ANALISA KERUSAKAN KOMPONEN LUBRICATION SYSTEM PADA ENGINE C7 CATERPILLAR
TUGAS AKHIR
Oleh:
Agustinus Sambo 15 610 087
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINNGI POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA JURUSAN TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI TEKNIK ALAT BERAT
SAMARINDA 2017
ANALISA KERUSAKAN KOMPONEN LUBRICATION SYSTEM PADA ENGINE C7 CATERPILLAR Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi derajat Ahli Madya (Amd) pada Program Studi Teknik Alat Berat Jurusan Teknik Mesin Di Politeknik Negeri Samarinda
TUGAS AKHIR
Oleh:
Agustinus Sambo 15 610 087
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINNGI POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA JURUSAN TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI TEKNIK ALAT BERAT 2017
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Agustinus Sambo
NIM
: 15 610 087
Jurusan
: Teknik Mesin
Program Studi
: Teknik Alat Berat
Jenjang
: Diploma III
Judul Tugas Akhir : “Analisa Kerusakan Komponen Lubrication System pada Engine C7 Caterpillar” Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Jika dikemudian hari terbukti ditemukan unsur plagiarisme dalam Laporan Tugas Akhir ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Samarinda 19 Juli 2017
Agustinus Sambo NIM. 15610087
ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ANALISA KERUSAKAN KOMPONEN LUBRICATION SYSTEM PADA ENGINE C7 CATERPILLAR
Nama
: Agustinus Sambo
Nim
: 15 610 087
Jurusn
: Teknik Mesin
Program Studi
: Teknik Alat Berat
Jenjang Studi
: Diploma III
Laporan Tugas Akhir ini telah disahkan pada tanggal, 01 Agustus 2017 Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Abdul Muis, MT NIP. 19640622 199303 1 003
Darma Aviva, ST., MT NIP. 19700727 199512 1 002
Mengesahkan : Direktur Politeknik Negeri Samarinda,
Ir. H. Ibayasid, M.Sc NIP. 19590303 198903 1 002 Lulus Ujian Tanggal : 01 Agustus 2017
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ANALISA KERUSAKAN KOMPONEN LUBRICATION SYSTEM PADA ENGINE C7 CATERPILLAR Nama Nim Jurusn Program Studi Jenjang Studi
: Agustinus Sambo : 15 610 087 : Teknik Mesin : Teknik Alat Berat : Diploma III Laporan Tugas Akhir ini telah disahkan pada tanggal 01 Agustus 2017
Penguji I, Nama : Muhammad Taufik, ST., M.Si NIP : 19710106 199702 1 001
Penguji II, Nama : Molana Ariefuddin NIP :-
Penguji III, Nama : Handry Triyono NIP :-
Mengetahui : Ketua Jurusan Teknik Mesin
Ketua Program Studi Teknik Alat Berat
H. Baso Cante, ST., MT NIP. 19691231 199512 1 001
Faisyal Umar, ST., MT NIP. 19690217 199802 1 001
iv
ABSTRAK
Sambo A, Analisa Kerusakan Komponen Lubrication System pada Engine C7 Caterpillar. Teknik Alat Berat. Teknik Mesin. Politeknik Negeri Samarinda. Lubrication System merupakan salah satu sistem Engine yang berfungsi untuk melumasi dan mencegah terjadinya keausan dalam menjaga ketahanan komponen. Oleh karena itu Lubrication System harus bekerja dengan baik dan melumasi setiap komponen Engine yang bergerak. Analisa ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kerusakan komponen – komponen Lubrication System dan bagaimana komponen tersebut mengalami kerusakan dan keausan. Analisa dilakukan dengan mengunakan Engine C7 Caterpillar dengan cara beberapa proses diantaranya visual inspection, pengujian dan pengkukuran. Setalah melakukan Analisa penulis merakit kembali komponen dan Engine. Visual inspection dan pengukuran dilakukan pada Oil pump, Pengujian Oil Cooler dilakukan sesuai dengan literature, pemotongan Screen Oil filter untuk melihat partikel yang ada pada Screen. Hasil yang di dapatkan adalah terjadi keausan Abrasive wear dan Contact strees fatigue yang disebabkan besarnya clearance dan gesekan saat pengoperasian engine dan kerusakan Spring reliev valve pada Oil pump serta kerusakan Spring relieve valve pada Oil Filter bypass velve. Harus dilakukan penggantian Spring reliev valve pada Oil pump dan Filter bypass valve sesuai dengan spesifikasinya. Kata kunci : Lubriation System, Oil pump, Oil cooler,Oil Filter Bypass valve
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Analisa Kerusakan Komponen Lubrication System Pada Engine C7 Caterpillar” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh jenjang Ahli Madya (Amd) pada Jurusan Teknik Mesin Alat Berat Politeknik Negeri Samarinda. Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis tidak terlepas dari segala macam kekurangan dan kesalahan, namun berkat usaha dan niat yang kuat serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya. Tidak terhitung jumlah dukungan yang penulis terima dalam penyelesain tugas akhir ini, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1.
Bapak Ir. H. Ibayasid, M.Sc selaku Direktur Politeknik Negeri Samarinda
2.
Bapak Baso Cante, ST., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.
3.
Bapak Faisyal Umar, ST., MT, selaku Ketua Program Studi Alat Berat.
4.
Bapak Ir. Abdul Muis, MT, selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
5.
Bapak Darma Aviva, ST., MT, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan petunjuk dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
6.
Bapak dan Ibu Dosen, Staf Teknisi serta Administrasi Jurusan Teknik Mesin dan Program Studi Alat Berat.
7.
Kedua Orang tua dan Saudara penulis yang senantiasa membantu dalam do’a dan biaya selama kuliah sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. vi
8.
Teman-teman Teknik Mesin Progam Studi Alat Berat Angkatan 2014 selalu menjunjung tinggi kebersamaan dan senantiasa saling membantu serta memberikan semangat selama proses penyusunan Tugas Akhir ini.
9.
Keluarga Besar Mahasiswa Kristen Politeknik Negeri Samarinda (KBMK POLNES) yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
10.
Dan semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya dan membalas segala kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak-pihak yang membacanya.
Samarinda, 19 Juli 2017 Penulis,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ....................................................
iv
ABSTRAK .......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................
2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................
2
1.4 Tujuan Penulisan ......................................................................................
2
1.5 Manfaat Penulisan ....................................................................................
2
1.6 Metode Pengumpulan Data ......................................................................
2
1.7 SistematikaPenulisan ................................................................................
3
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pelumasam ....................................................................................
5
2.1.1 Fungsi Pelumas ...........................................................................
6
2.2 Klaifikasi Oli Pelumas ..............................................................................
7
2.2.1 Standar Asosiasi .............................. .............................................
7
2.2.2 Peringkat Pelumas (Grade) ............... ...........................................
9
2.3 Kode Pengenal Pada Label Oli .................................................................
13
2.4 Komponen-komponen Lubrication System .............................................
14
2.5 System aliran oli di dalam Engine C7 Caterpillar ...................................
20
2.6 Pengertian Contamination Control...........................................................
21
viii
2.6.1 Tujuan dan Keuntungan Contamination Control.........................
22
2.6.2
Penyebab Kontaminasi Pada Lubrikasi.......................................
23
2.7
Perubahan Pelumas Dalam Penggunaan .................................................
25
2.8
Macam-macam Keausan .........................................................................
26
2.8.1
Keausan Abrasive ........................................................................
27
2.8.2
Keausan Adhesive ...........................................................................
28
2.8.3
Keausan Erosi .............................................................................
29
2.8.4
Erosi Kavitasi..............................................................................
30
2.8.5
Contact Stress Fatique ................................................................
31
2.8.6
Corrosion ....................................................................................
32
2.8.7
Fretting Corrosion ......................................................................
33
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metode Peneltian.....................................................................................
34
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................
34
3.3
Spesifikasi Engine C7 Caterpillar ...........................................................
34
3.4
Spesifikasi Oil Pump ...............................................................................
36
3.4.1 Pengukuran Oil Pump .................................................................
36
3.4.2 Nama Komponen Oil Pump ........................................................
37
Spesifikasi Oil Cooler .............................................................................
38
3.5.1 Nama Komponen Oil Cooler .....................................................
38
3.6
Spesifikasi Oil Filter Bypass Valve ........................................................
39
3.7
Peralatan dan Bahan ...............................................................................
40
3.8
Diagram Alir ..........................................................................................
44
3.5
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1
4.2
Analisa Oil Pump Engine C7 Caterpillar ..............................................
46
4.1.1 Proses pembongkaran Oil Pump .................................................
46
4.1.2 Visual Inspection pada Oil pump ................................................
48
4.1.3 Pengukuran pada Oil pump .........................................................
52
4.1.4 Proses perakitan Oil pump ..........................................................
55
4.1.5 Hasil Analisa Oil pump ...............................................................
57
Analisa Oil Cooler Engine C7 Caterpillar .............................................
57
4.2.1 Proses Pelepasan Oil Cooler ....................................................... ix
57
4.3
4.2.2 Visual inspection terhadap Oil Cooler ........................................
60
4.2.3 Prosedur dan Hasil pengujian kebocoran Oil Cooler .................
61
4.2.4 Pencegahan dan Solusi perbaikan ..............................................
64
4.2.5 Proses Pemasangan Oil Cooler ...................................................
65
Analisa Oil Filter Bypass Valve Engine C7 Caterpillar ..........................
68
4.3.1 Proses pembongkaran Oil Filter Bypass Valve ...........................
68
4.3.2 Visual inspection Oil Filter Bypass Valve ..................................
70
4.3.3 Pengukuran pada Oil Filter Bypass Valve ..................................
73
4.3.4 Penyebab dan Akibat kerusakan Oil Filter Bypass Valve ...........
75
4.3.5 Proses Perakitan dan Pemasangan Oil Filter Bypass Valve ........
76
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................
78
5.2 Saran ..........................................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Grafik Multigrade Oli ..................................................................
10
Gambar 2.1 Kode Pengenal 15-40..................................................................
13
Gambar 2.2 Kode Pengenal Huruf W.............................................................
14
Gambar 2.4 Kode Pengenal Huru CF-4,CE ...................................................
14
Gambar 2.5 Komponen Lubrication System ..................................................
14
Gambar 2.6 Oil Pan ........................................................................................
15
Gambar 2.7 Suction Bell dan Inlet Screen ......................................................
16
Gambar 2.8 Oil Pump .....................................................................................
16
Gambar 2.9 Oil Cooler ....................................................................................
17
Gambar 2.10 Oil Filter ....................................................................................
18
Gambar 2.11 Main Oil Gallery .......................................................................
19
Gambar 2.12 Piston Cooling Jet .....................................................................
19
Gambar 2.14 Crankcase Breather ...................................................................
20
Gambar 2.15 Abrasive Wear...............................................................................
27
Gambar 2.16 Kerusakan Abrasive ...................................................................
28
Gambar 2.17 Kerusakan Abrasive ...................................................................
28
Gambar 2.18 Adhesive Wear ...........................................................................
28
Gambar 2.19 Kerusakan Adhesive ...................................................................
29
Gambar 2.20 Piston .........................................................................................
29
Gambar 2.21 Erosion.......................................................................................
29
Gambar 2.22 Kerusakan Erosi .........................................................................
30
Gambar 2.23 Kerusakan Erosi .........................................................................
30
Gambar 2.24 Cavitation Erosion .....................................................................
30
Gambar 2.25 Kerusakan Cavitation Erosion...................................................
31
Gambar 2.26 Contact Stress Fatique...............................................................
31
Gambar 2.27 Corrosion ..................................................................................
32
Gambar 2.28 Fretting Corrosion.....................................................................
33
Gambar 3.1 Engine C7 Caterpillar ..................................................................
35
Gambar 3.2 Oil Pump ......................................................................................
36
Gambar 3.3 Komponen Oil Pump ...................................................................
37
Gambar 3.4 Komponen Oil Cooler .................................................................
38
xi
Gambar 3.5 Oil Filter Bypass Valve...............................................................
39
Gambar 3.6 Prosedur Pelepasan dan Pemasangan Oil filter base ..................
39
Gambar 3.7 Posisi Spring bypass valve ..........................................................
40
Gambar 3.6 Prosedur Pelepasan dan Pemasangan Oil filter base ..................
39
Gambar 4.1 Bolt pada idler gear ....................................................................
46
Gambar 4.2 Outlet manifold ...........................................................................
46
Gambar 4.3 Bolt pada body ............................................................................
47
Gambar 4.4 Outer rotor dan inner rotor ........................................................
47
Gambar 4.5 Drive gear dari shaft ...................................................................
47
Gambar 4.6 Pemeriksaan visual pada housing oil pump ................................
48
Gambar 4.7 Pemeriksaan visual oil pump housing ........................................
48
Gambar 4.8 Pemeriksaan visual outer rotor ..................................................
49
Gambar 4.9 Pemeriksaan visual inner rotor .................................................
50
Gambar 4.10 Pemeriksaan visual pada main shaft ...........................................
51
Gambar 4.11 Pemeriksaan visual Relieve valve body ......................................
51
Gambar 4.12 pengukuran length of the inner gear ...........................................
52
Gambar 4.13 Pengukuran length of the outer gear ..........................................
52
Gambar 4.14 Pengukuran Depth of the bore for the gear ................................
53
Gambar 4.15 Pengukuran clearance outer rotor to body .................................
53
Gambar 4.16 Pengukuran clearance inner to outer rotor ................................
53
Gambar 4.17 pengukuran end play outer rotor ...............................................
54
Gambar 4.18 pengukuran end play inner rotor ...............................................
54
Gambar 4.19 Free length spring .....................................................................
55
Gambar 4.20 Test force spring .........................................................................
55
Gambar 4.21 Outer rotor dan Inner rotor ........................................................
55
Gambar 4.22 Drive gear pada shaft .................................................................
56
Gambar 4.23 Body ke bracket ..........................................................................
56
Gambar 4.24 Outlet manifold ..........................................................................
56
Gambar 4.25 Idler gear ....................................................................................
57
Gambar 4.26 Aliran pelumas ke Turbocharger ...............................................
58
Gambar 4.27 Oil Filter .....................................................................................
58
Gambar 4.28 Bolt oil cooler .............................................................................
58
Gambar 4.29 Keluarkan oil cooler dari block engine.......................................
59
Gambar 4.30 Oil cooler dan Filter base .......................................................... xii
59
Gambar 4.31 Seal O-ring .................................................................................
59
Gambar 4.32 Visual inspection casting ............................................................
60
Gambar 4.33 Visual inspection tube mounting flange......................................
61
Gambar 4.34 Oil Cooler dan Oil Cooler tester Gp ..........................................
62
Gambar 4.35 Pengujian Oil Cooler .................................................................
63
Gambar 4.36 Seal O-ring .................................................................................
66
Gambar 4.37 Gasket ........................................................................................
66
Gambar 4.38 Oil cooler dan Filter base ..........................................................
66
Gambar 4.39 pemasangan Oil Cooler ..............................................................
67
Gambar 4.40 Prosedur pengencangan Oil cooler dan Bolt Oil filter base ......
67
Gambar 4.41 Oil filter ......................................................................................
68
Gambar 4.42 Aliran pelumas ke turbocharger.................................................
68
Gambar 4.43 Oil filter ......................................................................................
69
Gambar 4.44 Aliran pelumas ke turbocharger.................................................
69
Gambar 4.45 Bolt oil filter base .......................................................................
69
Gambar 4.46 Plug, plunger dan spring ............................................................
70
Gambar 4.47 Pemotongan oil filter ..................................................................
70
Gambar 4.48 Pengeringan element oil filter pada ragum .................................
70
Gambar 4.49 Pemeriksaan visual element oil filter ..........................................
71
Gambar 4.50 Plunger .......................................................................................
72
Gambar 4.51 Housing bypass valve .................................................................
72
Gambar 4.52 Scratch pada plunger ..................................................................
73
Gambar 4.53 Pengukuran spring pada bypass valve ........................................
74
Gambar 4.54 Plug plunger dan spring .............................................................
76
Gambar 4.55 Bolt Oil Filter base ....................................................................
76
Gambar 4.56 Aliran pelumas ke Turbocharger ...............................................
77
Gambar 4.57 Pemasangan Oil Filter ................................................................
77
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kontaminasi Pada Pelumasan ................................................................. 26 Tabel 3.1 Keterangan Komponen Oil Pump ........................................................... 37 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Inner dan Outer gear Oil Pump ................................. 52 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Depth of the bore ...................................................... 53 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Clearance ................................................................... 54 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran End play .................................................................... 54 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Spring reliev valve ....................................................... 55 Tabel 4.6 Hasil Pengujian kebocoran Oil Cooler .................................................... 63 Tabel 4.7 Rating categories particle ....................................................................... 71 Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Spring Bypass valve Oil filter ................................... 74
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penggunaan Alat Berat pada zaman sekarang sangat dibutuhkan, karena Alat
Berat tersebut diperlukan bagi setiap lembaga atau industri yang ada diseluruh dunia, Kalimantan Timur pada khususnya. Dimana di Bumi Etam ini, banyak sekali Sumber Daya Alam yang melimpah, seperti batubara, kelapa sawit, kayu, dan lain-lainnya. Maka industri Alat Berat pun saling meningkatkan performa Unit/Engine yang diproduksinya sesuai perkembangan teknologi saat ini. Perawatan dan pemeliharaan rutin pun dilakukan, yaitu dengan mengontrol cara kerja sistem-sistem di dalam suatu untuk menjaga performa Unit/Engine tetap prima. Salah satu sistem yang berperan penting dalam Engine System dan menjaga ketahanan komponen supaya tetap bisa digunakan sampai waktu yang telah di tentukan bahkan melebihi itu ialah Lubrication System/Sistem Pelumasan. Lubrication System pada Engine berfungsi untuk melumasi komponen, pendingin komponen yang bergerak dan bergesekan yang menghasilkan panas, pembersih kotoran yang dihasilkan dari gesekan komponen logam, dan pencegah karat komponen logam. Semua itu diperlukan karena Engine yang beroperasi membutuhkan pelumasan. Kegagalan Lubrication dapat berpengruh besar terhadap ketahanan komponen dan dapat merusak komponen-komponen Engine contohnya pada Oil Pump, Crankshaft, Piston dan komponen lain. Penulis mencoba untuk menganalisa lebih dalam mengenai ini. Dan akan Penulis tuangkan dalam judul Analisa Kerusakan Komponen Lubrication System Pada Engine C7 Caterpillar, sebagai Tugas Akhir Penulis.
1
2 1.2
Rumusan Masalah Pada permasalahan yang akan Penulis bahas dalam hal ini adalah hal apa saja
yang menyebabkan Kerusakan Komponen Lubrication System Pada Engine C7 Caterpillar. 1.3
Batasan Masalah Dalam membahas permasalahan di Lubrication System, maka pembahasan
dibatasi hanya pada : 1. Analisa terjadinya Kerusakan Komponen Lubrication System Pada Engine C7 Caterpillar 1.4
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan tugas akhir yang ingin dicapai oleh penulis adalah : 1. Untuk mengetahui Kerusakan apa saja yang bisa terjadi pada Komponen Lubrication System Engine C7 Caterpillar 2. Untuk mengetahui cara yang dilakukan untuk mengurangi Kerusakan Komponen Lubrication System Engine C7 Caterpillar?
1.5
Manfaat Penulisan 1. Dapat dijadikan referensi untuk mekanik yang mempelajari bidang Lubrication System. 2. Dapat dijadikan pembelajaran bagi mahasiswa dan pembaca. 3. Penulis lebih banyak mengetahui tentang Lubrication System.
1.6
Metode Pengumpulan Data Metode penulisan dalam laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Studi pustaka, yaitu proses pengumpulan data yang berasal buku-buku pendukung yang memuat berbagai informasi yang ada dan terkait dengan
3 proses pengerjaan tugas akhir ini. Dan juga Multimedia Information Manager (MIM), System Information Service (SIS), 2. Studi lapangan, yaitu proses pengamatan langsung pada benda kerja. 3. Interview, yaitu proses konsultasi dengan dosen-dosen pembimbing, beberapa senior di industri, dan juga rekan-rekan mahasiswa. 1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut : KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini penulis membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini berisikan tentang teori-teori yang mendukung dan berhubungan dengan judul tugas akhir yang diangkat oleh penulis yakni tentang sistem pelumasan, komponen Lubrication System, Contamination Control, dan macam-macam keausan BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi engine, spesifikasi oil pump, spesifikasi oil cooler, spesifikasi oil filter, Peralatan dan diagram alir pengerjaan tugas akhir BAB 4 PEMBAHASAN Pada bab ini berisikan tentang pembahasan dari judul tugas akhir yang diangkat oleh penulis, meliputi disassamble komponen, visual inspection, pengukuran pada komponen Lubrication System dan Assamble komponen beserta pembahasanya.
4 BAB 5 PENUTUP Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil analisa dan saran yang sifatnya membangun agar ke depannya hasil dari analisa tugas akhir ini dapat lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Berisikan semua pustaka (referensi) yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun tugas akhir. LAMPIRAN Berisikan lembar-lembar konsultasi pembimbing, dokumentasi dan literature yang di ambil dari service information system sebagai acuan dalam penyusunan tugas akhir ini.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Pelumasan Sistem pelumasan adalah suatu sistem yang berfungsi mensirkulasikan oli
keseluruhan Engine untuk melindungi gerakan komponen-komponen Engine dari keausan agar umur dan daya tahan komponen Engine sesuai dengan efisiensi pemakaiannya. Beberapa kerusakan yang terjadi pada komponen Engine disebabkan karena komponen tersebut tidak cukup pelumasan. Pada permukaan-permukaan yang bergesekan, cepat atau lambat akan timbul panas dan apabila panas yang timbul tidak dkurangi selama pemakaian, maka lama kelamaan permukaan itu akan memuai. kalau sudah terjadi pemuaian seperti ini, gerakan pada permukaan yang bergesekan akan mengalami kesulitan untuk bergerak atau berputar, tetapi karena gerakan itu di dukung oleh tenaga Engine, mau tak mau kedua permukaan yang sudah memuai tadi tetap bergerak dan berputar walupun gerakan tadi agak sulit dan berat. Hal ini dirasakan dengan jalan menggerakkan permukaan tersebut dengan menggunakan tangan, akan lebih jelas bila keduabidang yang bergesekan diberi pelumas. Kerusakan yang timbul akibat kurangnya pelumasan juga berakibat berkurangnya umur/masa pakai dari komponen, hal ini disebabkan oleh komponen yang saling bergesekan akan mengikis permukaan yang bergesekan tersebut satu sama lain, jika hal ini terjadi terus menerus akan berdampak pada ketahanan komponen. untuk itu diperlukan pelumas yakni oli.
5
6
2.1.1 Fungsi Oli Oli yang merupakan cairan pelumas pada Lubrication System, mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Melumasi Oli memiliki kemampuan melumasi dengan membentuk lapisan tipis oli (oil film) untuk melindungi permukaan komponen engine yang bergesekan satu sama lain. 2. Menyerap panas Oli harus memiliki kemampuan untuk menyerap panas yang disebabkan oleh gesekan dan proses pembakaran di dalam ruang bakar. 3. Membersihkan permukaan komponen Engine Oli Engine harus memiliki zat pembersih (Detergen) yang baik untuk membersihkan kotoran dari sisa-sisa pembakaran di dalam ruang bakar. 4. Penyekat (Seal) Lapisan tipis oli (Oil Film) mengahalangi kebocoran gas buang atau udara Crankcase. 5. Pencegah karat Oli harus dapat mencegah karat akibat zat asam yang timbul selama proses pembakaran dan kondensasi. 6. Peredam kejutan Kekentalan oli dapat menyerap kejutan dari permukaan yang
saling
bersentuhan seperti roda gigi dan bearing. 7. Melarutkan kotoran Oli harus memiliki kemampuan melarutkan kotoran supaya tidak terbentuk endapan.
7
8. Mencegah timbulnya busa Oli harus mengandung zat yang dapat mencegah timbulnya busa (foam) karena busa dapat menyebabkan ketidak setabilan lapisan oli (oil film) sehingga kualitas pelumasan menurun dan kebocoran yang berlebihan dari breather. 9. Pencegah oksidasi Oli harus memiliki ketahanan yang baik terhadap panas guna menjamin umur pemakaian oli. 2.2
Klasifikasi Oli Pelumas Kekentalan oli pelumas dinyatakan dengan angka (Viscositas Indeks). Semakin
tinggi angkanya maka semakin kental oli tersebut. Dalam pasaran yang paling populer dan perlu diketahui untuk mengetahui kualitas pelumas adalah : 2.2.1
Standar Asosiasi SAE (Society of Automative Engineers) mengklasifikasikan minyak pelumas
menurut tingkat kekentalannya (viksositas) pada temperatur 400 C, 1000C dan beberapa temperatur rendah (dibawah 00C). Minyak pelumas dengan SAE 20W-50 berarti minyak pelumas tersebut mudah mengalir dan tertuang seperti pelumas encer dengan tingkat kekentalan SAE 50 pada temperature operasi mesin yang relatif tinggi. API (American Petrolium Instute) membuat klasifikasi untuk menunjukkan kinerja minyak pelumas berdasarkan atas penggunaan dan beban. Motor bensin di beri kode “S” (singkatan dari Service atau Spark). Huruf awal tersebut di ikuti dengan huruf alphabet yang di mulai berurutan dengan huruf A untuk spesifikasi minyak pelumas awal (SA). Tingkat kinerja minyak pelumas mesin bensin terakhir saat ini adalah SL. API (American Petroleum Instute), ASTM (American Society for Testingan Materials) dan SAE (Society of Automative Engineers) membentuk sistem klasifikasi
8
pelumas API sebagai usaha bersama. Sistem klasifikasi itu merupakan metode mengklasifikasikan minyak pelumas menurut sifat-sifat kinerjanya serta berkaitan dengan jenis tugas yang di maksud. Klasifikasi “S” service station/mesin pengapian busi a. SA spesifikasi kuno (tidak digunakan lagi). b. SB digunakan untuk motor bensin dengan tugas ringan (jarang digunakan). c. SC digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1964-1967. d. SD digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1968-1790. e. SE digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1971 ke atas. f. SF digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1980 ke atas. g. SG digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1989 ke atas. h. SH digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1993 ke atas. i. SJ digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 1997 ke atas. j. SL digunakan untuk mesin kendaraan buatan antara tahun 2001 ke atas. Minyak pelumas untuk motor diesel diberikan kode “C” (commercial atau compression) dengan di ikuti secara alphabetis. a. CA digunakan untuk motor diesel dengan tugas ringan (tidak digunakan lagi). b. CB digunakan untuk motor diesel dengan tugas ringan (tidak digunakan lagi). c. CC digunakan untuk motor diesel dengan tugas sedang sampai berat. d. CD digunakan untuk motor diesel dengan tugas berat yang dilengkapi dengan “supercharger” atau “turbocharger. e. CD-II digunakan untuk motor diesel dua langkah f. CE digunakan untuk motor diesel dengan tugas berat dengan “turbo/super charger” (tidak digunakan lagi).
9
g. CF digunakan untuk motor diesel buatan tahun 1994 ke atas. h. CF-2 digunakan untuk motor diesel dua langkah. i. CF-4 digunakan untuk motor diesel empat langkah dengan tugas berat buatan tahun 1990 dan beroperasi dengan kecepatan tinggi. j. CG-4 digunakan untuk motor diesel empat langkah dengan tugas berat buatan tahun 1994 dan beroperasi dengan kecepatan tinggi serta beban berat. k.
CG-4 digunakan untuk motor diesel empat langkah dengan tugas berat buatan tahun 1994 dan beroperasi dengan kecepatan tinggi serta beban berat.
l.
CH-4 digunakan untuk motor diesel kecepatan tinggi buatan tahun 1998 ke atas.
m. CI-4 digunakan untuk motor diesel empat tugas berat yang memenuhi standar emisi gas buang. Selain itu ada juga jenis minyak pelumas seperti API CC-SE, maksudnya adalah minyak pelumas tersebut dapat digunakan pada motor diesel (CC), maupun motor bensin (SE). 2.2.2 Peringkat Pelumas (Grade) Beberapa model Engine memerlukan jenis oli yang berbeda, gunakanlah jenis oli yang sesuai dengan spesifikasi Engine tersebut dengan memperhatikan literatur yang sesuai. Minyak pelumas dibedakan menurut peringkatnya menjadi : 1.
Pelumas Peringkat Tunggal (Single Grade) Minyak pelumas ini mempunyai karakteristik viskositas tunggal seperti minyak
pelumas dengan SAE 10, SAE 20 SAE 30 SAE 40 SAE 50 dan sebagainya. Minyak pelumas ini digunakan untuk peralatan Engine yang rentang temperature lingkungan operasinya relatif pendek.
10
2.
Pelumas Peringkat Ganda (Multi Grade) Minyak pelumas ini mempunyai karakteristik viskositas ganda seperti minyak
peumas dengan SAE 10W-30, SAE 15W-40, dan sebagainya. Minyak pelumas ini digunakan untuk Engine dengan rentang suhu operasi lingkungan relatif panjang.
Gambar 2.1 Grafik Multigrade Oil Saat yang paling kritikal pada sistem pelumasan adalah ketika Engine di StartUp dalam kondisi dingin dan komponen Engine akan berakselerasi dengan sangat cepat. Apabila oli yang digunakan hanya memiliki sifat yang alamiah yaitu memiliki Viscosity yang tinggi pada kondisi dingin, akan mempercepat kerusakan Engine karena oli akan sulit untuk mengalir ke tempat yang akan dilumasi dan terjadi kekurangan pelumasan pada komponen tersebut. Apabila dipergunakan oli yang Viscosity-nya rendah maka ketika Engine mencapai temperture operasi, Viscosity oli akan semakin rendah dan efek pelummasan yang terjadi semakin berkurang. Untuk menghadapi kendala yang dihadapi di atas tentunya di perlukan oli yang tidak terlalu kental saat Start-Up dikondisi dingin dan tidak terlalu encer jika mencapai temperatur operasi. Oli yang memiliki karakteristik seperti ini disebut dengan Multi Grade Oil seperti SAE 15W-40. Oli jenis ini akan mengalir dengan baik saat Start-Up dalam kondisi dingin dengan Viscosity 15W dan dapat mencapai kekentalanyang baik
11
pada temperature operasi dengan Visvosity SAE 40 yaitu temperatur di atas 1000C. Additive sangat di perlukan sebagai zat pencampur pada Base Stock Oil (oli dasar), perbandingan pencampurannya adalah 80% Base Stock dan 20% Additives. Walupun Base Stock Oil (oli dasar) yang di pergunakan sudah bagus kualitasnya, Additive berfungsi menyediakan unsur-unsur yang tidak terdapat pada Base Stock untuk meningkatkan kemampuan oli sehingga dapat memenuhi keseluruh fungsinya. Beberapa Additive yang umum yaitu: 1.
Oxidation Inhibitor Komposisi oli dapat rusak pada saat terkena panas di dalam Engine, proses ini
disebut juga oksidasi. Oxidation inhibitor berfungsi menurunkan tingkat oksidasi yang terjadi di dalam engine dan memperpanjang usia pakai oli. 2.
Film Stenghth Agent Additive jenis ini memperkuat oli pada situasi terbentuknya lapisan Oil Film
yang terlalu tipis sehingga dapat mencegah timbulnya kontak antara metal ke metal. 3.
Extreme Pressure/anti Wear Agent Additive jenis ini membentuk lapisan spesial pada permukaan metal sehingga
jika oil film terlalu tipis atau rusak, lapisan spesial ini melindungi permukaan dari kondisi kontak metal dengan metal. 4.
Rust/Corrotion Inhibitor Additive membentuk lapisan khusus pada permukaan metal untuk mencegah
penyerapan uap air yang dapat mengakibatkan karat dan korosi. 5.
Adhesive Agent Additive ini meningkatkan kemampuan oli untuk menempel pada permukaan
metal.
12
6.
Defoamant Additive ini meningkatkan kekuatan oli sehingga sulit terbentuknya busa
(Foam). 7.
Viscosity Index Improver Additive
ini menurunkan tingkat pengeceran oli akibat panas sehingga
cenderung bersifat lebih stabil terhadap perubahan termperatur. 8.
Disperssant/Detergent Additive ini ditambahkan pada oli engine untuk menjaga engine supaya tetap
bersih. Disperssant mencegah jelaga (Soot) mengendap dan membentuk deposit di dalam engine. Detergent mencegah jelaga (Soot) dan karbon menempel di permukaan metal. Detergent juga merupakan unsur Alkaline yang mencegah korosi akibat asam akibat pembakaran bahan bakar. 9.
Emulsifier Additive ini menjaga supaya air dapat tercampur dengan oli. Hal ini dibutuhkan
ketika sering terjadi kebocoran air pendingin yang tidak diketahui. Apabila air tidak dapat bercampur denganoli maka dapat mengakibatkan kerusakan dalamwaktu singkat jika air tersebut dipompakan ke komponen Engine. 10. Pour Point Dispersant Additive ini mencegah oli menjadi beku pada temperature yang dingin. Additive oli yang sangat umum
dijumpai adalah Total Base Number atau TBN. TBN
dihasilkan dengan menambah unsur alkalin kedalam aoli dasar. Lebih banyak alkalin yang terdapat di dalam oli, maka lebih tinggi TBN dan lebih besar kemampuannya untuk menetralisir asam yang sangat korosif dari proses pembakaran bahan bakar.
13
2.3
Kode Pengenal Pada Label Oli Tingkat kekentalan oli menjadi prioritas terpenting dalam memilih oli. Kode
pengenal oli adalah huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers. Kode pengenal yang lain adalah API yang merupakan singkatan dari American Petroleum Instutute. 1.
Kode pengenal angka 15-40 Angka yang tertera di gambar, menunjukkaan tingkat kekentalan oli tersebut.
SAE 40 atau SAE 15W-40, semakin besar angka yang mengikuti kode oli tersebut menandakan semakin kentalnya oli tersebut.
Gambar 2.2 Kode pengenal 15-40 2.
Kode pengenal huruf W Huruf w yang terdapat di belakang angka awal, merupakan singkatan dari
Winter SAE 15W-40, berarti oli tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 15 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 40 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara ini dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja pada kisaran angka kekentalan 30-40 menurut standar SAE.
14
Gambar 2.3 Kode Pengenal Huruf W 3.
Gambar 2.4 Kode Pengenal CF-4,CE
Kode pengenal CF-4,CE Huruf CF-4,CE, huruf C merupakan pengertian dari Compression. Merupakan
kode pemakaian oli pada mesin dengan berbahan bakar diesel. Tipe-tipe oli bisa dikenali melalui huruf alphabet seperti CF-4, atau CE. 2.4
Komponen - Komponen Lubrication System
Gambar 2.5 Komponen Lubrication System
15
Lubrication System terdiri dari: 1. Oil Pan dan Suction Bell 2. Oil Pump 3. Oil pump bypass valve 4. Oil Cooler Bypass Valve 5. Engine Oil Cooler 6. Oil Filter Bypass Valve 7. Engine Oil Filter 8. Main Oil Gallery 9. Piston Cooling Jet 1.
Oil Pan Oil Pan berfungsi sebagai temapat oli atau penampung oli. Oil Pan juga
mempunyai fungsi membuang panas dari oli ke atmosfer. Oil Pan terpasang pada bagian bawah dari Block Engine.
Gambar 2.6 Oil Pan 2.
Suction Bell dan Inlet Screen Dari Oil Pan, oli masuk melewati saringan masuk yaitu Suction Bell. Saringan
masuk mencegah masuknya kotoran kasar ke dalam sistem lubrikasi. Dari Suction Bell selanjutnya oli menuju ke Oil Pump.
16
Gambar 2.7 Suction Bell/Inlet Screen 3.
Oil Pump Oil Pump membuat terjadinya aliran oli yang mengalir (bersirkulasi) ke seluruh
bagian Engine. Oil Pump terletak dekat Oil Pan digerakan oleh Crankshaft melalui Gear pada Oil Pump. Pressure Relief Valve biasanya terletak dengan Oil Pump. Relief Valve berfungsi melindungi sistem lubrikasi dari tekanan tinggi. Dari Oil Pump, oli mengalir melalui Oil Cooler.
Gambar 2.8 Oil Pump Pressure Relief Valve biasanya terpasang dekat Oil Pump. Pressure Relief Valveini umumnya merupakan Valv eyang digerakkan (ditahan) Spring yang akan membuka apabila tekanan sistem melebihi gaya tekan Spring pada Valve. Selama tekanan oli masih tinggi, maka Valve akan tetap dalam keadaan terbuka.
17
Cara kerja Pressure Relief Valve, apabila Pressure Relief Valve membuka, maka sebagian oli kembali ke Oil Pan. Apabila tekanan oli turun sampai dibawah gaya tekan Spring untuk membuka, maka Valve akan menutup. 4.
Oil Cooler Oil Cooler berfungsi menyerap panas dari oli. Oli mengisi rumah Oil Cooler.
Didalam rumah Oil Cooler terdapat beberapa pipa yang dialiri oleh air pendingin Engine. Panas berpindah dari oli ke air pendingin Engine. Oil Cooler juga memiliki Bypass Valve.
Gambar 2.9 Oil Cooler Oil Cooler Bypass Valve adalah Valve pengarah yang akan membuka apabila perbedaan tekanan antara oli yang akan masuk ke Oil Cooler lebih besar dari gaya tekan Spring untuk membuka Valve. Cara kerja Bypass Valve, apabila Bypass Valve terbuka, maka oli dialirkan diluar Oil Cooler. Hal ini untuk meyakinkan bahwa sebagian oli akan mencapai Engine. Yang penting apabila terjadi masalah pada Oil Cooler. Apabila oli dalam keadaan dingin, maka oli tidak akan mengalir dengan baik karena masih cukup kental. Hal ini akan menyebabkan Valve membuka. Oil Cooler Bypass Valve biasanya terpasang di dalam Oil Cooler.
18
5.
Oil Filter with Bypass Valve Oli mengalir dari Oil Cooler ke Oil Filter. Sistem lubrikasi ada yang
menggunakan satu atau lebih Oil Filter, tergantung bagaimana rancangannya. Filter menyaring kotoran dan partikel logam yang berukuran kecil dari oli. Filter memiliki Bypass Valve sebagaimana keperluannya. Sistem dengan Filter Bypass: Sistem dengan Filter Bypass memakai 2 Filter. 90% dari oli mengalir melalui Filter biasa dan 10% lagi mengalir melalui Filter Bypass. Biasanya Filter Bypass mempunyai penyaring yang rapat untuk menyaring kotoran yang sangat halus. Sistem Filter Bypass juga mempunyai Bypass Valve. Oil Filter Bypass Valve adalah Valve pengarah aliran oli yang akan membuka apabila perbedaan tekanan antara oli yang akan masuk ke Filter lebih besar dari gaya tekan Spring pada Valve untuk membuka. Apabila oli masih dalam keadaan kental karena masih dingin seperti ketika Engine baru. Dihidupkan atau pada waktu Filter dalam keadaan buntu, maka FilterBypass Valve membuka. Oli dialihkan dari Oil Filter agar sebagian oli selalu dapat mencapai Bearing dan komponen Engine lainnya.
Gambar 2.10 Oil Filter with Bypass Valve Oil Filter pada sistem lubrikasi memerlukan perawatan yang sangat penting. Saringan ini akan menjadi kotor apabila tidak dirawat secara benar dan dapat menyebabkan masalah pada sistem lubrikasi.
19
6.
Main Oil Gallery Oli yang bersih setelah disaring lalu masuk kesaluran utama Main Oil Gallery
pada Cylinder Block. Saluran oli ini merupakan saluran oli yang utama yang melalui Engine Block. Dari saluran oli, oli mengalir ke semua bagian yang bergerak pada Engine. Pada Engine yang menggunakan Turbocharger, maka oli mengalir melalui Filter ke Turbocharger melalui saluran masuk. Saluran keluar mengembalikan oli ke Oil Pan.
Gambar 2.11 Main Oil Gallery 7.
Piston Cooling Jet Piston Cooling Jet, menyemprotkan oli kebagian bawah dari tiap Piston dan akan
membantu pelumasan pada dinding Silinder.
Gambar 2.12 Piston Cooling Jet
20
8.
Crankcase Breather Crankcase Breather mengeluarkan gas hasil dari pembakaran bahan bakar yang
bocor melalui Ring Piston. Hal ini akan menjaga agar di dalam Crankcase Breather selalu bertekanan tetap. Crankcase Breather ini biasanya selalu terletak pada bagian atas Engine. Crankcase Breatherini menyeimbangkan tekanan di dalam Crankcase Engine dengan tekanan diluar Engine sehingga memungkinkan oli dengan mudah kembali ke Oil Pan.
Gambar 2.13 Crankcase Breather 2.5
System aliran oli di dalam Engine C7 Caterpillar
Gambar 2.14 Skematik sistem pelumasan
21
(1) Saluran oli ( ke depan Idler Gear ), (2) saluran oli ( ke Turbocharger dan Fuel Transfer Pump ), (3) shaft Rocker Arm, (4) Oil Pressure Connection, (5) OilManifold, (6) Piston Cooling Jets, (7) Camshaft BearingBore, (8) Balancer ShaftBearing Bore, (9) Oil Cooler Bypass Valve, (10) OilFilter Bypass Valve, (11) Oil Filter, (12) Turbocharger, (13) Oil Pump, (14) Oil Pan, (15) Oil Cooler. Oil Pump (13) menghisap oli dari Oil Pan (14) dan kemudian mendorong oli menuju Oil Cooler (15). Dari Oil Cooler oli pergi menuju Oil Filter (11) dan kemudian oli menuju Oil Manifold (5).Dari Oil Manifold, oli kemudian pergi ke semua main Bearings, Piston Cooling Jets (6) Chamshaft dan Balancer Shaft Bearings.Saluran oli di Crankshaft mengirim oli yang terhubung dengan Rod Bearings. Oli dari depan Main Bearings pergi melalui saluran oli (1) ke Bearings untuk ke Fuel Transfer Pump IdlerGear. 2.6
Pengertian Contamination Control Contamination Control (CC) terdiri dari dua kosa kata bahasa inggris, yaitu
Contamination dan Control. Contamination sendiri diartikan sebagai segala sesuatu yang bersifat kontaminan, atau dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada tidak pada sistemnya yang dapat mengganggu kerja daripada sistem yang dimasukinya, sedangkan Control diartikan sebagai suatu tindakan mengatur, baik itu berupa tindakan langsung maupun tidak langsung. Jadi Contamination Control dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan mengurangi dan mengontrol segala sesuatu yang bersifat kontaminan dalam suatu sistem apapun agar suatu sistem dapat bekerja sebagaimana mestinya.
22
2.6.1 Tujuan dan Keuntungan Contamination Control Pada dasarnya tujuan dari Contamination Control adalah mengurangi segala sesuatu yang bersifat kontaminan yang mungkin masuk ke dalam suatu sistem apapun agar sistem-sistem tersebut dapat bekerja dengan baik sebagaimana mestinya. Dalam dunia industri semua section dari pekerjaan yang akan dilakukan menuntut Contamination Control yang baik. Karena bekerja dengan berdasar pada Contamination Control akan membuat suatu pekerjaan terlaksana dengan baik, aman, dan nyaman. Selain itu Contamination Control juga akan mendatangkan beberapa keuntungan yang pada umumnya berupa keuntungan materi dan keuntungan waktu kerja. Dalam suatu pekerjaan tentunya di harapkan segala sesuatunya menjadi sefisien mungkin, oleh karena itu Contamination Control menjadi salah satu metode untuk efisiensi dalam pekerjaan. Misalnya saja dalam pengerjaan sistem Hidrolik pada Excavator, jika dilakukan dengan berdasar dengan memperhatikan rambu-rambu Contamination Control tentunya sistem Hidrolik tersebut akan terbebas dari kontaminan yang berarti sistem dapat bekerja dengan baik hanya dengan sekali pengerjaan (tidak berulang), sedangkan jika dilakukan dengan tidak berdasar pada Contamination Control tentunya bisa saja suatu kontaminan (berupa pasir, udara, dll) masuk kedalam sistem Hidrolik dan menggangu kerja dari pada sistem tersebut dan pada akhirnya harus dilakukan pengerjaan ulang agar kerja dari pada sistem Hidrolik tadi dapat bekerja dengan semestinya kembali, tentunya hal ini membutuhkan materi dan waktu yang lebih banyak jika dilakukan dengan berdasar Contamination Control tadi. Selain itu Contamination Control juga akan berdampak pada alam sekitar dan juga lingkungan kerja kita. Contamination Control juga mengatur bagaimana seharusnya memperlakukan limbah-limbah hasil dari suatu pekerjaan dan bagaimana lingkungan kerja yang baik, misalnya saja cara menangani oli bekas agar tidak mencemari lingkungan dan
23
juga bagaimana cara menata tempat/lingkungan kerja dengan baik yang pada akhirnya akan berpengaruh dengan kesehatan lingkungan hidup, kesehatan pekerja dan kenyamanan pekerja itu sendiri Jadi, sudah sangat jelas sekali bahwa pelaksanaan Contamination Control sangat bermanfaat, karena itu sangatlah penting kita semua khususnya para pekerja melakukannya dengan baik agar mendapatkan semua keuntungankeuntungan dari pelaksanaaan Contamination Control tersebut. 2.6.2 Penyebab Kontaminasi Pada Lubrikasi Sebelumnya sudah kita bahas apakah yang dimaksud dengan kontaminasi, semua benda yang bukan bagian dari sistem tapi memepengaruhi kerja sistem. Pada bagian ini akan saya tampilkan secra umum macam dari kontaminasi. Sumber-sumber kontaminasi yang perlu kita ketahui, antara lain: Kontaminasi memang sudah ada sejak awal pembuatan, bisa diakibatkan pada proses assembly atau distribusinya. Cairan (lubricant and fuel), tidak bisa menjamin 100% bahwa semua jenis cairan yang masuk kedalam engine bersih dari segala kotoran atau kontaminasi. Kontaminasi yang diakibatkan partikel yang masuk kedalam engine, perawatan engine yang buruk akan membuat kontaminan akan masuk, selain itu akan memebuka penutup atau segala sesuatu yang dapat membuat kontaminan masuk tanpa alasan yang jelas akan mengakibatkan kontaminan akan masuk juga. Dihasilkan secara internal, gesekan antara dua logam (part) dalam engine akan mengakibatkan terbentuknya serpihan-serpihan logam yang dapat menjadi kontaminan yang berbahaya. Terdapat dua tipe kontamiansi yang mungkin terjadi : 1. Kotoran yang terlihat secara kasat mata (lebih besar dari 40 mikron) -
Serpihan las
24
-
Sort blast
-
Serpihan cat
-
Serpihan mesin bubut
2. Kotoran yang tidak terlihat kasat mata (lebih kecil dari 40 mikron) -
Keausan logam
-
Silika
-
Serbuk batuan
-
Debu
Jadi sekecil apapun kontaminan yang masuk kedalam sistem akan sangat berbahaya. Coba kita bayangkan apabila sebuah logam kecil dalam sebuah ruangan menurut kita mungkin tidak bebahaya, tetapi apabila logam ini mendapatkan kecepatan tinggi akan menjadi sebuah peluru yang sangat berbahaya, jika mengenai logam secara terus-menerus pada suatu titik akan menimbulkan titik retakan yang dikemudian titik tersebut akan menjadi sumber patahan (ilmu metalurgi, mungkin akan saya terangkan sedikit dithreat yang lain). Kontaminasi dapat bersumber dari mana saja contohnya dari tempat perbaikan unit, saat proses pembuatan komponen, dari fluida baru yang disimpan, saat unit beroperasi dan dari dalam sistem itu sendiri. Hal ini menyebabkan: 1.
Umur komponen dan fluida menjadi pendek
2.
Performa alat dan produktivitasnya menurun
3.
Warranty dan redo job meningkat
4.
Terjadinya problem yang berulang-ulang
5.
Downtime unit lama dan biaya operasi tinggi. Kepercayaan customer (pelanggan) menurun dan hilangnya prospek penjualan.
25
Cara pencagahan kiontaminasi agar tidak memasuki engine -
Menjaga linkungan penyimpanan alat
-
Hati-hati dalam penyimpanan liquid (fuel atau lubricant)
-
Menggunakan filter yang sesuai, apabila tidak sesuai standart maka proses filtering akan bekerja tidak sempurna
Jangan terlalu sering membuka lubang penhubung antara lingkungan dengan bagian dalam engine, melakukan kidney loop (bisa digunakan alat berat), sistim penyaringan kembali lubricant menggunakan sebuah alat yang berfungsi sebagai filterisasi dan dianjurkan menggunakan oli sejenis ketika melakukan pergantiasn oli, karena beda jenis/merk oli akan mengakibatkan kerja oli tidak maksimum. Untuk fuel, selalu beli bahan bakar ditempat pengisian bahan bakar, karena dari segi kebersihan lebih bersih, walaupun tidak dipastikan 100% bebas kontaminasi. 2.7
Perubahan Pelumas Dalam Penggunaan Ada dua bentuk perubahan besar yang dialami oleh pelumas dalam masa
penggunaannya yaitu : 1.
Perubahan dari dalam ( perubahan kimia ) Disebabkan terutama oleh oksidasi yang tergantung dari beberapa faktor seperti
suhu, kontak dengan udara, katalisator, jenis minyak, bahan additif yang digunakan dalam pelumas, waktu pemakaian dan lain lain. Akibat dari oksidasi ini maka pelumas jadi mengental, warnanya akan menjadi lebih tua dan cenderung membentuk endapan serta bersifat lebih korosif terhadap berbagai jenis logam. 2.
Faktor dari luar Terutama oleh adanya kontaminasi atau pencemaran yang disebabkan oleh berbagai
jenis bahan atau zat. Tabel berikut menggambarkan mengenai kontaminasi khusus pada pelumas.
26
Tabel 2.1 Kontaminasi pada pelumasan
Kontaminasi
Sumber
Akibat terhadap Pelumas
Sisa Pembakaran
- Bahan bakar
Warna menua, mengental, endapan
- Pelumas
menghitam.
- Bahan bakar
Cenderung membentuk endapan
- Udara masuk
Cenderung terjadi endapan
- Bahan bakar
Mengikis
- Lubang nafas
Berbusa
- Keausan
Katalisator sebagi penurunan fungsi
- Sisa pabrikasi
pelumas
Karat
- Korosi
Cenderung mengendap dan mengikis
Bahan bakar
- Kebocoran
Pelumas mengencer
- Injeksi kurang
Cenderung mengendap
- Sisa pembakaran
Korosi, Cenderung mengendap
Karbon
Debu
Partikel logam
Asam
2.8
Macam-macam Keausan Sering ditemukan keausan abnormal pada komponen-komponen engine terjadi
karena lingkungan yang kurang bersahabat. Pada sistem dimana cairan seperti cooling system, hydraulic system, lubrication system, air intake and exhaust system, dan fuel system akan berinteraksi dengan permukaan logam. Selain itu contaminant juga sangat berpengaruh besar dalam proses terjadinya keausan pada komponen engine. Faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya keausan adalah : 1. Material / bahan yang digunakan dari komponen. 2. Temperature dari pada komponen saat bekerja atau digunakan. 3. Pressure yang melewati komponen atau bersinggungan dengan komponen.
27
4. Kualitas dan kuantitas dari pelumasan. 5. Beban, posisi, dimana komponen itu ditempatkan. 6. Adanya contaminant dalam system. Macam-macam tipe keausan yang terjadi pada komponen Engine : 1.
Abrasive Wear Abrasive Wear adalah kerusakan yang terjadi pada sebagian besar dari komponen
Engine. Abrasive Wear terjadi karena adanya partikel keras dalam system lebih besar ukurannya dari lapisan Oil Film sehingga mengakibatkan partikel akan terjepit antara dua
permukaan yang terus bergerak. Pada permukaan yang lemah partikel akan
menghasilkan goresan-goresan dan puing-puing yang akan menyebakan kerusakan secara berkelanjutan pada komponen yang lainnya.
Gambar 2.15 Abrasive Wear Karena puing-puing akan ikut bersirkulasi oleh oli.Sementara jika partikel bergesekan dengan permukaan yang keras partikel tidak mudah goresan- goresan tetapi akan menghasilkan panas. Panas akan menyebabkan hilangnya fungsi dari oli karena panas dapat mempengaruhi kekentalan dari oli. Beberapa jenis partikel yang dapat menyebabkan terjadinya abrasive adalah: pasir, baja, alumunium, cat, debu dan benda asing lainnya. Masuknya partikel abrasive dapat terjadi saat pembuatan, penyimpanan dan pada saat pengoperasian.
28
Dan proses terjadinya abrasive banyak terjadi pada permukaan bearing. Contoh kerusakan Abrasive Wear adalah Bearing Crankshaft yang bersinggungan dengan Crankshaft.Dan pada Thrust Bearing yang terdapat pada Turbochager.
Gambar 2.16 kerusakan abrasive 2.
Gambar 2.17 kerusakan abrasive
Adhesive Wear
Gambar 2.18 Adhesive Wear Adhesive Wear adalah proses terjadinya keausan yang baru ditemukan. Didalam Adhesive Wear terdapat dua permukaan yang saling begerak dan bertemu tanpa adanya pelumasan dan pendinginan. Gerakan dan sentuhan akan menyebabkan panas dan gesekan.Panas akan mengangkat suhu permukaan ketitik lebur. Tanda-tanda Adhesive Wear terjadinya noda atau penghalusan yang dapat menyebakan kelemahan pada permukaan. Pada saat terjadi gesekan telah terjadi peleburan pada permukaan. Namun karena adanya panas konduksi maka suhu akan turun membatasi titik lebur pada
29
permukaan. Jika telah terjadi Adhesive Wear maka kerusakan lanjutan yang akan terjadi adalah komponen akan mencapai titik lebur, hilangnya kekuatan bahan dari komponen.
Gambar 2.19 Kerusakan adhesive 3.
Gambar 2.20 Kerusakan adhesive
Erosion
Gambar 2.21 Erosion Wear Erosi terjadi ketika partikel kecil yang keras yang terdapat di dalam fluida mengalir menghantam komponen yang dilaluinya dengan kecepatan tinggi dan menimbulkan impact (benturan) dan kerusakan yang abrasive. Kerusakan pada permukaan sering mendapat benturan dari partikel yang melewatinya.Keausan erosi terjadi pada setiap system pada Engine. Sehingga pada Engine terpasang beberapa filter interval untuk membatasi contaminant yang diijinkan masuk dalam system. Contoh erosi yang terjadi pada Pin Piston dan Bearing Journal pada Turbocharger.
30
Gambar 2.22 Kerusakan Erosi 4.
Gambar 2.23 Kerusakan Erosi
Cavitation Erosion
Gambar 2.24 Cavitation Erosion Cavitation Erosion terjadi ketika gelembung uap bersentuhan dengan permukaan lalu pecah dan menghasilkan kerusakan pada permukaan. Jika didalam
cairan
mengandung udara, saat terjadi panas udara akan menguap dan membentuk gelembung - gelembung udara. Jika gelembung mengalir pada daerah yang memiliki tekanan tinggi maka gelembung - gelembung udara tersebut akan meledak. Ledakan tersebut menimbulkan pecahan - pecahan dengan kecepatan supersonic membentur pada permukaan component. Kadang - kadang ditemukan keretakan yang dikarenakan partikel kecil yang hancur dan meninggalkan bekas lubang -lubang. Contohnya yang terjadi pada gambar dibawah ini :
31
Gambar 2.25 Kerusakan Cavitation Erosion Gelembung udara dapat timbul dari beberapa kondisi: 1.
Saat cairan mencapai titik didihnya.
2.
Saat cairan bergerak bergerak pada rongga.
3.
Ketika component bergerak didalam cairan menciptakan daerah bertekanan rendah (seperti pada getaran liner).
5.
4.
Pada saat system tekanan statis rendah ( seperti pada radiator cap rusak).
5.
Pada saat terjadi hambatan pada inlet pompa.
6.
Terjadi kebocoran pada saluran inlet.
7.
Sedikitnya Fluid level. Contact Stress Fatique
Gambar 2.26 Contact Stress Fatique
32
Contact stress fatigue terjadi ketika dua permukaan saling bergesekan atau saling menekan terhadap bagian yang lain, menghasilkan tekanan yang tinggi, pergerakan permukaan, dan retak fatique di salah satu atau kedua permukaan. Tekanan tinggi dapat terjadi jika: 1. Beban terlalu besar. 2. Keausan permukaan karena misaligment (pemasangan yang tidak benar) tekanan normal yang terkonsentrasi. 3. Kualitas atau kuantitas pelumas yang tidak tepat menyebabkan tidak cukup pelumasan. 4. Gerakan kedua permukaan yang saling bergerak jika terjadi tegangan yang terlalu tinggi atau terjadi kelemahan pada permukaan itu sendiri sehingga tidak dapat menerima tegangan normal. Maka akan menyebabkan juga kerusakan permukaan dan patahan. Pergerakan permukaan dapat terjadi jika tekanan yang diberikan terlalu besar, atau jika part itu sendiri yang terlalu lemah dan tidak tahan tehadap tekanan normal. Pergerakan permukaan yang terjadi terus menerus dapat rnernicu terjadinya crack, pitting dan rnengelupas pada permukaan yang disebut contact stress fatique. 6.
Corrosion
Corrosion adalah perubahan kimia pada permukaan metal.
Gambar 2.27 Corrosion
33
Corrosion adalah perubahan kimia dan yang menghasilkan kerusakan pada permukaan logam.Senyawa bijih logam akan teroksidasi selama proses produksi. Bijih logam akan menghasilkan senyawa bijih logam yang kurang stabil. Senyawa logam memiliki kecenderungan kembali teroksidasi lebih stabil. Proses perubahan kembali kekondisi lebih stabil itu disebut Corrosion. Semua
karatan
di
alam
merupakan
proses
electrochemical.
Aktivitas
electrochemical terjadi apabila ada katoda (area metal yang kurang aktif) dan anoda (area metal yang lebih aktif yang dikelilingi elektrolit. Anoda, katoda dan elektrolit juga merupakan komponen dasar baterai. 7.
Fretting Corrosion
Gambar 2.28 Fretting Corrosion Fretting Corrosion terjadi ketika yang harus dikencangkan dengan keras diijinkan bergerak satu dengan yang lainya. Yang akan menimbulkan panas dan keretakan - keretakan. Keretakan - keretakan tersebut akan menimbulkan corrosi dan bentuk coklat kemerahan pada permukaan. Kadang - kadang oksidasi akan menghasilkan kotoran pada permukaan dengan pola yang tidak teratur. Kotoran akan terbentuk dan terus berkembang dan akan menghasilkan lubang pada daerah yang terjadi tegangan.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Metode penelitian ini mencakup penjelasan dari spesifikasi engine, oil pump, oil
cooler, oil filter bypass valve,
alat dan bahan yang digunakan dan juga proses
penelitian serta diagram alir pengerjaan tugas akhir Spesifikasi engine menjelaskan spesifikasi dari model engine C7 sebagai dasar untuk melakukan analisa kerusakan komponen lubrication system. Dalam bahan dan alat perencanaan selain membahas alat dan bahan yang di gunakan. 3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Workshop Teknik Alat Berat Politeknik Negeri
Samarinda. Engine yang digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah Engine C7 Caterpillar. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2017. 3.3
Spesifikasi Engine Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan engine C7 Caterpillar. Engine ini
merupakan engine electronic yang digunakan pada unit motor grader. Penulis mengambil menggunakan Engine C7 sebagai model dalam sistem pelumasannya, spesifikasi dari engine C7 Caterpillar adalah sebagai berikut:
34
35
Gambar 3.1 Engine C7 Caterpillar Data Engine C7 Caterpillar : 1.
Model Engine(Unit)
: C7 (Motor Grader) Caterpillar
2.
Engine serial number
: KHX35184
3.
Tipe Cylinder Block
: In-line
4.
Tipe Ruang Bakar
: Direct Injection
5.
Sistem Bahan Bakar
: HEUI ( Hydraulic electronic unit injector)
6.
Jumlah silinder
: 6 Silinder
7.
Firing Order
: 1- 5 - 3 – 6 – 2 - 4
8.
High idle
: 2150 Rpm
9.
Low idle
: 800 Rpm
10. Bahan bakar
: Solar
36 3.4
Spesifikasi Oil Pump
Gambar. 3.2 Oil pump Berikut adalah spesifikasi oil pump pada engine C7 Caterpillar : Type Oil Pump
: Internal Gear Pump
Klasifikasi Oil Pump
: Positive Displacement Pump
Tipe Oil Pump
: Rotor Gear Pump
3.4.1 Pengukuran Oil Pump 1. Pengukuran Length of the gear inner & outer rotor Spesifikasi pengukuran : 33.00 ± 0.03 mm (1.299 ± 0.001 inch). 2. Pengukuran depth of the bore for the gear Spesifikasi pengukuran : 33.13 ± 0.02 mm (1.304 ± 0.001) 3. - Pengukuran clearance of outer rotor to the body Spesifikasi pengukuran : 0.050 to 0.330 mm (0.0020 to 0.0130 inch) - Pengukuran clearance of inner rotor to outer rotor Spesifikasi pengukuran 0.080 to 0.250 mm ( 0.0031 to 0.0098 inch) 4. Pengukuran end play inner dan outer rotor Spesifikasi pengukuran : 0.050 to 0.180 mm (0.0020 to 0.0071 inch) 5. Pengukuran relief valve spring Spesifikasi pengukuran test force 51.99 ± 1.90 N (11.69 ± 0.43 lb)
37 Spesifikasi pengukuran free length after test 64.98 mm (2.558 inch) 3.4.2 Nama Komponen Oil Pump
Gambar 3.3 Komponen Oil Pump Tabel 3.1 Keterangan komponen Oil Pump No
Nama Komponen
Jumlah
1
Shaft
1
2
Bolt & Washer
1
3
Idler Gear
1
4
Houshing/Body
1
5
Outer Rotor
1
6
Inner Rotor
1
7
Bracket
1
8
Drive Gear
1
9
Bolt Body
4
10
Outlet Manifold
1
11
Spring Relief Valve
1
12
Plunger Relief Valve
1
38 3.5
Spesifikasi Oil Cooler Oli yang mengalir pada oil cooler memiliki pressure minimum sebesar 85
psi, dan pressure maksimum yang mengalir sebesar 115 psi. jadi oli akan mengalir melalui bypass pada saat terjadi kebuntuan pada oil cooler atau pressure di atas 115 Psi. 3.5.1 Nama Komponen Oil Cooler 2
1
1. Bolt
2. Seal O-Ring
3
4
3. Oil cooler
4.Gasket
Gambar 3.4 Komponen Oil cooler
39 3.6
Spesifikasi Oil Filter Bypass Valve
Gambar 3.5 Oil Filter Bypass Valve Pada Engine ini menggunakan oil filter yang di lengkapi dengan filter base Bypass Valve. Yang berfungsi untuk saluran oli jika filter mengalami kebuntuan. (1) Prosedur pemasangan oil filter base Kencangkan semua baut 1 - 15 pada oil filter base dengan sesuai urutan angka dengan torsi 28 ± 7 N.m (21 ± 5 lb ft)
Gambar 3.6 Prosedur pelepasan dan pemasangan Oil Filter Base
40
Gambar 3.7 Posisi Spring (2) Spring oil filter bypass valve Panjang saat diberi gaya ..... 43.18 mm (1.700 inch) Gaya untuk pengujian ..... 43.7 N (9.8 lb) Panjang setelah diberikan beban ..... 58.50 ± 0.50 mm (2.303 ± 0.020 inch) Diameter luar ...... 11 mm (0.4 inch) (3) Torsi untuk stud Gunakan 154-9731 thread lock compound pada bagian ulir pada stud dengan torsi stud 68 ± 7 N.m ( 50 ± 5 lb ft) 3.7
Peralatan dan Bahan Berikut adalah beberapa peralatan yang digunakan selama proses
penelitian. Mulai dari proses pembongkaran setiap komponen, pengukuran, pengujian dan pemasangan kembali komponen yang di analisa dalam penelitian ini. Peralatannya adalah sebagai berikut:
41 Table 3.1 Peralatan dan Bahan
NO
Gambar Alat
Nama Alat
Keterangan Untuk
1
membongkar Socket Wrench
Dan memasang komponen Untuk
2
membongkar Tool box Set
dan memasang komponen Digunakan untuk
3
Torque Wrench
mengencangkan baut
Digunakan untuk 4
Pressure gauge
Pengukuran tekanan angin
Digunakan untuk Consumable 5
Menjaga contaminant
42 Digunakan untuk Strap Wrench 6
Membuka oil filter
Digunakan untuk menutupi lubang 7
Plat Besi
oil cooler Pada saat pengujian
8
Cutting Filter
Digunakan untuk memotong bagian luar filter
9
Spring Tester
Digunakan untuk mengukur kekuatan spring
10
Vernier Caliper
Digunakan untuk mengukur bagian dalam,luar dan kedalaman pada suatu komponen
43 12
Outside
Digunakan untuk
micrometer
mengukur bagian luar suatu komponen
13
Feeler Gauge
Digunakan untuk mengukur setiap celah pada komponen
14
Bearing Cup
Digunakan untuk
Puller
melepas bearing ataupun gear
44 3.8
Diagram Alir Mulai
Observasi Lapangan dan Studi Pustaka : Literature Data Lapangan Wawancara Internet
Pembongkaran oil pump, oil cooler dan oil filter Analisa Oil pump : Visual Inspection Pengukuran Analisa Oil cooler : Visual Inspection Pengetesan
Tidak
Analisa Oil filter : Visual Inspection Pengukuran
Hasil Analisa dan Pembahsa n Ya Kesimpulan dan Saran
Selesai
BAB IV PEMBAHASAN
Dalam pembahasan Analisa Kerusakan Komponen Lubrication System Engine C7 Caterpillar ini, pembahasan dilakukan dalam dua proses, pertama dengan pemeriksaan visual pada komponen kemudian dilanjutkan dengan pengukuran. Dengan acuan literature berdasarkan SIS (Service Information System) untuk melepas, pembongkaran, perakitan bahkan pemasangan kembali komponen yang di analisa. Setelah melakukan inspeksi visual kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran dengan mengacu pada Spesification yang terdapat dalam SIS. Selain itu SIS juga memiliki GRPTS (Guidline for Reusability Parts) yang di gunakan sebagai acuan dalam menentukan kelayakan penggunaan komponen dari aspek visual. Adapun beberapa kegiatan analisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: A. Analisa Oil Pump 1. Membongkar Oil Pump 2. Visual inspection terhadap Oil Pump 3. Pengukuran Oil Pump 4. Merakit Oil Pump B. Analisa Oil Cooler 1. Membongkar Oil Cooler 2. Visual inspection terhadap Oil Cooler 3. Pengetesan kebocoran terhadap Oil Cooler 4. Merakit Oil Pump C. Analisa Oil Filter dan Bypass Valve
45
46 1. Membongkar Oil Filter Bypass Valve 2. Visual inspection terhadap Oil Filter Bypass Valve 3. Pengukuran pada spring Oil Filter Bypass Valve 4.1 Analisa Oil Pump Engine C7 Caterpillar 4.1.1 Proses pembongkaran Oil Pump Engine C7 Caterpillar 1. Lepas bolt pada idler gear, kemudian lepas idler gear dan juga shaft.
Gambar 4.1 Bolt pada idler gear 2. Lepas bolt untuk melepas Outlet manifold
Gambar 4.2 Outlet manifold
47 3. Lepas semua bolt, kemudian pisahkan bracket dan body.
Gambar 4.3 Bolt pada body 4. Lepas outer rotor, inner rotor dan juga relief valve dari body.
Gambar 4.4 Outer rotor dan inner rotor 5. Lepas drive gear dari shaft.
Gambar 4.5 Drive gear dari shaft.
48 4.1.2 Visual Inspection pada Oil Pump 1.
Pemeriksaan visual pada Housing oil pump
GRPTS ACTUAL Gambar 4.6 Pemeriksaan visual pada housing oil pump
ACTUAL
GRPTS
Gambar 4.7 Pemeriksaan visual oil pump housing Pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 dilakukan pemeriksaan visual terhadap oil pump housing yang mengalami keausan jenis abrasive wear dan membandingkannya dengan standar pada GRPTS. Abrasive wear terjadi karena adanya partikel keras didalam sistem lebih besar ukurannya dari lapisan oil film sehingga mengakibatkan partikel terjepit antara dua permukaan yang bergesekan. Pada permukaan yang lemah partikel akan menghasilkan goresan goresan dan puing-puing yang akan menyebabkan kerusakan secara berkelanjutan pada komponen lainnya. Karena puing-puing akan ikut bersirkulasi dengan oli, sementara jika partikel bergesekan dengan permukaan yang keras partikel tidak mudah membuat goresan tetapi
49 akan menghasilkan panas. Panas akan menyebabkan hilangnya fungsi dari oli karena panas dapat mempengaruhi kekentalan dari oli. Beberapa jenis partikel yang dapat menyebabkan terjadinya abrasive wear adalah pasir, baja, alumunium, cat, debu dan benda asing lainnya. Masuknya partikel abrasive dapat terjadi saat pembuatan, penyimpanan dan saat pengoperasian. Hasilnya adalah oil pump housing mengalami normal wear, pada GRPTS disebutkan bahwa hal ini tidak mempengaruhi kinerja dari oil pump dan komponen ini dapat digunakan kembali atau use again. 2.
Pemeriksaan visual pada outer rotor
ACTUAL Gambar 4.8 Pemeriksaan visual outer rotor Pada gambar 4.8 dilakukan pemeriksaan visual terhadap outer rotor yang juga mengalamai keausan jenis abrasive wear dan membandingkan dengan standar GRPTS. Abrasive wear terjadi karena adanya partikel keras didalam sistem lebih besar ukurannya dari lapisan oil film sehingga mengakibatkan partikel terjepit antara dua permukaan yang bergesekan. Pada permukaan yang lemah partikel akan menghasilkan goresan goresan dan puing-puing yang akan menyebabkan kerusakan secara berkelanjutan pada komponen lainnya. Setelah dilakukan pemeriksaan visual pada outer rotor. Hasilnya adalah outer rotor oil pump mengalamai keausan Scratches pada bagian permukaan luar outer rotor
50 yang menandakan adanya partikel yang mengikis outer rotor. Karena partikel yang lebih besar dari lapisan oil film. Keausan abrasive ini ditandai dengan permukaan komponen tergores, terpotong atau beralur, pada GRPTS disebutkan bahwa hal ini tidak mempengaruhi kinerja dari oil pump dan komponen ini dapat digunakan lagi atau use again. 3.
Pemeriksaan visual pada inner rotor
ACTUAL
GRPTS
Gambar 4.9 Pemeriksaan visual inner rotor Pada gambar 4.9 dilakukan pemeriksaan visual terhadap inner rotor yang mengalamai keausan jenis abrasive wear dan membandingkan dengan standar GRPTS. Permukaan yang keras seperti inner rotor ini tidak mudah tergores/terpotong oleh keausan abrasive. Scratch jika ada, maka lebih dan sulit dilihat oleh mata. Pada proses pemeriksaan secara visual yang telah dilakukan terhadap inner rotor ditemukan adanya keausan abrasive pada permukaan komponen ditandai dengan adanya scratch. Hasilnya adalah inner rotor mengalamai keausan scratches pada permukaan gear , pada GRPTS disebutkan bahwa hal ini tidak mempengaruhi kinerja dari oil pump dan komponen ini dapat digunakan lagi atau use again.
51 4.
Pemeriksaan visual pada main shaft
ACTUAL
GRPTS
Gambar 4.10 Pemeriksaan visual pada main shaft Pada gambar 4.10 dilakukan Pemeriksaan visual pada main shaft yang mengalami keausan abrasive terjadi pada saat permukaan yang bergesekan saling contact tanpa adanya cukup pelumasan atau pendinginan. Pada proses pemeriksaan visual yang dilakukan pada main shaft ditemukan adanya scratch pada permukaan komponen dengan tipe keausan abrasive, setelah dilakukan pengukuran masih dalam batas wajar dan dibersihkan dengan mengunakan cairan pembersih dan masih dapat digunakan kembali atau use again. 6.
Pemeriksaan visual pada Relieve valve body
ACTUAL Gambar 4.11 Pemeriksaan visual Relieve valve body
52 Pada gambar 4.11 dilakukan pemeriksaan visual terhadap reliev velve body yang mengalamai keausan jenis contact stress fatique dan membandingkan dengan standar GRPTS. Hasilnya adalah reliev velve body mengalamai keausan berat pada permukaan housing reliev velve body, pada GRPTS disebutkan bahwa hal ini mempengaruhi kinerja dari oil pump dan komponen ini tidak dapat digunakan lagi atau do not use again. 4.1.3 Pengukuran pada Oil Pump 1. Pengukuran Length of the gear (inner & outer)
Gambar 4.12 pengukuran length of the inner gear
Gambar 4.13 Pengukuran length of the outer gear
Tabel 4.1 Hasil pengukuran Inner dan Outer gear Oil Pump No
Pengukuran
Spesifikasi
Aktual
Kondisi
1
Length of the inner gear
1.299” ± 0.001”
1.299”
In Spec
2
Length of the outer gear
1.299” ± 0.001”
1.299”
In Spec
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
53 2. Pengukuran depth of the bore for the gear
Gambar 4.14 Pengukuran Depth of the bore for the gear Tabel 4.2 Hasil pengukuran Depth of the bore No Pengukuran
Spesifikasi
Aktual
1
33.13 ± 0.02 mm
33.14mm In Spec
Depth of the bore for the gear
Kondisi
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
3. Pengukuran clearance outer rotor to body & clearance inner to outer rotor
Gambar 4.15 Pengukuran clearance outer rotor to body
Gambar 4.16 53engukuran clearance inner to outer rotor
54 Tabel 4.3 Hasil pengukuran clearance No
Pengukuran
Spesifikasi
Aktual
Kondisi
1
Clearance outer rotor to body
0.0020” to 0.0130”
0.0060”
In Spec
2
Clearance inner to outer rotor
0.0031” to 0.0098”
0.0031”
In Spec
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
4. Pengukuran end play inner and outer rotor
Gambar 4.17 pengukuran end play outer rotor
Gambar 4.18 pengukuran end play inner rotor
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran End play No Pengukuran
Spesifikasi
Aktual
1
end play inner rotor
0.0020” to 0.0071”
0.0040” In Spec
2
end play outer rotor
0.0020” to 0.0071”
0.0050” In Spec
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
Kondisi
55 5. Pengukuran Spring reliev valve
Gambar 4.19 Free length spring
Gambar 4.20 Test force spring
Tabel 4.5 Hasil pengujian Spring reliev valve
No Pengukuran
Spesifikasi
Aktual
Kondisi
1
Free length spring
64.98 mm
55.92 mm
Out spec
2
Test force spring
11.69 ± 0.43 lb
6 lb
Out spec
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
4.1.4 Proses perakitan Oil Pump Engine C7 Caterpillar 1. Pasang outer rotor, inner rotor dan relief valve ke body.
Gambar 4.21 Outer rotor dan inner rotor
56 2. Pasang drive gear pada shaft.
Gambar 4.22 Drive gear pada shaft. 3. Pasang body ke bracket, kemudian pasang bolt.
Gambar 4.23 Body ke bracket 4. Pasang bolt pada outlet manifold.
Gambar 4.24 Outlet manifold
57 5. Pasang idler gear pada shaft kemudian pasang bolt.
Gambar 4.25 Idler gear 4.1.5 Hasil Analisa Oil Pump Dari analisa yang telah dilakukan di atas mulai dari visual inspection dan pegukuran pada komponen, ditemukan beberapa hasil keausan dan kerusakan pada komponen oil pump, diantaranya housing oil pump, main shaft dan rotor baik inner maupun outer mengalami keausan yang bersifat abrasive wear. Dari semua keausan tersebut masih dalam lingkup normal wear dan hasil pengukuran masih sesuai (in spec) maka dapat digunakan kembali/Use again. Namun Spring reliev valve setelah dilakukan pengujian ditemukan bahwa sudah tidak sesuai (Out spec) dan tidak dapat digunakan kembali. 4.2
Analisa Oil Cooler Engine C7 Caterpillar
4.2.1 Proses pelepasan Oil Cooler Sebelum melakukan pembongkaran ada beberapa hal yang harus dipersiapkan yaitu: 1. Buang air dari cooling system. 2. Lepaskan guard dari sisi kanan belakang unit. 3. Lepaskan pipa air dari engine.
58 4. Lepaskan aliran pelumas oli yang mengalir dari oil cooler ke turbocharger
Gambar 4.26 Aliran pelumas oil ke turbocharger 5. Lepaskan oil filter dengan mengunakan strap wrench.
Gambar 4.27 Oil filter 6. Lepaskan bolt oil cooler dengan menggunakan socket wrench
Gambar 4.28 Bolt oil cooler
59 7. Lepaskan oil cooler dari body engine.
Gambar 4.29 Keluarkan oil cooler dari block engine 8. Lepaskan atau pisakan oil filter base dari oil cooler.
Gambar 4.30 Oil filter base dari oil cooler 9. Lepaskan 2 seal O-ring dari block engine.
Gambar 4.31 Seal O-ring Pada saat melakukan analisa terhadap oil cooler adapun aspek yang dibahas untuk menentukan oil cooler dapat digunakan lagi atau tidak yaitu: 1. Visual inspection terhadap oil cooler. 2. Pengetesan kebocoran terhadap oil cooler.
60 4.2.2 Visual inspection terhadap Oil Cooler Inspeksi visual adalah mengamati kondisi fisik pada komponen kemudian di bandingkan dengan referensi yang ada. Indikasi kerusakan dapat
dilihat dengan
adanya perubahan fisik komponen, goresan atau gesekan, ataupun perubahan warna dari
komponen tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan proses inspeksi visual antara lain: 1. Menyediakan referensi yang berhubungan dengan proses inspeksi visual untuk memudakan dalam memahami setiap indikasi yang ditemukan. 2. Membersikan komponen terlebih dahulu agar tanda kerusakan dapat terlihat jelas. 3. Mengamati secara detail bagian komponen dengan teliti. 4. Selalu menggunakan Alat Pelindung Diri dalam bekerja A. Visual Inspection dibandingkan antara ACTUAL dan GRPTS
ACTUAL
GRPTS
Gambar 4.32 Visual inspection casting Di sini jika dibandingkan dengan GRPTS pada permukaan oil cooler casting masih bisa digunakan kembali karena tidak ada bagian oil cooler yang rusak.
61
ACTUAL
GRPTS
Gambar 4.33 Visual inspection tube mounting flange Pada tube mounting flange setelah dibandingkan dengan GRPTS masih dapat digunakan karena tidak ada kerusakan yang terjadi. Dari hasil visual inspection terdapat adanya kotoran ( gram ) pada oil cooler tersebut.
Perubahan
pelumasan dalam
masa
penggunaannya
juga dapat
menyebabkan terjadinya endapan dan partikel asing yang terdapat pada oil cooler. Endapan dan kotoran atau partikel asing yang terperangkap di oil cooler dapat mengakibatkan scratch atau goresan. Sehingga perlu adanya pengetesan terhadap oil cooler untuk mengetahui dapat digunakan kembali atau tidak. 4.2.3 Prosedur dan Hasil Pengujian kebocoran Oil Cooler A
3
B
1
1
2
3
2
62
Gambar 4.34 Oil Cooler dan Oil Cooler tester Gp 1. Pasang karet ban/gasket , baut dan plat penutup di lubang oil cooler No 1 2. Pasang karet ban/gasket , baut, plat penutup dan pressure gauge ke oil cooler No 2 3. Pasang pentil tubles yang sudah dibor No 3. 4. Sambungkan regulator shop udara ke No 3 pressure gauge dan valve assembly dan berikan tekanan oil cooler 85 Psi sampai 115 Psi. 5. Matikan aliran tekanan udara dan catat statistic tekanan udara, tahan tekanan udara minimal 3 manit. Jika disitu terjadi pengurangan tekanan 2 kPa ( 0,3 Psi ) atau lebih maka di indikasi oil cooler mengalami kebocoran. 6. Jika kebocoran terindikasi dari test tekanan, rendamkan oil cooler ke dalam container atau baskom yang berisikan air bersih, selama 3 menit. Jika oil cooler bocor maka akan terlihat lokasi kebocoran tersebut karena udara yang terlihat keluar dari oil cooler. 7. Periksa sumber kebocoran dan beri tanda jika oil cooler yang diuji mengalami kebocoran.
63
Gambar 4.35 Pengujian kebocoran oil cooler Tabel 4.6 Hasil pengujian kebocoran Oil Cooler
Spesifikasi
Pengetesan
Minimum 85 Psi – 115 Psi
Hasil 85 Psi
85 Psi ( Tidak boleh melebihi 115 Psi )
( selama 3 Menit )
Sumber: Caterpillar SIS (Service Information System)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas hasil pengetesan tidak terjadi penurunan tekanan udara selama 3 menit masih mencapai 85 Psi masih sesuai dengan standar spesifikasi. Pada saat oil cooler dimasukkan kedalam Tempat berisi air tidak ada tanda-tanda munculnya gelembung-gelembung udara pada bagian oil cooler yang mengindikasikan kebocoran pada oil cooler.
64 Kebocoran dapat diakibatkan dari oli yang mengandung gram yang sangat banyak yang mengakibatikan terjadinya cavitation erosion. Cavitation erosion terjadi ketika gelombang uap bersentuahan dengan permukaan lalu pecah dan menghasilkan kerusakaan pada permukaan. Jika didalam cairan mengandung udara, saat terjadi panas udara akan menguap dan membentuk gelembung-gelembung udara. Jika gelombang mengalir pada daerah yang memiliki tekanan tinggi maka gelombang gelombang udara tersebut akan meledak. Ledakan tersebut menimbulkan pecahan – pecahan dengan kecepatan yang sangat cepat
membentur pada permukaan
komponen. Kadang- kadang ditemukaan keretakaan yang dikarenakan partikel kecil yang hancur dan meninggalkan bekas lubang – lubang. Serta menggunakan oli yang melebihi waktu pemakaian sehingga menimbulkan endapan dan partikel benda asing yang dapat mengakibatkan scratch atau gesekan. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan kebocoran oil cooler. Jika oil cooler bocor maka akan air dapat mencapur oli sehingga pelumasan tidak dapat bekerja dangan baik. 4.2.4 Pencegahan dan Solusi Perbaikan Pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk pencegahan. Lakukan pengetesan dengan tekanan dapat digunakan untuk memeriksa kebocoran core di dalam oil cooler, kebocoran dapat diperbaiki tergantung seberapa besar kerusakan dan lokasi kerusakan pada komponen oil cooler. Oli akan mengalir pada sekeliling tube yang ada di dalam oil cooler sedangkan coolant akan mengalir melewati bagian dalam tube, jika tube tersumbat maka harus di bersikan agar aliran coolant tetap lancar. Saluran untuk oli pada core tidak dapat dibersikan jika tersumbat. Dan jika core terkontaminasi akibat kerusakan pada sistem maka oil cooler harus di ganti.
65 Sebelum melakukan pemasangan oil cooler baru periksalah dahulu kondisi oil filter. Dari pengaman pada oil filter dapat menunjukan kondisi oil cooler. Periksa skematik sistem pelumas untuk mengetahui aliran oli pada sistem pelumasan apakah aliran oli melalui oil filter dulu sebelum ke oil cooler atau aliran oli melalui oil cooler kemudian ke oil filter, umumnya pada system pelumasan aliran oli akan melalui oil cooler kemudian ke oil filter dan ke oil manifold. Carilah bila terdapat serpihan serpihan logam pada oil filter, jika di temukan pada oil filter terdapat banyak serpihan serpihan logam maka kemungkinan pada oil cooler juga sama, serpihan serpihan logam di dalam oil cooler tidak bisa di bersikan karena core pada oil cooler tidak reusable. Pemeriksaan terjadinya keausan, jika kerusakan terjadi hanya sesaat saja maka serpihan hanya sedikit, tetapi jika kerusakan terjadi secara terus menerus dan bertahap maka jumlah serpihan akan semakin banyak dan besar tergantung dari seberapa parah kerusakan atau keausan yang terjadi di dalam system, dan jika kerusakan tidak bisa diperbaiki lagi maka harus dilakukan pergantian. Manfaat pencegahan dan perbaikan pada oil cooler yaitu : 1. Engine bekerja dengan effektif dan effisien. 2. Meminimalisir kerusakan engine khususnya pada system pelumasan. 3. Kesiapan engine beroperasi dan usia engine menjadi lebih tahan lama. 4. Keamanan kerja engine menjadi terjamin dan lebih baik. 4.2.5 Proses pemasangan Oil Cooler 1. Pasang 2 Seal O-ring ke block engine.
66
Gambar 4.36 Seal O-ring 2. Pasang gasket ke block engine yang sudah dilubangi dan jangan lupa mengunakan liquid gasket..
Gambar 4.37 Gasket 3. Pasang gasket cover dengan menggunakan cilicon
Gambar 4.38 Oil cooler dan Filter base
67 4. Pasang Oil cooler beserta Filter base ke Engine blok
Gambar 4.39 pemasangan Oil Cooler 5. Pasang bolt oil filter base dengan menggunakan kunci torque wrench langka pengencangan pertama kencangkan 1–15 sebesar 15 N.m (133.0 lb in) dan kedua ulangi pengencangan dari 1-15 sebesar 28 N.m ( 248.0 lb in).
Gambar 4.40 Prosedur pengencangan Oil cooler dan Bolt oil filter base
68 6. pasang oil filter dengan menggunakan strap wrench.
Gambar 4.41 Oil filter 7. Pasang aliran oli ke turbocharger
Gambar 4.42 Aliran pelumas ke turbocharger 4.3
Analisa Oil Filter Bypass Valve Engine C7 Caterpillar Pada saat melakukan analisa terhadap oil filter bypass valve adapun aspek yang
dibahas untuk menentukan oil filter bypass valve dapat digunakan lagi atau tidak yaitu: 1. Visual inspection terhadap oil filter bypass valve 2. Hasil pengukuran yang dilakukan pada oil filter bypass valve 4.3.1 Proses pembongkaran Oil Filter Bypass Valve 1.Lepas oil filter dari oil filter base
69
Gambar 4.43 Oil filter 2. Lepas hose yang menghubungkan oil filter base ke turbocharger.
Gambar 4.44 Aliran pelumas ke turbocharger 3. Lepas semua bolt pada oil filter base.
Gambar 4.45 Bolt oil filter base
70 4. Lepas plug pada bypass valve, kemudian lepas plunger dan spring.
Gambar 4.46 Plug, plunger dan spring 5. Letakan oil filter pada ragum, kemudian potong filter.
Gambar 4.47 Pemotongan oil filter 6. Keluarkan element filter dari filter houshing, keringkan element filter dari oli dengan menjepitnya pada ragum.
Gambar 4.48 Pengeringan element oil filter pada ragum 4.3.2 Visual Inspection Oil Filter Bypass Valve 1.
Visual inspection pada element filter. Pada proses pemeriksaan secara visual yang telah dilakukan terhadap komponen
oil filter, terdapat kotoran atau partikel asing didalam element oil filter.
71
Gambar 4.49 Pemeriksaan visual element oil filter Dibawah ini adalah tabel tentang rating element oil filter yang menyatakan bahwa oil filter terkontaminasi atau tidak. Tabel 4.7 Tabel Rating Categories Particle
Sumber:Cut Reporting Guidlines (Trakindo CAT)
Jika Oil filter yang buntu akan menyebabkan oil filter bypass valve mengalirkan oli langsung ke oil cooler tanpa melewati filter. Hal ini tidak diperkenankan terjadi terus menerus karena oli yang disirkulasikan tidak tersaring sehingga kontaminasi yang terbawa oleh oli langsung bersirkulasi didalam sistem. Ini akan berdampak
72 kerusakan lebih awal pada komponen-komponen sistem pelumasan sehingga masa pemakaian komponen akan berkurang. Oli yang melewati filter akan bertekanan, hal ini dikarenakan filter memiliki element penyaring yang rapat sehingga aliran oli menjadi terhambat. Hambatan oli meningkatkan tekanan oli. Sedangkan oli yang melewati bypass valve tidak memiliki hambatan sehingga tekanan oli akan turun setelah melewati bypass valve menuju oil cooler. 2.
Visual inspection pada Plunger. Dari visual inspection terhadap komponen-komponen bypass valve oil filter
didapat kerusakan kerusakan atau cacat pada komponen-komponen tersebut diantaranya terdapat endapan kotoran pada plunger ( lihat gambar 4.50) dan juga terdapat endapan kotoran pada houshing bypass valve ( lihat gambar 4.51).
Gambar 4.50 Plunger Kotoran dan endapan yang terdapat pada plunger dapat menghambat pergerakan plunger untuk membuka dan menutup aliran oli ke sistem pelumasan.
Gambar 4.51 Housing bypass valve
73 Endapan dan partikel asing yang terdapat pada plunger dikarenakan adanya kontaminasi pada oli yang tidak tersaring melalui oil filter. Menurut buku “Applied Failure Analysis” yang menjelaskan bahwa : “Keausan abrasive terjadi ketika terdapat partikel-partikel keras yang berukuran lebih besar dari ketebalan film pelumas diantara dua permukaan yang bergerak” (AFA, 2003:65). Endapan dan partikel asing yang terdapat pada plunger dapat menyebabkan keausan abrasive wear pada komponen bypass valve. Endapan dan partikel asing yang terperangkap diantara plunger dan houshing bypass valve dapat mengakibatkan scratch atau goresan seperti yang terlihat pada Gambar 4.52.
Gambar 4.52 Scratch pada plunger 4.3.3 Pengukuran pada Oil Filter Bypass Valve 1.
Pengukuran spring pada bypass valve Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah komponen tersebut masih bisa
digunakan atau tidak. Adapun komponen yang dilakukan pengukuran adalah spring pada bypass valve.
74
Gambar 4.53 Pengukuran spring pada bypass valve Dibawah ini adalah tabel hasil pengukuran yang diperloeh : Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Spring Bypass Valve Oil Filter No
Deskripsi
1
Test Force Spring
2
Free Length Spring
Spesifikasi Hasil Pengukuran 9.8 lb 58.50 mm
Keterangan
8.5 lb
Out Spec
56.80mm
Out Spec
Sumber : Caterpillar SIS ( Service Information System)
Berdasarkan data dari hasil pengukuran maka spring bypass valve oil filter tidak dapat digunakan lagi karena gaya tekan dari spring tidak sesuai dengan spesifikasinya. Penurunan gaya tekan pada spring dikarenakan pemakaian komponen yang melebihi masa pemakaiannya, penurunan gaya tekan pada spring juga dapat disebabkan karena penggunaan filter yang buntu secara terus-menerus tanpa adanya penggantian filter yang baru sehingga bypass valve didalam posisi membuka secara terus-menerus dapat mengakibatkan low oil pressure.
75 4.3.4 Penyebab dan Akibat Terjadinya Kerusakan Bypass Valve Oil Filter Berdasarkan hasil visual inspection dan pengukuran yang telah dilakukan pada komponen bypass valve maka disimpulkan bypass valve oil filter tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga bypass valve oil filter akan mengalami stuck open. A. Stuck Open Stuck open adalah suatu kondisi yang terjadi, dimana posisi bypass valve dalam keadaan terbuka dan tidak dapat menutup kembali hal ini disebabkan oleh : 1.
Terdapat endapan dan kotoran atau partikel asing pada plunger dan houshing bypass valve yang menghalangi pergerakan plunger saat membuka dan menutup aliran oli yang langsung ke sistem.
2.
Penurunan gaya tekan yang terjadi pada spring bypass valve oil filter.
3.
Kondisi oil filter yang terdapat kontaminasi dan oil filter yang tersumbat. Oli akan dialirkan langsung ke sistem dapat mengakibatkan low oil pressure karena tidak adanya hambatan pada oli dan oli dialirkan langsung ke sistem tanpa adanya penyaringan pada oil filter dapat mengakibatkan keausan pada komponen engine yang bergesekan karena terdapat kontaminan pada oli engine.
B.
Stuck Close Stuck close adalah suatu kondisi yang terjadi, dimana posisi bypass valve dalam keadaan menutup dan tidak dapat membuka kembali. Stuck close pada bypass valve dapat mengakibatkan tekanan didalam sistem naik dan tidak adanya pelumasan pada komponen-komponen engine yang bergerak/bergesekan. Jika terjadi kebuntuan pada filter dan bypass valve mengalami stuck close maka oli tidak akan bersirkulasi dan tidak dapat melumasi komponen-komponen engine yang bergesekan sehingga terjadi keausan.
76 4.3.5 Proses perakitan dan pemasangan Oil Filter Bypass Valve 1. Pasang plunger dan spring, kemudian pasang plug pada bypass valve,
Gambar 4.54 Plug,plunger dan spring 2. Pasang bolt oil filter base dengan menggunakan kunci torque wrench langka pengencangan pertama kencangkan 1–15 sebesar 15 N.m (133.0 lb in) dan kedua ulangi pengencangan dari 1-15 sebesar 28 N.m ( 248.0 lb in).
Gambar 4.55 Bolt oil filter base
77 3. Pasang hose yang menghubungkan oil filter base dan turbocharger.
Gambar 4.56 Aliran pelumas ke turbocharger 4. Pasang Oil filter baru pada oil filter base, putar dengan tangan sampai menyentuh filter base kemudian tambahkan 1 putaran penuh menggunakan Strap wrench sesuai dengan petunjuk yang ada pada Oil filter.
Gambar 4.57 Pemasangan oil filter
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan : 1.
Berdasarkan pemeriksaan secara visual serta dibandingkan dengan GRPTS dan juga dilakukan pengukuran, disimpulkan bahwa kondisi oil pump mengalami kerusakan. Pada pemeriksaan visual terjadinya keausan abrasive wear, keausan contact stress fatigue ditemukan juga pada houshing oil pump yang bersentuhan langsung dengan spring relief valve. karena adanya contact atau gesekan dengan spring tersebut. Pada pengukuran semua komponen masih sesuai dengan spesifikasi kecuali Spring bypass valve yang mengalami kerusakan dan disarankan untuk di ganti.
2.
Setelah dilakukan pemeriksaan secara visual dan dibandingkan dengan GRPTS, kondisi oil cooler masih dapat digunakan kembali. Berdasarkan hasil pengujian kebocoran tidak ditemukan adanya kebocoran pada oil cooler. Selama pengujian oil cooler tidak terjadi penurunan tekanan udara selama 3 menit pada tekanann udara 85 Psi sesuai dengan spesifikasi. Pada
saat oil cooler dimasukkan
kedalam wadah yang berisi air tidak ada munculnya gelembung-gelembung udara pada bagian oil cooler yang mengindikasikan kebocoran pada oil cooler. Maka dapat dipastikan oil cooler dapat digunakan kembali/Use again. 3.
Setelah dilakukan visual inspection pada element oil filter terdapat partikel yang masih dalam batasan small quantity terdapat pada element oil filter. Bypass
78
79 valve oil filter berfungsi sebagai jalan pintas oli jika oil filter mengalami kebuntuan. Setelah melakukan visual inspection pada komponen bypass valve maka dapat disimpulkan bahwa komponen tersebut mengalami kerusakan akibat kontaminasi yang disebabkan oleh partikel asing. Setelah melakukan pengukuran maka disimpulkan bahwa spring pada bypass valve mengalami penurunan gaya tekan. Kemungkinan terjadinya stuck open pada bypass valve, sehingga oli tidak tersaring (filtrasi) dan dialirkan langsung ke sistem tanpa melewati filter. 5.2
Saran
Adapun saran yang diberikan penulis dalam laporan tugas akhir ini adalah: 1. Sebelum melakukan analisa carilah referensi atau literature dan pahami cara kerja maupun system dari komponen yang akan kita analisa. 2. Pengecekan volume oli pada oil pan sangat penting dilakukan karena jumlah oli yang kurang dari batas yang ditentukan berakibat fatal terhadap komponenkomponen engine. 3. Penggantian oli harus dilakukan secara teratur sesuai jangka waktu/jam kerja engine tertentu dan penggantian oli harus sesuai dengan spesifikasi dari engine tersebut. 4. Perhatikan gasket dan seal apakah rusak atau tidak agar tidak terjadi kebocoran pada oil cooler. Lakukan pemeriksaan pada oli secara berkala agar dapat mengetahui jika ada kebocoran pada oil cooler sehingga coolant tercampur dengan oli Periksa bagian tube pada oil cooler jangan sampai tersumbat agar oli dan coolant dapat mengalir dengan lancar
80 5. Dalam bekerja atau saat penganbilan data kita harus membudayakan 3B (Berhenti,Berpikir,Bertindak) tujuannya untuk menganalisa terlebih dahulu bahaya apa yang bisa di timbulkan dari pekerjaan tersebut sebelum kita mengerjakannya. 6. Selalu perhatikan Safety dan Contamination Control dalam bekerja . gunakan Alat Pelindung Diri setiap saat dan selalu perhatikan kebersihan dalam bekerja karena kebersihan akan membuat kita nyaman dalam bekerja. 7. Komunikasi dan kerja sama yang baik dalam bekerja dan juga sangat penting karena dalam setiap pekerjaan team work sangat penting untuk mendapatkan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Caterpillar, (1993). Service Information System. United State Of America: Caterpillar Inc Dasar-dasar engine diesel, (2003). Learning Center Departement PT. Trakindo utama, Jakarta Fundamental diesel engine, (2003). Asia pacific learning Caterpillar of Australia Pty Ltd Melbourne, Australia Fungsi dan Karakteristik Oli, (2005).Training Center PT. Trakindo Utama, Cileungsi Intermediate Engine, (2003). Learning Center Departement PT. Trakindo utama, Jakarta Team Training Center, (2003). Aplied Failure Analisys, Training Center Cileungsi : PT. Trakindo Utama Team Training Center. 2005.Contamination Control, Training Center Cileungsi : PT. Trakindo Utama