Analisa Kegagalan Material Baja Karbon ASTM A 179 dan SS 316 L pada Tube Heat Exchanger 09-E-105 PT Petrokimia Gresik Ir. Muchtar Karokaro M.Sc, 1, Diah Susanti Ph. D, 1, Moh. Rizal Ibrahim 2 1
Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi ITS e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Heat Exchanger 09-E-105 di PT Petrokimia Gresik digunakan sebagai pendingin udara dan pemanas amoniak sebagai bahan baku pupuk NPK (merk dagang PHONSKA). Alat ini bekerja mulai dari tahun 2000 hingga awal 2011. Selama proses operasi, terjadi 2 kali kegagalan dan 2 kali penggantian material tube. Kegagalan pertama adalah pada tube berupa baja karbon ASTM A 179 (CS A 179) dengan fin aluminium yang mengalami kebocoran setelah bekerja selama hampir 8 tahun. Kegagalan kedua adalah pada tube dan fin berupa baja tahan karat 316L (SS 316L) mengalami deformasi plastis setelah bekerja selama hampir 1,5 bulan. Dari pengalaman 2 jenis kegagalan yang terjadi, maka dilakukan analisa kegagalan kedua material tube (baja karbon A 179 dan SS 316L) tersebut dengan memperhatikan kegagalan yang terjadi. Analisa kegagalan yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap yaitu analisa kegagalan tube CS A 179 dan SS 316L. Untuk analisa tube CS A 179 dilakukan pengamatan makro dan pengamatan mikro yaitu meliputi uji komposisi tube (OES), uji komposisi dan permukaan korosi (SEM-EDX), dan uji bentuk korosi (Mikroskop Optik). Sedangkan untuk tube SS 316L dilakukan perhitungan beban yang bekerja untuk mengetahui defleksi dan kriteria kegagalan Tresca dan Von Misses. Dari hasil analisa diketahui bahwa kegagalan tube CS A 179 diawali dengan korosi galvanik tube dan fin dan selanjutnya terjadi korosi sumuran pada tube karena efek galvanik. Sedangkan kegagalan pada SS 316L terjadi karena proses defleksi akibat beban internal tube dan mengalami penambahan pembebanan akibat perbedaan temperatur dan tekanan. Dari perhitungan tegangan utama yang bekerja pada tube diketahui melebihi kriteria izin tresca dan von misses. Kata kunci: heat exchanger, finned tube, baja karbon A 179, SS 316L, korosi galvanik, deformasi plastis
ABSTRACT Heat Exchanger 09-E-105 in PT Petrokimia Gresik used as air conditioner (water chillers). During the operation, a failure occurred twice and that 2 times, the replacement tube material has been done. The first failure is in the carbon steel tube ASTM A 179 (CS A 179) with aluminum fin that had a leak after operating for nearly 8 years. Therefore the tube was replaced by stainless steel 316L (SS 316L) tubes and fins. However, after operating 1.5 months, tube had failed in the form of plastic deformation (excessive deflection). So, at this time to fulfil the production demands, these tubes are still used by reducing the workload. Failure analysis is performed by dividing into two things named the failure analysis of CS A tube 179 and SS 316L. For analysis of CS A 179 tube was observed macro and micro observations which include the tube composition test (OES), the composition and surface corrosion test (SEM-EDX), and test of the corrosion forms (Optical Microscopy). As for the SS 316L tube, it was done a working load calculation to determine the deflection and failure criteria of Tresca and Von Misses.
1
From the analysis, it is known that CS A 179 tube failures due to pitting corrosion of the tube that caused by the galvanic effects. While the failure in 316L SS was caused by the process of deflection due to overloading. From the analysis that have been done, the recommendations that given are to put beffel at the center of the tube and for the manufacturing of the next tube is using 316L SS tube and aluminum fin. Keywords: heat exchanger, finned tube, carbon steel A 179, SS 316L, galvanic corrosion, plastic deformation
1. PENDAHULUAN Heat exchanger / penukar kalor adalah alat yang berfungsi merubah temperatur suatu medium dengan mengalirkan medium lain. Dalam dunia industri, heat exchanger yang umum digunakan adalah shell and tube. Hal ini dikarenakan heat exchanger ini memiliki kelebihan dapat bekerja pada tekanan yang tinggi. Salah satu bagian dari heat exchanger adalah tube. Bagian ini merupakan bagian yang memiliki bentuk pipa silinder tipis, sehingga memiliki kemungkinan kegagalan yang tinggi (Millis, 1990). Dalam aplikasi di lapangan, terjadi kerusakan tube heat exchanger (HE) 09-E105 pada PT. Petrokimia Gresik, tepatnya di unit NPK-PHONSKA I pabrik II. Kerusakan telah terjadi sebanyak 2 kali dalam jangka 10 tahun terakhir. Kerusakan pertama terjadi pada tahun 2008 atau setelah mengalami kerja hampir 8 tahun yaitu kebocoran tube yang terbuat dari baja karbon ASTM A 179. Kerusakan kedua diketahui terjadi pada tanggal 7 Februari 2011 setelah HE mengalami kerja selama 1,5 bulan, yaitu tube yang berupa SS 316L mengalami deformasi plastis dari row 2 hingga 6. Dari kedua informasi kegagalan, dan pengumpulan data mengenai HE 09-E105, maka dilakukan penelitian mengenai analisa kegagalan kedua jenis material. Metode yang analisa yang dilakukan dua metode meliputi pengamatan makro, dan mikro korosi untuk tube CS A 179 dan analisa beban untuk tube SS 316L. Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam pembuatan komponen selanjutnya untuk meminimalisir jenis kegagalan yang sama di kemudian hari.
2. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dibagi kedalam dua hal yaitu untuk kegagalan CS A179 dan SS 316 L. Untuk kegagalan CS A 179 digunakan pengamatan mikro dan makro. Pengamatan makro dilakukan dengan menggunakan kamera. Sedangkan pengamatan mikro digunakan uji komposisi (OES), uji SEMEDX, dan pengamatan bentuk korosi (Mikroskop Optik). Sedangkan untuk kegagalan SS 316L digunakan metode perhitungan defleksi dan kriteriakegagaln Tresca dan Von Misses. 3. DATA DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisa CS A 179 3.1.1. Hasil Uji Komposisi Tidak adanya mill certificate komposisi pipa menyebabkan kesulitan dalam pengamatan komposisi material. Oleh karena itu dilakukan pengujian komposisi pipa dengan menggunakan Optical Emission Spectrometry (OES). Hasil pengujian ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Perbandingan Unsur pada Spesimen dengan ASTM A 179 Unsur
ASTM A 179 (%)
Hasil OES
Keterangan
C Mn P S Fe
0,06-0,18 0,27-0,63 0,035 max 0,035 Balance
0,152 0,463 0,049 0,053 98,7
Sesuai Sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Sesuai
Uji komposisi menggunakan OES menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan komposisi unsur paduan pada pipa bila dibandingkan dengan standart ASTM A 179. Kadar belerang dan fosfor pada pipa lebih banyak dari standar.Penambahan paduan fosfor dan belerang pada baja biasanya lebih ditujukan 2
untuk memperbaiki machiability pada baja karbon rendah. Sedangkan fosfor sendiri juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan korosi dari suatu baja. 3.1.2. Hasil Uji SEM-EDX Produk Korosi Pada pipa tube Heat Exchanger ini terdapat 2 jenis korosi yang yaitu korosi berwarna kuning tua (orange)yang selanjutnya disebut korosi 1 dan berwarna abu-abu yang selanjutnya disebut dengan korosi 2. Uji SEM-EDX dilakukan dengan melakukan pengamatan kedua permukaan korosi dan komposisinya. Pengamatan permukaan korosi bertujuan untuk mengetahui bentuk korosi yang terjadi pada material. Sedangkan uji komposisi dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur sehingga diketahui unsur apa yang menyebabkan korosi terjadi.
Pengujian Uji Komposisi produk korosi ini 3 komponen pembentuk terbanyak adalah oksigen, aluminium dan besi. Hal ini diperkirakan merupakan oksida aluminium dan oksida besi yang merupakan produk korosi. Pengujian produk korosi selanjutnya dilakukan pada bagian pipa yang terpasang fin. Pada bagian ini disebut korosi 2 yang biasanya korosi pada aluminium. Bila diamati dengan SEM terlihat susunan korosi 2 ini lebih rigid daripada korosi 1 diatas. Sedangkan bila dilihat komposisinya maka terlihat komposisi secara umum memiliki unsur pembentuk yang sama dengan korosi 1.
Gambar 3.2 Permukaan Korosi 2 pada Pipa dengan Perbesaran 100x Tabel 3.3 Komposisi Produk Korosi 2 Gambar 3.1 Permukaan Korosi 1 pada Pipa dengan Perbesaran 100x
Dari hasil gambar 3.1 menunjukkan bahwa korosi 1 yang terjadi berupa suatu produk yang memiliki crack pada permukaannya. Tabel 3.2 Komposisi Produk Korosi 1
Dari uji SEM pada pada dua produk korosi diketahui bahwa korosi pada pipa yang berwarna kuning tua (orange) korosi 1 merupakan produk oksida dengan kandungan utama aluminium dan besi. Unsur lain yang ditemukan adalah sulfur yang diperkirakan merupakan unsur dari 3
baja tersebut dan sedikit besi sulfat dari SO2 yang lolos dari bagian filter udara. 3.1.3. Hasil Pengamatan Mikroskop Optik Pengujian mikroskop optik bertujuan untuk mengamati bentuk korosi dari arah radial pipa. Hal ini dilakukan untuk mengamati indikasi korosi sumuran yang terjadi pada tube ini
Hasil pengamatan menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran 200 pada gambar 3.4 di 3 bagian pipa menunjukkan bentuk korosi yang sama berupa korosi yang tidak merata. Korosi ini menunjukkan bahwa korosi lokal memang terjadi pada tube ini.
Gambar 3.3 Spesimen Permukaan Korosi dan Bagian yang Diamati dengan Mikroskop Optik
Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop optik perbesaran 200 hingga 500 kali.
dengan dengan
Gambar 3.5Bentuk Korosi Tube dengan Perbesaran 500 X a.Tepi Kanan; b. Tengah; c. Tepi Kiri
Profil pembesaran 500 kali menggunakan mikroskop optik menunjukkan variasi kedalaman pada beberapa bagian permukaan korosi tampak pada gambar 3.5 a , b berupa sumuran yang cukup dalam sedangkan pada bagian c menunjukkan kedalaman sumuran yang tidak terlalu dalam. Akan tetapi profil ketiga gambar korosi menunjukkan bahwa korosi yang terjadi adalah korosi sumuran pada tube CS A 179.
Gambar 3.4 Bentuk Korosi Tube dengan Perbesaran 200x a.Tepi Kanan; b. Tengah; c. Tepi Kiri
3.2 Analisa SS 316 L 3.2.1 Material 3.2.1.1 Komposisi Komposisi yang dimiliki oleh tube ini adalah untuk mengetahui apakah 4
komposisi material sesuai dengan standar. Ada beberapa standar yang dimiliki oleh Stainless Steel 316L yaitu A269/A213 untuk ASTM dan SA269/SA213 untuk ASME. Untuk itu dilakukan pengecekan sertifikat (mill certificate) komposisi material yang dilakukan oleh SANKYO & CO,. LTD dengan nomor sertifikat 09-0745. Berikut ini komposisinya
Keterangan: = beban merata beban pipa dan amonia (w l) = beban fin (W) Rx1, Rx2= gaya reaksi tumpuan ke arah x Ry1, Ry2, Ry3, Ry4 = gaya reaksi tumpuan ke arah y M1, M2 = momen akibat tumpuan jepit
Tabel 3.4 Komposisi Tube SS 316L Kandungan C Si Mn P S Ni Cr Mo
HASIL UJI 0,02 0,03 1,51 0,26 0,03 10,14 16,50 2,03
ASTM A213 max 0,035 max 1 max 2 max 0,45 max 0,3 10 – 14 16 – 18 2–3
Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
3.2.1.2 Sifat mekanik Selain uji komposisi, material ini juga telah dilakukan uji mekanik. Berdasarkan mill certificate diketahui bahwa Tabel 3.5 Sifat Mekanik SS 316L Sifat Mekanik Yields Strength (MPa) Max Strength (MPa) Elongation (%) Hardness (HRB)
3.2.3 Defleksi pada Tube Defleksi merupakan sebuah reaksi dari batang yang mengalami beban. Dalam mekanika teknik dirumuskan dengan y yang merupakan integral pangkat dua dari momen yang bekerja pada batang. Bila momen bernilai F x dengan F adalah gaya dan X adalah jarak dari tumpuan maka M = E I (dy 2 /d2x) = F x.............................4.1 E I Φ1-2 =0,5 F x2 + C1.............................. 4.2 E I y1-2 = F x3 + C1x + C2....................... 4.3
Dari rumusan diatas maka yang mempengaruhi defleksi adalah 1. Modulus elastisitas batang (E) 2. Inersia (I) yang dipengaruhi oleh bentuk batang atau pipa 3. Gaya yang bekerja (F) berupa gaya terpusat ataupun gaya merata 4. Jarak gaya dari tumpuan (x)
HASIL UJI 275
ASTM A269/A213 min 170
Keterangan
580
min 485
Sesuai
a.) Defleksi yang diizinkan
64,5
min 35
Sesuai
70
-
Defleksi yang diijinkan pada desain heat exchanger mengacu pada HE pertama, yaitu pada HE dengan bahan tube CS A 179 dan fin aluminium. Dari perhitungan pada lampiran diperoleh nilai defleksi izin adalah sebesar 3 mm. Oleh karena itu, pada tube SS 316 L ini telah dianggap mengalami kegagalan karena defleksi yang terjadi lebih besar dari defleksi izin. Pada tube SS 316 L defleksi yang terjadi adalah sebesar 1,5 inch atau 38,1 mm hampir 15 kali dari desain yang diperbolehkan.
Sesuai
3.2.2 Permodelan Gaya yang Bekerja Dalam melakukan permodelan free body diagram dilakukan pada satu tube SS 316 L yang bekerja
b.) Defleksi yang bekerja pada SS 316 L Gambar 3.6 Free Body Diagram Tube SS 316 L
Perhitungan yang dilakukan menggunakan teorema tiga momen (threemoment theorem) dengan asumsi tidak 5
adanya gaya horizontal. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai defleksi yang terjadi pada SS 316L dengan beban dari data perusahaan adalah sekitar 11 mm. Sedangkan di lapangan diketahui bahwa defleksi yang terjadi lebih besar dari 11mm. 3.2.4 Perhitungan Beban Mekanik Dalam menentukan beban mekanik pada tube akan digunakan dua analisa, yaitu analisa untuk pipa tipis dan analisa pipa tebal. Dari kedua metode ini kemudian akan dihasilkan nilai tegangan utama yang bekerja pada tube a.) Tegangan pipa tipis Penentuan tebal minimum pipa dalam komponen mesin sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keamanan kerja saat operasi. Untuk itu, diperlukan beberapa data penunjang untuk mengetahui tebal minimal suatu pipa. Tabel 3.6 Profil kerja tube SS 316L Debit (Q) Tekanan (P) Diameter luar (Do) Diameter dalam (D1) Tebal (t)
m3/h kg/s Bar Pa M M M
6 1,08 5 5,06625x105 2,54x10-2 2,291x10-2 1,25x10-3
Pada analisa pipa tipis, dihitung perhitungan tingkat ketipisan apakah pipa tersebut disebut tipis atau tidak. Perhitungan berasal dari perbandingan tebal dengan jari-jari pipa Plat tipis < 0,2 ......................... 4.4 =
= 0,0492
Maka pipa ini bisa disebut dengan pipa tipis. Selanjutnya, diperoleh σzz = σ1 = 26,64 N/mm2\ σθθ = σ2 = 4,64 N/mm2 σrr = σ3 = 0 b.)
Tegangan pipa tebal
Perhitungan tegangan menggunakan prinsip pipa tebal dipengaruhi oleh perbedaan temperatur pipa. Oleh karena tube ini memiliki perbedaan temperatur,
maka dilakukan analisa menggunakan pipa tebal. Dari hasil ini akan diperoleh tegangan utama dengan rumus
setelah dilakukan perhitungan (lihat lampiran) diketahui nilai σrr = σ1 = 2,2 MPa σθθ = σ2 = -23,4 Mpa σzz = σ3 = 0 MPa 3.2.5 Perhitungan Beban Termal Perhitungan aspek thermal dilakukan untuk mengetahui berapa tegangan yang terjadi akibat perbedaan temperatur pada dinding pipa tube. Menurut GG Schierle (2003) menyebutkan bahwa material akan mengalami ekspansi seiring dengan bertambahnya temperatur dan mengalami pengerutan seiring dengan turunnya temperatur. Dari data yang diketahui pada heat exchanger dapat diambil pendekatan
Gambar 3.7 Distribusi Temperatur Tube pada Daerah Panjang 1,5m
Dari gambar 4.21 terlihat pada bagian permukaan luar tube temperatur permukaan luar adalah sebesar -15,030C dan temperatur lungkungan adalah sebesar300C. Dengan demikain maka akan terjadi thermal shock yang mengakibatkan thermal stress pada tube, ini dirumuskan St = E = α ∆T E .................................4.8 = 147023256,204 Pa = 147 Mpa
T1 =Temperatur sekitar(°C) T2 =Temperatur maksimal atau minimum(°C) α=Koefisien thermal linier (mm/(mm.°C))
6
3.2.5 Perhitungan Beban Total
Perhitungan beban total dilakukan dengan mengurangkan tegangan termal yang bekerja dengan tegangan longitudinal (σθθ) SL= St−ν Sh....................................... 4.9 SL =Tegangan tekan longitudinal (MPa) St = Tegangan termal Sh =Tegangan longitudinal oleh tekanan fluida (MPa) ν= Poisson’s ratio untuk pipa tipis SL = 145,5848 MPa untuk pipa tebal SL = 154,1675 MPa 4.2.7 Kriteria Kegagalan Benda Ulet Dalam penentuan kriteria kegagalan ini digunakan kriteria kegagalan untuk benda ulet yaitu dengan menggunakan kriteria tegangan geser maksimum (Tresca) dan energi distorsi maksimum (Von Misses). Sedangkan untuk penentuan nilai tegangan yield digunakan safety factor 2, sehingga tegangan yield yang dihitung menjadi 137,5 MPa. Tabel 3.7 Tegangan Utama yang Bekerja pada Pipa
Jenis perhitungan Pipa tipis Pipa tebal
σ1 (MPa)
σ2 (MPa)
26,6 2,2
145,6 154,2
Kriteria Tresca
Bila digambarkan, kriteria ini menunjukkan kegagalan material apabila tegangan utama berada di daerah luasan segi enam (warna hijau) dibawah ini
Gambar 3.7 Posisi Tegangan yang Bekerja pada Pipa dalam Kriteria Tresca
Kriteria Von Misses Kriteria ini menyebutkan material akan mengalami kegagalan bila tegangan berada diluar daerah elips
Gambar 3.8 Posisi Tegangan yang Bekerja pada Pipa dalam Kriteria Von Misses
3.3 Pembahasan 3.3.1 CS A 179 Dari hasil pengamatan makro diketahui bahwa pipa dan fin mengalami korosi.karena kedua equipment ini memiliki komposisi yang berbeda dimana fin berupa aluminium dan pipa berupa baja karbon maka korosi yang terjadi adalah korosi galvanis. Korosi galvanis dan lokal merupakan dua penyebab korosi utama yang berujung pada kegagalan heat exchanger (Ranjbar, 2010). Berdasarkan deret galvanik, diketahui bahwa baja bersifat lebih reduktif dibandingkan dengan aluminium. Oleh karena itu, aluminium akan lebih mudah bereaksi atau terkorosi. Akan tetapi adanya lapisan pasivasi aluminium dapat menyebabkan aluminium bersifat lebih katodik (ASTM G 82-98). Seperti pada gambar 4.4 terlihat bahwa fin yang menempel pada pipa mengalami degradasi dan terbentuk deposit pada pipa. Uji komposisi menggunakan OES menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan komposisi unsur paduan pada pipa bila dibandingkan dengan standart ASTM A 179. Kadar belerang dan fosfor pada pipa lebih banyak dari standar.Penambahan paduan fosfor dan belerang pada baja biasanya lebih ditujukan untuk memperbaiki machiability pada baja karbon rendah. Sedangkan fosfor sendiri juga berfungsi untuk meningkatkan ketahanan korosi dari suatu baja. Dari uji SEM pada pada dua produk korosi diketahui bahwa korosi pada pipa 7
yang berwarna kuning tua (orange) korosi 1 merupakan produk oksida dengan kandungan utama aluminium dan besi. Unsur lain yang ditemukan adalah sulfur yang diperkirakan merupakan unsur dari baja tersebut dan sedikit besi sulfat dari SO2 yang lolos dari bagian filter udara.Menurut Schwarz dalam Uhlig’s corrosion handbook, kandungan SO2 dalam udara merupakan salah satu penyebab korosi atmosfer pada dunia industri, artinya semakin tinggi jumlah sulfida di udara maka semakin besar tingkat korosi pada baja. Karena reaksi sulfida dengan besi membentuk besi sulfat. 2Fe + SO2 + O2 + 2 e- FeSO4 Selain itu kadar oksigen dalam korosi ini sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa korosi yang terjadi sebagian besar adalah oksida besi. Oksida ini berasal dari uap air, dan oksigen yang berada di udara dan melewati filter. Dari data diketahui bahwa lingkungan operasi tube memiliki temperatur -300C, akibatnya permukaan luar dinding tube akan memiliki temperatur yang rendah juga (dibawah 00C). Hal ini menyebabkan uap air mencair dan tertinggal di bagian tube seperti bagian celah maupun di sekitar fin. Berikut ini reaksi korosi yang terjadi 2Fe + O2 + 2H2O 2Fe(OH)2 Sedangkan dari morfologi produk korosi terlihat bahwa korosi ini terdapat banyak retakan pada permukaannya. Retakan inilah yang dapat menyebabkan ketidakstabilan produk korosi, sehingga akan mudah terlepas dari permukaan pipa akibat adanya getaran. Akibatnya, permukaan baru akan bersifat labil kembali dan akan mengalami reaksi lagi dengan udara membentuk produk korosi baru. Hal inilah yangmemungkinkan penyebab terjadinya penipisan pipa. Pada uji SEM EDX kedua dilakukan pada produk korosi aluminium atau disebut korosi 2. Dari segi komposisi diketahui bahwa unsur aluminium lebih banyak bila dibandingkan dengan produk korosi pertama. Hal ini membuktikan bahwa oksida aluminium merupakan kandungan terbesar pada produk korosi ini. Dari segi morfologi
terlihat bentuk korosi ini lebih padat atau tidak terdapat crack dengan pembesaran yang sama. Hal ini menyebabkan korosi pada bagian ini melindungi bagian permukaan pipa dengan reaksi dari udara. Dari hasil SEM-EDX diketahui bahwa korosi yang memungkinkan kebocoran terjadi pada bagian pipa yang tidak tertutup oleh fin. Selanjutnya dilakukan pengamatan bentuk korosi pipa menggunakan mikroskop optik pada pipa bagian ini, dari hasil pengamatan diketahui bahwa bentuk korosi yang terjadi adalah korosi lokalberupa korosi sumuran yang terlihat uniform bila dilihat dengan mata telanjang. Korosi lokal pada baja karbon dapat terjadi akibat adanya makrogalvanis, yaitu adanya kontak 2 jenis logam yang berbeda (Revie, 2000). Korosi ini terjadi akibat adanya bagian pipa yang terlapisi dengan oksida aluminium. Dengan demikian kemungkinan bagian yang tidak terproteksi oleh lapisan ini untuk mengalami korosi sangat besar. Kegagalan dimulai dari bereaksinya fin aluminium yang megalami korosi galvanis. Akibatnya beberapa produk korosi aluminium ini terdeposit pada pipa tube. Dalam proses selanjutnya deposit ini meningkat jumlahnya karena aluminium terus terkorosi. Deposit ini akhirnya terkumpul menjadi sebuah lapisan yang melapisi pipa tube. Selanjutnya, fin aluminium menjadi tidak mengalamikontak dengan tube. Kondisi ini membuat pipa menjadi terproteksi dari korosi terhadap udara yang masuk memanaskan amoniak. Akan tetapi, pada beberapa daerah tertentu lapisan ini mengelupas, diperkirakan oleh getaran akibat udara maupun kompressor, gesekan dengan partikel yang masuk ke HE. Akibatnya pada daerah ini tidak terlindungi dan mengalami korosi setempat yang terlihat merata. Padahal bila dilihat kearah radial maka bentuk korosi yang terjadi adalah korosi jenis sumuran yang mendalam. Korosi ini membentuk deposit yang memiliki tingkat kepadatan rendah, sehingga mudah retak dan terlepas dari tempatnya. Apabila deposit ini terlepas maka, permukaan baru akan kembali tidak stabil 8
dan kembali bereaksi dengan lingkungan udara membentuk korosi kembali secara berulang-ulang bila terjadi hal yang sama. Akibatnya dalam jangka waktu sekitar 8 tahun, korosi ini menyebabkan tube menipis bahkan berlubang / bocor. 3.3.2 SS 316 L Dari pengamatan makroskopik diketahui bahwa kegagalan yang terjadi berupa defleksi plastik pada tube bagian tengah (diantara befel). Hal ini dikarenakan pada row 1 dan 7 terdapat beffel yang ditopang plate head. Defleksi terbesar terjadi pada daerah panjang tube antara 2 dan 3 m. Hal ini dikarenakan pada daerah ini terdapat nilai defleksi terbesar yaitu 11 mm (lampiran). Penyebab lain adalah beban termal yang akan dibahas pada paragraf selanjutnya. Stainless steel 316L merupakan baja yang memiliki fasa austenit dengan struktur kristal BCC. Menurut G Henderieck, 2003 material dengan struktur kristal FCC yang bekerja dibawah temperatur 00C akan mengalami gejala penggetasan yang berakibat patah getas. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada material yang memiliki struktur kristal BCC bahkan dibawah 2730C. Oleh karena itu, kecil peluang SS 316L mengalami perubahan sifat menjadi lebih getas pada temperatur operasi heat exchanger ini. Bentuk kegagalan yang berupa deformasi plastis menunjukkan material SS 316L masih bersifat ulet. Dari data mengenai material meliputi komposisi dan sifat mekanik menunjukkan bahwa material tube SS 316L ini telah sesuai dengan standar ASTM 316. Dengan demikian, material ini seharusnya mampu bekerja dalam kondisi operasi HE 09-E 105. Analisa selanjutnya adalah analisa beban yang bekerja pada tube. Untuk analisa ini pertama yang dilakukan adalah menentukan defleksi izin pada tube. Untuk perhitungan ini digunakan dasar tube sebelumnya yaitu tube CS A 179 dengan fin aluminium. Dari hasil perhitungan diperoleh besar defleksi 3mm. Sedangkan defleksi yang terjadi pada tube SS 316L akibat berat
tube dan amoniak adalah sebesar 11mm atau hampir 4 kali lipat defleksi izin. Hal ini menunjukkan bahwa secara desain tube SS 316L sudah tidak memenuhi kriteria desain. Analisa pembebanan selanjutnya adalah dengan analisa beban mekanik dan termal yang bekerja pada tube. Untuk analisa beban mekanik digunakan 2 metode perhitungan tegangan utama, yaitu menggunakan sisten pipa tipis dan pipa tebal. Analisa pipa tipis didasarkan pada penentuan tingkat ketipisan pipa yaitu dengan rumusan < 0,2 Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui nilai tingkat ketipisan pipa adalah 0,0492, sehingga termasuk pipa tipis. Setelah itu, dilakukan perhitungan tegangan utama. Analisa pipa tebal didasarkan pada perbedaan temperatur yang bekerja pada pipa yaitu dengan pendekatan pada bagian tengah (L=1,5 m) terdapat perbedaan temparatur dinding dalam dan luar pipa. Dengan menggunakan rumus silinder terbuka diperoleh nilai tegangan utama untuk pipa tebal. Sedangkan untuk analisa beban termal digunakan rumusan termal stress yang selanjutnya digabung dengan tegangan utama pipa tipis dan tebal. Dari kedua jenis beban ini diperoleh beban total yang bekerja pada tube dapat dilihat pada tabel 3.7. Dari perhitungan kriteria kegagalan digunakan 2 kriteria yaitu Tresca dan Von Misses. Untuk kriteria Tresca diketahui bahwa tegangan yang bekerja pada tube tipis maupun tebal berada di luar daerah luasan Tresca. Oleh karena itu, material dapat dikatakan mengalami kegagalan. Sedangkan untuk kriteria Von Misses diketahui bahwa tube yang mengalami kegagalan adalah tube tebal, karena berada diluar luasan elips Von Misses. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN Dari hasil analisa yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan 1.
Faktor yang menyebabkan kegagalan pada tube heat exchanger 09-E-105 PT Petrokimia Gresik adalah 9
2.
a. Untuk tube CS A 179 kegagalan berupa kebocoran disebabkan oleh korosi sumuran
mengetahui aspek metalurgi dan aspek lain sehingga diketahui penyebab selain aspek overloading.
b. Untuk tube SS 316L kegagaln berupa deformasi plastis disebabkan karena overloading akibat beban termal dan mekanik
3. Untuk tube selanjutnya dapat digunakan tube SS 316L dengan fin alumimium. Karena kedua logam ini memiliki lapisan pasif yang mampu menahan korosi.
Mekanisme kegagalan tube heat exchanger 09-E-105 PT Petrokimia Gresik adalah a. Untuk tube CS A 179 diawali dengan korosi pada fin aluminium yang mengalami kontak metalik dengan tube. Selanjutnya, karena hampir seluruh fin mengalami degradasi, kontak metalik antara fin dan tube semakin berkurang. Oleh karena oksida aluminium (hasil degradasi aluminium) yang menempel pada tube bersifat lebih katodik dari tube dan akibatnya tube mengalami korosi sumuran pada bagian yang tidak tertutup oleh oksida aluminium. b. Untuk tube SS 316L kegagalan diawali dengan defleksi akibat beban amoniak, fin dan tube. Selanjutnya karena tekanan dan beda temperatur pada saat operasi, maka terjadilah overloadingakibat beban yang bekerja melebihi nilai safety factor dan yield stressyang menyebabkan defleksi tambahan dan mengakibatkan deformasi plastis.
4.2 Saran 1. Untuk tube HE SS 316L apabila masih digunakan dapat ditambahkan support pada bagian tengah (L=1,5) dan mengurangi tekanan kerjasaatoperasiuntuk mengurangi kerusakan yang parah. 2. Perlunya analisa lebih mendalam pada tube SS 316L untuk
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Departemen Research and Technology WolverineTube Inc.
Becker , William T., Roch J. Shipley. 2002. ASM Handbook Volume 11 Failure Analysis and Prevention. Blonch, Heinz P., Fred K. Geitner. 1999. Machinery Failure Analysis and Troubleshootin, third edition. Houston: Gulf Publishing Company. Boresi, Arthur P. Richard J. Schmidt. 2003. Advanced Mechanics of Materials Sixth Edition. John Willey & Sons, Inc Goldstein, R.J., dkk. Heat transfer—A review of 2004 literature. G Henderieck KX. 2007. Application at Low Temperature Iron and Steel. Gie Tech Incropera, Frank P., David P. De Witt. 1996. Fundamentals of Heat and Mass Transfer Fourth Edition. John Willey & Sons, Inc. Kern, Donald Q. 1988. Process Heat Transfer 24th printing. Singapore: Singapore national Printers Ltd. Khan, A. 2007. Nusair. A. Usman,. 2007. Failure analysis of heat exchanger tubes. Millis, A. F. 1999. Basic Heat and Mass Transfer, second edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Nash, William A. 1972. Schaum’s Outline of Theory and Problems Strengtg of Materials Second Edition. Mc-Graw Hill Inc. Purdy, S.M. 2004. Macroetching, Metallography and Microstructures, Vol 9, ASM Handbook. ASM International.
10
Revie, Winston R. 2000.Uhlig’s Corrosion Handbook Second Edition. John Willey & Sons, Inc. Schweitzer, Philip A., P.E. 1994. CorrosionResistant Piping Systems. New York: Marcel Dekker, Inc. Schierle, G.G. 2003. Structure in Architecture. Los Angeles: University of Southern California custom publishing .
11