ANALISIS BEBAN PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MEMPERHITUNGKAN DAYA DUKUNG TANAH DIBAWAH PILE CAP KONVENSIONAL BERDASARKAN TEORI HETENYI Ivan Edward Harianja1 dan Johannes Tarigan2 1
Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Depatemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Pada daerah pantai dengan kondisi tanah berupa tanah endapan sangat sulit untuk mencapai tanah keras sehingga dibutuhkan banyak tiang, Pile cap dengan sifat fleksibel memberikan kesempatan tanah dibawah pile cap untuk memikul sebagian beban pile cap sehingga beban untuk tiang pancang tidak terlalu besar. Perencanaan pile cap dapat dihitung dengan teori balok pada pondasi elastis (Beam on Elastic Fondation, BoEF)(Hetenyi,1974). Dimana, pile cap dianggap sebagai sebuah balok lentur yang didukung oleh tiang pancang dan tanah dasar sebagai dasar pondasinya. Untuk menghitung lendutan dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada pile cap dibutuhkan modulus reaksi tanah dasar (k) yang nilainya dipengaruhi oleh jarak antar tiang pancang. Jarak antar tiang diambil 3D; 3,5D; 4D; 4,5D; dan 5D. Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, pile cap dengan jarak tiang pancang 3D cenderung bersifat kaku dimana defleksi pelat sangat kecil namun beban aksial tiang pancang cukup besar dibandingkan dengan 5D. Beban aksial kolom yang dapat ditingkatkan adalah sebesar 11% sampai dengan 18% untuk jarak tiang antara 3D sampai 5D. Kata kunci : pile cap, BoEF, tiang pancang. ABSTRACT In coastal areas with alluvial soils form is very difficult to reach the ground so hard that it takes a lot of piles, Pile cap with flexible properties allow the soil under the pile cap to shoulder part of the burden so that the pile cap load for piles is not too big. Planning pile cap can be calculated with the theory of beams on elastic foundation (Hetenyi, 1974). Where, pile cap is considered as a flexible beam supported by a pile foundation and soil as a base foundation. To calculate the deflections and forces that occur in the pile cap required modulus of subgrade reaction (k) whose value is affected by the distance between the stake. The distance between the piles is taken 3D; 3.5 D; 4D, 4.5 D, and 5D. From the analysis and calculation was done, pile cap with 3D pile spacing tends to be rigid where the deflection of the plate is very small but the pile axial load is quite large compared to the 5D. Column axial load that can be improved is by 11% to 18% for pole spacing between 3D to 5D. Keywords: pile cap, Boef, pile.
1.
PENDAHULUAN
Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur karena memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah tertanam dengan struktur yang berada di atasnya. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer mendesain pondasi dalam (deep foundation) sama sekali tidak memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL Mowka (Hicks Tyler, 2002) meneliti bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya yang dipikul pile cap dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan. Dengan memperhitungkan distribusi pile cap maka kita akan mendapatkan desain group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile cap dalam memperhitungkan daya dukung group tiang baik terhadap gaya lateral maupun gaya aksial. Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal ini dikarenakakan pile cap memikul beban geser yang sangat besar yang hampir sama dengan perilaku balok tinggi yang juga memikul beban geser yang besar. Namun pada pile cap perbandingan antara lebar dan tinggi membuat perbedaan kedua struktur ini berbeda dalam perencanaannya. Karena geometrinya inilah maka pile cap ini lebih berperilaku dua dimensi bukan satu dimensi dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada
balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, balok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. Pondasi tiang mengapung merupakan jenis pondasi tiang yang sering digunakan pada lapisan tanah lunak, ujung tiang tidak menyentuh lapisan tanah keras, sehingga kapasitas dukung pondasi hanya terdapat pada tahanan dinding tiang. Pondasi mengapung sangat bergantung pada koefisien friksi, diameter dan panjangnya tiang yang merupakan sifat fisik dari pondasi tiang yang digunakan.
2.
METODOLOGI
Pelat penutup (pile cap) yang mengikat pondasi tiang diasumsikan sebagai balok. Analisis lendutan balok pada pondasi elastis (beam on elastic foundation) dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa gaya reaksi pada setiap titik akan sebanding dengan defleksi pada titik tersebut yang dikembangkan oleh Winkler, 1867 (Hetenyi, 1974). P
B p = k.y y
x
Gambar 1. Balok mendukung beban vertical di atas tumpua
Dari gambar 1. diatas dapat dilihat bahwa akibat beban P balok akan terdefleksi, menghasilkan gaya reaksi yang terdistribusi secara menerus pada media pendukungnya. Besarnya p pada setiap titik sebanding dengan defleksi balok y pada titik tersebut, sehingga p = k y. Nilai kekakuan (k) dapat dihitung dengan rumus berikut. (Boules, Josep. E, 1988) 4 0.95E s B E s k 2 2 (1 s ) (1 s ) EI
0.108
(1)
Gaya reaksi diasumsikan bekerja vertikal dan berlawanan dengan defleksi balok. Pada saat defleksi kearah bawah (positif) akan terjadi tekanan pada media pendukung, sebaliknya bila defleksi negatif akan terjadi tarikan pada media pendukung, di sini diasumsikan bahwa media pendukung dapat menahan tarikan. Sehingga asumsi p = k y mengimplikasikan bahwa media pendukung bersifat elastis, berlaku hukum Hooke. Elastisitas media pendukung dapat dirumuskan sebagai gaya yang terdistribusi persatuan luas akan menyebabkan defleksi yang besarnya satu satuan. Balok yang ditinjau mempunyai penampang melintang yang sama, dengan lebar yang didukung fondasi B, sehingga defleksi pada balok ini akan menyebabkan reaksi sebesar Bkv pada pondasi, akibatnya pada titik defleksi = y akan menimbulkan reaksi (perunit panjang balok) sebesar p = Bkvy, untuk menyingkat cukup ditulis p = ky dengan k yang sudah memperhitungkan lebar dari balok. Konstanta media pendukung, ko disebut koefisien reaksi fondasi (Hetenyi, 1974). Pada saat balok berdefleksi, kemungkinan selain reaksi arah vertikal bisa juga terjadi raeksi arah horisontal (friksi) pada sepanjang permukaan balok yang menempel pada tanah. Pada analisis, pengaruh gaya horisontal tersebut diabaikan karena kontribusinya kecil. Daya dukung yang diterima oleh masing-masing tiang pancang dihitung berdasarkan kapasitas kuat geser tanah dan data SPT berdasarkan rumus Mayerhof. Kapasitas daya dukung tanah dihitung dengan memperhatikan jenis tanahnya apakah tanah kohesif atau nonkohesif. Kemudian kedua data kuat geser tanah dan SPT tersebut dicari rata-ratanya (Braja. M. Das, 1999). Kemudian untuk penurunan tiang dianggap bahwa tiang tidak mengalami penurunan akibat konsolidasi hanya terjadi penurunan akibat elastisitas saja dengan menggunakan rumus S=Ss+Sp+Sps. Hal ini dianggap karena penurunan akibat konsolidasi pada pondasi dalam terjadi dalam waktu yang sangat lama dan besarannya sangat kecil (H. G. Paulos, H. E. Davis, 1980).
Hetenyi dalam bukunya Beam on Elastic Foundation mengemukakan pelat dengan panjang tak hingga yang dipikul oleh pondasi elastis dengan nilai kekakuan k akan mengalami penurunan (defleksi) bila dibebani dimana nilainya mengikuti persamaan garis trigonometri. Persamaan umum garis defleksi untuk balok prismatik lurus pada fondasi elastis yang diberikan beban lentur transversal adalah,
ye
x (C cos x C sin x) e x (C cos x sin x) 1 2 3 4
(2)
Gambar 2. Balok panjang tak terhingga dibebani beban terpusat dan momen titik (Hetenyi, 1974)
Balok dengan panjang tak terhingga (infinite beam) adalah balok dengan pengaruh beban pada salah satu ujung sudah tidak berpengaruh pada ujung lainnya, dapat diasumsikan bahwa kedua ujung terletak berjauhan (infinite beam). Untuk kondisi pelat dengan pembebanan yang terpusat P seperti terlihat pada gambar 2 persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : y
P 2k
dy
dx
EI
d
Ax P k
(3a)
2 B x
2
y P M C 2 4 λ λx dx
EI
(3b)
3 d y P Q D x 3 2 dx
(3c)
(3d)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan momen yang terpusat M 0 seperti terlihat pada gambar 2 persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
y
M o
2
k 3 M o
k
M
Mo 2
Q
B x
(4a)
C x
(4b)
D x
M o 2
(4c)
A x
(4d)
Untuk balok yang terbebani secara merata dapat dibagi dalam 3 kondisi titik tinjauan yang akan dihitung reaksinya. Kondisi tersebut antara lain titik tinjauan C berada dibawah beban merata, titik tinjauan C berada dikiri beban merata, dan titik tnjauan C berada di kanan beban merata. Kondisi tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 3.12 berikut ini.
A
a
B q
dx
a C c)
b
C x
b)
q
dx
x
a)
b
A q
B
dx
x a
A
B
b C
Gambar 3. Titik tinjau gaya dalam pada balok panjang tak terhingga dengan beban merata (Hetenyi, 1974) Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada dibawah beban merata q seperti terlihat pada gambar 3(a) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : yc
q 2k
c
2 Da Db
(5a)
Aa Ab
(5b)
q 2k
Mc
q B Bb 2 a
4
Ca Cb
q
Qc
4
(5c)
(5d)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada di kiri beban merata q seperti terlihat pada gambar 3(b) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : yc
q 2k
(6a)
Aa Ab
(6b)
q
c
2k
q B B b 2 a
Mc
Qc
Da Db
4 q 4
Ca Cb
(6c)
(6d)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada di kanan beban merata q seperti terlihat pada gambar 3(c) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : yc
c
Mc
Qc
q 2k
q 2k
Da Db
(7a)
Aa Ab
(7b)
q B B b 2 a
4 q
4
Ca Cb
(7c)
(7d)
Balok dengan panjang terhingga adalah balok yang memiliki nilai batas pada gaya-gaya dalamnya. Untuk pile cap berlaku sifat balok dengan panjang terhingga (finite beam). Sehingga nilai momen dan geser di kedua ujung pil cap adalah nol (0) akibat beban yang bekerja pada salah satu ujung akan mempengaruhi ujung yang lainnya (Destika, 2005).
MA
MB
P q
QA A
MOA
QB B
l
POA P
POB q l
A
MOB
B
P q A
B l
Gambar 4. Mekanisme pemberian gaya dan momen ujung (Hetenyi, 1974) Pada balok dengan panjang terhingga, harus memenuhi persamaan diferensial garis elastic dan kondisi ujungnya (boundary condition). Persamaan untuk menentukan lendutan pada balok dengan panjang terhingga diturunkan dari persamaan lendutan dengan panjang tak terhingga dengan mengkondisikan pelat dengan panjang terhingga seperti pelat dengan panjang tak terhingga yaitu dengan memberikan gaya (P OA dan POB) dan momen (MOA dan MOB) pada ujung pelat, agar pengaruh momen dan gaya lintang pada ujung pelat dengan panjang terhingga seperti pelat dengan panjang tak terhingga. Ilustrasi pemberian gaya dan momen ujung pada balok tak terhingga untuk menjadikan balok terhingga seperti pada Gambar 4. Persamaan–persamaan yang digunakan adalah, POA POB M OA M OB C Dl 0 l 4 4 2 2
(8a)
POA POB M OA M OB D l Al 0 2 2 2 2
(8b)
POA POB M OA M OB C l Dl 0 4 4 2 2
(8c)
POA POB M OA M OB D l Al 0 2 2 2 2
(8d)
MA
QA
MB
QB
x
P B
A
a
b l
Gambar 5. Balok terhingga yang dibebani beban titik pada jarak tertentu
Pada pelat panjang terhingga dengan kondisi beban tertentu, Hetenyi memberikan penyelesaian umum (general solution), seperti beban titik yang terletak pada jarak tertentu pada balok untuk menentukan lendutan, gaya lintang, momen, dan rotasi, (Gambar 3.13) yaitu :
sinh l cos a cosh b 2 cosh x cos x sin l cosh a cos b P 1 y cosh x sin x sinh x cos x 2 2 k sinh l sin l sinh l sin a cosh b cos a sin b sin l sinh a cos b cosh a sin b
(9a)
cosh x cos x sinh (sin a cosh b cos a sinh b) 2 2 P 1 sin l (sinh a cos b cosh a sin b) k sinh 2 l sin 2 l cosh x sin x sinh x cos x sinh l cos a cosh b sin l cosh a cos b
(9b)
sinh l cos a cosh b 2 sinh x sin x sin l cosh a cos b P 1 M (cosh x sin x sinh x cos x ) 2 2 2 sinh l sin l sinh l (sin a cosh b cos a sinh b ) sin l (sinh a cos b cosh a sin b)
(9c)
(cosh x sin x sinh x cos x ) (sinh l cos a cosh b sin l cosh a cos b) 1 sinh x sin x V P 2 2 sinh l sin l sinh l (sin a cosh b cos a sinh b) sin l (sinh a cos b cosh a sin b)
(9d)
Hasil dari perhitungan gaya dalam dengan menggunakan rumus diatas kemudian diperhitungkan sebagai gaya yang bekerja di dalam pile cap dan digunakan untuk mendisain struktur pile cap dan perencanaan penulangan
lentur dan geser. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan SK SNI T-15-1991-03 atau peraturan perencanaan struktur bangunan beton bertulang penggantinya atau peraturan lainnya (Istimawan, 1994). Pemodelan pil cap dan tiang pancang dibuat seperti sebuah balok yang diletakkan pada dua tumpuan dengan bantuan pegas-pegas dibawah pile cap dimana tiang pancang sebagai kedua tumpuan (Canonika, 1991).
Gambar 6. Lendutan pile cap akibat beban aksial kolom Karena pile cap dianggap sebuah balok dengan dua peletakan maka pile cap dianggap sebuah balok tinggi yang mengalami geser satu arah dan geser puncing atau geser dua arah serta mengalami lentur. Sudut geser yang terjadi pada pile cap dianggap sebesar 60o sehingga kita dapat menggambarkan daerah geser kritis yang terjadi pada pile cap (Mashour, dan Mihilmy, 2008).
Gambar 7. Reaksi beban efektif tiang yang diperhitungkan sebagai beban geser pada daerah kritis
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebuah pile cap yang mengikat kelompok tiang akan mendukung sebuah kolom yang memikul beban aksial kolom (P) = 7500 kN belum termasuk berat sendiri pile cap. Hitung kapasitas masng-masing tiang pancang dan daya
dukung tanah dibawah pile cap kemudian rencanakan dan berikan rincian tulangan untuk pile cap yang merupakan bagian dari suatu sistem pondasi dengan menggunakan metode konvensional dimana f’c=30MPa dan f’y=300MPa. Pondasi berada pada tanah lunak yang tidak memiliki perlawanan ujung tiang yang cukup (tidak ditemukan tanah keras). Data-data tanah yang diperoleh adalah sebagai berikut: Soil Layer Layer 1 Layer 2 Layer 3 Layer 4 Layer 5 Layer 6 Layer 7 Layer 8 Layer 9
Dept (m) 0.0 3.0 6.0 9.0 12.0 15.0 18.0 21.0 24.0 27.0 30.0 33.0 36.0 39.0 42.0 45.0 48.0 51.0 54.0 57.0 60.0
Lempung berpasir –plastisitas sedang Pasir halus – plastisitas sangat rendah Pasir berlempung – plastisitas rendah Pasir – tidak plastis Pasir berlempung – plastisitas rendah Lempung – plastisitas tinggi Lempung organik – plastisitas rendah Pasir halus – plastisitas rendah Pasir berempung –plastisitas rendah
: : : : : : : : :
Soil layer 1 1 1 1 2 2 2 2 3 4 5 6 6 7 8 8 8 8 8 9 9
NSPT 0 4 3 6 12 30 27 42 33 34 14 11 15 50 50 50 50 50 41 35 36
Cu (kN/m2) 0 26.67 20 40 93.33 73.33 100 333.33 -
α 1.0 0.96 1.0 0.67 0.5 0.5 0.5 0.5 -
γw (kN/m3) 0 15,83 15,83 15,83 19,025 19,025 19,025 19,025 18,9 19,3 16,6 16,5 16,5 15,6 19,8 19,8 19,8 19,8 19,8 17,25 17,25
Φ 0 4,782 4,782 4,782 20,816 20,816 20,816 20,816 24,513 25,594 10,121 11,948 11,948 10,665 32,227 32,227 32,227 32,227 32,227 25,082 25,082
Penyelesaian:
Project Ref Pile Properties Type Diameter Area Perimeter Unit Weight Soil Layer Layer 1 Layer 2 Layer 3 Layer 4 Layer 5 Layer 6 Layer 7 Layer 8 Layer 9
: :
: : : : :
: : : : : : : : :
-
Concrete 0.60 0.28 1.88 36.00 Lempung berpasir –plastisitas sedang Pasir halus – plastisitas sangat rendah Pasir berlempung – plastisitas rendah Pasir – tidak plastis Pasir berlempung – plastisitas rendah Lempung – plastisitas tinggi Lempung organik – plastisitas rendah Pasir halus – plastisitas rendah Pasir berempung –plastisitas rendah
m m2 m kN
Calc. Method Cu Skin Friction (Qs)
: = =
End Bearing (Qp)
=
Calc. Method Skin Friction (Qs)
: =
End Bearing (Qp)
=
Qult
=
Bassed on N-SPT N-SPT*2/3*10 α*cu*perimeter*Li 2*N-SPT*perimeter*Li 9*cu*area 40*N-SPTav*l/D*area ≤400*N-SPTav*area Kuat Geser Tanah fi*Li*perimeter fi*Li*perimeter δ=0,8*Φ Ap*cu*Nc’ Ap*q’*(Nq’-1) Qs+Qp
(c-soil) (Φ-soil) (c-soil) (Φ-soil)
(fi=αi*cu) (fi=Ka*σ0*tanδ)
(c-soil) (Φ-soil) (c-soil) (Φ-soil)
Tabel 1. Kapasitas daya dukung tanah untuk tiang pancang tunggal berdasarkan data kuat geser tanah dan data SPT Skin friktion (kN) N-SPT
End Bear. (kN)
Kuat Geser Tanah N-SPT Local
Cumm.
Qult (kN)
Kuat Geser Tanah
N-SPT
Kuat Geser
Average
Tanah
(Rec.)
Local
Cumm.
0
0
0
0
0,
0
0
0
0
144.4
144.4
144,384
144,384
67,208
47,979
211,61
192,363
201,986
112.8
257.2
112,800
257,184
50,400
35,980
307,6
293,164
300,382
151.2
408.4
151,152
408,336
100,800
71,960
509,2
480,296
494,748
135.4
543.8
202,476
610,812
1357,168
332,283
1900,968
943,095
1422,031
338.4
882.2
202,476
813,288
3392,920
427,313
4275,12
1240,601
2757,860
304.6
1186.8
202,476
1015,764
3053,628
522,344
4240,428
1538,108
2889,268
437.8
1624.6
202,476
1218,240
4750,088
617,391
6374,688
1835,631
4105,159
372.2
1996.8
275,514
1493,754
3732,212
1094,460
5729,012
2588,214
4158,613
383.5
2380.3
307,380
1801,134
3845,309
1408,913
6225,609
3210,047
4717,828
263.2
2643.5
263,162
2064,296
235,192
219,617
2878,69
2283,913
2581,301
206.8
2850.3
206,762
2271,059
184,792
190,027
3035,09
2461,086
2748,088
282
3132.3
282,000
2553,059
252,000
259,140
3384,3
2812,199
3098,249
940
4072.3
939,962
3493,021
839,992
807,232
4912,29
4300,253
4606,271
564
4636.3
442,514
3935,536
5654,867
4735,022
10291,17
8670,558
9480,864
564
5200.3
442,514
4378,050
5654,867
5114,913
10855,17
9492,963
10174,066
564
5764.3
442,514
4820,564
5654,867
5494,805
11419,17
10315,369
10867,269
564
6328.3
442,514
5263,079
5654,867
5874,696
11983,17
11137,775
11560,472
462.5
6790.8
442,514
5705,593
4636,991
6254,588
11427,79
11960,181
11693,985
394.8
7185.6
225,092
5930,686
3958,407
2813,442
11144,01
8744,128
9944,069
406.1
7591.7
225,092
6155,778
4071,504
2954,836
11663,2
9110,614
10386,907
Tabel 1. Kapasitas daya dukung yang dipikul tanah dibawah pile cap untuk masing-masing susunan tiang pancang Total beban Daya Kekakuan tanah Penurunan Jarak antar yang dipikul Lebar dukung Beban yang dibawah pile rata-rata Daya tiang oleh kelompok pile tanah bekerja pada cap dibawah dukung total pancang tiang akibat cap dibawah pile pile cap (k) pile cap pembebanan cap 7006,44 kN 3 3m 4641,23 kN/m2 0,05807 m 808,55 kN 7814,99 kN 7815 kN 2 6968,08 kN 3,5 3,3 m 4753,15 kN/m 0,05822 m 913,20 kN 7881,28 kN 7881,15 kN 6932,44 kN 4 3,6 m 4857,67 kN/m2 0,05836 m 1020,58 kN 7953,02 kN 7953,6 kN 2 6899,24 kN 4,5 3,9 m 4955,86 kN/m 0,05857 m 1132,03 kN 8031,27 kN 8032,35 kN 2 6868,24 kN 5 4,2 m 5048,53 kN/m 0,05882 m 1241,91 kN 8110,15 kN 8060 kN
Tabel 2. Persentase kenaikan beban untuk masing-masing susunan tiang pancang Total beban yang Beban yang Jarak antar Kemampuan dipikul oleh dapat di Persentase tiang kelompok tiang FS kelompok tiang tambahkan pada kenaikan pancang pancang pancang sebelum kolom 14647,940 kN 1,874 7006,44 kN 810,00 kN 11,56% 3 15163,844 kN 1,924 6968,08 kN 913,34 kN 13,11% 3,5 15550,772 kN 1,955 6932,44 kN 1021,92 kN 14,61% 4 15863,996 kN 1,975 6899,24 kN 1133,18 kN 16,42% 4,5 16103,524 kN 1,998 6868,24 kN 1191,60 kN 17,35% 5 Tabel 3. Volume beton dan jumlah tulangan pada pile cap untuk masing-masing susunan tiang pancang Jumlah Jumlah Jarak antar tiang Volume tulangan tulangan pancang beton lentur geser 9 m3 32 D-32 28 D-22 3 10,89 m3 38 D-32 32 D-22 3,5 3 12,96 m 44 D-32 36 D-22 4 15,21 m3 50 D-32 40 D-22 4,5 17,64 m3 56 D-32 44 D-22 5
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
Dari kelima jenis susunan tiang pancang pada pile cap dengan jarak tiang pancang 5, daya dukung yang dapat ditingkatkan pada kolom mencapai hasil yang lebih besar dibanding dengan keempat susunan lainnya yakni sebesar 17,35%.
2.
Faktor keamanan untuk kelompok tiang dengan jarak 5 juga lebih besar dibanding dengan yang lainnya yaitu sebesar FS = 1,998.
3.
Dapat disimpulkan bahwa semakin besar jarak antar tiang maka faktor keamanan tiang juga akan besar, daya dukung juga akan semakin besar, sehingga penggunaan bahan material material untuk pile cap juga semakin besar yaitu 12,5% untuk perubahan jarak tiang 0,5.
4.
Daya dukung tanah dibawah pondasi sangat besar memberikan kontribusi untuk memikul sebahagian beban pile cap sebesar modulus kekakuan tanah dasar (k) untuk 5 besarnya 5048,53 kN/m2.
Saran 1.
Untuk menghitung gaya-gaya dalam pada pile cap dengan teori balok diatas pondasi elastis (Beam on Elastic Fondastion), kita harus paham dasar-dasar mekanika teknik terutama arah gaya dan momen berdasarkan tanda positif (+) atau negatif (-). Sehingga kita tidak salah dalam menjumlahkan beban yang terjadi pada perhitungan nantinya.
2.
Penggunaan teori BoEF lebih disarankan untuk perencanaan landasan pacu, lantai hanggar pesawat, basement, pondasi pelat memanjang dan bangunan struktur yang berhubungan langsung dengan tanah.
3.
Untuk penelitian lebih lanjut dapat juga dipakai pada perencanaan pelat lantai yang dicetak secara bertahap (pelat berlapis) karena untuk dua buah pelat dengan kekakuan berbeda metode BoEF sangat cocok.
4.
Untuk penelitian selanjutnya, penurunan tiang dapat memperhitungkan akibat konsolidasi tanah sehingga penurunan tiang lebih signifikan.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, Joseph.E, (1988), Foundation Analysis and Design, McGraw-Hill International Book Company. Canonika, L. (1991), Memahami Pondasi, Percetakan Offset Angkasa, Bandung. Das, B. M. (1999), Principles of Foundation Engineering, PWS Publishing, Pasific Grofe. Destika, K., (2005), Perilaku Pile Cap Beton Didukung Kelompok Tiang Pada Tanah Lempung Lunak Dengan Pembebanan Statis, Thesis S-2, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Hetenyi, M. (1979), Beams On Elastic Foundation, University of Michigan Studies, USA. Hicks Tyler, G. (2002), Civil Engineering Formulas Pocked Guide, Mc Graw-Hill, USA. Istimawan Dipohusodo (1994), Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 Departemen PU, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mashour Ghoneim dan Mahmoud El-Mihilmy (2008). Design of Reinforced Concrete Structure Volume 3, Cairo University, Cairo. Poulos, G. H. dan Davis, H. E. (1980), Pile Fondation Analisis And Design, University of Sydney, Australy.