ANALISA GERAKAN PENDULUM DENGAN BENTUK JURING LINGKARAN PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GELOMBANG LAUT β SISTEM BANDULAN PADA PENGUJIAN OFFSHORE Rudianto1) Irfan Syarif Arief, ST, MT.2) 1) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS, Surabaya 60111, email:
[email protected]
Abstark - Seperti yang kita ketahui telah terjadi krisis energy, sehingga memaksa setiap individu untuk dapat kompetitif dalam pengembangan energy alternatif. Sehingga muncullah ide untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga gelombang laut - sistem bandulan. Pembangkit yang di pergunakan ialah ponton dengan bentuk segi delapan dan menggunakan bandul dengan bentuk juring lingkaran. Diharapkan nantinya ponton dengan penggerak bandul ini adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengkonversi dari energy laut menjadi energy listrik. Dimana bandul bisa berputar karena adanya pergerakan ponton yang disebabkan oleh gelombang laut. Dalam kajian ini menggunakan kondisi offshore dengan adanya pengaturan ballast. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah putaran yang dapat dihasilkan pada masing-masing variasi yang diberikan. Dimana untuk pengujian offshore, ponton dengan skala 1:10 maksimum berat bandul yang dapat digunakan adalah sekitar 2% dari berat pemberat untuk mencapai sarat air tertentu. Jika berat bandul melebihi batas maksimal tersebut, posisi ponton akan mengalami kemiringan. Diharapkan nantinya skripsi ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang di Indonesia. Kata Kunci : Ponton, sistem bandulan, pengujian offshore 1. PENDAHULUAN Seprti yang kita ketahui INDONESIA memiliki + 17.508 pulau dengan panjang garis pantai + 81.290 km, sehingga bisa diartikan bahwa Indonesia
memiliki potensi energi laut yang sangat besar terutama gelombang laut. Sekitar 10% dari seluruh potensi panjang garis pantai tersebut layak dimanfaatkan untuk energi pembangkit listrik, apabila kita bisa memanfaatkannya maka didapat DAYA LISTRIK + 61 GW (Giga Watt) dapat kia nikmati . 61 GW adalah suatu jumlah daya yang sangat besar dan menjanjikan sekali jikalau dibandingkan dengan potensi pembangkit PLN yang ada. Pada tahun 2004 jumlah Daya Pembangkit PLN 24 GW dengan rasio elektrifikasi 55%, di tahun 2010 diharapkan jumlah Daya Pembangkit PLN menjadi 38 GW dengan rasio elektrifikasi 70%. Dan sesuai spirit PLN, pada ulang tahun Republik Indonesia yang ke 75 tahun yaitu pada tahun 2020 menjadikan Indonesia mempunyai rasio elektrifikaso 100% terlistrikan dengan jumlah Daya Pembangkit 41 GW. Sesuai dengan topografi dan penyebaran penduduk Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan, maka Indonesia perlu ambil peranan dalam hal penelitian dan pengembangan energi dari laut tersebut terutama energi gelombang laut, karena teknologi ini berpotensial untuk memecahkan masalah energi listrik sebagai negara kepulauan, apalagi negara Republik Indonesia negara dengan beribu-ribu pulau dimana banyak daerah/wilayah terpencil yang perlu penanganan khusus, termasuk menyediakan energi listrik. Selain itu teknologi ini juga dapat memperkuat nilai tawar bangsa Indonesia dalam hal teknologi Energi Baru dan Terbarukan terutama menghadapi isu Pemanasan Global (GlobalWarming) dan sejalan program Kyoto Protocol. Salah satunya adalah penelitian dan mengembangkan teknologi PLTGL β SB.
2. Analisa Gerakan Ponton dengan Pendekatan CFD Dari keadaan PLTGL-SB yang ada saat ini memiliki faktor kelebihan dan kekurangan, faktor yang lebih diantaranya adalah pemanfaat energi gelombang dengan konsep sederhana dengan komponen pendukung di atas permukaan air dan tidak membutuhkan teknologi yang tinggi sudah mampu menghasilkan energi listrik, sedangkan kekurangannya adalah model ponton yang pernah ada masih berupa drum-drum yang dirakit. Drum-drum ini hanya mampu memberikan daya ampung saja terhadap bandul, dan gelombang laut yang membentur di rakitan drum tersebut pecah disela-sela antar drum. Akibatnya energi gelombang laut berupa momentum yang membentur drum-drum tidak diserap melainkan pecah disela-sela drum sehingga energi gelombang laut tidak maksimal mengayun rakitan drum. Ponton adalah solusi untuk mengganti rakitan drum tersebut, dengan ponton diharapkan problem penyerapan energi atau momentum yang terjadi bisa maksimal. Akan tetapi metode desain pontoon untuk kebutuhan tersebut pasti ber kebalikan dengan proses desain kapal yang mengurangi hambatan atau besar tahanan. Sedangkan untuk ponton untuk kebutuhan PLTGL-SB ini justru tahanan atau hambatan yang di cari untuk dapat mengayun bodi pontoon. Begitu juga dengan masalah stabilitas, kapal cenderung mengarah ke stabil sedangkan ponton khusus PLTGL-SB diharapkan mendekati tidak stabil dengan harapan ayunan Ry (pitch) , Rz (yaw) dan Rx (roll) yang besar dan berbalik dengan stabilitas kapal yang mengurangi ayunan. Diskripsi di atas menuntun kita untuk melakukan riset atau studi bentuk profil ponton yang optimal yang mampu menerima energi gelombang laut menghasilkan besar ayunan yang optimal. Secara logika dimensi ponton yang mampu menghasilkan ayunan terbesar dengan tinggi gelombang yang terendah sebagai kondisi terburuk adalah dengan merancang ukuran dimensi ponton yang kecil dan mampu hanya memuat bandul dan peralatan pendukung kelistrikan, sehingga gelombang yang terkecil sudah mampu untuk memberikan efek ayunan. Dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) dengan software Fine Marine
model ponton yang telah disimulasian ada 5 bentuk seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 Model ponton yang telah disimulasikan
Dari gambar 5 menunjukan tentang model ponton yang disimulasikan dengan CFD dan di berikan beberapa parameter yang berubah-rubah misalnya tinggi gelombang, panjang gelombang , kedalaman laut, sarat air dan periode gelombang. Dari kelima model tersebut yang menghasilkan gerakan atau ayunan (Ry=pitch) terbesar dan pola siklus yang terbaik adalah tipe 45o (derajat). Dimana tipe 45o memiliki pola ayunan sesui dengan yang diharapkan sehingga energi gelombang laut mampu untuk diserap. Dari gambar 6 menunjukan nilai momentum maksimum yang terjadi hingga mencapai 20.000 Nm, dengan momentum tersebut diharapkan mampu memutar pendulum di atas deck.
Gambar 2.2 (a) Grafik besaran momentum terhadap perubahan waktu dan (b) animasi 3D model CFD
3. Analisa Gerak Pendulum dengan Matlab Hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan persamaan getaran dan kemudian memasukan input seperti tabel di bawah ini , yaitu variasi panjang lengan, berat masa dan periode ponton.
Item Panjang Lengan Berat Bandul Frekuensi Ponton
Besar 1, 1.5, dan 2 10, 20, 30, dan 40 1/3, 1/6, dan 1/9
Satuan meter kilogram hezt
Tabel 3.1 Variasi Simulasi Panjang Lengan Bandul, Massa dan Frekuensi Ponton Dan dengan mengunakan perangkat lunak Simulink Matlab maka di dapat kesimpulan bahwa gerakan bandul ada yang dapat bergerak penuh berotasi dan ada yang hanya bolak-balik tidak berotasi. Dari variasi inputan tersebut yang dapat menghasilkan bentuk pendulum dan mampu berotasi adalah: No 1. 2. 3. 4.
m (kg) 10 10 10 30
L (meter) 1 1,5 2 1
Mo = T(Nm) 40 450 1200 510
π = πΜ (rad/s) 5 15 21 13
P=πβ π(watt) 200 6750 25200 6630
Tabel 3.2 Hasil dari simulasi dengan Variasi Simulasi Panjang Lengan Bandul, Massa dan Frekuensi Ponton Dari tabel 3.2 dapat digambarkan dengan pendulum beratnya 10 kg dan lengan 1 m, 1,5 m dan 2 meter menghasilkan daya semakin meningkat yaitu dari 200, 6750 hingga 35200 kwh. Di bawah ini menunjukan pola sinus penuh yang menunjukan pendulum berotasi.
4. Kajian Eksperimen Gerakan Pendulum Pada PLTGL - SB Pada Kondisi Uji On-Shore Dan Uji Offshore Penelitian kali ini ialah membuat prototype dari ponton dengan skala 1:10, diama nantinya ponton ini di uji baik dari on-shore maupun off-shore. Terdapat beberapa variasi, antara lain: a. b. c. d. e. f.
Diameter bandul Tinggi bandul Berat bandul Panjang lengan Sudut kemiringan Penambahan ballast
Pengujian on-shore dilakukan untuk mencari kemampuan putar bandul bila diputar langsung (secara manual dengan tangan). Pada awal pengujian yang perlu diukur adalah berapa jumlah putaran yang dapat dihasilkan pada waktu tertentu akibat kemiringan ponton. Selanjutnya akan diberi inputan tenaga dari manusia (tentunnya sudah diberikan beberapa variasi baik panjang lengan bandul maupun jumlah beban bandul) untuk memastikan seberapa besar energi putaran yang dihasilkan oleh bandul dimana nantinya mampu menghasilkan daya. Nantinya jumlah putaran akan dikonversikan kedalam volt untuk mengetahui besar energi total yang dapat dihasilkan.
Gambar 3.1 Pola gerakan pendulum yang berotasi penuh Dan di bawah ini menunjukan pola gerak bandul yang bergerak penuh berotasi tetapi juga melakukan ayunan bolak bali seperti yang dilingkari di bawah ini. Gambar 4.1 Pengujian on-shore
Gambar 3.2 Pola gerakan pendulum yang berotasi penuh tetapi ada gangguan bolak-balik
ο
ο
Pengujian pertama yaitu pengukuran sarat air pada ponton tanpa menggunakan ballast. Didapatkan sarat ponton kosong 0.085 m. Pengujian kedua : ponton diisi dengan ballast tidak tetap dengan volume air 100 ml per kompartemen, sehingga pada satu ponton ini diisi ballast 400 ml air. Lihat pada gambar 4.27.
Gambar 4.2 Hasil pengujian on-shore pada lengan dengan panjang 0.095 m
Gambar 4.4 Kondisi sarat kosong ο
Pengujian ketiga : ponton diisi dengan ballast tidak tetap dengan volume air 575 ml per kompartemen, sehingga pada satu ponton ini diisi ballast 2300 ml air. Sarat yang didapatkan pada pengujian ini sebesar 0.11 m dengan hasil uji seperti pada tabel dibawah ini :
Gambar 4.3 Hasil pengujian on-shore pada lengan dengan panjang 0.055 m Pengujian off-shore dilakukan untuk mendapatkan hasil tentang seberapa besar pengaruh berat bandul terhadap kemiringan ponton sehingga diperlukan ballast untuk menjaga ponton untuk tetap stabil. Seperti yang telah dijelaskan pada metode uji fisik mengenai pengujian off shore diatas bahwa pada pengujian ini menggunakan dua jenis ballast yaitu ballast tidak tetap dengan menggunakan air dan ballast tetap dengan menggunakan pasir. Terdapat empat kompartemen untuk ballast pada konstruksi ponton persegi delapan ini.
Gambar 4.5 Kondisi dengan ballast tidak tetap (air) ο
Pengujian keempat : ponton diisi dengan ballast tetap dengan pasir sebanyak 575 gram atau setara dengan 0.575 kg per kompartemen, sehingga pada satu ponton ini diisi ballast pasir sebnyak 2300 gram atau setara 2.3 kg pasir. Sarat yang didapatkan
pada pengujian ini sebesar 0.12 m dengan hasil uji seperti pada tabel dibawah ini : ο
Pengujian kelima : ponton diisi dengan ballast tetap dengan pasir sebanyak 2300 gram atau setara 2.3 kg pasir ternyata tidak bisa menstabilkan ponton dengan berat bandul 0.170 kg sehingga ditambahkan pasir sebanyak 0.8 kg per kompartemen sehingga total ballast yang digunakan sebesar 3.1 kg. Lihat pada Gambar 4.6.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
Gambar 2.25 Kondisi dengan ballast tetap (pasir) Tidak ada yang dapat stabil dengan berat bandul lebih dari 0.080 kg meskipun ballast telah dipenuhi. Hal ini disebabkan karena kurangnya titik berat yang diterima oleh ponton. Dengan kurangnya ruang ballast pada konstruksi ponton tersebut maka bagian ponton yang tercelup oleh air akan leih sedikit sehingga diperlukan ballast tetap dengan massa yang lebih berat lagi supaya titik berat yang diharapkan dapat tercapai.
5.2 Spesifikasi Teknik Uji model pada Lab Hidrodinamika yang telah diberi ballast. Ballast yang akan digunakan pada pengujian ini yaitu Steel Ball sebagai ballast tetap. Kemudian diberi beban bandul yang sesuai dengan berat masing-masing ballast sehingga nantinya akan diketahui berapa jumlah putaran yang akan terjadi. Adapun yang harus dilakukan ketika pengujian adalah:
5. Uji PLTGL-SB Offshore Model Tahap 1
1.
Uji PLTGL-SB OFF-SHORE model adalah hampir sama dengan pengujian sebelumnya, dimana pengujian sebelumnya hanya bertujuan untuk mengetahui stabil atau tidaknya ponton ketika di beri beban. Namun perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah mengharuskan berputarnya pendulum ketika ponton diberi ombak buatan. Dimana dalam pengujian off-shore ini akan dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika FTK ITS.
2.
5.1 Spesifikasi Pengujian 1.
Pengujian stabilitas ponton dengan sarat air yang sudah ditentukan yaitu 1, 1.2, dan 1.5.
Penentuan pendulum yang dipergunakan pada masing-masing sarat air, dimana maksimal berat yg dianjurkan adalah 10% dari pemberat ballast. Akan tetapi agar pendulum dapat berputar, berat maksimal pendulum adalh 2% dari pemberat ballast. Memasang mooring pengikat di dasar kolam pengujian. Menentuka variasi amplitude gelombang dan periode gelombang. Dimana untuk amplitude yang digunakan adalah 1,5 atau setara dengan gelombang 3 cm dan untuk periode sebanyak tiga (1, 0.8, dan 0.6) Menguji dengan simulasi gerakan deck ponton untuk mencatat gerakan bandul akibat beberapa variasi gelombang. Mendokumentasikan semua uji dalam bentuk video. Mengumpulkan dan pengolahan data dan selanjutnya membuat analisa gerakan bandul.
3.
4.
Pada saat ponton bermuatan bandul dan komponen lainya harus seimbang. Pendulum diletakkan di dalam ponton, terletak dengan ketinggian 27.5 cm dari dasar ponton. Uji model di laboratorium Hidrodinamika yang mampu menghasilkan ketinggian dan periode gelombang sesuai dengan pengujian. Pencatatan gerakan ponton baik translasi dan rotasi secara komputarisasi dan di rekam dalam bentuk video atau format film.
Detai komponen pengujian off-shore: 1. Kolam pengujian: dimana kolam pengujian dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika Fakultas Teknologi Kelautan ITS
2.
Mooring: mooring terpasang didasar kolam yang berfungsi sebagai engikat ponton agar ponton tetap pada posisinya. Pada mooring terdapat beberapa komponen utama yaitu semen cor yang berfungsi sebagai pemberat dan benang nilon yang akan dihubungkan ke ponton.
7.
atau bisa disebut dengan steel ball, dan diisi pada stiap tangki-tangki ballast untuk menjaga stabilitas. Rumah bearing: Terbuat dari acrilyc teflon, yang berfungsi untuk menahan posisi poros pendulum.
6. Uji PLTGL-SB Offshore Model Tahap 2 Sama halnya dengan pengujian sebelumnya uji PLTGL-SB OFF-SHORE model tahap yang kedua adalah posisi dari pendulum berada di sisi atas ponton.
Gambar 5.1 Posisi peletakan mooring 3.
Ponton: Terbuat dari acrilyc dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan rancangan single pendulum. Dengan skala model 1 : 10 dari benda aslinya. Ponton dilapisi stiker berwarna kuning dan terdapat garis sarat air. Gambar 6.1 Posisi pengujian tahap 2
7. Uji PLTGL-SB Offshore Model Tahap 3
Gambar 5.2 Posisi pengujian tahap 1 4.
5.
6.
Pendulum: pendulum berbentuk tabung cylinder dengan berat tidak melebihi 2% dari ballast / pemberat dan dengan tinggi tidak melebihi rumah bearing. Adapun berat pendulum yang dipergunakan adalah: 20 gram, 30 gram, dan 40 gram terbuat dari besi dan dilapisi sebuah stiker merah agar terlihat ketika direkam. Lengan pendulum: terbuat dari besi dengan panjang 10 mm dengan diameter 5 mm sama halnya dengan pendulum, lengan pendulum juga terbuat dari besi dan dilapisi stiker berwarna merah. Ballast: ballast berfungsi sebagai stabilitas dari ponton. Ballast sendiri terbuat dari besi
Sama halnya dengan pengujian sebelumnya uji PLTGL-SB OFF-SHORE model tahap yang ketiga adalah ketika pendulum sudah berbentuk juring lingkaran, hal ini dimaksudkan akan terjadi pergeseran titik berat pada pendulum serta posisi pendulum berada pada hasil pengujian yang terbaik dari pengujian sebelumnya. Sehingga memungkinkan pendulum akan berputar ketika mendapat sudut kemiringan yang kecil. Pada pengujian kali ini juga mengharuskan berputarnya pendulum ketika ponton diberi ombak buatan. Dimana dalam pengujian offshore ini akan dilakukan di tempat yang sama yaitu Laboratorium Hidrodinamika FTK ITS. 1. 2.
3.
Pada saat ponton bermuatan bandul dan komponen lainya harus seimbang. Uji model di laboratorium Hidrodinamika yang mampu menghasilkan ketinggian dan periode gelombang sesuai dengan pengujian. Pencatatan gerakan ponton baik translasi dan rotasi secara komputarisasi dan di rekam dalam bentuk video atau format film.
Detai komponen pengujian off-shore tahap 3: 1.
2.
3.
Kolam pengujian: dimana kolam pengujian dilakukan di Laboratorium Hidrodinamika Fakultas Teknologi Kelautan ITS Mooring: mooring terpasang didasar kolam yang berfungsi sebagai engikat ponton agar ponton tetap pada posisinya. Pada mooring terdapat beberapa komponen utama yaitu semen cor yang berfungsi sebagai pemberat dan benang nilon yang akan dihubungkan ke ponton. Ponton: Terbuat dari acrilyc dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan rancangan single pendulum. Dengan skala model 1 : 10 dari benda aslinya. Ponton dilapisi stiker berwarna kuning dan terdapat garis sarat air. Gambar 8.1.1 Penggambaran konstruksi ponton
Gambar 7.1 Desain pendulum untuk pengujian tahap 3 4.
5.
6.
Pendulum: pendulum berbentuk juring lingkaran dengan berat antara 2 β 10 % dari ballast.. Adapun berat pendulum yang dipergunakan adalah: 20 gram, 30 gram, dan 40 gram terbuat dari besi dan dilapisi sebuah stiker merah agar terlihat ketika direkam. Ballast: ballast berfungsi sebagai stabilitas dari ponton. Ballast sendiri terbuat dari besi atau bisa disebut dengan steel ball, dan diisi pada stiap tangki-tangki ballast untuk menjaga stabilitas. Gabus: gabus disini berfungsi sebagai pengganjal ballast, dimana gabus disini berfungsi untuk menaikkan titik graftasi dari ponton, sehingga dapat mengkondisikan ponton agar dapat menerima gelombang dengan baik.
8. ANALISA DAN PEMBAHASAN 8.1 Geometri dan Dimensi Objek β’ Model ponton sudah dibuat pada penelitian sebelumnya dengan dimensi 30 cm x 30 cm atau 1:10 dari benda aslinya. Ponton sendiri dibuat menggunakan Acrilyc dengan tujian agar dapat melihat komponen yang ada di dalam ponton.
Gambar 8.1.2 Proses pembuatan dan perakitan ponton
Gambar 8.1.3 Ponton dan rumah bearing β’ Pendulum ini (Gambar 8.1.3) adalah pendulum untuk analisa sebelumnya, dimana konstruksi masih berbentuk cylinder. Pada penelitian sebelumnya pendulum cenderung digunakan pada pengujian on-shore, sedangkan pada pengujian off-shore hanya sebatas mengetahui stabil atau tidaknya ponton apabila diberi beban pendulum. Sehingga perlu dikaji ulang mengenai pengujian off-shore, supaya pendulum dapat berputar layaknya pengujian on-shore sebelumnya. Adapun variasi bandul dari penelitian sebelumnya adalah:
percobaan berupa video dan kemudian akan dianalisa.
Gambar 8.1.3 Pendulum bentuk Cylinder β’
Awal mula munculnya ide ini karena inginnya ada pergeseran titik berat dari pendulum sebelumnya, dimana pada pendulum sebelumnya titik berat terletak pada pusat pendulum (di ujung) sehinnga dengan merubah bentuk pendulum maka aka nada pergeseran titi grafitasi tersebut. Ada 2 variasi dari bentuk pendulum juring lingkaran ini; yang pertama adalah dengan titik berat di 2/3 dari jari-jari pendulum, dan yang kedua adalah titik berat yang ada di ujung sudut dati pendulum juring lingkaran.
Gambar 8.1.4 Pendulum bentuk juring lingkaran
8.2 MetodeUji Fisik β’ Pengujian off-shore tahap 1 Selain menghitung berapa putaran yang terjadi pada pendulum, yang perlu diperhatikan juga ialah nilai picth dan heave yang terjadi. Tetapi, sebelum menghitung itu langkah penyesuaian stabilitas serta pengauran titik grafitasi juga perlu diperhatikan. Untuk pengujian pertama ini, kita menggunakan bandul/pendulum yang digunakan pada pengujian sebelumnya, dimana pada pengujian sebelumnya tidak menghitung mengenai jumlah putaran pada pengujian offshore. Setelah semuanya terpenuhi, hasil
β’ Pengujian off-shore tahap 2 Pada pengujian tahap kedua ini tidak jauh berbeda dari pengujian pertama, pada pengujian ini yang dihitung tetap samayaitu putaran yang terjadi pada pendulum, picth dan heave yang terjadi pada ponton. Tetapi yang berbeda dari pengujian ini adalah pendulum yang digunakan berbeda, dengan bentuk juring lingkarang dengan variasi yang sudah ditentukan.
8.3 Hasil Uji Fisik Setelah dilakukan pengujian maka dilakukan pengumpulan dan pengolahan data yang selanjutnya di analisa. Pengumpulan data dari hasil pengujian telah dilakukan mekskipun masih terdapat beberapa kesalahan pada saat awal pengujian. Dimana analisa hasil uji fisik dilakukan untuk mengambil suatu kesimpulan dari kegiatan pengujian dari PLTGL-SB, dimana didalamnya akan menyampaikan tentang parameter apa saja yang sudah mempengaruhi proses pelaksanaan dan pembuatan PLTGL-SB. β’ Pengujian tahap 1 Setalah melalui proses perencanaan yang panjang dan matang, maka didapat beberapa hasi dari pengujian yang sudah dilakukan. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisa dari hasil yang sudah didapat selama pengujian,dimana hasil yang diperoleh nanti menjadi acuan untuk pengujian tahap ke 2 yang menggunakan posisi pendulum berbeda.
Gambar 4.5 Penyeimbangan ponton
Tabel 4.8 Hasil pengujian tahap 1 Uji ke-
Pitch (o)
Heave (cm)
Rpm (rad/menit)
1
3
1,12
0
Gambar 4.7 Screenshot picth & heave
2
6
2,45
0
3
5
0,89
0
4
4
0,93
0
5
4
2,65
0
6
4
1,11
0
7
4
1,23
0
Dari hasil pengujian diatas, diketahui bahawa hanya pengujian ke 17 yang bisa dikatakan berhasi dengan parameter berputarnya pendulum pada ponton. Pada pengujian ke 17 juga memiliki nilai picth dan heave yang lebih tinggi daripada pengujian yang lain.
8
7
2,27
0
9
3
1,08
0
10
6
0,38
0
11
9
1,49
0
12
2
0,77
0
13
2
0,35
0
14
8
1,27
0
15
3
0,37
0
16
4
2,14
0
17
19
4,25
67
18
2
1,34
0
Gambar 4.5 H.asil picth pada pengujian 1
Gambar 4.6 Screenshot putaran pengujian 17
β’ Pengujian tahap 2 Pada dasarnya, pada pengujian tahap 2 ini tidak jauh berbeda dari pengujian tahap 1. Perbedaan nyata dari kedua pengujian tersebut adalah posisi peletakan pendulum, dimana pada pengujian tahap 1 pendulum berada di dalam ponton sedangkan pada pengujian tahap 1 pendulum terletak di sisi luar atas ponton. Hasil yang diperoleh nanti menjadi acuan untuk pengujian tahap ke 3 yang menggunakan bentuk pendulum berbeda. Tabel 4.8 Hasil pengujian tahap 2 Uji ke-
Pitch (o)
Heave (cm)
Rpm (rad/menit)
1
8
1,35
63
2
19
4,85
0
3
3
0,65
0
4
4
0,85
0
5
18
6,45
68
6
1
0,38
0
7
3
1,35
0
8
15
4,57
71
9
1
0,25
0
10
18
6,45
40
11
6
3,5
0
12
0
0,38
0
13
17
6,1
55
14
7
1,45
0
15
3
0,78
0
16
10
3,27
29
17
3
1,29
0
18
0
0,21
0
jenis pendulum (60o, 45o, dan 30o; 3mm, 2mm, dan 1mm)
Gambar 4.5 Hasil picth pada pengujian 2
Gambar 4.6 Screenshot putaran pengujian ke 8
9. ANALISA HASIL UJI FISIK Sesuai dengan hasil dari pengujian maka pengujian ke 17 merupakan hasil yang paling baik. Adapun yang memepngaruhi hasil tersebut adalah titik berat dari ponton itu sendiri, dimana pada kondisi pengujian ke 17 ponton terlihat sangat tidak stabil dan ternya justru kondisi inilah yang paling ideal untuk menggerakkan pendulum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ponton yang baik adalah ponton yang memiliki titik grafitasi yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan tidak stabilnya ponton dan akhirnya dapat mempengaruhi putaran pendulum. Sehingga perlu dilakukan pengujian ulang untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dimana pendulum dapat berputar pada segala kondisi. Sebelum melakukan pengujian ulang, data valid yang diperlukan adalah besar gelombang dan periode gelombang pada kondisi sebenarnya. Sehingga nanti akan dijadikan parameter tetap, sedangkan untuk variasinya adalah letak titik berat dari ponton.
Gambar 4.7 Screenshot picth & heave Dari hasil pengujian diatas, diketahui bahwa terdapat 6 percobaan dari 18 percobaan yang telah dilakukan dan menghasilkan putaran 29rad/menit sampai 71 rad/menit. Sehingga bisa disimpulkan pengujian tahap dua memiliki nilai yang lebih baik daripada pengujian tahap 1, sehingga hasil dari kedua pengujian ini merupakan dasar untuk melakukan pengujian tahap 3. β’ Pengujian tahap 3 Pengujian tahap 3 merupakan pengujian terakhir dan merupakan pokok bahasan dari tugas akhir ini. Dimana pengujian ini mengambil posisi terbaik dari percobaan sebelumnya, yang kemudian posisi tersebut di βrunningβ ulang menggunakan variasi pendulum yang berbeda. Pada pengujian tahap 3 ini, model pendulum yang digunakan adalah berbentuk juring lingkaran. Terdapat 3 jenis variasi pada pendulum pengujian tahap 3, antara lain; sudut juring lingkaran dan ketebalan dari pendulum tersebut, dan diperoleh 9
10. KESIMPULAN Hasil yang didapat dari pengujian menunjukan bahwa hanya pada pengujian ke 17 yang memiliki jumlah putaran (rad/s) yang dihasilkan paling besar, hal ini dipengaruhi antara perbandingan titik berat ponton dan berat pendulum yang dipakai. Secara teori semakin tinggi sarat air ponton semakin besar berat pendulum yang bisa terpasang tetapi tidak menjamin pendulum dapat berputar. 1. Jumlah putaran yang dihasilkan dari pengujian ini adalah 67 putaran, dimana merupakan pengujian satu-satunya yang berputar atau bisa dibilang berhasil 2. Pada pengujian ini tinggi sarat air hanya terbatas pada beberapa sarat ait saja, hal ini dikarenakan tidak stabilnya ponton untuk sarat air dibawah 1. 3. Pada ponton dengan skala 1:10 ini maksimum berat bandul yang dapat digunakan adalah 20 gram, hal ini mengingat dengan hasil running pada pengujian ke 17. 4. Menaikan titik berat akan mendapatkan putaran yang baik.
11. SARAN Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan uji ulang dengan parameter gelombag dan periode yang tetap. 2. Menganalisa ulang mengenai perbandingan titik berat dengan berat pendulum yang digunakan. 3. Memperingan konstruksi ponton, sehingga dapat memvariasi lebih banyak.
12. DAFTAR PUSTAKA [1]. International Energy Agency - Ocean Energy System (IEA|OES) . Ref: Policy Report. Tahun 2006. [2]. International Energy Agency - Ocean Energy System (IEA|OES) .Ref : Poster Report Tahun 2010. [3]. AntoΒ΄ nio F. de O. Falcao. Wave energy utilization: A review of the technologies. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14 (2010) 899β918, ScienceDirect. [4]. Babarit A, Clement AH, Gilloteaux JC. Optimization and time-domain simulation of the SEAREV wave energy converter. In: Proceedings of 24th International Conference Offshore Mechanics Arctic Engineering, Halkidiki, Greece; 2005, vol. 2, p. 703β12. [5]. Barstow S, Gunnar M, Mollison D, Cruz J. The wave energy resource. In: Cruz J,editor. Ocean wave energy. Berlin: Springer; 2008. p. 93β132. [6]. Pontes MT, Cavaleri L, Mollison D. Ocean waves: energy resource assessment. Marine Technol Soc J 2002;36:42β51. [7]. Irfan Syarif Arief, Zamrisyaf. Analysis of Barge Models to Capture The Energy from Ocean Wave. Proceeding ISCOT International Conference RINA London. 2010. [8]. Irfan Syarif Arief, Suntoyo , Sardono , Zamrisyaf dkk. Studi Pemodelan dan Simulasi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut β Sistem Bandulan (PLTGL β SB) pada kasus pendulum, Laporan penelitian LPPM ITS, 2010.