Pusat Penelitian Informatika - LIPI
ANALISIS DINAMIK SISTEM POROS ROTOR DENGAN CACAT RETAK MELINTANG PADA POROS DENGAN METODE RAYLEIGHT-RITZ Tri Admono Pusat Penelitian Telimek - LIPI
ABSTRAK Momen inersia penampang poros retak berubah karena putaran, perubahan momen inersia tersebut menyebabkan perubahan kekakuan poros sesuai dengan posisi retaknya. Perilaku dinamik sistem poros rotor juga ikut berubah seiring berubahnya kekakuan poros, oleh karena itu dalam makalah ini dibahas perilaku dinamik untuk tiga posisi retak yang berbeda, yaitu:posisi retak 0o, 90o dan posisi retak rata-rata. Perilaku dinamik yang diamati berupa diagram Campbell dan respon gaya eksitasi akibat massa tak seimbang dan akibat gaya asinkron. Metode yang digunakan untuk menurunkan persamaan gerak sistem poros rotor adalah metode Rayleight-Ritz.
ABSTRAK Inertia moment of cracked shaft changes due to speed of rotation, it changes the stiffness of cracked shaft. Dynamic behavior of cracked shaft changes as change of the stiffness of cracked shaft. This paper present dynamic behavior of cracked shaft in three different crack positions, namely: 0o, 90o and average position. Dynamic behaviors observed are: Campbell diagram, response of excitation forces due to mass unbalance and asynchronous force. The Rayleight-Ritz Method is chosen to get general equation of motion. Keywords: inertia moment of cracked shaft, Campbell Diagram, excitation force PENDAHULUAN Mesin-mesin rotasi merupakan salah satu jenis mesin yang digunakan secara luas dalam berbagai industri. Penggunaannya antara lain pada: motor bakar, generator, mesin jet, mesin perkakas, automobil, peralatan medis, dan banyak aplikasi yang lain. Oleh karena pengunaannya yang begitu luas penting sekali untuk memastikan mesin-mesin rotasi tersebut berjalan dengan baik. Kegagalan pada mesin-mesin tersebut dapat menyebabkan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
1
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
korban jiwa dan biaya perbaikannya cukup tinggi.
Salah satu penyebab terjadinya
kegagalan pada mesin rotasi adalah adanya cacat pada poros berupa cacat retak. Pendeteksian retak sejak awal memungkinkan dilakukannya perbaikan atau usaha-usaha pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan.
Tujuan penelitian ini adalah
menyelidiki adanya retak melalui perilaku dinamik sistem poros rotor, yaitu dengan membandingkan perilaku dinamik rotor tanpa retak dengan rotor yang mengandung cacat retak. Apabila ada perbedaan yang mengindikasikan bahwa sistem poros rotor mengalami retak maka mesin bisa dihentikan dan dilakukan pemeriksaan terhadap mesin atau sistem poros rotor tersebut. Sejak tahun 1970, banyak hasil penelitian mengenai poros retak yang telah dipublikasikan. O.S. Jun dkk [1] memodelkan dan menganalisis getaran poros-rotor sederhana yang mengandung retak, R. Gasch [2] menyelidiki perilaku dinamik poros-rotor sederhana yang memiliki retak melintang. Plaut dkk [3] menyelidiki tentang perilaku poros rotor retak pada kecepatan kritisnya, sedangkan Sekhar dan Prabhu [4] mempublikasikan penelitian tentang respon transien pada kecepatan kritis pada poros yang mengalami retak. Dalam makalah ini akan disajikan pengaruh retak melintang pada poros terhadap perilaku dinamik rotor melalui diagram Campbell dan respon gaya eksitasi pada sistem poros rotor. Persamaan Lagrange digunakan untuk memperoleh persamaan gerak dan untuk perhitungan numeriknya digunakan metode Rayleight-Ritz. Hasil yang akan dianalisis adalah Diagram Campbell, respon massa tak seimbang dan respon gaya asinkron untuk tiga posisi retak, yaitu posisi retak 0o, 90o dan posisi retak rata-rata. Posisi retak 0o merupakan posisi yang memberikan perubahan paling signifikan terhadap perubahan perilaku dinamik sistem poros rotor, posisi rata-rata merupakan posisi yang menghasilkan momen inersia ekuivalen yang dianggap mewakili keadaan poros retak, sedangkan posisi retak 90o merupakan posisi yang menghasilkan perubahan terkecil terhadap perilaku dinamik sistem poros rotor. PEMODELAN SISTEM POROS ROTOR[5] Elemen dasar dari sistem poros rotor adalah: rotor, poros, bantalan, dan seals. Persamaan energi kinetik diperlukan untuk mendapatkan karakteristik dari poros, rotor dan massa tak seimbang. Persamaan energi regangan juga diperlukan untuk mendapatkan karakteristik dari poros. Persamaan Lagrange diterapkan untuk mendapatkan persamaan gerak dari sistem poros rotor.
2
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
d ∂T dt ∂q io
∂T ∂U − ∂q + ∂q = Fq i i i
(1)
Model Sistem Poros Rotor Tanpa Retak Gambar (1) menampilkan model sistem poros rotor yang akan dianalisis dalam makalah ini, model tersebut terdiri dari poros dengan panjang L, piringan dengan jari-jari dalam R1 dan jari-jari luar R2 dan bantalan. Piringan terletak pada jarak l1 dari tumpuan dan bantalan terletak pada jarak l2. Bantalan yang memiliki kekakuan kxx pada arah sumbu x dan kzz pada arah sumbu z, faktor redaman bantalan dalam arah sumbu x dan z masing-masing adalah cxx dan czz. Sistem poros rotor yang ditinjau dalam makalah ini adalah sstem yang simetri, sehingga pengaruh bantalan diabaikan.
Gambar 1. Model sistem poros rotor sederhana Fungsi perpindahan dalam arah x dan z untuk kecepatan putar konstan: u ( y , t ) = f ( y )q1 (t ) = f ( y )q1
(2)
w( y , t ) = f ( y )q 2 (t ) = f ( y )q 2
(3)
dimana q1 dan q2 adalah koordinat bebas umum untuk arah x dan z . Energi Kinetik Persamaan umum energi kinetik: •
Untuk rotor (disk) TD =
[
1 MD f 2
2
(l1 ) + I Dx g 2 (l1 )](q1 o 2 + q 21 o 2 )
− I Dy Ωg (l1 )q1 q 2
•
(4)
o
2
Untuk poros TS =
1 L ρS ∫ f 2 0
2
( y )dy + ρI ∫ g 2 ( y )dy (q1 o 2 + q 2 o 2 )
L
L 0
− 2 ρIΩ ∫ g 2 ( y )dyq1 q 2
(5)
o
0
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
3
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
•
Untuk gabungan poros dan rotor (disk) T = T D + TS
[
]
1 o2 M D f 2 (l1 ) + I Dx g 2 (l1 ) q1 + q 2 o 2 2 L L ρS o 2 o2 2 2 + ∫ f ( y )dy + ρI ∫ g ( y )dy q1 + q 2 2 0 0
=
(6)
L o − Ω I Dy g 2 (l1 ) + 2 ρI ∫ g 2 ( y )dy q1 q 2 0
MD adalah massa piringan, IDx, IDy, dan IDz, masing-masing adalah momen inersia piringan terhadap sumbu x, y dan z.(karena sistem simetri IDy = IDz. S adalah luas penampang poros, I adalah momen inersia penampang poros terhadap sumbu netral. E adalah modulus elastisitas, ρ adalah massa poros per unit volume dan Ω adalah kecepatan anguler rotasi. Persamaan (6) ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana adalah: T=
(
)
1 o2 o2 o m q1 + q 2 − Ωaq1 q 2 2
(7)
Energi Regangan Persamaan umum energi regangan untuk poros adalah: US =
(
EI L 2 2 2 ∫ h ( y )dy q1 + q 2 2 0
)
(8)
Dalam bentuk yang lebih sederhana: US =
(
1 k q12 + q 22 2
)
(9)
Massa Tak Seimbang Ketidakseimbangan didefinisikan dengan sebuah massa mu yang terletak sejauh d dari pusat geometri poros dan memiliki energi kinetik Tu yang besarnya dapat dihitung. Persamaan energi kinetik untuk massa tak seimbang adalah :
( )(
Tu = m u Ωdf l q1o cos Ωt − q 2o sin Ωt 1
)
(10)
persamaan ini diperhiungan pada persamaan gerak sistem poros rotor untuk mengetahui respon massa tak seimbang, dengan menganggapnya sebagai gaya eksitasi. Gaya Asinkron Selama beroperasi rotor dapat mengalami gaya asinkron, gaya ini merupakan gaya eksitasi pada sistem, dan besarnya sebagai berikut: 4
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Fq1 = Fo sin sΩtf (l 3 ) = F sin sΩt
(11)
Fq 2 = Fo cos sΩtf (l 3 ) = F cos sΩt
(12)
Persamaan Gerak Penerapkan persamaan Lagrange, persamaan (1) pada persamaan (6) dan persamaan (8), maka akan didapat persamaan gerak sistem: mq1oo − a1 Ωq 2o + k 1 q1 = m u dΩ 2 f (l1 ) sin Ωt
(13)
mq 2oo + a1 Ωq1o + k 2 q 2 = m u dΩ 2 f (l1 ) cos Ωt
(14)
Pemodelan Poros Retak Momen Inersia Poros Retak Bagian retak pada poros dengan panjang (l=2ε) dan lebar (2b), ditunjukkan pada gambar (2).
Gambar 2. Penampang elemen poros retak (ε =e) Luas
daerah
(dimana s = 2
retak
2aR − a
2
pada
poros
dengan
kedalaman
retak
(a)
dan
lebar
(s)
) dinyatakan oleh persamaan:
Ar =
(
)
a 3a 3 + 32a 2 R − 16a 3 3a 2 + 4 s 2 = 6s 12 2aR − a 2
(15)
Bila luas penampang poros tanpa retak adalah (S=πR2) dan luas penampang retak (Ar), maka luas penampang poros retak adalah: Sr = S − Ar
(16)
Pada elemen poros dengan retak melintang satu sisi, penampang lingkarannya terpotong pada sisi dimana retak berada,maka momen inersia dengan keadaan seperti itu dilakukan
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
5
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
dengan cara mengurangi penampang poros utuh tanpa retak dengan momen inersia penampang yang terbuang akibat adanya retak..
Gambar 3. Penampang daerah retak untuk (a) sudut (0o); (b) sudut 90o) Pada saat poros berputar, posisi retak mengalami perubahan sesuai dengan perubahan posisi poros. Dengan berubahnya posisi retak maka terjadi perubahan titik berat dari daerah retak tersebut sehingga momen inersia poros retak yang berputar juga berubahubah. Bila retak dianggap tidak mengalami perambatan dan mempunyai kedalaman yang seragam , maka daerah retak dapat dianggap sebagai suatu segmen lingkaran. Besarnya momen inersia penampang retak telah dihitung oleh Nugraha [6] sebagai berikut: Pada posisi retak 0o dan 180o
2 2 aR − a Ir = ∫ − 2aR − a 2
R 2 − x 2 − (Y )
∫
− cg
y dydx + ArY 2
(17)
y dydx
(18)
2
Untuk posisi retak 90o dan 270o
2 2 aR − a Ir = I o = ∫ − 2 aR − a 2
R 2 − x 2 − (Y )
∫
− cg
2
Persamaan (18) adalah momen inersia daerah retak terhadap titik beratnya sendiri atau didefinisikan sebagai Io yang harganya tetap untuk setiap posisi. Berdasarkan hal tersebut dapat kita definisikan persamaan momen inersia daerah retak sebagai fungsi dari posisi retak, sebagai berikut :
(
I zz1 = I zz 2 − Ar (Y cos θ ) + I o
6
2
)
(19)
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Y adalah posisi titik pusat terhadap sumbu: Y=
(
)
2
8 2aR − a 2 3 3a + 32a 2 R − 16a 3
(20)
Persamaan energi kinetik untuk poros yang memiliki cacat retak transversal dinyatakan sebagai: TS =
(
L L 1 o2 o2 ρSr ∫ f 2 ( y )dy + ρIr ∫ g 2 ( y )dy q1 + q2 2 0 0 L
− 2 ρIrΩ ∫ g ( y )dyq q
)
(21)
o 1 2
2
0
dan persamaan energi regangan untuk poros retak adalah: U Sr =
(
EIr L 2 2 2 ∫ h ( y )dy q1 + q2 2 0
)
(22)
Sr adalah luas penampang poros yang mengalami retak, harganya diperoleh dari persamaan (16) dan Ir adalah momen inersia penampang poros retak terhadap sumbu netral yang besarnya didapat dari persamaan (17) atau (18) tergantung dari posisi retaknya. Penerapan persamaan Lagrange pada persamaan (21) dan (22) serta persamaan (4) untuk piringan akan menghasilkan persamaan gerak untuk sistem poros rotor dengan cacat retak transversal. Meskipun pengurangan luas penampang poros yang berkurang akibat retak hanya terjadi sepanjang lebar retak, tetapi hal ini berpengaruh terhadap kekakuan poros secara keseluruhan, sehingga dalam perhitungan energi kinetik dan energi regangan poros faktor Sr dan Ir berlaku sepanjang L. PERHITUNGAN NUMERIK Data numerik untuk sistem poros rotor adalah: L = 0,5 m, l1 = L/3, R1 = 0,01 m, R2 = 0,2 m, h = 0,02 m, ρ = 7800 kg/m3, E = 2×1011 N/m2, mu = 10−4 kg, d = R2 = 0,2 m. Untuk menganalisis perilaku dinamik sistem poros rotor, diperlukan data tambahan berupa geometri cacat retak poros.
Besaran tambahan tersebut adalah ε, yaitu besaran yang
menyatakan setengah lebar retak, diambil ε = 0,00005 m (50 µm) atau dengan kata lain lebar retaknya adalah 100 µm. Harga lebar retak sebesar itu diambil dengan anggapan bahwa selang sebesar tersebut memungkinkan untuk dibuat pada kaji eksperimental [7].
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
7
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Besaran lain yang lain yang perlu ditambahkan adalah letak retak dan kedalaman retak, Lr yang diambil sebesar 0,25 m ( tengah-tengah poros).
Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian sebelumnya, dimana letak retak di tengah-tengah poros memberikan hasil yang paling signifikan [7].
Kedalaman retak dibuat bervariasi, karena salah satu tujuan
penelitian ini ingin mengetahui pengaruh kedalaman retak terhadap perilaku dinamik sistem poros rotor. Variasi kedalaman ditentukan sebanyak lima variasi, yaitu: 0,001 m, 0,003 m, 0,005 m, 0,007 m dan 0,009 m. Berdasarkan data-data tersebut diatas dilakukan perhitungan untuk model poros rotor di atas dan hasilnya ditunjukkan pada sub-bab di bawah ini. Hasil perhitungan untuk sistem poros rotor tanpa retak dan sistem poros rotor dengan cacat retak diplot dalam satu grafik agar dapat diamati secara langsung pengaruh retak terhadap parameter-parameter identifikasi. Diagram Campbell Diagram Campbell merupakan representasi frekuensi sebagai fungsi dari kecepatan rotasi. Diagram ini merupakan solusi persamaan gerak sistem poros rotor dengan cacat retak pada poros, jika gaya eksitasi sama dengan nol. Diagram Campbell untuk posisi retak rata-rata disajikan pada Gambar (4) dibawah ini:
Gambar 4. Diagram Campbell posisi retak rata-rata Respon Gaya Eksitasi Massa tak seimbang Gambar (5) menyajikan respon akibat gaya eksitasi berupa massa tak seimbang untuk posisi retak rata-rata. Secara umum terlihat bahwa dengan adanya retak, amplitudo respon
8
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
massa tak seimbang pada kecepatan rotasi yang sama mengalami peningkatan. Peningkatan amplitudo respon juga terjadi karena adanya penambahan kedalaman retak.
Gambar 5. Respon massa tak seimbang posisi retak rata-rata Gaya asinkron Gambar (6) menampilkan grafik respon gaya asinkron untuk posisi retak rata-rata. Pada grafik tersebut terlihat bahwa terjadi kenaikan amplitudo akibat adanya retak. Penambahan kedalaman retak juga menyebabkan harga amplitudo meningkat.
Gambar 6. Respon gaya asinkron posisi retak rata-rata Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
9
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
ANALISIS HASIL Diagram Campbell Diagram Campbell menampilkan frekuensi sebagai fungsi dari kecepatan rotasi poros. Dalam diagram tersebut juga terdapat titik potong antara garis frekuensi dengan garis F = N/60 dan garis F = 0,5N/60 yang masing-masing menunjukkan kecepatan kritis akibat massa tak seimbang dan gaya asinkron. Frekuensi pribadi mengalami penurunan seiring naiknya kedalaman retak. Gradien penurunan frekuensi semakin besar pada kedalaman retak yang membesar. Untuk kecepatan rotasi nol, penurunan terbesar terjadi pada kedalaman retak 0,009 m dan posisi retak 0o, yaitu sebesar 8,08 Hz, sedangkan penurunan terkecil terjadi pada kedalaman retak 0,005 m pada posisi retak 90o, yaitu sebesar 0,08 Hz. Secara umum penurunan terbesar terjadi pada posisi retak 0o, dengan rata-rata penurunan sebesar 4,66 Hz. Harga rata-rata untuk posisi retak 90o sebesar 0,22 Hz dan untuk posisi rata-rata sebesar 2,62 Hz. Penurunan frekuensi pribadi disebabkan oleh turunnya harga kekakuan poros akibat adanya retak, karena harga frekuensi pribadi berbanding lurus dengan kekakuan, sehingga dengan semakin meningkatnya kedalaman poros, harga frekuensi pribadinya menjadi semakin kecil. Kedalaman retak juga menyebabkan turunnya harga m dan hal ini dapat menyebabkan naiknya frekuensi pribadi, tetapi karena penurunan m kecil sekali, maka yang lebih dominan adalah pengaruh dari k yang penurunannya jauh lebih besar, sehingga penurunan harga m tak dapat menaikkan frekuensi pribadi. Hal tersebut tidak berlaku untuk kedalaman retak 0,001 m dan 0,003 m , untuk posisi retak 90o, untuk kedua kedalaman tersebut frekuensi pribadinya mengalami kenaikan. Penyebab fenomena tersebut karena penurunan harga m untuk kedua kedalaman tersebut cukup besar, sedangkan pengurangan kekakuannnya hanya sedikit, sehingga frekuensi pribadi kedua kedalaman tersebut naik. Penurunan frekuensi pribadi untuk sudut 0o, 90o dan posisi rata-rata ditunjukkan pada Gambar (7).
10
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Frekuensi Pribadi
Frekuensi (Hz)
32
28
24
20 0
0,001
0,003
0,005
0,007
0,009
Kedalam an retak (m )
Gambar 7. Frekuensi pribadi untuk berbagai kedalaman retak
Kecepatan Kritis 5000
N2 (rpm)
4500 4000
Mur
3500
Asin
3000 2500 2000 1500 0.000 0.001 0.003 0.005 0.007 0.009
Kedalaman retak (m)
Gambar 8. Kecepatan kritis akibat massa tak seimbang dan gaya asinkron untuk berbagai kedalaman retak Kecepatan kritis akibat massa tak seimbang dan gaya asinkron mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman retak. Kecepatan kritis akibat massa tak seimbang mengalami penurunan terbesar pada kedalaman retak 0,01 m untuk posisi retak 0o, yaitu sebesar 547,2 rpm. Penurunan kecepatan kritis rata-rata untuk posisi retak 0o sebesar 316 rpm, untuk 90o sebesar 13,7 rpm, untuk posisi rata-rata 177 rpm. Hal ini disebabkan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
11
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
karena untuk posisi retak 0o, penurunan kekakuannya paling besar, sehingga penurunan kecepatan kritisnya pun paling besar. Penurunan kekakuan ini disebabkan karena adanya pengurangan luas penampang poros dan momen inersia penampang akibat adanya cacat retak. Pengurangan ini menyebabkan berkurangnya energi kinetik dan energi regangan poros, sehingga pada akhirnya menyebabkan kekakuan poros retak menjadi lebih kecil dibandingkan kekakuan poros yang tidak mengalami retak. Penurunan kecepatan kritis untuk berbagai kedalaman retak akibat massa tak seimbang dan akibat gaya asinkron pada Gambar (8).
Keterangan
Gambar (8) dan Gambar (9), tulisan ‘Mur’, menyatakan massa tak seimbang dan ‘Asin’ menyatakan gaya asinkron. Respon Gaya Eksitasi Data amplitudo respon massa tak seimbang dan gaya asinkron diambil pada putaran 1000 rpm.
Secara umum amplitudo respon massa tak seimbang mengalami kenaikan dengan
bertambahnya kedalaman retak , hal ini dikarenakan berkurangnya kekakuan akibat adanya retak, sehingga poros lebih mudah terdefleksi. Untuk kedalaman retak yang sama, ketiga posisi retak memberikan harga amplitudo yang berbeda, amplitudo tertinggi terjadi pada posisi retak 0o dan yang terendah terjadi pada posisi retak 90o. Kenaikan amplitudo respon untuk ketiga posisi retak akibat meningkatnya kedalaman retak hampir sama.
Harga
kenaikan amplitudo rata- rata untuk posisi retak 0o adalah 2,5 × 10-7 m, sedangkan untuk posisi retak 90o sebesar 8,3 × 10-9 m dan untuk posisi rata-rata sebesar 1,0 × 10-7m. Gambar (9) menampilkan pengaruh kedalaman retak terhadap amplitudo respon massa tak seimbang dan respon gaya asinkron untuk posisi retak rata-rata pada putaran 1000 rpm. Amplitudo respon gaya asinkron cenderung meningkat dengan semakin besarnya kedalaman retak. Seperti untuk respon massa tak seimbang, amplitudo respon gaya asinkron terbesar untuk kedalaman retak yang sama terjadi pada posisi retak 0o dan amplitudo terkecil terjadi pada posisi retak 90o. Kenaikan rata-rata amplitudo Q untuk sudut 0o sebesar 8,82 × 10-7 m, untuk sudut 90o sebesar 3,92 × 10-8 m dan untuk posisi rata-rata sebesar 4,07 × 10-7 m.
12
Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
Respon Gaya Eksitasi 2.60E-06
Asin Mur
Q2 (m)
2.10E-06 1.60E-06 1.10E-06 6.00E-07 1.00E-07 0.000 0.001 0.003 0.005 0.007 0.009
Kedalaman retak (m)
Gambar 9. Respon gaya eksitasi akibat massa tak seimbang dan gaya asinkron untuk berbagai kedalaman retak VALIDASI Hasil perhitungan ini dibandingkan dengan hasil eksperimen untuk balok yang berputar dengan retak melintang, Dimaragonas [8] . Dalam perbandingan tersebut dibandingkan besaran non dimensi, yaitu perbandingan frekuensi poros retak dengan poros utuh (ωr/ωn) sebagai ordinat dan
a 2R
sebagai absis.
Hasil perbandingan menunjukkan kemiripan,
seperti terlihat pada Gambar (10). Avrg
Validasi
Eks
1.1 1 w r/w n
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.00
0.05
0.15
0.25
0.35
0.45
a /2R (m)
Gambar 10. Perbandingan hasil simulasi dan eksperimen
Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
13
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Menurut pengamatan data, diperoleh rata-rata penurunan untuk posisi retak 0o sebesar 0,845, sudut 90o sebesar 0,912 dan untuk posisi rata-rata sebesar 0,992, sedangkan hasil percobaan rata-ratanya sebesar 0,913. Berdasarkan data tersebut, yang paling mendekati hasil percobaan adalah harga untuk posisi retak rata-rata, dengan perbedaan pada harga rata-rata keduanya sebesar 0,76 %.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Cacat retak pada poros dapat dideteksi melalui analisis perubahan perilaku dinamik sistem poros rotor. 2. Cacat retak menyebabkan penurunan kekakuan poros. 3. Frekuensi pribadi dan kecepatan kritis menurun dengan adanya cacat retak, dan pengurangan semakin besar sebanding bertambahnya kedalaman retak. 4. Amplitudo respon gaya eksitasi akibat massa tak seimbang dan gaya asinkron semakin meningkat dengan naiknya kedalaman retak. 5. Hasil simulasi ini tidak jauh berbeda dengan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Dimaragonas [8].
DAFTAR NOTASI
θ
: sudut putaran retak, derajat.
ρ
: densitas, kg/m3.
a
: kedalaman retak, m.
a1
: konstanta persamaan gerak.
Ar
: luas penampang retak, m2.
b
: lebar retak, m.
cg
: jarak titik berat poros retak dari sumbu poros, m.
d
: jarak massa tak seimbang dari sumbu poros.
E
: modulus elastisitas, N/m2.
e
: panjang retak, m.
f(y)
: fungsi perpindahan.
F1,F2 : gaya eksitasi. fn1 14
: frekuensi forward, Hz. Pemaparan Hasil Litbang 2003
Pusat Penelitian Informatika - LIPI
fn2
: frekuensi backward, Hz.
g(y)
: turunan pertama f(y).
h
: tebal piringan.
h(y)
: turunan kedua f(y).
I
: momen inersia penampang poros, kg.m2.
Io=Izz : momen inersia penampang retak, kg.m2. Ir
: momen inersia penampang poros retak, kg.m2.
k
: kekakuan poros, N/m2
l1
: jarak piringan dari tumpuan, m.
Lr
: jarak retak dari tumpuan, m.
q1,q2
: koordinat umum, masing-masing bersesuaian dengan sumbu x dan sumbu z.
R
: jari-jari poros, m.
R1
: jari-jari dalam piringan, m.
R2
: jari-jari luar piringan, m.
S
: luas penampang poros, m2.
s=2b : lebar retak. Sr
: luas penampang poros retak, m2.
x
: sumbu koordinat arah x.
x,z
: sumbu koordinat sistem poros rotor.
z
: sumbo koordinat arah z.
DAFTAR PUSTAKA Jun, O.S. et all. (1992), “Modelling and Vibration Analysis of A Simple Rotor with A Breathing Crack”, Journal of sound and Vibration 155(2). Gasch, R. (1993), “A Survey of the Dynamic Behaviour of A Simple Rotating Shaft with A transverse Crack”, Journal of Sound and Vibration 160(2). Plaut, R.H., Andruet, R.H., Suherman, S. (1994), “Behavior of Cracked Rotating Shaft During Passage Through A Critical Speed”, Journal Sound Vibration 173(5). Sekhar, A.S. and Prabhu, B.S. (1998), “Condition Monitoring of Cracked Rotor Trough Transient Respons”e, PII:S0094-114X(97)0016-X. Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik
15
Bandung, 29 – 30 Juli 2003
Lalanne, M. and Ferraris, G. (1990), “Rotordynamics Prediction in Engineering”, John Wiley and Sons, Chicester. Nugraha, K. (2001), “Kaji Numerik Pengaruh Retak Melintang Pada Poros Terhadap Perilaku Dinamik Rotor Menggunakan Metode Elemen Hingga”, Seminar Tugas Akhir,ITB,Bandung, Irvan, Hilmy. (1996), “Analisis Dinamik Model Poros Rotor dengan Cacat Retak Transversal”, Tugas Akhir Sarjana, ITB, Bandung,. Dimaragonas, A.D. and Paipetis, S.A. (1983), “Analytical Methods in Rotor Dynamics”, London:Applied Science,.
16
Pemaparan Hasil Litbang 2003