
35
(Bekasi) lahan terbangun yang dimaksud bukan menunjukkan pertumbuhan fasilitas perekonomian namun permukiman. Koefisien korelasi lainnya menunjukkan bahwa terjadinya konversi lahan dari TPLK ke LT di dekat jalan tol umumnya di wilayah yang alokasi lahan untuk TPLB-nya relatif kecil. Artinya perencanaan yang dituangkan dalam RTRW sudah mengantisipasi kejadian konversi dengan menetapkan alokasi yang rendah untuk TPLB di RTRW. Kejadian konversi dari TPLK ke lahan terbangun di sekitar jalan tol tersebut berkorelasi dengan kejadian konversi lahan dari TPLB-LT pada periode 2000-2009. Kondisi ini menunjukkan bahwa lokasi dimana terjadi perubahan TPLB ke lahan terbangun dan dari TPLK ke lahan terbangun terjadi relatif berdekatan. Korelasi lainnya sejalan dengan yang ditunjukkan pada sub bagian sebelumnya bahwa kejadian konversi di sekitar jalan tol berkorelasi juga dengan kejadian konversi di sekitar jalan arteri dan jalan-jalan lainnya (kolektor, lokal dan kereta api). Tabel 3. Korelasi faktor terkait dengan perubahan penggunaan lahan di sekitar jalan tol TPLB-LTtol TPLB-TPLKtol TPLK-LTtol ΔEkonomi 0,348 0,163 0,415 ΔLahan terbangun -0,067 0,275 -0,086 ΔPDRB -0,496 -0,102 -0,664 ΔPenduduk -0,313 -0,108 -0,410 ΔTPLB 0,209 0,115 0,340 ΔTPLK -0,263 0,643 0,224 Lwilayah -0,076 0,678 0,489 TPLB_RTRW 0,522 -0,218 0,439 TPLB-LT0009 -0,268 -0,161 -0,431 TPLB-Ltart 0,557 -0,394 0,216 TPLB-Ltka 0,474 -0,376 0,112 TPLB-Ltkar 0,938 -0,252 0,582 TPLB-Ltkol 0,180 -0,335 -0,014 TPLB-Ltlok 0,159 -0,245 -0,120 TPLB-LTtol 1,000 -0,233 0,662 TPLB-TPLK0009 -0,248 0,902 0,424 TPLB-TPLKart -0,380 0,785 -0,016 TPLB-TPLKka -0,392 0,765 -0,069 TPLB-TPLKkar -0,255 0,983 0,227 TPLB-TPLKkol -0,232 0,866 0,254 TPLB-TPLKlok -0,234 0,950 0,238 TPLB-TPLKtol -0,233 1,000 0,290 TPLK_RTRW -0,162 -0,074 -0,153 TPLK-LT0009 -0,323 -0,080 -0,320 TPLK-Ltart 0,371 0,044 0,646 TPLK-Ltka 0,260 0,066 0,558 TPLK-Ltkar 0,555 0,290 0,956 TPLK-Ltkol 0,284 0,282 0,654 TPLK-Ltlok 0,132 -0,189 0,152 TPLK-Lttol 0,662 0,290 1,000
36
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan Pengkajian faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah studi dilakukan dengan metode regresi bertatar dengan pendekatan forward stepwise. Peubah tujuan yang ditetapkan dalam analisis ini adalah perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun (kode PPL1), perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK (PPL2) dan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun (PPL3). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun memiliki nilai R2 sebesar 0,75 sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK memiliki nilai R 2 sebesar 0,99. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun memiliki nilai R2 sebesar 0,70. Secara umum faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan penggunaan lahan diantaranya jarak jalan tol terhadap PPL2, jarak jalan kolektor terhadap PPL2, jarak jalan kereta api rangkap terhadap PPL2, jarak jalan arteri terhadap PPL3 dan jarak jalan kereta api terhadap PPL3. Sedangkan fasilitas sosial tidak berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan.
Tabel 4. Pola keterkaitan peubah terhadap perubahan penggunaan lahan Peubah Tujuan R2 Peubah yang Berpengaruh Nyata TPLK_RTRW, TPLB-TPLKtol, TPLB-TPLKkol, TPLB-TPLKkar, TPLBTPLB-LT 0,75 TPLKka, TPLK-Ltka, TPLK-LT0009 ∆ Penduduk, ∆ Ekonomi, ∆ PDRB, ∆ Pendidikan, ∆ Kesehatan, TPLK_RTRW, TPLB-TPLKtol, TPLB-TPLKart, TPLB-TPLKkol, TPLBTPLB-TPLK 0,99 TPLKkar, TPLB-TPLKka, TPLB-TPLKlok, TPLB-Ltart, TPLK-Ltkol, TPLK-Ltart, TPLK-Ltka, TPLK-Ltlok, TPLB-LT0009 ∆ Kesehatan, TPLB_RTRW, TPLB-Lkar, TPLK-Ltart, TPLK-Ltka, TPLK-LT 0,70 TPLB-LT0009 Penurunan fasilitas kesehatan dan alokasi RTRW untuk TPLB akan meningkatkan perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun. Sedangkan peningkatan PDRB, fasilitas pendidikan dan PPL1 akan meningkatkan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi TPLK. Secara umum ditunjukkan bahwa peran penetapan kawasan (tata ruang wilayah) sangat penting dalam perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Perubahan penggunaan lahan dari tanaman pertanian lahan basah menjadi tanaman pertanian lahan kering merupakan awal untuk terbentuknya lahan terbangun. Hal ini merupakan implikasi dari semakin berkembangnya wilayah yang mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Korelasi antara jumlah penduduk dan nilai PDRB juga menunjukan hubungan yang positif. Sehingga pertumbuhan penduduk yang sangat cepat tersebut akan berdampak
37
pada meningkatnya kebutuhan terhadap lahan terbangun, baik untuk permukiman maupun untuk usaha.
Isu Lapangan Pemodelan perubahan penggunaan lahan pada umumnya menggunakan faktor-faktor yang diasumsikan berperan dalam perubahan tersebut. Walaupun penggunaan asumsi tersebut dapat dilakukan, akurasi asumsi tersebut seringkali kurang tergali dengan baik. Dengan demikian, kesesuaian asumsi tersebut dengan kondisi di lapangan seringkali kurang, walaupun uji secara statistik dapat membuktikan sebaliknya. Untuk itu, diperlukan informasi lapangan sebagai faktor penjelas asumsi yang digunakan bagi permodelan lanjutan. Walaupun permodelan lanjutan dengan memanfaatkan hasil pengamatan isu di lapangan tidak dapat dilaksanakan pada penelitian ini, beberapa isu penting perlu ditelaah pada kasus ruas jalan tol Cikampek.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pelaku konversi lahan (petani) secara umum masih memegang pola mata pencaharian bertani, baik sawah maupun pertanian lahan kering (tegalan dan/atau buah-buahan). Hal ini juga ditunjang oleh prasarana pertanian yang relatif baik yaitu dengan tersedianya jalur irigasi teknis (Gambar 36).
Gambar 36. Sawah berirgasi teknis dan saluran irigasi Kamojing Namun demikian, keputusan pemerintah membangun berbagai pusat industri (industrial park) (Gambar 37) terlihat bertolak-belakang dengan preferensi masyarakat. Menurut informasi yang diperoleh, sebagian besar jalan tol dibangun di atas tanah perkebunan. Namun demikian, perkembangan lanjutan pada sekitar jalan tol cukup banyak mencakup lahan petani. Petani pada
38
umumnya menjual lahannya kepada pengelola industri dengan posisi yang memiliki pilihan yang lebih terbatas.
Gambar 37. Pusat industri yang tidak aktif Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa proses perencanaan kawasan sangat menentukan dalam perubahan penggunaan lahan. Informasi lapangan tersebut juga didukung oleh hasil analisis regresi yang dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa RTRW merupakan salah satu kunci utama dalam pengendalian perubahan pemanfaatan lahan. Dengan demikian proses penyusunan RTRW diharapkan lebih hati-hati dan memperhatikan sumberdaya alam (terutama lahan sawah beririgasi teknis) yang dapat terpengaruh secara langsung oleh keputusan tersebut.
39
KESIMPULAN Kajian perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu kajian yang sangat penting bagi wilayah yang memiliki kecepatan perubahan yang tinggi. Hal ini tidak hanya berlaku di wilayah perkotaan yang umumnya mengakuisisi lahan pertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan lahan untuk permukiman dan industri/jasa. Wilayah lain seperti wilayah antarmuka hutan dan lahan pertanian seringkali menjadi krusial dalam aspek berkurangnya tutupan lahan hutan. Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa dua kelas penggunaan lahan yang mendapat tekanan konversi yang tinggi adalah tanaman pertanian lahan basah (TPLB) dan lahan kering (TPLK). Dibandingkan dengan lahan kering (tegalan dan kebun campuran), lahan sawah mengalami tekanan lebih tinggi. Tujuan utama konversi lahan sawah dan tegalan di lokasi studi adalah lahan terbangun, baik untuk permukiman maupun untuk tujuan pembangunan industri. Sebagian kecil lahan sawah dikonversikan ke lahan kering. Hal ini ditengarai terjadi alur konversi umum yang dikaji sebelumnya yaitu lahan sawah menjadi lahan kering sebagai penggunaan lahan intermedier, sebelum dikonversikan ke lahan terbangun. Analisis Markov Chain menghasilkan matriks peluang terkonversinya suatu kelas penggunaan lahan yang merefleksikan hasil tabulasi silang. Dengan terkonstruksinya matriks peluang, matriks tersebut dapat dimanfaatkan dalam menduga data masa mendatang. Verifikasi hasil estimasi Markov Chain menggunakan data interpretasi tahun 2009 menunjukkan bahwa estimasi Markov Chain dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk kegiatan forecasting. Menggunakan pasangan data penggunaan lahan tahun 2000 dan 2006 untuk menduga kondisi tahun 2009, penelitian ini memperoleh nilai Kappa sekitar 0.88. Penggalian isu lapangan menunjukkan bahwa petani lokal pada dasarnya kurang menghendaki konversi lahan. Namun demikian, dengan keputusan pengembangan kawasan tertentu, para petani menjual lahan pertanian mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa, peran perencanaan seperti RTRW memegang peranan penting dalam alih guna lahan, terutama yang berasal dari lahan pertanian produktif.
40
DAFTAR PUSTAKA Draper NR, Smith H. 1998. Applied Regression Analysis. 3rd Ed. John Willey and Sons. New York. Lopez E, Bocco G, Mendoza M, Duhau E. 2001. Predicting land-cover and land-use change in the urban fringe: A case in Morelia city, Mexico. Landscape and Urban Planning 55, 271-285. Muller MR, Middleton J. 1994. A Markov model of land-use change dynamics in the Niagara Region, Ontario, Canada. Landscape Ecology 9, 151-157. Nielsen AA, Conradsen K, Simpson JJ. 1998. Multivariate Alteration Detection (MAD) and MAF postprocessing in multispectral, bitemporal image data: new approaches to change detection studies. Remote Sensing of Environment 64,1-19. Panuju DR, Trisasongko BH. 2008. The use of statistical tree methods on rice field mapping. Jurnal Ilmiah Geomatika 14(2), 75-84. Poska A, Sepp E, Veski S, Koppel K. 2008. Using quantitative pollen-based land-cover estimations and a spatial CA_Markov model to reconstruct the development of cultural landscape at Rouge, South Estonia. Vegetation History and Archaeobotany 17, 527–541. Putignano C, Schiavon G, Solimini D, Trisasongko B. 2006. Self-organizing neural networks for unsupervised classification of polarimetric SAR data on complex landscapes. IGARSS 2006, Denver, USA. Rustiadi E, Panuju DR, Trisasongko BH. 2008. Environmental impacts of urbanization in Jabodetabek Area. Joint JIRCAS-ICALRD Symposium, Bogor. Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2006. Polarimetric classification in a tailings deposition area at the Timika Mine Site, Indonesia. Mine Water and the Environment 25, 246–250. Trisasongko B, Lees B, Paull D. 2007. Discrimination of scatterer responses on tailings deposition zone. Sensing and Imaging 8,111-120. DOI: 10.1007/s11220-007-0037-8 Trisasongko BH. 2009. The use of polarimetric SAR data on forest disturbance monitoring. Sensing and Imaging (in review). Trisasongko BH, Panuju DR, Tjahjono B, Barus B, Wijayanto H, Raimadoya MA, Irzaman. 2009. Simulasi pemanfaatan data LOSAT untuk pemetaan padi. Makara Seri Teknologi (in review). Turner MG. 1988. A spatial simulation model of land use changes in a Piedmont County in Georgia. Applied Mathematics and Computation 27, 39-51. Vandeveer LR, Drummond HE. 1976. Differential land use change as the result of the construction of the Keystone Reservoir. Proceedings of the Oklahoma Academy of Science 56, 153-158. Ye B, Bai Z. 2008. Simulating land use/cover changes of Nenjiang County based on CA-Markov model. In: Computer and Computing Technologies in Agriculture, Vol. 1 (Li D, Ed), Springer, Boston, p. 321–329.
41