AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SERTA PEMANFAATANNYA PADA PRODUK PERSONAL HYGIENE
SKRIPSI
DAYU DIAN PERWATASARI F34070101
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
STUDY OF ANTIOXIDANT AND ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF LEAF AND TWIG EXTRACTS OF JARAK PAGAR (Jatropha Curca L) AND ITS UTILIZATION IN PERSONAL HYGIENE PRODUCT KAJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) SERTA PEMANFAATANNYA PADA PRODUK PERSONAL HYGIENE Dayu Dian Perwatasari1)*, Chilwan Pandji1), Dwi Setyaningsih1,2) 1)
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220 Jawa Barat, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM-Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No. 1, Bogor.
ABSTRACT The development of jarak pagar (Jatropha curcas L) in Indonesia need to be followed by the optimum utilization of all parts of the plants, including the leaves and twigs. Assessment of antioxidant and antimicrobial activity of leaves and twigs extract/extract fraction of Jatropha curcas L and their use in personal hygiene products, is an effort to increase added value of Jatropha curcas’s leaves. Extract of Jatropha curcas in this study were obtained trough a solvent extraction process using ethanol 96% by the method of soxhlet and maceration. Extract fraction obtained by performing advanced stages in the extract called fractination. Antioxidant activity was analized by using DPPH method at concentration of 4, 6, 8, 10, 12, and 20 ppm. While the analysis of antimicrobial activity performes by well diffusion method against Candida albicans, Microsporum gypseum, and Pseudomonas aeruginosa at the concentration of extract/extract fraction 1, 2, and 3%. The result showed that crude extract of maceration and ethyl acetate fraction of soxhlet have the highest antioxidant activity with IC 50 values of 7.2 and 7.8 ppm where this values were not significantly different. In other side, the result of antimicrobial activity indicated the present of antimicrobial inhibitory of maceration crude extract against Microsporum gypseum. It proved by the formation of clear zones of inhibition around the wells with diameter of 12, 14, and 20 mm for concentration 1, 2, and 3%. The ethyl acetate fraction showed the inhibitory against Microsporum gypseum only at concentration of 3% extract with diameter of inhibitory zones 14 mm. The extract/extract fraction showed no inhibitory activity against other microbes. Utilization of selected extract fraction applied to one of personal hygiene product, transparent soap, by utilizing its antioxidant activity. Soap with the addition of ethyl acetate fraction of Jatropha curcas at a concentration level of 1.0% produces soap with antioxidant activity of 37.25% and the rate of foam stability about 83.23%. Keywords: Jatropha curcas L, antioxidant, antimicrobial
Dayu Dian Perwatasari. F34070101. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Fraksi Ekstrak Daun dan Ranting Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. ) serta Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Dwi Setyaningsih. 2011.
RINGKASAN Perkembangan jarak pagar sebagai salah satu tanaman penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia cukup pesat. Sayangnya saat ini pemanfaatan jarak pagar lebih difokuskan pada bagian buah dan biji untuk diambil minyaknya. Padahal, tiap tahunnya tanaman jarak pagar selalu mengalami pemangkasan yang akan menghasilkan limbah berupa daun dan ranting. Hal ini tentunya menimbulkan masalah berupa tidak termanfaatkannya bagian daun dan ranting tersebut. Salah satu cara untuk menemukan solusi dalam pemanfaatan seluruh bagian tanaman jarak pagar khususnya bagian daun dan ranting adalah dengan melakukan penelitian-penelitian terhadap bagian tanaman tersebut. Oleh karena itu, penelitian mengenai kajian aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar serta pemanfaatannya pada produk personal hygiene ini dilakukan sebagai salah satu upaya menemukan solusi permasalahan di atas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antioksidan dan antimikroba dari ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar serta melihat potensi penerapan kedua sifat tersebut pada salah satu produk personal hygiene. Penelitian dilakukan di laboratorium SBRC (Surfactan and Bioenergy Research Center) dan laboratorium DIT departemen Teknologi Industri Pertanian IPB pada bulan Februari sampai Oktober 2011. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daun dan ranting jarak pagar (Jatropha curcas L) dari kebun Lewikopo. Daun dan ranting tersebut mengalami perlakuan hingga menjadi serbuk, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode ekstraksi soxhlet dan maserasi. Adapun fraksi ekstrak diperoleh dengan melakukan proses fraksinasi/partisi cair-cair terhadap ekstrak kasar soxhlet menggunakan pelarut etanol-air (2:3) dan etil asetat. Sementara itu, pengukuran aktivitas antioksidan dan antimikroba dilakukan terhadap keempat sampel uji yaitu ekstrak kasar soxhlet, fraksi etanol air, fraksi etil asetat, dan ekstrak kasar maserasi. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH pada tujuh tingkat kosentrasi sampel yaitu 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 20 ppm yang kemudian dihitung nilai IC50 dari masing-masing ekstrak/fraksi ekstrak. Adapun pengukuran aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi sumur terhadap Candida albicans dan Microsporum gypseum, serta metode disc diffusion terhadap Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi ekstrak/fraksi ekstrak yang digunakan pada pengukuran aktivitas antimikroba adalah 1, 2, dan 3%. Ekstrak dan fraksi ekstrak selanjutnya dianalisis kandungan zat-nya dengan metode GC-MS untuk mengetahui senyawa-senyawa yang bertanggung jawab terhadap kedua aktivitas tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan hasil bahwa keempat sampel uji memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 kurang dari 50 ppm. Aktivitas tertinggi dimiliki oleh ekstrak kasar maserasi dengan nilai penghambatan sebesar 93.19% pada konsentrasi 20 ppm dan nilai IC50 sebesar 7.2 ppm. Sedangkan diantara ekstrak/fraksi ekstrak hasil metode soxhlet, aktivitas tertinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat dengan nilai penghambatan sebesar 90.90% pada konsentrasi 20 ppm dan nilai IC50 sebesar 7.8 ppm. Nilai penghambatan (aktivitas antioksidan) antara ekstrak kasar maserasi dan fraksi etil asetat soxhlet tidak berbeda nyata secara statistika. Bila dibandingkan dengan antioksidan pembanding yaitu vitamin C, nilai IC50 kedua sampel uji ini tergolong lebih rendah. Nilai IC50 vitamin C adalah 9.0 ppm. Nilai yang lebih tinggi ini menandakan bahwa aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh vitamin C lebih rendah bila dibandingkan dengan aktivitas antioksidan ekstrak kasar maserasi dan fraksi etil asetat soxhlet. Hal ini dikarenakan besarnya nilai IC50 berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan suatu zat. Adapun untuk analisis antimikroba, ekstrak kasar maserasi menunjukkan penghambatan terhadap fungi Microsporum gypseum. Aktivitas antimikroba ini terlihat dari terbentuknya zona bening disekitar sumur baik pada konsentrasi ekstrak 1%, 2%, dan 3% dengan diameter 12 mm, 14 mm, dan 20 mm serta indeks sebesar 0.2, 0.4, dan 1.0. Selain itu, fraksi etil asetat juga menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap Microsporum gypseum pada konsentrasi 3% dengan diameter hambat 14 mm dan indeks sebesar 0.4.
Analisis GC-MS dilakukan pada keempat ekstrak untuk mengetahui kandungan senyawa-senyawa didalamnya yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dan antimikroba. Hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa ekstrak kasar maserasi mengandung beberapa senyawa golongan fenol yaitu n'phenylisobutyrohydrazide, phenylthiotrimethylsilane, dan diphenylchlorophosphine yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan, serta senyawa 2-[5-(1,1-Dimethylethoxy) Bicyclo [4.4.1] Undeca2,4,6,8,10-Pentaen-2-Yl]-1,5,6-Trimethyl 1h-benzimidazole dari golongan azole yang memiliki aktivitas antifungi. Sementara itu, fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin dan hexadecanoic acid yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan serta senyawa phytol, phytol isomer, dan gamma sitosterol yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikroba. Pengembangan sabun batang transparan berbasiskan fraksi etil asetat merupakan salah satu cara pemanfaatan terhadap daun dan ranting jarak pagar. Sabun dengan penambahan fraksi etil asetat jarak pagar pada tingkat konsentrasi 1.0% menghasilkan sabun dengan aktivitas antioksidan sebesar 37.25% dan tingkat kestabilan busa sebesar 83.23%. Adapun sabun dengan penambahan kontrol berupa BHT (antioksidan sintetik) menghasilkan sabun dengan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi sebesar 67.70% dan tingkat kestabilan busa yang lebih rendah sebesar 66.16%.
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. ) SERTA PEMANFAATANNYA PADA PRODUK PERSONAL HYGIENE
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DAYU DIAN PERWATASARI F34070101
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NRP
: Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Fraksi Ekstrak Daun dan Ranting Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. ) serta Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene : Dayu Dian Perwatasari : F34070101
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
(Drs. Chilwan Pandji S. Apth, M.Sc) NIP 19491209 198011 1 001
(Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si) NIP 19700103 199412 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 27 Desember 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Fraksi Ekstrak Daun dan Ranting Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. ) serta Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011 Yang membuat pernyataan
Dayu Dian Perwatasari F34070101
© Hak cipta milik Dayu Dian Perwatasari, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Insititut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, microfilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Dayu Dian Perwatasari lahir di Yogyakarta, 01 Oktober 1989 dari pasangan Bapak Ir. Yulnoma Satria dan Ibu Ida Mariyanti SP, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 15 Kota Jambi (2001), SMP Negeri 7 Kota Jambi (2004), dan SMA Negeri 1 Kota Jambi (2007). Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Provinsi Jambi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama sebagai sekretaris Divisi Pengembangan Minat dan Bakat (2007-2008), Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai sekretaris I (20082010) dan Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Jambi (OMDA HIMAJA) sebagai anggota (2007-2011). Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Satuan Operasi pada tahun 2010, asisten praktikum mata kuliah Bioproses pada tahun 2011, dan asisten mata kuliah Teknik Optimasi pada tahun 2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan praktik lapang di PTPN VI Unit Pabrik Kelapa Sawit PSB I Pinang Tinggi, Jambi dengan judul laporan “Mempelajari Aspek Teknis dan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit di PSB I Pinang Tinggi, Jambi”.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kelimpahan karunia dan ilmu-Nya, serta shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Fraksi Ekstrak Daun dan Ranting Jarak Pagar (Jatropha curcas L) serta Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene ”. Penulis telah dibantu oleh banyak pihak dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Mama dan Papa tersayang atas semangat dan doa yang selalu diberikan, Bain dan Kak Ryan atas semangat dan nasehat yang membangun, serta adikku Nita atas canda tawanya. 2. Drs. Chilwan Pandji, S.Apth, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik I yang telah memberikan arahan, motivasi, semangat dan doa terhadap penulis dalam menyelesaikan pendidikannya di TIN. 3. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik II yang telah membantu penulis dalam berbagai kegiatan akademik termasuk penelitian dan penyusunan skripsi ini. 4. Seluruh teknisi dan laboran Laboratorium LDIT, Teknologi Kimia, Pengawasan Mutu, Pengemasan, dan Bioindustri Departemen Teknologi Pertanian atas bantuan dan pengarahannya. Terutama untuk Bu Ega yang selalu bersedia menerima keluh kesah dan membantu kami semua, terimakasih Bu. 5. Mbak Wiwin atas bimbingan, nasehat, waktu, masukan, dan segala hal yang diberikan dalam rangka membantu penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. 6. Seluruh civitas SBRC atas bantuannya selama bekerja disana. 7. Imam Nur Pratomo atas tenaga, materi, waktu, dan segala bantuan serta dukungannya selama ini. 8. Teman-teman baikku, Lala, Eko, Eki, Kyo, Rahman serta seluruh keluarga besar TIN 44 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua pengalaman berkesan selama 3 tahun ini. 9. Sahabatku Dyah, Dita, Septi, Liza, dan Ria. 10. Teman-teman SQ (Dudu, Hana, Lia, Fitrah, Fida, Orin, Lina, Upeh, Nia dan Septi) atas keceriannya selama ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan dalam skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2011
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. vii I. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 1 B. TUJUAN .......................................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3 A. JARAK PAGAR .............................................................................................................. 3 B. EKSTRAKSI .................................................................................................................... 5 C. ANTIOKSIDAN .............................................................................................................. 7 D. ANTIMIKROBA ........................................................................................................... 11 E. CANDIDA ALBICANS, MICROSPORUM GYPSEUM, DAN PSEUDOMONAS AERUGINOSA.................................................................................. 12 F. PERSONAL HYGIENE DAN SABUN TRANSPARAN ............................................... 13 III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................... 15 A. ALAT DAN BAHAN .................................................................................................... 15 B. METODE PENELITIAN ............................................................................................... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................... 21 A. EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI BAHAN................................................................. 21 B. KOMPOSISI SENYAWA EKSTRAK/FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR ......................................................................................... 24 C. ANALISIS TOTAL FENOL.......................................................................................... 28 D. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR ......................................................................................... 31 E. AKTIVITAS ANTIMIKROBA ..................................................................................... 36 F. UJI COBA DALAM PRODUK KOSMETIK ............................................................... 41 V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 46 A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 46 B. SARAN .......................................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 48 LAMPIRAN................................................................................................................................... 53
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil analisis kadar air, abu, lemak, dan protein serbuk daun dan ranting Jatropha curcas Linn kering .............................................................................................................................. 21 Tabel 2. Rendemen (bb) ekstrak kasar soxhlet, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat terhadap simplisia uji ........................................................................................................................... 23 Tabel 3. Senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak/fraksi ekstrak soxhlet daun dan ranting jarak pagar soxhlet .................................................................................................................................... 25 Tabel 4. Aktivitas biologis beberapa senyawa pada Jatropha curcas Linn dan Solanum surattense ... 26 Tabel 5. Senyawa yang teridentifikasi pada ekstrak kasar maserasi dengan metode analisis GC-MS.. 28 Tabel 6. Nilai IC50 sampel dan vitamin C ........................................................................................... ..34 Tabel 7. Rataan diameter zona bening yang terbentuk pada uji antimikroba ...................................... ..41 Tabel 8. Karakteristik sabun batang transparan .................................................................................. ..43 Tabel 9. Uji kesukaan terhadap sabun batang transparan...................................................................... 43
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.
Percabangan tanaman jarak pagar ....................................................................................... 4 Hasil pemangkasan tanaman jarak pagar............................................................................. 4 Reaksi penghambatan oleh antioksidan primer terhadap radikal lipid .............................. 10 Struktur kimia DPPH dari bentuk radikal bebas menjadi bentuk non radikal ................... 10 Ekstraksi, fraksinasi,dan pengujian ekstrak/fraksi ekstrak dari jarak pagar ...................... 16 Aplikasi ekstrak/fraksi ekstrak terpilih pada sabun transparan ......................................... 17 Campuran serbuk daun dan ranting jarak pagar sebelum (A) dan setelah (B) proses ekstraksi ................................................................................................................. 21 Gambar 8. Ekstrak kasar, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat. ....................................................... 24 Gambar 9. Histogram kandungan total fenol ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar .................................................................................................................................. 29 Gambar 10. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar ... 32 Gambar 11. Aktivitas antioksidan fraksi etanol air (a), ekstrak kasar soxhlet (b), fraksi etil asetat (c), ekstak kasar maserasi (d), dan vitamin C (e) pada konsentrasi 4-12 ppm ........................ 34 Gambar 12. Aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans pada tingkat konsentrasi ekstrak 1% (A), 2% (B), dan 3% (C) ................................................................................................... 37 Gambar 13. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar maserasi ulangan I (A), ulangan II (B), dan ulangan III (C) terhadap Microsporum gypseum ............................................................... 38 Gambar 14. Hasil uji aktivitas antimikroba fraksi etil asetat soxhlet ulangan I (A), ulangan II (B), dan ulangan III (C) terhadap Microsporum gypseum ............................................................... 38 Gambar 15. Zona bening yang terbentuk oleh mikroorganisme pengkontaminasi ............................... 39 Gambar 16. Aktivitas antimikroba ekstrak kasar soxhlet (A), fraksi etanol air (B), fraksi etil asetat (C), dan ekstrak kasar maserasi (D) terhadap Pseudomonas aeruginosa ........................... 40 Gambar 17. Produk sabun batang transparan dengan penambahan fraksi etanol air (A) dan fraksi etil asetat (B) jarak pagar ........................................................................................................ 42 Gambar 18. Penyimpanan sabun batang transparan .............................................................................. 42 Gambar 19. Sabun dengan respon kesukaan terhadap warna dan aroma tertinggi................................ 44 Gambar 20. Nilai pH sabun dengan penambahan fraksi jarak pagar pada pengamatan H-1, H-2, dan H-3 ............................................................................................................................. 44 Gambar 21. Nilai persen penghambatan (daya antioksidan) sabun dengan penambahan fraksi jarak pagar pada pengamatan H-1, H-2, dan H-3 ....................................................................... 45
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. ......................... 54 Lampiran 2. Prosedur analisa sabun ...................................................................................................... 56 Lampiran 3. Hasil analisis total fenol.................................................................................................... 57 Lampiran 4. Perhitungan daya antioksidan sampel uji.......................................................................... 68 Lampiran 5. Perhitungan nilai IC50 sampel uji dan vitamin C .............................................................. 60 Lampiran 6. Hasil uji antimikroba ........................................................................................................ 61 Lampiran 7. Hasil analisis statistika ..................................................................................................... 62 Lampiran 8. Hasil analisis GC-MS ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar .............. 69
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pengembangan jarak pagar sebagai salah satu tanaman penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia cukup pesat. Terlebih setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan BBN. Keunggulan yang dimiliki oleh tanaman jarak pagar menyebabkan pesatnya perkembangan jarak pagar sebagai bahan baku BBN. Keunggulan tersebut antara lain merupakan tanaman tropis yang mudah dibudidayakan dan mampu beradaptasi dengan lahan kering, mempunyai kandungan minyak yang tinggi, serta tidak termasuk dalam tanaman pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan baku energi diharapkan tidak mengganggu stabilitas harga pangan. Demam jarak pagar sebagai bahan baku BBN membuat banyak kalangan hanya memfokuskan pemanfaatan tanaman ini pada bagian buah dan biji untuk diambil minyaknya. Padahal, tingginya minat dan penanaman terhadap tanaman jarak pagar akan lebih bermanfaat bila diikuti dengan pemanfaatan yang maksimal terhadap seluruh bagian tanamannya. Salah satu bagian tanaman jarak pagar yang berpotensi untuk dikembangkan adalah daun jarak pagar. Daun dapat diperoleh saat dilakukan pemangkasan terhadap tanaman jarak pagar. Pemangkasan itu sendiri dilakukan untuk mengontrol pembentukan cabang yang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji. Pemangkasan ini dilakukan pada akhir tahun pertama dan akhir tahun kedua dengan memotong bagian tanaman sehingga hanya tersisa 30 cm sampai 1/3 bagian tanaman dari tanah. Pemangkasan juga dilakukan pada tahun-tahun berikutnya untuk menjaga jumlah cabang agar tidak melebihi 60 cabang per pohon. Selama ini daun jarak biasa digunakan sebagai alternatif pengobatan tradisional. Selain untuk menurunkan panas, daun jarak juga biasa digunakan untuk menghilangkan kembung, mengobati diare, gatal-gatal, dan borok kronis. Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap daun jarak menunjukkan bahwa ekstrak daun jarak memiliki aktivitas antimikroba. Menurut Pase (2009), berdasarkan uji antimikroba dengan metode difusi sumur terhadap bakteri uji S. aureus dan E.coli, sabun jarak, baik yang berbentuk opaque maupun transparan mempunyai aktivitas antimikroba lebih tinggi daripada sabun kelapa maupun sabun antimikroba yang beredar di pasaran. Nurmillah (2009) dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa ekstrak metanol dan heksan dari daun dan ranting jarak pagar menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap E. coli dan S. aureus dengan diameter hambat > 6 mm menggunakan metode uji difusi sumur. Tanaman umumnya mengandung berbagai senyawa aktif dan metabolit sekunder yang dapat berfungsi sebagai zat antimikroba dan antioksidan. Menurut Naengchomong et al. (1994) senyawa kimia yang terisolasi dari bagian daun dan ranting jarak pagar meliputi siklik triterpene stigmasterol, kampesterol, β-sitosterol dan 7-keto-β-sitosterol. Senyawa-senyawa tersebut diduga bertanggung jawab terhadap efek antimikroba dari ekstrak daun jarak. Selain itu, bagian daun dan ranting juga mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan. Ehsan et al. (2011) dalam penelitiannya menemukan adanya kehadiran senyawa asam galat dan pyrogallol (golongan fenolik), rutin dan myrcetin (golongan flavonoid), serta daidzein (golongan isoflavonoid) dari hasil analisis HPLC terhadap ekstrak metanol jarak pagar. Metabolit lainnya yang berhasil dideteksi dengan GC-MS yaitu 2-(hydroxymethyl)-2nitro-1,3-propanediol, β-sitosterol, 2 furancarboxaldehyde 5-(hydroxymethy) dan acetic acid pada ekstrak metanol.
1
Adapun pada ekstrak air ditemukan senyawa 2-furancarboxaldehyde, 5-(hydroxymethy), acetic acid dan furfural (2-furancarboxaldehyde). Ekstrak metanol dan ekstrak air dari jarak pagar ini menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Windarwati (2011) juga menunjukkan bahwa fraksi metanol ekstrak daun jarak pagar mengandung senyawa berupa 2,3-dihydro-3,5 – dihydroxy-6-methyl 4-Phyran-4-one yang merupakan produk reaksi Maillard yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dari fraksi ini. Selain itu terdapat pula senyawa nhexadecanoid acid dan 2-furancarboxaldehyde, 5-hydroxymethyl yang juga bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Adanya senyawa-senyawa yang memberi efek antimikroba dan antioksidan pada daun jarak pagar perlu dikaji lebih lanjut serta dapat dimanfaatkan untuk membuat produk-produk personal hygiene seperti shampoo dan sabun. Tindakan ini akan meningkatkan added value dari jarak pagar itu sendiri karena selain nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, produk personal hygiene juga digunakan oleh hampir seluruh masyarakat sehingga akan menjadi produk yang berdaya jual di pasaran. Pada penelitian ini akan dikaji mengenai aktivitas antioksidan serta antimikroba dari ekstrak jarak pagar. Aktivitas antimikroba akan dilihat dari besarnya penghambatan esktrak dan fraksi ekstrak terhadap beberapa jenis fungi dan mikroba yang umumnya menyerang kulit, rambut, ataupun kuku manusia seperti Candida albicans, Microsporum gypseum, dan Pseudomonas aeruginosa. Fraksi eksrak dengan aktivitas antioksidan dan antimikroba terbaik selanjutnya akan dikembangkan menjadi salah satu produk personal hygiene.
B. TUJUAN 1. 2. 3.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: Mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar. Mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar terhadap Candida albicans, Microsporum gypseum, dan Pseudomonas aeruginosa. Mengetahui potensi penerapan sifat antioksidan dan antimikroba fraksi ekstrak jarak pagar pada produk personal hygiene.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JARAK PAGAR Jarak termasuk dalam keluarga Euphorbiaceae. Di Indonesia setidaknya ada empat jenis pohon jarak yang pernah tercatat, yakni jarak kaliki/kastor (Ricinus communis), jarak pagar (Jatropha curcas L.), jarak gurita (Jatropha multifida), dan jarak landi (Jatropha gossypifolia) (Tim Jarak Pagar RNI 2006). Menurut Hyene (1987), klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas Linn Tanaman jarak pagar telah dikenal masyarakat Indonesia, meski manfaat jarak pagar hanya diketahui oleh masyarakat sebagai tanaman obat tradisional dan pagar hidup. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan ketinggian 1-7 m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berbentuk kayu silindris. Daun tanamannya berlekuk dan bersudut tiga atau lima. Panjang daun berkisar antara 5-15 cm dengan tulang daun menjari (Hambali et al. 2007). Buah tanaman jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2-3 cm. Panjang buah 2 cm, dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah jarak terbagi atas tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna coklat kehitaman. Biji mengandung minyak dengan kadar 30-50% (Hambali et al 2007). Jarak pagar tidak memerlukan banyak perawatan dan relatif tidak banyak membutuhkan air. Jarak pagar bisa beradaptasi pada daerah dengan curah hujan rata-rata 480-2380 mm per tahun. Namun, curah hujan yang cocok antara 200-1500 mm per tahun. Tumbuhan ini juga bisa bertahan hidup di musim kemarau panjang dengan cara menggugurkan daun. Ketinggian lahan yang dibutuhkan untuk tumbuh yaitu 300 m di atas permukaan laut. Jarak pagar tidak memerlukan banyak pupuk dan dapat beradaptasi pada suhu udara yang tinggi (Prihandana dan Hendroko 2007). Syakir (2008) mengemukakan bahwa pada proses perawatan tanaman jarak pagar, salah satu tahapan yang penting adalah pemangkasan. Pemangkasan ini bertujuan untuk memperoleh cabang produktif dan memperkuat struktur fisik tanaman yang berbentuk perdu dan bersifat succulent. Ada dua bentuk pemangkasan yang perlu dilakukan pada tanaman jarak pagar yaitu pemangkasan untuk membentuk cabang-cabang produktif dan pemangkasan cabang-cabang vegetatif. Pada pertumbuhan awal di lapangan, jarak pagar akan membentuk cabang-cabang vegetatif yang dicirikan dengan ukuran cabang lebih panjang dengan jumlah daun 20-25 lembar dibandingkan dengan cabang produktif yang lebih pendek dengan jumlah daun 6-8 lembar. Percabangan tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B.
3
Gambar 1. Percabangan tanaman jarak pagar (sumber: Syakir 2008) Pemangkasan pada tanaman jarak pagar terutama ditujukan untuk membentuk kanopi tanaman seperti semak atau payung. Hal ini penting karena tanaman jarak pagar berbunga terminal, sehingga jumlah cabang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji. Untuk itu, pada akhir tahun pertama perlu dilakukan pemangkasan pertama dengan memotong tanaman hingga tersisa hanya 30 cm dari permukaan tanah, untuk merangsang pertumbuhan cabangcabang. Hasil pemangkasan tanaman jarak pagar pada akhir tahun pertama dan kedua dapat dilihat pada Gambar 2. Selanjutnya pada akhir tahun kedua pemangkasan berikutnya dilakukan dengan memotong cabang-cabang tanaman sepanjang 2/3 bagian dan menyisakan 1/3 bagian cabang-cabang tersebut. Khusus untuk tanaman yang berasal dari setek, cabang hasil pangkasan tahun kedua ini dapat dipakai sebagai perbanyakan tanaman untuk ditanam di tempat lain. Untuk mendapatkan produktivtas dan kualitas biji yang optimum, jumlah cabang hendaknya dipertahankan maksimal tidak lebih dari 60 cabang per pohon (Syakir 2008).
Gambar 2. Hasil pemangkasan tanaman jarak pagar (sumber: Syakir 2008) Seluruh bagian tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan. Daun, ranting, batang, akar, serta biji jarak pagar diketahui mengandung berbagai macam senyawa kimia, beberapa diantaranya merupakan senyawa-senyawa aktif. Senyawa kimia yang terisolasi dari bagian daun dan ranting jarak pagar meliputi siklik triterpene stigmaterol, kampesterol, β-sitosterol, dan 7-keto-βsitosterol. Selain itu, bagian daun dan ranting mengandung senyawa flavonoid (Naengchomnong et al. 1994). Menurut Harborne (1987), flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol. Jenis utama flavonoid yang terdapat dalam tanaman antara lain dihidrokalkon, kalkon, katekin, leukoantosianidin, flavanon, flavon, flavonol, garam flavilium, antosianidin, dan auron. Flavonoid sangat efektif digunakan sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan menurunkan oksidasi Low Density Protein (LDL) (Johnson, 2001). Hodek et al. (2002) berpendapat bahwa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kulit batang jarak pagar memiliki aktivitas biologi seperti antimikroba, anti alergi, dan antioksidan.
4
Naidu (2000) menambahkan bahwa flavonoid memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Pemanfaatan jarak pagar selain sebagai bioenergi juga terdapat potensi yang besar untuk pengembangan produk di bidang obat-obatan, pertanian maupun industri kimia. Daun jarak pagar di sejumlah daerah di Indonesia secara tradisional telah digunakan untuk penyembuh batuk, zat antiseptik setelah melahirkan, pereda panas, pereda kembung, obat cacing, obat gusi bengkak, anti ketombe dan lain-lain. Daun jarak juga dilaporkan sebagai obat malaria di Mali (Henning 1997) dan sebagai haemostatik di Afrika (Gubitz et al. 1999). Minyak jarak digunakan sebagai obat pencahar, mengobati penyakit kulit, mengurangi rasa sakit akibat reumatik. Sedangkan biji jarak digunakan langsung sebagai obat pencahar dan anthelmintic di Afrika (Gubitz et al. 1999). Kajian mengenai aktivitas senyawa aktif pada tanaman jarak pagar juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Igbinosa et al. (2009) melakukan pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol, metanol dan ekstrak air kulit batang jarak pagar. Kemampuan ekstrak kasar dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang merupakan indikasi adanya potensi yang besar sebagai produk antimikroba. Pase (2009) melakukan pengujian aktivitas antimikroba dari sabun transparan dan sabun opaque berbahan baku minyak jarak pagar. Adanya aktivitas antimikroba pada sabun jarak membuka peluang untuk pengembangan sabun kesehatan alami. Produk lain seperti antioksidan juga dapat dikembangkan dari jarak pagar. Diwani et al. (2009) mendapatkan bahwa ekstrak metanol dari akar tanaman jarak pagar menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yang dapat meningkatkan stabilitas oksidasi dari minyak dan biodiesel jarak pagar, jelantah dan minyak zaitun.
B. EKSTRAKSI Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno et al. 1973). Menurut Hunt (1988), ekstraksi merupakan metode pemisahan satu atau lebih senyawa yang diinginkan dari larutan atau padatan yang mengandung campuran senyawa-senyawa tersebut secara fisik maupun kimiawi. Dalam proses ekstraksi, terjadi peristiwa difusi pelarut ke dalam sel bahan. Pelarut yang masuk ke dalam sel bahan tersebut akan melarutkan senyawa bila kelarutan senyawa yang diekstrak sama dengan pelarut. Dengan cara tersebut akan tercapai kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Pengeluaran bahan aktif dari bahan tergantung kepada laju difusi substansi zat ke dalam pelarut, waktu kontak, dan laju pelarut menembus bahan (Bombardelli 1991). Harborne (1987) menyebutkan bahwa kelarutan zat dalam pelarut bergantung pada kepolarannya. Zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar begitu pula zat non polar hanya larut dalam pelarut non polar. Pemilihan pelarut dalam ekstraksi harus memperhatikan selektivitas pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi komponen sasaran, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Menurut Durran (1933), pemilihan pelarut merupakan faktor penting dalam melakukan ekstraksi suatu senyawa. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi akan mempengaruhi jenis senyawa bioaktif yang terekstrak karena masing-masing pelarut memiliki efisiensi dan selektifitas yang berbeda untuk melarutkan komponen bioaktif dalam bahan. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tergantung dari gugus-gugus yang terikat pada pelarut tersebut. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dalam campuran. Ekstraksi terdiri atas beberapa tahapan proses yaitu tahap persiapan bahan dan pelarut, tahap pembuatan serbuk bahan dengan ukuran yang tepat sesuai keperluan ekstraksi, tahapan 5
ekstraksi, dan tahapan pemekatan larutan ekstrak. Persiapan bahan baku mencakup proses pengeringan bahan hingga mencapai kadar air tertentu dan penggilingan bahan untuk mempermudah proses ekstraksi. Tingkat kemudahan ekstraksi bahan kering ditentukan oleh ukuran partikel bahan. Bahan yang akan diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan dan pelarut (Purseglove et al. 1981). Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut. Proses perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan teori difusi. Proses difusi merupakan pergerakan bahan secara spontan dan tidak dapat kembali (irreversible) dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase dengan konsentrasi yang lebih rendah (Danesi 1992). Proses ini akan terus menerus berlangsung selama komponen bahan padat yang akan dipisahkan menyebar di antara kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada dalam kesetimbangan. Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut seluruhnya di dalam zat cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi melalui dua tahapan pokok. Tahap pertama adalah difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan tahap kedua adalah perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan. Kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah satu proses berlangsung lebih cepat, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan kecepatan yang tidak jauh berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut (Sediawan 1997). Terdapat beberapa metode ekstraksi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan yang akan diekstrak, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain adalah maserasi, perkolasi, soxhletasi, partisi, dan ekstraksi ultrasonik (Ansel 1989). Menurut Kurnia (2010), ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan panas. Cara dingin yaiu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain yaitu metode reflux, soxhlet, digesti, destilasi uap, dan infus. Maserasi merupakan proses pengambilan komponen target yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi sesekali dilakukan pengadukan dan juga pergantian pelarut. Residu yang diperoleh dipisahkan kemudian filtratnya diuapkan (Sudjadi 1986). Adapun menurut Houghton (1998), maserasi merupakan suatu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Metode maserasi digunakan untuk mengekstrak sampel yang relatif mudah rusak oleh panas. Metode ini dilakukan dengan merendam contoh dalam suatu pelarut baik tunggal maupun campuran dengan lama waktu tertentu (umumnya 1-2 hari perendaman) tanpa pemanasan. Perendaman bahan yang dilakukan pada proses maserasi akan dapat menaikkan permeabilitas dinding sel melalui tiga tahapan yaitu: 1) masuknya pelarut ke dalam dinding sel dan membengkakannya; 2) senyawa yang terdapat pada dinding sel akan lepas dan masuk ke dalam pelarut; 3) difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel. Proses
6
ekstraksi padat cair dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu lama ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1996). Menurut List (1989), metode maserasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas. Kelemahan metode ini diantaranya waktu yang diperlukan relatif lama dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien (Meloan 1999). Sedangkan metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne 1987). Harborne (1987) menambahkan keuntungan metode ekstraksi soxhlet adalah sebagai berikut: 1) cairan pelarut yang digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat; 2) simplisia disari oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif yang lebih banyak; 3) penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut. Sementara itu, kelemahannya adalah: 1) tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara; 2) adanya pendidihan pelarut terus menerus sehingga mempengaruhi kualitas pelarut. Adapun ekstraksi cair-cair bertahap merupakan teknik ekstraksi cair-cair yang paling sederhana yaitu cukup dengan cara menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak saling bercampur kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi distribusi zat terlarut di antara kedua pelarut (Khopkar 2003). Pada penelitian ini, pemisahat zat yang berbeda kepolarannya dilakukan dengan ekstraksi cair-cair/partisi pelarut dalam corong pemisah. Pengocokan yang dilakukan pada saat proses partisi ini bertujuan untuk memperluas area permukaan kontak di antara kedua pelarut sehingga pendistribusian zat terlarut di anatara keduanya dapat berlangsung dengan baik. Harvey (2000) menambahkan syarat pelarut untuk ekstraksi cair-cair adalah memiliki kepolaran yang sesuai dengan bahan yang diekstraksi dan harus terpisah setelah pengocokan.
C. ANTIOKSIDAN Menurut Supari (1995), radikal bebas adalah sebuah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital kulit terluarnya dan terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen (sebagai respon normal dari peristiwa biokimia dalam tubuh) dan secara eksogen (radikal bebas didapat dari polusi yang berasal dari luar tubuh dan bereaksi di dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, injeksi, dan penyerapan kulit). Radikal bebas juga merupakan molekul atau senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dan dapat menimbulkan kerusakan pada biomolekul. Sifat radikal bebas yang sangat labil dan elektron yang tidak berpasangan dapat dianggap sebagai perebut elektron dari molekul lain yang terdapat di sekitarnya maupun yang berjarak jauh untuk memenuhi keganjilan elektronnya. Radikal bebas ini dapat berbentuk anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-), radikal nitrit oksida (NO-), dan radikal lipid peroksida (LOO-) (Bast et al. 1991).
7
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh. Antioksidan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Trilaksani 2003). Beberapa contoh antioksidan sintetik adalah butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT), dan tert-butil hidroksi quinon (TBHQ). Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Adapun senyawa antioksidan alami adalah senyawa antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan. Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten, dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α, β, γ, δ-tokoferol (Winarno 2008). Charalampos et al. (2008) menambahkan senyawa kimia lainnya yang tergolong antioksidan dan berasal dari tumbuhan adalah golongan flavonoid dan polifenol. Flavonoid dalam tanaman berfungsi sebagai pigmen yang memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tanaman., contohnya adalah antosianin. Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan dalam tubuh manusia. Senyawa ini tidak terlalu beracun dibanding alkaloid sehingga flavonoid dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Contoh flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan adalah quercetin, xanthohumol, isoxanthohumol, dan genistein (Murray et al. 2003). Antioksidan golongan flavonoid lainnya adalah proantosianidin yang sering pula disebut procyanidin, oligometric proanthocyanidin (OPC), dan condensed tannins. Proantosianidin merupakan bagian dari flavanol, seperti katekin. Proantosianidin merupakan antioksidan yang 20 kali lebih kuat dari vitamin C dan memiliki potensi 50 kali lebih besar dibanding vitamin E (Kakuda et al. 2003). Antioksidan dari golongan polifenol merupakan senyawa kimia yang dapat larut dengan mudah dalam air dan lemak. Senyawa antioksidan tersebut umumnya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi yang terjadi pada makanan, kosmetik, dan farmasi. Senyawa polifenol memiliki fungsi sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari ion-ion logam yang mengalami kerusakan (Perron 2009). Perron (2009) juga menyebutkan bahwa senyawa antioksidan lainnya adalah golongan terpenoid, berasal dari unit isoprena yang dimodifikasi dengan bermacam-macam cara. Terpenoid memiliki fungsi sebagai senyawa yang memberi aroma pada tanaman,. Terpenoid juga diduga memiliki fungsi antibakteri. Contoh antioksidan lainnya adalah vitamin C. Vitamin C merupakan suatu senyawa asam L-askorbat dan memiliki fungsi yang beragam. Selain sebagai antioksidan, vitamin C juga memiliki fungsi sebagai proantioksidan, pengikat logam, pereduksi, dan penangkap oksigen. Vitamin lainnya yang memiliki fungsi antioksidan adalah vitamin E. Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki sifat antioksidan yang cukup kuat. Vitamin E berfungsi untuk memproteksi sel-sel membrane dari proses oksidasi, membantu memperlambat penuaan, dan melindungi tubuh dari kerusakan sel yang dapat menyebabkan penyakit kanker (Tuminah 2000). Antioksidan pada umumnya mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino (Ketaren 2008). Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga golongan yaitu golongan fenol, amin,
8
dan amino-fenol. Adapun penggolongan antioksidan tersebut menurut Ketaren (2008) sebagai berikut: a) Antioksidan golongan fenol Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintetis. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsinol, dan eugenol. b) Antioksidan golongan amin Antioksidan yang mengandung gugus amino atau diamino yang terikat pada cincin benzena biasanya mempunyai potensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan umumnya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam. Senyawa golongan ini juga stabil terhadap panas serta ekstraksi dengan kaustik. Beberapa contoh antioksidan golongan ini adalah N,N difenil p-fenilenediamin, difenilhidrazin, difenilguanidin, dan difenil amin. c) Antioksidan golongan amino-fenol Antioksidan golongan ini biasanya mengandung gugus fenolat dan amino yang merupakan gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan ini banyak digunakan dalam industry petroleum untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin. Contoh antioksidan golongan ini yaitu N-butil-p-amino-fenol dan N-sikloheksil-p-amino-fenol. Jenis antioksidan sangat beragam. Menurut Gordon (1990), berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi antioksidan primer (chain breaking antioxidant) dan antioksidan sekunder (preventive antioxidant). Antioksidan primer dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil. Sebuah senyawa dapat disebut sebagai antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat ke radikal lipid dan radikal antioksidan yang dihasilkan lebih stabil dari radikal lipid atau dapat diubah menjadi produk lain yang lebih stabil. Adapun antioksidan sekunder adalah antioksidan pencegah yang berfungsi menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme, seperti melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen, dan penguraian hidroperoksida menjadi produk-produk non radikal. Pada dasarnya, tujuan antioksidan sekunder adalah mencegah terjadinya radikal yang paling berbahaya yaitu radikal hidroksil. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi (Ketaren 2008) yaitu: a) Pelepasan hidrogen dari antioksidan. b) Pelepasan elektron dari antioksidan. c) Adisi lemak ke dalam cincin aromatic pada antioksidan. d) Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Antioksidan yang mempunyai fungsi sebagai pemberi atau pelepas atom hidrogen sering disebut sebagai antioksidan primer. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi dan propagasi. Rasikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipid baru. Radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal
9
antioksiidan (Gordonn 1990). Reakksi penghamb batan radikal bebas oleh aantioksidan pada tahap inisiasi dan propagassi dapat dilihatt pada Gambaar 3. Inisiassi
: R R*
+ AH
Æ RH
+ A*
Propaggasi
: R ROO*
+ AH
Æ ROOH
+ A*
: radikal lipida l Keteranggan: R* : radikal peroksida p ROO* : antioksid dan AH : radikal antioksidan a yaang terbentuk A* : hidroperroksida ROOH Gambbar 3. Reaksi penghambatan p n oleh antioksiidan primer teerhadap radikaal lipid (Gordo on 1990) Aktivitas antiooksidan dapatt diukur deng A gan metode DPPH. D Menuruut Miller et al. a (2000), metode DPPH meruupakan salah satu metodee untuk mengganalisa aktivvitas antioksiidan yang sederhaana dengan menggunakaan 1,1-diphen nyl-2-picrylhyydrazil (DPP PH) sebagai senyawa pendeteeksi. Simanjuuntak et al. (22002) mengeemukakan bahhwa DPPH aadalah senyaw wa radikal bebas yang y dapat berreaksi dengann atom hidrogeen yang berasal dari suatu aantioksidan membentuk m DPPH tereduksi. t P Pada metode DPPH free radical r scaveenging activity ty, DPPH diggunakan sebag gai model radikal bebas. Jika senyawa s ini masuk m ke dalaam tubuh maanusia dan tiddak terkendaliikan dapat menyebbabkan kerusaakan fungsi sel. Dalam uji in ni, metanol diigunakan sebaagai pelarut, an ntioksidan dalam zat z yang dieksstrak akan berreaksi dengan DPPH dan mengubahnya m m menjadi 1,1-d diphenyl-2picrylhyydrazine. Peruubahan serapaan yang dihassilkan oleh reaaksi ini menjaadi ukuran keemampuan antioksiidan dari bahaan tersebut (H Hatano et al. 19 988). K Ketika DPPH H menerima elektron e atau radikal hidroogen, maka aakan terbentuk k molekul diamagnnetik yang sttabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secaraa transfer elek ktron atau radikal hidrogen akaan menetralkaan karakter raadikal bebas dari d DPPH (Suratmo 2009)). Struktur kimia DPPH D dari benntuk radikal bebas b menjadii bentuk komppleks non raddikal dapat diilihat pada Gambarr 4.
dikal Gambar 4. Struuktur kimia DPPH dari benttuk radikal beebas menjadi bbentuk non rad ( Molyn neux 2004) Ada tiga tahapp reaksi antaraa DPPH dengaan zat antiokssidan yang dappat dicontohk A kan dengan reaksi antara DPPH H dengan seenyawa mono ofenolar (antiioksidan). Taahap pertamaa meliputi delokalisasi satu eleektron pada gugus yang terssubtitusi oleh senyaw wa tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen untuk mereduksi DPPH. D Tahap berikutnya b meeliputi dimerissasi antara dua raddikal fenoksil yang akan mentransfer m rad dikal hidrogenn dan akan beereaksi kembaali dengan radikal DPPH. Tahapp terakhir adaalah pembentu ukan komplekks antara radiikal aril dengan radikal DPPH. Pembentukann dimer mauppun kompleks antara zat anntioksidan denngan DPPH bergantung b pada keestabilan dan potensial p reakksi dari struktu ur molekulnyaa (Suratmo 20009).
10
D. ANTIMIKROBA Menurut Jay (1992), senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat kapang), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Antimikroba yang berfungsi untuk menghambat maupun membunuh mikroba dari golongan fungi dikenal dengan istilah antifungal. Menurut Prindle (1983), mekanisme kerja dari senyawa antimikroba ada beberapa cara yaitu: (1) merusak dinding sel sehingga menyebabkan terjadinya lisis; (2) mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel; (3) denaturasi protein sel; dan (4) merusak metabolisme sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Pelczar et al. (1993) menyebutkan bahwa senyawa kimia yang memiliki sifat sebagai antimikroba adalah senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat, detergen, dan senyawa ammonium kuartener. Senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba dengan mekanisme kerja sebagai berikut: 1. Senyawa fenolik : merusak sel mikroba dengan mengubah permeabilitas membran sitoplasma, menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler, serta mendenaturasi dan menginaktifkan protein seperti enzim. 2. Alkohol : mendenaturasi protein, merusak struktur lemak dan membran sel mikroba. 3. Halogen : terdiri dari yodium, klor, dan bromine yang merupakan pengoksidasi kuat dan perusak organel yang penting dari sel mikroba. 4. Logam berat : menginaktifkan protein seluler. 5. Detergen : merusak membran siroplasma dan menyebabkab kebocoran bahan intraseluler. 6. Senyawa ammonium kuartener : mendenaturasi protein, mengganggu proses metabolism, dan merusak membran sitoplasma. Mekanisme senyawa fenol sebagai zat antimikroba adalah dengan cara meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding sel, serta mengendapkan protein sel mikroba. Komponen fenol juga dapat mendenaturasi enzim yang bertanggung jawab terhadap germinasi spora atau berpengaruh terhadap asam amino yang terlibat dalam proses germinasi. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel mikroba meskipun pada konsentrasi yang sangat rendah (Prindle 1983). Sedangkan kemampuan senyawa non polar seperti trigliserida, minyak atsiri, dan senyawa terpenoid dalam menghambat mikroba diduga karena senyawa non polar dapat menyebabkan perubahan komposisi membran sel dan terjadinya pelarutan membran sel, sehingga membran sel mengalami kerusakan. Selain itu, komponen non polar juga dapat berinteraksi dengan protein membran yang menyebabkan kebocoran isi sel (Sikkema et al. 1995).
11
E. CANDIDA ALBICANS, MICROSPORUM PSEUDOMONAS AERUGINOSA
GYPSEUM,
DAN
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 μ x 3-6 μ hingga 2-5,5 μ x 5-28 μ (Riana 2006). Riana (2006) juga menyebutkan bahwa C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 μ. Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, C. albicans tumbuh di dasar tabung (Suprihatin 1982). C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih o
o
baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28 C - 37 C. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO dan H O 2
2
dalam suasana aerob (Suprihatin 1982). Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO . Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan 2
untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C. albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. Klasifikasi Candida albicans adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Subfilum : Saccharomycotina Kelas : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans Menurut Segal (1994), pada manusia, C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. C. albicans juga dapat menyerang alat dalam berupa hati,
12
paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Pada wanita, C. albicans sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama fluor albus yang sering disertai rasa gatal. Infeksi ini terjadi akibat tercemar setelah defekasi, tercemar dari kuku atau air yang digunakan untuk membersihkan diri; sebaliknya vaginitis Candida dapat menjadi sumber infeksi di kuku, kulit di sekitar vulva dan bagian lain. Adapun Microsporum gypseum merupakan cendawan keratophilik geofilik. Kelembapan, pH, dan kontaminasi faeces menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya (Emmons et al. 1977). Mikroorganisme ini memiliki dinding sel yang mengandung kitin bersifat heterotrof, menyerap nutrient melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluker ke lingkungannya (Indrawati 2006). Klasifikasi Microsporum gypseum menurut Wicaksana (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Onygenales Famili : Arthrodermataceae Genus : Microsporum Spesies : Microsporum gypseum Jamur Microsporum gypseum dapat ditularkan secara langsung baik melalui epitel kulit, rambut yang mengandung jamur, ataupun dari tanah. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur ini antara lain adalah tinea capitis, tinea favosa, dan tinea unguinum. Tinea capitis merupakan salah satu akibat dari infeksi dermatofita yang mengenai kulit kepala dan rambut (Moschella 1992). Tinea favosa merupakan salah satu bentuk infeksi kronik dari Microsporum gypseum yang infeksinya dapat dimulai semenjak kanak-kanak dan jika tidak dapat ditangani dengan baik maka penderita akan menjadi carier selama hidupnya. Adapun tinea unguinum adalah kerusakan pada dasar kuku yang dimulai dari tepi kuku. Pada kuku yang terinfeksi maka akan tampak ukuran kukunya mengecil, memiliki batas yang lebih tegas dibandingkan dengan kuku yang sehat, dan ada bercak-bercak kuning atau putih yang tersebar pada basis kuku (Rippon 1974). Adapun Pseudomonas aeruginosa merupakan mikroorganisme yang tergolong ke dalam bakteri gram negatif aerob obligat, berkapsul, dan mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil. Menurut Tranggono (2007) Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri yang seringkali menyerang kosmetik. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim pyocynase yang dapat menyebabkan penggunaan zat pengawet menjadi tidak berguna lagi. Kontaminasi Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan pembusukan kornea mata dan kebutaan. Adapun yang dimaksud kosmetik untuk daerah mata mencakup produk-produk yang mungkin kontak dengan kornea mata, misalnya sampo, pembilas rambut, conditioner, krim-krim wajah, lotion, dan cleanser.
F. PERSONAL HYGIENE DAN SABUN TRANSPARAN Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Sedangkan kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat hal itu personal hygiene diartikan sebagai hygiene perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan untuk mencapai kebersihan tubuh, meliputi membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi dan membersihkan daerah genital. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kesehatan 13
kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena mengganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut kurang diperhatikan dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Maria 2010). Sedangkan menurut Tarwoto (2003), personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Macam-macam personal hygiene yaitu perawatan kulit kepala dan rambut, perawatan mata, perawatan hidung, perawatan telingga, perawatan kuku kaki dan tangan, perawatan genetalia, perawatan kulit seluruh tubuh, dan perawatan tubuh secara keseluruhan. Adapun tujuan personal hygiene yaitu meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene yang kurang, mencegah penyakit, menciptakan keindahan, dan meningkatkan rasa percaya diri. Produk-produk yang berfungsi sebagai perangkat personal hygiene antara lain adalah sabun, shampoo, pencuci mulut, salep, cream, dan produk perawatan tubuh lainnya. Sabun menurut SNI (1994) adalah sabun natrium yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun merupakan pembersih tubuh sehari-hari dimana dengan air sabun dapat membersihkan kotoran dari permukaan kulit seperti minyak, keringat, sel-sel kulit yang telah mati dan sisa kosmetik. Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan atas tiga macam yaitu sabun opaque, sabun translucent, dan sabun transparan. Menurut Mitsui (1997), sabun transparan pada dasarnya sama dengan sabun mandi lainnya yaitu hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dengan basa kuat. Hal yang membedakan hanyalah penampakannya yang transparan. Sabun transparan dapat dihasilkan dengan sejumlah cara berbeda. Salah satu metode adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan pemanasan lembut untuk membentuk larutan jernih yang kemudian diberi pewarna, pewangi, maupun zat antioksidan. Untuk membentuk struktur transparan pada sabun maka dalam formulasi sabun transparan ditambahkan beberapa bahan seperti gliserin, sukrosa, dan alcohol serta transparent agent lainnya. Mitsui (1997) menyatakan untuk melengkapi fungsi yang sama dengan gliserin dapat ditambahkan beberapa bahan seperti propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik, dan surfaktan anionik. Penambahan transparent agent serta bahan-bahan lainnya menyebabkan sabun transparan mengandung lebih sedikit massa sabun dibandingkan sabun mandi biasa. Sabun ini selain penampakannya yang menarik, juga dapat merawat kulit yaitu memberi kelembapan pada kulit yang disebabkan oleh adanya kandungan gliserin dan gula pada formulasi sebagai humektan.
14
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan pada penelitian kali ini meliputi pisau dan wadah untuk pengambilan sampel, seperangkat destilator, seperangkat alat ekstraksi soxhlet, pompa vacuum, whatman 41, vacuum rotary evaporator, freeze dryer, corong pemisah, spektrofotometer, inkubator, autoclaf, neraca analitik, gelas piala, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, ose, bunsen, dan hotplate beserta stirer. Adapun bahan yang diperlukan yaitu daun dan ranting jarak pagar segar yang diambil dari kebun Leuwikopo IPB sebagai bahan baku utama untuk pembuatan ekstrak, pelarut berupa etanol, etil asetat, dan n-heksana, serta kultur Candida albicans, Pseudomonas Aeruginosa, dan Microsporum gypseum. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat, anlisis total fenol (asam tanat, aquades, Na2CO3, reagen Follin-Ciocalteu, dan etanol PA), analisis antioksidan (DPPH, dan methanol PA), serta analisis aktivitas penghambatan mikroba (nutrient broth, nutrient agar, PDB, PDA, dan ketokonazol).
B. METODE PENELITIAN Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada tahap pertama dilakukan proses persiapan sampel daun dan ranting jarak pagar berupa pengecilan ukuran, pengeringan, dan pembuatan serbuk. Selanjutnya dilakukan beberapa analisis terhadap serbuk yang dihasilkan untuk mengetahui karakteristik bahan yang akan diekstraksi. Kemudian serbuk diekstraksi dengan metode soxhlet dan metode maserasi menggunakan pelarut etanol yang telah di destilasi sebelumnya. Ekstrak kasar yang diperoleh lalu dipekatkan dan dikeringkan untuk selanjutnya mengalami proses fraksinasi (partisi cair-cair). Proses fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat dan n-heksan (yang telah didestilasi sebelummnya) untuk memisahkan zat sesuai kepolarannya. Fraksi ekstrak yang didapat kemudian dipekatkan dan dikeringkan hingga menjadi bahan yang siap untuk dianalisis. Analisis yang dilakukan terhadap sampel uji antara lain adalah analisis total fenol, analisis antioksidan, dan analisis antimikroba. Selain itu juga dilakukan analisis GC-MS untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung di dalam masing-masing ekstrak dan fraksi ekstrak. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditentukan ekstrak atau fraksi ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba terbaik yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk personal hygiene. Selain itu, juga ditentukan pengaruh panas dalam proses ekstraksi terhadap sifat antioksidan dan antimikroba ekstrak kasar yang diperoleh. Garis besar pelaksanaan penelitian yang berupa ekstraksi, fraksinasi, dan pengujian ekstrak/fraksi ekstrak dari jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun tahap lanjut dari penelitian berupa aplikasi ekstrak/fraksi ekstrak terpilih pada sabun transparan dapat dilihat pada Gambar 6.
15
Daun dan ranting jarak pagar
Diperkecil ukurannya, dikeringkan, dan dibuat menjadi serbuk
Analisis kadar air, abu, lemak, dan protein terhadap serbuk daun dan ranting jarak pagar
Ekstraksi serbuk dengan metode soxhlet (pelarut etanol 96% yang telah didestilasi) Disaring dengan Whatman 41, dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator (40-600C), lalu dikeringkan dengan freeze dryer
Ekstraksi serbuk dengan metode maserasi (pelarut etanol 96% yang telah didestilasi) Disaring dengan Whatman 41, dipekatkan dan dikeringan dalam ruangan ber-AC (180C) [tidak menggunakan proses panas sama sekali]
Ekstrak kasar (soxhlet)
Ekstrak kasar (maserasi)
Fraksinasi (partisi) dengan pelarut etanol-air (2:3), etil asetat, dan heksan
Fraksi etanol air
Fraksi etil asetat
Fraksi heksan
Disaring dengan Whatman 41, dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator (40-600C), lalu dikeringkan dengan freeze dryer
Fraksi etanol air siap uji
Fraksi etil asetat siap uji
Uji total fenol, aktivitas antioksidan, aktivitas antimikroba, dan identifikasi senyawa kimia dengan GC-MS
Ekstrak/fraksi ekstrak terpilih
Gambar 5. Ekstraksi, fraksinasi, dan pengujian ekstrak/fraksi ekstrak dari jarak pagar
16
Ekstrak/fraksi ekstrak terpilih
Penambahan ekstrak pada sabun komersil tanpa BHT (650C)
Sabun transparan dengan ekstrak jarak pagar
Analisis sabun (bagian tak larut dalam alkohol, pH, stabilitas busa, aktivitas antioksidan) serta uji kesukaan (warna dan aroma) oleh bebeapa orang panelis Gambar 6. Aplikasi ekstrak/fraksi ekstrak terpilih pada sabun transparan a.
Persiapan Sampel Sampel daun jarak pagar diambil pada saat dilakukan pemangkasan tanaman jarak. Sampel basah yang ada dipisahkan bagian daun dan ranting. Masing-masing bagian sampel segar kemudian dirajang dan dikeringanginkan selama ± 7 hari hingga benar-benar kering. Sampel kering lalu digiling dengan blender hingga menjadi serbuk untuk memudahkan proses ekstraksi. Sampel serbuk kering dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam freezer sebelum dilakukan proses ekstraksi. Karakterisasi yang dilakukan terhadap sampel serbuk kering sebelum digunakan dalam penelitian meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Prosedur analisa proksimat sampel jarak pagar disajikan pada Lampiran 1.
b. Ekstraksi Senyawa Aktif Proses ekstraksi dilakukan dengan dua metode ekstraksi yaitu sokhlet (mewakili metode ekstraksi panas) dan maserasi (mewakili metode ekstraksi dingin). Metode ekstraksi soxhlet dilakukan dengan cara menimbang ± 40-45 gram serbuk sampel kering lalu memasukkannya ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% yang telah didestilasi sebelumnya. Proses ekstraksi dilakukan hingga terjadi refluks sebanyak sepuluh kali. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali refluks mencapai 50-60 menit. Esktrak yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 41 dengan bantuan pompa vakum, lalu dipisahkan dari pelarut (dipekatkan) dengan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang didapat kemudian dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer) hingga didapat ekstrak kasar kering. Adapun metode maserasi dilakukan dengan cara menimbang serbuk sampel kering sebanyak 120 gram lalu diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% (3 x 240 ml) yang telah didestilasi sebelumnya. Serbuk sampel kering yang telah ditimbang direndam dalam pelarut selama 24 jam pada suhu kamar. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan
17
dengan cara dikeringanginkan dalam ruangan ber-AC hingga pelarut menguap dan ekstrak megering (tanpa menggunakan panas sama sekali). Ekstrak kering kemudian dikerik dan dikemas dalam kemasan plastik, lalu disimpan di dalam freezer sebelum digunakan sebagai bahan analisis. c.
Proses Fraksinasi Proses fraksinasi kasar yang dilakukan mengacu pada metode Windarwati (2011) yaitu proses partisi menggunakan pelarut etanol-air (2:3), heksan dan etil asetat. Ekstrak kasar dilarutkan dalam pelarut Sebanyak 50 gram ekstrak kasar dilarutkan dalam 500 ml pelarut campuran etanol air. Larutan selanjutnya dipartisi dengan menambahkan 1000 ml pelarut n-heksan, dikocok dalam labu pemisah dan didiamkan selama 30-60 menit hingga terdapat dua lapisan (lapisan etanol air di bagian bawah dan lapisan n-heksan di bagian atas). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan. Proses penambahan heksan pada lapisan atas etanol air diulangi tiga kali. Lapisan heksan yang terbentuk selama tiga kali penambahan digabungkan menjadi satu dan disebut sebagai fraksi heksan. Lapisan etanol air sisa dari proses partisi heksan kemudian dipartisi lebih lanjut dengan etil asetat. Proses yang terjadi sama dengan proses partisi dengan pelarut heksan hanya saja pelarut heksan digantikan dengan etil asetat. Sebanyak 1000 ml pelarut etil asetat ditambahkan dalam lapisan etanol air, dikocok dalam labu pemisah dan didiamkan selama 30-60 menit hingga terdapat dua lapisan (lapisan etanol air di bagian bawah dan lapisan etil asetat di bagian atas). Kedua lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan. Proses penambahan etil asetat pada lapisan atas etanol air diulangi tiga kali. Lapisan etil asetat yang terbentuk selama tiga kali penambahan digabungkan menjadi satu dan disebut sebagai fraksi etil asetat. Adapun lapisan etanol air disebut sebagai fraksi etanol air. Fraksi etil asetat dan fraksi etanol air adalah fraksi yang diinginkan pada penelitian ini. Oleh karena itu, kedua fraksi ini harus diproses lebih lanjut. Fraksi etil asetat dan fraksi etanol air yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dari pelarutnya (dipekatkan) menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 500C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental tersebut kemudian dikeringkan menggunakan pengering beku (freeze dryer) hingga diperoleh fraksi ekstrak. Perhitungan rendemen proses ekstraksi dan fraksi ekstrak terhadap bobot serbuk kering yang digunakan adalah sebagai berikut: %
%
100%
100%
d. Analisis Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Ekstrak kasar, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol air yang dihasilkan selanjutnya dianalisa kandungan total fenol dengan metode Folin-Ciocalteu, aktivitas antioksidan dengan metode perendaman DPPH, aktivitas antimikroba dengan metode difusi sumur atau disc diffusion, dan diidentifikasi komposisi senyawa kimianya dengan metode GC-MS.
18
e.
Uji Total Fenol Sebanyak 0.1 ml cairan ekstrak dalam metanol (konsentrasi 1 mg ekstrak/ml) diencerkan menjadi 1 ml dengan aquadest. Ke dalam larutan tersebut dimasukkan 0.5 ml reagen Folin Ciocalteu yang diikuti dengan penambahan 2 ml larutan Na2CO3 7.5%. Cairan kemudian divortex dan dibiarkan (diinkubasi) selama 30 menit pada suhu 400C. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 760 nm. Absorbansi yang terbaca merupakan nilai y yang dimasukkan ke dalam persamaan garis yang didapat dari pembuatan kurva standar asam tanat pada konsentrasi 25-125 mg/L. Dengan demikian akan diperoleh kandungan total fenol (nilai x) sampel yang dinyatakan sebagai mg ekuivalen asam tanat/g sampel ekstrak. Perhitungan total fenol adalah sebagai berikut: ⁄ 1
3.5
f.
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Efek Perendaman terhadap Radikal Bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil) (Liyana dan Shahidi, 2005) Prinsip pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah ketika larutan DPPH bercampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen (zatn antioksidan), maka DPPH akan tereduksi dan akan kehilangan warna ungunya. Sebanyak 2 ml DPPH 0.136 mM dalam metanol dicampurkan dengan 2 ml ekstrak dalam metanol yang terdiri dari konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 20 ppm. Setelah itu cairan disimpan di ruang gelap pada suhu ruang selama 30 menit, kemudian absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Vitamin C digunakan sebagai pembanding. Sebagai kontrol, disiapkan metanol sebanyak 4 ml tanpa penambahan ekstrak dan ditetapkan sebagai 0% absorban. Kapasitas antioksidan ( persen penghambatan) dapat dihitung dengan rumus berikut: %
g.
100%
Uji Aktivitas Penghambatan Mikroba Aktivitas penghambatan mikroba dianalisa dengan metode difusi sumur. Pada metode ini kultur uji berupa Candida albicans, Microsporum gypseum, dan Pseudomonas aeruginosa yang akan digunakan disegarkan terlebih dahulu dengan cara diambil satu ose, lalu ditumbuhkan pada media pertumbuhan PDB 10 ml untuk golongan khamir dan kapang serta ditumbuhkan pada media NB 10 ml untuk bakteri. Kultur Candida albicans dan Pseudomonas aeruginosa lalu diinkubasi pada suhu 300C selama 24 jam sementara itu kultur Microsporum gypseum diinkubasi pada suhu 300C selama 48-72 jam. Pada metode difusi sumur, dari kultur yang telah disegarkan, sebanyak 0.25 ml Candida albicans diambil dan dimasukkan ke dalam media agar 25 ml yang kemudian dituangkan ke dalam cawan petri steril. Media agar untuk kapang dan khamir adalah PDA sedangkan media agar untuk bakteri adalah NA. Agar dibiarkan membeku. Setelah beku dibuat lubang atau sumur menggunakan alat pembuat sumur berdiameter 1 cm (10 mm). Teteskan fraksi uji dan jaga, jangan sampai fraksi tersebut keluar lubang. Inkubasikan pada suhu 370C selama 48 jam. Sedangkan untuk Microsporum gypseum, agar dibuat terlebih
19
dahulu dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras. Setelah itu biakan cair mikroorganisme dituang di atas agar dan diratakan. Kemudian barulah dibuat sumur dan fraksi uji diteteskan. Adapun pada metode disc diffusion, kertas cakram yang terbuat dari Whatman 42 berdiameter 6 mm dicelupkan ke dalam larutan ekstrak 1%, 2%, dan 3%. Kertas ini selanjutnya diletakkan di atas agar cawan yang telah diinokulasikan mikroorganisme Pseudomonas aeruginosa dengan metode tuang. Inkubasikan agar pada suhu 370C selama 24 jam. Amati penghambatan pertumbuhan mikroba yang terjadi dan ukur zona penghambatan yang terbentuk yang ditandai dengan tidak terdapatnya pertumbuhan mikroba di sekeliling sumur. Tentukan jenis mikroba yang mampu mengalami penghambatan paling tinggi dan ekstrak atau fraksi ekstrak mana yang memberikan penghambatan paling tinggi tersebut.
h. Identifikasi Senyawa Kimia dengan GC-MS Identifikasi senyawa kimia dalam ekstrak terpilih dilakukan menggunakan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) Agilent 19091S-433. Analisis dilakukan di Puslabfor Mabes Polri Jakarta. Sejumlah kecil ekstrak dilarutkan dalam pelarut yang digunakan saat pembuatan ekstrak. Bila masih terdapat ekstrak yang tidak larut maka dilakukan proses sentrifugasi. Larutan ekstrak kemudian diambil dengan jarum inject khusus lalu disuntikan ke dalam alat GC-MS. Metode yang digunakan pada analisis ini adalam metode umum dengan suhu inlet untuk ekstrak soxhlet 1000C dan 400C untuk ekstrak maserasi. i.
Penambahan Fraksi Ekstrak Terpilih pada Sabun Batang Transparan Penambahan fraksi ekstrak terpilih pada sabun batang transparan dilakukan dengan cara melelehkan sabun transparan komersial tanpa penambahan BHT pada suhu 600C. Kemudian ekstrak/fraksi ekstrak terpilih ditambahkan pada suhu 650C dan diaduk menggunakan stirrer selama 5-7 menit. Sabun kemudian dicetak dalam wadah. Penambahan ekstrak dilakukan pada tiga tingkat konsentrasi yaitu 0.2 gram, 0.4 gram, dan 0.8 gram pada tiap batch proses yang berisi 300 gram sabun. Sabun yang telah jadi kemudian didiamkan selama 1-2 hari. Penyimpanan sabun dilakukan pada kondisi suhu 500C selama 3 hari untuk kemudian dianalisis. Parameter yang diukur setelah 3 hari penyimpanan adalah pH, aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, stabilitas busa, bagian tak larut dalam alkohol, serta uji organoleptik (kesukaan terhadap aroma dan warna). Sementara itu, parameter yang diukur setiap harinya adalah pH dan aktivitas antioksidan. Prosedur analisa sabun disajikan pada Lampiran 2.
20
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI SENYAWA AKTIF Senyawa aktif yang terkandung pada tanaman atau bahan alam dapat kita peroleh melalui proses ekstraksi. Ekstraksi yaitu proses pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah baik secara fisik maupun kimiawi. Sebelum dimulai proses ekstraksi, bahan baku berupa daun dan ranting jarak pagar (Jatropha curcas Linn) mengalami beberapa perlakuan pendahuluan berupa pengecilan ukuran dan pengeringan hingga diperoleh serbuk (simplisia) yang siap untuk diekstraksi. Penghalusan atau pengecilan ukuran akan menyebabkan rusaknya sel tanaman sehingga senyawa aktif yang terkadung di dalamnya akan dengan mudah larut saat kontak dengan pelarut yang dikenal dengan istilah pencucian oleh pelarut. Semakin halus ukuran simplisia maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut. Selain itu, ukuran partikel yang lebih halus juga menyebabkan luas permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga semakin besar kontak yang terjadi antara bahan dan pelarut yang menyebabkab proses ekstraksi menjadi lebih optimal. Gambar 7 memperlihatkan gambar campuran serbuk daun dan ranting jarak pagar sebelum dan sesudah proses ekstraksi.
A
B
Gambar 7. Campuran serbuk daun dan ranting jarak pagar sebelum (A) dan setelah (B) proses ekstraksi Bahan yang sudah halus dan menjadi serbuk siap untuk mengalami proses ekstraksi. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, dilakukan analisis terhadap kadar air, abu, lemak dan protein untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku yang digunakan. Hasil analisis terhadap kadar air, abu, lemak dan protein daun dan ranting jarak pagar kering dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis kadar air, abu, lemak, dan protein serbuk daun dan ranting Jatropha curcas Linn kering Komponen
Nilai (%)
Air
10.44
Abu
8.16
Lemak
5.46
Protein
11.86
Kadar air merupakan salah satu karakteristik bahan baku yang penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi mutu hasil ekstraksi. Setyowati (2009) menyatakan bahwa dalam proses ekstraksi, maksimum kadar air yang disyaratkan agar proses ekstraksi dapat berjalan lancar yaitu sebesar 11%. Pada penelitian ini, kadar air serbuk daun dan ranting jarak pagar kering bernilai 10.44%. Nilai tersebut berada di bawah nilai kadar air maksimum yang
21
dipersyaratkan sehingga masih layak digunakan sebagai bahan baku proses ekstraksi. Adapun bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Windarwati (2011), kadar air sampel pada penelitian ini bernilai sedikit lebih tinggi. Kadar air serbuk daun dan ranting jarak pagar pada penelitian Windarwati (2011) bernilai 9.58%. Komponen lainnya yang diukur dari sampel bahan adalah kadar abu. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu sampel bernilai 8.16%. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Windarwati (2011) dimana nilai kadar abu sampel adalah 13.74%. Begitupula hal nya bila dibandingkan dengan penelitian Nurmillah (2009) dimana kadar abu sampel daun dan ranting jarak pagar yang ia teliti bernilai 10.58%. Tinggi rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh habitat dimana tanaman jarak pagar tersebut tumbuh. Bahan baku jarak pagar pada penelitian ini diperoleh dari kebun Lewikopo IPB dimana kondisi lahannya tidak terlalu berkapur. Sementara itu, bahan baku jarak pagar pada penelitian Windarwati (2011) dan Nurmillah (2009) berasal dari kebun jarak pagar PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk yang memiliki kondisi lahan berkapur sehingga kandungan mineral seperti Fe, Mg, Ca, Zn, K, Si, Al, dan mineral lainnya cukup tinggi. Setelah pengukuran kadar abu, dilakukan pengukuran kadar lemak. Menurut Lehninger (1982), lemak merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air dan dapat diekstrak dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut non polar seperti kloroform dan eter. Lemak merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme. Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan bahwa sampel mengandung lemak sebesar 5.46% bk. Nilai ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai kadar lemak daun dan ranting jarak pagar pada penelitian Windarwati (2011) yaitu sebesar 12.47%. Komponen terakhir yang diukur adalah kadar protein. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar protein sampel bernilai 11.86%. Setelah penentuan kadar air, abu, lemak, dan protein selesai, dilakukan proses ekstraksi serbuk daun dan ranting Jatropha curcas Linn menggunakan pelarut etanol teknis 96% yang telah mengalami proses destilasi terlebih dahulu. Pemilihan etanol sebagai pelarut pada proses ekstraksi didasarkan pada sifatnya yang merupakan pelarut universal sehingga dapat melarutkan hampir semua senyawa. Penggunaan etanol juga didasarkan oleh keunggulannya sebagai pelarut zat bioaktif. Menurut Voight (1994), pelarut etanol tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dan mampu mengendapkan albumin serta menghambat kerja enzim. Etanol juga efektif menghasikan bahan aktif yang optimal karena hanya terdapat sedikit kehilangan (loss) produk yang larut dalam pelarut. Pada penelitian ini, metode ekstraksi yang dipilih yaitu metode ekstraksi soxhlet dan maserasi. Metode ekstraksi soxhlet dipilih untuk mewakili ekstraksi dengan cara panas (hot extraction). Umumnya ekstraksi dengan cara panas akan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara dingin karena semakin tinggi suhu maka daya larut bahan yang diekstrak akan semakin tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurmillah (2009), ekstraksi daun dan ranting jarak pagar dengan pelarut metanol menggunakan metode soxhletasi menghasilkan rendemen sebesar 9.75%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Windarwati (2011) menunjukkan nilai rendemen yang lebih rendah yaitu 5.08%. Rendemen ini diperoleh setelah melakukan ekstraksi daun dan ranting jarak pagar dengan pelarut metanol menggunakan cara ekstraksi dingin yaitu maserasi.
22
Penelitian terhadap bahan lain seperti tembakau yang dilakukan oleh Stanisavlejic et al. (2009) juga menunjukkan hasil yang sama. Stanisavlejic et al. (2009) mengemukakan bahwa proses ekstraksi benih tembakau dengan metode soxhletasi menghasilkan rendemen tertinggi (31.1 g/100 g) dibandingkan dengan metode maserasi (19.9 g/100 g) dan ultrasonifikasi langsung (21.0 g/100 g). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari segi pertimbangan rendemen yang akan diperoleh, metode soxhlet lebih baik dibandingkan metode maserasi. Sedangkan dari segi senyawa bioaktif yang akan diperoleh, penelitian Gunawan et al. (2008) mengenai ekstraksi herba meniran menunjukkan bahwa daya hambat fraksi n–heksana hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 0,5 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan daya hambat fraksi n–heksana hasil soxhletasi yaitu 10 mm terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh dari proses ekstraksi soxhlet memiliki daya hambat yang jauh lebih tinggi dibandingkan senyawa yang di dapat dari metode maserasi. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ekstraksi soxhlet lebih bisa menarik senyawa bioaktif yang memiliki efek antimikroba. Dengan demikian, metode soxhlet merupakan rekomendasi terbaik utnuk mengekstrak sampel bahan pada penelitian ini dengan harapan diperoleh rendemen dan senyawa bioaktif yang tinggi. Selain metode ekstraksi soxhlet, pada penelitian ini juga dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi untuk mewakili cara dingin. Metode maserasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh panas pada saat proses ekstraksi terhadap kualitas ekstrak yang dihasilkan. Metode maserasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara merendam bahan di dalam pelarut dengan perbandingan 1:2 b/v selama 24 jam. Setelah 24 jam, pelarut yang telah berisi senyawa-senyawa yang berhasil diekstrak dipisahkan dan diganti dengan pelarut baru sebanyak tiga kali penambahan. Ekstraksi lainnya yang dilakukan pada penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair (partisi pelarut) atau proses fraksinasi yang juga bertujuan untuk mendapatkan bahan uji berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses fraksinasi ini dilakukan terhadap hasil ekstraksi soxhlet (ekstrak kasar soxhlet) dengan menggunakan pelarut etanol air, etil asetat dan heksan. Hasil yang diperoleh selanjtnya disebut sebagai fraksi etanol air dan fraksi etil asetat. Rendemen ketiga bahan uji berupa ekstrak kasar, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat hasil metode ekstraksi soxhlet setelah freeze dryer terhadap berat sampel kering yang diekstraksi disajikan pada Tabel 2. Adapun ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan metode maserasi tidak diukur rendemennya karena hanya ingin dilihat pengaruh panasnya saja. Tabel 2. Rendemen (bb) ekstrak kasar soxhlet, fraksi etanol air, dan fraksi etil asetat terhadap simplisia uji Jenis Zat Ekstrak Kasar Fraksi Etanol-Air Fraksi Etil Asetat
Rendemen (%) 12.879 2.956 2.605
Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Windarwati (2011) yang menggunakan metode ekstraksi maserasi, rendemen ekstrak kasar daun dan ranting jarak pagar pada penelitian kali ini lebih tinggi yaitu 12.879% dibandingkan dengan 5.08 %. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang digunakan. Penampakan dari ketiga bahan uji pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Gambar 8.
23
(a) (b) (c) Gambar 8. a) Ekstrak kasar; b) Fraksi etanol air; c) Fraksi etil asetat.
B. KOMPOSISI SENYAWA EKSTRAK/FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS terdiri dari dua blok bangunan utama yaitu kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas menggunakan kolom kapiler yang tergantung pada dimensi kolom (panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat fase. Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan dari molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi/retention time) untuk keluar dari kromatografi gas. Hal ini memungkinkan spektrometer massa untuk menangkap, mengionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul terionisasi secara terpisah. Spektrometer massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing molekul menjadi ion dan mendeteksi fragmen ion menggunakan massa untuk memperoleh rasio (Anonim 2009). Hasil analisis GC-MS yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri menunjukkan bahwa kandungan ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar terdiri dari senyawa golongan steroid, terpenoid, flavonoid, dan beberapa senyawa lainnya. Senyawasenyawa inilah yang diduga bertanggung jawab atas aktivitas antimikroba dan antioksidan yang dimiliki oleh bagian daun dan ranting tanaman jarak pagar. Tabel 3 menunjukkan senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak kasar soxhlet, fraksi etanol air soxhlet, dan fraksi etil asetat soxhklet. Adapun total luas area untuk keseluruhan peak yang terdeteksi mulai dari luas terbesar hingga terkecil dimiliki oleh ekstrak kasar soxhlet dengan luas 464348487, fraksi etanol air dengan luas 271608836, fraksi etil asetat dengan luas 155345612, dan ekstrak kasar maserasi dengan luas sebesar 52797724. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa terbanyak dimiliki oleh ekstrak kasar soxhlet. Sementara itu, untuk fraksi etanol air dan fraksi etil asetat, luas daerahnya lebih kecil dibandingkan dengan luas daerah ekstrak kasar soxhlet yang berarti senyawa yang terkandung didalamnya lebih sedikit dibandingkan senyawa pada ekstrak kasar soxhlet. Hal itu dapat terjadi karena fraksi etanol air dan fraksi etil asetat didapatkan setelah dilakukan proses fraksinasi terhadap ekstrak kasar soxhlet yang bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya. Sedangkan bila dibandingkan antara proses ekstraksi soxhlet (hot extraction) dan maserasi (cold extraction) maka ekstraksi soxhletlah yang memiliki total luas area peak yang lebih besar. Hal ini dikarenakan adanya panas saat proses ekstraksi menyebabkan lebih banyak senyawa yang terekstrak.
24
Tabel 3. Senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak/fraksi ekstrak soxhlet daun dan ranting jarak pagar Area (%) No
RT (menit)
Quality (%)
Berat Molekul (g/mol)
Nama Senyawa
Esktrak Kasar
Fraksi
Fraksi
Soxhlet
Etanol Air
Etil Asetat
Keterangan
Terpenoid 1
8.91
94
296.53
Phytol
2 8.55 3 9.24 4 10.86 5 14.95 6 19.87 7 25.23 8 34.69 Phenolic
94 99 97 91 78 93 90
196.24 278.52 296.53 296.53 218.33 410.72 298.55
Loliolide Neophytadiene Phytol Isomer Trans-Phytol Aristolone Squalene 1-Dotricontanol/1-Eicosanol
7.16
91
144.12
2,3-dihydro-3,5 –dihydroxy6-methyl 4-Phyran-4-one
1.49
10 7.76 11 15.21 Steroid 12 17.3 Vitamin E 13 33.19 14 37.02 Hydrocarbon 15 10.77 10.93 16 17 11.15 11.39 18 19 12.01 20 12.21 12.29 21 22 12.8 13.21 23 24 13.44
81 96
290.26 264.45
Catechin 9,12,15-Octadecatrien-1-ol
1.21 2.04
99
414.71
Gamma Sitosterol
93 99
416.68 430.71
Gamma Tocopherol Alpha Tocopherol
78 97 97 95 99 93 90 94 98 89
282.46 298.50 222.24 310.60 324.63 268.48 228.38 226.44 282.55 268.48
9-Octadecenoic Acid Methyl Stearate Diethyl Phthalate/Pthalol Docosane Tricosane 16-Octadecanal Tetradecanoic Acid Hexadecane Eicosane Octadecanal
25
99
256.42
Hexadecanoic Acid
4.4
26 13.76 27 14.82 15.31 28 29 16.97 30 26.98 Senyawa Furan
99 99 94 95 97
282.25 282.25 72.06 364.69
Emersol 8-Octadecanoic Acid Octadecanoic Acid/Vanicol 2-Propenoic Acid 1-Hexacosene
9.03 5.27 2.07 2.06 5.05
31
91
96.08
2-Furancarboxaldehyde
1.49
9
13.47
7.84
1.67 2.64 1.04 1.07
5.31 5.63 6.38 7.91 7.25
1.5
Flavonoid (antioxidant) Phenolic
6.78
Steroid
4.59 12.92
Vitamin E/antioksidan Vitamin E/antioksidan 4.76 1.21
0.79
Monoterpen Diterpen Diterpen Diterpen Sesquiterpene Triterpen (antioksidan) Triterpen Flavonoid fraction (antimicrobial, antiinflammatory)
1.2
33.16
Diterpen (antimicrobial, anticancer, antiinflammatory)
0.87 0.95 1.35 1.52
0.44 0.75 3.42 3.79 6.36
2.73 6.28
7.64
Carboxylic acids Ester Organic ester Hydrocarbons Hydrocarbons Aldehydes and ketones Carboxylic acids Hydrocarbons Hydrocarbons Aldehydes and ketones Carboxylic acids (antioksidan) hydrocarbons Carboxylic acids Carboxylic acids Carboxylic acids Hydrocarbons Senyawa fural (produk reaksi mailard, antioksidan)
25
Pada tabel tersebut terlihat bahwa beberapa senyawa yang berhasil diidentifikasi dari ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar antara lain adalah phytol (diterpen alcohol), diethyl phthalate (organic ester), β-sitosterol (sterol), serta n-hexadecanoic acid dan octadecanoic acid (fatty acids). Senyawa-senyawa ini juga berhasil ditemukan oleh Velanggani (2011) dalam penelitiannya terhadap ekstrak etanol dari daun Mallotus philippensis (Lam.) yang juga berasal dari family Euphorbiaceae seperti jarak pagar. Pada ekstrak kasar soxhlet dan fraksi etanol air dalam penelitian ini teridentifikasi adanya senyawa diethyl phthalate. Dalam kaitannya dengan efek pengobatan, diethyl phthalate telah digunakan untuk pembuatan 67 formulasi produk perawatan kuku, kulit, dan rambut Menurut (Kamrin 1991). WHO (2003) menyebutkan bahwa diethyl phthalate juga digunakan sebagai komponen dalam produk insektisida dan repelan penolak nyamuk sebagai pengganti kamper. Senyawa-senyawa berupa squalene, phytol, dan vitamin E yang ditemukan pada ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar pada penelitian ini, juga ditemukan pada tanaman obat Solanum surattense dari famili Solanaceae yang sejak dulu dipercaya memiliki khasiat obat sebagai anti kanker dan antibakteri (Hema 2011). Senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas anti kanker pada tanaman ini adalah trans-squalene (31.55%), 9,12,15octadecatrienoic acid (Z,Z,Z)- (10.20%), phytol (8.17%) and vitamin E (7.86%). Tabel 4 menunjukkan aktivitas biologis dari beberapa senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar dalam penelitian ini, yang juga ditemukan pada ekstrak daun Solanum surattense. Tabel 4. Aktivitas biologis beberapa senyawa pada Jatropha curcas Linn dan Solanum surattense No Nama Senyawa Aktivitas Biologis 1 Hexadecanoic acid, ethyl Antioxidant, hypocholesterolemic nematicide, Ester pesticide, anti-androgenic flavor, hemolytic, 5Alpha reductase inhibitor 2 Trans-squalene Antibacterial, Antioxidant, Antitumor, Cancer-Preventive, Chemopreventive, Immunostimulant, Lipoxygenase-Inhibitor, Perfumery, Pesticide and Sunscreen 3 Phytol Cancer-Preventive 4 Vitamin E (tocopherol) Antilupus, Antimastalgic, Antineuritic, Antinitrosaminic, Antiophthalmic, Antiosteoarthritic, Antioxidant, Antiparkinsonian, Cancer-Preventive Sumber: Hema (2011) berdasarkan Dr. Duke’s Phytochemical and Ethnobotanical Databases by Dr. Jim Duke of the Agricultural Research Service/USDA. Kajian tentang kandungan senyawa aktif dari Jatropha curcas Linn juga pernah diteliti oleh Ehsan et al. (2011). Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya beberapa senyawa pada sampel penelitian ini yang sama seperti yang ditemukan oleh Ehsan et al. (2011) dalam penelitiannya. Senyawa tersebut adalah 2-furancarboxaldehyde dan sitosterol yang ditemukan pada fraksi ekstrak etanol air daun dan ranting jarak pagar dan bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikroba. β-sitosterol, sterol tanaman, menunjukkan aktivitas antimikroba, anti-inflamasi, dan kegiatan sitotoksik. Senyawa 2-furancarboxaldehyde, 5 -(hydroxymethyl) juga menunjukkan aktivitas antibakteri dan antijamur yang dapat diaplikasikan dalam produk farmasi, kosmetik
26
dan pestisida. Furfural digunakan sebagai pemberi flavor dalam makanan dan produk lainnya, seperti kosmetik, wewangian, pestisida, herbisida, fungisida, insektisida, dan bahan pembasmi kuman (Ehsan et al. 2011). Senyawa terpenoid merupakan metabolit utama yang ditemukan dalam famili Euphorbiaceae. Di antara golongan terpen, senyawa golongan diterpenoid-lah yang mendominasi penelitian pada spesies Jatropha sehubungan dengan struktur kimia dan aktivitasnya sebagai obat-obatan (Devappa 2011). Sterol yang khas pada tumbuhan, sitosterol dan stigmasterol, muncul sebgai komponen sterol utama. Sementara, kolesterol hadir dalam konsentrasi yang dapat diabaikan. Sitosterol memiliki aktivitas anti-hiperlipopreteinamic, antibakteri, dan antimikotik serta telah terbukti bertindak sebagai inhibitor bagi tumor promotion secara in vivo (Yasukawa et al. 1991) dan menghambat karsinogenesis (Raicht et al. 1980). Stigmasterol terbukti secara nyata menghambat promosi tumor dalam dua tahap karsinogenesis pada tikus (Kasahara et al. 1994 dan Yasukawa et al. 1991) dan secara signifikan menunjukkan efek penghambatan pada transkripsi HIV (Akihisa et al. 2001). Adapun campuran stigmasterol dan sitosterol terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi setelah aplikasi secara topikal (Gomez et al. 1999). Oleh karena itu, kehadiran sterol di dalam suatu tumbuhan sangatlah berguna. Hasil analisis GC-MS yang dilakukan terhadap ekstrak maupun fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar pada penelitian ini menunjukkan adanya beberapa senyawa golongan carboxylic acid berupa dodecanoic acid, tetradecanoic acid, dan hexadecanoic acid. Senyawasenyawa ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Maya (2003) tentang kandungan senyawa tanaman Carthamus lanatus L. Selain senyawa-senyawa golongan carboxylic acid, ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar dan Carthamus lanatus L juga mengandung komponen volatil yang sama yaitu docosane dan tricosane, komponen triterpen yaitu eicosanol, dan komponen aldehid yaitu dodecanal. Menurut Ringbom et al. (2001), di antara senyawa-senyawa golongan asam karboksilat, asam hexadecanoid merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa ini merupakan substrat energi yang penting bagi sel. Sementara itu, aldehid dan keton sering bertindak sebagai allelochemicals. Beberapa aktivitas biologis yang disebabkan oleh senyawa golongan aldehid yaitu decanal bertindak sebagai atraktan untuk beberapa serangga (Mattiacci et al. 2001 dan Wang et al. 1999) sedangkan dodecanal memiliki beberapa aktivitas seperti feromon (Cosse et al. 2002). Beberapa senyawa yang berhasil diidentifikasi pada sampel uji yang terdapat pada penelitian ini berupa hexadecanoic acid, phytol, eicosane, squalene, tokoferol, dan sitosterol, ternyata juga berhasil diidentifikasi pada ekstrak etanol Aloe vera L oleh Arunkumar (2009). Ekstrak etanol Aloe vera L ini menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogens, serta Pseudomonas aeruginosa. Selain ekstrak dan fraksi ekstrak soxhlet, ekstrak kasar yang didapat dari metode ekstraksi maserasi juga dianalisis kandungan senyawanya dengan metode GC-MS. Tabel 5 menunjukkan senyawa-senyawa yang teridentifikasi pada ekstrak kasar maserasi dengan metode analisis GCMS.
27
Tabel 5. Senyawa yang teridentifikasi pada ekstrak kasar maserasi dengan metode analisis GC-MS Berat Area Quality Molekul Nama Senyawa Keterangan (%) (%) (g/mol) 78 178.23 0.43 N'-Phenylisobutyrohydrazide
No
RT (menit)
1
8.25
2
8.29
83
124.13
2-Acetyl-5-methylfuran
0.56
3
11.82
72
275.17
Urea, N-Butyl-N'-(3,4-Dichlorophenyl)-NMethyl
0.95 3.57
flavor and fragrance agents Herbicides
4
16.36
97
453.03
4-[(2E)-2-(4-Fluorobenzylidene)Hydrazino]-N(2-Methylphenyl)-4-Oxobutanamide
5
16.41
86
182.36
Phenylthiotrimethylsilane
1.64
Phenolic
6
17.44
90
247.02
2.06
7
17.58
98
248.00
8
18.79
91
372.00
9
19.24
97
316.00
Dimethyl 4-nitrophenyl ester Phosphoric acid (E)-2-[3-(Phenylthio)-1-Propenyl]-1Cyclohexanol 2-[5-(1,1-Dimethylethoxy)Bicyclo[4.4.1]Undeca2,4,6,8,10-Pentaen-2-Yl]-1,5,6-Trimethyl 1hBenzimidazole Methyl 1,4a-Dimethyl-6-Methylene-5-[(2e)-3Methyl-2,4-Pentadienyl]Decahydro-1Naphthalenecarboxylate
10
33.86
70
220.64
Diphenylchlorophosphine
8.32 11.79
Azole
3.17
10.4
Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa jenis senyawa-senyawa yang terkandung pada ekstrak kasar hasil maserasi cukup berbeda dengan senyawa-senyawa yang terkandung pada ekstrak maupun fraksi ekstrak metode soxhlet. Senyawa yang teridentifikasi pada ekstrak kasar maserasi ini beberapa diantaranya dikenali sebagai golongan fenol seperti phenylthiotrimethylsilane dan (E)-2-[3-(phenylthio)-1-propenyl]-1-cyclohexanol. Terdapat pula senyawa dari golongan azole yaitu 1h-benzimidazole. Perbedaan kandungan senyawa ini diperkirakan terjadi karena perbedaan metode ekstraksi yang tidak menggunakan panas sama sekali.
C. ANALISIS TOTAL FENOL Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri yang sama, yaitu memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawasenyawa fenol adalah senyawa metabolit sekunder yang merupakan turunan dari pentose phosphate, shikimate, dan phenylpropanoid pathways pada tanaman. Kebanyakan senyawasenyawa fenol berkonjungasi dengan mono dan polisakarida atau berikatan dengan satu atau lebih grup senyawa fenol dan juga bisa terjadi sebagai turunan fungsional seperti ester maupun metil ester. Harborne et al. (1987) mengklasifikasikan senyawa-senyawa fenol menjadi beberapa kelas meliputi: 1) senyawa fenol sederhana seperti benzoquinines; 2) asam hidroksibenzoat; 3) acetophenon dan asam fenil asetat; 4) asam hidroksisinamat, fenilpropanoid yang terdiri dari kaumarin, isokaumarin, kromone dan kromene; 5) naptoquinon; 6) xanthon; 7) stilben, antraquinon; 8) flavonoid dan isoflavonoid; 9) lignan dan neolignan; 10) biflavonoid; 11) lignin; dan 12) tannin terkondensasi.
28
Nilai Total Fenol (mg TAE/g sampel)
Flavonoid merrupakan golonngan fenol terrbesar, selain itu F i juga terdappat beberapa jenis j fenol lainnya seperti fenol monosiklik sederhana, s fen nilpropanoid, dan kuinon fe fenolik. Guguss aromatik yang diimiliki oleh seenyawa fenol dapat menyeerap kuat padaa spektrum sinnar UV. Seny yawa fenol cenderuung mudah laarut dalam aiir karena sering berikatan dengan gula sebagai glik kosida dan biasanyya terdapat dallam vakuola sel (Harborne 1987). P Pada penelitiaan kali ini, perrhitungan totall fenol dari saampel ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan rannting jarak paagar dilakukaan dengan meetode Follin-Ciocalteu. Prrinsip kerja metode m ini adalah reaksi antaraa senyawa feenol dengan reagen Follinn-Ciocalteu. Reaksi ini melibatkan m oksidassi gugus fenollik (ROH) deengan campurran asam fosffotungstat dann asam molibdat dalam reagen, menjadi benttuk quinoid (R R=O). Redukssi reagen Folliin-Ciocalteu iini menghasilk kan warna biru sessuai dengan kadar k fenol tottal yang bereaaksi. Selanjuttnya warna inii dihitung inteensitasnya pada paanjang gelombbang 760-7655 nm. Asam tanat t digunakaan sebagai staandar pada peengukuran total fennol ini. N Nilai total feenol sampel diperoleh d darri pengukurann nilai absorrbansi dan peerhitungan mengguunakan persam maan regresi linear l asam taanat. Rincian hasil h analisis total fenol daapat dilihat pada Laampiran 3. Adapun A kanduungan total fenol fe ekstrak dan fraksi ekkstrak daun daan ranting jarak paagar dapat diliihat pada Gam mbar 9 berikutt. 80
60.4
57.3
51.9
60 29.8
40 20 0 EKS
EA
Jeniss Zat
Etas
EKM
Keteranggan: EKS (Eksttrak Kasar Soxhhlet), EA (Frakssi Etanol Air), Etas E (Fraksi Etiil Asetat), EKM (Eksttrak Kasar Maseerasi)
Gambbar 9. Histograam kandungann total fenol ek kstrak/fraksi ekstrak e daun ddan ranting jarrak pagar Pada histogram P m di atas terlihhat bahwa kan ndungan total fenol pada tiaap sampel berb beda-beda nilainyaa. Kandungann total fenol tertinggi terdaapat pada frakksi etil asetat daun dan ran nting jarak pagar yang y diekstrakksi dengan metode m soxhleet yaitu sebesar 60.4 mg T TAE/ g samp pel, diikuti dengan ekstrak kasarr hasil metodee soxhlet dipossisi kedua denngan nilai totaal fenol sebesaar 57.3 mg TAE/ g sampel, eksstrak kasar haasil metode maserasi m di poosisi ketiga ddengan nilai total t fenol sebesarr 51.9 mg TAE E/ g sampel, dan fraksi etaanol air di possisi keempat ddengan kandu ungan total fenol teerendah yaitu sebesar s 29.8 mg m TAE/ g sam mpel. M Menurut Harbborne (1987), senyawa feenol cenderunng lebih laruut dalam pelaarut polar. Namun, pada hasil pengukuran nillai total fenol dalam peneliitian ini, dalam m satu metodee ekstraksi yang saama yaitu mettode soxhlet terlihat bahwaa nilai total fennol tertinggi tterdapat pada fraksi etil asetat yang y bersifat semipolar. s Haal yang sama juga j diungkappkan oleh Ukhhty (2011) dim mana nilai total fennol tertinggi dari d lamun Syrringodium isoetifolium yangg diekstraksi ddengan pelaru ut metanol, etil aseetat, dan n-hheksana terdapat pada ekstrak kasar yang diperooleh dengan ekstraksi mengguunakan pelaruut etil asetat yaang bersifat seemipolar.
29
Kejadian di atas dapat disebabkan karena pada tumbuhan seperti sampel yang diekstrak, banyak terdapat senyawa aglikon. Aglikon flavonoid adalah adalah polifenol yang memiliki sifat kimia seperti senyawa fenol. Struktur kimia senyawa ini terdiri dari gugus benzena (nonpolar) dan gugus hidroksil (polar). Aglikon memiliki gugus benzena (nonpolar) dalam jumlah yang lebih banyak daripada gugus polarnya. Pelarut etil asetat merupakan senyawa kimia organik dengan rumus kimia CH3CH2OC(O)CH3. Pelarut ini memiliki sifat kimia yang sama dengan senyawa aglikon flavonoid yaitu memiliki gugus nonpolar yang lebih kuat daripada gugus polar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah gugus alkana (nonpolar) yang lebih dominan daripada jumlah gugus oksigen yang mempunyai pasangan elektron bebas (polar). Keadaan inilah yang diduga menyebabkan senyawa aglikon flavonoid atau polifenol yang terdapat pada fraksi etil asetat sampel lebih banyak dibandingkan yang terdapat pada ekstrak kasar maupun fraksi etanol air yang diekstrak menggunakan metode ekstraksi yang sama. Sehingga nilai total fenol tertinggi pun terdapat pada fraksi etil asetat daun dan ranting jarak pagar. Sedangkan bila dibandingkan antara ekstrak kasar hasil ekstraksi soxhlet dengan ekstrak kasar hasil ekstraksi maserasi, maka nilai total fenol yang lebih tinggi terdapat pada ekstrak kasar hasil ekstraksi soxhlet. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian panas pada saat ekstraksi mengakibatkan lebih banyak senyawa fenol yang terekstrak dari sampel dibandingkan tanpa pemberian panas sama sekali. Hal yang sama juga terlihat pada penelitian Vendity et al. (2009), dimana ekstrak teh hijau maupun teh hitam yang diekstrak menggunakan suhu 900C memiliki kandungan senyawa fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh yang diekstrak menggunakan air tanpa pemanasan. Ada beberapa dugaan mengapa kandungan total senyawa fenolik dapat meningkat pada suhu ekstraksi yang tinggi (dengan pemanasan). Chism (1996) mengatakan bahwa beberapa senyawa fenolik terakumulasi pada vakuola sel tanaman. Randhir et al. (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proses pemanasan dapat membebaskan senyawa asam fenolik yang terdapat di dalam konstituen sel yang terlindungi oleh dinding sel tanaman. Ia menduga bahwa disosiasi senyawa fenolik terkonjungasi oleh proses termal yang diikuti oleh polimerasi atau oksidasi dari konstituens senyawa fenolik menyebabkan kenaikan tersebut. Kemungkinan lainnya, proses termal yang diberikan menyebabkan terbentuknya senyawa fenolik yang lain. Cheng et al. (2006) dalam penelitiannya juga menyatakan hal serupa dimana tepung biji gandum yang diberikan proses termal hingga 1000C mengalami peningkatan kandungan total senyawa fenolik seperti ferulic, syringic, vanilic, dan p-coumaric acids. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi degradasi senyawa fenolik terkonjungasi seperti tannin menjadi senyawa-senyawa fenolik sederhana sehingga nilai total fenol sampel yang diekstraksi dengan pemanasan dapat menjadi lebih tinggi dibanding yang diekstrak tanpa pemanasan. Bila dikaitkan dengan hasil analisis GC-MS, terlihat bahwa senyawa fenolik yang terkandung pada ekstrak kasar soxhlet antara lain adalah 2,3-dihydro-3,5 –dihydroxy-6-methyl, 4phyran-4-one dan catechin. Pada fraksi etil etanol air senyawa fenolik yang terdeteksi yaitu 2,3dihydro-3,5 –dihydroxy-6-methyl, 4-phyran-4-one. Adapun pada fraksi etil asetat senyawa fenolik nya berupa catechin. Sementara itu, walaupun hasil analisis total fenol pada ekstrak kasar maserasi tidak menunjukkan nilai yang paling tinggi, namun jenis senyawa fenol yang berhasil diidentifikasi pada ekstrak ini cukup banyak. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah phenylthiotrimethylsilane dan (E)-2-[3-(phenylthio)-1-propenyl]-1-cyclohexanol.
30
D. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI EKSTRAK DAUN DAN RANTING JARAK PAGAR Antioksidan merupakan sebuah substansi yang dapat melindungi sel tubuh dari radikal bebas dengan cara memperlambat atau mencegah substansi lain teroksidasi oleh radikal bebas. Oksidasi ialah proses kimia yang melibatkan transfer elektron dari suatu substansi ke agen pengoksidasi. Reaksi oksidasi dapat membentuk radikal bebas dan merusak sel. Antioksidan menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada penelitian kali ini dilakukan dengan metode uji DPPH. Senyawa 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) merupakan radikal bebas yang sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam (Rakesh et al. 2010, Suratmo 2009). Senyawa DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Suratmo 2009). Metode uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih karena metode ini merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk skrining aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa. Selain itu metode ini terbukti akurat, reliabel, dan praktis. Radikal DPPH memiliki absorbansi yang kuat pada panjang gelombang maximal 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi (Ordon et al. 2006). Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah vitamin C. Larutan vitamin C dibuat dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 20 ppm. Sementara itu bahan uji berupa ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar dibuat dalam tujuh tingkatan konsentrasi yaitu 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 20 ppm. Uji dilakukan dengan dua kali pengulangan. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH pada berbagai konsentrasi memberikan hasil yang positif terbukti dengan adanya aktivitas antioksidan yang dapat mereduksi warna ungu dari larutan DPPH pada semua konsentrasi uji ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting Jatropha curcas Linn. Reduksi terhadap warna ungu DPPH terukur dari nilai absorbansi sampel yang lebih rendah dibandingkan blangko. Melalui perhitungan seperti yang terlihat pada Lampiran 4 maka diperolehlah nilai persen penghambatan (persen daya antioksidan) dari sampel seperti yang tertera pada Gambar 10.
31
100 90
% Daya Antioksidan
80 70
Ekstrak Kasar
60 50
Etanol Air
40
Etil Asetat
30
Ekstrak Kasar Maserasi
20 10 0 4
6
8 10 12 Konsentrasi (ppm)
16
20
Gambar 10. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar Persen penghambatan adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas yang berhubungan dengan konsentrasi bahan tesebut (Andayani et al. 2008). Pada Gambar 10 terlihat bahwa persen penghambatan terhadap radikal bebas (persentase daya antioksidan) teramati mulai dari konsentrasi sampel terendah yaitu 4 ppm. Persentase penghambatan ini terus naik hingga konsentrasi 16 ppm dan mulai stabil pada konsentrasi sampel 20 ppm. Dari keseluruhan sampel, aktivitas antioksidan tertinggi dimiliki oleh ekstrak kasar hasil metode maserasi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi tanpa menggunakan panas mengakibatkan lebih banyak terekstraknya zat-zat yang memiliki efek antioksidan. Sedangkan untuk sampel yang diperoleh dari hasil ekstraksi menggunakan metode soxhlet, aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada fraksi etil asetat, diikuti dengan ekstrak kasar lalu fraksi etanol air. Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian ini, aktivitas antioksidan untuk semua jenis sampel uji tergolong tinggi. Fraksi etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara sampel hasil metode ekstraksi soxhlet lainnya mulai menunjukkan kemampuannya untuk menghambat radikal bebas sejak konsentrasi 4 ppm dengan nilai penghambatan sebesar 27.751%. Nilai ini terus naik menjadi 37.16% pada 6 ppm, 50.32% pada 8 ppm, 61.00% pada 10 ppm, 78.23% pada 12 ppm, dan 91.96% pada 16 ppm. Adapun pada konsentrasi 20 ppm, nilai penghambatannya mulai stabil yaitu berada pada kisaran 90.90%. Hal ini sesuai dengan hasil analisis statistika yang menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi berbeda nyata pada tingkat konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 16 ppm. Namun tidak berbeda nyata antara tingkat konsentrasi 16 dan 20 ppm. Sehingga dapat dikatakan pada tingkat konsentrasi 16 dan 20 ppm, aktivitas penghambatan yang dihasilkan mulai stabil. Sementara itu, fraksi etanol air yang menunjukkan aktivitas antioksidan terendah bila dibandingkan dengan kedua sampel hasil metode ekstraksi soxhlet lainnya, juga mulai menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas sejak konsentrasi uji 4 ppm yang berarti aktivitas antioksidannya pun tergolong tinggi. Pada konsentrasi 4 ppm, besar persentase penghambatan yang dimiliki oleh fraksi ini sebesar 11.48%. Nilai ini terus meningkat seiiring bertambahnya konsentrasi uji yaitu 22.89% pada 6 ppm, 30.78% pada 8 ppm, 37.40% pada 10 ppm, 51.12% pada 12 ppm, 84.75% pada 16 ppm, dan mulai stabil pada 20 ppm dengan nilai
32
89.12%. Adapun untuk ekstrak kasar hasil metode maserasi yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara semua sampel uji, juga menunjukkan hal yang secara umum sama. Sampel ini mulai menunjukkan aktivitas penghambatan sejak konsentrasi uji terendah sebesar 26.97% dan semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi hingga mencapai nilai 93.19% pada konsentrasi 20 ppm. Apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu mengenai jarak pagar, hasil penelitian kali ini menunjukkan aktivitas yang jauh lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Windarwati (2011) menunjukkan bahwa nilai penghambatan sebesar 79.20% dari ekstrak kasar daun dan ranting jarak pagar yang diekstraksi dengan pelarut metanol didapat pada konsentrasi ekstrak sebesar 100 ppm. Konsentrasi ini jauh lebih tinggi dari konsentrasi ekstrak yang dipakai pada penelitian ini. Hal tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas antioksidan pada penelitian sebelumnya oleh Windarwati (2011) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian saat ini. Begitu pula pada fraksi etil asetat daun dan ranting jarak pagar. Aktivitas penghambatan sebesar 60.18% didapat dengan konsentrasi fraksi ekstrak sebesar 100 ppm. Sementara pada penelitian ini, aktivitas penghambatan yang lebih besar yaitu 92.96% didapat dengan menggunakan konsentrasi fraksi ekstrak yang jauh lebih rendah yaitu sebesar 16 ppm saja. Sedangkan bila dibandingkan dengan besar persen penghambatan (daya antioksidan) pembanding yaitu vitamin C, nilai penghambatan fraksi etil asetat dan ekstrak kasar hasil metode maserasi menunjukkan hasil yang lebih baik. Nilai penghambatan oleh vitamin C yaitu sebesar 8.77% pada konsentrasi 4 ppm, 28.79% pada 6 ppm, 41.47% pada 8 ppm, 56.86% pada 10 ppm, 73.21% pada 12 ppm dan stabil di 94.92% pada konsentrasi 20 ppm. Hasil analisis statistika yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak memiliki p-value sebesar <0.0001. Nilai ini kurang dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa baik tingkat konsentrasi maupun jenis ekstrak berpengaruh nyata terhadap respon (besarnya nilai persen penghambatan/aktivitas antioksidan). Analisis statistika juga menunjukkan bahwa antara tiap jenis ekstrak yang berbeda berpengaruh nyata terhadap respon aktivitas antioksidan, kecuali pada fraksi etil asetat dan ekstrak kasar maserasi yang menunjukkan perbedaan respon yang tidak berpengaruh nyata (tidak berbeda secara signifikan). Selain dari nilai persentase penghambatan terhadap radikal bebas, tinggi atau rendahnya aktivitas antioksidan suatu zat juga dapat dilihat dari nilai IC50-nya. Inhibitory Concentration (IC50) adalah konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen penghambatan sebesar 50% (Suratmo 2009). Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux 2004). Nilai IC50 ini didapat dengan cara memplotkan konsentrasi sampel uji dengan nilai persen penghambatannya. Setelah itu ditarik sebuah garis linear dan dicari konsentrasi zat yang dapat menyebabkan persen penghambatan sebesar 50%. Pada penelitian kali ini, nilai persen penghambatan yang diplotkan hanyalah nilai persen penghambatan pada konsentrasi 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm dikarenakan masih menunjukkan hasil yang cukup linear. Perhitungan nilai IC50 sampel uji dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun regresi linear sampel uji dapat dilihat pada Gambar 11. Sedangkan nilai IC50 sampel dan vitamin C terdapat pada Tabel 6.
33
60
y = 5.960x ‐ 6.475 R² = 0.979
0
5
10
y = 4.688x ‐ 6.778 R² = 0.985
50 Daya Antioksidan
Daya Antioksidan
80 70 60 50 40 30 20 10 0
15
40 30 20 10 0 0
5
Konsentrasi (ppm)
15
Konsentrasi (ppm) (b)
(a) 100
100
60
Daya Antioksidan
y = 6.240x + 0.972 R² = 0.989
80
40 20
y = 6.999x ‐ 0.245 R² = 0.992
80 60 40 20 0
0 0
5
10
0
15
5
Konsentrasi (ppm) (c)
Daya Antioksidan
Daya Antioksidan
10
10
15
Konsentrasi (ppm) (d)
80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 7.847x ‐ 20.96 R² = 0.995
0
5
10
15
Konsentrasi (ppm) (e) Gambar 11. Aktivitas antioksidan ekstrak kasar soxhlet (a), fraksi etanol air (b), fraksi etil asetat (c), ekstak kasar maserasi (d), dan vitamin C (e) pada konsentrasi 4-12 ppm Tabel 6. Nilai IC50 sampel dan vitamin C Jenis Ekstrak Ekstrak Kasar Maserasi
Persamaan Regresi y = - 0.2458 + 6.9994 x
R2 0.9929
IC50 (ppm) 7.2
Etil Asetat
y = 0.9724 + 6.2401 x
0.9895
7.8
Vitamin C
y = - 20.96 + 7.8475 x
0.9958
9.0
Ekstrak Kasar Soxhlet
y = - 6.475 + 5.9609 x
0.9792
9.5
Etanol Air
y = - 6.7782 + 4.6889x
0.9859
12.1
34
Pada Tabel 6 terlihat bahwa ekstrak kasar hasil maserasi dan fraksi etil asetat memiliki nilai IC50 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai IC50 vitamin C. Hal ini berarti baik ekstrak kasar hasil maserasi maupun fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan vitamin C selaku pembanding karena pada konsentrasi yang lebih kecil kedua ekstrak ini sudah mampu memberikan efek penghambatan sebesar 50%. Nilai IC50 terkecil dimiliki oleh ekstrak kasar hasil maserasi dengan nilai 7.2 ppm, diikuti oleh fraksi etil asetat dengan nilai 7.8 ppm, vitamin C 9.0 ppm, ekstrak kasar hasil soxhlet 9.5 ppm, dan fraksi etanol air 12.1 ppm. Menurut Molyneux (2004), suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0.05 mg/ml (50 ppm), kuat apabila nilai IC50 antara 0.05-0.10 mg/ml (50-100 ppm), sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 0.10-0.15 mg/ml (100-150 ppm), dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0.15-0.20 mg/ml (150-200 ppm). Hasil penelitian mengenai aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar menunjukkan bahwa semua sampel uji tergolong ke dalam zat yang memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Bila dibandingkan antara ekstrak kasar, fraksi etil asetat, dan fraksi etanol air yang diperoleh melalui ekstraksi dengan metode soxhlet, maka nilai aktivitas antioksidannya dimulai dari yang paling tinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat, ekstrak kasar, dan fraksi etanol air. Hasil analisa total fenol juga menunjukkan hal yang sama dimana total fenol tertinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat diikuti dengan ekstrak kasar dan fraksi etanol air. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan total fenol pada suatu zat memiliki korelasi yang positif terhadap aktivitas antioksidannya. Menurut Apak et al. (2007) senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon, dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan sebagainya. Javanmardi et al. (2003) menyebutkan bahwa senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan peredam terbentuknya singlet oksigen. Tidak semua senyawa fenol memiliki efek antioksidan. Sifat antioksidan dari senyawa fenolik atau polifenolik ini bergantung dari struktur senyawa tersebut tepatnya bergantung pada jumlah dan lokasi gugus fenolik –OH yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Sehingga, tinggi rendahnya kandungan total fenol suatu zat tidak bisa secara langsung menunjukkan tinggi rendahnya aktivitas antioksidan zat tersebut. Seperti data yang didapatkan pada penelitian kali ini, bila dibandingkan dengan ketiga sampel lainnya, aktivitas antioksidan ekstrak kasar hasil maserasi menunjukkan aktivitas tertinggi walaupun kandungan total fenol zat ini bukan yang paling tinggi. Tidak adanya panas yang digunakan dalam proses ekstraksi maserasi memungkinkan tidak terjadinya kerusakan terhadap senyawa-senyawa yang terekstrak sehingga aktivitas antioksidan ekstrak kasar hasil maserasi lah yang paling tinggi dibanding ketiga sampel uji lainnya. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak kasar hasil soxhlet dan fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin yang tergolong ke dalam flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan. Ekstrak kasar hasil soxhlet juga mengandung alfa tokoferol, gamma tokoferol, squalene, dan senyawa phytol yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan zat ini. Senyawa lainnya yaitu 2-furancarboxaldehyde,5-hydroxymethyl dari golongan senyawa
35
fural dan hexadecanoid acid dari golongan carboxylic acid yang juga memberikan efek antioksidan. Kedua senyawa ini terkandung baik dalam ekstrak kasar soxhlet maupun fraksi etanol air soxhlet. Fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin, hexadecanoic acid, serta phytol isomer yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Sementara itu, ekstrak kasar maserasi mengandung senyawa berupa n'-phenylisobutyrohydrazide, phenylthiotrimethylsilane, dan diphenylchlorophosphine.
E. AKTIVITAS ANTIMIKROBA Uji aktivitas antimikroba adalah uji yang dilakukan untuk melihat apakah suatu zat atau senyawa tertentu memiliki aktivitas menghambat atau membunuh mikroba. Pada penelitian ini, uji aktivitas mikroba digunakan untuk melihat penghambatan ekstrak/fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar terhadap dua fungi patogen yaitu Candida albicans dan Microsporum gypseum serta satu jenis bakteri yaitu Pseudomonas aeruginosa. Candida albicans adalah jamur dimorfik yang mampu menyebabkan beberapa penyakit yang harus diwaspadai pada manusia seperti kandidiasis dan vaginitis. Bagian yang umumnya diserang adalah kulit, kuku, mulut, dan vagina. Namun, jamur ini juga bisa menginfeksi hati, paru-paru, limpa, dan kelenjar gondok. Adapun Microsporum gypseum merupakan jamur yang tidak jauh berbeda dengan Candida albicans bila ditinjau dari jenis penyakit yang diakibatkan. Microsporum gypseum adalah jamur yang dapat menyebabkan penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta dapat menginfeksi kuku dan rambut. Penularan mikroorganisme ini dapat terjadi secara langsung. Pemilihan kedua mikroorganisme di atas sebagai bahan uji dalam penelitian kali ini didasarkan pada sifatnya yang mampu menginfeksi kulit dan rambut, dimana perawatan kulit dan rambut dapat dilakukan dengan penggunaan produk personal hygiene. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur untuk mikroorganisme golongan fungi dan khamir, serta metode disc diffusion untuk golongan bakteri.. Pada pengujian ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar terhadap Candida albicans diperoleh hasil bahwa tidak satupun ekstrak ataupun fraksi ekstrak baik yang berasal dari ekstraksi soxhlet ataupun ekstraksi maserasi yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba ini. Pengujian dilakukan pada tiga tingkat konsentrasi untuk tiap ekstrak dan fraksi ekstrak yaitu konsentrasi 1%, 2%, dan 3% dengan pengulangan uji sebanyak tiga kali. Hasil pengamatan aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi ekstrak jarak pagar terhadap Candida albicans dapat dilihat pada gambar 12.
36
A
B
C
Gambar 12. Aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans pada tingkat konsentrasi ekstrak 1% (A), 2% (B), dan 3% (C) Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada semua sumur tidak terbentuk zona bening yang menandakan adanya aktivitas penghambatan terhadap mikroba uji. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa yang terkandung baik dalam ekstrak kasar, fraksi etanol air, maupun fraksi etil asetat daun dan ranting jarak pagar yang diperoleh dari metode ekstraksi soxhlet, tidak cukup kuat untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans. Begitu pula halnya dengan ekstrak kasar yang diperoleh dari metode ekstraksi maserasi. Sedangkan pada uji aktivitas antimikroba terhadap Microsporum gypseum diperoleh hasil bahwa aktivitas penghambatan yang ditandai oleh terbentuknya zona bening terdapat pada ekstrak kasar hasil metode maserasi dan fraksi etil asetat hasil metode soxhlet. Zona bening yang terbentuk oleh ekstrak kasar hasil metode maserasi teramati pada semua tingkat konsentrasi yaitu 1%, 2%, dan 3% dengan lebar diameter hambat 12 mm, 14 mm, dan 20 mm serta nilai indeks sebesar 0.2, 0.4, dan 1.0. Sedangkan zona bening yang terbentuk oleh fraksi etil asetat metode soxhlet hanya teramati pada tingkat konsentrasi 3% dengan lebar 14 mm dan nilai indeks sebesar 0.4. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar maserasi dan fraksi etil asetat soxhlet terhadap Microsporum gypseum dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.
37
A
B K+
1%
2%
3%
C K+
1%
2%
3%
K+ 1%
2%
3%
Gambar 13. Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar maserasi ulangan I (A), ulangan II (B), dan ulangan III (C) terhadap Microsporum gypseum Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba terbesar dimiliki oleh ekstrak kasar maserasi diikuti oleh fraksi etil asetat soxhlet. Tingginya aktivitas antimikroba ekstrak kasar maserasi ini diperkirakan dipengaruhi oleh metode ekstraksi nya yang sama sekali tidak menggunakan panas, sehingga komponen bioaktif yang tidak tahan panas tidak rusak. Adapun pada ekstrak dan fraksi ekstrak metode soxhlet, hanya fraksi etil asetat lah yang memiliki aktivitas antimikroba terhadap Microsporum gypseum. Menurut Oyi et al. (2007), fraksi etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang paling tinggi dikarenakan pelarut semi polar ini mampu melarutkan beberapa senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba seperti sterol, terpenoid, saponin, tannin, flavonoid, serta senyawa fenol.
C
B
A K+
1%
2%
3%
K+
1%
2%
3%
K+
1%
2%
3%
Gambar 14. Hasil uji aktivitas antimikroba fraksi etil asetat soxhlet ulangan I (A), ulangan II (B), dan ulangan III (C) terhadap Microsporum gypseum Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol daun jarak pagar oleh Akinpelu et al. (2009) menunjukkan keberadaan senyawa tannin, alkaloid, steroid, dan saponin. Mwine (2011) menyebutkan bahwa dari tanaman family Euphorbiaceae, senyawa tannin dilaporkan memiliki sifat antiseptik, antiviral, antifungi, dan antimutagenik. Senyawa alkaloid memiliki sifat antimikrobial dan antitumor, saponin memiliki sifat sitoksik dan antiulcer. Sedangkan steroid merupakan golongan triterpenoid yang memiliki sifat antibiotik dan antifungi. Analisa GC-MS yang dilakukan terhadap ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar menunjukkan bahwa kesemua ekstrak dan fraksi ekstrak mengandung senyawa yang bersifat antimikroba, namun dalam jumlah dan jenis yang berbeda-beda. Ekstrak kasar metode soxhlet mengadung beberapa zat antimikroba diantaranya berupa 2,3-dihydro-3,5 –dihydroxy-6methyl, 4-phyran-4-one dari golongan flavonoid, phytol serta trans phytol dari golongan diterpen, dan senyawa 2-furancarboxaldehyde, 5 -(hydroxymethyl). Fraksi etanol air mengandung senyawa steroid berupa gamma sitosterol dan flavonoid berupa 2,3-dihydro-3,5 –dihydroxy-6-methyl, 4phyran-4-one. Fraksi ini juga mengandung senyawa fural yaitu 2-furancarboxaldehyde, 5 (hydroxymethyl). Sedangkan fraksi etil asetat mengandung senyawa antimikroba dari golongan diterpen berupa phytol dan phytol isomer, serta mengandung senyawa steroid berupa gamma sitosterol. Adapun ekstrak kasar metode maserasi mengandung 2-[5-(1,1-Dimethylethoxy)
38
Bicyclo [4.4.1] Undeca-2,4,6,8,10-Pentaen-2-Yl]-1,5,6-Trimethyl 1h-Benzimidazole dari golongan azole yang memiliki aktivitas antifungi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ehsan et al. (2011), βsitosterol, sterol tanaman, menunjukkan aktivitas antimikroba , anti-inflamasi dan kegiatan sitotoksik. Senyawa 2-furancarboxaldehyde, 5-(hydroxymethyl) juga menunjukkan aktivitas antibakteri dan antijamur yang dapat diaplikasikan dalam produk farmasi, kosmetik dan pestisida. Furfural digunakan sebagai pemberi flavor dalam makanan dan produk lainnya, seperti kosmetik, wewangian, pestisida, herbisida, fungisida, insektisida, dan bahan pembasmi kuman. Adanya senyawa antimikroba pada setiap ekstrak dan fraksi ekstrak yang didapat pada penelitian ini terlihat dari zona bening yang tebentuk pada setiap ekstrak dan fraksi ekstrak oleh salah satu mikroba pengkontaminasi saat dilakukan uji aktivitas antimikroba terhadap Microsporum gypseum. Keempat jenis ekstrak/fraksi ekstrak menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap mikroba pengkontaminasi yang tidak diketahui identitasnya ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat ekstrak/fraksi ekstrak memiliki aktivitas antimikroba terhadap jenis mikroba tertentu walaupun tidak cukup kuat untuk menghambat Candida albicans. Gambar 15 memperlihatkan zona bening tersebut.
Gambar 15. Zona bening yang terbentuk oleh mikroorganisme pengkontaminasi Selain Candida albicans dan Microsporum gypseum, mikroba lainnya yang menjadi mikroba uji pada penelitian ini adalah Pseudomonas aeruginosa. Mikroorganisme ini tergolong ke dalam bakteri gram negatif aerob obligat, berkapsul, dan mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil. Menurut Tranggono (2007) Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri yang seringkali menyerang kosmetik. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim pyocynase yang dapat menyebabkan penggunaan zat pengawet menjadi tidak berguna lagi. Kontaminasi Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan pembusukan kornea mata dan kebutaan. Adapun yang dimaksud kosmetik untuk daerah mata mencakup produk-produk yang mungkin kontak dengan kornea mata, misalnya sampo, pembilas rambut, conditioner, krim-krim wajah, lotion, dan cleanser. Uji aktivitas antimikroba yang dilakukan dengan mikroba uji Pseudomonas aeruginosa menunjukkan hasil bahwa tidak satu pun ekstrak atau fraksi ekstrak baik pada tingkat konsentrasi 1%. 2%, ataupun 3% yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ini. Hasil uji aktivitas antimikroba dengan mikroba uji Pseudomonas aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 16. Adapun Tabel 7 menunjukkan rataan diameter zona bening yang terbentuk pada seluruh uji antimikroba.
39
A
B
C
D
Gambar 16. Aktivitas antimikroba ekstrak kasar soxhlet (A), fraksi etanol air (B), fraksi etil asetat (C),dan ekstrak kasar maserasi (D) terhadap Pseudomonas aeruginosa.
40
Tabel 7. Rataan diameter zona bening yang terbentuk pada uji antimikroba Jenis Ekstrak
Konsentrasi Ekstrak (%)
Ekstrak Kasar Soxhlet
1
Fraksi Etanol Air Soxhlet Fraksi Etil Asetat Soxhlet Ekstrak Kasar Maserasi
Diameter Zona Bening (mm) Candida Microsporum Pseudomonas albicans gypseum aeruginosa 0 0 0
2
0
0
0
3
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
3
0
14
0
1
0
12
0
2
0
14
0
3
0
20
0
F. UJI COBA DALAM PRODUK PERSONAL HYGIENE Uji coba formulasi ekstrak jarak pagar dilakukan pada produk sabun batang transparan. Ekstrak jarak pagar ditambahkan dalam formula sebagai substitusi bahan pengawet BHT, yaitu dengan memanfaatkan aktivitas antioksidan yang dimiliki. Pemilihan produk personal hygiene berupa sabun batang transparan didasarkan pada kegunaan sabun yaitu untuk merawat kesehatan kulit sehingga akan lebih berfungsi bila ditunjang dengan zat yang memiliki aktivitas antimikroba dan antioksidan. Pada kasus kali ini, aktivitas antioksidan lebih diutamakan mengingat aktivitas terbesar pada fraksi ekstrak jarak pagar adalah aktivitas antioksidan itu sendiri. Zat antioksidan BHT umum ditambahkan dalam formula produk kosmetik yang berbasis minyak-minyakan dengan tujuan untuk mencegah oksidasi. BHT digunakan dengan konsentrasi 0.2-1% basis minyak, akan tetapi umum dipakai konsentrasi 0,65%. Dua jenis fraksi ekstrak jarak pagar yaitu fraksi etanol air dan fraksi etil asetat soxhlet diformulasikan dalam sabun batang transparan dengan tiga tingkat konsentrasi yaitu 1%, 0.5% dan 0.25%. Pemilihan fraksi etil asetat didasarkan pada aktivitas antioksidannya yang tinggi dan tidak berbeda nyata dengan ekstrak kasar maserasi dan rendemen zat yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar maserasi. Sedangkan pemilihan fraksi etanol air didasarkan pada fungsinya yaitu sebagai pembanding bagi fraksi etil asetat yang keduanya berasal dari satu metode ekstraksi yang sama, yaitu metode soxhlet. Penampakan sabun dengan penambahan fraksi ekstrak jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 17.
41
A (1.0%)
A (0.5%)
A (0.25%)
B (1.0%)
B (0.5%)
C (0.25%)
Gambar 17. Produk sabun batang transparandengan penambahan fraksi etanol air (A) dan fraksi etil asetat (B) jarak pagar Sabun yang telah dicetak dan didiamkan beberapa waktu kemudian disimpan pada suhu terkontrol 500C di dalam oven untuk selanjutnya dianalisis nilai pH sabun, aktivitas antioksidan, kestabilan busa serta bagian tak larut dalam alkohol. Gambar 18 menunjukkan kondisi penyimpanan sabun di dalam oven. Adapun Tabel 8 menunjukkan karakteristik sabun batang transparan setelah penyimpanan selama 5 hari (2 hari aging dan 3 hari penyimpanan).
Gambar 18. Penyimpanan sabun batang transparan
42
Tabel 8. Karakteristik sabun batang transparan Sabun batang Aktivitas antioksidan transparan (%) pH (% peredaman DPPH)
Kestabilan busa (%)
Bahan tak larut dalam alkohol (%) 1.70 1.20 1.40 1.55 1.80 1.90 1.45 1.75
BHT 10.30 67.70 62.16 EA 0.25 10.25 3.92 70.51 EA 0.5 10.00 7.19 68.42 EA 1.0 10.30 12.43 56.32 Etas 0.25 9.90 8.23 78.20 Etas 0.5 10.25 20.20 83.01 Etas 1.0 10.20 37.25 83.23 Kontrol 10.25 74.83 Keterangan: EA (Fraksi Etanol Air), Etas (Fraksi Etil Asetat), Kontrol (Tanpa Penambahan BHT)
Dari Tabel 8 terlihat bahwa aktivitas antioksidan tertinggi produk sabun dengan penambahan ekstrak jarak pagar dimiliki oleh sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 1.0%, adapun aktivitas terendah dimiliki oleh sabun dengan penambahan fraksi etanol air 0.25%. Namun bila dibandingkan dengan sabun batang transparandengan penambahan BHT, aktivitas antioksidan tertinggi tetap dimiliki oleh sabun dengan penambahan antioksidan komersial ini. Untuk parameter kestabilan busa, nilai tertinggi dimiliki oleh sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 1.0% yaitu sebesar 83.23%, lebih tinggi dibanding kestabilan busa sabun dengan penambahan antioksidan BHT yaitu sebesar 62.16%. Untuk uji bahan tak larut dalam alkohol diperoleh hasil bahwa semua sabun masih memenuhi standar dimana persentase bahan tak larut dalam alkohol bernilai kurang dari 2.50%. Selain analisis karakteristik sabun, juga dilakukan uji kesukaan terhadap sabun yang mencakup kesukaan terhadap warna dan aroma. Tabel 9 menyajikan data uji kesukaan terhadap sabun batang transparan. Tabel 9. Uji kesukaan terhadap sabun batang transparan Sabun batang Kesukaan terhadap warna transparan (%) (% respon kesukaan) BHT
Kesukaan terhadap aroma (% respon kesukaan)
11.50 8.85
9.70
EA 1.0
11.50 7.08
10.45 7.46
Etas 0.25
8.85
8.96
Etas 0.5
6.19
8.21
Etas 1.0
7.08
8.21
EA 0.25 EA 0.5
8.96
Kontrol 7.96 8.96 Keterangan: EA (Fraksi Etanol Air), Etas (Fraksi Etil Asetat), Kontrol (Tanpa Penambahan BHT) Dari uji kesukaaan terhadap sabun batang transparan yang dilakukan diperoleh bahwa sabun BHT dan EA 0.5% memiliki persen respon kesukaan warna yang paling tinggi yaitu sebesar 11.5%. Adapun kesukaan terhadap aroma tertinggi diperoleh sabun EA 0.5% pula yaitu sebesar 10.45. Gambar 19 menunjukkan penampakan sabun dengan respon kesukaan terhadap warna dan aroma tertinggi.
43
Gambar 19. Sabun dengan respon kesukaan terhadap warna dan aroma tertinggi Selain pengamatan yang dilakukan pada hari akhir penyimpanan, pengamatan sabun juga dilakukan pada H-1, H-2, dan H-3. H-1 merupakan hari pertama pengamatan setelah sabun didiamkan selama 2 hari (aging). H-2 adalah hari kedua pengamatan, sedangkan H-3 adalah hari ketiga pengamatan (penyimpanan hari ke-5). Salah satu analisis yang dilakukan terhadap sabun yang dihasilkan adalah analisis pH atau derajat keasamaan. Hasil yang didapat seperti yang terlihat pada Gambar 20 menunjukkan tidak adanya tren yang terbentuk dari hari ke hari. Data yang berhasil diamati bersifat acak. Untuk nilai pH sabun dengan penambahan BHT sebagai kontrol positif terlihat bahwa pH pada pengamatan H-1 bernilai 10.15. Nilai ini menurun pada H-2 menjadi 10.10 dan meningkat pada H-3 menjadi 10.30. Adapun untuk sabun dengan penambahan fraksi etanol air 1.0%, pengamatan H-1 menunjukkan nilai pH sabun sebesar 10.20. Nilai ini turun menjadi 10.00 di H-2 dan naik menjadi 10.30 di H-3. Sedangkan untuk sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 0.25%, pengamatan H-1 menunjukkan nilai pH sabun sebesar 10.20. Nilai ini juga menurun pada H-2 menjadi 10.15 lalu terus menurun pada H-3 menjadi 9.90. 10.40 10.30 10.20 pH
10.10 H‐1 10.00
H‐2
9.90
H‐3
9.80 9.70 BHT
EA 0.25 EA 0.5 EA 1.0 Etas 0.25 Etas 0.5 Etas 1.0 Jenis Sabun (%)
Gambar 20. Nilai pH sabun dengan penambahan fraksi jarak pagar pada pengamatan H-1, H-2, dan H-3
44
% Penghambatan (Daya Antioksidan)
Selain nilai pH, parameter lainnya yang diamati adalah aktivitas antioksidan produk. Gambar 21 menunjukkan nilai persen penghambatan (aktivitas antioksidan) produk sabun. Seperti halnya nilai pH, nilai persen penghambatan DPPH yang menunjukkan aktivitas atioksidan produk sabun pun menunjukkan data yang tidak mempunyai tren dari hari kehari-nya. Data yang tidak beraturan ini diduga disebabkan karena zat-zat penyusun sabun masih belum stabil sehubungan dengan masa aging produk yang terlalu sebentar (hanya 2 hari). Hal lain yang dapat teramati dari data pada Gambar 21 yaitu aktivitas antioksidan tertinggi pada tiap pengamatan dimiliki oleh sabun dengan penambahan BHT. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan fraksi ekstrak belum dapat menggantikan ataupun menyamai keefektifan penggunaan BHT pada produk sabun. Aktivitas antioksidan tertinggi berikutnya setelah sabun dengan penambahan BHT dimiliki oleh sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 1.0%, sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 0.5%, dan sabun dengan penambahan fraksi etanol air 1.0%. 80 70 60 50 40
H‐1
30
H‐2
20
H‐3
10 0 BHT
EA 0.25
EA 0.5
EA 1.0
Etas 0.25 Etas 0.5
Etas 1.0
Jenis Sabun Gambar 21. Nilai persen penghambatan (daya antioksidan) sabun dengan penambahan fraksi jarak pagar pada pengamatan H-1, H-2, dan H-3 Analisis statistika yang dilakukan terhadap parameter daya antioksidan dan nilai pH produk sabun menunjukkan hasil bahwa faktor jenis sabun, hari pengamatan, dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap daya antioksidan sabun. Namun, untuk nilai pH, hanya faktor hari pengamatan yang berpengaruh nyata. Faktor jenis sabun dan interaksi antara hari pengamatan dan jenis sabun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH produk. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa nilai antioksidan pada semua jenis sabun berbeda secara signifikan kecuali antara yaitu sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 0.25% dan sabun dengan penambahan fraksi etanol air 0.5%. Sedangkan bila ditinjau dari faktor hari pengamatan terlihat bahwa respon yang berupa aktivitas antioksidan sabun, nilainya tidak berbeda nyata antara hari pengamatan pertama dan kedua, begitu pula dengan hari pengamatan kedua dan ketiga. Namun nilai aktivitas antioksidan antara hari pertama dan hari ketiga berbeda secara signifikan. Adapun untuk respon berupa pH sabun, nilainya tidak berbeda nyata antara hari pengamatan pertama, kedua, dan ketiga yang berarti nilai pH sabun masih relatif stabil pada ketiga hari pengamatan tersebut.
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Jarak pagar (Jatropha curcas Linn) merupakan tanaman perdu yang tergolong ke dalam family Euphorbiaceae. Dalam perawatannya, jarak pagar akan mengalami pemangkasan setiap tahunnya untuk membentuk cabang produktif dan vegetatif dimana akan menghasilkan limbah daun yang belum banyak memiliki nilai tambah. Penelitian mengenai kajian aktivitas antimikroba dan antioksidan terhadap daun dan ranting Jatropha curcas Linn merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan cara pemanfaatan yang optimal terhadap seluruh bagian tanaman tersebut, khususnya bagian daun dan ranting. Hasil analisis antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak maupun fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar yang diekstraksi dengan metode ekstraksi soxhlet dan masersi menggunakan pelarut etanol menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi. Aktivitas tertinggi dimiliki oleh ekstrak kasar maserasi dengan nilai penghambatan sebesar 93.19% pada konsentrasi 20 ppm dan nilai IC50 sebesar 7.2 ppm. Sedangkan diantara ekstrak/fraksi ekstrak hasil metode soxhlet, aktivitas tertinggi dimiliki oleh fraksi etil asetat dengan nilai penghambatan sebesar 90.90% pada konsentrasi 20 ppm dan nilai IC50 sebesar 7.8 ppm. Adapun untuk analisis antimikroba, ekstrak kasar maserasi menunjukkan penghambatan terhadap fungi Microsporum gypseum. Aktivitas antimikroba ini terlihat dari terbentuknya zona bening disekitar sumur baik pada konsentrasi ekstrak 1%, 2%, dan 3% dengan diameter 12 mm, 14 mm, dan 20 mm serta indeks sebesar 0.2, 0.4, dan 1.0. Selain itu, fraksi etil asetat juga menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap Microsporum gypseum pada konsentrasi 3% dengan diameter hambat 14 mm dan indeks sebesar 0.4. Analisis GC-MS dilakukan pada keempat ekstrak untuk mengetahui kandungan senyawasenyawa didalamnya yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan dan antimikroba. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak kasar maserasi mengandung beberapa senyawa golongan fenol yaitu n'-phenylisobutyrohydrazide, phenylthiotrimethylsilane, dan diphenylchlorophosphine yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan, serta senyawa 2-[5-(1,1-Dimethylethoxy) Bicyclo [4.4.1] Undeca-2,4,6,8,10-Pentaen-2-Yl]-1,5,6-Trimethyl 1hbenzimidazole dari golongan azole yang memiliki aktivitas antifungi. Sementara itu, fraksi etil asetat mengandung senyawa katekin dan hexadecanoic acid yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan serta senyawa phytol, phytol isomer, dan gamma sitosterol yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikroba. Pengembangan sabun batang transparan berbasiskan fraksi atil asetat merupakan salah satu cara pemanfaatan terhadap daun dan ranting jarak pagar. Sabun dengan penambahan fraksi etil asetat jarak pagar pada tingkat konsentrasi 1.0% menghasilkan sabun dengan aktivitas antioksidan sebesar 37.25% dan tingkat kestabilan busa sebesar 83.23%. Adapun sabun dengan penambahan kontrol berupa BHT (antioksidan sintetik) menghasilkan sabun dengan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi sebesar 67.70% dan tingkat kestabilan busa yang lebih rendah sebesar 66.16%.
46
B. SARAN Produk personal hygiene yang dihasilkan pada penelitian ini hanya diuji aktivitas antioksidannya, pH, kestabilan busa, serta bagian tak larut dalam alkohol. Sebagai penyempurnaan, pada penelitian-penelitian selanjutnya sebaiknya juga dilakukan uji penggunaan produk secara langsung (misalnya pada hewan seperti kelinci) untuk mengetahui pengaruh pemakaian produk pada kulit yang menjadi target pembuatan produk itu sendiri.
47
DAFTAR PUSTAKA Akihisa T, Ogihara J, Kato J, Yasukawa K, Ukiya M, Ya-manouchi S, and Oishi K. 2001. Inhibitory effects of triterpenoids and sterols on human immunodeficiency virus-1reverse transcriptase. Lipids 36:507-512. Akinpelu D, OA Aiyegoro dan AI Okoh. 2009. The bioactive potentials of two medicinal plants commonly used as folklore remedies among some tribes in west africa. African J Biotechnol 8(8): 1660-1664. Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total, dan likopen pada buah tomat (Solanum Lycopersium L.). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 13(1):1-9. Anonim.
2009.
GC-MS
Kromatografi
Gas
Spektrofotometer. http://id.shvoong.com/exact-
sciences/chemistry/2152083-gc-ms-kromatografi-gas-spektrometer/#ixzz1Yz2dY6RH. H
[01
Oktober 2011]. Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Apak R, Guclu K, Demirata B, Ozyurek, Celik SE, Bektasoglu B, Berker KI, Ozyurt. 2007. Comparative evaluation of various tptal antioxidant capacity assays applied to phenolic coumpunds with the cuprac assay. Review. Moleceules 12:1496-1547. Bast A, Haena GRM and Doelman CJA. 1991. Oxidant and antioxidant. State oh The Art, Am J. Med (91): 3c-4s. Bombardelli E. 1991. Technologies for The Processing of Medical Plants. Di dalam R. O. B. Wijesekera. The Medicinal Plant Industry. Boca Raton: CRC Press. Charalampos P. 2008. Natural antioxidant constituents from selected aromatic plants and their antimicrobial activity against selected pathogenic microorganism. Food Technol Biotechnol 46(2) : 151-156. Cheng Z, Su LMJ, Zhou K, Luther M, Yin J, dan Yu L. 2006. Effect of post harvest treatment heat stress on availability of wheat antioxidant. J Agric Food Chem 54: 5623-5629. Chism GW, Haart NF. 1996. Characteristic of Edible Plant Tissues. Di dalam Fennema O. R. (Ed), Food Chemistry (pp. 943-1011) 3rd. New York: Marcel Dekker Inc. Cosse A, Bartelt R, Weaver D, and Zilikowski B. 2002. Pheromone components of the wheat stem sawfly: identification, electrophysiology and field bio-assay. J Chem Ecol 28: 407- 423. Danesi PR. 1992. Solvent Extraction Kinetics. Di dalam Rydberg JC Musikas dan G. R. Choppin. Principles and Practices of Solvent Extraction. New York: Marcel Dekker Inc. Devappa RK, Makkar HPS, dan Becker K. 2011. Jatropha diterpenes: A review. J Am Oil Chem Soc 88: 301–322. Durran TH. 1933. Solvent. New York: Van Nostrand Company Inc. Ehsan O, Norhani A, Syahida A, Wan ZS, Abdul RO, dan Yin WH. 2011. Bioactive compounds and biological activities of Jatropha curcas L. Kernel Meal Extract. Int J Mol Sci 12: 5955-5970. El Diwani G, S El Rafie dan S Hawash. 2009. Protection of Biodiesel and Oil from Degradation by Natural Antioxidants of Egyptian Jatropha. Abstract from International Journal of Environmental Science and Technology. [ 12 Septemer 2011]. Emmons WC, Buford HC, Putz J, Kwon CKJ. 1977. Medical Mycology. 3nded. Philadephia: Lea & Febiger.
48
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gomez M, Saenz M, Garcia M, and Farnandez M. 1999. Study on topical anti-inflammatory activity of Achillea ageratum on chronic and acute inflammation. Z. Naturforsch 55c: 937-941. Gubitz GM, M Mittlebach, dan M Trabi. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Bioresource Technol 67:73-82. Gunawan IWG, IG Gede B, dan NL Sutrisnayanti. 2008. Isolasi dan identifikasi terpenoid yang aktif antibakteri pada herba meniran (Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Kimia 2(1): 31-39. Hambali E, Suryani A, Dadang Hariyadi, H Hanafie, IK Reksowardjojo, M Rivai, M Ihsanur, P Suryadarma, S Tjitrosemito, T H Soerawidjaja, T Prawitasari, T Prakoso, dan W Purnama. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia Edisi Ke 2. Phytochemical Methods. Penerjemah: Kosasih. Bandung: ITB. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill. Hatano T, H Kagawa, T T Yusuhara dan I Okuda. 1988. Two New Flavonoids and Other Constituents. In : Licorice Roots. Their Relative Astringency and Radical Scavening Effect. 2090-2097. Hema R, S Kumaravel dan K Alagusundaram. 2011. GC-MS Study on the bioactive components and anti-cancer activities of Solanum surattense. Cancer Biology 1(1):13-17. Henning K. 1997. Fuel Production Improves Food Production: The Jatropha Project in Mali. Di dalam: Gubitz GM, Mittelbach M, Trabi M, editor. Biofuels and Industrial Products from Jatropha Curcas. Pp:92-97. DBV Graz. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid ke-2. Jakarta: Yayasan Sana Wana Jaya. Hodek P, Trelil P, Stiborova M. 2002. Flavonoids- potent and versatile biologically active compounds interacting with cytochrome p450. Chemico-Biol. Intern 139(1): 1-21. Houghton P J, A Rahman. 1998. Laboratory Handbook for Fractination of Natural Extracts. London: Chapman and Hall. Igbinosa OO, EO Igbinosa dan OA Aiyegoro. 2009. Antimicrobial activity and phytochemical screening of stem bark extracts from Jatropha curcas (Linn). African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 3(2) : 058-062. Indrawati G, Wellyzar S, editor. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Javanmardi J, Stushnoff C, Looke W, dan Vivanco JM. 2003. Antioxidant activity and total phenolic content of iranian ocimum accesions. J. Food Chem 53: 1841-1856. Jay J M. 1992. Modern Food Microbiology, 4th ed. USA: Wayne State University. Johnson IT. 2001. Antioxidant and Antitumour Properties. England: CRC Press, Cambridge. Kakuda Y, Pohorly JE, Shi J. 2003. Polyphenolics in grape seeds biochemistry and functionality. J Med Food 6:291-299. Kamrin MA, Mayor GH. 1991. Diethyl phthalate: A perspective. J Clin Pharmacol 31: 484–489. Kasahara Y, Kumaki K, Katagiri S, Yasukawa K, Ya-manouchi S, Takido M, Akihisa T, and Tamuta T. 1994. Carthami flos extract and its component, stig-masterol, inhibit tumour promotion in mouse skin two-stage carcinogenesis. Phytotherapy Res 68: 327- 331. 49
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Kurnia R. 2010. Ekstraksi dengan pelarut. http://lordbroken.wordpress.com/ekstraksi-pelarut/. [17 Oktober 2011]. List PH, PC Schmidt. 1989. Phytopharmauceutical Technology. Boston: CRC Press. Maria D. 2010. Efektifitas tindakan personal hygiene terhadap tingkat kepuasan pasien imobilisasi di rs mardi rahayu kudus. http://www.google.co.id/ur.undip.ac.id. [4 Februari 2011]. Mattiacci L, Rocca B, Scascighini N, D’Alessandro MHA, and Dorn S. 2001. Systemically induced plant volatiles emitted at the time of “danger”. J Chem Ecol 27: 2233-2251. Maya M, Rilka T, Simeon P, Ralf GB, Ulrich K, and Nedjalka H. 2003. GC/MS Analysis of some bioactive constituents from Carthamus lanatus L. Z. Naturforsch 58c: 697-703. Meloan CE. 1999. Chemical Separation. New York: J Willey. Miller HE, F Rigelholf, L Marquart, A Prakash, M Kanter. 2000. Antioxidant content of whole grain breakfast cereal, fruits and vegetables. Journal of The American Collage of Nutrition Vol 19(3): 3125-3195. Mitsui T. 1997. New Cosmetic Science. Tokyo: Shiseido Co Ltd. Molyneux P. 2004. The use stable free radical diphenylpicrylhydrazil (DPPH) for estimating antioksidan activity. Songklanakarin J Sci Technol 26(2):201-210. Moschella H. 1994. Dermatology. 3nd Ed Vol One. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Murray RK. 2003. Harper’s Biochemistry. New York: Eorth Publisher. Mwine JT, PV Damme. 2011. Why do Euphorbiaceae tick as medicinal plants? A review of Euphorbiaceae family and its medicinal features. J Med Plants Res 5(5): 652-662. Naengchomnong W, B Tarnchompoo, dan Y Thebtaranonth. 1994. (+)-Jatropha, (+)-marmesin, propacin and jatrophin from the roots of jatropha curcas (euphorbiaceae). J. of the Sci. Soc, of Thail. 20:73-83. Naidu AS. 2000. Natural Food Antimicrobial System. USA: CRC Press. Ordon ez AAL, Gomez V, Vattuone MA, Isla MI. 2006. Antioxidant activities of Sechium edule (jacq.) swartz extracts. Food Chem 97: 452-458. Oyi AR, JA Onaolapo, AK Haruna, dan CO Morah. 2007. Antimicrobial screening and stability studies of the crude extract of Jatropha carcass Linn. Latex (Euphorbiaceae). Nig J Pharm Sci 6(2): 14-20. Pase GAP. 2009. Kajian Aktivitas Antimikroba Sabun Berbahan Baku Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Penambahan Khitosan [skripsi]. Bagor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pelczar MJ, Chan ECS, dan Krieg NR. 1993. Microbiology Concepts and Application. New York: Mc Graw-Hill, Inc. Perron NR, Brumaghim JL. 2009. A review of the antioxidant mechanisms of polyphenol compounds related to iron binding. Cell Biochemistry and Biophysics 53: 75-100. Prihandana R, R Hendroko, dan M Nuramin. 2007. Menghasilkan Biodiesel Murah: Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. Jakarta: Agromedia Pustaka. Prindle RF. 1983. Phenolic Compounds. In : Block, S. S. (eds). Disinfection, Sterilization, and Preservation. 3rded. Philadelphia: Lea and Febiger. Hal 197-210. Raicht R, Cohen B, and Fazzini E. 1980. Protective effect of plant sterols against chemically induced colon tumours in rats. Cancer Res 40: 403-405.
50
Rakesh SU, Patil PR, Salunkhe VR. 2010. Free radical scavenging activity of hydroalcoholic extracts if dried flowers of Nymphaea stellata Wild. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(2): 1-9. Randhir R, Kwon Y, dan Shetty K. 2008. Effect of thermal processing on phenolics, antioxidant activity, and health-relevant functionslity of selected grain sprouts and seedlings. J Innov Food Sci Emerg Tech 9: 355-364. Ringbom T, Huss U, Stenholm A, Flock S, Skatteboel P, Perera P, and Bohlin L. 2001. COX-2inhibitory effects on naturally occurring and modified fatty acids. J Nat Prod 64:745-749. Rippon, Jhon W. 1974. Medical Mycology The Pathogenic Fungi and The Pathogenic Actinomycetes. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Sediawan WB, Prasetya. 1997. Pemodelan Matematis dan Penyelesaian Numeris dalam Teknik Kimia dengan Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran. Yogyakarta: Andi. Segal B. 1994. Pathogenic Yeast and Yeast Infections. Tokyo: CRC Press Inc. Setyowati S. 2009. Unit Corn Mill. www.chem-is-try.org. [Oktober 2011] Sikkema JJ, de Bont A, dan B Poolman. 1995. Mechanism of membran toxicity of hydrocarbons. Microbiol Rev 59:70. Stanisavlejic I, Velickovic DT, Todorvic ZB, Lazic ML, Velkjovic VB. 2009. Comparison of techniques for the extraction of tobacco seed oil. Eur. J Lipid Sci Technol 111:513-518. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press. Supari F. 1995. Radikal Bebas dan Patofisiologi Beberapa Penyakit. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi dan Kedutaan Besar Prancis, Jakarta. Suprihatin SD. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Suratmo. 2009. Potensi ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai antioksidan. http://fisika.ub.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_205_1.pdf [ 12 September 2011]. Syakir. 2008. Pemangkasan jarak pagar. info tek jarak pagar Volume 3. Pusat Penelitian Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tarwoto W. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Penerbit : Salemba Tim Jarak Pagar RNI, 2006. Jarak Pagar Pemicu Kesejahteraan. Jakarta: Kalam Indonesiaa. Tranggono R. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tuminah S. 2000. Pencegahan kanker dengan antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran 122:21-23. Ukhty N. 2011. Kandungan Senyawa Fitokimia, Total Fenol, dan Aktivitas Antioksidan Lamun Syringodium isoetifolium [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Velanganni J, Kadamban D. 2011. Phytoconstituents of ethanol extract of Mallotus Philippensis (Lam.) Mull. Arg. Var. Philippensis (Euphorbiaceae). IJPRD Vol 3(8): 73-76. Vendity E, Bacchetti T, Tiano L, Carloni P, Greci L, dan Damiani E. 2009. Hot vs cold water steeping of differentteas: do they affect antioxidant activity? J Food Chem 119: 1597-1604. Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr. Soendani Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wang S, Ghisalberti E, and Ridsdill SJ. 1999. Volatiles from Trifolium as feeding detergents of redegged mites. Planta Med. 52: 601-605.
51
[WHO] World Health Organization. 2003. Diethyl phthalate. Concise Assessment Document 52. Geneva: World Health Organization.
International Chemical
Wicaksana, IGA. 2008. Microsporum gypseum. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press. Windarwati S. 2011. Pemanfaatan Fraksi Aktif Ekstrak Tanaman Jarak Pagar sebagai Zat Antimikroba dan Antioksidan dalam Sediaan Kosmetik [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yasukawa K, Takido M, Matsumoto T, Takeuchi M, and Nakagawa S. 1991. Sterol and triterpene derivatives from plants inhibit the effects of tumour pro-moter and sitosterol and betulinic acid inhibit tumour formation in mouse skin two-stage carcinogenesis. Oncology 41:72-76. Nurmillah OY. 2009. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Biji, Kulit Buah, Batang, dan Daun Tanaman Jarak Pagar [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering
a.
Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi contoh kemudian dikeringkan pada oven suhu 1050C selama 3 jam, setelah itu cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan: 1 2 100% 1 Ket: w1 : Bobot sampel awal (g) w2 : Bobot sampel akhir setelah dikeringkan (g)
b. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-3 g sampel dimasukkan ke dalam sebuah cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Untuk sampel berbentuk cairan, sampel diuapkan di atas penangas air terlebih dahulu hingga kering. Cawan yang berisi sampel selanjutnya diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 5500C sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen bisa masuk). Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan: 1
2
100%
Ket: w : Bobot sampel sebelum diabukan (g) w1: Bobot sampel + cawan setelah diabukan (g) w2: Bobot cawan kosong (g)
c.
Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsongan kertas berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800C selama kurang lebih 1 jam. Selanjutnya selongsong dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian dilakukan proses ekstraksi dengan pelarut heksan atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Heksan lalu disuling dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 1050C. Labu lemak didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan ulang hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan: %
1
2
100%
Ket: w : Bobot sampel (g) w1: Bobot labu lemak kosong (g) w2: Bobot labu lemak setelah diekstraksi (g)
54
d. Kadar Karbohidrat Sejumlah kecil sampel yaitu sekitar 0.1 g ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian tambahkan 0.9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel dididihkan selama 1-15 jam hingga cairan menjadi jernih. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas dengan aquadest dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5 ml H3BO3 dalam Erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (canpuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N yang sudah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti pada penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus: 14.007 100 % % ⁄
%
55
Lampiran 2. Prosedur analisa sabun
a.
Bagian Tak Larut dalam Alkohol (SNI 06-2878-1992) Sebanyak 10 gram sabun ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala lalu ditambahkan 100 ml alkohol dan dipanaskan pada 800C selama 30 menit sambil diaduk. Kemudian disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya (W1). Kertas saring beserta isinya dikeringkan pada suhu 1050C selama 60 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobotnya tetap (W2). Perhitungan: W2 1 100% Ket: W : berat contoh
b. pH (SNI 06-3532-1994) Kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH setiap akan melakukan pengukuran. Pengukuran pH dilakukan pada kondisi penetapan larutan sabun 10% dalam air. c.
Stabilitas Busa Larutan sabun 10% dalam air dikocok selama 1 menit, kemudian ukur tinggi busa yang terbentuk (a) dan setelah 1 jam ukur kembali tinggi busa yang masih ada (b). Perhitungan: %
100%
56
Lampiran 3. Hasil analisis total fenol
0.250 y = 0.00005+0.00185x R² = 0.998
Absorbansi
0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0
50
100
150
Konsentrasi (ppm) Gambar 22. Kurva Standar Asam Tanat Persamaan regresi linear asam tanat : y = 0.00005 + 0.00185 x Tabel nilai absorbansi dan total fenol sampel Jenis Ekstrak
Ulangan
Ekstrak kasar soxhlet
1
Fraksi Etanol Air
2 1 2
Fraksi Etil Asetat
1
Ekstrak Kasar Maserasi
1
2 2
Total Fenol (mg TAE/g sampel)
57.7 56.9 31.4 28.3 58.1 62.7 52.6 51.2
Rata-rata
57.3 29.8 60.4 51.9
57
Lampiran 4. Perhitungan daya antioksidan sampel uji a.
Tabel aktivitas antioksidan (% penghambatan)
Jenis ekstrak/Fraksi ekstrak
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi Kontrol
4 6 8 Ekstrak Kasar Soxhlet
0.627
10 12 16 0.423 20 4 6 8
Fraksi Etanol Air Soxhlet
0.627
10 12 16 0.423 20 4 6
Fraksi Etil Asetat Soxhlet
8
0.627
10 12 16
0.423
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Absorbansi Sampel 0.543 0.467 0.472 0.448 0.401 0.318 0.376 0.253 0.255 0.153 0.040 0.037 0.036 0.035 0.561 0.549 0.493 0.474 0.444 0.424 0.404 0.381 0.320 0.293 0.082 0.047 0.056 0.036 0.516 0.390 0.401 0.387 0.352 0.271 0.241 0.248 0.183 0.090 0.034 0.034
% Penghambatan 13.397 25.518 24.721 28.549 36.045 49.282 40.032 59.649 59.330 75.598 90.544 91.253 91.489 91.726 10.526 12.440 21.372 24.402 29.187 32.376 35.566 39.234 48.963 53.270 80.615 88.889 86.761 91.489 17.703 37.799 36.045 38.278 43.860 56.778 61.563 60.447 70.813 85.646 91.962 91.962
Rataan 19.458 26.635 42.663 49.841 67.464 90.898 91.608 11.483 22.887 30.781 37.400 51.116 84.752 89.125 27.751 37.161 50.319 61.005 78.230 91.962
58
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
20 4 6 8 Ekstrak Kasar Maserasi
10
0.734
12 16 20
91.489 90.307 26.022 27.929 42.507 43.869 56.676 56.540 66.076 67.575 92.098 78.202 93.188 92.779 93.188 93.188
0.036 0.041 0.543 0.529 0.422 0.412 0.318 0.319 0.249 0.238 0.058 0.160 0.050 0.053 0.050 0.050
90.898 26.975 43.188 56.608 66.826 85.150 92.984 93.188
b. Perhitungan aktivitas antioksidan (% penghambatan)
%
100%
Contoh : Perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak kasar soxhlet pada konsentrasi 4 ppm ulangan ke-1 0.627 0.543 0.627
%
100%
13.397% c.
Aktivitas antioksidan vitamin C
% Daya Antioksidan
100.000
94.917
80.000
73.206
60.000
56.858 41.467
40.000 28.788
20.000 8.772
0.000 4
6
8
10
12
20
Konsentrasi Ekstrak (ppm)
59
Lampiran 5. Perhitungan nilai IC50 sampel uji dan vitamin C a.
Tabel regresi linear dan nilai IC50 R2 0.9792
IC50 (ppm)
Ekstrak Kasar Soxhlet
Persamaan Regresi y = - 6.475 + 5.9609 x
Etanol Air
y = - 6.7782 + 4.6889x
0.9859
12.1
Etil Asetat
y = 0.9724 + 6.2401 x
0.9895
Ekstrak Kasar Maserasi
y = - 0.2458 + 6.9994 x
0.9929
7.8 7.2
Vitamin C
y = - 20.96 + 7.8475 x
0.9958
9.0
Jenis Ekstrak
9.5
b. Perhitungan nilai IC50 Keterangan: y = % Penghambatan x = Konsentrasi zat IC50 = Konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen penghambatan sebesar 50% (Suratmo, 2009) Æ y = 50% Contoh perhitungan IC50 untuk ekstrak kasar soxhlet : 6.475 5.9609 50 6.475 5.9609 5.9609 50 6.475 9.5
60
Lampiran 6. Hasil uji antimikroba
Jenis Ekstrak
Konsentrasi Ekstrak 1
Ekstrak Kasar Soxhlet
2 3 1
Fraksi Etanol Air Soxhlet
2 3 1
Fraksi Etil Asetat Soxhlet
2 3 1
Ekstrak Kasar Maserasi
2 3
Diameter Zona Bening (mm) Candida Microsporum Pseudomonas albicans gypseum aeruginosa 0 0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
14
0
0
12
0
0
12
0
0
14
0
0
14
0
0
20
0
0
20
0
61
Lampiran 7. Hasil analisis statistika a.
Aktivitas antioksidan ekstrak/fraksi ekstrak jarak pagar The SAS System The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values Tingkat konsentrasi 7 4 6 8 10 12 16 20 Jenis ekstrak 4 ABCD Number of Observations Read Number of Observations Used
Dependent Variable: respon Source Model Error Corrected Total
DF 27 28 55
R-Square 0.973899
Sum of Squares 39776.32651 1066.02465 40842.35115 Coeff Var 10.67551
56 56
Mean Square 1473.19728 38.07231
Root MSE 6.170276
F Value 38.69
Pr > F <.0001
respon Mean 57.79843
Nilai R-Square sebesar 0.973899 atau sebesar 97.3899% menunjukkan bahwa sebesar 97.3899% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor dalam model (tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak) sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sementara, koefisien keragaman menyatakan seberapa besar variasi/ragam dalam data. Nilai koefisien keragaman yang wajar adalah 0 sampai 30. Source Tingkat Konsentrasi Jenis Ekstrak Tingkat konsentrasi*Jenis ekstrak
DF 6 3 18
Type III SS 35732.37745 3115.38805 928.56100
Mean Square 5955.39624 1038.46268 51.58672
F Value 156.42 27.28 1.35
Pr > F <.0001 <.0001 0.2294
Terlihat bahwa faktor tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak memiliki p-value sebesar <0.0001. Nilai ini kurang dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa baik tingkat konsentrasi maupun jenis ekstrak berpengaruh nyata terhadap respon. Sehingga dapat dilakukan uji lanjut terhadap kedua faktor tersebut. Adapun interaksi antara tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak mempunyai p-value lebih besar dari 0.05 yang berarti bahwa interaksi antara tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak ini tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Uji Anova Untuk melihat pengaruh tingkat konsetrasi Hipotesis: H0 : α1= α2= α3 = ... = α7=0 H1 : minimal ada satu αi ≠ 0
62
Keputusan : Karena p-value (<0.0001) < alpha(0,05) maka tolak H0 sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat konsentrasi berpengaruh signifikan terhadap respon. Uji Lanjut Duncan The SAS System Duncan's Multiple Range Test for respon Note:
This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05 Alpha 28 Error Degrees of Freedom 38.07231 Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 6.320
3 6.640
4 6.847
5 6.995
6 7.106
7 7.193
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N konsentrasi A 91.205 8 20 A A 90.149 8 16 B
70.490
8
12
C
53.768
8
10
D
45.093
8
8
E
32.468
8
6
F
21.417
8
4
Pada tabel di atas terlihat bahwa antara tingkat konsentrasi 20 ppm dan 16 ppm tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata terhadap tingkat konsentrasi lainnya. Adapun tingkat konsentrasi 12, 10, 8, 6,dan 4 ppm, kesemuanya berbeda nyata satu sama lain. Note:
This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 2 4.777 Critical Range
0.05 28 38.07231 3 4 5.020 5.176
63
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N ekstrak A 66.417 14 D A A 62.475 14 C B
55.510
14
A
C
46.792
14
B
Pada tabel di atas terlihat bahwa antara ekstrak D (ekstrak kasar maserasi) dan ekstrak C (fraksi etil asetat) tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata terhadap kedua jenis ekstrak lainnya. Adapun ekstrak A (ekstrak kasar soxhlet) dan ekstrak B (fraksi etanol air) berbeda nyata satu sama lain. b. Analisis statistika terhadap nilai pH pada saat pengamatan sabun Analisis statistika untuk mengetahui pengaruh jenis sabun dan lama penyimpanan (hari pengamatan) terhadap nilai pH sabun. Adapun jenis sabun yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Kode A B C D E F G
Jenis Sabun BHT EA 0.25 EA 0.5 EA 1.0 Etas 0.25 Etas 0.5 Etas 1.0
Faktorial RAL in time The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values 3 123 Hari 7 ABCDEFG Jenis 2 12 ulangan Number of Observations Read Number of Observations Used
42 42
64
Dependent Variable: respon Source Model Error Corrected Total
DF 29 12 41
R-Square 0.813469
Sum of Squares 0.79952381 0.18333333 0.98285714 Coeff Var 1.218624
Mean Square 0.02756979 0.01527778
Root MSE 0.123603
F Value 1.80
Pr > F 0.1401
respon Mean 10.14286
Nilai R-Square sebesar 0.813469 atau sebesar 81.3469% menunjukkan bahwa sebesar 81.3469% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor dalam model (tingkat konsentrasi dan jenis ekstrak) sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sementara, koefisien keragaman menyatakan seberapa besar variasi/ragam dalam data. Nilai koefisien keragaman yang wajar adalah 0 sampai 30. Source Jenis ulangan(jenis) Hari ulangan(hari) hari*jenis
DF 6 6 2 2 12
Type III SS 0.18619048 0.02238095 0.18428571 0.04333333 0.30238095
Mean Square 0.03103175 0.00373016 0.09214286 0.02166667 0.02519841
F Value 2.03 0.24 6.03 1.42 1.65
Pr > F 0.1395 0.9526 0.0154 0.2800 0.1992
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(jenis) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F 6 0.18619048 0.03103175 8.32 0.0105 Jenis Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(hari) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F 2 0.18428571 0.09214286 4.25 0.1904 Hari Terlihat bahwa faktor jenis (jenis sabun) memiliki p-value sebesar 0.1395. Nilai ini lebih besar dari 0.05 yang berarti bahwa jenis sabun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH sabun. Sedangkan faktor hari memiliki p-value sebesar 0.0154. Nilai ini kurang dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa faktor hari berpengaruh nyata terhadap respon dan dapat dilakukan uji lanjut terhadap kedua faktor tersebut. Adapun interaksi antara jenis dan hari memiliki nilai p-value sebesar 0.1992 (lebih besar dari 0.05) yang berarti bahwa interaksi antara jenis dan hari tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Uji Anova Untuk melihat pengaruh faktor Hipotesis: H0 : α1= α2= α3 = ... = α7=0 H1 : minimal ada satu αi ≠ 0 Keputusan : Karena p-value (<0.0001) < alpha(0,05) maka tolak H0 sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon.
65
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
0.05 2 0.021667
2 .2394
3 .2287
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A 10.23571 14 A A 10.10714 14 A A 10.08571 14
hari 3 2 1
Pada tabel di atas terlihat bahwa respon yang berupa nilai pH sabun, nilainya tidak berbeda nyata antara hari pengamatan pertama, kedua, dan ketiga yang berarti nilai pH sabun masih relatif stabil pada ketiga hari pengamatan tersebut. c.
Analisis statistika terhadap nilai aktivitas antioksidan pada saat pengamatan sabun
Analisis statistika untuk mengetahui pengaruh jenis sabun dan lama penyimpanan (hari pengamatan) terhadap aktivitas antioksidan sabun. Adapun jenis sabun yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Kode A B C D E F G
Jenis Sabun BHT EA 0.25 EA 0.5 EA 1.0 Etas 0.25 Etas 0.5 Etas 1.0
The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values 3 123 Hari 7 ABCDEFG Jenis 2 12 ulangan Number of Observations Read Number of Observations Used
42 42
66
Source Model Error Corrected Total
DF 29 12 41
R-Square 0.996167
Dependent Variable: respon Sum of Squares Mean Square 17197.93701 593.03231 66.17560 5.51463 17264.11261 Coeff Var 9.402347
Root MSE 2.348326
F Value 107.54
Pr > F <.0001
respon Mean 24.97595
Nilai R-Square sebesar 0.996167 atau sebesar 99.6167% menunjukkan bahwa sebesar 99.6167% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor dalam model (tingkat konsentrasi dan jenis sabun) sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sementara, koefisien keragaman menyatakan seberapa besar variasi/ragam dalam data. Nilai koefisien keragaman yang wajar adalah 0 sampai 30. Source Jenis ulangan(jenis) Hari ulangan(hari) hari*jenis
DF 6 6 2 2 12
Type III SS 16434.34860 41.55201 279.50446 20.36710 418.95550
Mean Square 2739.05810 6.92534 139.75223 10.18355 34.91296
F Value 496.69 1.26 25.34 1.85 6.33
Pr > F <.0001 0.3460 <.0001 0.1999 0.0016
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(jenis) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F 6 16434.34860 2739.05810 395.51 <.0001 Jenis Tests of Hypotheses Using the Type III MS for ulangan(hari) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F 2 279.5044619 139.7522310 13.72 0.0679 Hari Terlihat bahwa faktor jenis (jenis sabun) dan hari memiliki p-value sebesar <0.0001. Nilai ini kurang dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa baik jenis sabun maupun hari berpengaruh nyata terhadap respon. Sehingga dapat dilakukan uji lanjut terhadap kedua faktor tersebut. Adapun interaksi antara jenis dan hari memiliki nilai p-value sebesar 0.0016. Nilai ini juga lebih kecil dari 0.05 yang berarti bahwa interaksi antara jenis dan hari juga berpengaruh nyata terhadap respon. Uji Anova Untuk melihat pengaruh jenis Hipotesis: H0 : α1= α2= α3 = ... = α7=0 H1 : minimal ada satu αi ≠ 0 Keputusan : Karena p-value (<0.0001) < alpha(0,05) maka tolak H0 sehingga dapat dinyatakan bahwa jenis sabun berpengaruh signifikan terhadap respon.
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
67
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 3.718
3 3.853
4 3.920
0.05 6 6.925336 5 3.954
6 3.969
7 3.972
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 64.675 6 A B
43.438
6
G
C
21.715
6
F
D
16.438
6
D
E E E
11.820
6
E
11.040
6
C
F
5.705
6
B
Pada tabel di atas terlihat bahwa nilai antioksidan pada semua jenis sabun berbeda secara signifikan kecuali antara sabun dengan kode E dan C yaitu sabun dengan penambahan fraksi etil asetat 0.25% dan sabun dengan penambahan fraksi etanol air 0.5%. Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. 0.05 Alpha 2 Error Degrees of Freedom 10.18355 Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 5.190
3 4.958
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N hari A 28.507 14 1 A B A 24.004 14 2 B B 22.416 14 3 Pada tabel di atas terlihat bahwa respon yang berupa aktivitas antioksidan sabun, nilainya tidak berbeda nyata antara hari pengamatan pertama dan kedua, begitu pula dengan hari pengamatan kedua dan ketiga. Namun nilai aktivitas antioksidan antara hari pertama dan hari ketiga berbeda secara signifikan.
68
Lampiran 8. Hasil analisis GC-MS ekstrak dan fraksi ekstrak daun dan ranting jarak pagar a. Ekstrak kasar soxhlet A b un d a n ce TIC :A _ 1.D
2800000
2600000
2400000
2200000
13.7 7
2000000
1800000 12.8 6
1600000
1 4 .9 5 13.4 6
1400000
1200000 14.8 2 25.2 3 1000000 1 2 .9 8 37.0 2
13.1 8
8 0 00 0 0
1 6 .9 7 1 5 .2 1 1 4 .8 6 12.09 15.3 1 13.04 15.1 5 1 3 .2 3 5 1 3 . 9 5 1 3 . 6 1 3 .6 5 1 7 .3 3 0 7 .90 19 .9 1 0 1 6 . 9 2 4 0 00 0 0 1 6 . 8 1 1 .4 8 1 . 7 1 1 1 .1 5 12 . 3 22.0 0 1 2 .0 73 7 .22 9 .2 8 1 0 .4 4 8 1 0 . 2 7 . 7 6 1 0 . 0 1 6 .518 . 0 5 8 .43 2 0 00 0 0 6 0 00 0 0
1 0 .00
15.00
20.00
26.9 8
25.00
34.6 9 33.2 0
2 9 .1 2 30.7 6
34.8 5
30.00
3 5 .00
40.5 0
40.00
Tim e -->
69
b. Fraksi Etanol Air
Abundance TIC: A2.D 1600000
7.84
1400000
17.30
1200000 1000000 800000 13.73 600000 400000
7.16 6.44 7 8 8 8.9 .0 55 200000 7.1 7 .6 9.3 0 8.00
1 3.4 .56 4 12.01 63 8 1 3 .0 2 1 3 .2 3 1 3 .1 5 1 3 .3 3 15.28 14.93 16.94 1 1 .1 1 1 .4 212.83 10.3 4 1 1 .2 0 9.8 8 10 .44
19 9.8 .80 7 1
10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00 30.00
Time-->
70
c.
Fraksi etil asetat
Abundance TIC : A3.D
900000 800000 16.01
700000 600000
10.77
500000
1 3 .4 3 1 3 .2 1 13.86 12.6114.60 12.01 13.58 12.20 15.44 8 .9 2 8 .5 5 10.93 13.34 11.39 10.86 9.16 7 .8 6.8 7 7 .84 79.60
23.55
9.82 9.55
400000 300000 200000 3.78 100000 5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Tim e-->
71
d. Ekstrak kasar maserasi
A b u n d a n ce T IC : S A M P E L _ U L .D
7 5 0 0 0 0 1 8 .7 8 7 0 0 0 0 0
1 7 .5 8
6 5 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0
5 5 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
4 5 0 0 0 0
3 3 .8 6
4 0 0 0 0 0 1 9 .3 4 1 6 .3 6
3 5 0 0 0 0
1 9 .2 4 1 9 .5 0 .3 7 3 0 0 0 0 06 1 4 .8 8 1 3 .4 7 1 5 .1 2
2 5 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
1 4 .9 8 1 3 .3 2
1 5 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 8 .0 0
1 0 .0 0
1 2 .0 0
1 4 .0 0
1 6 .0 0
1 8 .0 0
2 0 .0 0
2 2 .0 0
2 4 .0 0
2 6 .0 0
2 8 .0 0
3 0 .0 0
3 2 .0 0
3 4 .0 0
T im e >
72