ANALISA KELAYAKAN INDUSTRI FILLET IKAN PATIN BEKU (Pangasius hypophthalmus) DI KABUPATEN BOGOR
Oleh
RONNY MARTHA FO3496087
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
1
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk maka tingkat konsumsi masyarakat semakin meningkat. Tentu saja kebutuhan akan daging sebagai salah satu makanan pokok juga semakin meningkat. Saat ini tingkat konsumsi daging sapi dan daging ayam di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi daging ikan. Akan tetapi masyarakat mulai mengalihkan konsumsi daging sapi dan ayam ke daging ikan yang disebabkan makin meluasnya pengetahuan masyarakat akan manfaat kesehatan yang terkandung di daging ikan, serta harganya yang relatif lebih murah (Pikiran Rakyat, 2002). Ikan adalah salah satu sumber pangan yang nilai gizinya sangat baik karena antara lain mengandung protein sebesar 16 persen sampai 26 persen dari bobotnya. Bagi tubuh manusia, protein berfungsi untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau aus. Selain protein, ikan mengandung omega-3 yang berfungsi mencegah terjadinya penyakit jantung, serta mengandung kalsium, kalium, dan fosfor yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh kita. Mutu protein ikan cukup baik (93%) dengan nilai cerna 100, artinya seluruh kandungan protein bahan pangan tersebut dapat dicerna dan diserap oleh usus untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Subiyakto, 2003). Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) adalah salah satu ikan yang banyak ditemukan di perairan umum di Indonesia seperti sungai, waduk dan rawa. Ikan patin juga memiliki sifat yang menguntungkan, antara lain fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora dan laju pertumbuhannya cepat sehingga dapat dibudidayakan secara masal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan yang semakin meningkat, maka budidaya ikan patin dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang menguntungkan. Selain itu, ikan patin dapat dijadikan sebagai bahan industri dengan mengolahnya menjadi fillet. Hal ini dikarenakan Ikan patin memilki keunggulan tersendiri, antara lain tidak bersisik, durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti sehingga relatif mudah dibuat fillet yang baik
2
(Susanto dan Amri, 1999). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ikan patin memiliki prospek yang bagus dalam agroindustri. Fillet merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang nantinya akan diolah menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan. Fillet memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku olahan, antara lain bebas duri dan tulang, dapat disimpan lebih lama, serta dapat menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah, sehingga akan memudahkan dan mengefesienkan proses produksi serta meningkatkan mutu produk olahannya. Kabupaten Bogor dipilih sebagai lokasi pendirian industri karena industri yang akan didirikan ini berorientasi pada kedekatan dengan konsumen, bukan kedekatan dengan sumber bahan baku. Konsumen dari produk fillet ikan patin ini adalah pengolahan bakso ikan, sosis, dan abon, dan letak industri pengolahan tersebut tersebar di daerah DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bogor.. B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan gambaran dasar tentang kemungkinan usaha fillet ikan
patin beku yang berlokasi di kabupaten Bogor. 2. Melakukan analisa sensitifitas terhadap perubahan komponen biaya
produksi yang mungkin terjadi pada usaha ini. C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup pelaksanaan penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Usaha fillet ikan patin yang dijadikan sebagai referensi adalah unit usaha
fillet ikan patin “Patin Kita” yang berlokasi di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. 2. Usaha fillet ikan patin yang dikaji meliputi kegiatan penyiangan,
pemotongan dan pemisahan daging, pencucian, dan pembekuan. 3. Aspek yang diamati adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis
teknologis, aspek manajemen operasional, aspek finansial, serta aspek yuridis.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. IKAN PATIN Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) banyak ditemukan di perairan umum seperti sungai, waduk, dan rawa. Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri keluarga Pangasidae, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik, atau sisiknya halus sekali. Kerabat ikan patin di Indonesia cukup banyak diantaranya : Pangasius polyuranoda (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan roes, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riuscaring), Pangasius nasutus (pedado), Pangasius nieuwenhuisii (lawang). Gambar 1 di bawah ini menunjukkan gambar fisik dari ikan patin. Berikut ini adalah klasifikasi ikan patin (Susanto dan Amri,1999) : Ordo : Ostariophysi Sub ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus.
Gambar 1. Gambar ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Selanjutnya Susanto dan Amri (1999) menyatakan bahwa ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm. Kepala ikan patin relatif kecil dengan bukaan di ujung kepala di sebelah bawah. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai peraba. Ikan patin memiliki keunggulan tersendiri, yaitu memiliki fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora, laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi secara masal,
4
tidak bersisik, durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti sehingga relatif mudah dibuat fillet yang baik. B. FILLET IKAN PATIN Fillet merupakan bahan setengah jadi dari daging ikan yang akan diolah lagi menjadi makanan lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai aneka produk olahan. Secara teknis, proses pengolahan ikan patin menjadi fillet tidak sulit. Menurut Peranginangin et.al. (1999), prinsip dasarnya adalah daging ikan diambil, dibersihkan dari bahan-bahan yang tidak diinginkan (tulang, sisik, kulit, dan lain-lain), dicuci, dan dibekukan. Selanjutnya fillet dapat langsung diolah menjadi produk olahan lain. Berikut ini beberapa keuntungan penggunaan fillet : 1. Dapat digunakan langsung untuk pengolahan produk-produk makanan seperti bakso, sosis, kamaboko, burger dan lain-lain. 2. Tidak berbau, bebas tulang dan duri, sehingga produk-produk olahannya mudah dikonsumsi oleh berbagai tingkat usia. 3. Suplai dan harganya relatif stabil karena fillet dapat disimpan lama dan ini memudahkan perencanaan olahannya. 4. Biaya penyimpanan, distribusi dan transportasi lebih murah, karena fillet merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja. 5. Menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah. 6. Masalah pembuangan limbah yang relatif lebih mudah diatasi. Satu hal penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam mengolah fillet diperlukan daging ikan yang bermutu tinggi. Karena itu, cara yang ditempuh harus selalu disertai upaya mempertahankan mutu daging ikan tetap tinggi. Dalam hal ini penggunaan suhu rendah merupakan hal yang mutlak diperlukan, baik selama penyiangan, pencucian, hingga pengemasan. Pencuciannya pun menggunakan air bersih yang didinginkan (dengan es atau dengan cara lain). Keteledoran dalam menerapkan sistem rantai dingin ini dapat berakibat penurunan sifat fungsional fillet, yaitu kemampuan dalam membentuk gel (Peranginangin et.al.,1999).
5
C. STUDI KELAYAKAN Studi kelayakan merupakan evaluasi pendahuluan yang bertujuan untuk menghemat waktu dan biaya evaluasi sehingga investor dapat menentukan apakah proyek masih berarti untuk dilanjutkan atau harus dihentikan. Laporan studi kelayakan haruslah meyakinkan, dengan disertai tentang harapan keberhasilan proyek, dengan didukung oleh bukti-bukti realistis dan dengan tidak lupa menunjukkan berbagai resiko yang mungkin dihadapi (Sutojo,1993). Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), studi kelayakan adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil. Umumnya penelitian studi kelayakan dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Tolak ukur studi kelayakan adalah nilai moneter. Dalam studi kelayakan, semua komponen manfaat dan biaya dinilai dengan harga pasar.
Penilaian
terhadap keadaan dan prospek suatu industri dilakukan atas kriteria tertentu yang disusun dengan mempertimbangkan manfaat bagi perusahaan dan negara. Kriteria-kriteria tersebut mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial (Sutojo, 1993). 1. Aspek Pasar dan Pemasaran Menurut Sutojo (1993), dalam melakukan analisa aspek pasar dan pemasaran terdapat lima hal yang diteliti yaitu kedudukan produk yang direncanakan akan diluncurkan, komposisi dan perkembangan permintaan dari masa yang telah lampau hingga sekarang, proyeksi permintaan produk di masa mendatang, kemungkinan persaingan dengan industri sejenis serta peranan pemerintah dan swasta dalam menunjang perkembangan pemasaran produk. Husnan dan Suwarsono (1997) menambahkan, bahwa analisa aspek pasar dan pemasaran terhadap usulan suatu proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai besar pasar potensial yang tersedia untuk masa yang akan datang, besar pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial, serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang mendatang dan gambaran mengenai strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan. 2. Aspek Teknis Teknologis
6
Aspek teknis teknologis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan operasi setelah industri itu dibangun (Husnan dan Suwarsono, 1997). Ditambahkan oleh Sutojo (1993), evaluasi aspek teknis teknologis meliputi penentuan kapasitas produksi ekonomis proyek, jenis teknologi yang paling cocok serta penggunaan mesin dan peralatan. Di samping itu perlu diteliti dan diajukan saran tentang tempat dan tata letak pabrik. Dari hasil analisa aspek teknologis maka dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Pelaksanaan dari evaluasi aspek teknologis seringkali tidak memberikan keputusan yang baku, atau dengan kata lain masih tersedia berbagai alternatif jawaban. Karenanya sangat perlu diperhatikan suatu atau beberapa pengalaman pada proyek lain yang serupa dilokasi lain dengan menggunakan teknik dan teknologi serupa. Keberhasilan penggunaan teknologi serupa di tempat lain sangat
membantu
dalam
pengambilan
keputusan
akhir,
setidaknya
memperhatikan pengalaman di tempat lain tidak dapat begitu saja ditinggalkan (Husnan dan Suwarsono, 1997). a. Pemilihan Teknologi Biasanya suatu produk tertentu dapat diproses dengan lebih dari satu cara. Ketepatan pemilihan teknologi yang sesuai menggunakan kriteria derajat mekanisasi yang diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penerapan teknologi sejenis di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasiannya, dan pertimbangan kemungkinan teknologi lanjutan. b. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi
untuk
mencapai
keuntungan
yang
optimal,
dengan
mengkombinasikan faktor internal dengan faktor eksternal perusahaan. Faktor eksternal adalah pangsa pasar yang mungkin diraih, sedangkan faktor internal adalah usaha pemasaran yang dilakukan dan variabel teknik yang berkaitan langsung dengan proses produksi (Husnan dan Suwarsono, 1997).
7
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan kapasitas produksi adalah : 1. Batasan
permintaan,
yang
telah
diketahui
dalam
dalam
penghitungan pangsa pasar. 2. Tersedianya kapasitas mesin yang dibatasi oleh kapasitas teknis atau kapasitas ekonomis. 3. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja 4. Kemampuan finansial dan manajemen 5. Antisipasi terhadap kemungkinan perubahan teknologi. c. Penentuan Lokasi Lokasi penting bagi perusahaan, karena mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Penentuan lokasi yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab perusahaan beroperasi secara tidak efisien dan efektif, sehingga biaya operasi menjadi tinggi. Oleh karena itu dalam penentuan lokasi suatu industri diperlukan suatu pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari industri tersebut. Lokasi suatu industri sangat dipengaruhi oleh strategi pemerintahan, letak sumber bahan baku, daerah pemasaran, serta faktor lingkungan (Sutojo, 1993). Menurut Husnan dan Suwarsono (1997), variabel yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi proyek dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan produksi dan distribusi dari proyek yang akan didirikan. Faktor primer tersebut adalah : 1. Ketersediaan bahan baku 2. Letak pasar yang dituju 3. Tenaga listrik dan air 4. Ketersediaan tenaga kerja 5. Fasilitas transportasi Faktor sekunder yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi proyek adalah :
8
1. Hukum dan peraturan yang berlaku 2. Iklim, keadaan tanah 3. Sikap dari masyarakat setempat, termasuk adat istiadatnya 4. Rencana masa depan perusahaan, dalam kaitannya dengan perluasan d. Perencanaan Tata Letak Mesin dan Ruangan Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Perencaan ini bertujuan untuk mengoptimalkan keterkaitan antar pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metoda yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990). Keterkaitan aktivitas akan menjadi pedoman dalam perancangan tata letak ruang suatu pabrik secara menyeluruh. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi sandi sebagai berikut :
A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan yang satu harus saling berdekatan dan bersebelahan dengan kegiatan yang lain
E (especially important) menunjukkan bahwa letak antar kegiatan harus bersebelahan
I (important) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain cukup berdekatan
O (ordinary) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain tidak harus saling berdekatan
U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain bebas dan tidak saling terkait
X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara satu kegiatan dengan kegiatan lain tidak boleh saling berdekatan, atau harus saling berjauhan. Derajat keterkaitan ini kemudian digunakan dalam bagan
keterkaitan antar aktivitas. Berdasarkan bagan keterkaitan antar aktivitas kemudian disusun suatu tata letak fasilitas. Tabel 1 menunjukkan alasan dalam penilaian derajat hubungan aktivitas.
9
Tabel 1. Derajat hubungan antar aktivitas. Sandi
Alasan
1
Urutan Kerja
2
Penggunaan Peralatan Yang Sama
3
Penggunaan Ruang Yang Sama
4
Penggunaan Pekerja Yang Sama
5
Efisiensi Jarak, Waktu dan Kerja
6
Kemudahan Melakukan Pengawasan
7
Adanya Kontak Kerja
8
Adanya
Komunikasi
Lisan
Atau
Tulisan Sumber : Apple (1990)
3. Aspek Manajemen Operasional Menurut Ariyoto (1980), manajemen adalah cara mencapai tujuan dari sumber-sumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal), mesin dan peralatan, tenaga kerja, dan material. Dalam aspek manajemen dan operasi ini terutama dibahas tentang pertimbangan-pertimbangan pokok dalam membentuk organisasi, bentuk kepemilikan, struktur organisasi, deskripsi tugas, tenaga kerja dan persyaratannya, dan jadwal proyek. Analisa aspek manajemen operasional dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai struktur organisasi dan perusahaan sehingga akan diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sutojo, 1993). 4. Aspek Finansial Menurut Edris (1983) masalah yang hendak dikaji dalam aspek finansial adalah masalah keuntungan proyek. Kesehatan keuangan perusahaan ditentukan oleh profitabilitas dan likuiditas, namun profitabilitas adalah
yang
terpenting.
Evaluasi
finansial
dimaksudkan
untuk
memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal. Selain itu pada evaluasi aspek finansial juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan,
10