ANALISA KEKUATAN PAHAT BUBUT DARI DUA JENIS MATERIAL YANG BERBEDA
Oleh: Susilo ABSTRACT
The purpose of strength experiment analysis of lathe chisel is to know strength of lathe chisel. The experiment was done to lathe chisel material that was made in German and China. It used comparative method with experiment. The result of analysis show that chinese lathe chisel with same use, has higher threadbare degree than germany one.
PENDAHULUAN Mesin bubut yang digunakan untuk pembuatan, pengerjaan logam atau perbaikan tertentu pada suatu komponen mesin, karena begitu banyak macam pengerjaan yang dilakukan oleh mesin bubut dan kebanyakan pengerjaan logam atau pembuatan komponenkomponen mesin harus melalui proses pembubutan yang baik, karena kerja mesin bubut adalah untuk memotong logam dalam bentuk, ukuran dan kualitas permukaan yang direncanakan. Pada proses pengerjaan bubut salah satu komponen yang berpengaruh penting adalah pahat, pahat ini akan menentukan hasil dari pengerjaan yang dilakukan. Kualitas dari pahat harus memenuhi syarat pemotongan / penyayatan, adapun kriteria dari pahat bubut adalah ketajaman dari pahat, sudut kemiringan dari dimensi ujung pahat dan bahan dari pahat. Untuk bahan dari pahat harus melebihi kekuatan dari benda kerja yang dipahat. Perkembangan dari mesin bubut sebagai alat produksi (pembentukan logam) sangatlah pesat dan menjadi salah satu alat utama pada setiap perusahaan pemroduksi konstruksi mesin. Sehubungan dengan hal tersebut banyak pula perusahaan yang memproduksi mesin bubut, dari setiap pemroduksi mesin bubut akan mengeluarkan juga komponen-komponen mesin bubut tersebut. Salah satu komponen yang ikut diproduksi oleh perusahaan pembuat mesin bubut adalah pahat. Cina dan Jerman merupakan dua negara besar yang memproduksi pahat bubut, dari kedua negara tersebut memiliki pemasaran yang berbeda sehingga juga membedakan harga dari pahat bubut yang dibuat, tetapi selain hal tersebut yang pasti juga membedakan kekuatan dari pahat bubut yang diproduksi dan pada akhirnya terdapat perbedaan pada struktur dari bahan pahat tersebut. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menganalisa kekuatan bahan dari masingmasing pahat bubut tersebut. Pengujian yang penulis lakukan adalah dengan pengujian kekerasan yang sehubungan dengan keausan pemakaian. Pengujian tarik yang sehubungan dengan kekuatantarik dari bahan, pengujian kekerasan yang sehubungan dengan tingkat kekersan dari bahan penelitian struktur mikro untuk mengetahui bentuk struktur dari bahan uji. Dari pengujian yang dilakukan akan dianalisa kemudian dapat diketahui kualitas dari masing-masing bahan yang uji. LANDASAN TEORI 1. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Mesin Bubut Mesin Bubut banyak digunakan untuk pembuatan, pengerjaan logam atau perbaikan tertentu pada suatu komponen suatu mesin karena begitu banyak macam
76
pengerjaan yang dilakukan oleh mesin bubut dan kebanyakan pengerjaan logam atau pembuatan komponen-komponen mesin harus melalui proses pembubutan yang baik, karena kerja mesin bubut adalah untuk memotong logam dalam bentuk, ukuran dan kualitas permukaan yang direncanakan. Proses pembubutan adalah proses permesinan dimana permukaan benda kerja yang tidak diperlukan akan diraut oleh pahat bubut sehingga didapat permukaan benda kerja dengan dimensi yang sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena selama proses pembubutan terjadi penyayatan, yaitu saat pahat yang berada pada tool post (dudukan pahat) dinamakan pada benda kerja yang berputar. Proses pembubutan ini mampu untuk menghasilkan benda kerja dengan bentuk yang silindris, bentuk berlubang, bentuk pasak pada poros, alur pada lubang, hingga proses pembuatan berbagai macam ulir. Bentuk-bentuk tersebut dihasilkan dengan proses pembubutan, tergantung dari jenis operasi permesinan yang dilakukan dan pahat bubut yang digunakan. Dalam proses penggunaan mesin bubut komponen yang amat penting adalah pahat. Pahat berfungsi amat perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan pahat, sebagai pisau penyayat untuk proses pemotongan atau pengurangan bahan yang akan dibentuk, oleh sebab itu bahan dari pahat harus benar-benar keras demikian juga dalam pemilihan pahat juga harus disesuaikan dengan bahan yang akan dibentuk, penggunaan bahan pahat yang lebih lunak dari bahan yang akan dibentuk akan menyebabkan pahat patah atau cepat aus, bahkan bisa juga pahat itu sendiri yang terkisis. Salah satu jenis meterial pahat/perkakas potong yang banyak digunakan adalah baja kecepatan tinggi (HSS). Kelebihan HSS diantaranya adalah sifat keuletan yang relatif baik dan apabila telah mengalami aus dapat diasah kembali sehingga mata potongnya dapat tajam seperti semula. b. Tinjauan Bahan
Bahan dari pahat bubut tergolong pada kategori baja karbon, sebelum melakukan penelitian dan menganalisa hasil penelitian maka terlebih dahulu harus mengetahui tentang sifat-sifat dari bahan. Besi dan logam adalah bahan-bahan industri yang paling banyak dipakai, dimana sebagian ditentukan karena nilai ekonominya, tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang beragam, yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai berbagai sifat, dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam. Pada paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang disebut sementit dan juga grafit, grafit cenderung lebih stabil dibanding dengan sementit. Gambar 1. adalah diagram keseimbangan besi karbon (diagram Fe-Fe3C) sebagai bahan dasar dari besi baja. Pada diagram ditunjukkan beberapa titik penting dengan pengertian sebagai berikut : A : Titik cair besi B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik H : Larutan padat δ yang ada hubungannya dengan peritektik, kelarutan karbon maksimum adalah 0.10 % J : Titik Peritektik, selama pendinginan austenit pada komposisi J, fasa γ terbentuk dari larutan padat δ pada komposisi H dan larutan pada komposisi B. N : Titik transformasi dari besi δ ⇔ besi γ, titik transformasi A4 dari besi murni
77
C E G P
: Titik eutektik, selama pendinginan fasa γ dengan komposisi E dan sementit pada komposisi F (6,67%C) terbentuk dari cairan pada komposisi C. Fasa autektit ini disebut ledeburut. : Titik yang menyatakan fasa γ, ada hubungannya dengan reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon 2,14. paduan besi karbon sampai dengan komposisi ini disebut baja. : Titik transformasi besi γ ⇔ besi α, titik transformasi A3 untuk besi. : Titik yang menyatakan ferit, fasa α, ada hubungannya dengan reaksi eutektoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,02%.
Gambar 1. Diagram keseimbangan besi karbon (Tata, S., 1999 : hal 70)
S
GS ES A2 A0
: Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit pada komposisi P dan sementit pada komposisi K (sama dengan F) terbentuk simultan dari austenit pada komposisi S. Reaksi eutectoid ini dinamakan transformasi A1, dan fasa eutektouid ini dinamakan perlit. : Garis yang menyatakan antara temperature dan komposisi, dimana mulai terbentuk ferit dan austenit, garis ini disebut garis A3. : Garis yang menyatakan hubungan antara temperature dan komposisi; dimana mulai terbentuk sementit dari austenit, dinamakan garis Acm. : Titik transformasi magnetik untuk besi atau ferit. : Titik transformasi magnetik untuk sementit.
Baja yang berkadar karbon sama dengan komposisi eutectoid dinamakan baja eutectoid, dan yang berkadar karbon lebihh dari komposisi eutectoid disebut baja hipereutectoid. Gambar 2 menunjukkan struktur mikro baja apabila baja didinginkan berlahan-lahan dari 500 – 1000C di atas garis GS (A3) dan garis SE (Acm) pada gambar 2 pada baja eutectoid transformasi terjadi tetap pada titik S menjadi struktur yang disebut perlit. Pada baja hipoeutectoid terbentuk fasa ferid mendekati besi murni yang komposisinya sama dengan P dan perlit, sedang pada hipereutectoid terbentuk perlit dan sementit pada batas butir.
78
Gambar 2. Struktur mikro baja karbon untuk 0,06% C, besar butir medium (ASTM No.7) x 100 (Tata, S., 1999 : hal 71)
Gambar 3. Struktur mikro baja karbon untuk 0,25% C, baja dinormalkan pada 9300C x 500 (Tata, S., 1999 : hal 71)
Gambar 4. Struktur mikro baja karbon untuk 0,30% C, baja diaustenitkan pada 9300C ditransformasikan isothermal pada 7000C, ferit dan perlit kasar x 1000 (Tata, S., 1999 : hal 71)
Gambar 5. Struktur mikro baja karbon untuk 0,45% C, baja dinormalkan pada 8400C, ferit dan perlit x 500 (Tata, S., 1999 : hal 71)
79
Gambar 6. Struktur mikro baja karbon untuk 0,80% C, baja diaustenitkan pada 11500C, didinginkan ditungku x 200 (Tata, S., 1999 : hal 71)
Gambar 7. Struktur mikro baja karbon untuk 1,0% C, baja dirol panas pada 10500C, pendinginan udara, matriks perlit, sementit pada batas butir (garis putih) x 500 (Tata, S., 1999 : hal 71)
2. Pengujian dan Evaluasi Bahan Pengujian sifat mekanis bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis suatu bahan, seperti tegangan (Stress), regangan (Strain), kekuatan (Strength), keuletan (Ductility), ketangguhan (Toughness), dan kekerasan (Hardness). a. Uji Tarik (Tensile test) Deformasi bahan disebabkan oleh beban tarik statik adalah dasar dari pcngujian-pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan, hal ini disebahkan oleh beberapa alasan : 1) Mudah dilakukan 2) Menghasilkan tegangan uniform pada penampang 3) Kebanyakan bahan mempunyai kelemahan untuk menerima beban tegangan tarik yang uniform pada penampang. Evaluasi di bagian aman masih mungkin
80
Gambar 8. Alat Uji Tarik Maka dalam pengujian bahan industri, kekuatan adalah paling sering ditentukan oleh penarikan statik. Untuk memberikan evaluasi secara industri terhadap bahan-bahan, setiap negara menentukan batang uji sesuai dengan standard yang ada di negara tersebut. Penentuan tersebut tidak dilakukan dalam penelitian, kecuali karena alasan penggunaan praktis maka batang uji standard industri dapat dipakai.
Garnbar 9. Deformasi disebabkan oleh behan tarik. (Tata, S., 1999 : hal 8)
Pada pengujian tarik benda uji diberi beban tarik yang besarnya secara kontinu dan satu sumbu terhadap benda uji yang diamati pertambahan beban ( P ) & pertambahan panjang (Δl). Tegangan ( Stress) yang terjadi pada benda uji adalah beban ( P) persatuan luas penampang (Δl) :
81
Pmax ( Kg / mm 2 ) . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . [ 1 ] A Dimana : σ = Tegangan tarik maksimum (kg/mm2 ) P max = Beban maksimal (Kg) A = Luas Penampang (mm2 )
σ =
Sedangkan pertambahan panjang dinyatakan dengan Regangan yaitu pertambahan panjang dibagi dengan panjang awal pada panjang ukur (gage length ) : ΔL L f − Lo . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . .. . [ 2 ] e = = L0 Lo Dimana : ΔL = Perubahan panjang. (mm) = Panjang awal (mm) Lo - P anjang akhir (mm) Lf o = Regangan Regangan tidak memiliki satuan, akan tetapi dapat dikalikan dengan 100%. Dari hasil pengukuran Tegangan dan Regangan dibuat suatu grafik Tegangan - Regangan, ditunjukan pada Gamhar 10, yang menerangkan kurva tegangan-tegangan teknik dan grafik tegangan regangan sejati.
(a) Tegangan-regangan teknik
(b) Tegangan-regangan sejati
Gambar 10. Kurva tegangan-regangan (Dieter G. E., 1987) b. Uji Kekerasan (Hardness Test) Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis atau deformasi permanent, Pengujian kekerasan ada 3 jenis yaitu : Goresan, untuk mineral dengan menggunakan metode skala Mohs, 1. Lekukan (identasi); benda uji diidentasi atau ditekan dengan identor / 2. penetrator sehingga meninggalkan jejak nilai kekerasan ditentukan oleh besar kecilnya jejak, Pantulan; pengukuran kekerasan dinamik yaitu penumbuk yang dijatuhkan ke 3. permukaan logam dan kekerasan dinyatakan dengan tinggi pantulan, metodenya adalah skeleroskop Shore Metode pengujian kekerasan terhadap logam yaitu metode identasi yang paling banyak digunakan antara lain :
82
1. 2. 3.
Metode Kekerasan Brinell Metode Kekerasan Rockwell Metode Kekerasan Vickers
Gambar 11. Alat Uji Kekerasan Vickers Metode tersebut dengan memberikan identasi pada benda uji, jejak yang terbentuk kemudian diukur luas penampangnya (pada metode Brinell dan Vickers). Nilai kekerasan ditentukan dengan Beban per luas penampang jejak. Bahan yang memiliki kekerasan tinggi akan menghasilkan jejak yang lebih kecil, sedang bahan yang lunak akan menghasilkan jejak yang besar. Metode Brinell 1. Mengidentasi permukaan logam dengan bola baja dengan tekanan tertentu, kemudian diukur diameter dari .jejak penetrator tersebut pada logam yang diuji, kekerasan ditentukan dengan pcrsamaan sbb : 2P (kg/mm2 ............................. [3] BHN = 2 2 π .D. D − D − d Dimana : BHN = Kekerasan Brinell (kg/mm2) P = Beban yang diberikan (Kg) D = Diameter penetrator (mm) d =Diameter injakan penetrator (mm) Ketentuan penggunaan beban dan tebal benda uji
(
)
Tabel 1. Ketentuan Penggunaan Beban dan Tebal Benda Uji t Bahan P/D2 (mm) Ferrous 30 >6 Paduan Non-Fe 10 3–6 Murni Non-Fe 5 1–3
83
D (mm) 10 5 2,5
Metode Rockwell 2. Pengujian ini lebih cepat karena nilai kekerasan langsung dapat dilihat dari meteran pada alat ujinya. Penetrator yang digunakan biasanya dari kerucut intan dengan sudut puncak 120° dan bola baja berdiameter 1/16 dan 1/8 inchi, besar beban yang digunakan 60,100 dan 150 Kg. Tabel 2. memberikan informasi tentang skala dan beban utama pada setiap skala yang ada pada pengujian kekerasan dengan metode Rockwell. Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell
Brinhell (Ha)
Rockwell (HaA, HaC etc)
Rockwell superficial (HaA, HaC etc)
Vickers (HV)
Bola baja 10 mm Ф Karbida
Kerucut intan 1200, Bola baja 1/16”-1/2”
Kerucut intan 1200, Bola baja 1/16”1/2”
Piramida intan sudut bidang berhadapan 1360
500-3,000 kg
Beban mula 10 kg beban total 60, 100, 150 kg Dalamnya penekanan
Beban mula 3 kg, beban total 15, 30 dan 45 kg
1-120 kg
Beban Luas penekanan
Dalamnya penekanan
Beban Luas penekanan
Kekerasan mikro (HV)
Shore (HV)
Jenis Vickers jenis Knoop sudut 1300, 1720 1-500 g
Palu intan 3g
Beban Luas penekanan
Tinggi pantulan 6,5” dari 10” tinggi pantulan asal adalah 100
(Sumber : Surdia. T & Saito. S. . Pengetahuan Bahan Teknik. 1984) Tabel 3. Karakteristik berbagai pengujian kekerasan Skala B C A D E F G H K L M P R S V
Penekanan Bola Baja 1/16” Intan Intan Intan Bola Baja 1/8” Bola Baja 1/16” Bola Baja 1/16” Bola Baja 1/8” Bola Baja 1/8” Bola Baja 1/4” Bola Baja 1/4” Bola Baja 1/4” Bola Baja 1/16” Bola Baja 1/2” Bola Baja 1/2”
Beban utama 100 150 60 100 100 60 150 60 150 60 100 150 60 100 150
Dial Merah Hitam Hitam Hitam Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah
(Sumber : Surdia. T & Saito. S. . Pengetahuan Bahan Teknik. 1984) 3. MetodeVickers Penetrator yang digunakan adalah piramid intan dengan sudut puncak 136°, kekerasan ditentukan dengan persamaan : 84
2.P sin θ / 2 1,854.P (kg/mm2 .......................... [4] = 2 2 D D Dimana : VHN = Kekerasan Vickers (kg/mm2 ) D = Diagonal jejak rata-rata (mm) P = Beban yang diberikan (Kg) Jika dilakukan dengan lebih dari satu pengujian, maka untuk mementukan hasil pengujian : VHN ...................................................... [5] VHNrata-rata = ∑ ∑n Dimana : ΣVHN = Jumlah Kekerasan vickers dari setiap pengujian (kg/mm2 ) Σn = Banyaknya pengujian yang dilakukan.\ VHN =
Karena jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka VHN tidak tergantung pada beban pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasa digunakan pada uji vicker, berkisar antara 1 hingga 120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Tabel 1 adalah ringkasan berbagai pengujian kekerasan. Dalam pengujian kekerasan, seperti pada pengujian static lainya, diukur ketahanan terhadap deformasi. Tetapi ukuran penekanan, beban dan ukuran penekanan, derajat pengerasan berbeda. Jadi pertama korelasi antara kekerasan yang diperoleh dengan berbagai cara pengujian kekerasan menjadi permasalahan. Tidak ada cara lain kecuali mendapat hubungan tersebut secara eksperimen, jadi kekerasan yang diperoleh dengan berbagai cara ditulis sebagai tabel konveksi kekerasan. Tetapi hal yang diutarakan diatas berbeda menurut bahan, oleh karena itu untuk baja dan paduan tembaga perlu memakai tabel yang berlainan, sesuai dengan paduan masingmasing. Sejumlah data tersedia berkenaan dengan hubungan antara kekerasan dan kekuatan tarik atau kekuatan lelah. Hubungan ini sangat memudahkan pengunaannya untuk mengetahui kekuatan bahan dengan pengujian sederhana dari kekerasan. Tetapi karena hubungan itu memuat banyak faktor variable, perlu hati-hati dalam penggunaan hagi bahan yang sama jenisnya. Namun demikian jika bahan sulit untuk dilakukan pengujian tarik karena memiliki sifat keras dan patah langsung maka untuk hasil dari pengujian tarik dapat digunakan rumus hubungan kekerasan dan kekuatan tarik yaitu dengan persamaan sebagai berikut : σB = 3,45 x VHNrata-rata .................................................... [6] Dimana : σB = Kekuatau tarik bahan (Kg/mm2 ) VHN = Kekerasan Vickers rata-rata (kg/mm2 ) c. Struktur Mikro Pengamatan terhadap struktur mikro logam akan sangat membantu sekali dalam mengidentifikasikan suatu logam. Karena Iogam terdiri dari struktur atom yang membentuk struktur kristal, dimana masing-masing kristal akan dengan orientasi yang berbeda. Orientasi yang berbeda dari masing-masing struktur kristal tersebut
85
dinamakan butir (Grain) sedang daerah yang membatasi butir disebut batas butir (Grain Boundary). Setiap logam akan memiliki struktur mikro yang berbeda, pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop logam. Sebelum benda uji diamati dengan mikroskop logam, benda uji pada bagian permukaan yang diamati harus benar-benar rata agar dapat memantulkan sinar dengan baik. Benda uji dilakukan pengamplasan dari kasar (240) sampai halus (1200) tergantung dari kekesaran permukaan logam tersebut. Kemudian dipoles dengan bahan pemoles biasanya serbuk aluminium atau bahan pemoles yang mengandung serbuk alumina. Setelah itu dilakukan etsa (dikikis bagian permukaannya dengan bahan kimia) Tujuan etsa adalah mengikis selaput deformasi pada permukaan benda uji, yang terkikis pada batas butir, bagian batas butir akan tampak dan komponenkomponen tertentu (fasa-fasa) akan tampak. Zat etsa yang digunakan terhadap logam akan berbeda-beda tergantung dari jenis logamnya. Untuk baja karbon dan best cor biasanya digunakan zat etsa Nital yaitu campuran asam nitrat dengan kepekatan 36 % (HNO3) dan alkohol dengan pekat dmgan 99-95 ml Alkohol. Sketsa perbandingan 1-5 ml HNO 3 pengamatan struktur mikro. Ukuran dan bentuk butir akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan termal (heat treatment) terhadap logam tersebut atau perlakuan mekanik pembentukan (metal forming). Besar butir juga akan mepengaruhi kekuatan dari logam tersebut.
Gambar 12. Alat Uji Foto Mikro KESIMPULAN Pada bagian akhir penulisan laporan penelitian pahat bubut produksi Jerman dan pahat bubut produksi China ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pahat bubut produksi Jerman memiliki kekerasan vickers sebesar 39,334 kg/mm 2 , sedangkan pahat bubut produksi China hanya memiliki kekerasan vickers sebesar 37,458 kg/mm 2 . Jadi pda pahat bubut buatan Jerman memiliki kekerasan lebih tinggi di banding pahat bubut buatan China.
86
Gambar 13. Dapur Etsa
Gambar 14. Bentuk dari benda uji tarik Bentuk dari benda uji tarik 2. Dari grafik laju pengujian kekerasan vickers dapat dilihat bahwa bahan pahat bubut Jerman memiliki grafik yang linier disemua tempat pengujian, sedang pada pahat bubut China cenderung berbeda pada area pengujian yang berbeda. 3. Kekuatan tarik dari pahat bubut produksi Jerman Iebih tinggi yaitu 14,9 kg/mm 2 , sedangkan pahat bubut buatan China memiliki kekuatan tarik lebih rendah yaitu 10,33 kg/mm 2 . 4. Dari hasil foto mikro terlihat hahwa pahat bubut produksi Jerman lebih homogen di banding dengan pahat bubut produksi China. 5. Dari perhitungan prosentase struktur bahan, ternyata bahan pahat bubut produksi Jerman memiliki struktur martensit dan perlit yang lebih tinggi. Hal itu menandakan bahwa pahat bubut buatan Jerman memiliki kekerasan lebih tinggi di banding pahat bubut buatan China. Dari semua uraian kesimpulan diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa dari semua hasil pengujian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pahat bubut produksi Jerman memiliki kualitas teknis yang lehih baik dibanding dengan pahat bubut produksi China. 87
DAFTAR PUSTAKA Anwir, B.,S. (1953). Tafsir Kamus Teknik, Stem. H. Jakarta: Penerbit Buku Teknik Budinski, G., dan Budinski., K., 1999, Engineering Material-properties and selection, 6th edition, Prentice Hall International, Inc., New Jersey, USA.
Callister Jr., WD., 1997, Material Science and Engineering An Information, 4th edition, Jhon weley and Sons, New York, USA. Davis, H.E., Troxell, G.E., Wiskocil, C.T., 1955, The Testing and Inspection of Engineering Materials, Mcgrow-Hill Book company, New York, USA. Dieter, G., terjemahan oleh Sriati Djeprie, 1987, Met.alurgi Mekanik, Jilid 1, edisi ke-tiga, Erlangga, Jakarta. Nasution, S., dan Thomas, M., 2000, Buku Penuntun Pembuatan Tesis, Skripsi, Disertasi dan Makalah, Cetakan ke-enam, Bumi Aksara, Jakarta. Samsudin. (1998). Diklat Ilmu Logam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Sumallman, R, E. (1991). Metarulgi Fisik Modern. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sa’ti., S.T.M., 1974, Buku Polyteknik, Cetakan ke-tujuh, Sumur Bandung, Bandung. Tata, S., (1999). Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan ke-empat. Pradnya paramita. Jakarta.
88