Analisa Kekuatan Dek Haluan Untuk Mengatasi Impact Meriam Pada Kapal Patroli Cepat 60 Meter M. Hendra Oktavyanto1), Ir. H. Agoes Santoso, MSc., MPhil., Ceng2) Ir. Soemartojo W.A3) 1) 2)
Mahasiswa: Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS Staf Pengajar: Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS
ABSTRACT Warship or fast patrol boat is a vessel that should be able to be function optimally at sailing condition or at war by facing an enemy. In other word, The warship or fast patrol boat is a vessel that needed to maintain defense. Warship also must have sufficient and adequate weaponry to protect from enemy attack. From that statement, the research are needed to deploy. The research that will be discuss is about how much the deck strength that can overcome with the impact of cannon when it’s bullet are fired. Cannon and the bullet that will be analyzed which is caliber 30, caliber 40 and caliber 50 mm. The analyzation procces start on warship modeling by using maxurf software program. She has 60,32 meters of LOA, 8,37 meters of breadth (moulded), and 5,09 meters of Depth. Then, the analyzation continue to deck construction by using AutoCAD 2-Dimensional & 3-Dimensional. From 3D drawing of ship construction, the drawing are converted into a Node, in order to draw & analyze it by using Ansys Software Program. From manual calculation we got the value of total load (static and Dynamic) for an input analysis. On caliber 30 mm we got 4325,79 N, caliber 40 mm we got 8380,68 N, and 50 mm we got 11762,17 N. And for the output of analysis we got the value of maximum Deformation and Stress on each caliber, 21,7 mm & 6,04444 x 106 Pa, 27,23 mm & 8,89666 x 106 Pa, and 30,7 mm & 1,07933 x 107 respectively.
merupakan sebuah kapal yang diharapkan memiliki kecepatan service yang tinggi, tingkat keandalan ataupun ketersediaan yang tinggi, dan yang paling penting ialah kemampuan untuk menyerang ataupun mempertahankan sesuatu secara optimal. Karena meskipun kapal tersebut memiliki kecepatan yang tinggi, apabila tidak memiliki kemampuan menyerang yang cukup optimal maka kapal tersebut bisa dikatakan tidak memenuhi fungsinya sebagai dalam mendesain sebuah kapal perang, yaitu kemampuan di dalam melakukan sebuah penyerangan yang bertujuan untuk mempertahankan sesuatu. Salah satunya ialah, dengan menganalisa
pembebanan yang diakibatkan oleh meriam ataupun peralatan lain yang berfungsi untuk memberikan serangan. Untuk analisa selanjutnya bisa dikatakan sangat penting, ialah analisa dari deck load, sehingga kapal memiliki tingkat keandalan yang tinggi selama waktu operasinya Berdasarkan skripsi yang berjudul “Analisa Kekuatan Dek Haluan Untuk Mengatasi Impact Meriam Pada kapal patroli cepat 60 Meter ini” kita dapat mengetahui apakah kapal dapat beroperasi secara maksimal, baik ketika kapal sedang melakukan serangan ataupun tidak. Analisa nantinya dilakukan dengan menggunakan perhitungan manual, dilanjutkan dengan analisa kekuatan dek haluan dengan melakukan input pemodelan dengan menggunakan Ansys Workbench dengan metode Finite Element. 2. Dasar Teori 2.1. Penggunaan Baja dan Aluminium Kapal
Keywords: caliber, deck load analysis, deformation, finite element method, shear stress, warship
1.
PENDAHULUAN Latar Belakang kapal perang. Di lain sisi, antara kecepatan, stabilitas, ataupun kemampuan menyerang memiliki hubungan satu sama lain yang sangat penting. Oleh karena itu, salah satu hal yang harus diperhatikan di Berdasarkan fungsinya, kapal perang
Pembuatan baja dilakukan dengan melakukan peleburan sebuah substance dengan sebuah proses dinamakan rolled hot ingot. Dan beberapa tipe baja yang umumnya digunakan pada beberapa bagian kapal dapat ditunjukkan pada gambar 1.
ketebalan plat yang lebih dan biasa digunakan pada tempat-tempat yang kritis (tempat yang sering terjadi pembebanan). Sedangkna untuk grade C, D, dan E memiliki karakteristik notchtough yang tinggi dimana grade C biasa direkomendasikan oleh ABS (American Bureau Of Shipping). Lloyd Register juga memberikan karakteristik untuk baja grade A, B, D, dan E di chapter 3 Lloyd Rules for the Manufacture, Testing and Certification Of Materials.
2.2 Gambar 1. Macam-macam steel section pada bangunan kapal
Baja (steel) yang penggunaanya digunakan sebagai konstruksi lambung umumnya menggunakan baja tipe mild steel yang mengandung 0,15 ~ 0,23 % Carbon, dan memiliki kandungan manganese yang tinggi. Untuk kandungan-kandungan lain seperti sulphur dan phosphorus yang terdapat pada mild steel tetap dijaga pada kondisi minimum (< 0,05%). Dengan tingginya kedua kandungan tersebut apabila terdapat pada mild steel, akan dapat mengakibatkan rusaknya welding properties dari baja, dan cracks dapat timbul ketika pada proses rolling apabila kandungan sulphur yang tinggi. Pada umumnya, Baja yang digunakan pada kapal, diproduksi berdasarkan berdasarkan beberapa inspeksi serta beberapa pengujian-pengujian sebelum baja tersebut siap dikirim dan digunakan. Biasanya materialmaterial yang memiliki sertifikat ditandai dengan merk / lembaga klasifikasi dari material. Lembaga-lembaga klasifikasi kapal, awalnya memiliki berbagai macam spesifikasi untuk baja. Tetapi pada tahun 1959, lembaga tersebut telah membuat kesepakatan untuk meminimalkan grade dari baja. Sehingga saat ini, hanya terdapat 5 macam grade yang menunjukkan kualitas dari suatu baja dan umumnya standard dari baja merujuk terhadap IACS (International Classification Of Societies) yaitu grade A, B, C, D, dan grade E. Grade A, merupakan mild steel yang disesuaikan dengan hal yang di rekomendasikan oleh Lloyd Register dan biasa digunakan sebagai ship building. Untuk grade B, merupakan kualitas mild steel yang lebih baik daripada grade A dan memiliki
Material Sebagai konstruksi Bangunan Kapal
2.2.1. Aluminium Alloy Terdapat 3 keuntungan yand didapatkan apabila kita menggunakan aluminium sebagai material pada konstruksi bangunan pada kapal. Pertama, aluminium lebih ringan dibandingkan dengan mild steel, lebih tepatnya 2.723 ton/m3, sedangkan mild steel 7.84 ton/m3, sehingga dapat disimpulkan dengan menggunakan aluminium kita dapat menghilangkan berat sebesar 60% dari penggunaan baja sebagai konstruksi pada kapal. Keuntungan kedua, sifat dasar dari aluminium ialah tahan terhadap corrosion karena merupakan nonmagnetic properties. Penggunaan aluminium karena merupakan non-magnetic properties memberikan keuntungan yang besar bagi kapal perang yaitu sebagai penggunaan magnetic compass. Sedangkan kerugian di dalam menggunakan aluminium ialah dilakukannya maintenance secara berulang terhadap joint yang dilakukan harus seringkali ditinjau. Serta biaya investasi serta biaya fabrikasi yang cukup mahal. Beberapa kapal di wilayah atlantik utara memberikan indikasi bahwa biaya struktur pada aluminium dapat lebih tinggi pada kapal yang berfungsi sebagai kapal niaga, misalnya pada kapal penumpang. Heat treated aluminium alloy yang sesuai dan dapat digunakan sebagai konstruksi bangunan kapal ialah terdapat kandungan berupa magnesium dan silicon.
Kedua hal tersebut akan membentuk sebuah compound Mg2Si dan akan menghasilkan campuran yang tahan akan adanya corrosion serta akan memiliki ultimate tensile strength yang lebih tinggi daripada tipe non-heat treated alloys. Di bawah ini akan ditunjukkan tabel berupa campuran-campuran yang dapat dicampurkan pada aluminum sehingga menghasilkan high tensile strength yang tinggi, Tabel 1. Kandungan dari aluminium alloy
ts
= Ketebalan mild steel
Za
= Section modulus untuk aluminium stiffener = Section modulus untuk mild steel stiffener = 0,2 % proof stress atau 70% dari ultimate strength material
Zs σa
Pada tabel 3, akan ditunjukkan minimum mechanical properties dari penggunaan aluminium alloy pada struktur bangunan kapal. Yang diambil berdasarkan tabel 2.1.2 Lloyd Register Part 3, Chapter 2, Section 1 & 2. Tabel 3. Minimum mechanical properties untuk aluminium alloys
2.2.2
Karakteristik Aluminium Alloy Berdasarkan Lloyd Register
Pada Lloyd Register Part 3, Chapter 2, Section 1, 1.3, mengenai penggunaan aluminium, menyatakan bahwa, penggunaan material berupa aluminium dapat / diijinkan untuk digunakan sebagai special purpose craft dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai kapal perang. Lloyd Register juga telah merekomendasikan ketebalan plat dengan persamaan sebagai berikut :
ta = t s kaC Untuk section modulus stiffeners ;
Z a = Z s kaC Dimana, C = 0.95 (untuk high resistance alloy) = 1 (untuk others alloy) Ka = 245/σa ta = ketebalan plat aluminium
2.3.
Filosofi Pembebanan Meriam
2.3.1
Hukum 3 Newton
Berdasarkan hukum ke-III Newton, ketika sebuah benda memberikan sebuah gaya kepada benda lain maka benda kedua tersebut membalas memberikan gaya kepada benda pertama, dimana gaya yang diberikan sama besar, tetapi berlawanan arah. Sehingga gaya yang bekerja pada sebuah benda merupakan hasil interaksi dengan benda lain. Sebai bukti dari adanya hukum ke-3 Newton dapat diberikan pada contoh berikut, misalkan terdapat seseorang sedang memukul sebuah tembok, maka hasil yang didapatkan ialah rasa sakit. Hal tersebut dikarenakan tembok
memberikan gaya yang sama besar dengan pukulan orang tersebut, tetapi untuk arah gaya yang diberikan oleh tembok, berlawanan arah dengan gaya yang diberikan ke tembok. Secara matematis, hukum ke-3 Newton dapat ditulis sebagai berikut :
contact), maka tidak bisa dikatakan bahwa keduanya memberikan gaya yang sama. Sehingga, hukum ke-3 Newton tidak dapat diaplikasikan
FA = − FB Dimana, Fa
= merupakan gaya yang diberikan oleh benda A
Fb
= ialah gaya yang diberikan benda B
Gambar 3. Ilustrasi Gaya tak langsung
Atau dapat ditulis pada persamaan,
FAKSI = − FREAKSI
2.3.2
Pembebanan Meriam
Untuk contoh lain dapat dilihat pada gambar 14, dimana terdapat 2 buah gaya yang berlawanan arah. Jika A dan B berhadapan satu sama lain (gambar 14), dan masing-masing memberikan gaya dorong, maka dapat dikatakan besar dari gaya yang diberikan sama besar dengan arah gaya yang berlawanan arah. Gambar 4. Ilustrasi Pembebanan Meriam
Gambar 2. Ilustrasi Gaya Aksi – Reaksi (hukum newton 3)
Namun apabila A dan B saling tarik menarik dengan sebuah tali seperti yang ditunjukkan pada gambar 15, maka antara kedua orang tersebut tidak saling memberikan gaya dorong, karena keduanya tidak kontak secara langsung. Karena A dan B tidak lagi pada kondisi kontak langsung (direct
Berdasarkan ilustrasi pembebanan meriam seperti pada gambar 16, gaya F1 merupakan gaya yang bekerja pada partikel 1, dalam hal ini adalah pressure meriam dari masing-masing caliber yaitu 30,40 dan 50 mm. Sedangkan gaya F2 merupakan gaya hentakan yang diakibatkan oleh partikel 1 atau bisa dikatakan hentakan antara pressure dan peluru meriam caliber 30,40 dan 50 mm. Pada ilustrasi yang diberikan pada gambar 16, besar F1 didapatkan melalui persamaan,
F1 = P x A Dimana, F1
= Gaya meriam (N)
P
= Pressure meriam
3. Flowchart
STA
(Pa)
Studi
A
iter
L
= Luas permukaan silinder meriam (cm2)
Pengumpulan Data
Sedangkan untuk besar F2 didapatkan melalui persamaan, F1 + mg sin – F2 = ma Atau F1 + mg (sin – µk cos ) = ma Dimana, F1 = Gaya meriam (N) F2 = Gaya balik meriam (N) m = massa peluru (kg) g = percepatan grafitasi (m/s2) a = percepatan (m/s2) µk = gaya gesek
-
Data Spesifkasi Meriam Data
Pemilihan & Penentuan Spesifikasi Peluru dan General Arrangem Pemodelan Deck
Perhitungan Beban Meriam + P l
Analisa Stabilitas K l
Validas i
Pembuatan Laporan & K i l
- Literat ure - Websit e l
4. 4.1.
Analisa Data dan Pembahasan Data Utama Kapal
Gambar 4. Bentuk lambung pada kapal yang akan dianalisa (Ansys ICEM CFD 11)
Length Over All (LOA) : 60,32 meter Length of Waterline (LWL) : 55,82 meter Length of Perpendicular (Lpp) : 54,39 meter Breadth (moulded) : 8,37 meter Breadth WL : 7,37 meter Depth (H) to BL (moulded ) : 5,09 meter Draught (T) to BL : 2,00 meter Service Speed (Max.) : 30 knots Engine Power 2x3860 Hp
4.1.1.
Karakteristik Alloy
Material
Aluminium
Di bawah ini menunjukkan karakateristik aluminium yang digunakan sebagai konstruksi pada dek haluan kapal :
Gambar 5. Bentuk lambung pada kapal yang akan dianalisa (Ansys ICEM CFD 11)
4.3. 4.4.
Alloy / Temper : 6061 Ultimate Tensile Strength : 310 MPa 45 Ksi Tensile Yield Strength : 275 Mpa 40 Ksi Ultimate Shearing Strength: 205 Mpa 30 Ksi Fatigue Indurance Limit : 95 Mpa 14 Ksi Modulus Of Elasticity : 69 GPa 10.0 Psi (106)
4.2.
Orthographic & 3-Dimensional Drawing
Hasil Proses Analisa Ansys Total Deformasi Kaliber 30, 40, 50 mm Sudut 450
Gambar 7. Maximum Stress pada Kapal meriam 30, 40, 50 mm kondisi 450 Gambar 6. Maximum Total Deformasi pada Kapal meriam 30, 40, 50 mm kondisi 450 .
4.5. 4.5.1.
Total Stress Kaliber 30, 40, 50 mm Sudut 450
5. KESIMPULAN Berdasarkan Deck Load Analysis oleh meriam caliber 30, 40 dan 50 mm maka
didapatkan
kesimpulan
sebagai
berikut. 1. Spesifikasi meriam yang didapatkan sebagai obyek analisa ialah sebagai berikut, a. Meriam Caliber 30 mm 37 mm (1.457 in) Gun Data Bore Weight Of Gun Weight Projectile
1.457 611
Inches
37
mm
lb
277
kg
1.814
lb
0.823
kg
Proppellant Charge
1.44
lb
0.2
kg
Muzzle Velocity
2625
ft/s
800
m/s
2
Working Pressure
17.8
tons/in
2800
kg/cm2
Max. Range
8530
yard
7800
m
Ceiling
16.4
ft
5000
m
2.
b. Meriam Caliber 40 mm
Untuk material yang digunakan ialah material 40 mm (1.575 In) Bofors
yang digunakan untuk analisa ialah material berupa aluminium alloy dengan spesifikasi
Gun Data Bore Weight Of Gun Weight Of Barrel Length Gun Length Bore Length Chamber Volume Chamber Length Rifling
Inches
40
1163
lb
528
kg
230
lb
104
kg
Lands
145.5
Inches
3685.7
mm
88.578
inches
2249.88
mm
Density
:
2770
kg/m3
10.335
inches
262.51
mm
28.661
In3
0.4697
dm3
: :
2.30E-05 2.80E+08
1/0C Pa
75.85
In
1926.6
mm
0.60 x 5.59
mm
: :
2.80E+08 3.10E+08
Pa Pa
2.66
mm
Thermal Expansion Tensile Yield Strength Compressive Yield Strength Tensile Ultimate Strength Compressive Ultimate Strength
:
0
Pa
0.0892
Twist
In
Increasing 1 in 45 to 1 in 30
Weight Projectile Proppellant Charge Muzzle Velocity
Working Pressure Approx Life Max. Range
sebagai berikut, Material Young Modulus Poisson Ratio
(16) 0.0236 in deep x 0.22
Groovers
mm
1.575
1.97
lb
0.894
kg
0.719
lb FNH/PO22
0.326
kg
2890
ft/s
19.68
tons/in2
10000
EFC
10.75
yard
kg/cm2
3100
Aluminium Alloy 7.10E+10 Pa 0.33
Spesifikasi aluminium yang digunakan untuk
m/s
881
: : :
analisa di
atas sesuai dengan spesifikasi
aluminium yang disarankan oleh Llyod Register 9830
mm
3. Hasil analisa yang didapatkan dengan bantuan Ansys Workbench dengan metode Finite
c. Meriam Caliber 50 mm
Element didapatkan nilai sebagai berikut
55 mm (2.165 Inches)
-
dan 50 mm berturut-turut ialah 17.05
Gun Data Bore
2.165
Inche s
55
m m
Weight Of Gun
1430
lb
650
kg
770
lb
350
kg
Length Gun
236
Inche s
6000
Length of Barrel
166
inches
4220
Length Of Rifling
148
inches
3750
Groovers
0.030 x 0.171
inches
0.75
m m
Lands
0.169
In
4.3
m m
Weight Of Barrel
Twist
Total Deformation untuk Caliber 30, 40
mm , 20.9 mm dan 23.46 mm -
Caliber 30, 40 dan 50 mm berturut-turut
m m m m m m
Increasing 1 in 90 to 1 in 25.6
Weight Projectile
4.4
lb
2
kg
Proppellant Charge
2.4
lb
1.1
kg
Muzzle Velocity
3350
ft/s
1020
m/s
Approx Life
1000 0
EFC
Max. Range
4370
yard
4000
m
Maximum Shear Elastic Strain untuk
ialah 0.0000142 mm/mm , 0.0002. mm/mm , dan 0.000245 mm/mm -
Maximum Shear Elastic Stress untuk Caliber 30, 40 dan 50 mm berturut-turut ialah 10.95 MPa , 15.5 MPa, dan 18.9 MPa
DAFTAR PUSTAKA 1.
Molland,
Anthony
Maritime
F.,
9.
2.
Operation) ; 2008 ; Hungary
Newton’s
Eyres,D.J., Ship Construction,
Baltimore 11.
Laws
;
To
2009
;
Mackenzie, D.Scott & Totten,
The
Aluminium
:
Phsycal
Classification Of Ships , Part 3,
Metallurgy
&
Proccess
Chapter 2 ; 2006
(Volume 1) ; 2003 ; New York
Lloyd
Rules For
Register
Rules
And
12.
E.,
Hanbook
Of
Stauffer, Dietrich & Stanley,
The
H.Eugene., From Newton To
Classification Of Ships , Part 3,
Mandelbort : A Primer in
Chapter 3 ; 2006
Theoritical Physic ; 1990 ; UK
For
Tupper, Eric., Introduction to
Campbel,
Jhon.,
Naval
Weapons Of World War Two ; 2002 ; USA McKay, Jhon., Anatomy Of The Ships : The 100 Gunship Victory ; 2000 ; Great Britain 8.
Guide
George
Register
2002 ; Oxford
7.
Illustrated
And
Lloyd
Naval Architecture, 3th Edn ;
6.
Zimba, Jason., Force+Motion : An
Regulation
5.
10.
Ship Design, Construction and
Regulation
4.
kedua ; 2011 ; Indonesia
Engineering
6th Edn ; 2007 ; Oxford 3.
(edisi untuk SMA) , Edisi
The
Reference Book (a Guide to
Gurumuda., Hukum III Newton
American Institute of Steel Construction
(AISC).,
Steel
Construction
Manual,
13th
Edn ; 2006 ; USA