ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE Muhamad Sofwan & Dadang Gunawan Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia ABSTRAK Teknik watermarking dibagi menjadi dua, yaitu teknik watermarking yang bekerja pada domain spasial (domain waktu) dan teknik watermarking yang bekerja pada domain transformasi (domain frekuensi). Watermarking yang bekerja dalam domain spasial langsung merubah nilai piksel pada citra atau gambar aslinya. Watermarking pada domain transformasi diperoleh dengan melakukan transformasi image menjadi domain frekuensi. Watermarking dalam domain transformasi seperti Discrete Fourier Transform (DFT), Discrete Wavelet Transform (DWT), Discrete Cosine Transform (DCT) atau Discrete Laguerre Transform (DLT) memiliki lebih banyak keuntungan dan kinerja yang lebih baik daripada teknik yang bekerja dalam domain spasial. Pada makalah ini, dilakukan analisis mengenai DLT berdasarkan ukuran matriks dan membandingkannya dengan DCT. There are two techniques in watermarking, spatial domain and frequency or transformation domain. Spatial domain watermarking technique works by changing the original image or picture pixels value into the new pixels value. Frequency domain watermarking technique works by transforming the original image into frequency domain. Frequency domain watermarking techniques such as Discrete Fourier Transform (DFT), Discrete Wavelet Transform (DWT), Discrete Cosine Transform (DCT) or Discrete Laguerre Transform (DLT) have a better performance and advantages than spatial domain watermarking technique. This paper analysed Discrete Laguerre Transform (DLT) by its matrix size and compared it with DCT. Kata Kunci /Keyword : Watermarking, Laguerre Transform 1.
Pendahuluan Seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan data digital baik berupa teks,
suara citra maupun video atau disebut data multimedia semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk tujuan komersialisasi. Selain itu dukungan teknologi internet yang semakin luas menyebabkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat. Berbagai macam teknik dilakukan untuk memberikan perlindungan pada data digital, contohnya kriptografi. Teknik ini memiliki kelemahan karena hanya mengijinkan pemegang kunci saja yang dapat mengakses media digital terenkripsi. Ketika media sudah berhasil didekripsi, hasil reproduksi tidak dapat dilacak lagi. Watermarking merupakan suatu solusi didalam melindungi hak cipta kepemilikan terhadap data-data digital [1]. Watermarking merupakan teknik untuk menyisipkan informasi
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
yang disebut watermark kedalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia. Sehingga data tersebut dapat didistribusikan tanpa adanya kecurigaan terdapat tanda rahasia didalamnya. Teknik watermarking dibagi dalam dua kategori, yaitu teknik watermarking yang bekerja pada domain spasial (domain waktu) dan teknik yang bekerja pada domain transformasi (domain frekuensi). Watermarking yang bekerja dalam domain spasial langsung merubah nilai piksel pada citra asli. Watermarking pada domain frekuensi diperoleh dengan melakukan transformasi image. Watermarking dalam domain transformasi seperti Discrete Fourier Transform (DFT), Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Discrete Cosine Transform (DCT) memiliki lebih banyak keuntungan dan kinerja yang lebih baik daripada teknik yang bekerja dalam domain spasial [2][3]. Teknik watermarking dalam domain frekuensi umumnya digunakan Discrete Cosine Transform (DCT). Peneliti Mahmood Gilani dan A.N. Skodras mengembangkan Discrete Laguerre Transform (DLT) sebagai teknik yang digunakan dalam watermarking. Makalah ini menganalisa
sistem
watermarking
menggunakan
transformasi
Laguerre
dan
membandingkannya dengan transformasi DCT 2.
Watermarking dan Discrete Laguerre Transform (DLT)
2.1
Watermarking Ada beberapa pengertian mengenai watermarking yang didapat dari penelitian ilmiah
maupun sumber-sumber lain yang bisa didapatkan dari internet. Namun, pada dasarnya watermarking adalah suatu cara penyembunyian atau penyisipan data atau informasi tertentu kedalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia, dan mampu menghadapi proses-proses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu [4]. Objek watermarking memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metode watermarking dapat diterapkan pada berbagai media digital. Media digital dalam hal ini dapat berupa gambar, suara, video ataupun tulisan. Dalam hal penyembunyian pesan, dikenal dengan teknik steganografi dan kriptografi. Perbedaan steganografi dengan kriptografi terletak terletak pada proses penyembunyian data dan hasil akhir dari proses tersebut [5]. Kriptografi melakukan proses pengacakan data aslinya sehingga menghasilkan data terenkripsi yang benar- benar acak atau seolah-olah berantakan dan berbeda dengan aslinya, namun data dapat dikembalikan ke bentuk semula. Sedangkan Steganografi menyembunyikan dalam data lain yang akan ditumpanginya tanpa mengubah
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
data tersebut sehingga data yang ditumpanginya sebelum dan setelah proses penyembunyian hampir sama. Gambar 1 menunjukkan perbedaan antara kriptografi dengan steganografi.
Gambar 1. Perbedaan antara Kriptografi dan Steganografi [1]
2.2
Discrete Laguerre Transform Discrete Laguerre Transform (DLT) merupakan kesatuan dari transformasi Gauss-
Jacobi. Dengan menggunakan metodologi klasik, DLT berasal dari fungsi laguerre yang orthonormal. Dengan menguji vektor-vektor basis dari matriks transformasi, didapatkan jenis dari sebuah sinyal yang dapat ditampilkan dengan baik oleh DLT. Transformasi diskrit sangat berguna dalam aplikasi pemprosesan sinyal yang meliputi restorasi sinyal dan kompresi data. Contoh transformasi diskrit yang populer dan sering digunakan adalah Discrete Cosine Transform (DCT) dan Discrete Fourier Transform (DFT). Namun, ada jenis sinyal yang bekerja lebih baik pada satu transformasi saja, motivasi inilah yang digunakan untuk mencari transformasi yang baru. Sebuah contoh dari sebuah fungsi orthonormal pada interval (0, ∞) adalah fungsi Laguerre. Fungsi Laguerre ke n (dimulai dari n=0) didefinisikan sebagai [1]: (1) dimana
Dan p adalah sebuah konstanta nonzero. Berdasarkan syarat eksponensial
,
fungsi dari laguerre bukanlah polynomial. Artinya harus dilakukan sedikit modifikasi terhadap prosedur Gauss-Jacobi untuk mendapatkan transformasi matriks yang diinginkan. Gambar 2 di bawah ini menunjukkan matriks DLT berukuran 4x4 yang terkuantisasi 4 digit.
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
Gambar 2. Matriks DLT berukuran 4x4
3.
Desain Model Simulasi Pada makalah ini, pemodelan dari sistem yang dibuat dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 3. Flowchart proses watermarking
Dari Gambar 3 dapat dijelaskan pertama citra asli atau biasa disebut cover object dilakukan pergeseran nilai DC (DC shifting). Nilai DC pada citra digital meminjam istilah dari DC (Direct Current) pada sistem kelistrikan. Nilai DC merupakan nilai dominan atau rata-rata dari sebuah sinyal. DLT tidak mempunyai basis vektor DC, sehingga nilai piksel awal dari citra harus digeser antara nilai -128 sampai 127. Setelah dilakukan pergeseran nilai DC langkah selanjutnya adalah mentransformasikan setiap nilai piksel pada citra asli dengan masing-masing matriks transformasi Laguerre. Sebelum ditransformasikan, ukuran piksel citra harus disinkronisasi atau membagi tiap-tiap blok sesuai dengan matriks transformasi yang digunakan, yaitu 3x3, 4x4 atau 8x8.
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
4.
Analisa dan Hasil Simulasi
4.1
Pengujian Pada Sistem DLT Dalam pengujian ini akan dilihat seberapa besar pengaruh dari ukuran matriks
transformasi terhadap nilai PSNR dan waktu proses yang dibutuhkan untuk membuat watermark. Pengujian dilakukan dengan menyisipkan logo pada sebuah citra. Gambar 4 menunjukan citra yang digunakan dalam tahap pengujian
Gambar 4 (a) Lena.bmp 512 x 512 piksel
Gambar 4 (b) Peppers.bmp 512 x 512 piksel
Sedangkan logo yang digunakan dalam pengujian ini seperti ditunjukan pada Gambar 5
Gambar 5 (a) msf.bmp 100 x100 piksel
Gambar 5 (b) Splo.bmp 30x30 piksel
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
4.1.1 Koefisien Penguatan Watermark Terhadap Kualitas Citra Pada tahap ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh dari koefisien penguatan terhadap kualitas citra hasil watermarking berdasarkan penilaian objektif. Gambar 6 menunjukan citra hasil watermarking dengan beberapa nilai penguatan watermark.
Gambar 6 (a). Hasil watermarking dengan koefisien penguatan 0.01
Gambar 6 (b). Hasil watermarking dengan koefisien penguatan 0.05
Gambar 6 (c). Hasil watermarking dengan koefisien penguatan 0.1
Berdasarkan citra hasil watermarking pada gambar diatas dapat dilihat bahwa logo watermark dengan penguatan sebesar 0.01 tidak terlihat pada citra hasil watermarking. Sedangkan pada nilai penguatan 0.05 logo watermark mulai terlihat dan logo terlihat dengan jelas pada citra hasil watermarking dengan penguatan watermark sebesar 0.1. Jadi, semakin besar nilai penguatan, maka logo akan semakin terlihat jelas. Sedangkan semakin kecil nilai penguatan watermark, maka logo tidak akan terlihat dan dapat dikatakan hasilnya semakin baik.
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
4.1.2 Ukuran Matriks Transformasi Terhadap Waktu Proses Dari beberapa ukuran matriks transformasi yang digunakan diuji seberapa jauh pengaruhnya terhadap waktu proses sistem watermarking. Waktu proses sebuah sistem juga tergantung dari spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan. Gambar 7 menunjukkan waktu proses watermark dengan masukan citra lena dan logo berukuran 100x100.
Gambar 7. Waktu proses watermarking terhadap ukuran matriks transformasi
Untuk nilai yang lebih jelas, dapat dilihat Tabel 1 Tabel 1. Waktu proses sistem
Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1
Waktu proses (s) 3x3 4x4 8x8 2.6628 1.4708 1.9533 2.2632 1.15 1.3892 2.0543 1.17 1.4924
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa matriks transformasi berukuran 3x3 membutuhkan waktu proses yang lebih lama dibandingkan matriks transformasi lainnya. Hal ini dikarenakan semakin banyak pengulangan yang diperlukan untuk mentransformasi seluruh piksel dari sebuah citra. 4.1.3 Ukuran Matriks Transformasi Terhadap PSNR PSNR menunjukkan nilai perbandingan antara harga maksimum dari nilai grayscale citra hasil watermarking dengan noise yang dihitung sebagai rata-rata kuadrat dari nilai error antara citra asli dengan citra hasil watermarking (MSE). Pada pengujian ini citra lena.bmp dengan ukuran piksel 512x512 disisipkan logo msf.bmp dan splo.bmp dengan ukuran piksel ditunjukkan oleh Tabel 2 di bawah ini.
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
Tabel 2. Logo watermark yang digunakan
Nama Logo1 Logo2 Logo3
File logo msf.bmp msf.bmp splo.bmp
Ukuran Piksel 100x100 30x30 30x30
Gambar 8 menunjukan nilai PSNR hasil watermarking dengan menggunakan masing-masing logo diatas
Gambar 8 (a). Grafik watermarking citra lena dengan Logo1
Gambar 8 (b). Grafik watermarking citra lena dengan Logo2
Gambar 8 (c). Grafik watermarking citra lena dengan Logo3
Secara teoritis, semakin kecil nilai error citra watermarking terhadap citra asli, maka nilai PSNR akan semakin besar, karena nilai PSNR berbanding terbalik dengan nilai MSE. Untuk
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
setiap hasil watermarking pada grafik diatas, dapat dilihat bahwa nilai PSNR menggunakan sisipan logo3 lebih tinggi dibandingkan dengan logo lainnya, dengan perbedaan sekitar 3 dB. Hal ini menandakan nilai error yang dihasilkan logo3 lebih kecil. Sedangkan nilai PSNR antara logo1 dan logo2 mempunyai nilai yang hampir sama. Detail nilai PSNR hasil watermarking dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah Tabel 3. Nilai PSNR citra lena.bmp
Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1 Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1 Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1
3x3 40.4744 26.9688 20.9206 3x3 40.4405 26.8881 20.8463 3x3 43.701 29.9037 23.9108
Logo 1 4x4 41.0627 27.0805 20.9594 Logo 2 4x4 40.9524 26.9807 20.8799 Logo 3 4x4 43.7812 29.9258 23.9025
8x8 40.6108 26.9693 20.9728 8x8 40.6046 26.8920 20.8887 8x8 43.7671 29.9216 23.9056
Pengujian juga dilakukan pada citra peppers.bmp dan disisipkan logo yang sama dengan penyisipan pada citra lena.bmp diatas. Tabel 4 menunjukkan nilai PSNR dari hasil watermarking. Tabel 4. Nilai PSNR citra peppers.bmp
Koefisien Penguatan 0.01 0.05 0.1 Koefisien Penguatan 0.01 0.05 0.1 Koefisien Penguatan 0.01 0.05 0.1
Logo 1 3x3 4x4 8x8 40.4736 41.0558 40.6220 26.9687 27.0802 26.9694 20.9205 20.9593 20.9734 Logo 2 3x3 4x4 8x8 40.4405 40.9452 40.6122 26.8879 26.9800 26.8921 20.8462 20.8796 20.8891 Logo 3 3x3 4x4 8x8 43.6932 43.7693 43.7702 29.9024 29.9238 29.9222 23.9095 23.9014 23.9061
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
Dari pengujian dapat diambil kesimpulan bahwa matriks transformasi dan ukuran piksel dari logo yang sama tidak berpengaruh banyak terhadap nilai error (MSE). Nilai MSE dipengaruhi oleh jenis file watermark (logo), dimana pada ukuran piksel yang sama, antara logo2 dan logo3 menunjukkan hasil PSNR yang berbeda. Nilai penguatan watermark berpengaruh terhadap nilai MSE, semakin besar nilai penguatan maka error yang dihasilkan semakin besar sehingga nilai PSNR akan semakin kecil. 4.2
Perbandingan Dengan Sistem Discrete Cosine Transform (DCT) Sebagai
pembanding,
pengujian
serupa
juga
dilakukan
pada
sistem
watermarking dengan menggunakan matriks transformasi DCT. Sistem ini dibuat sama dengan sistem yang digunakan pada transformasi Laguerre, perbedaan hanya pada matriks transformasinya saja. Gambar 9 menunjukkan grafik PSNR hasil watermarking dengan transformasi DCT dengan masukan citra lena.bmp dan logo msf.bmp
Gambar 9. Grafik watermarking dengan DCT
Berdasarkan analisa sebelumnya, perbedaan ukuran piksel dari citra yang sama tidak mempengaruhi nilai PSNR, maka dilakukan pengujian pada sistem DCT dengan menggunakan citra lena.bmp dan logo3 yang mempunyai ukuran piksel 30x30. Gambar 10 menunjukkan grafik PSNR hasil watermarking pada DCT dengan sisipan logo 3.
Gambar 10. Grafik watermarking DCT citra lena dengan sisipan logo 3
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
Agar mempermudah proses analisa, Tabel 5 menunjukkan nilai detail dari PSNR menggunakan DCT. Tabel 6 menunjukkan nilai PSNR hasil watermarking dengan transformasi DLT. Tabel 5. Nilai PSNR hasil watermarking DCT
Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1
3x3 41.3279 26.8944 20.9736
Watermarking dengan DCT Logo 1 3x3 4x4 8x8 41.2281 40.8593 43.7927 27.0437 26.9923 29.9309 20.9667 20.9523 23.9062
Logo 3 4x4 43.8929 29.9249 23.9078
8x8 43.8597 29.9215 23.9035
Logo 3 4x4 43.7812 29.9258 23.9025
8x8 43.7671 29.9216 23.9056
Tabel 6. Nilai PSNR hasil watermarking DLT
Penguatan Watermark 0.01 0.05 0.1
3x3 40.4744 26.9688 20.9206
Watermarking dengan DLT Logo 1 3x3 4x4 8x8 41.0627 40.6108 43.701 27.0805 26.9693 29.9037 20.9594 20.9728 23.9108
Berdasarkan nilai PSNR pada tabel diatas, dapat disimpulkan antara DLT dan DCT memiliki nilai PSNR yang tidak jauh berbeda. Hal ini menandakan DLT memiliki kemampuan yang hampir sama dengan DCT pada sistem watermarking yang telah diimplementasikan. 5.
Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan selama tahap pengujian, dihasilkan kesimpulan
sebagai berikut : 1.
Ukuran matriks dari transformasi Laguerre tidak mempengaruhi kualitas citra hasil watermarking. Hal ini berdasarkan nilai PSNR citra hasil watermarking yang tidak berbeda jauh pada setiap hasil watermark.
2.
Koefisien penguatan watermark berpengaruh terhadap nilai PSNR, semakin besar nilai penguatan watermark maka PSNR akan semakin kecil.
3.
Sistem watermarking dengan transformasi DLT memiliki hasil watermarking yang baik. Dalam hal nilai PSNR tidak jauh berbeda dengan sistem watermarking dengan transformasi DCT.
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.
6.
Daftar Referensi
[1]
Sirait, Rummi, 2006. “Teknologi watermarking pada citra digital”. Jurnal Ilmiah TELTRON 3(1) : hal. 40-54.
[2]
Mahmood Gilani, S. Asif. A.N. Skodras. “DLT-Based Digital Image Watermarking” University of Patras. Greece.
[3]
Wiguna, Ryan. Rangga Firdaus. Ossy Endah W. 2010. ”Implementasi Teknik blind Watermarking Dalam Domain Spasial Pada Citra Bitmap”. FMIPA Universitas Lampung, Lampung.
[4]
J. Cox, J. Kilian, F.T. Leighton, T. Shamoon (1997), “Secure Spread Spectrum Watermarking for Multimedia, IEEE Transaction on Image Processing”, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Watermarking. pada 25 April 2012.
[5]
Munir, Rinaldi (2004). "Bahan Kuliah IF5054 Kriptografi", Teknik Informatika. ITB. Bandung
[6]
Elsiawaty (2004). "Partial Watermarking : Teknik dan Implementasinya pada Citra di World wide Web Menggunakan Java Script". ITB.
[7]
Kadhim Abdulaziz, Nidham (2001). "Digital Watermarking and Data Hiding in Multimedia". Monash University. Australia.
[8]
Zulkurnain Pancawardana, Muhammad (2011). "Analisa Invisible Adaptive Watermarking Pada Citra Digital Menggunakan Metode Berbasis Discrete Cosine Transform (DCT)" IT Telkom. Bandung.
[9]
G.Mandyam and N. Ahmed (1996). “The Discrete Laguerre Transform: Derivation and Applications,” IEEE Trans. Signal Processing, Vol. 44, No. 12, pp. 2925-2931
Analisa watermarking..., Muhamad Sofwan, FT UI, 2013.