ALGORITMA PENGELOMPOKKAN MESIN-KOMPONEN FLEKSIBEL DIDASARKAN PADA TEKNIK TEKNOLOGI KELOMPOK (ALGORITMA PERREGO) Ir. UKURTA TARIGAN, MT Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Algoritma Perrego, menyajikan bentuk sel-sel mesin didasarkan pada bobot kepentingan part yang diproduksi. Klasifikasi dan pengkodean (C&C) dan analisa aliran produksi (PFA) disintesa ke dalam satu algoritma tunggal dengan mengkombinasikan metode kesamaan koefisien dan algoritma identifikasi kelompok (cluster). Hasil dan keuntungan algoritma ini adalah utilisasi dari informasi morpologi, seperti kebutuhan jumlah produksi manufaktur, dengan atribut teknologi dari part; sel-sel yang terbentuk dari jumlah part yang minimum dan dibawa antara sel-sell. Algoritma tersebut juga membandingkan ekonomis dari duplikasi mesin untuk pembentukan sel-sel yang bebas.
PENDAHULUAN
Beberapa algoritma yang berbeda telah dikembangkan untuk pengelompokkan mesin-mesin ke dalam sel-sel dan part-part ke dalam famili-famili. Klasifikasi dan pengkodean (Hyde 1981, Eichler 1989, Han dan Ham 1986), pengelompokkan order ranking (King 1980, King dan Nakornchai 1982, Chandrasekharan 1986), kesamaan koefisien (De witte 1980, Seifoddini dan Wolfe 1986) dan algoritma identifikasi cluster/kelompok oleh Kusiak (1987) telah memperkenalkan teknik yang unik untuk menyelesaikan dan menyempurnakan masalah ini. Masing-masing metode ini mempunyai keuntungan yang sama banyaknya dengan kerugiannya bila dibandingkan satu sama lain. Synergi teknik ini memproduksi suatu algoritma yang mempertimbangkan ekonomis dari manufaktur.
2002 digitized by USU digital library
1
2. TEKNIK PENUGASAN SEBELUMNYA. 2.1. Klasifikasi dan Pengkodean (Classification and Coding) Klasifikasi didefinisikan sebagai pengelompokkan elemen-elemen ke dalam famili-famili yang spesifik yang didasarkan pada karakteristik yang sama (Hyde 1981). Dengan pengklasifikasian data komponen, kita memisahkan kelompokkelompok dengan kesamaan karakteristik seperti jumlah, biaya material handling, atau beberapa kategori lain. Ketika pembentukan famili part, part-part dikodekan dan dikelompokkan bersama-sama didasarkan pada geometris yang sama dan kesamaan proses yang dibutuhkan. Bagaimanapun, proses yang sama akan memproduksi kode yang sama. Keterangan famili part dapat diidentifikasi dengan sistem klasifikasi komputerise yang sangat mendetail termasuk semua variabelvariabel yang relevan. Waktu dan biaya yang tinggi merupakan kerugian/kendala utama bila dikembangkan dengan seperti sistem komputer. 2.2. Pengelompokkan Order secara Ranking (Rank Order Clustering) Rank Order Clustering (ROC) diperkenalkan beberapa waktu yang lalu oleh King dan Nakornchai (1982) dan Chandrasekharan dan Rajagophalan (1986). Variabel-variabel input dirmasukkan dalam matriks route produksi (Gambar 1).
Mesin
1 Nomor 2 3 4 5
Nilai Desimal
Nomor Komponen 3 4 5 0 0 1 1 0 1
1 1 1
2 1 1
0 1 0
0 0 1
1 0 1
26
25
13
1 0 0 4
6 1 0
0 1 0
0 1 0
26
18
Gambar 1. Matriks Route Produksi
Matriks ini mempunyai part-part sepanjang sumbu mendatar dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi pada sumbu yang lain. Angka ‘1’ ditempatkan pada koordinat bila memproses satu part. Sebaliknya, ‘0’ dimasukkan. ROC secara altenatif menyusun kolom dan baris dari matriks route produksi dalam order dari penurunan ranking. Ranking ditentukan dengan menghitung nilai desimal dari penggambaran biner kolom atau baris. Hasil penyusunan ini dalam suatu diagonalisasi dari ‘1’ ke dalam beberapa cluster. ROC King mudak dikomputerisasi dan mudah mengidentifikasi mesin-mesin yang bottleneck. Khator dan Irani (1987) telah mengidentifikasi tiga kekurangan terhadap algoritma ROC. 1) ROC mempunyai ketidakmampuan menganalisa matriks yang besar, sehingga panjang angka biner meningkat. Baris dan kolom dibandingkan secara berpasangan, menikkan jumlah perbandingan yang dibutuhkan untuk suatu
2002 digitized by USU digital library
2
solusi. Dengan ranking yang tergantung pada posisi koordinat dari data yang dimasukkan ke dalam matriks., melengkapi matriks yang dibutuhkan untuk dianalisa, akan meningkatkan waktu komputasi. 2) ROC menunjukkan ketidakkonsistenan dalam jumlah cluster, identifikasi komponen yang layak, konstitusi mesin-komponen dari cluster, terganrung pada matriks input inisial. 3) Secara total ROC mengabaikan beban untuk mendapatkan alokasi mesin bottleneck antara cluster-cluster. King mengasumsi bahwa mesin-mesin ini dapat diduplikasi secara bebas jika mereka membutuhkan beberapa cluster. 2.3. Kesamaan Koefisien Penggunaan kesamaan koefisien (De Witte 1980) bermaksud untuk mengidentifikasi kelompok mesin dan part yang sama. Dua part adalah sama jika kebanyakan mesin membutuhkan produksi yang serupa. Dua mesin adalah sama jika kebanyakan part mengalami proses yang sama (Gambar 2). Nomor Mesin 1
1 1.00
2 0.60
3 0.00
4 0.75
5 0.20
Nomor
2
-
1.00
0.20
0.40
0.50
Mesin
3
-
-
1.00
0.00
0.33
4
-
-
-
1.00
0.00
5
-
-
-
-
1.00
S(1,2) = 3/(3+2) = S(1,3) = 0/(0+6) = S(2,3) = 1/(1+4) = S(3,5) = 1/(1+2) =
0.60 0.00 0.20 0.33
Gambar 2. Matriks Kesamaan Koefisien Perbandingan ini ditentukan dengan suatu kesamaan koefisien matematika. Sebagai contoh dari kesamaan koefisien indeks (SI) antara dua mesin diberikan oleh : SI =
(Jumlah part menggunakan kedua mesin)
(Jumlah part menggunakan menggunakan yang lain)
kedua
mesin
+
Jumlah
part
Algoritma ini mempunyai tiga langkah dasar yaitu : Langkah 1 adalah menghitung matriks kesamaan yang menggunakan kesamaan koefisien indeks untuk membandingkan part-part (Gambar 2). Langkah 2 adalah mengidentifikasi kelompok-kelompok dari mesin-mesin yang serupa/sama pada suatu dendrogram (Gambar 3). Langkah 3 adalah mengelompokkan part-part ke dalam famili-famili menurut kesamaan nilai ambang, dimana memisahkan part-part dan mesin pada dendrogram ke dalam kelompk-kelompok. Perbedaan nilai ambang menentukan ukuran dari sel-sel. Nilai ambang ‘0’ akan mengelompokkan semua mesin-mesin ke dalam satu sel dan komponen-komponen ke dalam satu famili. Nilai ‘1’ akan mengelompokkan part-part yang menggunakan semua mesin yang sama bersamaan
2002 digitized by USU digital library
3
dan sisa part yang lain akan membentuk famili-famili individual. Gambar 2 dan 3 menunjukkan suatu contoh bagaimana penugasan part ditransformasikan ke dalam dendrogram. 2.4. Algoritma Identifikasi Cluster dari Kusiak Algoritma identifikasi cluster Kusiak (Kusiak 1987) menggunakan garis vertikal dan horizontal untuk menghubungkan mesin-mesin dan komponenkomponen yang sama secara bersamaan. Pada matriks mesin-komponen (gambar 4), garis horizontal digambarkan menyilang melalui suatu nomor mesin (misalnya, mesin 4). Ketika garis ini memotong ‘1’, suatu garis vertikal digambarkan dalam kolom (komponen 1, 2, 4 dan 6). Garis horizontal yang lain digambarkan menyilang ‘1’ yang dipotong oleh oleh garis vertikal baru ini. Mesin-mesin dalam garis baru ini diidentifikasi sebagai mesin-mesin yang dihubungkan. Komponen dalam kolom ini diidentifikasi sebagai komponen yang sama karena beberapa mesin dibutuhkan untuk memprosesnya. Hal ini melengkapi langkah pertama algoritma Kusiak.
Nomor Komponen 0
1
4
2
5
3
1.0 0.8
0.75
Nilai Kesamaan Koefisien
0.6
0.60 0.50
0.4
Nilai Ambang = 0.5
0.33
0.2 0.0
0.00
Gambar 3. Dendrogram Kesamaan Jumlah komponen yang sama dimana mesin-mesin bersamaan membentuk hubungan antara mesin-mesin. Mesin-mesin yang mempunyai antar hubungan yang lebih erat dtempatkan dalam sel atau famili yang sama. Ukuran atau jumlah sel ditentukan dengan jumlah dari kesamaan komponen yang diproses antara mesinmesin. Sebagai contoh, mesin-mesin diidentifikasi oleh gambar garis horizontal dari garis vertikal dibutuhkan untuk memproses paling sedikit satu kesamaan komponen sebagai mesin yang bertanggungjawab untuk menciptakan garis vertikal. Gambar 4 menunjukkan bagaimana mesin dikelompokkan ke dalam sel. Dalam gambar ini, mesin 1 dan 5 bersama-sama memakai dua komponen dengan mesin 4, sementara mesin 2 dan 6 hanya memakai satu. Ukuran atau jumlah sel ditentukan oleh jumlah
2002 digitized by USU digital library
4
kesamaan komponen yang diproses antara mesin-mesin. Sebagai contoh, mesin yang diidentifikasi oleh gambar garis horizontal membentuk garis vertikal yang diinginkan untuk memproses paling sedikit satu komponen atau mesin yang sama, dimana bertjuan menciptakan garis horizontal. Dalam gambar 4 menunjukkan bagaimana mesin-mesin dikelompokkan ke dalam sel. Dalam gambar ini, mesin 1 dan 5 keduanya membentuk dua komponen dengan mesin 4, sementara mesin 2 dan 6 membentuk yang lain. Bagaimanapun mesin 1 dan 5 adalah dihubungkan secara lebih tertutup terhadap mesin 4, daripada terhadap mesin 2 atau 6. Nilai threshold (acuan), ditentukan oleh perancang (desainer), adalah jumlah minimum komponen yang dibutuhkan untuk mengelompokkan mesin dalam suatu sel. Dalam contoh, nilai acuan 2 akan mengelompokkan mesin 4 dan mesin 1 dan 5. Nilai acuan terendah seperti nilai 1 juga akan memasukkan nilai 2 dan 6 bergabung dengan mesin 1 dan 5. Suatu sistem expert “if then” yang kompleks didasarkan pada perbedaan konstrain dapat digunakan untuk mengalokasikan mesin bottleneck ke dalam sel-sel. 2.5. Ringkasan Teknik Penugasan Sebelumnya Teknik sandi (kode) dan klasifikasi dapat memasukkan variabel morphological dan teknological tetapi membutuhkan waktu dan dana yang tinggi untuk mengimplementasikannya dengan efektif. Tiga metode analisa aliran produksi (FPA) lainnya (rank order clustering, similarity coefficients, dan Kusiak’s method) semuanya menggunakan matriks komponen-mesin sebagai variabel input utama. Matriks ini hanya terdiri dari informasi tentang variabel teknological, dimana terbatas pada akurasi penyajian suatu lingkungan realistik. Sebagai contoh, ketika pembentukan sel-sel, metode ini mengasumsikan bahwa part-part diproduksi dalam jumlah batch yang sama. Dengan asumsi ini, formasi sel yang komplit/lengkap dapat dengan mudah melepaskan part-part dengan jumlah produksi yang tinggi, seperti exceptional component. Tanpa duplikasi mesin untuk mengeliminasi exceptional component ini, akan timbul gerakan-gerakan berlebih antara sel-sel mengakibatkan ongkos material handling tidak efisien. Sehingga jika dipertimbangkan ekonomis produksi seperti ongkos material handling dan investasi duplikasi mesin, akan terjadi formasi sel yang non-optimal. 3. ALGORITMA PERREGO 3.1. Uraian Algoritma Perrego Algoritma formasi mesin-komponen fleksibel yang diuraikan dalam paper ini didesain untuk memasukkan variabel teknological dan morphological ke dalam perhitungan (Perrego 1991). Tiap variabel morphological dihitung ekonomisnya yang mempengaruhi penggunaan sistem kode dan klasifikasi. Sistem ini akan mengidentifikasi part-part yang dipilih untuk membentuk sel-sel. Mesin-mesin yang berlebih ditambahkan ke sel-sel didasarkan pada kesamaan teknologicalnya sehingga keuntungan ekonomis menjadi optimal. Aplikasi tentang algoritma ini telah diuraikan oleh Hahn, dkk. (1992). 3.2. Pencapaian Penugasan Optimal Untuk mengembangkan penugasan ini, disintesa klasifikasi dan kode serta teknik-teknik analisa aliran produksi (PFA). Penggunaan kesamaan koefisien dan suatu revisi algoritma identifikasi cluster Kusiak digunakan katalis. Algoritma ini
2002 digitized by USU digital library
5
merupakan proses pengambilan keputusan multi-kriteria yang mengidentifikasi komponen-komponen yang diklasifikasikan sebagai “paling relevan” oleh seorang desainer. Komponen ini menjadi part “A” yang dibedakan oleh prinsip Pareto, yang disebut dengan Analisa ABC. Tipe komponen diklasifikasikan sebagai part “A” akan merubah ketergantungan pada sistem klasifikasi dimana menyajikan perbedaan keadaan industri. Bila komponen sangat penting “A” telah dibedakan dengan sistem klasifikasi yang sederhana, sel-sel mesin dibentuk untuk mengoptimumkan ekonomis produksi. Kemudian komponen “B” ditugaskan terhadap sel-sel dengan menambahkan mesin-mesin yang dibutuhkan untuk memproses komponenkomponen “B”. Lalu komponen “C” dipertimbangkan, mereka ditugaskan ke sel-sel yang ada atau dirouting melalui sel-sel multiple yang dibentuk sebelumnya. 3.3. Evaluasi Ekonomis Paper ini menunjukkan pengurangan ongkos material handling yang menggunakan jumlah part sebagai kategori klasifikasi. Variabel nilai-tambah lainnya, seperti ongkos material handling per part dijadikan kategori yang lain, dapat secara mudah dimasukkan sebagai kategori yang lain. Mesin-mesin tambahan ditambahkan untuk mengurangi intersellular bila secara ekonomis dibenarkan. Kebenaran ini ditentukan oleh perbandingan biaya mesin dengan keuntungan yang diperoleh dengan adanya pengurangan ongkos material handling. Pengurangan ongkos material handling dibandingkan untuk tiap-tiap duplikasi mesin dan kemudian diplot untuk dianalisa. 4. FORMASI SEL 4.1 Langkah-langkah Algoritma Perrego Algoritma Perrego dibuat dalam empat langkah umum : 1) Identifikasi komponen-komponen “A” dengan menggunakan metode klasifikasi dan kode. 2) Membentuk sel-sel untuk komponen-komponen “A” dengan menggunakan rank order clustering (ROC). 3) Tugaskan mesin dan part yang sisa ke dalam sel-sel dengan menggunakan Kusiak’s cluster method dan kesamaan koefisien. 4) Duplikasikan mesin-mesin bottleneck bila secara ekonomis dibenarkan. 4.1.1. Langkah 1 Langkah 1 menggunakan sistem klasifikasi dan kode untuk mengidentifikasi suatu porsi/bagian dari komponen “penting” atau “A” untuk sel-sel yang akan dibentuk. Komponen “A” ini diidentifikasi dari karakteristik morphologicalnya yang dibedakan oleh sistem klasifikasi. Sebagai contoh, karakteristik ini digabungkan dengan volume produksi. Matriks 43-part, 16 mesin Burbridge, 1975 (Tabel 1) digunakan untuk mensuplai informasi teknological antara mesin-mesin dan part-part. Matriks khusus ini telah digunakan oleh penulis yang lain sebagai matriks standar untuk perbandingan tujuan. Secara random dipilh tiga kelompok komponen “A”, “B” dan “C” ditugaskan dengan jumlah berbeda yang didasarkan pada prinsip Pareto : bilangan random digunakan untuk menugaskan “volume” demand untuk tiap-tiap part yang secara akurat menggambarkan pesanan shop dunia nyata. Hal ini diulangi tiga kali dengan
2002 digitized by USU digital library
6
bilangan random yang berbeda. Tiap-tiap pengelompokkan ini dibentuk ke dalam sel-sel menggunakan semua metode dan dibandingkan terhadap yang lainnya. Sekali kategori yang berbeda untuk sistem kalsifikasi telah diidentifikasi, tiaptiap part diberi kode untuk tiap kategori dengan rating 0 -9. Nol adalah level yang paling rendah untuk proses part tersebut. Tiap kategori diberi % nilai untuk membedakan hubungan antara kategori. Suatu part penting “V(P)” dihitung dengan persamaan berikut : x V(P) = ∑ (F(x) x L) i=1 Dimana : P = Nomor part x = Ranking perbedaan kategori (dalam paper ini hanya menggunakan : demand) L = Kode tingkat dari 0 - 9 untuk tiap kategori F(x) = Weighted percentage importance dari kategori x x ∑ (F(X) = 100% i=1 Dalam contoh ini, suatu nilai “V(P)” yang tinggi menggambarkan suatu part yang diolah dalam jumlah batch yang besar. Volume part pertama harus diubah ke dalam kode tingkat 0 - 9, contoh : 825 part per minnggu harus dikodekan dengan angka 8. Juga untuk demand, kategori X dapat merupakan biaya material, nilai part, labour content, profit margin, kepentingan order, atau beberapa klasifikasi lain. Suatu chart jaringan dibentuk untuk membantu desainer membedakan part-part yang paling “penting”. Gambar 5 menunjukkan suatu contoh bagaimana komponen 3 dan 4 dikelompokkan dalam komponen “A” dengan menggunakan tiga kriteria. Formasi sel untuk part ini dapat diberi penekanan untuk mengoptimisasi efisiensi produksi untuk semua part. 4.1.2. Langkah 2 Langkah 2 membagi part penting “A” hasil identifikasi dengan sistem klasifikasi, ke dalam sel-sel dengan menggunakan metode ROC King. Karena hanya porsi part yang diidentifikasi dalam langkah 1, matriks mesin-komponen ROC akan menjadi kecil, jadi dapat mengurangi waktu komputasi bila dibandingkan dengan penyusunan secara keseluruhan. Setelah sel-sel diidentifikasi dengan ROC, mesin-mesin bottleneck ditugaskan ke sel-sel dengan menggunakan metode similarity coefficients. Mesin bottleneck adalah mesin yang dibutuhkan untuk memproses part dengan menggunakan dua sel atau lebih. Mesin ini disebut “bottleneck” karena beberapa part harus berpindah antara sel-sel, sehingga dapat mencegah sel-sel dari ketidaktergantungan dari mesin-mesin lainnya. Jika suatu mesin bottleneck ditugaskan ke suatu sel tunggal, part-part dari sel lainnya ingin bergerak antar sel-sel dengan menggunakan mesin ini (jika gerakan antar sel-sel dapat dihindarkan, mesin ini akan membutuhkan duplikat pada mesin lainnya). Catatan bahwa definisi mesin bottleneck telah digunakan oleh para periset yang mempelajari formasi sel. Pengertian “mesin bottleneck” dalam paper ini tidak berhubungan dengan tingkat produksi mesin. Seperti penulis-penulis terdahulu, algoritma Perrego mengasumsikan bahwa kapasitas produksi cukup untuk tiap-tap mesin individual.
2002 digitized by USU digital library
7
Untuk menugaskan mesin-mesin bottleneck, diidentifikasi kelompok part pada tiap-tiap persaingan untuk mesin “bottleneck”. Kemudian semua nilai pentingnya (impotance values) “V(P)” dijumlahkan untuk tiap kelompok dan dibandingkan. Sel yang mempunyai jumlah importance value yang tertinggi akan menerima mesin bottleneck, sehingga biaya keseluruhan sistem menjadi minimum. Dalam contoh di atas, biaya pergerakan/perjalanan antarsellular disatukan dengan jumlah part. Bagaimanapun mesin bottleneck ditugaskan ke sel-sel yang mempunyai jumlah part paling tinggi. Karena mesin-mesin tidak diduplikasikan pada langkah ini, maka mesin masih diklasifikasikan sebagai bottleneck. 4.1.3. Langkah 3 Langkah 3 menugaskan part dan mesin hasil langkah 1 terhadap suatu sel yang dibentuk. Pertama, algoritma identifikasi cluster King (Kusiak 1987) dan kesamaan koefisien digunakan untuk penugasan mesin ini ke dalam sel. Metode cluster Kusiak digunakan untuk mengidentifikasi mesin-mesin yang sama. Kemudian suatu kesamaan koefisien dihitung untuk tiap sel dengan persamaan berikut : (Jumlah mesin sama dalam sel “A”) SI = Sel (A) : (total jumlah mesin sama) Mesin-mesin yang tidak termasuk dalam suatu sel, ditugaskan ke sel-sel lain, suatu sel lain dengan nilai SI yang paling tinggi. Dalam kasus lain, suatu sel baru dibentuk untuk memproses item “B”, sehingga mesin-mesin yang lain ditambahkan ke dalam sel yang ada. Kedua, part-part lain ditugaskan ke suatu sel yang akan membentuk operasioperasi pada part tersebut. Untuk tiap part yang tidak ditugaskan, jumlah operasi untuk tiap sel yang diberikan ditentukan dengan penggandaan jumlah part atau nilai V(P) dengan jumlah mesin yang memprosesnya dalam sel tersebut. Catatan bahwa mesin khusus dapat membentuk lebih dari satu operasi. Part ditugaskan ke suatu sel yang akan membentuk operasi-operasi, total sumnya akan menentukan sel yang mana yang menugaskan part tersebut. 4.1.4. Langkah 4 Langkah 4 mengurangi ongkos produksi dengan menduplikasikan mesin bottleneck bila secara ekonomis dibenarkan. Gerakan antarsellular akan berkurang dengan duplikasi mesin-mesin bottleneck. Duplikasi ini akan mengurangi ongkos produksi bila keuntungan dengan antarsellular lebih sedikit mengimbangi ongkos mesin duplikasi. Pertama, dihitung jumlah permintaan sel untuk mesin bottleneck. Dilakukan dengan menjumlahkan jumlah part yang berbeda-beda yang diproses dengan mesin duplikat untuk sel yang berbeda-beda. Kombinasi mesin/sel dengan demand tertinggi dijadikan duplikasi pertama. Tabel 3 menunjukkan contoh dalam proses ini. Nomor mesin bottleneck yang ditugaskan (bukan dakam sel 1, 2 dan 3)
6 8
2002 digitized by USU digital library
Demand komponen yang ditugaskan ke sel 1, 2, dan 3 untuk mesin 6, 8, dan 11 Sel 1
Sel 2
Sel 3
0 1865
3877 3135
2070 293 8
11
2725
0
0
Tabel 2. Demand komponen bottleneck V(P) untuk tiap-tiap sel. Algoritma Perrego, jumlah demand dengan duplikasi nol. Mesin 6 siap ditugaskan ke sel selain dari sel 1, 2, dan 3. Mesin ini menjadi mesin pertama dipertimbangkan untuk duplikasi dengan menggunakan sel 2 yang merupakan permintaan sel tertinggi. Berikunya, mesin 8 dipertimbangkan untuk duplikasi dan ditempatkan dalam sel 2. Mesin 11 dipertimbangkan untuk duplikasi ke dalam sel 1. Proses pemilihan ini mengidentifikasi duplikasi mesin yang akan mengurangi gerakan antarselluler per duplikasi mesin. Sekarang dibandingkan biaya duplikasi mesin terhadap pengurangan biaya dari susunan yang telah diciptakan diatas. Duplikasi mesin diperbolehkan bila pengurangan ongkos produksi lebih besar dari ongkos mesin. Keuntungan lain dengan manufaktur sellular juga dijadikan pertimbangan, sehingga biayanya lenih dari yang disajikan pada keuntungan yang diperoleh. Sebagai contoh, seharusnya ongkos tertinggi untuk mesin 6 dan demand terendah untk mesin 11, duplikasi atau mesin 8 dalam sel 2 merupakan keputusan biaya-efektif; mesin 6 dan 11 tidak diduplikasi. Bila duplikasi tidak dibenarkan, part-part akan bergerak antar sel menciptakan sistem biaya yang paling efektif. Sekali permintaan tertinggi dianalisa, permintaan tertinggi berikutnya dipertimbangkan, dan seterusnya seperti ditunjuukan di atas. Kebiasaan ini menjamin pengurangan tertinggi ongkos produksi per duplikasi mesin. Hasil ini ada dalam penugasan sel dan part terkahir. Gambar 6 menggambarkan algoritma Perrego dalam bentuk flow chart. 5. ANALISIS Sebagai perbandingan dengan metode-metode terdahulu, formasi sel terkhir dibandingkan dengan metode-metode yang dikembangkan oleh penulis-penulis lain. Disajikan dalam paper-paper tiga metode berbeda oleh Vannelli dan Kumar (1986), Chan dan Milner (1983), serta King dan Nakornchai (1982), yang digunakan untuk membentuk solusi sel dengan memanipulasi matriks Burbridge yang ditunjukkan sebelumnya dalam Tabel 1 (Burbridge 1975). Hasil setiap metode ini dievaluasi dengan dua kondisi yaitu : mempertimbangkan atau tidak mempertimbangkan jumlah komponen ketika penentuan bagaimana membentuk sel dan mesin yang mana yang menduplikasi. Bila jumlah komponen tidak dipertimbangkan, maka duplikasi mesin ditugaskan untuk sel dengan jumlah terbesar dari part-part yang berbeda yang dibutuhkan mesin. Algoritma Perrego menunjukkan pentingnya mempertimbangkan jumlah part sebagai pengganti dari jumlah part yang menggunakan mesin bottleneck untuk menentukan sistem biaya yang paling efektif. Suatu gambaran grafik telah diplot untuk membandingkan semua algoritma yang disajikan dalam Gambar 7. Untuk semua studi yang dicoba, Algoritma Perrego menghasilkan gerakan intersellular per duplikasi lebih sedikit dari pada algoritma penulis lainnya, untuk semua kumpulan komponen random, bila permintaan dipertimbangkan. Dari Gambar
2002 digitized by USU digital library
9
7 terlihat posisi hasil algoritma Perrego lebih rendah dibandingkan hasil dari penulis lainnya.
2002 digitized by USU digital library
10
MULAI
Input kode komponen dari sistem kalsifikasi
Membedakan mesin-mesin bottleneck Hitung dan daftarkan demand sel untuk mesin bottleneck
Input urutan digit yang diprioritaskan Menyususn digit yang diprioritaskan menurut urutan prioritas
Tugaskan salah satu dari tiaptiap mesin bottleneck ke sel yang yang demandnya paling banyak
Input kumpulan digit dan nilai bobot
Duplikasikan dan tugaskan suatu mesin bottleneck ke sel yang demandnya paling banyak
Membedakan kelompok “A” yang paling penting Melakukan algoritma rank order clustering pada item “A”
Jangan diduplikasi abaikan demand komponen
Menghirung similarity coefficients untuk mesin yang tidak termasuk dalam suatu sel dan menugaskan ke sel dengan nilai tertinggi
No
Apakah mesin dibenarkan ? Yes
Hitung similarity coefficients untuk semua komponen
Apakah ada Yes mesin bottleneck lain yang ingin dievaluasi secara ekonomis atau exceptional components yang tinggal ?
Alokasikan komponen ke sel-sel dengan similarity coefficients Apakah sel-sel saling bebas
No
No
Yes Hitung gerakan intersellular dan biaya material handling
AKHIR
Gambar 6.
Flow-Diagram Algoritma Perrego
2002 digitized by USU digital library
11
6. KESIMPULAN
Teknologi kelompok dan manufaktur fleksibel merupakan konsep baru yang baik yang diaplikasikan di perusahaan domestik dalam beberapa tahun terakhir. Algoritma pengelompokkan mesin-komponen diperlukan untuk memasukkan faktorfaktor ekonomis dan jumlah-driven dalam tipe produksi ini. Algoritma Perrego dirancang untuk melakukannya, sehingga diperoleh efisiensi terbesar dari modal investasi perusahaan. 6.1.
Hasil Studi
Studi ini memperlihatkan viabilitas gabungan metode klasifikasi dan kode dengan analisa aliran produksi (PFA) ke dalam suatu algoritma yang menyebabkan/membolehkan tekniker/ahli industri/manufaktur dapat mengidentifikasi kelompok mesin-komponen yang berbeda-beda terhadap keadaan manufaktur yang berbeda-beda. Kombinasi metode di atas membenarkan algoritma ini untuk membentuk kelompok komponen dengan kesamaan teknological yang baik, yang sama baiknya dengan kesamaan kode lainnya. Identifikasi karakteristik produksi dapat digunakan untuk membenarkan secara ekonomis sekumpulan formasi sel. Ekonomi duplikasi mesin membantu para desainer dalam mendekomposisikan sistem ke dalam famili yang non-overlapping untuk keefektifanbiaya yang optimum. 6.2.
Keuntungan Algoritma Perrego
Algoritma Perrego, pertama menunjukkan bagaimana sistem klasifikasi menggunakan satu karakteristik ekonomi (jumlah part) dapat mengurangi ongkos produksi. Fleksibiltas pemusatan pada faktor-faktor ekonomi yang berbeda di sekitar sistem klasifikasi dapat dikembangkan sehingga menyebabkan perusahaan dapat mengoptimisasi keuntungan yang berhubungan dengan manufaktur sellular. Kedua, bila jumlah komponen dipertimbangkan, hal ini akan membentuk pemisahan /pembagian masalah 16-mesin, 43-komponen lebih baik daripada algoritma pengelompokkan yang diusulkan oleh ketiga penulis lain. Jumlah gerakan intersellular digunakan sebagai kriteria evaluasi utama dalam contoh-contoh ini. Tingkat studi sel terkhir didekomposisikan ke dalam kelompok mutually exclusive ditunjukkan ketergantungan pada pesanan duplikasi mesin. Faktor ini menjadi penting bila industri-industri tidak mempunyai modal investasi yang tersedia untuk menduplikasi semua mesin bottleneck. Jadi algoritma Perrego akan membentuk sel yang lebih baik dalam situasi dunia-nyata dari bermacam-macam jumlah pesanan dengan batasan keuangan.
2002 digitized by USU digital library
12
DAFTAR PUSTAKA
1.
Burbidge, J.L, A Mannual Method of Production Flow Analysis : The Production Engineer, 56(1), 34, 1977.
2.
Carrie, A.S., Numerical Taxonomy Applied to Group Tecnology and Plant Layout, International Journal of Production Research, 11(4), 399-416, 1973.
3.
Chu, H.M., and Tsi, M., A Comparison of Three Array-based Clustering Techniques for Manufacturing Cell Formation, International Journal of Production Research, 28, 1417-1433, 1991.
4.
Djassemi, M. 1994, The Use of Machine-grouping efficiency in Comparison of Job-shop and Cellular Manufacturing Systems : A Simulation Study, PhD Thesis, University of Wisconsin-Milwaukee, 1994.
5.
Miltenburg, J., and Zhang, W., A Comparative Evaluation of Nine Well-known Algorithms for Solving the Cell Formation in Group Technology, Journal of Operations Management, 10(1), 44-72, 1991.
6.
Seifiddini, H., Duplication Process In Machine Cell Foemation in Group Technology, Transactions of The Institute of Industrial Engineers (IIE), 18(3), 271-277, 1989.
2002 digitized by USU digital library
13