Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Azharsyah Ibrahim
AKUNTANSI KONVENSIONAL VS AKUNTANSI SYARIAH: ISLAMISASI KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI AZHARSYAH IBRAHIM Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji konsep-konsep akuntansi konvensional dalam perspektif Islam dan menyaring konsep-konsep tersebut untuk menyusun struktur akuntansi Syariah serta untuk melihat perbedaan mendasar antara konsep akuntansi konvensional dengan konsep Syariah. Definisi operasional diberikan untuk menjelaskan beberapa kata kunci yang ada dalam penelitian ini, seperti akuntansi, konsep, konvensional, dan hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan di mana penekanan dilakukan pada penggunaan data sekunder/norma hukum tertulis. Data-data dikumpulkan dengan cara membaca dari buku-buku literatur dan sumber-sumber lain yang berkaitan. Data yang terkumpul dianalisis dengan mengecek ulang untuk kemudian diklasifikasikan dalam kategori yang lebih khusus. Selanjutnya data tersebut ditabulasikan untuk memudahkan dalam melihat hasil penelitian. Kajian Syariah dianalisis dengan aspek normatif/ajaran dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits, kaidah-kaidah hukum, dan pandangan-pandangan fiqh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar konsep akuntansi yang diuji tidak bertentangan dengan hukum Islam walaupun juga tidak bisa diterima secara absolut karena para pakar akuntansi syariah masih berbeda penafsiran. Untuk dapat digunakan pada institusi Syariah, kebanyakan pakar berpendapat bahwa sepanjang suatu konsep tidak jelasjelas bertentangan dengan ajaran Islam, maka konsep tersebut boleh digunakan. Ada beberapa perbedaan mendasar antara akuntansi konvensional dengan konsep Syariah, yaitu pertanggungjawaban, pelaporan dan tujuan informasi, sifat dan karakteristik, aspek pengakuan untuk pendapatan. Kata kunci: akuntansi, konsep, konvensional, dan syariah/hukum Islam.
PENDAHULUAN Krisis ekonomi dunia— terutama melanda negara-negara di Asia—pada pertengahan tahun 1997 telah membuka mata para ekonom terhadap kelemahankelemahan ekonomi konvensional sehingga memunculkan pemikiran untuk mencari solusi alternatif terhadap sistem perekonomian yang sudah ada (konvensional). Kelemahan sistem konvensional tersebut semakin terbukti dengan adanya resesi ekonomi di Amerika Serikat yang
diikuti dengan krisis global pada tahun 2008. Hal ini juga kemudian menjadi landasan bagi timbulnya pemikiran-pemikiran untuk kembali kepada nilai-nilai agama. Fenomena kecenderungan atau pergeseran masyarakat ini juga mengarah ke institusi-institusi keuangan seperti bank, asuransi dan sebagainya. Sejalan dengan itu, institusi-institusi keuangan yang berbasis Islam, seperti bank syariah, reksadana Syariah, dan asuransi Syariah, bermunculan di mana-mana di seluruh belahan dunia, bahkan sampai ke negara-negara non-Islam (Syafi’i Antonio, 2001: 18). Lembaga-lembaga keuangan Islam tersebut—yang saat itu sudah mulai berkembang di beberapa negara—kemudian terbukti relatif tahan terhadap terpaan krisis ekonomi. Akan tetapi, pertumbuhan yang pesat lembaga-lembaga keuangan Islam tersebut tidak diikuti dengan perkembangan | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
metode pelaporan informasi keuangannya (akuntansi). Sehingga pada awal kemunculannya, institusi-institusi keuangan Islam tersebut menggunakan konsep-konsep akuntansi konvensional yang sudah ada sebagai acuan dalam pelaporan informasi keuangannya (hal tersebut dilakukan dengan memilah-milah di mana yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dipakai, dan yang bertentangan ditinggal). Penggunaan konsepkonsep itu sangat beragam tergantung pada kebutuhan lembaga-lembaga yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya konsep dasar akuntansi yang resmi dan juga tidak ada lembaga yang mengatur penggunaan konsep dasar yang bisa dijadikan sebagai panduan dalam penyusunan laporan keuangan bagi institusi-institusi keuangan syariah. Dalam dunia ilmiah, telah ada berbagai tulisan dan kritikan serta ketidakpuasan terhadap akuntansi konvensional. Salah satu kritikan adalah mengenai fungsi akuntansi sebagai sumber informasi yang akan mengarah kepada pengambilan keputusan. Menurut Harahap (2001: 2), ada beberapa hal yang dirasa kurang sesuai dengan kondisi sekarang dalam bidang ini, yaitu (a) kompleksitas proses pengambilan keputusan dalam bisnis saat ini hanya mengandalkan informasi akuntansi. Sehingga, peran sumber informasi akuntansi menjadi sangat dominan—
Azharsyah Ibrahim
padahal penggunaan informasi tersebut perlu mempertimbangkan banyak faktor, seperti etika, tanggung jawab sosial, dan lain sebagainya—dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Akibatnya, banyak bisnis salah dalam mengambil keputusan sehingga mengalami kerugian, kecurangan, crash, depresi dan sebagainya, kemudian (b) unsur etika juga sangat longgar. Informasi akuntansi dianggap bebas nilai maka akuntansi yang dibawa oleh pihak yang berkepentingan untuk vestednya sehingga bisa merugikan masyarakat. Dalam perumusan konsep akuntansi syariah, AAOIFI (1998) dalam SFAC No 1. menyebutkan ada dua pendapat yang muncul dalam penentuan metode akuntansi yang seharusnya dipakai oleh institusi-institusi keuangan Islam. Pertama, adalah mereka yang menghendaki bahwa tujuan dan kaidah akuntansi Syariah dibangun atas dasar prinsip dan ajaran Islam, lalu memperbandingkannya dengan pemikiran-pemikiran akuntansi kontemporer yang sudah mapan. Kedua adalah berangkat dari tujuan dan kaidah akuntansi konvensional yang sudah ada, kemudian mengujinya dari sudut pandang Syariah. Bagian yang sejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian yang dipandang tidak sesuai ditolak. Dalam perkembangannya, metode-metode akuntansi yang diperuntukkan bagi institusi-institusi keuangan Islam terus bermunculan dan disempurnakan. Indonesia, misalnya, melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bekerjasama dengan pihak-pihak terkait mengeluarkan aturan-aturan akuntansi untuk institusiinstitusi keuangan Islam yang dituangkan dalam Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK). Dari PSAK tersebut, kita kemudian mengenal adanya akuntansi murabahah, akuntansi ijarah, akuntansi musyarakah, dan sebagainya. Yang menarik, metode-metode akuntansi yang dibuat untuk lembaga-lembaga keuangan Islam tersebut masih didasarkan pada konsep-konsep akuntansi konvensional sebagai bahan perbandingan seperti konsep kesatuan ekonomi (economic entity), kontinuitas usaha/kesinambungan (going concern), stabilitas unit pengukuran/unit moneter (stability of monetary unit), periode waktu (time-period) dan sebagainya. Berangkat dari hal tersebut, peneliti bermaksud untuk menguji secara lebih mendalam konsep-konsep akuntansi konvensional tersebut yang sampai sekarang masih belum bisa diterima secara aklamasi oleh seluruh institusi keuangan syariah di seluruh belahan dunia. Oleh karena itu, hal itu masih menjadi bahan perdebatan tentang keabsahan untuk digunakan dalam pembuatan metode akuntansi syariah. Peneliti juga ingin melihat prinsip-prinsip apa saja yang bisa diterima untuk pembuatan struktur akuntansi syariah sehingga dapat terus dipakai karena ada pembenarannya dalam hukum Islam.
METODE PENELITIAN | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diambil. Menurut Simatupang (2008), penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan atau wawancara dengan informan serta narasumber. Peneliti akan meneliti tiap catatan yang berhubungan dengan akuntansi. Di samping itu, peneliti juga akan mengkaji sejarah akuntansi modern yang sampai sekarang masih diyakini banyak orang berasal dari Italia. Berkaitan dengan kajian Syariah itu, ada tiga hal yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis praktek akuntansi modern, yaitu : pertama, aspek normatif/ajaran dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits, kedua, kaidah-kaidah hukum, dan ketiga, pandanganpandangan fiqh. Dalam aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan hukum/ahkam baik hasil kajian dengan pendekatan harfiah (aliran Zhahiri) pendekatan
Azharsyah Ibrahim
kontekstual antara satu dalil (nash) dengan nash yang lain, dan kadang didukung dengan analitis filosofis (tujuan dan hikmah tasyri’) seperti pendekatan jumhur ulama dan normatif dari tinjauan akhlak (posisi/etis dan moral). Data-data yang diperoleh, kemudian akan disusun secara komprehensif untuk kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2004: 13) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan dan keutuhan (holistik) digunakan untuk mengungkapkan rahasia sesuatu dilakukan dengan cara menghimpun informasi dalam keadaan sewajarnya (natural setting) dengan menggunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara kualitatif sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya. Artinya penelitian ini dilakukan tidak hanya dengan merekam hal-hal yang nampak secara eksplisit saja, juga dilihat secara keseluruhan sebagai fenomena yang terjadi di kalangan pihak-pihak yang beperkara. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa tafsiran tentang ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Di samping itu, diperhatikan juga kaidah-kaidah hukum dan pandangan-pandangan fiqh lainnya, seperti pendapat para fukaha dan orang-orang yang ahli dalam masalah ini. Data-data dikumpulkan dengan cara membaca dari bukubuku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diambil, seperti pendapat para fukaha dan ahli-ahli akuntansi modern dan pemerhati akuntansi syariah. Data tersebut akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, mengecek ulang hasil data yang diperoleh dari bacaan-bacaan serta pendapat-pendapat para ahli; kedua, mengklasifikasikan data dalam kategori yang lebih khusus; ketiga, proses pentabulasian data, hal ini sangat diperlukan untuk memudahkan dalam melihat hasil penelitian; keempat, semua data akan dianalisis secara sistematis dan mendalam dengan pendekatan deskriptif-kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Definisi-definisi Akuntansi Secara umum akuntansi sering didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengukuran, pengkomunikasian dan pelaporan informasiinformasi ekonomi dan yang berkaitan dengannya kepada pihak-pihak yang memerlukan
untuk membolehkan pengambilan pendapat dan keputusankeputusan (Muhammad, 2002: 10). Selanjutnya Littleton (1961: 3) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu kegiatan yang tujuan utamanya adalah untuk melaksanakan perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (prestasi). Konsep ini merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi. | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Adapun APB (Accounting Principle Board) dalam Statement No. 4 mendefinisikan akuntansi sebagai suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif (Baridwan, 1996: 2). Sedangkan menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-
Azharsyah Ibrahim
kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasilnya (Baridwan, 1996: 2). Sementara Seomarso (2004: 2) mendefinisikan akuntansi sebagai proses pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran, dan pelaporan informasi-informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Berbeda dengan yang lain, Harahap (2001: 2) dalam bukunya “Akuntansi Islam” menjelaskan akuntansi dengan cara memberikan kepanjangannya sebagai berikut: A (Angka), K (Keputusan), U (Uang), N (Nilai), T (Transaksi/Tjatatan), A (Analisa), N (Netral), S (Seni), I (Informasi). Menurut Harahap, kata-kata ini dapat menjelaskan sendiri apa arti akuntansi itu ditinjau dari berbagai sudut. Banyak definisi lainnya yang diberikan oleh ahli-ahli akuntansi, akan tetapi secara umum peneliti lebih melihat akuntansi dalam penelitian ini sebagai suatu ilmu tentang seni pencatatan, dan pelaporan informasi-informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara adil, logis, bertanggungjawab dan terukur untuk membolehkan pengambilan pendapat dan keputusan-keputusan.
Studi-studi Akuntansi dari Perspektif Islam Islam melalui al-Qur’an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi atau pembuat laporan akuntansi adalah menekankan pada konsep pertanggungjawaban atau accountability, sebagaimana ditegaskan dalam surat alBaqarah ayat 282. Disamping itu, akuntansi syariah harus berorientasi sosial. Akuntansi syariah tidak hanya sebagai alat ukur untuk menerjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi sebagai suatu metode untuk menjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan dalam masyarakat Islam. Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi (1989) dalam disertasinya pada International University of Japan mengenai akuntansi kapitalis, konsep akuntansi syariah, perhitungan zakat dan kasus Feisal Islamic Bank di Kairo dan praktik bisnis di 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Arab Saudi. Dalam penelitian tersebut, Hayashi (1989) mengemukakan perbedaan yang mendasar antara akuntansi kapitalis dan Islam. Akuntansi Syariah memiliki metarule yaitu hukum Islam yang digambarkan oleh al-Qur’an dan Hadits sedangkan akuntansi kapitalis tidak memiliki itu. Akuntansi kapitalis hanya bergantung pada keinginan user sehingga bersifat lokal dan situasional. Harahap (2001: 9) melihat dari sudut nilai-nilai Islam yang ada di dalam konsep akuntansi kapitalis, sehingga dia berpendapat bahwa untuk membuat konsep akuntansi syariah, para ahli perlu menelaah konsep-konsep akuntansi konvensional yang, katanya, memiliki banyak kesamaan dengan ekonomi Islam. Yang bertentangan dengan syariah dipangkas, sedangkan yang belum masuk ditambahkan. Dari analisis terhadap prinsip dan sifat-sifat akuntansi dikemukakan, bahwa banyak prinsip akuntansi yang sesuai dengan konsep Islam, seperti prinsip substance over from, reliability, objectivity, timeline dan lain sebagainya. Selanjutnya sesuai dengan perkembangan akuntansi kapitalis banyak mengalami pemangkasan aspek-aspek yang tidak sesuai dengan kondisi lokal, sehingga dia yakin konsep akuntansi kapitalis saat ini akan menuju irama Akuntansi Syariah. Fenomena ini dilihat dari munculnya tren-tren baru dalam akuntansi yang sesuai dengan ajaran Islam seperti perlunya akuntansi sumber daya manusia, akuntansi karyawan, akuntansi pertanggung jawaban sosial, dan lain sebagainya. Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Penelitian yang dilakukan oleh Adnan (1997) menyimpulkan sebagai berikut: 1. Secara konseptual, kedua bank masih memakai konsep dan praktik yang lazim dilakukan dalam akuntansi konvensional. 2. Tinjauan kritis bahwa sebenarnya tidak semua konsep dasar akuntansi dapat diterima secara syariah. 3. Berdasarkan butir kedua di atas khususnya menyiratkan perlunya dibangun model akuntansi yang memang sesuai dengan syariah, bila diharapkan terjadi konsistensi antara gerak ekonomi Islam dan instrumen pendukungnya. Dalam pandangan Triyuwono (2003) akuntansi syariah yang berorientasi sosial merupakan salah upaya mendekonstruksi akuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai. Tujuannya adalah tercipta peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal. Konsekuensi ontologis dari hal ini adalah bahwa akuntan secara kritis harus mampu membebaskan manusia dari ikatan realitas (peradaban) semu beserta jaringan-jaringan kuasanya, untuk
Azharsyah Ibrahim
kemudian memberikan atau menciptakan realitas alternatif dengan seperangkat jaringan-jaringan kuasa ilahi yang mengikat manusia dalam hidup sehari-hari. Penyebab utama diperlukannya konsep akuntansi syariah adalah karena institusi-institusi keuangan Islam harus beroperasi berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Jadi, berkembangnya bank-bank syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya serta tantangan-tantangan yang mereka hadapi dalam usaha untuk melayani masyarakat secara benar telah mendorong mereka, bersama-sama para ahli hukum Islam dan akuntansi untuk mencari konsep yang paling sesuai yang bisa memberikan kecukupan, kematangan dan keterkaitan informasi kepada para pengguna dari laporan keuangan. Dalam merumuskan kekhususan akuntansi syariah, ada dua aliran yang terjadi: pertama, adalah mereka yang menghendaki tujuan dan berbagai kaidah Akuntansi Syariah dibangun atas dasar prinsip dan ajaran Islam, lalu membandingkannya dengan pemikiran-pemikiran akuntansi kontemporer yang sudah mapan. Kedua, adalah berangkat dari tujuan dan kaidah akuntansi konvensional yang sudah ada, kemudian mengujinya dari sudut pandang Islam. Bagian yang dipandang sejalan diterima dan dipakai, sedangkan bagian yang dipandang tidak sesuai ditolak. Dalam perkembangannya, peneliti menemukan banyak pakar lebih condong kepada pendapat yang kedua. Sehingga kebanyakan ide dasar dari konsep akuntansi syariah yang sudah dan sedang disusun berasal dari konsep dasar akuntansi konvensional yang sudah dengan alasan-alasan seperti yang telah peneliti kemukakan di bab-bab terdahulu. Banyak usaha yang telah dilakukan untuk membangun suatu konsep dasar akuntansi syariah, namun belum ditemukannya suatu konsep yang paling sesuai yang dapat diterima oleh semua stakeholders. Untuk itu diperlukan penelitianpenelitian dan studi-studi lanjutan tentang bagaimana konsep yang cocok diterapkan di lembaga-lembaga keuangan syariah. Hal ini kemudian diharapkan akan dapat menambah khasanah pemikiran tentang konsep-konsep akuntansi syariah.
Konsep Dasar Akuntansi Dalam Perspektif Islam Bagi institusi-institusi keuangan syariah, adanya konsep-konsep dasar akuntansi merupakan hal yang sangat krusial. Hal ini membuatnya penting untuk meneliti kesesuaian konsep-konsep tersebut dengan hukum Islam. Menurut Eltegani Abdul Gader Ahmed (1994), konsep-konsep 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
kontemporer dari akuntansi dibangun mengikuti pertumbuhan teori akuntansi di dunia Barat dalam hal pembangunan kehidupan ekonomi dan perubahan kebutuhan dari kelompok-kelompok yang berbeda terhadap informasi akuntansi. Sehubungan dengan ini, Carlett (1962) mengklaim bahwa akuntansi diciptakan dan dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan dari kelompokkelompok tertentu. Jadi, bukan berdasarkan hukum-hukum yang fundamental atau prinsip-prinsip yang absolut. Karena itu, akuntansi terus berkembang untuk menghasilkan produk akhir Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
yang lebih baik yang dapat
Azharsyah Ibrahim
memuaskan keinginan para pengguna laporan-laporan keuangan.
Konsep Economic Entity Menurut AAOIFI (1998: 49), konsep ini bisa diterima karena dalam fiqh Islam mengakui bahwa organisasi adalah unit pertanggungjawaban yang terpisah dari entitas lain. Contohnya adalah lembagalembaga wakaf, masjid, darul mal (treasury), dan juga lembagalembaga pemerintahan. Pemikiran fiqh modern telah memperluas konsep tersebut kepada perusahaan dan entitas lainnya yang sejenis seperti bank Islam. Akan tetapi, Khan (1994:
9) melihat adanya masalah etika berkaitan dengan pengakuan perusahaan sebagai suatu entitas tersendiri di mana para pemilik tidak bertanggungjawab terhadap hutang-hutang perusahaan jika perusahaan bangkrut tetapi berhak menerima sisa laba (residual profits). Hal inilah yang oleh sebagian cendekiawan Muslim dinilai tidak simetris, di mana kemungkinan laba yang diperoleh tidak seimbang dengan risiko yang diterima. Terlepas dari segala kontroversi, penulis melihat bahwa konsep ini dapat diterima dan diterapkan pada lembaga-lembaga keuangan syariah karena manfaatnya yang jelas sementara mudaratnya masih harus ditelusuri lebih mendalam. Hal ini sejalan dengan pendapat sebagian besar cendekiawan Muslim yang fokus di bidang ini seperti Adnan, Graffikin, Gambling dan Karim serta lembaga AAOIFI yang melihat konsep ini dapat diterima dalam hukum Islam.
Konsep Going Concern Konsep ini mengasumsikan bahwa suatu benda akan terus berlanjut sampai adanya bukti yang memperlihatkan kebalikannya. Dalam AAOIFI (1998) dijelaskan bahwa walaupun akad mudarabah dan musyarakah dibuat untuk jangka waktu tertentu, tetapi akad ini diasumsikan terus berlanjut sampai satu atau semua pihak yang terlibat memutuskan untuk mengakhirinya. Ahmed (1994) berpendapat bahwa konsep ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Menurut Ahmed, dalam fiqh Islam, ada satu konsep yang mirip dengan konsep ini yang disebut dengan
istishab, yang bisa diartikan dengan retaining (berlanjut) atau accompaniment (tambahan). Walaupun demikian, ide-ide penting yang ada dibalik konsep ini serta konsekuensinya masih dipertanyakan dalam sudut pandang Islam. Adnan dan Gaffikin (1997) menolak konsep ini karena menerima konsep ini berarti juga mengakui ada yang lain selain Allah yang akan terus berlanjut atau abadi (indefinite)—dalam hal ini sebuah entitas usaha—yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Jadi, walaupun Islam membolehkan perdagangan dan investasi, tetapi menolak konsep keberlangsungan jangka panjang (longterm continuity). Dalam pandangan peneliti, konsep ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena kontinuitas yang ada dalam konsep ini bukanlah abadi (indefinite) akan tetapi hanya berlangsung selama sesuatu itu ada. Islam juga menekankan keberlangsungan (continuity) aktivitas-aktivitas bisnis karena hal itu merupakan sumber-sumber zakat yang potensial yang harus dibayar tiap tahun. Peneliti juga sependapat dengan Ahmed (1994) bahwa implikasi dari yang ada dibalik konsep ini masih melahirkan banyak argumen.
Penggunaan Unit Moneter (Monetary Unit) Konsep ini mengasumsikan bahwa tingkat daya beli dengan menggunakan unit moneter dianggap stabil. Penggunaan unit moneter sebagai faktor pengukur dapat diterima dalam pandangan Islam karena sebelumnya sudah 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
dikenal adanya penggunaan emas dan perak sebagai unit pengukur (Ahmed, 1994). Penggunaan uang sebagai unit pengukur dapat diterima Islam di dalam suatu sistem moneter yang stabil. Akan tetapi dalam kondisi inflasi, penggunaan uang sebagai alat pengukur mengundang banyak pertanyaan dalam sudut pandang Islam. Hal ini membuat uang menjadi tidak fair untuk digunakan sebagai standar pengukur pembayaran di mana akan Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
menyebabkan penzaliman dari sebagian kelompok kepada kelompok lainnya. Islam melarang umatnya untuk saling menzalimi sebagaimana firman Allah, “….janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
Azharsyah Ibrahim
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa: 29). Menurut hemat peneliti, konsep ini sangat tidak sesuai digunakan dalam kondisi keuangan dunia seperti sekarang di mana inflasi terus terjadi setiap waktu. Akan tetapi, karena tidak adanya konsep lain yang bisa dipakai sebagai sarana pengukur, maka atas nama darurat, peneliti berpendapat konsep ini bisa dipakai sampai alternatif lain ditemukan.
Periode Waktu (Time Period) Konsep periodisasi sudah dikenal dalam Islam sebelum ia dikenal salah satu konsep dalam ilmu akuntansi. Konsep ini membantu dalam hal pembayaran zakat. Ahmed (1994), Adnan dan Graffikin (1997), dan Gambling dan Karim (1991) meyakini bahwa konsep ini sama sekali tidak bertentangan dengan ajaranajaran Islam. Adnan dan Graffikin (1997) mengutip sebuah Hadits dalam mendukung pandangan ini di mana Nabi Muhammad SAW
pernah berkata: “Tidak ada zakat kekayaan (harta) sebelum lewat waktu satu tahun”. Berdasarkan Hadits ini, setiap Muslim diwajibkan secara otomatis untuk menghitung kekayaan setiap tahun (periode) untuk mengetahui berapa jumlah zakat yang harus dibayarkan. Dalam pandangan peneliti, alasan-alasan penggunaan konsep ini untuk menghitung kekayaan sangat bisa diterima mengingat zakat juga punya kesamaan dalam hal haul (waktu perhitungannya). Sebagai tambahan, budget Baitul Mal yang dibangun pada masa kekhalifahan Islam—yang berfungsi sekaligus sebagai Kementerian Keuangan, Bank Sentral, and Otoritas Pajak—dipersiapkan secara tahunan dan perhitungan gaji pegawai dalam Islam juga tahunan untuk kegunaan pembayaran zakat.
Konsep Konservatisme Konsep ini menuai banyak kritikan dari para pakar akuntansi Islam. Adnan dan Gaffikin (1997) misalnya, mengklaim bahwa konsep konservatisme ini berlawanan dengan ajaran Islam, sehingga tidak bisa dipakai. Gambling dan Karim (1991) berargumen bahwa kepatuhan terhadap konsep konservatisme akan membawa kita ke arah yang tidak sesuai dalam hal menilai harta-harta yang wajib dizakati. Hal inilah yang mendorong mereka untuk menyimpulkan bahwa konsep ini
tidak relevan untuk pelaporan keuangan Islam. Lebih lanjut, Khan (1994) juga mendukung pendapat yang mengatakan bahwa konservatisme tidak sesuai untuk digunakan dalam perhitungan zakat. Ahmed (1994) mengambil langkah yang agak berbeda dalam menilai kepatutan konservatisme. Di satu sisi, dia mengakui bahwa konservatisme kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi di sisi lain dia menganggap bahwa konservatisme dalam pelaporan keuangan membantu mempertahankan kepentingan umum dengan pelarangan over-optimistic valuations and distribution dari laba yang belum didapat. Sementara itu Attiah (1989: 93) memfokuskan pada transaksi-transaksi khusus dan mengklaim bahwa Islam mengakui konsep konservatisme dengan dasar bahwa laba tidak bisa didistribusikan dalam transaksi-transaksi seperti mudarabah sampai adanya penyelamatan modal. Jadi, para ahli fiqh berpendapat bahwa boleh mengikuti konsep ini dalam pengukuran laba yang dapat didistribusikan.
Konsep Biaya Historis Dengan konsep ini, kekayaan (assets) dicatat pada harga perolehannya atau yang setara dengannya. Kewajiban 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
(liabilities) dicatat dengan jumlah pada saat terjadinya transaksi. Konsep ini sejak awal kemunculannya menuai banyak kritikan. Beberapa sarjana Islam seperti Gambling and Karim (1991), (Hamid et al, (1993), Gambling (1994), Sulaiman (2000) Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
lebih memilih penggunaan nilai sekarang/pasar (current values) dibandingkan dengan historical cost, dengan alasan bahwa perhitungan zakat harus dilakukan dengan harga pasar. Sebagai tambahan, Adnan and Gaffikin (1997) mengkritik penggunaan konsep biaya historis (historical cost concept) dengan beralasan bahwa hal itu: “can be misleading in terms of giving out of date indication of value”. Sementara misleading accounting dianggap tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam dalam berurusan dengan bisnis dan masyarakat. Akan tetapi, penggunaan current value juga tidak terlepas dari masalah. Attiah (1989) dan Hamoud (1996) melihat penggunaan current values akan menyebabkan laba dibagi sebelum kenaikan (upturn). Baydoun and Willett (2000)
Azharsyah Ibrahim
mengakui adanya masalah antara kedua konsep tersebut pada tahap implementasi. Mereka menyarankan agar Laporan Keuangan lembaga keuangan Islam menggunakan dua Neraca (Balance Sheet), yang pertama dipersiapkan dengan dasar biaya historis, sedangkan yang kedua dibuat dengan menggunakan nilai sekarang (current value). AAOIFI, sebuah lembaga yang menciptakan standarstandar akuntansi bagi institusi-institusi keuangan Islam, juga menyadari adanya ketimpangan perlakuan terhadap nilai investasi jika menggunakan metode biaya historis. Akan tetapi, lembaga tersebut tetap mengadopsi konsep biaya historis dengan alasan bahwa “at the present time, it is not evident that adequate means are available to apply current cost in a manner that produces reliable information” (AAOIFI, 1998: 65). Peneliti lebih condong kepada pendapat yang membolehkan penggunaan biaya historis walaupun peneliti juga tidak menampik keuntungan dari konsep current value pada kondisi-kondisi tertentu. Konsep biaya historis, dalam pandangan peneliti, merupakan implementasi dari prinsip kejujuran yang sangat dianjurkan dalam Islam dalam bermuamalah sebagaimana ditekankan dalam beberapa ayat al-Qur’an, seperti QS. 26:181, 26:182, 55:8, 55:9, 2:283, 3:75, 4:2, 4:58, 8:27, 23:8, 70:32. Dalam prinsip ini suatu institusi diwajibkan untuk mencatat pembelian suatu sebesar harga pada saat diperolehnya suatu barang, walaupun harga tersebut meningkat pada keesokan harinya.
Konsep Pengakuan Pendapatan Dalam konsep ini, pendapatan diakui pada saat terjadinya penjualan atau transaksi di mana adanya didapat kepastian mengenai besarnya pendapatan. Pendapatan tersebut diukur dengan aktiva yang diterima walaupun kas belum terealisasi. Islam melarang kita untuk meramal atau tenung atau memastikan apa yang akan terjadi ke depan sampai hal itu benar-benar terjadi sesuai dengan takdirnya, tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan terjadi besok atau yang akan diperolehnya besok, namun demikian mereka diwajibkan berusaha, hal sejalan dengan QS. 31:34, 69:42. Dalam kasus bank Islam, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah di Indonesia telah mensyaratkan untuk mencatat pendapatan/laba bagi hasil pada saat telah diterimanya kas (cash basis) dengan alasan adanya “kepastian”, di mana pendapatan tersebut telah benar-benar diterima. Konsep pengakuan pendapatan seperti ini dianggap dapat diterima dalam pandangan Islam sepanjang pencatatan dari transaksi-transaksi diperhatikan, yaitu lebih bijaksana jika pendapatan diakui hanya pada saat itu telah direalisasikan atau telah terjadi.
Prinsip Mempertemukan (Matching Principle) Konsep ini menyiratkan bahwa beban harus diakui dalam periode yang sama dengan pendapatannya (Belkaoi, 2000: 173). Beberapa sarjana Muslim 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
mengaitkan konsep ini dengan penggunaan nilai sekarang (current value) bagi perhitungan zakat. Akan tetapi, Gambling dan Karim (1991) dan Khan (1994) berpendapat bahwa konsep ini kurang signifikan dari perspektif keislaman. Menurut mereka penggunaan pendekatan harta kurang kewajiban (asset-liability Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
approach) untuk pengukuran pendapatan lebih cocok dengan ajaran Islam. Anehnya, Zaid (1995) dan al-Qabani (1983) menemukan konsep matching ini dapat diterima dalam pandangan Islam. Mereka juga mendasarkan
Azharsyah Ibrahim
temuan mereka pada perhitungan zakat. Zaid mengaitkan konsep ini dengan konsep going concern dan berpendapat bahwa matching konsep ini diperlukan untuk jumlah kekayaan aktual untuk perhitungan zakat. Hal senada juga disampaikan Attiah (1989). AAOIFI (1998: 63) menjustifikasi penggunaan konsep ini dengan alasan bahwa hal ini telah sesuai dengan ajaran Islam dalam hal pemindahan tanggungjawab biaya kepada penerima manfaat.
Konsep Konsistensi Pada bank Islam, prinsip konsistensi sangat diperlukan untuk menjamin kepercayaan nasabah sebagai shahibul maal/pemilik dana sehingga tidak ada keraguan dalam berinvestasi. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa bank harus selalu menggunakan metode pengukuran dan pengungkapan
yang selalu sama jika ada alasan yang kuat untuk menggunakan metode yang berbeda (AAOIFI, 1998: 61). Menjaga konsistensi sangat penting dalam sudut pandang Islam karena hal itu akan membantu dalam menyediakan informasi yang lebih berguna dan laporan keuangan yang lebih akurat dan lebih adil (Ahmed, 1994). Dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia tahun 2003 (IAI, 2003) dikatakan bahwa penyajian pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten, kecuali adanya perubahan yang penting terhadap operasi perbankan atau perubahan tersebut dibolehkan oleh PSAK.
Konsep Pengungkapan Lengkap Ahmed (1994) mengatakan ada suatu konsensus umum dalam akuntansi yaitu data-data akuntansi harus disajikan dengan adil (fair) dan diungkapkan dengan cukup (adequate disclosure). Adequate disclosure dalam pandangan Islam merupakan yang sangat dibenarkan karena akan mengungkapkan ke publik informasi-informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan keuangan. Pengeluaran zakat juga bisa dilakukan dengan benar jika konsep ini diterapkan dengan benar. Hal ini juga sejalan dengan AAOIFI (1998: 64) yang mengatakan bahwa laporan keuangan harus memuat segala semua materi informasi yang diperlukan untuk membuat mereka berguna bagi users (para
pengguna). Konsep sudah sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pada aspek kejujuran sehingga para pengguna dapat mengetahui jenis-jenis informasi yang diperlukan tanpa mengandung penipuan. Dalam konteks Islam, ummah (komunitas Islam) mempunya hak untuk mengetahui efek-efek yang ditimbulkan akibat pengoperasian suatu organisasi. Pengungkapan kebenaran adalah hal yang sangat penting dalam Islam yang diaplikasikan pada perusahaan-perusahaan. Al-Qur’an menekankan pada pengungkapan kebenaran ini seperti tercermin dari firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 42: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” Paling tidak ada enam ayat dalam yang merujuk kepada yang namanya pengungkapan semua fakta. Akan tetapi, Baydoun dan Willett (1997: 19) berpendapat bahwa yang dimaksud pengungkapan lengkap dalam Islam itu tidak berarti “mengungkapkan semuanya secara detil” karena tidak kewajiban dalam Islam yang mengharuskan demikian. Menurut mereka, yang diungkapkan adalah segala sesuatu yang dipercaya penting bagi para pengguna dalam tujuan menyembah Allah. Konsep ini merupakan satu dari sekian konsep yang para sarjana Muslim setuju, bahkan Al-Qabani (1983: 58) mengklaim konsep ini dapat ditemukan 14 abad sebelum ditemukan dalam praktik akuntansi modern.
Accrual Basis vs Cash Basis 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Konsep dasar akrual merupakan konsep yang disepakati secara umum karena sebagian sarjana akuntansi menilai adanya keakuratan pelaporan pendapatan beban dengan menggunakan konsep ini. Akan tetapi, oleh para sebagian sarjana Muslim, penggunaan konsep ini secara total dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Lewis (2001: 123) mengemukakan dua alasan kenapa accrual basis tidak sesuai dengan Islam: pertama, jika konsep ini diadopsi, maka perusahaan akan membayar zakat atas kekayaan yang belum diperolehnya, dan yang kedua, akad mudarabah hanya mengharuskan pembagian laba yang sudah terealisasi. Sementara itu Hamat (2000: 404) mengkritik accrual basis atas dasar bahwa jika pendapatan dari pembiayaan mudarabah diakui
Azharsyah Ibrahim
dengan konsep akrual, maka pendistribusian laba tersebut akan mengharuskan bank-bank syariah untuk menyediakan dana dari sumber lain untuk membayar bagi hasil. Jika terjadi sesuatu sementara bank belum menerima uang kas, bank harus menanggung sendiri kerugian atas kejadian tersebut. Adnan dan Gaffikin (1997: 133) dan Attiah (1989: 88) berpendapat bahwa penggunaan accrual basis dapat diterima dalam pandangan islam. Mereka melihat accrual basis dapat menyediakan kalkulasi yang benar dari kekayaan, yang menjadi sumber perhitungan zakat. Hamoud (1996) dan Shihadah (1987) juga melihat konsep akrual dapat diterima dalam melakukan transaksi-transaksi di luar mudarabah (yang mengharuskan penggunaan konsep kas). Di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI (2009) menetapkan dalam PSAK no. 59 bahwa konsep akrual digunakan dalam transaksi usaha secara umum, akan tetapi khusus untuk perhitungan pendapatan untuk bagi hasil harus digunakan konsep kas (cash basis). Peneliti lebih melihat persoalan sebagai kepastian yang diharuskan dalam membukukan pendapatan dan pengakuan terhadap beban, sehingga tidak ada unsur gharar di dalamnya. Hal sejalan dengan QS. Luqman ayat 34: “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.” Dan jika masalah kepastian itu sudah selesai, maka peneliti tidak melihat ada persoalan mendasar pada tataran konsep.
Perbedaan Konsep Akuntansi Konvensional dengan Konsep Syariah Wacana di sekitar akuntansi syariah ini muncul, kurang lebih sama dengan atau tidak lama setelah kemunculan kembali bank Islam itu sendiri. Sejak itu banyak tulisan atau publikasi tentang akuntansi syariah oleh para pakar misalnya Abdel-Magid (1981), Ba-Yunus (1988), Badawi (1986), Hayashi (1995), Adnan (1997), Triyuwono (2003), Harahap (2001), Muhammad (2002) untuk menyebut beberapa contoh diantaranya. Kendati ada kesan bahwa pada mulanya pakar berbeda pendapat dalam menilai urgensi perbedaan Akuntansi Syariah dan konvensional, atau cukup merubah sedikit saja apa yang sudah ada dalam akuntansi 1 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
konvensional, namun dalam perkembangan berikutnya, gumpalan semangat untuk berbeda, ternyata lebih menguat. Ini memuncak setelah dilakukan berbagai studi yang kemudian dijadikan landasan untuk dibentuknya The Financial Accounting Organization for Islamic Bank and Financial Institutions (FAOIBFI) pada tahun 1990. Dalam perkembangannya lembaga ini kemudian berganti nama menjadi The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI). Ada sejumlah argumentasi yang diajukan, mengapa akuntansi Syariah harus berbeda dengan akuntansi konvensional. Diantaranya adalah karena faktor-faktor tujuan. Siapapun yang bertransaksi dengan cara Islam, harus diasumsikan bahwa tujuannya adalah dalam rangka mematuhi perintah Allah dan sekaligus ridha-Nya. Ini tentu sangat berbeda dengan tujuan yang biasa ingin dicapai akuntansi konvensional, yang biasanya hanya sarat dengan nilai-nilai keduniawian, tetapi kering dari nilai-nilai ukhrawi. Secara lebih spesifik, dengan merujuk pada Statement of Financial Accounting (SFA) No. 1 (AAOIFI, 1998), alasan yang dipakai menyusun tujuan yang berbeda untuk Akuntansi Syariah adalah karena: 1. Islamic banks must comply with the principles and rules of Shari'a in all their financial and other dealings. Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
2. The functions of Islamic banks are significantly different from those of traditional banks who have adopted the Western model of banking 3. The relatioship between Islamic banks and the parties that deal with them differs from the relatioship of those who deal with the traditional banks. Unlike traditional banks, Islamic banks do not use interest in their investment and financing transactions, whereas traditional banks borrow and lend money on the basis of interest. Sifat dan karakteristik dari konsep akuntansi Islam dan akuntansi konvensional juga memiliki perbedaan yang mendasar. Akuntansi Islam didasarkan pada hukum syariat yang terintegrasi dalam kehidupan masyarakat muslim, yang prosesnya ditangani oleh para akuntan yang mengombinasikan kemampuan dan kecakapan dengan kejujuran kerja (Arief Mufti & Muhammad Syakir Sula, 399: 2008). Sementara akuntansi konvensional mendasarkan pada logika manusia yang selalu berubah tergantung kebutuhan dan kultur masyarakat di mana sistem akuntansi itu diterapkan. Akuntansi Islam memiliki bentuk yang sarat dengan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban (accountability). Bentuk akuntansi yang memancarkan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban ini sangat penting karena informasi
Azharsyah Ibrahim
akuntansi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pemikiran, pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan seseorang (Muhammad, 2000: 10). Dalam akuntansi konvensional, konsep keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban sangat tergantung kepada nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Perbedaan-perbedaan tersebut akan lebih jelas lagi kalau kita membandingkan antara pengertian akuntansi Islam dengan akuntansi konvensional. Menurut Shahul Hameed Mohamed Ibrahim (2001) akuntansi Islam dapat definisikan sebagai proses akuntansi yang menyediakan informasi—tidak hanya informasi keuangan—kepada stakeholders dari suatu entitas usaha di mana informasi tersebut akan meyakinkan mereka bahwa usaha mereka dijalankan sesuai dengan hukum Islam serta tetap mengarah kepada tujuan-tujuan sosio-ekonomi. Akuntansi Islam juga merupakan suatu alat bagi umat Islam dalam mengevaluasi tanggung jawab mereka kepada Allah dalam hal interaksi di antara sesama manusia dan lingkungannya. Dalam akuntansi konvensional, tujuan-tujuan yang ingin dicapai hanyalah tujuan ekonomi semata dan pertanggungjawabannya dilakukan bukan kepada Tuhan tetapi terhadap sekelompok manusia dalam suatu entitas ekonomi. Perbedaan mencolok akan tampak kalau dibandingkan antara standar operasi untuk perbankan konvensional dengan perbankan Islam. Namun demikian, kalau dilihat lebih jauh, perbedaan ini lebih disebabkan karena perbedaan paradigma dasar dari kedua jenis industri, yang pada gilirannya membawa perbedaan produk dan jasa yang ditawarkan. Konsekuensinya adalah terjadinya perbedaan standar akuntansinya. Contoh dalam industri perbankan Islam dikenal dengan produk musyarakah, mudarabah, murabahah, bai' bi-tsaman ajil, qardul hasan, salam, istishna dan lain sebagainya. Kesemua jenis produk atau jasa ini tidak akan ditemukan operasi dalam bank konvensional. Karena keunikan produk atau jasa ini pulalah, maka mau tidak mau ada standar yang tidak hanya berbeda, tetapi tidak terdapat dalam standar akuntansi konvensional. Pada tataran tertentu, keunikan ini sekaligus memunculkan perlakuan akuntansi yang unik. Contohnya manakala terjadi transaksi deposito mudarabah oleh nasabah kepada bank Islam. Sekilas orang menyangka bahwa sifat dan bentuk deposito ini sama saja dengan deposito bank konvensional. Pendapat di atas rasanya cukup jelas dan masuk akal, bila kemudian disimpulkan bahwa wajar—bahkan harus— akuntansi Syariah tidak sama dengan akuntansi konvensional. Disamping itu kalau seseorang mencoba memahami hakikat keberadaan akuntansi sebagai alat yang tidak bebas nilai, dan bahkan penuh kompromi untuk berbagai kepentingan pihak tertentu.
KESIMPULAN 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Berdasarkan pembahasan di bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan akuntansi syariah atau akuntansi Islam merupakan fakta yang tidak dapat disangkal seiring dengan tumbuhnya institusi-institusi keuangan syariah seperti bank, asuransi, pasar modal, dan sebagainya. Kebanyakan konsep dasar akuntansi konvensional dapat dipakai dalam membangun struktur akuntansi syariah, akan tetapi juga tidak bisa diterima secara absolut karena masih ada perbedaan pemahaman diantara para ahli akuntansi Islam dalam menjelaskan dan mengaitkan masing-masing konsep tersebut dengan ajaran Islam. Dari sebelas konsep dasar yang peneliti kaji, hanya ada satu konsep—yaitu konsep stabilitas unit moneter—yang menurut kajian peneliti tidak cocok digunakan pada lembagalembaga keuangan syariah karena mengandung unsur gharar (ketidakpastian). Sepuluh konsep lainnya, walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, tetapi ada bagianbagian yang masih bisa diterima dan dapat diterapkan pada institusi-institusi keuangan syariah. Pada pengakuan
Azharsyah Ibrahim
pendapatan dan beban, misalnya, lembaga-lembaga keuangan syariah dapat menggunakan cash basis untuk pendapatan dan accrual basis untuk pengakuan beban. Dalam membangun suatu struktur akuntansi syariah, peneliti menemukan beberapa konsep dasar akuntansi konvensional dapat digunakan sebagai landasan. Kerangka dasar akuntansi Syariah versi AAOIFI terdiri dari empat hal, yakni: 1) Konsep Entitas Ekonomi, 2) Konsep Going Concern, 3) Konsep Periode Waktu, dan 4) Konsep Stabilitas Unit Moneter. Akan tetapi, peneliti melihat masih banyak kontroversi tentang konsepkonsep yang diadopsi sebagai landasan pembuatan struktur akuntansi syariah oleh AAOIFI. Peneliti menemukan ada beberapa konsep lain yang seharusnya bisa menjadi landasan dalam penyusunan konsep akuntansi syariah. Konsep pengakuan pendapatan dan beban dengan gabungan cash basis dengan accrual basis, misalnya, harus menjadi pertimbangan yang serius karena peneliti melihat ada perbedaan yang cukup signifikan terhadap laba atau rugi yang didapat suatu perusahaan jika metode yang dipakai berbeda-beda. Hal ini dapat menyebabkan “ketidak-akuratan” dalam penentuan berapa jumlah harta yang wajib dizakati. Peneliti juga melihat konsep pengungkapan penuh (full disclosure concept) juga seharusnya bisa dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan struktur akuntansi syariah. Perbedaan mendasar akuntansi Syariah dengan konvensional terletak pada aspek penyediaan informasi, terutama pada tujuannya; cara pengukuran dan penilaian, pelaporan dan pengomunikasiannya; dan usernya. Perbedaan lain terletak pada tujuan laporan keuangan dibuat di mana akuntansi syariah didasarkan pada hukum syariat yang terintegrasi dalam kehidupan masyarakat muslim. Akuntansi Syariah memiliki bentuk yang sarat dengan nilai keadilan, kebenaran dan pertanggungjawaban (accountability) yang dalam akuntansi konvensional sangat tergantung kepada nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Dari sisi laporan keuangan, kerangka dasar akuntansi keuangan, tidak seperti halnya akuntansi keuangan konvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyak bentuk laporan.
SARAN Karena sifatnya sangat mendesak seiring dengan pertumbuhan institusi-institusi keuangan Islam yang pesat, sebaiknya otoritas-otoritas keuangan dari masing-masing negara Islam berkumpul untuk menyepakati konsep-konsep dasar yang dapat digunakan 1 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
dalam penyusunan standar akuntansi keuangan Syariah. Dalam pembuatan standar akuntansi syariah Indonesia, agar pihak IAI (sebagai otoritas pembuat standar akuntansi Indonesia) tidak kaku dalam menafsirkan konsep-konsep dasar akuntansi, sehingga terbuka peluang bagi berbagai kalangan untuk menyempurnakannya di masa yang akan datang. Karena sifatnya masih belum final, agar para penelitian dalam bidang ini diperbanyak. Masukan-masukan yang didapat Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
dari penelitian diharapkan akan
tersebut dapat
Azharsyah Ibrahim
memperkaya khasanah ilmu akuntansi syariah.
DAFTAR PUSTAKA AAOIFI. 1998. Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions. Manama, Bahrain: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. Abdel-Magid, M.F., 1981. The Theory of Islamic Banking: Accounting Implications. International Journal of Accounting, Vol. 17, No. 1, hal. 79-102. Adnan, M.A., 1997. An Investigation of Accounting Concepts an Practice in Islamic Banks, The Case of Bank Islam Malaysia Berhad and Bank Muamalat Indonesia. Adnan, M.A., dan Gaffikin, M., 1997. The Shari’ah, Islamic Banks and Accounting Concepts and Practices. Paper presented at Accounting, Commerce and Finance: the Islamic Perspective International Conference, University of Western Sydney, Macarthur. Ahmed, E.A.Q., 1994. Accounting Postulates and Principles from an Islamic Perspectives, Review of Islamic Economics, Vol. 3, No.2, hal. 1-18. Al-Qabani, T., 1983. Some Characteristics of Islamic Thought Evolution and Islamic Accounting. Islamic Banks International Union. [English Translation]. Attiah, M., 1989. Financial Accounting Theory in Islamic Thought. Islamic Banks International Union. [English Translation]. Badawi, S.T., 1986. Accounting Policies and Procedures. Butter Worths, London: Butterworths Editorial. Baridwan, Z., 1996. Intermediate Accounting, Edisi 5. Yogyakarta: BPFE Universitas Gadjah Mada. Baydon, N., dan Willet, R., 1994. Islamic Accounting Theory. Paper presented at the AAANZ Annual Conference, 3 – 6 July 1994, Australia, 1994. ______, 2000. Islamic Corporate Reports. ABACUS, Vol. 36, No. 1, hal. 71-90. ______, 1997. Islam and Accounting: Ethical Issues in the Presentation of Financial Information. Accounting, Commerce & Finance: the Islamic Perspective Journal, Vol. 1, No. 1, hal. 1-25. Ba-Yunus, I., 1988. Contemporary Sociology: An Islamic Critique, ISLAM: Source and Purpose of Knowledge. Herndon, Virginia: International Institute of Islamic Thought. Belkaoui, A., 2000. Accounting Theory. London: International Thomson Business Press. CNN, 2009. Muslim in America: a 'Voyage of Discovery' . Diambil pada tanggal 18 September 2009 dari website: http://edition.cnn.com/2009/LIVING /wayoflife/02/09/muslims.america/index.html Daley, L.A., and Tranter, T., 1990. Limitations on the Value of the Conceptual Framework in Evaluating Extant Accounting Standards. Accounting Horizons. Vol. 4, No. 1, hal. 1524. Departemen Agama Republik Indonesia, 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an. Devine, T., 1963. The Rule of Conservatism Reexamined. Journal of Accounting Research, Vol. 1, No. 2, hal.. 127-138. FASB, 1978. Statement of Financial Accounting Concept 1:Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises. Stamford, Connecticut: Financial Accounting Standards Board. Fremgen, J.M., 1968. The Going Concern Assumption: A Critical Appraisal, The Accounting Review. Vol. 43, hal. 649-656. 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Azharsyah Ibrahim
Gambling, T. dan Karim R., 1991. Business and Accounting Ethics in Islam, London: Mansell Publishing Limited. Godfrey, J., Hodgson, A., dan Holmes, C., 2000. Accounting Theory. Sydney, Australia: John Willey and Sons Australia Ltd. Gray, R.H., Owens, K., dan Maunders, K., 1996. Accounting and Accountability: Changes and Challenges in Corporate Social and Environmental Accounting. London: Prentice Hall. Hamat, M., 2000. Accounting Standards and Tax Laws. In A. Siddiqi (ed.), Anthology of Islamic Banking. London: IIBI, hal. 404-408. Hameed, S., 2001. Islamic Accounting – Accounting for the New Millenium?, Paper presented at the Asia Pacific Conference, Kota Bahru, Kelantan, October 10-12, 2001. Hamid, S., Craig, R. dan Clarke, F., 1993. Religion: A Confounding Cultural Elem ent in the International Harmonization of Accounting. ABACUS, Vol. 29, No. 2, hal. 131-148. Hamoud, S., 1996. Profits Computation Standards in Islamic Banks, Islamic Economic Studies, Vol. 3, No. 2, pp. 83-112 Harahap, S.S., 2001. Akuntansi Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara. ______, 2002. Riset Akuntansi Islam”. Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah, Vol. 1, No. 1, hal. 103116. Harahap, S.S., Wiroso dan Muhammad Yusuf., 2005. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Trisakti Hayashi, T., 1989. On Islamic Accounting. Ph.D Dissertation. Tokyo: Institute of Middle Eastern Studies, International University of Japan. Hendriksen, E.S., 1982. Accounting Theory. Homewood, Illinois: Richard D. Irwin, Inc. Hornby, A.S., 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Revised and Updated Edition. Oxford: Oxford University Press. Husband, W., 1926. The Accrual Principle Applied to Bank Accounting. Accounting Review, Vol. 1, No. 2, hal. 85-89. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia dan Bank Indonesia. Karim, R. A. A., 1990. Standard Setting for The Financial Reporting Religious Business Organizations: The Case of Islamic Banks. Accounting and Business Research, Vol. 20, No. 80, hal. 299-305. Khan, M.A., 1994. Accounting Issues and Concepts for Islamic Banking. Paper presented at the International Conference on Developing Accounting Standards for Islamic Banks, London: IIBI. Klinefelter, D., dan McCorkle, D., 2003. Financial Management: Cash vs. Accrual Accounting. Agricultural Communications, The Texas A&M University System. Diambil pada tanggal 5 September 2009 dari website: http://trmep.tamu.edu/cg/factsheets/rm516.html Lewis, M., 2001. Islam and Accounting. Accounting Forum, Vol. 25, No. 2, hal. 103-127. Littleton, A.C, 1961. Essay on Accountancy. Urbana, Illinois: University of Illinois Press. Moleong, L.J., 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mufti, A. dan Sula, M.S., 2008. Amanah Bagi Bangsa: Konsep Sistem Ekonomi Syariah. Jakarta: Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Muhammad, 2000. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam al-Qur’an, Yogyakarta: UII Press. ______, 2002. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Naisbitt, J., 1995. Megatrends: The Eight Asian Megatrends That Are Changing the World. London: Nicholas Brealy Publishing Ltd. Newman, B. dan M. Mellman, 1967. Accounting Theory: ACPA Review, New York: John Wiley & Sons, Inc. 2 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009
Akuntansi Konvensional Vs Akuntansi Syariah
Azharsyah Ibrahim
Peasnell, K.V., 1982. The Function of A Conceptual Framework for Corporate Financial Reporting. Accounting and Business Research, Vol. 12, No. 48, hal. 243-256. PRC Team, 2007. Muslim Americans: Middle Class and Mostly Mainstream. For Immediate Release. Washington DC: Pew Research Center. Sartini, 2009. The Development of the Conceptual Framework for Accounting for Islamic Banking. IQTISAD: International Journal of Islamic Economics, January 2009. Shihadah, S., 1987. Financial Accounting Theory From Islamic Perspective. Cairo: Al-Zahraa for Arabic Media. [English Translation] Simatupang, D., 2008. Penyusunan Proposal Penelitian, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Soemarso S.R., 2004. Pengantar Akuntansi, Buku 1, Edisi 5. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Sterling, R., 1968. The Going Concern: An Examination. Accounting Review, Vol. 43, No. 3, hal. 481-502. Sulaiman, M., 2000. Corporate Reporting from an Islamic Perspective. Akauntan Nasional, October. hal. 18-22. Syafi’i Antonio, M., 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. The White House, 2009. Remarks by the President on a New Beginning. The White House Press Office. Cairo University, Cairo, Egypt. Diambil pada tanggal 18 September 2009 dari website: http://www.whitehouse.gov/the _press_office/Remarks-by-the-Presidentat-Cairo-University-6-04-09/ Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Tim STIE Perbanas, 2004. Kumpulan Bahan-bahan Ujian Komprehensif. Jakarta: STIE Perbanas. Triyuwono, I., 2003. Konsekuensi Penggunakan Entity Theory Sebagai Konsep Dasar Standar Akuntansi Perbankan Syariah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol. 7. No. 1: 37-51 ______, 2003. Konsekuensi Penggunakan Entity Theory Sebagai Konsep Dasar Standar Akuntansi Perbankan Syariah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol. 7., No. 1, hal. 37-51. Universitas Gunadarma, 2009. Hukum Islam. Diambil pada tanggal 5 September 2009 dari website: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/ bab7hukum_islam_(syari'ah) Wikipedia Bahasa Indonesia, 2009. Konsep. Diambil pada tanggal 3 September 2009 dari website: http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep. Zaid, O., 1995. Financial Accounting in Islamic Society. Amman: Dar Al-Yazouri. [English Translation]. Zall, M., 2001. Accounting: Cash vs. Accrual. Diambil pada tanggal 3 September 2006 dari website: http://www.wconline.com/CDA/ArticleInformation/ features/BNP__Features__Item/02C32992C282592C00.html
3 | Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam
Vol. 1, No. 1, 2009