1
JURNAL SAINS POMITS Vol.1, No.1, (2014) 1-8
Amobilisasi Kation Logam Berat Cr3+ pada Geopolimer Berbahan Baku Abu Layang PT. IPMOMI Anif Fatmawati, Hamzah Fansuri. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak- Pada penelitian ini telah disintesis geopolimer berbahan baku abu layang PT. IPMOMI dengan variasi NaOH untuk mengamobilisasi kation logam berat Cr3+. Geopolimer variasi NaOH dengan kuat tekan terbaikyaitu sampel Na-14 dengan rasio mol Na2O/SiO2 0,65 dan Na2O/Al2O3 4,18 sebesar 33,17 MPa (7 hari) dan 48,88 MPa (28 hari). Hasil analisa XRD geopolimer menunjukkan terjadi peningkatan intensitas hump yang merupakan fasa amorf aluminosilikat, serta peningkatan intensitas quartz seiring peningkatan kadar NaOH yang diberikan. Kation Cr3+ dengan berbagai konsentrasi ditambahkan pada komposisi geopolimer Na-14 sehingga didapatkan Geopolimer-Cr3+ dengan kuat tekan tertinggi yaitu sampel Cr-6860 dengan kadar ion Cr3+ 13,2x10-2 mol/Kg abu layang sebesar 47,38 MPa (7 hari). Geopolimer-Cr3+yang dihasilkan memiliki efektifitas amobilisasi yang baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya ion Cr3+ yang terdeteksi pada ICP-OES setelah dilakukan leachingselama 6,5 jam. Hasil analisa SEM-EDX menunjukkan logam Cr terdistribusi merata baik didalam maupun di permukaan geopolimer dan pori-pori geopolimer yang terbentuk lebih kecil. .Kata Kunci : Abu layang, Kation logam berat Cr3+, Geopolimer, Geopolimer-Cr3+, Amobilisasi, Kuat tekan, Leaching, Mikrostruktur
G
I. PENDAHULUAN
EOPOLIMER diperkenalkan oleh Davidovits pada tahun 1978 sebagai material anorganik dengan sifat seperti keramik yang dibentuk dari hasil reaksi larutan Alkalin dengan silika dan alumina [1]. Pada perkembangannya, geopolimer banyak digunakan dalam aplikasi pemanfaatan kembali produk limbah yang mengandung silika dan alumina seperti abu layang sehingga menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan (Valeria dan Kenneth, 2003). Geopolimer abu layang banyak digunakan sebagai bahan bangunan dengan kekuatan mekanik melebihi produk semen tradisional. Selain dimanfaatkan itu, geopolimer juga dapat digunakan untuk mengamobilisasi kontaminan toksik dan radioaktif dengan baik (Zhang dkk., 2008). Kromium (Cr) merupakan jenis limbah B3 yang banyak terdapat di lingkungan dan biasanya dihasilkan dari industri electroplating, pigmen, stainless steel, dan pertambangan (Laforest dkk., 2005). Berbagai cara telah dilakukan untuk mengurangi emisi logam Cr ke lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengamobilisasi
logam berat Cr pada geopolimer. Logam berat dikatakan dapat diamobilisasi dengan baik jika logam-logam tersebut memiliki leaching rate (laju pelepasan) ke alam yang rendah. Menurut Deja dkk. (2002) kation logam krom dapat diamobilisasi pada geopolimer dengan baik. Namun, logam krom hanya akan teramobilisasi dengan baik dengan geopolimer apabila dalam bentuk Cr3+ (Zhang dkk., 2008). Penelitian tentang amobilisasi ion logam berat pada geopolimer telah banyak dilakukan oleh para peneliti termasuk pula dalam lingkup jurusan Kimia ITS dengan bahan dasar abu layang dari beberapa PLTU di Indonesia. Diantaranya adalah Warih (2009) yang meneliti amobilisasi Cd2+ dan Pb2+ pada geopolimer berbahan dasar abu layang Cilacap, dan Stiasari (2010) yang meneliti amobilisasi ion logam Cd2+ pada geopolimer berbahan abu layang IPMOMI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa geopolimer yang dibuat dari abu layang IPMOMI dapat mengamobilisasi ion Cd2+ dengan keefektifan mencapai 96,25% dengan kuat tekan 50,39 MPa (Stiasari, 2010), sedangkan geopolimer abu layang Cilacap dapat mengamobilisasi ion Pb2+ lebih baik dari pada ion Cd2+ dengan keefektifan amobilisasi mencapai 99,94% namun kuat tekan yang dihasilkan pada geopolimer yang mengamobilisasi Cd2+ lebih besar yaitu mencapai 15,49 MPa. Faktor penentu kemampuan geopolimer untuk mengamobilisasi logam berat tersebut diantaranya ukuran kation, dimana kation Pb2+ yang lebih besar dari Cd2+ dapat ter-enkapsulasi lebih baik sehingga leaching rate nya rendah, selain itu kadar kation logam berat yang ditambahkan juga mempengaruhi kemampuan amobilisasi geopolimer. Zhang dkk. (2007) menyatakan bahwa selain faktor amobilisasi kation logam berat oleh geopolimer, faktor setting rate binder dan mikrostruktur geopolimer serta faktor lain berpengaruh terhadap kuat tekan geopolimer. Pada penelitian ini akan dilakukan amobilisasi kation logam berat Cr3+ dengan geopolimer berbahan baku abu layang IPMOMI dan selanjutnya diteruskan dengan proses leaching dari logam berat tersebut untuk mengetahui kemampuan amobilisasi geopolimer. Geopolimer yang lebih kuat diharapkan dapat mengamobilisasi ion logam berat dengan lebih baik, sehingga pada penelitian ini akan
2 dilakukan pula pembuatan geopolimer dengan variasi konsentrasi alkali (NaOH) sebagai larutan pengaktif untuk mendapatkan geopolimer dasar yang baik. II. URAIAN PENELITIAN A. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan diantaranya gelas plastik, neraca analitik, oven, mixer, cetakan PVC silinder tinggi 5 cm dan diameter 2,5 cm. Instrumentasi yang digunakan diantaranya XRD JOEL JDX-3530 X-ray Diffractometer, SEM ZEISS EVO MA 10 dan EDX BRUKER 129 EVICPOES merk Prodigy, alat uji kuat tekan Universal testing machine, ICP-OES. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan diantaranya NaOH (Merck, 99%), Al2O3(Aldrich, 99%), Abu Layang IPMOMI (50,67% SiO2; 13,76% Al2O3; 19% Na2O), water glass (19,16% SiO; 37,99% Na2O; 23.07% H2O), aquaDM, CrN3O9·9H2Op.a dan asam asetat glasial (CH3COOH) p.a,. B. Prosedur Kerja B.1Preparasi Abu Layang Abu Layang (fly ash) diayakmenggunakan ayakan 120mesh dan dikeringkan menggunakan oven bersuhu 105 ºC selama 24 jam B.2 Pembuatan larutan pengaktif Larutan pengaktif dibuat dengan menimbang NaOH kemudian dilarutkan ke dalam aquademineralisasi dan didiamkan selama 6 jam hingga larut sempurna. Penambahan waterglass dilakukan pada larutan NaOH dan diaduk hingga larut sempurna, kemudian dapat langsung dicampurkan dengan abu layang. B.3 SintesisGeopolimer Pada sintesis geopolimer ini rasio Si/Al yang digunakan adalah 3,23dan rasio S/L (solid/liquid) 3,59. Abu layang yang telah diayak, serbuk Al(OH)3 dan larutanpengaktif ditimbang sesuai komposisi pada Tabel 1. Massa abu layang yang digunakan 390 g, massa water glass yang digunakan 120 gram.
Tabel 1. Komposisi Geopolimer dengan Variasi Konsentrasi NaOH Sam pel Na-10 Na-12 Na-14 Na-18
NaOH (g) 30
Al(OH)3 (g) 5,10
Aqua DM (g) 116,40
36 42
5,10 5,10
1170,90 119,07
Na2O /SiO2 0,63 0,65
Na2O/ Al2O3 4,05 4,18
0,67 0,71
4,31 4,58
54 5,10 123,00 Larutan pengaktif (campuran waterglass dan NaOH) ditambahkan ke dalam wadah yang berisi abu layang dan diaduk sampai homogen menggunakan mixer selama 30 detik. Setelah itu, Al(OH)3yang telah dilarutkan sebelumnya dengan aquaDM ditambahkan ke dalam campuran abu layang-larutan pengaktif dan pengadukan dilanjutkan selama 150 detik. Hasil pengadukan berupa pasta kemudian dituangkan ke dalam cetakan berbentuk silinder berdiameter 2,7 cm dan tinggi 5,4 cm. Setelah didiamkan selama 24 jam, geopolimerdikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan kedalam plastik klip, kemudian dipanaskan di dalam oven dengan suhu 55 ºC selama 24 jam. Geopolimer yang telah terbentuk didiamkan selama 7 dan 28 hari dalam suhu ruangan yang kemudian siap untuk diuji kuat tekan.Variasi
komposisi NaOH yang menghasilkangeopolimer dengan kuat tekan terbaik selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam pembuatan geopolimer untuk amobilisasi ion krom. B.4 Amobilisasi ion Cr3+ pada Geopolimer Kation logam berat Cr3+ dalam bentuk Cr(NO3)3·9H2O digunakan sebagai kontaminan pada pembuatan geopolimer. Setiap 1 grampenambahanCrN3O9·9H2O (Mr= 400,15 g/mol) mengandung 0,0025 mol Cr3+. Variasi konsentrasi ionCr3+yang diberikan sesuai Tabel 3.2. massa abu laying yang digunakan tiap sampel 260 g. Tabel 2. Komposisi Geopolimer Teramobilisasi Cr3+ Nama sampel
MassaCr3+ (g)
Massa Cr(NO3)3.9H2O (g)
Cr-857,5
0,223
1,715
Cr-1715 Cr-2000 Cr-3430 Cr-6860 Cr-13720 Cr-16000
0,446 0,520 0.892 1,784 3,567 4,160
3,430 4,000 6,860 13,720 27,440 32,000
Proses sintesis Geopolimer dengan penambahan ion Cr3+sama seperti pembuatan geopolimer pada subbab3.2.3.Penambahan logam berat dilakukan pada waktu 10 detik setelah larutan Al(OH)3 dicampurkan kedalam campuran abu layang dan larutan pengaktif. Lama waktu pengadukan disesuaikan dengan fasa geopolimer yang terbentuk setelah penambahan logam berat. B.5 LeachingCr3+yang teramobilisasi pada Geopolimer Sampel geopolimer yang telah diuji kuat tekan dipecah kembali dan diambil yang berukuran sekitar 5mm. Sampel tersebut kemudian ditimbang seberat 6 g. Proses leaching dilakukan meggunakanlarutan asam asetat (CH3COOH) 0,1M. Rasio sampel dibandingkan dengan larutan asam asetat adalah 1:25. Campuran tersebut selanjutnya diaduk menggunakan pengaduk magnetik. Sample leachat diambil pada 6,5jam, kemudian dianalisis kadar ion krom di dalam leachat dengan ICP-OES. Larutan asam asetat 0,1M dibuat dengan mengencerkan 5,7mL asam asetat glasial menjadi 1000mL dengan penambahan aquaDM. B.6 Karakterisasi
a). Kandungan Fasa Kristal dan Amorf
Kandungan fasa Kristal dan amorf dalam abu layang dan produk sintesis geopolimer dianalisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD).Sampel yang digunakan merupakan pecahan produk geopolimer hasil uji kuat tekan.Analisis difraksi sinar-X dilakukan dengan sumber radiasi CuKα (λ=1,541) dan sudut 2ϴ = 0°-60°). b). Karakterisasi Mikrostruktur dan Sebaran ion Cr3+
Mikrostruktur geopolime dianalisis menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) sedangkan sebaran ion Cr3+-nya dianalisa dengan SEM-EDX. Sampel yang digunakan untuk analisis mikrostruktur dan sebaran ion krom diambil dari pecahan geopolimer yang telah diuji kuat
3
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuat Tekan dan Sifat Fisik Geopolimer A.1 Pengujian Kuat Tekan Geopolimer Variasi NaOH Hasil pengujian kuat tekan geopolimer variasi NaOH sebagai berikut: Tabel 3. Kuat tekan geopolimer pada berbagai variasi mol Na2O/SiO2 dan Na2O/Al2O3 Nama Na2O Na2O Kuat tekan 7 Kuat sampel /SiO2 /Al2O3 hari (MPa) tekan 28 hari (MPa) Na-10 0,69 4,44 24,44 31,42 Na-12 0,63 4,05 24,44 38,41 Na-14 0,65 4,18 33,17 48,88 Na-16 0,67 4,31 19,20 28,80 Na-18 0,71 4,58 9,890 30,55 Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa perbedaankadar NaOH mempengaruhi kekuatan geopolimer.Kenaikan kadar NaOH tidak selalu meningkatkan kuat tekan geopolimer. Geopolimer memiliki kuat tekan optimum dengan kadar NaOH yang tepat. Kekuatan geopolimer naik dengan naiknya kadar NaOH yang diberikan sampai rasio Na2O/SiO2 = 0,65 dan rasio Na2O/Al2O3 = 4,18 kemudian turun kembali dengan kenaikan NaOH melebihi rasio tersebut. Kekuatan optimum geopolimer dihasilkan oleh komposisi geopolimer dengan rasio mol Na2O/SiO2 0,65 dan rasio Na2O/Al2O3 4,18 yaitu sebesar 33,17 MPa pada umur 7 hari, dan 48,88 MPa pada umur 28 hari. Mekanisme reaksi geopolimerisasi diusulkan oleh Xu dan van Deventer (2000) menggunakan mekanisme teori pasangan electron. NaOH berfungsi untuk melarutkan mineral aluminasilikat pada permukaan abu layang sehingga terbentuk monomer aluminat Al(OH)4¯dan monomer silikat ¯OSi(OH)3. Monomer aluminat dan silikat tersebut akan saling bergabung membentuk rantai Si-O-Al dengan bantuan kation Na+. Penambahan kadar NaOH yang tinggi meningkatkan kelarutan sumber oksida aluminosilikat sehingga meningkatkan pembentukan geopolimer yang dapat meng-enkapsulasi partikel abu layang yang tidak dapat larut dan mengikatnya membentuk matriks yang kompak (Zheng, dkk., 2010). Hal tersebutlah yang membuat kuat tekan geopolimer semakin bertambah dari sampel Na10, Na-12 sampai Na-14. Dalam bentuk grafik, pengaruhkuat tekan pada berbagai variasi NaOH terhadap umur geopolimer7 dan 28 hari dapat dilihat pada Gambar 1.
60 Kuat Tekan (MPa)
tekannya. Bagian yang diamati adalah penampang lintang (cross section) sampel dan sampel tersebut dilapisi dengan emas sebelum dianalisis dengan SEM- EDX. c). Karakterisasi Sifat Mekanik Geopolimer diuji kuat tekan menggunakan mesin hidrolisis di Jurusan D3 Teknik Sipil ITS. Geopolimer yang diuji berbentuk silinder berdiameter 2,7 cm dan tinggi 5,4 cm. .Pengujian kuat tekan dilakukan terhadap Geopolimer yang berumur 7 hari untuk geopolimer yang mengandung ion krom. Pengujian kuat tekan pada geopolimer dengan variasi konsentrasi NaOH diuji kuat tekan pada umur 7 dan 28 hari.
50 40
28 hari
30 20
7 hari
10 0 0.62
0.64
0.66
0.68
0.7
0.72
Rasio Na2O/SiO2
Gambar 1. Hubungan antara kuat tekan geopolimer dengan variasi NaOH pada usia geopolimer 7 dan 28 hari
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan geopolimer naik seiring bertambahnya waktu.Hal ini menunjukkan bahwa, geopolimerisasi terus berjalan walaupun pada suhu ruang dan dengan kecepatan yang lambat. Peningkatan kuat tekan geopolimer dari umur 7 hari sampai 28 hari paling besar pada sampel Na-18 sebesar 208,8 % sedangkan peningkatan paling kecil pada sampel Na-10 sebesar 28,6 %.Hasil tersebut menunjukkan bahwa NaOH dalam geopolimer yang belum habis bereaksi terus melaksanakan fungsinya untuk melarutkan sebagian silica dan alumina pada abu layang yang belum larut pada awal reaksi, oleh karena itu produk geopolimer baru yang terbentuk lebih banyak sehingga peningkatan kuat tekan semakin besar. B.2 Pengujian Kuat Tekan Geopolimer dengan Penambahan ion Cr3+ Penambahan Cr3+dilakukan dengan maksud untuk mengkaji amobilisasi ion logam berat tersebut menggunakan geopolimer yang dibuat dengan komposisi terbaik. Penamaan sampel geopolimer disimbolkan dengan Crjumlah ppm Cr yang ditambahkan (ppm Cr/abu layang). Sebagai contoh, Cr-857,5 menunjukkan amobilisasi kation Cr3+ dengan kadar 857,5 mgCr3+/Kg abu layang. Ion Cr3+ ditambahkan kedalam komposisi geopolimer yang memiliki hasil kuat tekan paling besar yaitu Na-14 dengan S/L 3,59 ; rasio Na2O/SiO2 sebesar 0,65 ; rasio Na2O/Al2O3 sebesar 4,18 dan rasio SiO2/Al2O3 sebesar 6,46. Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa kadar kation logam berat Cr3+ yang ditambahkan berpengaruh pada kuat tekan geopolimer. Jika dibandingkan dengan geopolimer tanpa penambahan logam berat Na-14 yang memiliki kuat tekan 33,17 MPa pada usia 7 hari, penambahan ion Cr3+ pada kadar 857,5; 1715 dan 2000 mg/Kg abu layang menurunkan kuat tekan geopolimer, sedangkan pada penambahan ion Cr3+dengan kadar 3430 mg/Kg abu layang kuat tekan yang didapatkan hampir sama dengan standar yakni 33 MPa. Kuat tekan geopolimer naik pada penambahan ion Cr3+ 6860 mg/Kg abu layang mencapai 47,38 MPa kemudian kuat tekan turun secara drastis pada penambahan Cr3+ melebihi kadar tersebut. Tabel 3. Kuat tekan Geopolimer dengan penambahan Cr3+ Nama Sampel mg Cr/Kg abu layang Kuat tekan (MPa) Cr-857,5 857,5 28.95 Cr-1715 1715 28.95 Cr-2000 2000 28.95 Cr-3430 3430 32.90 Cr-6860 6860 47.38 Cr-13720 13720 5.26 Cr-16000 16000 4,39
4
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada kuat tekan geopolimer dengan mengamobilisasi logam berat, diantaranya volume pori geopolimer, terjadinya enkapsulasi logam, reaksi kimia antara kation logam berat dengan silikat atau aluminat dalam geopolimer, serta adanya hambatan anion NO3- pada setting pembentukan geopolimer (Warih, 2009 dan Zhang dkk., 2008). Ion logam berat yang ditambahkan kedalam gel geopolimer akan mengalami hidrolisis dengan melibatkan molekul H2O dan ion OH(Zheng dkk., 2014). Reaksi yang mungkin terjadi sebagai berikut : H2O
Cr(NO3)3.9H2O Cr3+ + 3NO3- + 9H2O Cr3+ + 3OH- Cr(OH)3
Cr-3430
Cr-6860
Tabel 4. Hasil analisis ICP-OES Mg Cr/ Cr % Kg abu terleaching terleaching layang (ppm) Cr-857,5 857,5 0 Cr-3430 3430 0 Cr-6860 6860 0 Cr-13720 13720 0 Nama Sampel
Viskositas NaOH yang ditambahkan pada abu layang juga meningkat karena aqua DM untuk melarutkan NaOH berkurang, hal ini karena aqua DM juga dibutuhkan untuk melarutkan ion-ion logam berat sebelum ditambahkan pada campuran pasta geopolimer. Kenaikan viskositas NaOH ini menyebabkan abu layang sulit tercampur merata dengan larutan pengaktif sehingga proses pembentukan monomer aluminat dan silikat terhambat. Oleh karena itu, penambahan kation logam berat Cr3+ menyebabkan kuat tekan menurun. Disisi lain, Cr(OH)3 yang terbentuk merupakan endapan yang tidak larut dalam air sehingga dapat terenkapsulasi dalam matriks geopolimer dan berfungsi sebagai filler sehingga dapat meningkatkan kuat tekan, namun karena penambahan logam berat tersebut sangat sedikit (pada sampel Cr-857,5; Cr-1715; Cr-2000; Cr-3430) maka efeknya kurang berpengaruh pada kuat tekan geopolimer. Penambahan logam berat dengan kuat tekan paling tinggi didapatkan pada sampel Cr-6860 dengan kadar Cr3+6860 mg/Kg abu layang. Peningkatan kuat tekan ini bisa dijelaskan dengan semakin banyaknya jumlah logam Cr 3+ yang mengisi rongga geopolimer yang terbentuk pada saat sintesis. Hal ini dinamakan densifikasi yang dapat meningkatkan kuat tekan geopolimer (Warih, 2009). Geopolimer yang lebih kompak dan sedikit rongganya mempunyai struktur yang lebih kuat (Van Jaarsveld dan van Deventer, 1999). Pada sampel Cr-13750 dan Cr-16000 terjadi aglomerasi yang membentuk gumpalan matriks yang dapat merusak kerangka dasar geopolimer. Hal ini dapat dilihat pada penampakan fisik geopolimer Gambar 2. yaitu terdapat gumpalan hijau tuadi bagian dalam geopolimer sampel Cr13750 yang merupakan persenyawaan logam Cr yang tidak bereaksi sehingga menghambat pembentukan fasa geopolimer.
Cr-857,5
B. Leaching Geopolimer-Cr3+ Analisa leaching dilakukan pada geopolimer yang mengandung kation logam berat Cr3+ (disebut GeopolimerCr3+) untuk menguji seberapa kuat geopolimer dapat menahan ion logam berat tersebut dalam kondisi lingkungan yang asam. Sampel geopolimer yang diuji adalah sampel yang memiliki konsentrasi paling rendah (sampel Cr-857,5), sedang (Cr-3430) dan tinggi (Cr-13750) serta sampelyang memiliki kuat tekan paling besar (Cr-6860). Kation logam berat yang terleaching dalam pelarut dianalisis kadarnya menggunakan alat ICP-OES. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.
Cr-13720
Gambar 2. Geopolimer dengan kandungan ionlogam berat Cr3+
Hasil analisis leaching menunjukkan bahwa dalam waktu 6,5 jam dengan lingkungan asam asetat 0,01 M, tidak terdeteksi adanya Cr di dalam larutan leachate. Batas kadar Cr yang dapat terdeteksi menggunakan ICP-OES adalah 0,08 ppb. Hal ini menunjukkan bahwa, logam Cr teramobilisasi dengan kuat dalam matriks geopolimer meskipun pada kadar yang tinggi 13720 mg/Kg abu layang dan kuat tekan paling rendah. Hasil ini berkolerasi dengan pengujian yang dilakukan oleh Zhang dkk. (2008) yang melaporkan bahwa penambahan kation logam berat Cr6+ dengan mereduksinya menjadi Cr3+ dalam geopolimer dapat meningkatkan efisiensi amobilisasi menjadi 99,9 %. Menurut Zhang dkk. (2008), ion Cr3+ terikat dengan baik dalam binder geopolimer melalui mekanisme fisik mikroenkapsulasi sebagai Cr(OH)3 yang tidak larut pada pH tinggi. Mikro-enkapsulasi merupakan gejala terikatnya kation logam berat pada rongga geopolimer ketika proses sintesis berlangsung (Warih, 2009). C. Hasil Analisa Fasa Geopolimer dengan XRD Perubahan Fasa geopolimer akibat variasi kadar NaOH sebagai larutan pengaktif dianalisa dengan XRD (X-Ray Diffraction). Disamping itu, dilakukan pula perbandingan fasa dari hasil XRD abu layang sebelum dilakukan geopolimerisasi. Sampel geopolimer yang dianalisa yaitu Na-12 (kadar NaOH rendah), Na-14 (kadar NaOH dengan kuat tekan terbaik) dan Na-18 (kadar NaOH tertinggi dengan kuat tekan terendah pada 7 hari). Difraktogram hasil analisa XRD ditunjukkan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut Abu layang memiliki kandungan fasa amorf dan mineral utama quartz (Q) dan mullite (M). Kristalinitas suatu material dapat dilihat pada intensitas puncaknya. Semakin tinggi intensitas puncaknya maka material itu berfasa kristalin sedangkan jika terdapat gundukan (hump) yang cukup lebar maka material tersebut berfasa amorf (Stiasari, 2011). Fasa amorf ditunjukkan oleh adanya gundukan (hump) yang terdapat pada 2θ=26º sampai dengan 38º. Selain itu terdapat pula fasa kristalin yang ditunjukkan dengan adanya puncak tajam (peak) yang muncul. Fasa kristalin yang teridentifikasi pada abu layang yaitu quartz/kuarsa (SiO2) dengan intensitas puncak tertinggi terdapat pada 2θ= 26,67º dan puncak kuarsa lain
5 yang muncul pada 2θ=20,89º; 36,49º; 42,96º dan 50,12º. Terdapat pula mineral mullite (3Al2O3..SiO2) yang terdapat pada 2θ=33,40 dan 35,45. Geopolimer umumnya terdiri dari produk aluminosilikat yang berfasa amorf serta memiliki kristal utama kuarsa dan mullite, hal ini berbeda dengan zeolit yang memiliki fasa kristalin (Rattanasak dkk., 2009). Perbedaan utama difraktogram abu layang dengan geopolimer variasi NaOH pada Gambar 3 tersebut yaitu terjadi peningkatan intensitas gundukan pada 27º sampai 35º yang menandakan terbentuknya fasa amorf dari geopolimer. Penambahan NaOH juga menyebabkan terjadinya penurunan intensitas puncak fasa kristal pada 2θ=20,89º; 42,9º dan 50,12º milik kuarsa serta menurunnya intensitas pada 2θ 35,45º dan hilangnya puncak 36,49º pada Na-14 dan Na-18 milik mullite. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi pembentukan matiks geopolimer dengan munculnya fasa amorf baru akibat terlarutnya silika dan alumina amorf dan juga pelarutan sedikit Kristal quartz dan mullite pada abu layang oleh larutan pengaktif.
14 dengan rasio Na2O/SiO2 sebesar 0,65 dan Na2O/Al2O3 sebesar 4 ,18. Penambahan NaOH kurang dari kadar tersebut menyebabkan silika dan alumina dalam abu layang yang terlarut sedikit sehingga formasi geopolimer yang terbentuk lebih sedikit dan kuat tekan yang dihasilkan lebih lemah. D. Hasil Analisis Mikrostruktur Geopolimer D.1 Mikrostruktur Geopolimer Variasi NaOH Analisis SEM dilakukan pada geopolimer Na-10, Na-12, dan Na-14 pada umur 14 hari untuk mengidentifikasi efek larutan pengaktif dengan variasi kadar NaOH pada abu layang dan menganalisa mikrostruktur produk yang dihasilkan. Gambar 4. menunjukkan hasil SEM prodak geopolimer pada variasi NaOH. Na-10
Hump
Intensitas
Na-18
Na-12
Na-14 Na-12 Abu layang
0
Na-14
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
2θ (o)
Gambar 3. Difraktogran abu layang, Na-12, Na-14, dan Na-18
Perbedaan difraktogram geopolimer Na-12, Na-14, dan Na-18 yaitu terjadi kenaikan intensitas pada 2θ=26,67º yang merupakan puncak khas kuarsa dengan naiknya penambahan kadar NaOH. Kenaikan intensitas puncak ini bahkan melebihi intensitas pada bahan baku abu layang. Hal ini mengindikasikan bahwa selama reaksi geopolimeriasi terjadi, tidak hanya terjadi pelarutan silika dan alumina dalam abu layang membentuk rantai geopolimer yang amorf tetapi juga terjadi kristalisasi silika membentuk fasa Kristal dalam produk geopolimer. NaOH yang berlebih menyebabkan menurunnya pelarutan Si dan Al akibat meningkatnya koagulasi silika (Rattanasak, 2009). Kenaikan intensitas paling tinggi yaitu pada sampel Na-18 dengan kadar NaOH paling tinggi. Kenaikan intensitas pada 26,67º ini juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan Ryu dkk. (2013) pada penambahan NaOH dengan konsentrasi tinggi. Hasil analisis pada difraktogram sampel Na-14 yang memiliki kuat tekan terbaik menunjukkan bahwa puncakpuncak fasa kristalin yang hilang lebih banyak dibandingkan dengan Na-12 dan Na-18 (dapat dilihat dari intensitas peak fasa kristal yang muncul). Hal ini menunjukkan bahwa pelarutan silika dan alumina dalam abu layang yang mengalami geopolimerisasi paling optimum terjadi pada Na-
Gambar 4. Hasil analisis SEM Geopolimer variasi NaOH
Sebagian besar abu layang telah mengalami geopolimerisasi akibat pengaruh larutan alkali pengaktif. Namun, secara umum pada ketiga sampel tersebut masih terdapat partikel bulat terpisah dari mariks geopolimer yang menunjukkan masih ada abu layang yang belum bereaksi, seperti yang telah dihasilkan pada penelitian-penelitian sebelumnya (Zhang dkk., 2008). Analisis mikrostruktur ketiga sampel geopolimer variasi NaOH tersebut juga menunjukkan bahwa semakin banyak NaOH yang ditambahkan, maka matriks geopolimer yang dihasilkan semakin homogen yang artinya semakin sedikit partikel abu layang yang tidak bereaksi. Pada gambar permukaan partikel abu layang yang diperbesar, terlihat bahwa terdapat granula kecil yang merupakan reaktan yang bereaksi dengan permukaan partikel abu layang dan mengalami kondensasi akibat geopolimerisasi. Hal ini dapat menjelaskan hasil pengujian kuat tekan geopolimer. Sampel Na-14 memiliki kuat tekan terbaik dari pada sampel Na-10 dan Na-12 karena partikel abu layang yang bereaksi dengan activator lebih banyak akibat kadar NaOH yang diberikan lebih banyak.
6 D.2 Mikrostruktur Geopolimer-Cr3+ Perubahan mikrostruktur pada geopolimer sebelum dan setelah dilakukan amobilisasi ion Cr3+ dilihat pada Gambar 5. Hasil foto SEM geopolimer standar dan geopolimer yang mengamobilisasi ion Cr3+ menunjukkan perubahan mikrostruktur yaitu homogenitas fasa dan rongga yang terbentuk. Geopolimer yang mengamobilisasi ion Cr3+ memiliki fasa yang lebih tidak kompak dengan semakin banyaknya abu layang (granule) yang tidak bereaksi. Hal ini sesuai dengan hipotesa awal yaitu penambahan ion Cr3+ dalam bentuk Cr(NO3)3.9H2O yang mengkonsumsi sebagian air untuk melarutkan NaOH menyebabkan viskositas larutan pengaktif semakin kental dan membuat mobilitas ion pada permukaan abu laying turun sehingga menghambat pelarutan silika dan alumina dalam abu layang.
E. Distribusi dan Sebaran Kation Cr3+ dalam Geopolimer Analisa SEM-EDX dilakukan untuk mengetahui sebaran ion krom pada Geopolimer-Cr3+ baik di tepi permukaan maupun di bagian tengah sampel, serta mengetahui perubahan distribusi ion Cr3+nya setelah dilakukan leaching sehingga dapat diketahui apakah ion Cr3+pada geopolimer tidak terleaching. Intensitas keberadaan ion Cr3+pada sampel Cr-857,5; Cr-3430 dan Cr-13720 dapat dilihat dari hasil spektrum EDX pada Gambar 6. Untuk mempermudah pembandingan, maka spektrum EDX yang ditampilkan merupakan hasil analisa sampel bagian tepi sebelum dan sesudah leaching. Sebelum Leaching
Setelah Leaching
c
a x y
x
a
y
b
d x
x y y
z
Gambar 5. Hasil analisis SEM Geopolimer a). Standar (Na-14) b).Cr-857,5 c). Cr-3430 d). Cr-13720 Keterangan :x = abu layang (granule) yang tidak bereaksi, y = rongga/pori, z = gumpalan padatan unknown. Ketidak kompakan matriks geopolimer yang mengamobilisasi logam berat menyebabkan kuat tekan melemah, sehingga pada sampel Cr-857,5 kuat tekan yang dihasilkan lebih lemah. Begitu pula dengan hasil SEM Cr13720 dengan penambahan Cr3+ 13.720 mg/Kg abu layang, fasa yang terbentuk semakin tidak kompak dibandingkan sampel lain. Abu layang yang tidak bereaksi dan endapan fasa lain yang terbentuk semakin membuat struktur geopolimer menjadi tidak kompak. Ketidak kompakan fasa ini terbentuk karena penambahan larutan Cr(NO3)3.9H2O menyebabkan waktu pengerasan awal geopolimer menjadi lebih cepat sehingga pelarutan abu layang berkurang dan terdispersinya ion Cr3+ dalam abu layang tidak maksimal sehingga terkonsentrasi menjadi gumpalan-gumpalan yang diduga Cr(OH)3. Hasil ini dapat dikonfirmasi oleh hasil SEM-EDX. Hasil analisis SEM sampel Cr-3430 menunjukkan walaupun masih terdapat granule abu layang yang belum bereaksi, namun tampak bahwa rongga/pori yang terbentuk lebih kecil dari sampel yang lain dan kekompakan fasanya lebih baik dari sampel Cr-13720. Hal ini dapat terjadi karena penambahan ion Cr3+ dapat mengisi rongga dalam geopolimer, hal ini karena kemungkinan terbentuknya Cr(OH)3 dengan kadar yang tidak berlebih menyebabkan Cr(OH)3 mudah terdistribusi dengan baik dalam campuran geopolimer saat geopolimerisasi sehingga terjadi densifikasi yang menyebabkan kuat tekan Cr-3430 tinggi.
b
c Gambar 6. Spektrum EDX a). Cr-857,5 b). Cr-3430 c). Cr-13720 Pada ketiga sampel geopolimer dengan variasi kadar penambahan ion Cr3+ tersebut terlihat bahwa terdapat atom Cr pada semua sampel, baik sebelum maupun setelah dilakukan leaching geopolimer. Begitu pula dengan geopolimer-Cr3+ bagian tengah, ion Cr3+ terdapat pada semua sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa ion Cr3+ memang teramobilisasi dalam geopolimer. Selain itu, persentase atom Cr dari spektrum EDX pada Gambar 6 tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak ion Cr3+ yang ditambahkan dalam geopolimer, semakin banyak pula persentase ion Cr3+ yang terkandung dalam abu layang. Kenaikan persentase atom Cr yang terdapat dalam geopolimer pada sampel Cr-857,5; Cr-3430 dan Cr-13720 berturut-turut 0,02%; 0,48%; 1,08 % (b/b) pada sampel sebelum dileaching, dan 0,31%; 0,49%; 1,32% (b/b) setelah dileaching. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa banyaknya kandungan Cr3+ dalam geopolimer sesuai dengan banyaknya kadar ion Cr3+ yang ditambahkan.
7 Intensitas atom Cr yang dihasilkan dari analisis EDX pada Gambar 6 tersebut menunjukkan bagian tepi permukaan maupun bagian tengah geopolimer yang tidak kontak dengan asam asetat menunjukkan intensitas atom Cr yang sama. Sebelum dan sesudah dilakukan leaching geopolimer terlihat bahwa tidak terjadi penurunan intensitas Cr3+ pada semua sampel. Hal ini mendukung hasil leaching logam berat yaitu tidak ada kation Cr3+ yang terleaching pada analisa ICP-OES. Hasil EDX tersebut berkorelasi dengan hasil ICP-OES larutan hasil leaching geopolimerCr3+ yaitu tidak ada sampel yang terleaching dalam asam asetat. Distribusi sebaran ion Cr3+ dapat dilihat dari hasil analisa SEM-EDX. Kation logam Cr3+ ditunjukkan dengan warna merah untuk geopolimer sebelum leaching dan warna ungu untuk geopolimer setelah leaching. Perbandingan foto SEM -EDX sampel Cr-857,5 dan Cr3430 dapat dilihat pada Gambar 7 untuk sampel bagian tepi dan 8 untuk sampel bagian dalam. Sebelum Leaching
Sesudah Leaching
tengah sampel. Secara umum, distribusi kation Cr3+ dalam matriks geopolimer tersebar merata dan terlihat lebih banyak logam Cr yang ditemukan dari pada sampel Cr-857,5. Hal ini karena kadar ion logam Cr 3+ yang ditambahkan memang lebih banyak. Hasil analisis SEM-EDX sampel Cr-13720 ditunjukkan pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa kation Cr 3+ terkonsentrasi dan menyebar pada permukaan geopolimer maupun granula abu layang juga semakin banyak. Jika dilihat dengan penglihatan mata langsung, memang terdapat daerah berwarna kehijauan dan terkonsentrasi pada permukaan geopolimer, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Daerah hijau tersebut kemungkinan besar merupakan endapan Cr(OH)3 yang terkonsentrasi pada suatu area sehingga terlihat terpisah dari matriks geopolimer. Namun, hal ini tidak terlalu mempengaruhi kemampuan terhadap degradasi asam asetat pada permukaan geopolimer. Hasil analisa ICP-OES juga menunjukkan bahwa logam Cr yang terleaching tidak terdeteksi. Sebelum Leaching
Bagian Tepi
a
Sesudah Leaching
Bagian Tengah
b
Gambar 7. Hasil analisis SEM-EDX Sebelum dan Setelah Leaching Bagian Tepi Sampel a). Cr-857,5 b). Cr-3430 Sebelum Leaching
Setelah Leaching
a
b
Gambar 9. Hasil Analisis SEM-EDX Geopolimer Cr-13720 Distribusi kation Cr3+ pada permukaan geopolimer sebelum dan sesudah leaching tampak masih sama, baik dibagian ditepi maupun bagian tengah geopolimer. Intensitas persebaran ion logam Cr3+ bagian tepi yang kontak langsung dengan asam asetat juga mirip dengan bagian tengah yang tidak kontak langsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa ion logam Cr3+ yang terkonsentrasi pada permukaan geopolimer tidak terleaching dalam asam asetat. Untuk membuktikan adanya Cr(OH)3 yang terbentuk dan terkonsentrasi pada geopolimer yang mengamobilisasi ion Cr3+ dalam kadar yang tinggi, dalam hal ini yang diuji sampel Cr-13720 dengan kadar Cr 13.720 mg/Kg abu layang maka dapat dilihat pada foto SEM-EDX Gambar 10. Area berwarna ungu yang ditunjukkan dengan panah tersebut merupakan ion Cr yang terkonsentrasi karena tidak dapat terdistribusi dengan merata. Namun dapat dilihat pula bahwa sebagian besar Cr telah terdistribusi merata.
Gambar 8. Hasil analisis SEM-EDX sebelum dan setelah leaching bagian tengah (dalam) sampel a). Cr-857,5 b). Cr3430 Pada sampel Cr-857,5 dengan kadar Cr 857,5 mg/Kg abu layang serta pada sampel Cr-3430 dengan kadar Cr 3430 mol/Kg abu layang, ion Cr3+ tampak terdispersi dengan baik dalam geopolimer, baik pada bagian permukaan yang kontak langsung dengan asam asetat maupun bagian
Gambar 10. Hasil analisis SEM-EDX Cr-13720
8 KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Geopolimer dapat disintesis dari abu layang PT. IPMOMI. Kadar NaOH sebagai cairan aktivator yang menyumbang perbedaan rasio Na2O/SiO2 dan Na2O/Al2O3 mempengaruhi kuat tekan geopolimer yang dihasilkan. Kuat tekan optimum geopolimer didapatkan pada rasio mol Na2O/SiO2 0,65 dan Na2O/Al2O3 4,18 yaitu sebesar 33,17 MPa ketika geopolimer berumur 7 hari dan 48,88 MPa ketika berumur28 hari. Amobilisasi kation logam berat Cr3+ dapat dilakukan dengan cara menambahkan larutan Cr3+ ke dalam pasta geopolimer sebelum dicetak. Pada penambahan Cr3+ sebesar 6860 mg/Kg abu layang, kuat tekan geopolimer meningkat mengungguli geopolimer standard dan kemudian menurun pada penambahan Cr3+ lebih dari kadar tersebut. Tidak ada kation Cr3+ yang terleaching ketika geopolimer yang telah ditambahi Cr3+ dengan konsentrasi sesuai dengan yang dipelajari dalam penelitian ini dileaching dengan asam asetat. Hal ini membuktikan bahwa Cr3+ teramobilisasi oleh geopolimer abu layang PT. IPMOMI dengan sangat baik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pengerjaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arlis, P.N., (2012),“Optimasi nilai kuat tekan Fleksural geopolimer abu terbang Suralaya terhadap variable alkali, konsentrasi alkali dan suhu curing”, Skripsi, Universitas Indonesia, Depok. Anggrainis, R., (2011), “Sintesis Geopolimer untuk Amobilisasi logam berat Pb”, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. ASTM C 618, (1994), “Standard Specification for Fly ash and raw or calcined natural pozzolan for use as mineral admixture in Portland cement concrete”, American society for testing materials, annual book of ASTM standards, west Conshohocken, Pennsylvania, Vol. 04.02.
Omotoso,O.E., Ivey, Mikula. (1996),“Quantitative X-ray diffraction analysis of chromium (III) doped tricalcium silicate pastes”. Cemen and .Concrete Research, Vol. 26, No 9, .hal.1369-1379. Palomo,A., dan Palacios,M., (2003), “Alkali-activated cementitious materials: alternative matrice for the immobilization of hazardous waste: part II. Stabilization Chromium and Lead”, Cement and concrete Research, Vol.33.hal 289-295. Rattanasak,U. Chindaprasit, P. (2008),“Influence Of NaOH Solution on The Synthesis of Fly Ash Geopolymer,Minerals Engineering, Vol 22, hal. 1073-1078. Richardson J.T. (1989), “Principles of Catalyst Development”. Plenum Press, New York. Ryu, G.S., Lee, Y.B., Koh, K.T., Chung, Y.S., (2013), “ The Mechanical Propertiees of Fly Ash;Based GeopolymerConcrete With Alkaline Activators”, Construction and Buliding Materials, Vol. 47, hal. 409418. Shi,C., Krivenko, Roy. (2006). “Alkali-Activated Cements and Concretes”. Taylor & francis. Abingdon, UK. Stiasari,A., (2011). “Amobilisasi Kation Logam Berat Cd2+ Pada Geopolimerdengan Variasi Konsentrasi NaOHdari Abu Layang PT.IPMOMI”, Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. Subaer, (2007), “Pengantar Fisika Geopolimer”. Program Penulisan Buku Teks Perguruan Tinggi. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Direktorat Perguruan Tinggi. Supriadi W. (2010), “Amobilisasi Logam berat Cd2+ dan Pb2+ dengan Geopolimer”. Tesis program magister. Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. Valeria F. F. B., Kenneth J. D. .dan Clelio T. (2000),“Synthesis and characterization of materials based on inorganic polymers of alumina and silica: sodium polysialate polymers”, Introduction of .Journal Inorganik Mater2, hal. 309–317. Van Deventer, Provis,J.P., Duxson, Luckey.(2007),“Reaction mechanisms in the geopolymeric conversion of inorganic waste to usefull product”,Journal of Hazard. Material. Vol. A 139, No. 3, hal.506513. Van Jaarsveld and van Deventer.(1999),“Effect of the alkali metal activator on the properties of fly ash-based geopolymers”, Industrial of. Enginering. Chemistry. Research, Vol. 38, hal. 3929-3941.
Brundle,C.R., (1992), ”Encyclopedia of materials charactrerization : surfaces, interfaces,thin films”.Manning Publications Co., Grenwich.
Wardani, Sri P.R., (2008),“Pemanfaatan Limbah Batu bara (fly ash) Untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan Teknik Sipil Lainnya Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan”. Universitas Diponegoro, Semarang.
Davidovits, J. (1994), “Geopolymer: Man-Made Rock Geosynthesis And Resulting Development Of Very Early High Strength Cement”,Journals of materials and Cement,Vol. 16, hal.91-139.
Warih, (2009),“Amobilisasi Logam Berat Cd dan Pb pada Geopolimer berbahan dasar abu layang Cilacap”, Tesis, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya.
Deja, J. (2002),“Immobilizationof Cr6+, Cd2+, Zn2+ dan Pb2+ in AlkaliActivated Slag Binders”, Cement and Concrete Research., Vol 32 No. 12, hal 1971-1979.
Zhang,J., Provis, J.L., Feng, D., van Deventer, J.S.J.,. (2008),“The Role of Sulfide in the immobilization of Cr(VI) in Fly Ash Geopolymer”, Cement and Concrete Research, Vol 38, hal. 681-688.
Duxson, P., Fernandez-Jimenes, A.M., Provis, J.L., Luckey, A., Palomo, van Deventer. (2007), Geopolymer Technology: The Current State of The Art,Journal of .Material .Science.,Vol 42, No. 9,hal. 29172933.
Zhang J, Provis.J.L, Feng, D., Van Deventer, J.S.J., (2008). “Geopolimers for immobilization of Cr6+, Cd2+, and Pb2+”, Journal of Hazardous Materials, Vol. 157, hal. 587-598.
Fernandez-jimenez, A.M., Lachowsky, E..E., Palomo,A., Macphee, D.E., (2004), “Microstructural Characterization of alkali-activated PFA matrices for waste immobilization”,Journal of Cement, Concrette and Composite, Vol.26, hal. 1001-1006. Fitriani, D.R., (2010), “Pengaruh modulus alkali dan kadar activator terhadap kuat tekan fly ash-based geopolymer mortar. Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta. Khale, D., Chaudry,R. (2007),“Mechanism of geopolymerization and factors influencing its development: a review”, Springer, Vol. 42, hal. 729-746. Muchjidin.(2006),“Pengendalian Mutu Dalam Industry Batubara”. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Nawy, Edward, G., (2001),“Fundamental of High Performance Concrete 2ndEdition”, John Willey & Sons Inc., Kanada.
Zeng, L. Wang,W. Shi,Y., (2010),“The effect of alkaline dosage and Si/Al ratio on the immobilization of heavy metal in municipal solid waste inceneration fly ash-based geopolymer”.Chemosphere, Vol. 79, hal.665-671 Zheng,L., Wang,W., (2014),“Immobilization of Cu2+, Zn2+, Pb2+, dan Cd 2+ during geopolymerization”,Hingher Education Press and Springer, Verlag Berlin Heidelberg.
a b