AKTIVITAS GLUKOSA DEHIDROGENASE PADA TIGA ISOLAT BAKTERI INDONESIA TERPILIH YANG DIIMOBILISASI UNTUK PENGEMBANGAN BIOSENSOR GLUKOSA DARAH
TRIVADILA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK TRIVADILA. Aktivitas Glukosa Dehidrogenase pada Tiga Isolat Bakteri Indonesia Terpilih yang Diimobilisasi untuk Pengembangan Biosensor Glukosa Darah. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO dan NOVIK NURHIDAYAT. Biosensor mengkombinasikan selektivitas komponen pengenal hayati dan sensitivitas transduser. Aplikasi biosensor sebagai alat pengukur glukosa darah pada pasien penderita diabetes melitus menggunakan enzim murni sebagai sensor hayati. Penggantian enzim murni dengan sel mikrob penghasil enzim sebagai sensor hayati dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki enzim murni seperti stabilitas yang rendah dan harga yang mahal. Penelitian bertujuan mengukur aktivitas glukosa dehidrogenase (GDH)–enzim yang bereaksi secara spesifik dengan substrat glukosa dan menggunakan pyrolloquinoline quinone (PQQ) sebagai gugus prostetik serta ion Mg 2+ sebagai zat pengaktif –yang dihasilkan oleh tiga jenis bakteri, yaitu Escherichia coli KRGS, Bacillus subtilis KRGL, dan Thermus sp. 1K dengan menggunakan metode spektrofotometri dan elektrokimia. Studi juga dilakukan terhadap kondisi optimum (pH larutan bufer fosfat, konsentrasi PQQ, dan konsentrasi glukosa) aktivitas GDH E. coli KRGS serta kestabilan aktivitas GDH ketiga bakteri dengan menggunakan metode elektrokimia. Aktivitas GDH tertinggi di antara ketiga bakteri yang diukur dengan kedua metode dihasilkan oleh E. coli KRGS. Aktivitas GDH E. coli KRGS optimum pada larutan buf er fosfat dengan pH 6,5, konsentrasi PQQ 4,6 ìM, dan konsentrasi glukosa 20 mM. Aktivitas GDH maksimum, ditandai dengan tercapainya arus keadaan tunak setelah penambahan PQQ dan MgSO4, mencapai kestabilan hingga 58%, 74,04%, dan 27,61% berturut-turut pada E. coli KRGS, B. subtilis KRGL, dan Thermus sp. 1K setelah 6 jam.
ABSTRACT TRIVADILA. The Activity of Glucose Dehydrogenase in Three Chosen Isolates Immobilized Indonesian Bacteria for Development of Blood Glucose Biosensor. Under supervision of DYAH ISWANTINI PRADONO and NOVIK NURHIDAYAT. Biosensor combines the selectivity of biological recognition element and the sensitivity of the transducer. The application of biosensor as blood glucose measurer for diabetes mellitus patients uses purified enzyme as biological sensor. The substitution of purified enzyme with the microbial cells producing enzymes as biological sensor is carried out to overcome the weaknesses of purified enzyme such as the low stability of the enzyme activity and the high cost. This research was carried out to measure the activity of glucose dehydrogenase (GDH)–the enzyme reacting specifically with glucose as substrate and binding with both pyrolloquinoline quinone (PQQ) and Mg 2+ ion as prosthetic group and activator respectively-which is exhibited by three kinds of bacteria (Escherichia coli KRGS, Bacillus subtilis KRGL and Thermus sp. 1K), using spectrophotometrical and electrochemical methods. The Study was also carried out to determine the optimum condition (the pH value of phosphate buffer solution, the concentration of PQQ and the concentration of glucose) for activity of GDH exhibited by E. coli KRGS and also the stability of GDH activity exhibited by three bacteria to investigate the lifetime of bacteria cell–modified electrode using electrochemical method. The highest activity of GDH amongst three bacteria which was measured by both methods was exhibited by E. coli KRGS. The GDH activity of E. coli KRGS was optimum in phosphate buffer solution at pH 6.5, 4.6 ìM of PQQ concentration and 20 mM of glucose concentration. Maximum GDH activity, signed by steady-state current achieved after the addition of PQQ and MgSO 4, achieved 58%, 74.04% and 27.61% of stability in E. coli KRGS, B. subtilis KRGL, and Thermus sp. 1K respectively after 6 hours.
AKTIVITAS GLUKOSA DEHIDROGENASE PADA TIGA ISOLAT BAKTERI INDONESIA TERPILIH YANG DIIMOBILISASI UNTUK PENGEMBANGAN BIOSENSOR GLUKOSA DARAH
TRIVADILA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul
: Aktivitas Glukosa Dehidrogenase pada Tiga Isolat Bakteri Indonesia Terpilih yang Diimobilisasi untuk Pengembangan Biosensor Glukosa Darah Nama : Trivadila NIM : G44201022
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr. NIP 131956706
Dr. Novik Nurhidayat NIP 131932487
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131473999
Tanggal Lulus :
PRAKATA Bismillahirrahmaanirrahiimi Alhamdulillah puji dan syukur penulis panja tkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga Desember 2005 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam, serta Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia Institut Teknologi Bandung adalah Aktivitas Glukosa Dehidrogenase pada Tiga Isolat Bakteri Indonesia Terpilih yang Diimobilisasi untuk Pengembangan Biosensor Glukosa Darah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr. dan Bapak Dr. Novik Nurhidayat selaku pembimbing, Bapak Drs. Deden Saprudin, M.Si. dan Bapak Dr. Indra Noviandri atas bimbingan dan arahannya, serta kepada Indonesian Toray Science Foundation atas bantuan dana yang diberikan pada penelitian ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada Papa, Mama, kakak dan adikku tercinta: Mba Nita dan Mayang yang selalu memberikan cinta, semangat, dorongan, bantuan materi, doa yang tulus, kesabaran, dan kasih sayang tiada henti. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Teh Ratih, Bu Hartin, Aji, serta seluruh staf LIPI Mikrobiologi Bogor, juga Kevin, Heru, Esti, Woro, Andri, Cicing dan Ayu atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian di LIPI Mikrobiologi; Om Eman, Bu Enung, Pak Rudi dan seluruh staf Kimia Analitik IPB atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan; Pak Dede, Pak Sukawi, Pak Lanang, Pak Sudrajat, Pak Encu dan Pak Mudi atas bantuannya selama penelitia n di Laboratorium Kimia Analitik ITB, Bandung. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Mba Kiki, Pak Haris, Pak Imam, Pak Nikman, Pak Aman, Bu Ratna, Tante Tuti dan saudari-saudariku di kost CL 8: Mba Rima, Nova, Mita, Dinie, Liby, Nisa, Meta, Indi, Anggi, Tara, Chesy, dan Ami atas persahabatan dan persaudaraan yang indah selama di Bandung; Wulan, Rian, Anis, Aci, Sri, Nersy, Sekar, Santi, Tina, Epi, Tati, Dina, dan rekan-rekan kimia 38 atas kebersamaan dan dukungannya, Ikwan wa Akhwat MIPA dan IPB atas ukhuwah yang indah serta keluarga besar Taman Malabar 3 dan Malabar 5. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2006 Trivadila
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 23 Januari 1984 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Slamet Soetanto dan Wahyudiati. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 8 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I, Kimia Fisik dan Kimia Fisik II, asisten dosen Kimia Dasar II serta asisten Pendidikan Agama Islam (PAI). Penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas MIPA IPB pada tahun 2002-2004. Tahun 2004 penulis melaksanakan praktik kerja lapangan di Laboratorium Analisis dan Uji PT Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO), Cibitung, Bekasi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................
x
PENDAHULUAN .................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Biosensor.................................................................................................. Glukosa .................................................................................................... Glukosa Dehidrogenase (GDH) .................................................................. Escherichia coli ......................................................................................... Bacillus subtilis......................................................................................... Thermus sp................................................................................................ Imobilisasi Enzim ...................................................................................... Metode Elektrokimia ................................................................................. Penelitian Pendukung.................................................................................
2 3 3 4 5 5 5 6 7
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan.......................................................................................... Media ....................................................................................................... Isolat Bakteri............................................................................................. Pengukuran Spektrofotometri ..................................................................... Elektrode Pasta Karbon.............................................................................. Imobilisasi Sel Bakteri pada Permukaan Elektrode....................................... Pengukuran Elektrokimia ...........................................................................
7 8 8 8 8 8 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas GDH Sel Bakteri Metode Spektrofotometri ................................... Aktivitas GDH Sel Bakteri metode Elektrokimia ......................................... Optimasi pH Larutan Bufer Fosfat .............................................................. Optimasi Konsentrasi Pyrolloquinoline Quinone (PQQ)............................... Optimasi Konsentrasi Substrat Glukosa....................................................... Aktivitas GDH Sel Bakteri......................................................................... Stabilitas Aktivitas GDH Sel Bakteri Setelah 6 Jam .....................................
9 11 13 14 15 16 16
SIMPULAN .......................................................................................................... 17 SARAN ................................................................................................................ 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17 LAMPIRAN .......................................................................................................... 21
DAFTAR TABEL Halaman 1 Aktivitas GDH E. coli KRGS.............................................................................
9
2 Aktivitas GDH B. subtilis KRGL ....................................................................... 10 3 Aktivitas GDH Thermus sp. 1K.......................................................................... 10 4 Optimasi konsentrasi PQQ ................................................................................. 14
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Skema alat biosensor.......................................................................................
2
2
Ilustrasi tiga generasi biosensor (a) Generasi pertama (b) Generasi kedua (c) Generasi ketiga ..........................................................................................
3
3
Struktur glukosa (a) Rantai terbuka (b) Struktur cincin ......................................
3
4
Struktur PQQ..................................................................................................
4
5
Oksidasi glukosa dengan dengan katalis PQQGDH dan mediator Qo .................
4
6
Kurva arus sebagai fungsi potensial pada metode voltametri siklik .....................
7
7
BASi EC Epsilon ............................................................................................
8
8
Elektrode pasta karbon dengan sel bakteri diimobilisasi pada permukaan elektrode .......................................................................................
9
9
Aktivitas GDH sel bakteri metode spektrofotometri.......................................... 11
10 Struktur dinding sel (a) Bakteri gram posit if (b) Bakteri gram negatif ................. 11 11 Voltamogram siklik (VS) larutan bufer fosfat pH 6,5 (merah (1)); (1) + Qo 5 mM + glukosa 10 mM (biru (2)); (2) + PQQ 4,6 ìM + MgSO 4 10 mM (ungu (3)), dengan menggunakan elektode pasta karbon-E. coli KRGS, laju payaran 10 mV/s .................................................... 12 12 (a) VS larutan buf er fosfat pH 7 + Qo 5 mM + glukoa 10 mM + PQQ 4,6 µM (biru) ; biru + MgSO 4 10 mM (merah) (b) VS larutan bufer fosfat pH 7 + Qo 5 mM + glukosa 10 mM + PQQ 4,6 µM + MgSO 4 10 mM (gambar 12(a) merah. Dengan menggunakan elektrode pasta karbon-E. coli KRGS, laju payaran 10 mV/s........................................................................... 12
Halaman 13 Aktivitas GDH E. coli KRGS dengan penambahan (a) larutan bufer fosfat pH 6; (b) Qo 5 mM dan glukosa 10 mM; (c) PQQ 4,6 ìM dan (d) MgSO4 10 mM ........................................................................................................... 13 14 Hubungan pH bufer fosfat dan aktivitas GDH E. coli KRGS.............................. 14 15 Hubungan waktu dan arus aktivitas GDH E. coli KRGS pada larutan bufer fosfat pH 6,5 (a) buf er fosfat; (b) (a) + Qo 5 mM; (c) (b) + glukosa 10 mM; (d) (c) + PQQ 4,6 µM dan (e) (d) + MgSO 4 10 mM........................................... 14 16 Hubungan konsentrasi PQQ dan kenaikan arus hingga mencapai arus keadaan tunak.......................................................................................... 15 17 Hubungan konsentrasi PQQ dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai arus keadaan tunak.......................................................................................... 15 18 Hubungan konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH E. coli KRGS........... 15 19 Hubungan linear konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH E. coli KRGS. 15 20 Aktivitas GDH sel bakteri ............................................................................... 16 21 Kestabilan aktivitas GDH sel bakteri terhadap waktu ........................................ 17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir umum penelitian ............................................................................... 22 2 Pembuatan media.............................................................................................. 23 3 Bagan alir kerja................................................................................................. 24 4 Pembuatan elektrode pasta karbon dan imobilisasi sel bakteri.............................. 25 5 Elektrode rujukan, kerja, pembantu, dan sel elektrokimia..................................... 25 6 Perlakuan larutan uji aktivitas GDH metode spektrofotometri.............................. 26 7 Pembuatan larutan bufer fosfat ........................................................................... 26 8 Aktivitas GDH sel bakteri metode spektrofotometri............................................. 27 9 Aktivitas GDH E. coli KRGS............................................................................. 28 10 Aktivitas GDH B. subtilis KRGL ....................................................................... 29 11 Aktivitas GDH Thermus sp 1K........................................................................... 30
Halaman 12 Voltamogram siklik (VS) aktivitas GDH E. coli KRGS pH 6,5 ............................ 31 13 Hubungan arus dan waktu pada optimasi pH larutan bufer fosfat metode amperometri..................................................................................................... 32 14 Hubungan arus dan waktu pada optimasi konsentrasi PQQ metode amperometri... 34 15 Hubungan waktu dan aktivitas GDH E. coli KRGS pada kestabilan aktivitas GDH E. coli KRGS. ................................................................................................... 37 16 Hubungan waktu dan aktivitas GDH B. subtilis KRGL pada kestabilan aktivitas GDH B. subtilis KRGL...................................................................................... 38 17 Hubungan waktu dan aktivitas GDH Thermus sp. 1K pada kestabilan aktivitas GDH Thermus sp. 1K........................................................................................ 39
PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kelainan pada tubuh yaitu terjadinya gangguan pada metabolisme dalam tubuh yang menyebabkan ketidakmampuannya untuk memproduksi atau mensuplai hormon insulin. Hormon insulin merupakan hormon yang memiliki fungsi sebagai pengontrol glukosa darah. Ketika sekresi hormon insulin ke dalam darah terganggu, maka kadar glukosa di dalam darah akan meningkat. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi hingga melewati batas normal dapat menyebabkan penyakit DM (Depkes 2003). Batas kadar glukosa yang dianggap normal dalam darah adalah 80-<110 mg/dl pada saat puasa dan 110 -<160 g/dl pada saat setelah makan (Depkes 2003). Masyarakat mengenal kelainan ini sebagai penyakit gula atau penyakit kencing manis. Jumlah pasien penderita DM di dunia hingga saat ini mencapai sekitar 135 juta. Indonesia, dengan jumlah pasien DM sejumlah 4 juta orang pada tahun 2000, menempati urutan keenam (Depkes 2003). Salah satu terapi yang digunakan untuk mengelola penyakit DM ini adalah dengan pemakaian obat peroral atau suntik insulin. Terapi dengan latihan jasmani biasa dilakukan juga bagi pasien yang gagal meregulasi darahnya. Penyuntikan insulin harus dilakukan sangat hati-hati. Akibat kelebihan dosis insulin yang disuntikan, pasien penderita DM akan mengalami insulin shock yang dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen (Desriani 2003). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu alat pengukur kadar glukosa darah sehingga kadar insulin yang disuntikkan pun dapat diketahui. Saat ini, sudah banyak alat pengukur kadar glukosa darah sekali pakai yang praktis, sehingga pasien dapat menggunakannya sendiri. Sebagian besar dari alat-alat tersebut menggunakan enzim sebagai sensor. Sensor enzim merupakan salah satu jenis biosensor, yaitu sensor yang mengkombinasikan komponen hayati dengan komponen elektronik (transduser) yang mengubah sinyal yang berasal dari komponen hayati sehingga menghasilkan output yang terukur (DTI 2001; Castillo et al. 2004). Dapat dikatakan peran enzim pada sensor enzim ini sangat penting. Di samping perannya yang penting, sensor enzim juga memiliki kerugian, di antaranya harga yang mahal dan kestabilan aktivitas enzim yang rendah. Untuk mengatasi kekurangan ini, digunakanlah mikrob
penghasil enzim sebagai sensor untuk mengukur kadar glukosa. Sensor ini disebut sensor mikrob. Keuntungan sensor mikrob dibandingkan dengan sensor enzim adalah sensor mikrob lebih tahan lama serta biaya yang lebih murah karena tidak diperlukan pengisolasian dan pemurnian enzim aktif. Karena menggunakan materi hayati (biomaterial) sebagai sensor, maka sensor mikrob juga termasuk biosensor. Biosensor glukosa pertama kali dikembangkan pada tahun 1956 oleh Leland Clark, seorang ahli fisiologi dan biokimia dari Amerika Serikat. Saat itu Clark menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD) yang bereaksi spesifik dengan glukosa dan dapat dihasilkan secara alamiah dari jamur Aspergillus niger . Namun dengan menggunakan sensor ini, ditemukan beberapa kesulitan akibat ketergantungannya terhadap kadar oksigen dalam darah, sehingga menjadi sebab terjadinya perbedaan hasil kadar glukosa yang terdeteksi karena untuk pasien yang sama, kadar oksigen dalam beberapa contoh darahnya berbeda-beda. Hal ini mendorong penggantian enzim GOD dengan enzim glukosa dehidrogenase (GDH), yaitu enzim yang spesifik terhadap substrat glukosa namun aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh kadar oksigen (Turner 1996). GDH mengikat pyrolloqunoline quinone (PQQ) sebagai gugus prostetik dan ion Mg2+ atau Ca 2+ sebagai zat pengaktif (Duine et al. 1980 diacu dalam Laurinavicius et al. 2004; Iswantini et al. 1998). Penelitian mengenai biosensor glukosa dengan menggunakan mikrob yang terdapat di Indonesia belum banyak dilakukan. Hal ini menarik, karena di Indonesia terdapat banyak mikrob yang merupakan sumber enzim GDH seperti Escherichia coli, Pseudomonas fluoresecens, Streptococcus thermophillus , Enterobacter cloacae, Aspergillus niger, Bacillus dan Lactobacillus. Penelitian aktivitas GDH pada mikrob-mikrob tersebut merupakan suatu hal yang dapat mendukung perkembangan aplikasi biosensor glukosa di Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan mikrob yang ada di Indonesia sebagai mikrob utama, yaitu E. coli KRGL, Bacillus subtilis KRGS, dan Thermus sp. 1K. Ketiga bakteri merupakan bakteri yang diisolasi di daerah Gunung Kerinci Indonesia. E. coli telah diketahui dapat menghasilkan GDH. Namun GDH yang ada pada E. coli berada dalam bentuk apo-GDH, yaitu protein enzim yang belum aktif, dan tidak memiliki
kemampuan untuk menghasilkan PQQ sehingga perlu penambahan PQQ secara eksternal untuk mengubah apo-GDH menjadi holo-GDH (enzim yang telah aktif) . HoloGDH yang dihasilkan memliki aktivitas yang besar (Matsushita et al. 1997; Iswantini et al. 1998). Aktivit as GDH pada B. subtilis dan Thermus sp. belum diketahui aktivitasnya, namun diharapkan dapat menghasilkan aktivitas yang lebih besar dan tahan lama. B. subtilis memiliki endospora sehingga memiliki waktu hidup yang lebih lama dibandingkan E. coli (Pelczar & Chan 1986). Thermus sp. termasuk dalam kelompok bakteri termofil yaitu, bakteri yang hidup pada lingkungan dengan suhu antara 50-70o C (Wikipedia 2006). Bakteri ini diharapkan dapat memberikan aktivitas enzim yang stabil pada lingkungan tropis seperti di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas enzim GDH pada penelitian ini adalah metode spektrofotometri (White & Hegeman 1998) dan metode elektrokimia (Ikeda et al. 1998). Metode spektrofotometri digunakan pada studi awal untuk mengetahui ada atau tidaknya GDH pada ketiga sel bakteri. Keunggulan metode elektrokimia dibandingkan dengan metode spektrofotometri adalah metode elektrokimia lebih sensitif, yaitu dengan jumlah contoh yang sedikit dapat terdeteksi dengan baik, dan dengan metode elektrokimia dapat ditentukan jumlah enzim yang dihasilkan oleh satu sel mikrob (Iswantini et al. 1998). Tujuan penelitian adalah mengukur aktivitas enzim glukosa dehidrogenase yang dihasilkan oleh isolat bakteri di Indonesia, yaitu E. coli KRGS, B. subtilis KRGL, dan Thermus sp. 1K dengan menggunakan metode elektrokimia dan spektrofotometri. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan informasi yang signifikan terhadap biosensor glukosa di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Biosensor Biosensor menurut IUPAC didefinisikan sebagai suatu alat yang menggunakan reaksi biokimia spesifik yang dimediasi oleh enzim, sistem kekebalan tubuh, jaringan, organel atau seluruh sel yang diisolasi untuk mendeteksi senyawa kimia oleh sinyal listrik (electrical signal), panas (thermal signal) atau optis (optical signal) (IUPAC 1997). Biosensor mengkombinasikan komponen pengenal
hayati dengan tranduser yang sesuai untuk mendeteksi adanya zat kimia target (Castillo et al. 2004; Nejem 2004). Biosensor mengkombinasikan keunggulan analitis dari teknik elektrokimia dengan kespesifikan proses pengenalan hayati. Tujuannya adalah untuk menghasilkan sinyal listrik secara hayati yang menunjukkan konsentrasi suatu analat. Untuk tujuan ini, reagen biospesifik diimobilisasi pada elektrode yang sesuai, yang mengubah proses pengenalan hayati menjadi responss berupa arus atau potensial yang terukur (Wang 1994). Biosensor terdiri atas 2 bagian utama, yaitu komponen pengenal hayati dan tranduser (Gambar 1). Komponen pengenal hayati sebuah biosensor berinteraksi secara selektif terhadap analat target, memastikan selektivitas dari sensor, sedangkan tranduser mengubah responss hayati yang dihasilkan dari interaksi dengan analat target menjadi sinyal yang dapat diukur, tranduser menentukan kepekaan biosensor (Castillo et al. 2004).
Gambar 1 Skema alat biosensor. Perkembangan biosensor dibagi menjadi tiga generasi, generasi pertama, generasi kedua dan generasi ketiga. Biosensor generasi pertama melibatkan oksigen dalam pengukuran. Elektrode yang digunakan adalah elektrode oksigen. Reaksi redoks yang terjadi melibatkan O2 dan enzim yang terlibat di antaranya adalah oksidase dan oksigenase. Kelemahan dari biosensor generasi pertama ini adalah dihasilkan data yang tidak akurat karena pengaruh oksigen yang ada di lingkungan. Biosensor generasi kedua menggunakan mediator yang menghubungkan reaksi oksidasi substrat dengan elektrod e. Sedangkan biosensor generasi ketiga mulai meningkatkan integrasi mediator dengan elektrode (Liu & Wang 2000). Ilustrasi
perkembangan biosensor ditunjukkan pada Gambar 2. Biosensor glukosa adalah salah satu dari aplikasi biosensor yang berkembang dengan cepat bahkan telah dimanfaatkan secara komersial (Fiorito & Torresi 2001; Castillo et al. 2004). Biosensor glukosa pertama kali dikembangkan oleh Leland Clark, seorang ahli fisiologi dan biokimia dari Amerika Serikat. Saat itu Clark menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD) yang bereaksi spesifik dengan glukosa dan dapat dihasilkan secara alamiah dari jamur Asper gillus niger (Clark 1956, diacu dalam Turner 1996).
aldehida dan gugus alkohol atom karbon ke-5, membentuk struktur cincin bersudut 6 yang disebut piranosa (Girindra 1993). Gambar 3 menunjukkan struktur rantai terbuka dan struktur cincin glukosa.
(a)
(b) Gambar 3 Struktur glukosa (a) Rantai terbuka (b) Struktur cincin. Gambar 2 Ilustrasi tiga generasi dalam perkembangan biosensor (a) Generasi pertama (b) Generasi kedua (c) Generasi ketiga. Glukosa Glukosa menurut Kamus Kimia adalah aldosa enam-karbon, merupakan gula utama dalam darah dan zat antara kunci dalam metabolisme (Pudjaatmaka & Qodratillah 2002). D-glukosa adalah salah satu aldoheksosa yang terdapat di alam. Aldoheksosa lain yang terdapat di alam adalah D-galaktosa dan Dmanosa (Petrucci 1993). D-glukosa berisfat dekstrorotari atau memutar bidang polarisasi ke kanan dengan nilai [á]D20 =+52,7o (Girindra 1993). Glukosa memiliki struktur rantai terbuka dan cincin. Struktur cincin glukosa dapat terbentuk karena terjadinya reaksi hemiasetal antara gugus alkohol dan aldehida dalam struktur rantai terbuka. Reaksi terjadi antara
Glukosa berperan dalam proses metabolisme karbohidrat pada sebagian besar organisme. Glikolisis mengubah glukosa menjadi dua molekul asam piruvat. Glukosa disimpan pada hati dan otot dalam bentuk glikogen jika kadar glukosa dalam darah tinggi. Pembentukkan glikogen dari glukosa melalui proses glikogenesis. Jika kadar glukosa dalam darah rendah, glikogen diubah kembali menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis (Mckee T & Mckee JR 2003) Glukosa Dehidrogenase (GDH) Glukosa dehidrogenase (GDH) (EC 1.1.5.2) (EBI 2005) adalah enzim yang berperan dalam reaksi oksidasi langsung glukosa membentuk asam glukonat . Reaksinya secara umum adalah glukosa + penerima elektron asam glukonat + penerima elektron tereduksi. Reaksi oksidasi glukosa membentuk asam glukonat dengan bantuan enzim GDH
merupakan jalur lain dari proses metabolisme glukosa selain jalur fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat. Proses reaksi oksidasi glukosa ini juga bersamaan dengan terjadinya transfer elektron ke ubiquinon oksidase melalui ubiquinon pada rantai respirasi (Elias et al. 2001). Glukosa dehidrogenase termasuk kuinoprotein yang menggunakan pyrroloquinoline quinone (PQQ) sebagai gugus prostestik untuk mengaktifkannya. PQQGDH ditemukan pada berbagai bakteri gram negatif. Dua jenis PQQGDH terdapat pada Acinotobacter calcoaceticus, yaitu soluble PQQGDH (s PQQGDH) dan membrane-bound PQQGDH (mPQQGDH) (Yoshida et al. 1999). E. coli hanya memiliki mGDH. E. coli mensintesis GDH dalam bentuk apoenzim (bentuk tidak aktif) tetapi tidak dapat mensintesis PQQ. Hal ini disebabkan ketiadaan gen yang berfungsi untuk mensintesis PQQ pada sel E. coli (Jonge et al. 1995; Matsushita et al. 1997). Ketidakmampuan ini mengharuskan E. coli mendapatkan PQQ dari lingkungannya untuk mengubah apo-GDH menjadi holo-GDH. Hal ini dimungkinkan karena PQQ merupakan zat kimia yang menjadi atraktan bagi E. coli (Jonge et al. 1995). Selain menggunakan PQQ sebagai gugus prostetik, GDH menggunakan ion Mg2+ atau Ca 2+ sebagai zat pengaktif. Gambar 4 mengilustrasikan struktur PQQ yang berikatan dengan Mg. Membrane-bound PQQGDH merupakan peptida tunggal dengan berat molekul sekitar 87 kDa. Karakteristik enzim ini –stabilitas ikatan kofaktor, stabilitas termal dan kespesifikan substrat - bergantung pada bakteri penghasilnya (Yoshida et al. 1999).
Gambar 4 Struktur PQQ. Glukosa dehidrogenase merupakan salah satu enzim oksidoreduktase yang digunakan pada pengembangan biosensor glukosa. Ketidakmampuan PQQGDH dalam mentransfer elektron secara langsung kepada
permukaan padat atau polimer yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi sebagai tulang punggungnya menyebabkan dibutuhkannya suatu mediator redoks yang sesuai. Senyawa turunan kuinon yang dapat digunakan sebagai mediator di antaranya adalah 2-metil-6metoksi-1,4 -benzokuinon, 1-4-naftokuin on dan trimetil-1,4 -benzokuinon, 2,3 -dimetoksi5-metil-1,4-benzokuinon (Qo) (Gambar 5) (Lapenaite et al. 2004; Ikeda et al. 1998; Iswantini et al. 1998; Ito et al. 2002). Suatu zat yang digunakan sebagai mediator harus merupakan zat yang dapat bereaksi dengan cepat baik dengan enzim maupun elektrode, bersifat stabil, memiliki potensial redoks yang jauh dari potensial redoks zat pengganggu, tidak bergantung kepada nilai pH, tidak bersifat tosik dan dapat diimobilisasi pada permukaan elektrode (Calvo & Danilowicz 1997).
Gambar 5 Oksidasi glukosa dengan katalis PQQGDH dan mediator Qo. Escherichia coli Taksonomi Eschericia coli adalah sebagai berikut (Wikipedia 2005b): Kerajaan : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli E. coli pertama kali ditemukan oleh seorang doktor berkebangsaan Austria, Theodor Escherich (Wikipedia 2005b). Karakteristik E. coli adalah berbentuk batang memiliki flagela, bersifat motil, fakultatif anaerob, dan termasuk golongan bakteri gram negatif (Stella 2000). Bakteri ini termasuk golongan enterobakteria dan banyak terdapat pada saluran pencernaan mamalia dan burung
(Wikipedia 2005b). E. coli dapat tumbuh pada beberapa sumber energi dan karbon yang berbeda. Bakteri ini mengubah glukosa menjadi makromolekul yang dibutuhkan sel (Stella 2000; Todar 2002). E. coli dapat hidup dengan ada atau tanpa O2. Bakteri tumbuh dengan fermentasi pada kondisi anaerob, menghasilkan campuran asam dan gas (Todar 2002). Lebih dari 700 st ereotipe E. coli telah ditemukan, dan sebagian besar bersif at patogen. Penyakit yang banyak disebabkan oleh bakteri ini di antaranya diare, pneumonia dan meningitis (Anonim 1995; Stella 2000). Mikrob ini berperan dalam proses pencernaan, dan mampu memproduksi vitamin K (Stella 2000). E. coli dapat meresponsss siny al pada lingkungan seperti zat kimia, pH, suhu, osmolaritas dan sebagainya. Sebagai contoh, jika terdapat zat kimia, bakteri ini dapat bergerak mendekati atau menjauhi. Contohnya adalah zat PQQ yang merupakan atraktan bagi bakt eri, maka ia akan mendekati (Jonge et al. 1995).
Thermus sp. Taksonomi Thermus sp. adalah sebagai berikut (ExPASy 2005): Kerajaan :Bacteria Filum : Deinococcus-Thermus Kelas : Deinococci Ordo : Thermales Famili : Thermaceae Genus : Thermus Spesies : Thermus sp. Thermus sp. adalah kelompok bakteri termofil, yaitu bakteri yang hidup pada suhu 50-70 o C. Thermus hidup pada suhu optimum 70 o C. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim yang stabil pada kondisi ekstrim seperti temperatur yang tinggi (Wikipedia 2006). Bakteri Thermus adalah kelompok bakteri gram positif dengan bentuk sel bulat (cocci). Thermus termasuk dalam filum DeinococcusThermus, yaitu filum bakteri yang memiliki resistensi terhadap radiasi. Kelompok bakteri ini memiliki pigmen karotenoid dengan jumlah yang tinggi yang dapat melindunginya dari radiasi, dan memilki struktur lipid yang unik (Prescott et al. 2003).
Bacillus subtilis Imobilisasi Enzim Taksonomi Bacillus subtilis adalah sebagai berikut (Wikipedia 2005a): Kerajaan : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus subtilis B. subtilis pertama kali ditemukan oleh Ferdinand Cohn pada tahun 1872. B. subtilis merupakan bakteri gram positif, obligat aerob, dan memiliki bentuk sel batang. Bakteri ini memiliki endospora (Pelczar & Chan 1986; Todar 2005; Wikipedia 2005a). B. subtilis banyak ditemukan di tanah (Wikipedia 2005a). Pada jaringan tanaman, bakteri ini mendegradasi pektin dan polisakarida (Todar 2005). B. subtilis tidak bersifat patogen bagi manusia, namun dapat mengkontaminasi makanan da n menyebabkan peracunan makanan (Wikipedia 2005a). Dikelompokkan secara ekofisiologi, B. subtilis termasuk ke dalam kelompok penghasil antibiotik. Antibiotik yang telah dihasilkan di antaranya polymyxin, difficidin, subtilin, mycobacillin (Todar 2005).
Enzim terimobilisasi (immobilized enzymes) didefinisikan sebagai enzim yang ditahan atau dilokalisasikan secara fisik, dengan menahan aktivitas katalitiknya, dan dapat digunakan berulang-ulang dan berkesinambungan (Worsfold 1995). Metode imobilisasi enzim secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat metode, yaitu ikatan kovalen enzim (covalent bonding of enzyme), cross-linking intermolekul enzim (intermolecular cross-linking of enzyme molecules), adsorpsi enzim (adsorption of the enzyme) dan penjebakan enzim (entrapment of enzyme). Hal penting yang harus diperhatikan dari proses imobilisasi enzim adalah sifat dari enzim bebas, jenis materi pendukung yang digunakan, dan metode aktivasi pendukung dan perekatan enzim (Worsfold 1995). Keuntungan enzim yang diimobilisasi dibandingkan dengan enzim bebas adalah dapat digunakan kembali, sesuai untuk aplikasi dalam operasi yang berkesinambungan, menghasilkan produk yang bebas enzim sehingga tidak perlu dilakukan proses lebih lanjut seperti penghilangan atau penginaktifan enzim, dan meningkatkan stabilitas dari aktivitas enzim (Rai University 2005). Laurinavicius et al. melakuakan studi terhadap aktivitas enzim m-
GDH yang dimobilisasi dan tidak diimobilisasi (native enzyme). Studinya menunjukkan bahwa imobilisasi m-GDH menghasilkan sifat yang sangat berbeda dari sifat native enzyme. Imobilisasi enzim meningkatkan selektivitas substrat, meningkatkan laju regenerasi pusat aktif dan laju dari pengikatan substrat mulai memberikan peran yang signifikan terhadap keseluruhan proses (Laurinavicius et al. 2004). Metode Elektrokimia Elektrokimia merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan pada reaksi reduksioksidasi (redoks). Reaksi redoks memungkinkan terjadinya transfer elektron dari suatu zat ke zat lain (Skoog et al. 1998b). Pengukuran elektrokimia dilakukan pada sebuah sel elektrokimia dengan menggunakan dua atau lebih elektrode dan komponen elektrik untuk mengontrol dan mengukur arus listrik (Harvey 2000). Sel elektrokimia terdiri atas dua konduktor katode dan anode. Katode adalah tempat terjadinya reaksi reduksi sedangkan anode adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi (Skoog et al. 1998b). Sel elektrokimia yang paling sederhana menggunakan dua elektrode. Potensial dari suatu elektrode sensitif terhadap konsentrasi analat dan disebut elektrode kerja (working electrode). Elektrode kedua disebut elektrodelawan (counter electrode) berperan untuk melengkapi sirkuit elektrik dan menyediakan suatu potensial rujukan bagi potensial yang ter ukur oleh elektrode kerja. Metode dinamis, yang mana penerimaan arus mengubah konsentrasi spesi pada sel elektrokimia, memiliki potensial elektrode lawan yang sering berubah. Masalah ini dapat diatasi dengan mengganti elektrode lawan dengan dua elektrode: elektrode rujukan (reference electrode), yang mana tidak terdapat arus yang mengalir melaluinya dan memiliki nilai porensial yang konstan, dan sebuah elektrode pembantu (auxilary electrode) yang melengkapi sirkuit elektrik dan arus dapat mengalir melaluinya (Harvey 2000). Terdapat tiga metode dasar yang biasa digunakan dalam analisis dengan menggunakan metode elektrokimia: (1) pengukuran potensial dengan kondisi tanpa arus yang mengalir; (2) pengukuran potensial dengan arus tetap (terkontrol) dan (3) pengukuran arus dengan potensial terkontrol (Harvey 2000).
Metode Voltametri. Voltametri adalah metode elektrokimia dengan pengukuran arus sebagai fungsi potensial. Metode voltametri, mengaplikasikan suatu potensial pada sebuah sel elektrokimia, dan arus yang mengalir melalui sel diukur sebagai fungsi dari potensial. Plot arus sebagai fungsi potensial disebut voltamogram. Voltamogram menampilkan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang spesi yang terlibat dalam reaksi oksidasi dan reduksi (Harvey 2000). Walaupun metode voltametri secara umum dilakukan dengan menggunakan dua elektrode, namun metode voltametri moderen yang berkembang menggunakan tiga elektrode. Sinyal eksitasi dari potensial diaplikasikan pada elektrode kerja, mengubah potensialnya relatif terhadap potensial tetap dari elektrode rujukan. Arus yang dihasilkan antara elektrode kerja dan pembantu diukur. Elektrode pembantu yang digunakan secara umum adalah kawat platina dan elektrode SCE, serta Ag/AgCl adalah elektrode rujukan yang sering digunakan (Harvey 2000). Sinyal eksitasi yang dihasilkan dalam sel kimia pada metode voltametri memiliki 4 bentuk berdasarkan metode yang digunakan – linear scan, differential pulse, square wave dan tringular (cyclic voltametry) (Skoog et al. 1998b). Voltametri siklik adalah teknik yang paling luas digunakan untuk mendapatkan informasi kualitatif tentang reaksi elektrokimia. Voltametri siklik digunakan sebagai eksperimen awal pada studi elektroanalisis. Secara khusus, metode ini digunakan untuk menentukan lokasi dari potensial redoks dari spesi elektroaktif secara cepat dan memberikan evaluasi yang baik dari pengaruh media terhadap proses redoks secara keseluruhan (Wang 1994). Plot arus terhadap potensial merupakan suatu voltamogram siklik (Wang 1994). Parameter penting pada sebuah voltamogram siklik adalah potensial puncak katode, potensial puncak anode, arus puncak katode dan arus puncak anode (Gambar 6). Untuk reaksi elektrode reversibel, arus puncak anode dan katode memiliki nilai mutlak rata-rata yang sama tetapi berlawanan tanda, dan beda potensial puncak adalah 0,0592/n dengan n adalah jumlah elektron yang terlibat dalam setengah reaksi (Skoog et al. 1998a).
E. coli K-12 dapat diketahui yaitu sebesar 9.2 x 10- 9 µA (Iswantini et al. 1998).
Gambar 6
Kurva arus sebagai fungsi potensial pada metode voltametri siklik.
Metode Amperometri. Amperometri merupakan teknik metode elektrokimia yang mana potensial tetap diaplikasikan pada elektrode kerja dan arus diukur sebagai fu ngsi waktu. Karena potensial tidak diamati, maka tidak diperoleh sebuah voltamogram pada metode amperometri (Harvey 2000). Aplikasi penting dari amperometri adalah dalam konstruksi sensor kimia. Salah satu sensor amperometri pertama yang dikembangkan adalah untuk pengukuran oksigen terlarut dalam darah yang dikembangkan pada tahun 1956 oleh LC. Clark. Contoh yang lainnya adalah sensor glukosa (Harvey 2000).
Iswantini et al. juga melakukan studi terhadap kinetika dan termodinamika dari aktivasi kuinoprotein apoenzim glukosa dehidrogenase secara in vivo dan aktivitas katalitik dari enzim aktif pada sel E. coli. Konstanta katalitik diekspresikan sebagai produk dari sejumlah meolekul enzim yang dikandung oleh sel E. coli (z) dan konstanta katalitik enzim (k cat) berturut-turut adalah sebesar 2,2 x 103 dan 6,8 ± 0,8 x 103s- 1 dengan menggunakan fenazina metosulfat sebagai penerima elektron. Konstanta laju dari reaksi apoenzim dengan PQQ (kf,PQQ ) dan dengan Mg2+ (k f,Mg ) berturut-turrt sebesar 3,8 ± 0,4 x 104 M-1s-1 dan 4,1 ± 0,9M -1s-1, dan konstanta kesetimbangan bagi ikatan apoenzim dengan PQQ dan Mg2+ ditentukan sebagai konstanta disosiasi K d,PQQ(Mg) dan Kd,Mg adalah sebesar 1,0 ± 0,1 nM dan 0,14 ± 0,01 mM (Iswantini et al. 2000). Tahun 2002 Ito et al. mempelajari E. coli dan aplikasinya pada metode amperometri pada sensor glukosa. Sensor glukosa menggunakan Qo sebagai mediator yang dikemas dalam pasta karbon sebagai elektrode kerja (mediator terintegrasi). Waktu responss yang dihasilkan dari sensor glukosa adalah dua menit untuk mencapai 90% arus keadaan tunak (Ito et al. 2002).
BAHAN DAN METODE Penelitian Pendukung Ikeda et al. pada tahun 1997 melakukan penelitian dengan menggunakan metode elektrokimia untuk memonitor pembentukan enzim aktif holo-GDH dari enzim inaktif apoGDH pada sel E. coli secara in vivo dengan penambahan gugus prostetik PQQ. Terbentuknya enzim aktif dapat diketahui dengan terjadinya kenaikan arus secara signifikan yang menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi glukosa dengan GDH aktif sebagai katalis. (Ikeda et al. 1998). Pengukuran secara elektrokimia terhadap aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel E. coli K-12 telah dilakukan oleh Iswantini et al. (1998). Studi dilakukan terhadap pengaruh penambahan PQQ sebagai gugus prostetik, magnesium dan kalsium sebagai zat pengaktif , serta EDTA sebagai dezat pengaktif. Penambahan PQQ dan Mg atau Ca akan meningkatkan aktivitas GDH, sebaliknya penambahan EDTA akan menurunkan aktivitas GDH. Aktivitas GDH pada satu sel
Bagan alir kerja secara umum dan metode-metode yang digunakan ditunjukkan pada Lampiran 1-7. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer spectronic 20, voltametric analyzer BASi EC-Epsilon (Gambar 7), elektrode Ag/AgClKCl sat, elektrode pasta karbon, platina, sel elektrokimia, laminar, inkubator, oven, otoklaf, sentrifuse. Bahan-bahan yang dipakai ialah mikrob (sel E. coli KRGS, B. subtilis KRGL, Thermus sp. 1K diperoleh dari koleksi LIPI Mikrobiologi), tripton, yeast extract, agar, akuades, NaCl, alkohol 70%, larutan bufer A (0,1 M KCl, 10 mM MgCl 2, 1 mM Na2EDTA, 0,25 mM NADPH), MgSO4, glukosa, pyrroloquinoline quinone (PQQ), 2,3dimetoksi- 5-metil-1,4 benzokuinon (Qo), larutan bufer fos fat , gas N2.
destilata dan diresuspensikan dengan NaCl 0,85%. Pengukuran Spektrofotometri
Gambar 7
BASi EC Epsilon. Media
Media Luria Broth (LB) Agar Miring Media LB agar miring dibuat dari tripton, yeast extract, NaCl dan agar. Satu liter media dibuat dengan 10 g tripton, 5 g yeast extract, 5 g NaCl dan 15 g agar dan akuades hingga 1 L. Media dipanaskan hingga homogen dan mencair, kemudian dituang ke dalam tabung reaksi masing-masing 3 ml. Tabung reaksi ditutup dengan sumbat dan disterilisasi dengan otoklaf selama lebih kurang 2 jam. Setelah dikeluarkan dari otoklaf, tabung diletakkan pada rak miring hingga dingin dan padat. Media selanjutnya digunakan untuk meremajakan sel bakteri. Media LB Cair Kandungan media LB cair sama dengan LB agar miring tanpa diberikan agar. Selanjutnya proses sterilisasi tidak berbeda dengan sterilisasi pada media agar. Isolat Bakteri Bakteri ditumbuhkan pada sebuah media LB agar miring, diinkubasi selama 2 hari pada suhu 37 o C untuk E. coli KRGS dan B. subtilis KRGL, serta 50 o C untuk Thermus sp. 1K. Bakteri yang tumbuh selanj utnya ditanam ke 10 ml media LB cair sebagai starter , diinkubasi hingga mencapai nilai OD610 = 0,5. Setengah mililiter starter diinokulasi ke dalam 50 ml media LB cair dan diinkubasi. Sel bakteri dipanen dengan sentrifuse kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Pelet dipisahkan dari supernatan, dicuci dua kali dengan air
Tujuh puluh lima mikro liter suspensi bakteri (OD E. coli KRGS = 0,549; B. subtilis KRGL = 0,506; Thermus sp. 1K = 0,549) ditambahkan 3 ml bufer A. PQQ dan MgSO4 ditambahkan sebagai gugus prostetik dan zat pengaktif. Satu milimolar substrat glukosa ditambahkan sebanyak 175µl, selanjutnya nilai serapannya diukur pada panjang gelombang 340 nm per 15 detik selama 3 menit. Nilai aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah µmol NADPH yang terbentuk per ml per menit, dengan menggunakan persamaan A = Ecl, dengan A adalah nilai serapan, E adalah koefisien ekstinsi NADPH (6,22 l mmol-1 cm -1), c adalah konsentrasi NADPH dalam µmol/ml dan l adalah panjang jalan sinar (1 cm). Elektrode Pasta Karbon Elektrode pasta karbon dibuat dari campuran grafit dan parafin cair 2:1. Grafit dicampur dengan parafin cair hingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga padat sampai permukaan. Permukaan elektrode dihaluskan dan dibersihkan dengan kertas minyak. Imobilisasi Sel Bakteri pada Permukaan Elektrode Sepuluh mikroliter larutan suspensi sel bakteri (OD E. coli KRGS = 5,8; B. subtilis KRGL = 21,5; Thermus sp. 1K = 5,9) diteteskan pada permukaan elektrode pasta karbon, didiamkan hingga pelarutnya menguap. Selanjutnya permukaan elektrode dilapisi dengan membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon dan diikat dengan parafilm. Elektrode kemudian direndam dalam larutan garam (NaCl fisiologis) pada suhu 5 °C ketika tidak digunakan, untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya. Elektrode dapat langsung digunakan untuk pengukuran aktivitas GDH metode elektrokimia. Gambar 8 menunjukkan elektrode pasta karbon yang telah dimodifikasi dengan mengimobilisasi sel bakteri pada permukaannya
Gambar 8
Elektrode pasta karbon dengan sel bakteri diimobilisasi pada permukaan elektrode.
Pengukuran Elektrokimia Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat potensiostat/galvanostat BASi-EC Epsilon dan komputer beserta perangkat lunak pengolah data Epsilon. Elektrode yang digunakan yaitu elektrode Ag/AgCl, platina dan elektrode pasta karbon-sel bakteri berturut-t urut sebagai elektrode rujukan, pembantu dan kerja (Lampiran 5). Metode Voltametri Siklik Metode voltametri siklik pada pengukuran elektrokimia digunakan untuk menentukan nilai potensial yang akan digunakan pada metode amperometri potensial tetap. Satu mililiter larutan bufer fosfat dimasukkan ke dalam sel elektrokimia (Lampiran 5). Ketiga elektrode dimasukkan ke dalam larutan buffer fosfat hingga permukaan elektrode tercelup. Sebelum dilakukan pengukuran, larutan dideaerasi dengan mengalirkan gas nitroge n selama kurang lebih satu menit. Saat pengukuran, gas nitrogen tetap dialirkan di atas larutan tanpa menyentuh permukaan larutan contoh. Qo, glukosa, PQQ dan MgSO4 berturut-turut ditambahkan, dan pada setiap penambahan zat larutan diaduk dengan magnetic stirer hingga homogen dan dilakukan pengukuran untuk melihat perubahan yang terjadi pada profil voltamogram yang dihasilkan. Metode Amperometri Metode amperometri digunakan untuk mengukur aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel bakteri. Pengukuran dilakukan pada potensial tetap yaitu potensial puncak yang dihasilkan dari pengukuran voltametri siklik.
Satu mililiter larutan bufer fosfat dimasukkan ke dalam sel. Ketiga elektrode dimasukkan ke dalam larutan hingga permukaan elektrode tercelup. Sebelum dilakukan pengukuran, larutan dideaerasi dengan mengalirkan gas nitrogen selama kurang lebih satu menit. Saat pengukuran, larutan tetap dialirkan gas nitrogen dan diaduk dengan magnetic stirer. Qo, glukosa, PQQ dan MgSO4 berturut -turut ditambahkan. Setelah penambahan setiap zat ke dalam larutan, perubahan arus yang terjadi diamati hingga mencapai arus keadaan tunak. Eksperimen dengan menggunakan metode amperometri juga digunakan untuk optimasi pH larutan bufer fosfat, konsentrasi glukosa, dan konsentrasi PQQ.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas GDH Sel Bakteri Metode Spektrofotometri Aktivitas GDH pada larutan contoh diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm. Reaksi oksidasi substrat glukosa membentuk asam glukonat menggunakan GDH sebagai katalis dan NADP+ sebagai penerima elektron. Oksidasi glukosa membentuk asam glukonat melepaskan elektron yang diterima NADP+ dan tereduksi membentuk NADPH melalui reaksi: Glukosa + NADP+ GDH Asam glukonat + NADPH NADPH yang terb entuk akan menyerap sinar pada panjang gelombang 340 nm. Semakin tinggi aktivitas GDH, maka semakin banyak NADPH yang terbentuk, sehingga akan meningkatkan nilai absorbannya. Data pengukuran aktivitas sel bakteri secara keseluruhan ditunjukkan pada Lampiran 8 -11. Aktivitas GDH yang dihasilkan oleh ketiga bakteri –E. coli KRGS, B. subtilis KRGL, Thermus sp. 1K- ditunjukkan pada Tabel 1-3. Tabel 1 Aktivitas GDH E. coli KRGS Perlakuan Bufer A dengan Na2 EDTA Bufer A tanpa Na2 EDTA
Aktivitas GDH (µmol NADPH /ml menit) Tanpa +PQQ +PQQ Penambahan +MgSO4 6,7524 x 10-4
4,0514 x 10-2
3,4727 X 10-2
9,6463 x 10-4
9,6463 x 10-4
1.9293 X 10-2
Tabel 2 Aktivitas GDH B. subtilis KRGL Perlakuan Bufer A dengan Na2 EDTA Bufer A tanpa Na2 EDTA
Aktivitas GDH (µmol NADPH /ml menit) Tanpa +PQQ Penambahan +PQQ +MgSO4 1,9293 x 10-3
2,8939 x 10-3
2,8939 x 10-3
9,6463 x 10-3
9,6463 x 10-3
6,7524 x 10-3
Tabel 3 Aktivitas GDH Thermus sp. 1K Perlakuan Bufer A dengan Na2 EDTA Bufer A tanpa Na2 EDTA
Aktivitas GDH (µmol NADPH /ml menit) Tanpa +PQQ Penambahan +PQQ +MgSO4 2,8939 x 10-3
9,6463 x 10-3
5,7878 X 10-4
0,0000
3,5691 x 10-2
1,4469 X 10-2
Nilai absorbans larutan contoh dibaca per 15 detik selama 3 menit. Nilai absorbans yang diperoleh dibuat hubungan waktu dan absorbans. Nilai aktivitas diperoleh dari nilai slope persamaan garis linear yang didapatkan. Aktivitas GDH diukur dalam larutan bufer A yang mengandung 0,1 M KCl; 10 mM MgCl2 ; 1 mM Na2 EDTA dan 0,25 mM NADPH. Telah diketahui bahwa EDTA berpotensi untuk menurunkan aktivitas GDH karena EDTA mengkelat zat pengaktif Mg sehingga aktivitas GDH menurun (Iswantini et al. 1998). Adanya Na2EDTA pada larutan bufer A diduga dapat mempengaruhi aktivitas GDH. Untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh Na2 EDTA terhadap aktivitas GDH, maka eksperimen dilakukan dalam dua kondisi yaitu dalam larutan bufer A dengan dan tanpa Na2 EDTA. Tabel 1 menunjukkan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel E. coli KRGS. Nilai aktivitas GDH larutan contoh sebelum penambahan PQQ dan MgSO4 lebih kecil dibandingkan dengan larutan contoh setelah ditambahkan PQQ dan MgSO4 pada kedua jenis larutan bufer. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas GDG dipengaruhi oleh PQQ dan Mg sebagai gugus prostetik dan zat pengaktif. Aktivitas GDH pada larutan bufer A dengan Na2 EDTA setelah ditambahkan PQQ meningkat dari 6,7524 x 10- 4 ì mol NADPH/ml menit menjadi 4,0514 x 10-2 ì mol NADPH/ml menit dan menurun menjadi 3,4727 x 10-2 ì mol NADPH/ml menit setelah ditambahkan Mg. Berbeda dengan aktivitas GDH pada larutan bufer A dengan Na2 EDTA, aktivitas GDH pada larutan bufer A tanpa Na2 EDTA tidak mengalami perubahan setelah
ditambahkan PQQ, yaitu sebesar 9,6463 x 10 -4 ì mol NADPH/ml menit, namun meningkat setelah ditambahkan MgSO4 yaitu menjadi sebesar 1,9293 x 10-2 ì mol NADPH/ml menit, aktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas GDH pada larutan bufer A dengan Na2 EDTA. Aktivitas GDH yang dihasilkan oleh B. subtilis KRGL ditunjukkan pada Tabel 2. Aktivitas GDH B. subtilis KRGL yaitu sebesar 1,9293 x 10-3 µmol NADPH/ml menit pada larutan bufer A dengan Na2EDTA. Setelah penambahan PQQ aktivitas GDH meningkat menjadi 2,8939 x 10-3 ìmol NADPH/ml menit dan tidak terjadi perubahan setelah zat pengaktif Mg ditambahkan. Aktivitas GDH pada bufer A tanpa Na2EDTA adalah sebesar 9,6463 x 10-3 ì mol NADPH/ml menit sebelum ditambahkan PQQ dan MgSO4. Setelah ditambahkan PQQ tidak terjadi perubahan aktivitas, dan setelah ditambahkan MgSO 4 terjadi penurunan aktivitas menjadi 6,7524 x 10- 3 ìmol NADPH/ml menit. Aktivitas ini lebih besar dibandingkan dengan aktivitas GDH B. subtilis KRGL pada larutan bufer A dengan Na2EDTA. Tabel 3 menyajikan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh Thermus sp. 1K. GDH memiliki aktivitas sebesar 2,8939 x 10-3 µmol NADPH/ml menit sebelum larutan contoh dengan bufer A yang mengandung Na2EDTA ditambahkan PQQ dan MgSO4. Aktivitas GDH meningkat setelah ditambahkan PQQ menjadi 9,6463 x 10-3 ìmol NADPH/ml menit dan menurun setelah ditambahkan MgSO 4 menjadi 5,7878 x 10-4 ìmol NADPH/ml menit. GDH tidak memiliki aktivitas sebelum penambahan PQQ dan MgSO 4 pada larutan contoh dengan bufer A tanpa NA2EDTA. GDH baru menunjukkan aktivitas setelah ditambahkan PQQ dan MgSO 4 yaitu sebesar 3,5691 x 10-2 ìmol NADPH/ml menit dan 1,4469 x 10-2 ìmol NADPH/ml menit. Nilai aktivitas ini lebih besar dibandingkan dengan aktivitas GDH pada larutan contoh dengan bufer A dengan Na2 EDTA. Hasil yang telah dipaparkan menjelaskan secara umum bahwa adanya Na2 EDTA dalam larutan bufer A mempengaruhi aktivitas GDH yang dihasilkan sel bakteri. Hal ini dapat dilihat bahwa terjadi penurunan aktivitas GDH setelah ditambahkan MgSO4 pada aktivitas GDH sel E. coli KRGS dan Thermus sp. 1K dalam larutan bufer A dengan Na2EDTA, sedangkan aktivitas GDH sel B. subtilis KRGL tetap setelah ditambahkan MgSO4. Jika dibandingkan aktivitas GDH
setelah penambahan MgSO4 pada larutan bufer A dengan dan tanpa Na2EDTA, hanya sel E. coli KRGS yang aktivitas GDH-nya pada larutan bufer A tanpa Na2 EDTA lebih kecil dibandingkan pada larutan bufer A dengan Na2 EDTA, sedangkan pada kedua jenis bakteri lainnya, aktivitas GDH pada larutan bufer A tanpa Na2 EDTA lebih besar dibandingkan dengan aktivitas GDH dengan bufer A tanpa Na2 EDTA. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh pH larutan bufer. Ketiadaan Na2 EDTA pada larutan bufer A menurunkan nilai pH-nya dari 6 menjadi lebih asam yaitu 5, sedangkan diketahui pH optimum GDH untuk menghasilkan aktivitas yang optimum adalah antar pH 6,5-7 (Ito et al. 2002). Secara umum aktivitas GDH yang dihasilkan sel E. coli KRGS memiliki aktivitas yang tertinggi di antara ketiga bakteri (Gambar 9). B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K memiliki aktivitas GDH yang lebih kecil dapat dijelaskan jika ditinjau dari struktur dinding selnya. B. subtilis dan Thermus sp. adalah kelompok bakteri gram positif. Bakteri kelompok gram positif memiliki dinding sel yang lebih banyak mengandung peptidoglikan dibandingkan bakteri kelompok gram negatif (Gambar 10) (E. coli adalah salah satu contoh bakteri kelompok gram negatif). Peptidoglikan adalah komponen penyusun dinding sel yang berpengaruh terhadap kekuatan dan kepadatan dinding sel. Kuatnya dinding sel mengakibatkan sulitnya mengsekresikan enzim yang terdapat pada periplasma. Selain itu ruang periplasma pada bakteri gram positif tidak tegas terlihat seperti pada bakteri gram negatif sehingga protein periplasma, termasuk enzim GDH, yang dihasilkan tidak sebanyak yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif (Prescott et al. 2003).
Aktivitas GDH (umol NADPH/menit ml)
4.00E-02 3.50E-02
3.47E-02
3.00E-02 2.50E-02 2.00E-02
1.93E-02 1.45E-02
1.50E-02 1.00E-02
6.75E-03 2.89E-03
5.00E-03
5.79E-04
0.00E+00 E. coli KRGS
B. subtilis KRGL
Thermus sp. 1K
Bakteri Tanpa Na2EDTA
Gambar 9
Dengan Na2EDTA
Aktivitas GDH sel bakteri metode spektrofotometri.
(a)
(b) Gambar 10 Struktur dinding sel (a) Bakteri gram positif (b) Bakteri gram negatif.
Aktivitas GDH Sel Bakteri Metode Elektrokimia Metode Voltametri Metode elektrokimia yang digunakan untuk mengukur aktivitas GDH didasarkan pada reaksi redoks, yaitu pengukuran elektron yang dihasilkan pada proses oksidasi substrat glukosa dengan katalis GDH. GDH adalah enzim yang bersifat oksidoreduktase dan spesifik terhadap substrat glukosa dengan PQQ sebagai gugus prostetik dan Mg atau Ca sebagai zat pengaktif. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah bahwa arus yang dihasilkan merupakan arus yang berasal dari elektron yang dihasilkan pada proses reaksi oksidasi langsung glukosa membentuk asam glukonat dengan GDH sebagai katalis. Kemungkinan adanya elektron lain yang bukan berasal dari reaksi ini dan juga terukur sebagai arus bisa saja terjadi, mengingat pada sel bakteri terdapat enzim lain yang juga bersifat oksidoreduktase. Namun dengan kespesifikan GDH terhadap substrat dan gugus prostetik kemungkinan ini kecil sekali.
Lampiran 12 menunjukkan voltamogram siklik (VS) pada saat elektrode pasta karbon-sel E. coli KRGS digunakan untuk mengukur arus pada larutan bufer fosfat pH 6,5. Gambar 11 menunjukkan perbedaan puncak anoda dan katoda pada larutan bufer fosfat pH 6,5 (merah), bufer yang ditambahkan mediator Qo 5 mM dan substrat glukosa 10 mM (biru) dilanjutkan dengan penambahan gugus prostetik PQQ 4,6 ìM dan zat pengaktif MgSO 4 10 mM (ungu). Arus diukur pada kisaran potensial -0,4–0,5 V dengan laju payaran 10 mV/s. Larutan bufer fosfat tidak menghasilkan puncak oksidasi maupun reduksi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada akt ivitas yang dihasilkan pada larutan bufer fosfat. Puncak katoda yang menunjukkan reduksi Qo muncul secara signifikan setelah larutan bufer ditambahkan Qo dan glukosa, sedangkan puncak anoda yang menunjukkan terjadinya oksidasi glukosa muncul tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukkan belum terjadinya reaksi oksidasi glukosa karena enzim masih dalam keadaan inaktif. Penambahan PQQ dan MgSO 4 menyebabkan turunnya puncak katoda dan profil VS puncak anoda meningkat walaupun tidak dihasilkan puncak oksidasi yang signifikan.
meningkatnya puncak anode setelah penambahan gugus prostetik PQQ dan zat pengaktif Mg2+. Hasil yang diperoleh dari eksperimen ini belum dapat menentukan pada potensial berapa aktivitas GDH diukur dengan menggunakan metode amperometri. Oleh karena itu, eksperimen yang sama dilakukan dengan mengubah nilai pH larutan bufer fosfat menjadi 7. Gambar 12(a) menunjukkan VS pada larutan bufer fosfat pH 7. Profil VS tidak terlalu berbeda dengan VS pada larutan bufer pH 6,5. Penambahan PQQ dan MgSO 4 mengaktifkan GDH dan menghasilkan puncak anoda seperti ditunjukkan pada Gambar 12(b).
(a)
Gambar 11 Voltamogram siklik (VS) larutan bufer fosfat pH 6,5 (merah(1)); (1) + Qo 5 mM + glukosa 10 mM (biru(2)); (2) + PQQ 4,6 µM + MgSO 4 10 mM (ungu(3)), dengan menggunakan elektrode pasta karbon-sel E. coli, laju payaran 10 mV/s. Walaupun belum terdapat puncak oksidasi yang signifikan, tetapi dilihat dari bentuk voltamogram yang dihasilkan menunjukkan adanya aktivitas GDH yang ditandai dengan turunnya puncak katode dan
(b) Gambar 12 (a) VS larutan bufer fosfat pH 7 + Qo 5 mM + glukosa 10 mM + PQQ 4,6 ìM (biru); biru + MgSO 4 10 mM (merah) (b)VS larutan bufer fosfat pH 7 + Qo 5 mM + glukosa 10 mM + PQQ 4,6 ìM + MgSO 4 10 Mm (Gambar 12 (a) merah). Dengan menggunakan elektrode pasta karbon-E. coli KRGS, laju payaran 10 mV/s.
Puncak oksidasi muncul pada potensial 213 mV. Pengukuran aktivitas GDH dengan menggunakan metode amperometri selanjutnya dilakukan pada potensial tetap 213 mV. Metode Amperometri Pengukuran aktivitas GDH dengan metode amperometri dilakukan pada potensial tetap. Arus yang dihasilkan oleh aktivitas GDH dapat diamati pada rentang waktu tertentu. Aktivitas yang diukur didasarkan pada kondisi awal, yaitu arus konstan yang dihasilkan oleh larutan bufer fosfat sebelum penambahan mediator, substrat, gugus prostetik dan zat pengaktif. Gambar 13 menunjukkan aktivitas GDH E. coli KRGS yang diukur pada potensial 213 mV.
Gambar 13 Aktivitas GDH E. coli KRGS dengan penambahan (a) l arutan bufer fosfat pH 6; (b) Qo 5 mM dan glukosa 10 mM; (c) PQQ 4,6 ìM dan (d) MgSO 4 10 mM. Larutan bufer fosfat (a) menghasilkan arus yang tidak terlalu besar, saat 30 detik arus yang dihasilkan sebesar 0,002 µA mulai stabil. Penambahan Qo dan glukosa pada menit ke-1 (b) menaikkan arus hingga mencapai puncak sekitar 0,3 ìA dan cenderung menurun dan konstan pada menit ke-6. Arus yang dihasilkan ini merupakan respons akibat adanya penambahan, karena pada saat awal penambahan terjadi konsentrasi larutan pada permukaan elektrode. Setelah beberapa saat dilakukan pengadukan, larutan mulai homogen dan arus yang dihasilkan mulai stabil. Penambahan PQQ (c) pada menit ke-6 selanjutnya menaikkan arus secara signifikan selama kurang lebih 120 detik dan hingga menit ke-14 arus tetap
meningkat. Penambahan zat pengaktif MgSO 4 (d) kembali meningkatkan arus secara signifikan selama kurang lebih 180 detik, dan selanjutnya arus cenderung konstan (mencapai arus keadaan tunak) hingga menit ke-20. Arus yang dihasilkan pada saat larutan ditambahkan glukosa adalah sebesar 0,138 µA, dan arus keadaan tunak dicapai pada besar arus 2,341 µA, sehinga aktivitas GDH yang dihasilkan sejak penambahan substrat hingga mencapai arus keadaan tunak adalah sebesar 2,203 µA. Optimasi pH Larutan Bufer Fosfat Optimasi pH larutan bufer fosfat untuk kerja optimum GDH ditentukan dengan menggunakan metode amperometri. pH bufer fosfat yang digunakan adalah 5; 5,5; 6; 6,5 dan 7. Larutan bufer fosfat ditambahkan Qo, glukosa, PQQ dan MgSO4 berturut -turut, dan diamati perubahan arus yang terjadi. Hubungan waktu dan arus yang menggambarkan aktivitas GDH E. coli KRGS ditunjukkan pada Lampiran 13. Aktivitas GDH E. coli KRGS pada pH asam, di bawah pH 6 tampak mengalami penurunan aktivitas setelah penambahan MgSO 4 (panah e pada pH 5 dan panah d pada pH 5,5). pH larutan bufer yang optimum bagi aktivitas GDH E. coli KRGS adalah pH 6,5, seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pH 6,5, aktivitas GDH setelah ditambahkan zat pengaktif MgSO4 mengalami perubahan aktivitas tertinggi di antara nilai pH yang lain. Arus meningkat secara signifikan, yaitu sebesar lebih kurang 3,45 ìA dan mencapai puncak dalam waktu 60 detik dan cenderung konstan hingga mencapai waktu 8 menit. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ito et al.. Optimasi pH larutan bufer fosfat terhadap aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel E. coli K-12 (IFO3301) yaitu pada pH 6,5 -7 (Ito et al. 2002). Gambar 15 menunjukkan hubungan waktu dan aktivitas GDH yang diukur pada larutan bufer fosfat pH 6,5.
Gambar 14 Hubungan pH bufer fosfat dan aktivitas GDH E. coli KRGS.
Gambar 15 Hubunga n waktu dan arus aktivitas GDH E. coli KRGS pada larutan bufer fosfat pH 6,5 (a) bufer fosfat; (b) (a) + Qo 5 mM; (c) (b) + glukosa 10 mM; (d) (c) + PQQ 4,6 µM dan (e) (d) + MgSO 4 10 mM. Optimasi Konsentrasi Pyrollo Quinoline Quinone (PQQ) Optimasi konsentrasi PQQ juga dilakukan dengan menggunakan metode amperometri. Elektrode pasta karbon-sel E. coli KRGS diinkubasi dalam larutan bufer fosfat pH 6,5 yang mengandung glukosa 10 mM dan MgSO 4 10 mM selama 4 jam. Telah diketahui bahwa Mg2+ berperan sebagai zat pengaktif GDH yang dihasilkan sel E. coli KRGS, sehingga penginkubasian elektrode pada larutan bufer yang mengandung MgSO 4 diasumsikan bahwa akan dihasilkan aktivitas GDH yang maksimum setelah penambahan PQQ. Konsentrasi PQQ yang ditambahkan berkis ar 0,1 hingga 6,0 ìM. Waktu pengamatan maksimal adalah 30 menit. Hubungan antara waktu dan aktivitas GDH sel E. coli KRGS dengan berbagai konsentrasi PQQ disajikan pada Lampiran 14.
Penambahan PQQ ditunjukkan oleh panah b pada gambar. Variasi konsentrasi PQQ menimbulkan perbedaan dalam hal kenaikan arus yang menandakan adanya aktivitas GDH setelah ditambahkan PQQ dan waktu arus mencapai keadaan tunak , seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 memperlihatkan secara umum makin besar konsentrasi PQQ, maka semakin besar kenaikan arus dan aktivitas maksimum yang dihasilkan, serta semakin cepat waktu yang dibutuhkan arus untuk mencapai keadaan tunak. Hasil pengamatan aktivitas GDH untuk konsentrasi PQQ di bawah 1 ìM menunjukkan bahwa arus belum mencapai maksimum setelah dilakukan pengamatan selama lebih kurang 30 menit, sehingga disimpulkan bahwa dibutuhkan waktu yang sangat lama (lebih dari 30 menit) untuk arus mencapai keadaan tunak. Pengamatan terhadap konsentrasi PQQ di atas 1 ìM memperlihatkan bahwa semakin besar konsentrasi PQQ semakin cepat aktivitas mencapai maksimum dan semakin cepat dicapai arus keadaan tunak hingga pada konsentrasi PQQ 4,6 ìM, dan konsentrasi yang lebih besar lagi tidak memberikan perubahan terhadap kecepatan aktivitas GDH. Hal ini membutikkan bahwa GDH telah mencapai kapasitas penuh dalam berikatan dengan gugus prostetik PQQ dengan konsentrasi PQQ 4,6 ìM. Hubungan antara konsentrasi PQQ dan aktivitas GDH serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai arus keadaan tunak ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17. Tabel 4 Optimasi konsentrasi PQQ [PQQ] (ìM)
Kenaikan Arus (ìA)
0,1 1,5* 0,5 1,0* 1,2 1,6 2,3 3,0 4,6 5,5 6,0 4,5 Arus belum mencapai arus keadaan tunak
Waktu (menit) 30 30 14,5 6 6 5,5
6
5.5 4.5
4 3
3 2
konsentrasi glukosa optimum adalah 10 mM. Konsentrasi glukosa yang lebih tinggi dari 10 mM menghasilkan aktivitas yang cenderung konstan (Ito et al. 2002)
1.6
1.5
9
1
1 0 0.1
0.5
1.2
2.3
4.6
6
[PQQ] (uM) Kenaikan Arus
Aktivitas GDH (uA)
Arus (uA)
5
Gambar 16 Hubungan konsentrasi PQQ dan kenaikan arus hingga mencapai arus keadaan tunak.
8.03
8
7.63
7 6 5
4.52
4 3
2.74 1.91 1.2
2 1 0 0
10
Waktu (Menit)
30
40
50
30
25
Gambar 18 Hubungan konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH E. coli KRGS.
20 14.5
15 10
6
6
5.5
2.3
4.6
6
9
0 0.5
1.2
[PQQ] (uM) Waktu mencapai arus keadaan tunak
Gambar 17 Hubungan konsentrasi PQQ dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai arus keadaan tunak.
Aktivitas GDH (uA)
5
0.1
30
Aktivitas GDH
35 30
20
[Glukosa] (mM)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0
5
10
15
20
25
y = 0.3299x + 1.0925 [Glukosa] (mM) R2 = 0.9991 Aktivitas GDH Linear (Aktivitas GDH)
Optimasi Konsentrasi Substrat Glukosa Metode yang digunakan untuk optimasi konsentrasi substrat glukosa adalah metode amperometri. Elektrode pasta karbon-E. coli KRGS diinkubasi pada larutan bufer fosfat pH 6,5 yang mengandung PQQ 4,6 ìM dan MgSO 4 10 mM selama lebih kurang 2 jam. Elektrode yang telah diinkubasi selanjutnya digunakan untuk mengukur aktivitas GDH sel E. coli KRGS dengan menambahkan Qo dan substrat glukosa. Konsentrasi glukosa yang ditambahkan bervariasi yaitu antara 0,5 hingga 40 mM. Gambar 18 menunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat glukosa dan aktivitas GDH sel E. coli KRGS. Hubungan yang linear antara konsentrasi glukosa dan aktivitas GDH E. coli KRGS terjadi hingga konsentrasi glukosa mencapai 20 mM seperti ditunjukkan Gambar 19, dengan persamaan garis y = 0,3299x + 1,0925 dan R = 99,91%. Semakin besar konsentrasi glukosa maka aktivitas GDH semakin tinggi. Ketika konsentrasi glukosa di atas 20 mM aktivitas GDH cenderung konstan atau tidak bertambah. Jika diband ingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Ito et al. pada optimasi konsentrasi glukosa bagi aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel E. coli K-12 (IFO3301),
Gambar 19 Hubungan linear substrat glukosa dan aktivitas GDH E. coli KRGS. Bentuk kurva pada Gambar 18 menunjukkan aktivitas GDH yang sesuai dengan persamaan Michaelis-Menten: v = vmaks[S]/(Km +[S]). Michaelis menyatakan bahwa reaksi yang dikatalis oleh enzim pada berbagai konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh (Girindra 1993). Ketika konsentrasi di bawah 20 mM, reaksi berada pada fase pertama, yaitu ketika konsentrasi glukosa masih rendah, tidak semua sisi aktif GDH mengikat glukosa. Ketika konsentrasi glukosa mencapai 20 mM, aktivitas GDH mulai mencapai maksimum, yang berarti semua sisi aktif GDH telah mengikat glukosa dan penambahan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi tidak berpengaruh terhadap aktivitas glukosa. Kondisi ini menunjukkan reaksi berada pada
fase 2, yaitu ketika GDH telah bekerja dengan kapasitas penuh. Aktivitas GDH Sel Bakteri Aktivitas GDH yang dihasilkan dari masing-masing sel bakteri seperti ditunjukkan pada Gambar 20. Di antara ketiga sel bakteri E. coli KRGS memiliki aktivitas yang paling besar di antara ketiga sel bakteri. Perubahan aktivitas yang terjadi adalah sebesar 3,3052 ì A, yaitu perubahan aktivitas yang terjadi pada saat tercapainya arus keadaan tunak sebelum penambahan PQQ ke dalam larutan hingga tercapainya arus keadaan tunak setelah penambahan zat pengaktif MgSO4. Jika dibandingkan dengan aktivitas GDH E. coli pUCGCDI pada penelitian yang dilakukan oleh Ikeda et al., aktivitas GDH E. coli KRGS lebih besar. E. coli pUCGCDI memiliki aktivitas GDH sebesar 1 ìA (Ikeda et al. 1998). Sel B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K masing-masing mengalami kenaikan aktivitas sebesar 0,2006 dan 0,0163 ì A. 3.5000
3.3052
Arus (uA)
3.0000 2.5000 2.0000 1.5000 1.0000 0.5000
0.2006
0.0163
0.0000 E. coli KRGS
B. subtilis KRGL
Thermus sp. 1K
Sel Bakteri Aktivitas GDH Sel Bakteri
Gambar 20 Aktivitas GDH Sel Bakteri. Stabilitas Aktivitas GDH Sel Bakteri Selama 6 Jam Penggunaan amperometri juga dapat dilkukan untuk mengamati stabilitas dari aktivitas GDH pada sel bakteri. Pengukuran aktivitas GDH dilakukan langsung setelah elektrode pasta karbon yang diimobilisasi oleh sel bakteri E. coli KRGS, B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K. Setelah digunakan untuk mengukur aktivitas GDH, elektrode selanjutnya disimpan pada suhu 25 o C dengan direndam pada larutan NaCl 0,85%. Setelah 6 jam elektrode digunakan untuk mengukur aktivitas GDH kembali dan dilihat kestabilannya. Stabilitas GDH setelah 48 jam juga diamati pada elektrode pasta karbon yang diimobilisasi sel E. coli KRGS. Hubungan waktu dan arus yang menunjukkan aktivitas GDH sel bakteri yang
diukur pada menit ke-0 dan kestabilannya setelah 6 jam dan setelah 48 jam pada sel E. coli KRGS ditunjukkan pada Lampiran 15-17. Aktivitas GDH sel E. coli KRGS diukur langsung setelah sel diimobilisasi pada permukaan elektrode mencapai arus keadaan tunak 3,6278 ìA, yaitu mengalami kenaikan arus sebesar lebih kurang 3,305 ìA dari aktivitas setelah ditambahkan glukosa. Setelah 6 jam, aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel E. coli KRGS mencapai arus keadaan tunak selama 120 detik setelah ditambahkan glukosa dan mencapai 58% dari aktivitas maksimum. Kestabilan ini lebih rendah dibandingkan dengan kestabilan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh E. coli K-12 (IFO3301) yang mencapai kestabilan hingg 70% (Iswantini et al. 2000) Aktivitas GDH sel B. subtilis KRGL diukur langsung setelah sel diimobilisasi pada permukaan elektrode mencapai arus sebesar 0,335 ìA pada menit ke-30, yaitu mengalami kenaikan arus sebesar 0,2006 ìA dari besar arus setelah ditambahkan glukosa. Besar arus yang dicapai ini setelah pengamatan selama 30 menit belum mencapai kondisi arus keadaan tunak. Setelah 6 jam, aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel B. subtilis KRGL mencapai arus keadaan tunak selama 50 detik setelah ditambahkan glukosa dan mengalami kenaikan arus sebesar 0,1486 ì A pada menit ke-5. Arus keadaan tunak yang dicapai sebesar 74,08% dari arus yang dicapai pada pengukuran langsung setelah sel B. subtilis KRGL diimobilisasi pada permukaan elektrode setelah pengamatan 30 menit. Hasil ini memperlihatkan bahwa penambahan zat pengaktif meningkatkan aktivitas GDH walaupun aktivitas telah mencapai maksimum sebelum ditambahkan PQQ. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seperti E. coli KRGS, B. subtilis KRGL dapat menghasilkan gugus prostetik. Namun untuk mencapai aktivitas optimum, dibutuhkan waktu inkubasi dalam larutan yang mengandung zat pengaktif M g2+ lebih lama dibandingkan E. coli KRGS (dari Lampiran 16a ditunjukkan tidak tercapai arus keadaan tunak namun pada Lampiran 16b tercapai arus keadaan tunak setelah 6 jam walaupun hanya 74,08% dari aktivitas pada Lampiran 16a). Aktivitas GDH sel Thermus sp. 1K diukur langsung setelah sel diimobilisasi pada permukaan elektrode mencapai arus keadaan tunak selama 60 detik setelah ditambahkan zat pengaktif yaitu mengalami kenaikan arus sebesar 0,01625 ìA dari besar aktivitas setelah ditambahkan glukosa. Tidak ada
perubahan aktivitas setelah ditambahkan PQQ. Setelah 6 jam, aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel Thermus sp. 1K selama 180 detik setelah ditambahkan glukosa mengalami kenaikan arus sebesar 0,0045 ì A pada menit ke-5 yaitu sebesar 27,61% dari arus keadaan tunak pada pengukuran langsung setelah sel Thermus sp. 1K diimobilisasi pada permukaan elektrode. Hasil ini menunjukkan bahwa sama seperti GDH pada sel B. subtilis KRGL, penambahan zat pengaktif Mg2+ meningkatkan aktivitas GDH walaupun aktivitas telah mencapai maksimum sebelum ditambahkan PQQ. Gambar 21 menunjukkan perbandingan kestabilan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel bakteri. Aktivitas GDH yang dihasilkan oleh B. subtilis KRGL memiliki kestabilan tertinggi di antara ketiga sel bakteri, sedangkan yang terendah adalah sel bakteri Thermus sp. 1K. Tingginya kestabilan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh B. subtilis KRGL diduga karena kemampuan bakteri tersebut untuk membentuk endospora. Bakteri yang memiliki endospora mampu hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri yang tidak dapat membentuk endospora. Dengan semakin lamanya umur bakteri, diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan aktivitas enzim yang dihasilkan. Sedangkan rendahnya kestabilan aktivitas GDH yang dihasilkan oleh Thermus sp. 1K dapat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Thermus adalah bakteri kelompok bakteri termofilik yang hidup pada suhu optimum 50-70o C. Suhu penyimpanan di bawah suhu optimum diduga dapat mempengaruhi aktivitas GDH yang dihasilkan. 80
74.04
70
Arus (%)
60
58
50 40 27.61
30 20
metode spektrofotometri maupun metode elektrokimia. Aktivitas GDH yang diukur dengan metode elektrokimia pada pengukuran elektron yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi langsung glukosa membentuk asam glukonat dengan katalis GDH yang sepsifik terhadap substrat glukosa dengan PQQ sebagai gugus prostetik dan Mg2+ sebagai zat pengaktif. E. coli KRGS memiliki aktivitas GDH yang diukur pada potensial tetap 213 mV dengan menggunakan metode elektrokimiavoltametri. Aktivitas GDH sel E. coli KRGS optimum pada larutan bufer fosfat pH 6,5, konsentrasi glukosa 20 mM dan konsentrasi PQQ 4,6 ìM, yang diukur menggunakan metode amperometri. Kestabilan aktivitas GDH E. coli KRGS setelah 6 jam mencapai 58%. Aktivitas GDH pada sel B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K telah mencapai maksimum sebelum ditambahkan PQQ dan membutuhkan waktu inkubasi pada larutan yang mengandung zat pengaktif Mg2+ yang lebih lama dibandingkan E. coli KRGS untuk menghasilkan aktivitas yang maksimum (arus keadaan tunak). Aktivitas GDH pada sel B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K berturut-turut adalah 74,04% dan 27,61%.
SARAN Penelitian lebih lanjut terhadap potensi GDH sel B. subtilis KRGL dan Thermus sp. 1K seperti optimasi kosentrasi substrat, gugus prostetik dan zat pengaktif perlu dilakukan, terutama bagi Thermus sp. 1K yang merupakan jenis bakteri termofil yang banyak terdapat di Indonesia. Selain itu juga perlu dipelajari pengaruh suhu terhadap kestabilan enzim yang dihasilkan oleh sel bakteri dan parameter lain yang berpengaruh terhadap waktu penyimpanan (lifetime) suatu elektrode sel bakteri.
10 0 E. coli KRGS
B. subtilis KRGL
DAFTAR PUSTAKA
Thermus sp. 1K
Sel Bakteri Kestabilan Aktivitas GDH
Gambar 21 Kestabilan aktivitas GDH bakteri terhadap waktu.
sel
SIMPULAN Aktivitas GDH yang dihasilkan oleh sel bakteri E. coli KRGS memiliki aktivitas terbesar di antara ketiga bakteri baik dengan
[Anonim]. 1995. Eschericia coli. [terhubung berkala]. http://textbookofbacteriology. net/E. coli.html. [6 Agustus 2005]. Calvo
EJ, Danilowicz C. 1997. Amperometrics enzymes electrodes. Journal Brazilian Chemistry Society 8(6):563-574. [terhubung berkala]. http://jbcs.sbq.org.br/jbcs/1997/vol8_n 6/41.pdf. [23 Mei 2005].
Castillo J et al. 2004. Biosensors for life quality design, development and applications. Sensors and Actuators B 102:179-194. [terhubng berkala]. http://www.mattys.lth.se/yongle.Yu/hsu n/castillo2.pdf. [13 Maret 2005]. Clark LCJnr. 1956. Trans American Society Artificial Internal Or gans 2:41-48. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Peran diit dalam penanggulangan diabetes. [terhubung berkala]. http://www.gizi.ne t/makalah/Makalah%20Pekan%20DM. PDF. [4 Agustus 2005]. Desriani. 2003. PQQGDH (pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase) sebagai biosensor glukosa pada pengobatan penyakit diabetes mellitus. [terhubung berkala]. http://rudyct.topcit ies.com/pps702_71034/desriani.htm. [14 Maret 2005]. [DTI] Department of Trade Industry. 2001. Biosensor for industrial application: a review of biosensor technology. [terhubung berkala]. http://www.biowis e.org.uk/docs/2001/publications/biosen sor_review.pdf . [22 Mei 2005]. Duine JA, Frank J, Verwiel PEJ.1980. Structure and activity of the prostetic group of methanol dehydrogenase. European Journal Biochemistry 108: 187-192. [EBI]
European Bioinformatics Institute. 2005. IntEnz Enzyme Nomenclature. [terhubung berkala]. http://www.ebi.ac. uk/intenz/query?cmd=searchEC&ec=1. 1.5.2&status=OK. [5 November 2005].
Elias MD et al. 2001. C-terminal periplasmic domain of Escherichia coli kuinoprotein glucose dehydrogenase transfers electrons to ubiquinone. Journal Biology Chemistry 276(51): 48356 -48361. [terhubung berkala]. http://www.jbc.org/cgi/reprint/276/51/4 8356.pdf. [13 Maret 2005]. [ExPASy]. 2005. [terhubung berkala]. http://www.expasy.org/uniprot/Q5L2T 0. [16 Januari 2006]. Fiorito
P, Torresi S. 2001. Glucose amperometric biosensors based on the
co-immobilization of glucose oxidase (GOx) and ferrocene in poly(pyrrole) generated from ethanol/water mixtures. Journal Brazilian Chemistry Society 12(6):729-733. Girindra A. 1993. Erlangga.
Biokimia
I.
Jakarta:
Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Singapore: Mc-Graw Hill. Ikeda et al. 1998. Electrochemical monitoring of in vivo reconstitution of glucose dehydrogenase in Escherichia coli cells with externally added pyrroloquinoline quinone. Journal Electroanalytical Chemistry 449:219-224. Iswantini D, Kato K, Kano K, Ikeda T. 1998. Electrochemical measurements of glucose dehydrogenase activity exhibited by Escherichia coli cells; effects of the addition of pyrroloquinoline quinone, magnesium or calcium ions and ethylenediaminetetraacetic acid. Bioelectrochemistry and Bioenergetics 46: 249-254. Iswantini D, Kano K, Ikeda T. 2000. Kinetics and thermodynamics of activation of kuinoprotein apoenzyme in vivo and catalytic activity of the activated enzyme in Escherichia coli cells. Biochemistry Journal. 350:917-923. Ito Y, Yamazaki S, Kano K, Ikeda T. 2002. Escherichia coli and its application in a mediated amperometric glucose sensor. Biosensors and Bioelectronics 17:993998. IUPAC. 1997. Copendium of Chemical Terminology. Ed ke-2. [terhubung berkala]. http//www.iupac.org/goldboo k/B0063.pdf. [22 Mei 2005]. Jonge R de, Mattos MJT de, Stock JB, Neijessel OM. 1995. Pyrroloquinoline quinone, a chemotactic attractantfor Escherichia coli. Journal of Bacteriolo gy 178(4):1224-1226. [terhubung berkala]. www.molbio.princeton.edu/la bs/stock/IMAGES/PAPERS/1996_dejo nge_jbact_178_1224.pdf. [13 Maret 2005].
Lapenaite I et al. 2004. Some quinone derivatives as redox mediators for PQQ-dependent glucose dehydrogenase. Biologija 1 :20-22. [terhubung berkala]. http://images.katalogas.lt/mal eidykla/bio41/B-20.pdf. [4 Agustus 2005].
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1998a. Principles of Instrumental Analysis . Ed ke-5. Orlando: Saunders College.
Laurinavicius V, Razumiene J, Ramanavicius A, Ryabov AD. 2004. Wiring of PQQdehydrogenase. Biosensors and Bioelec tronics 20:1217-1222.
Stella J. 2000. Es cherichia soil microbiology. [terhubung berkala]. http:// soils1.cses.vt.edu/ch/biol_4684/Microb es/Ecoli.html. [6 Agustus 2005].
Liu J, Wang J. 2000. A novel improved design for the first-generation glucose biosensor. Food Technology Biotechnology 39(1):55-58. [terhubung berkala]. http://www.jagor.srce.hr.ftbrf d/39-55.pdf. [22 Mei 2005].
Todar K. 2002. Pathogenic E. coli. [terhubung berkala]. medic.med.uth.tmc.edu/path/0 0001497.htm. [6 Agustus 2005].
Matsushita K et al. 1997. Escherichia coli is unable to produce pyrroloquinoline quinine (PQQ). Microbiology 143:3149 -3156. [terhubung berkala]. http://mic.sgmjournals.org/cgi/reprint/1 42/10/3149.pdf. [13 Maret 2005]. McKee T, McKee JR. 2003. Biochemistry The Molecular Basis of Life. Ed ke-3. New York: Mc Graw -Hill. Nejem RM. 2004. Amperometric Biosensor of Enantioanalysis. [terhubung berkala]. http://upetd.up.ac.za/thesis/available/et d01242005/unrestricted/04chapter4.pdf . [8 November 2005]. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2003. Microbiology. Ed ke-5. Singapore: McGraw-Hill. Pudjaatmaka AH, Qodratillah MT.2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka. Rai
University. 2005. Immobilization of Enzymes. [terhubung berkala]. industrialbiotechnology/lecturenotes/lecture-21.pdf. [8 November 2005].
Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1998b. Fundamentals of Analytical Chemistry. Ed ke-7. Orlando: Saunders College.
Todar
K. 2005. The genus bacillius. [terhubung berkala]. http://textbookofb acteriology.net/Bacillus.html. [25 Juli 2005].
Turner APF. 1996. Biosensor: past, present and future. [terhubung berkala]. http://www.cranfield.ac.uk/biotech/chin ap.htm. [25 April 2005]. Wang J. 1994. Analytical Electrochemistry. New York: VCH. White D, Hegeman GD. 1998. Microbial Physiology and BiochemistryLaboratory a Quantitative Approach. New York: Oxford University Press. Wikipedia. 2005a. Bacillus subtilis. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/ wiki/Bacillus_subtilis . [25 Juli 2005]. Wikipedia. 2005b. Escherichia coli. [terhu bung berkala]. http://en.wikipedia.org/ wiki/Escherichia_coli. [6 Agustus 2005]. Wikipedia. 2006. Thermus aquaticus. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia .org/wiki/Thermus_aquaticus. [04 F ebruari 2006]. Worsfold PJ. 1995. Classification and chemical characteristic of immobilized enzymes. Pure & Applied Chemistry 87(4):597-600. [terhubung berkala]. www.iupac.org/publications/pac/1995/ pdf/6704x0597.pdf. [7 November 2005].
Yoshida H, Kojima K, Witarto AB, Sode K. 1999. Engineering a chimeric pyrolloquinoline quinone glucose dehydrogenase: improvement of EDTA tolerance, thermal stability and substrate specificity. Protein
Engineering 12:63-70. [terhubung berkala]. http://peds.oupjournals.org/cg i/reprint/12/1/63.pdf. [13 Maret 2005].
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir umum penelitian
Penanaman dan peremajaan mikrob
Panen Mikrob
Uji aktivitas enzim glukosa dehidrogenase
Metode Spektrofotometri Ë = 340nm
Metode Elektrokimia
Lampiran 2 Pembuatan media A. Media L.Broth (LB) agar miring 10g tripton + 5g yeast extract + 5g NaCl + 15g agar + 1L akuades diaduk hingga homogen dan dididihkan hingga mencair
Larutan media dipindahkan ke dalam beberapa tabung reaksi 3ml/tabung tabung ditutup dengan sumbat Sterilisasi dengan otoklaf selama 2 jam
Media didinginkan dan tabung ditempatkan pada rak miring hingga media padat B. Media LB cair 10g tripton + 5g yeast extract + 5g NaCl + 1L akuades diaduk hingga homogen dan dididihkan Wadah ditutup dengan sumbat
Sterilisasi dengan otoklaf selama 2 jam
Media didinginkan
Lampiran 3 Bagan alir kerja Mikrob
Tanam pada media LB agar miring Inkubasi 2 hari (37o C: E.coli, B.subtilis; 50oC: Geobacillus sp.)
Tanam pada 10 ml media LB cair (starter) Inkubasi s.d. OD (610 nm)min: 0,5 Inokulasi pada 50 ml media LB cair Inkubasi
Sentrifugasi (panen); Kec.10000rpm
Supernatan
Pelet (sel)
Resuspensi: + 20 ml NaCl 0,85% Suspensi sel
Uji aktivitas enzim glukosa dehidrogenase
Metode Spektrofotometri Ë = 340nm
Metode Elektrokimia
Lampiran 4 Pembuatan elektrode pasta karbon dan imobilisasi sel bakteri Parafin cair : grafit (1:2) Campuran digerus Pasta karbon Dimasukkan ke dalam badan elektrode hingga padat sampai permukaan Permukaan karbon dihaluskan dengan kertas minyak
10µL suspensi sel bakteri diimobilisasi pada permukaan elektrode pelarut diuapkan Permukaan elektrode dilapisi dengan membran dialisis
Tutup dengan jaring nilon dan ikat dengan parafilm
Elektrode disimpan dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) 5ºC jika tidak digunakan Lampiran 5 Elektrode rujukan, kerja, pembantu, dan sel elektrokimia
(a) Elektrode rujukan Ag/AgCl (b) Elektrode kerja pasta karbon-sel bakteri (c) Elektrode pembantu Pt.
Sel elektrokimia
Lampiran 6 Perlakuan larutan uji aktivitas GDH metode spektrofotometri Larutan
Perlakuan Tanpa penambahan Bufer A1 dengan Na2EDTA
Penambahan PQQ Penambahan PQQ dan MgSO 4
Tanpa penambahan Bufer A2 tanpa Na2EDTA
Penambahan PQQ Penambahan PQQ dan MgSO4
Blanko 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + akuades hingga 5 ml 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + PQQ 0,3 ìM 2 mL + akuades hingga 5 ml 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + PQQ 0,6 ìM 1 ml + MgSO4 3 mM 1 mL + akuades hingga 5 ml 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + akuades hingga 5 ml 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + PQQ 0,3 ìM 2 mL + akuades hingga 5 ml 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + PQQ 0,6 ìM 1 ml + MgSO4 3 mM 1 mL + akuades hingga 5 ml
Sampel 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + 175 ìL glukosa 1mM + akuades h ingga 5 mL 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakter + 2 mL PQQ 0,3 ìM + 175 ìL glukosa 1 mM 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + 1 mL PQQ 0,6 ìM + 1 mL MgSO4 3 mM + 175 ìL glukosa 1 mM 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + 175 ìL glukosa 1 mM + akuades hingga 5 mL 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakter + 2 mL PQQ 0,3 ìM + 175 ìL glukosa 1 mM 3 ml bufer A + 75 ìL suspensi bakteri + 1 mL PQQ 0,6 ìM + 1 mL MgSO4 3 mM + 175 ìL glukosa 1 mM
Keterangan: 1. Komposisi Bufer A: 0,1 M KCl; 10 mM MgCl2 ; 1 mM Na2EDTA; 0,25 mM NADP + 2. Komposisi Bufer A: 0,1 M KCl; 10 mM MgCl 2 ; 0,25 mM NADP +
Lampiran 7 Pembuatan larutan bufer fosfat Larutan bufer fosfat dibuat dengan menggunakan campuran garam K2HPO4 dan KH2 PO4. H3PO 4 H+ + H2PO4Ka 1 = 5,9 x 10- 3 + 2H2PO 4 H + HPO4 Ka 2 = 6,2 x 10- 8 2+ 3HPO4 H + PO4 Ka 3 = 4,8 x 10- 1 3 = [H+ ] [HPO42 -] [H2PO4-] Ka 2 = [HPO42-] + [H ] [H2 PO4-] = mol HPO 42mol H2 PO4Contoh perhitungan untuk membuat larutan bufer fosfat pH 6,5 [H+ ] = 10-6,5 mol HPO 42- = 6,2 x 10-8 = 6,2 x 10-8 = 0,2 = 1 mol H2PO410-6,5 3,1623 x 10-7 5 Ka 2
Maka, untuk membuat larutan bufer fosfat pH 6,5, garam KH 2PO4 dan K2 HPO4 ditimbang dengan perbandingan mol KH2 PO 4:K2 HPO4 = 1:5. Sebelum digunakan, pH larutan bufer faosfat ditepatkan dengan menambahkan HCl atau NaOH sedikit demi sedikit hingga pH larutan bufer fosfat tepat 6,5.
Lampiran 8 Aktivitas GDH sel bakteri metode spektrofotometri Bakteri
Persamaan garis
R (%)
Slope
Aktivitas GDH (µmol NADPH/menit mL)
Tanpa penambahan Penambahan PQQ
y = 7.10-5x - 0,0289 y = 0,0042x - 0,5976
99,94 75,00
7.10-5 0,0042
6,7524.10 -4 4,0514.10 -2
Penambahan PQQ dan MgSO4
y = 3.10-5x - 0,0036
80,00
3.10-5
3,4727.10 -2
Tanpa penambahan Penambahan PQQ
y = 0,0001x - 0,0326 y = 0,0001x - 0,0037
99,96 99,98
0,0001 0,0001
9,6463.10 -4 9,6463.10 -4
Penambahan PQQ dan MgSO4
y = 0,0002x + 0,0079
75,00
0,0002
1,9293.10 -3
Tanpa penambahan Penambahan PQQ
y = 0,0002x - 0,2828 y = 0,0003x - 0,422
99,99 100,00
0,0002 0,0003
1,9293.10 -3 2,8939.10 -3
Penambahan PQQ dan MgSO4
y = 0,0003x - 0,0022
87,21
0,0003
2,8939.10 -3
Tanpa penambahan Penambahan PQQ
y = 0,0010x + 0,104 y = 0,0010x + 0,0103
99,03 99,99
0,0010 0,0010
9,6463.10 -3 9,6463.10 -3
Penambahan PQQ dan MgSO4
y = 0,0007x + 0,3295
99,99
0,0007
6,7524.10 -3
Tanpa penambahan Penambahan PQQ Penambahan PQQ dan MgSO4
y = 0,0003x - 0,0409 y = 0,0010x - 0,0735 y = 6.10-5x + 0,0199
99,71 99,93 89,29
0,0003 0,0010 6.10-5
2,8939.10 -3 9,6463.10 -3 5,7878.10 -4
Tanpa penambahan Penambahan PQQ
y = -0,8450 y = 0,0037x - 0,79 y = 0,0015x - 0,7575
0,00 99,79
0,000 0,0037
0,0000 3,5691.10 -2
99,42
0,0015
1,4469.10 -2
Perlakuan
Bufer A dengan Na2EDTA E.coli KRGS Bufer A tanpa Na2EDTA
Bufer A dengan Na2EDTA B.subtilis KRGL Bufer A tanpa Na2EDTA
Bufer A dengan Na2EDTA Thermus sp. 1K Bufer A tanpa Na2EDTA
Penambahan PQQ dan MgSO4
Contoh perhitungan: A=E xcxl A = Absorban E = Koefisien ekstinsi NADPH (6,22 L/mmol cm) c = Konsentrasi NADPH ( ìmol/mL) l = panjang jalan sinar (1 cm)
A = slope (detik- 1) = 7 x 10-5 detik - 1 = 7 x 10 -5 detik - 1 x 60 detik/menit = 4,2 x 10 -3 menit - 1 A=Excxl 4,2 x 10-3 menit-1 = 6,22 L/mmol cm x 10 -3 mmol/mL Aktivitas = 4,2 x 10-3 menit - 1 / 6,22 L mmol- 1 = 6,7524 x 10 - 4 mmol menit- 1 L-1 = 6,7524 x 10-4 ìmol menit-1 mL-1
Lampiran 9 Aktivitas GDH E. coli KRGS Aktivitas (µmol NADPH /ml menit) Tanpa Penambahan +PQQ +PQQ+MgSO 4 6,7524 x 10-4 4,0514 x 10-2 3,4727 x 10-2 -4 -4 9,6463 x 10 9,6463 x 10 1.9293 x 10-2
Perlakuan Bufer A dengan Na2EDTA Bufer A tanpa Na2EDTA
0.0014 0.14
-0.017 -0.0175 0
50
100
150
200
0.001
0.1
-0.018 -0.0185
0.08
-0.019 -0.0195 -0.02
Absorbans
y = 7E-05x - 0.0289 R2 = 0.9994
Absorbans
Absorbans
0.0012
0.12
0.06 y = 0.0042x - 0.5976 R2 = 0.75
0.04 0.02 -0.02 0
-0.021
50
100
150
0 -0.0002
Aktivitas GDH
(a)
0.0004
200
-0.04 Waktu (s)
0.0006
0.0002
0
-0.0205
y = 3E-05x - 0.0036 R2 = 0.8
0.0008
(b)
Linear (Aktivitas GDH)
0
50
100
Aktivitas GDH
Waktu (s)
150
(c)
Linear (Aktivitas GDH)
200 Aktivitas GDH
Waktu (s)
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH E. coli KRGS bufer A dengan Na2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4. 10
20
30
40
50
60
Absorbans
-0.01 -0.015 -0.02
70 Absorbans
-0.005 0
y = 0.0001x - 0.0326 R2 = 0.9996
-0.025 -0.03
0.01 0.009 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0
0.02 y = 0.0001x - 0.0037 R2 = 0.9998
Waktu (s) Aktivitas GDH
(a)
Linear (Aktivitas GDH)
0.01 y = 0.0002x + 0.0079 R2 = 0.75
0.005 0 0
-0.035
0.015 Absorbans
0
20
40
60
80
100
Waktu (s) Aktivitas GDH
(b)
Linear (Aktivitas GDH)
120
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
(c)
Aktivitas GDH E. coli KRGS bufer A tanpa Na 2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4.
Lampiran 10 Aktivitas GDH B. subtilis KRGL Aktivitas (µmol NADPH /ml menit) Tanpa Penambahan +PQQ +PQQ+MgSO 4 1,9293 x 10-3 2,8939 x 10-3 2,8939 x 10-3 9,6463 x 10-3 9,6463 x 10-3 6,7524 x 10-3
Perlakuan
20
40
60
80
100
120
140
-0.376 -0.377145
160
150
155
160
165
170
175
180
185
-0.378
y = 0.0002x - 0.2828 R2 = 0.9999
-0.261 -0.262 -0.263 -0.264
-0.379 -0.38 y = 0.0003x - 0.422 R2 = 1
-0.381 -0.382
Absorbans
-0.256 -0.257 0 -0.258 -0.259 -0.26
Absorbans
Absorbans
Bufer A dengan Na2EDTA Bufer A tanpa Na2EDTA
-0.383 -0.384
-0.265 -0.266
0.018 0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0
-0.385
0
Waktu (s) Aktivitas GDH
y = 0.0003x - 0.0022 R2 = 0.8721
10
20
30
Waktu (s)
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH
40
50
60
70
Waktu (s)
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
(a) (b) (c) Aktivitas GDH B. subtilis KRGL bufer A dengan Na 2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4. 0.42
Absorbans
Absorbans
0.15 y = 0.001x + 0.104 R2 = 0.9903
0.1 0.05 0 0
20
40
60
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
80
0.41
0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
0.4 Absorbans
0.2
y = 0.001x + 0.0103 R2 = 0.9999
y = 0.0007x + 0.3295 R2 = 0.9999
0.39 0.38 0.37 0.36 0.35
0
50
100
150
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
200
0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
(a) (b) (c) Aktivitas GDH B. subtilis KRGL bufer A tanpa Na2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4.
Lampiran 11 Aktivitas GDH Thermusp. 1K Aktivitas (µmol NADPH /ml menit) Tanpa Penambahan +PQQ +PQQ+MgSO4 2,8939 x 10-3 9,6463 x 10-3 5,7878 x 10-4 0,0000 3,5691 x 10-2 1,4469 x 10-2
Perlakuan Bufer A dengan Na2EDTA Bufer A tanpa Na2EDTA 0 10
20
30
40
50
60
0 -0.01 0
70
20
30
40
50
0.0255
-0.02 y = 0.0003x - 0.0409 R2 = 0.9971
-0.015 -0.02 -0.025
Absorbans
Absorbans
-0.01
0.026 10
0.025 Absorbans
-0.005 0
-0.03 -0.04
y = 0.001x - 0.0735 R2 = 0.9993
-0.05
0.0245
-0.03
-0.06
0.023
-0.035
-0.07
0.0225
-0.04
0
-0.08 Waktu (s) Aktivitas GDH
y = 6E-05x + 0.0199 R2 = 0.8929
0.024 0.0235
20
40
Waktu (s)
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH
60
80
100
Waktu (s)
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
(a) (b) (c) Aktivitas GDH Thermus sp. 1K bufer A dengan Na 2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4. 0 -0.05 0
Absorbans
150
200
100
150
200
y = -0.845 R2 = 0
-0.6
-0.15 -0.2
Absorbans
50
-0.2 -0.4
100
-0.1 0
Absorbans
0
50
y = 0.0037x - 0.79 R2 = 0.9979
-0.25 -0.3 -0.35
-0.8
-0.4
-1
-0.45 Waktu (s)
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
-0.51 -0.515 0 -0.52 -0.525 -0.53 -0.535 -0.54 -0.545 -0.55 -0.555 -0.56 -0.565
50
100
150
200
y = 0.0015x - 0.7575 R2 = 0.9942
Waktu (s) Aktivitas GDH
Linear (Aktivitas GDH)
(a) (b) (c) Aktivitas GDH Thermus sp. 1K bufer A tanpa Na2EDTA (a) tanpa penambahan; (b) penambahan PQQ; (c) penambahan PQQ dan MgSO4.
Lampiran 12 Voltamogram siklis (VS) aktivitas GDH E. coli KRGS pH 6,5
(a)
(b) VS larutan bufer fosfat setelah di tambahkan (a) Qo dan glukos a; (b) (a)+PQQ dan MgSO 4.
Lampiran 13 Hubungan arus dan waktu pada optimasi pH larutan bufer fosfat metode amperometri a. pH 5
b. pH 5,5
Lanjutan c. pH 6
d. pH 6,5
Lanjutan e. pH 7
Lampiran 14 Hubungan arus dan waktu pada optimasi konsentrasi PQQ metode amperometri a. [PQQ] = 0,1µM
Lanjutan b. [PQQ] = 0,5 µM
c. [PQQ] = 1,2 µM
Lanjutan d.[PQQ] = 2,3 µM
e. [PQQ] = 4,6 µM
Lanjutan f. [PQQ] = 6,0 µM
Lampiran 15 Hubungan waktu dan aktivitas GDH E. coli KRGS pada kestabilan aktivitas GDH E. coli KRGS a. Menit ke-0
Lanjutan b. Setelah 6 jam
Lampiran 16 Hubungan waktu dan aktivitas GDH B. subtilis KRGL pada kestabilan aktivitas GDH B. subtilis KRGL a. Menit ke-0
Lanjutan b. Setelah 6 jam
Lampiran 17 Hubungan waktu dan aktivitas GDH Geobacillus sp. pada kestabilan aktivitas GDH Thermus sp. 1K a. Menit ke-0
Lanjutan b. Setelah 6 jam
22
23
24
25
26
27