AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK TERIPANG KELING (Holothuria atra) TERHADAP Plasmodium falciparum SECARA IN VITRO
ABDUL BASIR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN ABDUL BASIR C34080040. Aktivitas Antimalaria Ekstrak Teripang Keling (Holothuria atra) terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan RITA MARLETA DEWI. Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium sp. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah. Sekitar 80% penduduk dunia diperkirakan masih menggunakan obat tradisional untuk pengobatan malaria. Salah satu usaha untuk menemukan obat baru adalah eksplorasi senyawa bioaktif dari bahan alam. Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman. Selain dari tanaman darat, bahan aktif yang diisolasi dari beberapa biota laut juga dilaporkan memiliki aktivitas antimalaria, diantaranya adalah rumput laut dan spons. Biota laut lainnya yang juga memiliki kandungan bahan aktif sebagai obat adalah teripang. Teripang telah dikenal dan dimanfaatkan sejak lama oleh bangsa cina sebagai obat. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi efektifitas ekstrak teripang sebagai obat antimalaria. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mendapatkan ekstrak teripang keling (Holothuria atra) yang bersifat nonpolar, semipolar dan polar (2) menentukan komponen bioaktif dalam ekstrak teripang (3) menentukan IC50 ekstrak nheksana, etil asetat dan metanol dari teripang keling (H. atra) terhadap kultur in vitro P. falciparum. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan yang meliputi (1) preparasi dan ekstraksi bahan baku, (2) analisis fitokimia, dan (3) pengujian aktivitas antimalaria in vitro pada kultur Plasmodium falciparum. Ekstraksi dengan maserasi bertingkat diperoleh rendemen ekstrak kasar dari pelarut heksana, etil asetat dan metanol masing-masing sebesar 0,42%, 0,57%, dan 11,00%. Rendemen ekstrak teripang pada maserasi tunggal dengan pelarut metanol adalah sebesar 29,20%. Uji fitokimia menunjukkan ekstrak teripang mengandung senyawa alkaloid, steroid, saponin, dan asam amino, akan tetapi tidak terdeteksi adanya flavonoid dan fenol hidrokuinon. Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Diduga antimalaria pada ekstrak teripang merupakan senyawa dari alkaloid. Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak heksana memberikan perbedaan berarti (signifikan) terhadap ketiga ekstrak yang lain. Angka parasitemia terkecil ditunjukkan ekstrak heksana pada konsentrasi 2560 μg/mL yaitu 0,74 mendekati kontrol positif arterakin dan kuinin yang masing-masing sebesar 0,64 dan 0,67. Persen penghambatan terhadap infeksi eritrosit oleh P. falciparum pada ekstrak heksana, etil asetat, metanol bertingkat dan metanol tunggal dengan konsentrasi tertinggi masing-masing sebesar 73,55%, 30,29%, 49,24% dan 49,96% dengan nilai IC50 sebesar 372,04 μg/mL, 70179 μg/mL, 1913,08 μg/mL dan 6208,64 μg/mL.
AKTIVITAS ANTIMALARIA EKSTRAK TERIPANG KELING (Holothuria atra) TERHADAP Plasmodium falciparum SECARA IN VITRO
ABDUL BASIR
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan
judul
“Aktivitas
Antimalaria
Ekstrak
Teripang
Keling
(Holothuria atra) terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini merupakan
hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali bahan sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Mei 2013
Abdul Basir C34080040
Judul
:
Aktivitas Antimalaria Ekstrak Teripang Keling (Holothuria atra) terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro
Nama
: Abdul Basir
NIM
: C34080040
Program Sarjana
: Teknologi Hasil Perairan
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si NIP. 19750818 200501 2 001
drh. Rita Marleta Dewi, M.Kes. NIP. 19591211 198503 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Pengesahan :................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Dukuh Balurembag Desa Tegalsuruh Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 16 September 1990. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri 01 Tegalsuruh (tahun 1996-2002), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMPN 1 Sragi (tahun 2002-2005). Kemudian Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMAN 1 Comal, Kabupaten Pemalang (tahun 2005-2008). Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi Hasil Perairan melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama angkatan 45 (BEM TPB 45) sebagai kepala biro fundrising tahun 2008, anggota UKM Pramuka IPB tahun 2008, anggota komisi IV (controlling) Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPIK tahun 2010, serta Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah sebagai staf departemen hubungan luar (2009), kepala departemen syiar (2010) dan ketua umum (2011) sekaligus koordinator Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI). Selain itu penulis juga aktif dalam kepanitiaan dan berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor baik skala kampus, regional maupun nasional. Penulis juga merupakan trainer di lembaga Atom Indonesia Training Center dan menjadi salah satu inisiator lahirnya Gerakan Cinta Anak Tani (GCAT). Tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang (PL) dengan judul laporan “Penerapan Sistem Kelayakan Dasar pada Pengalengan Rajungan (Portunus pelagicus) di Phillips Seafood Indonesia, Pemalang – Jawa Tengah”. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan pada tahun 2013 dengan menulis skripsi yang berjudul “Aktivitas Antimalaria Ekstrak Teripang Keling (Holothuria atra) terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan. Nikmat iman, islam, kesehatan serta nikmat waktu luang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Selanjutnya Shalawat teriring salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, aktivis dakwah terbaik, sang inspirator sepanjang zaman, yang merupakan suri tauladan yang baik bagi kita semua. Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu serta
memberikan
dukungan
kepada
penulis
dalam
melaksanakan penelitian dan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Aktivitas Antimalaria Ekstrak Teripang Keling (Holothuria atra) terhadap Plasmodium falciparum secara in vitro.”, terutama kepada : 1. Ibu Dr. Kustiariyah, S.Pi, M.Si dan Ibu drh. Rita Marleta Dewi, M.Kes. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS
selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan koreksinya untuk memperbaiki skripsi ini. 3. Ibu Dr. Pipih Suptijah M.BA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa studi di Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.Biol sebagai Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan 5. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana melalui Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2012 dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) atas bantuan bahan baku teripang keling untuk penelitian ini. 6. Ibu Sarwo, Bu Menik, Bu Endah, Bu Ririn, Bu Rini, Bu Aisyah, Mba Cia dan seluruh staf Laboratorium Parasitologi Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
viii
7. Ustad Drs. E. Syamsuddin sebagai ketua DKM Al Hurriyyah IPB yang telah memberikan nasehat dan bimbingan selama penulis tinggal di Asrama Masjid Al Hurriyyah 8. Keluarga besar DKM Al Hurriyyah, terutama rekan-rekan Marboth Al Hurriyyah, LDK Al Hurriyyah, Islamic Student Center, Bimbingan Remaja dan Anak-anak serta Lembaga Pengajaran Al Qur’an. 9. Oktama Forestian, S.Hut, Septina Mugi Rahayu, S.Pi, Bang Rahmat, Kang Ade Saepulloh dan seluruh kru Lembaga Amil Zakat IPB 10. Keluarga Besar THP, angkatan 41, 42, 43, 44 yang telah memberikan orientasi kepada penulis di awal masa studi di THP, adik-adikku angkatan 46, 47 dan 48 yang telah memberikan semangat. Spesial teruntuk sahabat seperjuangan Getex THP 45, Hamdan, Taufik, Andi, Faisal, Jendral Emen, Theo, Apip, Ikhsan, Esa, Hardi, Acay, Cecep, Ukon, Rhesa, Maju, Steven, Edo, Ryan, Henry, Bayu, Rico, om Riza, Elka, Fitri, Icha, Erna, Ipi, Dwi Sari, Ida dan rekan-rekan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 11. Tim Salman Al Hurriyyah : Akh Eko, Zaiful, Edi, Akhyar, Cartam, Ukh Nurul, Eka, Neng tanty, Elsa, Silvi, dan Leli Tian, tim bayangan FSLDKI 2012: Khairil, Adit, Arni, Titi, Yekti, Hepi serta tim surplus MPKMB 46. 12. Keluarga penulis terutama kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan do’a, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga, Kakakku yang terbaik Aris Wibowo, serta adikku Fitri dan Ayu. 13. Mas Fahri, Gery, Ahmadun, Susilo, Revi serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran yang dapat membangun dan sebagai pembelajaran dalam penulisan ilmiah ke depannya. Terakhir, Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan bangsa Indonesia khususnya bidang perikanan dan kelautan.
Bogor, Mei 2013 Penulis
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...................................................................................................x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii 1
PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Tujuan ........................................................................................................2
2
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3 2.1 Teripang .....................................................................................................3 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi .................................................................3 2.1.2 Habitat ...............................................................................................4 2.1.3 Pemanfaatan teripang ........................................................................5 2.2 Penyakit Malaria ........................................................................................6 2.2.1 Vektor malaria ..................................................................................7 2.2.2 Siklus malaria....................................................................................8 2.2.3 Plasmodium falciparum ....................................................................9 2.3 Antimalaria ................................................................................................9
3
METODE PENELITIAN .............................................................................14 3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................14 3.2 Bahan dan Alat .........................................................................................14 3.3 Tahapan Penelitian ...................................................................................15 3.3.1 Preparasi dan ekstraksi....................................................................15 3.3.2 Analisis fitokimia ............................................................................18 3.3.3 Uji antimalaria in vitro ....................................................................20 3.3.4 Analisis Data ...................................................................................26
4
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................27 4.1 Morfologi dan Ekstrak Teripang..............................................................27 4.2 Kandungan Senyawa Aktif ......................................................................29 4.3 Aktivitas Antimalaria ...............................................................................33
5
KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................40 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................40 5.2 Saran ........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................41 LAMPIRAN ..........................................................................................................46
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kategori teripang di pasar pangan internasional ........................... 5
2.
Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ............... 14
3.
Perencanaan konsentrasi ekstrak teripang pada uji in vitro ........... 24
4.
Rendemen ekstrak teripang keling (H. atra) .............................. 29
5.
Hasil analisis fitokimia teripang keling (H. atra) .......................... 29
6.
Kandungan asam amino pada tepung daging teripang getah ........ 32
7.
Angka parasitemia pada setiap ekstrak teripang............................ 35
8.
Rata-rata persentase daya hambat ekstrak teripang ....................... 37
9.
Nilai IC50 ekstrak teripang ....................................................... 39
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Morfologi teripang (Holothuria sp.) .............................................. 3
2.
Persentase kejadian malaria di dunia ............................................. 6
3.
Peta penyebaran malaria di Indonesia ........................................... 7
4.
Siklus hidup Plasmodium .............................................................. 10
5.
Diagram alir penelitian .................................................................. 16
6.
Diagram alir ekstraksi bertingkat .................................................. 17
7.
Diagram alir ekstraksi tunggal ....................................................... 18
8.
Diagram alir kultur P. falciparum ...................................................... 23
9.
Diagram alir penyiapan micro plate 96 well ...................................... 25
10.
Diagram alir uji aktivitas antimalaria ............................................ 25
11.
Sampel teripang keling dan serbuk teripang .............................. 27
12.
Ekstrak teripang keling (H. atra) ................................................. 28
13.
Kultur P. falciparum ...................................................................... 33
14.
Penampakan eritrosit terinfeksi P. falciparum ......................... 34
15.
Grafik persen pertumbuhan P. falciparum .................................... 36
16.
Grafik persen penghambatan (inhibisi) ......................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Perhitungan dosis obat untuk kontrol positif ................................. 47
2.
Hasil perhitungan eritrosit yang terinfeksi parasit P. falciparum .. 48
3.
Tabel uji ANOVA ......................................................................... 49
4.
Tabel uji lanjut LSD ...................................................................... 50
5.
Analisis probit IC50 ekstrak heksana ............................................. 51
6.
Analisis probit IC50 ekstrak etil asetat ........................................... 52
7.
Analisis probit IC50 ekstrak metanol bertingkat ............................ 53
8.
Analisis probit IC50 ekstrak metanol tunggal ................................ 54
1
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat
dunia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium sp. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah (Depkes 2008). Ada sekitar 247 juta kasus malaria dilaporkan dari 3,3 milyar penduduk di seluruh dunia yang beresiko pada tahun 2006, sedikitnya satu juta diantaranya meninggal. Sebagian besar adalah anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun (WHO 2008). Selama ini dilaporkan ada 4 jenis Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia, namun belakangan ini dilaporkan bahwa malaria pada kera juga dapat menginfeksi manusia (Singh et al. 2004). Terdapat 109 negara endemis malaria pada tahun 2008 dan 45 diantaranya adalah negara-negara di benua Afrika. Plasmodium falciparum menjadi penyebab utama kematian di dunia (WHO 2008). Sekitar 80% penduduk dunia diperkirakan
masih menggunakan obat
tradisional untuk pengobatan malaria. Negara-negara tropis telah membuat daftar tumbuhan obat secara intensif yang berguna untuk pengobatan berbagai penyakit seperti malaria (Simanjuntak 1995). Salah satu usaha untuk menemukan obat baru adalah eksplorasi senyawa bioaktif dari bahan alam. Sampai saat ini seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman (Radji 2005). Namun, penelitianpenelitian terkait masih terus dilakukan untuk menemukan obat-obat baru dengan mekanisme reaksi yang baru (Simanjuntak 1995). Malaria di Indonesia ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi (Gandahusada et al. 1998). Daerah dengan letak geografis yang sulit dijangkau oleh tenaga medik seperti Papua memiliki resiko penyebaran malaria yang lebih tinggi karena jauh dari pelayanan kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif obat antimalaria yang mudah didapatkan atau tersedia di alam. Selama ini telah dikenal beberapa macam obat antimalaria yang berasal dari tumbuhan. Sedangkan untuk daerah-daerah pesisir pantai menyimpan potensi biota perairan sebagai sumber antimalaria.
2
Beberapa kandungan bioaktif pada biota laut telah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas antibakteri, antikoagulan, antifungi, antiinflamasi, antimalaria, dan antivirus (Mayer 2011). Salah satu biota laut yang masih terus diteliti sebagai bahan obat adalah teripang. Penelitian mengenai manfaat kandungan bioaktif teripang telah dilakukan diantaranya sebagai antiasma (Pujiono 2007), aprodiasika alami (Kustiariyah 2006, Nurjanah 2008), sumber testosteron alami (Dewi 2008) dan antibakteri (Mayer 2011). Dobretsov et al. (2009) menyebutkan bahwa teripang memiliki kandungan metabolit sekunder baik senyawa polar maupun nonpolar yang berpotensi digunakan sebagai obat. Secara empiris, teripang keling diyakini oleh sebagian masyarakat Cirebon dan Papua untuk menyembuhkan penyakit malaria. Akan tetapi belum ada informasi ilmiah mengenai potensi teripang keling sebagai sumber antimalaria. Oleh karena itu, penelitan ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antimalaria ekstrak teripang keling.
1.2
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas
ekstrak teripang sebagai obat antimalaria. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mendapatkan ekstrak teripang keling (Holothuria atra) yang bersifat nonpolar, semipolar dan polar.
2.
Menentukan komponen bioaktif dalam ekstrak teripang.
3.
Menentukan IC50 ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari teripang keling (H. atra) terhadap kultur in vitro P. falciparum
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teripang
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri atau berbintil (Echinodermata). Tidak semua spesies/jenis teripang memiliki duri atau bintil pada kulitnya. Duri atau bintil pada teripang tersebut sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur (Kordi 2010). Tubuh teripang lunak, berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti buah ketimun, sehingga disebut juga timun laut (Martoyo et al. 2000). Morfologi teripang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi teripang (Holothuria sp.) Sumber : Thoney dan Schlager 2004 Klasifikasi teripang keling berdasarkan Tamaroa (1984) adalah : Filum
: Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo
: Aspidochirotidae
Famili
: Holothuriidae
Genus
: Holothuria
Spesies : Holothuria atra (Jager 1833)
4
Bentuk tubuh teripang secara umum adalah silindris, memanjang dari ujung mulut kearah anus (orally-aborally). Mulut terletak di ujung anterior dan anus di ujung posterior. Seperti pada echinoderm umumnya, tubuh teripang adalah (pentamerous radial simetry) dengan sumbu aksis mendatar (horizontal). Namun bentuk simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral plane) nampak seperti simetri bilateral. Karakteristik lainnya dari teripang adalah bentuk skeleton dan adanya sistem saluran air (water vascular system). Kaki tabung yang berada di sekeliling mulut termodifikasi menjadi tentakel yang berfungsi untuk mengumpulkan makanan (Darsono 1998). 2.1.2 Habitat Teripang (Holothuria sp.) dapat ditemukan hampir di seluruh perairan di dunia (Thoney dan Schlager 2004). Habitat teripang adalah perairan pantai, mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam. Teripang ditemukan pada habitat yang selalu berada di bawah garis surut terendah. Topograpi dan tingkat kekeringan dari rataan terumbu pada lokasi setempat sangat berpengaruh terhadap distribusi teripang yang ada pada lokasi tersebut. Habitat dengan dasar pasir karang yang sebagian ditumbuhi lamun (sea grass) merupakan tempat hidup teripang. Beberapa jenis teripang, ada yang hidup di daerah dengan habitat yang berbongkah karang (boulders), dan di sekitar kelompok karang hidup (Darsono 2003). Daerah penyebaran teripang sangat luas. Teripang ditemukan hampir di semua lautan pada setiap kedalaman dan daerah-daerah pasang surut sampai abisal yang dalam. Penyebaran teripang yang paling banyak adalah lautan IndoPasifik, Asia dan Australia. Beberapa sub genus tersebar luas di lautan IndoPasifik, dengan jenis yang paling banyak adalah ordo Aspiachorota, genus Holothuria, Stichopus dan Actinopyga. Di sepanjang pantai Asia tenggara, teripang ditemukan di dasar perairan yang dangkal (Aziz 1987). Teripang keling (Holothuria atra) umumnya hidup di perairan dangkal di pasir atau di lamun (Tamaroa 1984). Daerah penghasil teripang alam antara lain perairan pantai di Jawa Timur, Maluku, Irian, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Pantai Barat Sumatera, Sumatera Utara, Aceh, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Martoyo et al. 2000).
5
2.1.3 Pemanfaatan teripang Penggunaan teripang sebagai obat tradisional telah disebutkan dalam buku pengobatan tradisional Cina kuno, Bencao Congxin (New Compilation of Materia Medica) oleh Wu Yiluo tahun 1757. Teripang digunakan sebagai tonik dan obat tradisional untuk memelihara kesehatan darah, gangguan ginjal, reproduksi, dan sistem pencernaan (Sendih dan Gunawan 2006). Kekayaan jenis teripang di Indonesia belum diketahui secara pasti. Tidak kurang sekitar 25 jenis teripang potensial komersial diidentifikasikan berasal dari perairan Indonesia (Darsono 2003). Jenis teripang yang termasuk dalam kategori utama, relatif mahal, yaitu teripang pasir (Holothuria scabra), teripang susuan (Holothuria nobilis) dan teripang nenas (Thelenota ananas). Jenis-jenis lainnya termasuk dalam kategori sedang dan rendah/murah (Conand 1990). Salah satu yang termasuk dalam kategori nilai ekonomis rendah (low value) adalah teripang keling (H. atra) (Choo 2008) (Bordar et al. 2011). Pengelompokan jenis teripang berdasarkan nilai ekonomisnya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kategori teripang di pasar pangan internasional Ekonomis tinggi H. scabra
Ekonomis sedang A. lecanora
Lebih rendah A. echinites
H. fuscogilva H. whitmaei T. ananas
A. mauritania S. chloronotus S. herrmanni
A. miliaris S. chloronotus
Paling rendah B. marmorata vitiensis H. atra H. edulis H. fuscopunctata T. anax B. argus
Sumber : Choo (2008)
Penelitian dalam bidang farmasi dan kedokteran modern telah membuktikan bahwa teripang merupakan salah satu obat berkhasiat. Hasil penelitian medik pada teripang Stichopus japonicus menunjukkan bahwa hampir di semua bagian tubuh teripang
mengandung
mempunyai
beberapa
jenis
asam
(mucopolysaccharide)
yang
efek khusus terhadap pertumbuhan, pemulihan dari sakit,
antiinflamasi, pembentukan tulang dan penundaan terhadap penuaan jaringan serta arterosklerosis dan antitumor. Holotoksin yang diekstrak dan dimurnikan dari teripang adalah antimisin yang efektif. Larutan 6,25-25 μg/mL dapat mencegah tumbuhnya berbagai jenis jamur (Darsono 1993).
6
Kajian mengenai manfaat kandungan bioaktif teripang telah dilakukan diantaranya adalah sebagai aprodiasika alami (Kustiariyah 2006, Nurjanah 2008), antiasma (Pujiono 2007), sumber testosteron alami (Dewi 2008), antibakteri (Mayer 2011) dan antioksidan (Siregar 2012). Hasil penelitian terbaru oleh Patar (2012) mengidentifikasi kandungan senyawa bioaktif pada teripang jenis Stichopus variegatus diantaranya yang utama adalah 2-carbamoyl-3-methylquinoxaline, butanal-3-methyl, octadecanoic acidmethyl ester, 2-methyl-7 phenylindole dan heptanoic acid-methyl ester. Sebagian besar senyawa tersebut diperoleh dari ekstrak bagian daging (tubuh). Triterpen glikosida pada teripang diketahui memiliki aktivitas antifungi dan antitumor. Selain itu, pada teripang ditemukan lektin, cerebrosides, glikoaminoglikan, sterol dan omega-6 sterol, serta omega-6 dan asam lemak omega-3 (EPA and DHA) (Bordbar 2011). 2.2
Penyakit Malaria Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa darah dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Zein 2005). Persentase kejadian malaria di dunia dapat dilihat pada Gambar 2. Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis Plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection).
Gambar 2. Diagram persentase kejadian malaria di dunia Sumber : WHO (2011)
7
Infeksi campuran terjadi paling banyak karena dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Kasus malaria paling banyak terjadi di Afrika dan yang kedua adalah Asia Tenggara. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit malaria adalah khas, mudah dikenal, karena demamnya naik-turun teratur disertai menggigil. Namun, ketika itu belum diketahui penyebabnya. Baru pada abad ke 19, Laveran melihat bentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di rawa-rawa (Gandahusada et al. 1998). Malaria di Indonesia menyebar hampir di seluruh pulau. Papua adalah daerah dengan angka kejadian malaria paling tinggi. Penyebaran malaria di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta penyebaran malaria di Indonesia Sumber : WHO (2011) 2.2.1 Vektor malaria Nyamuk Anophelini dari genus Anopheles berperan sebagai vektor penyakit malaria. Genus Anopheles ini diketahui jumlahnya sekitar 2000 spesies di dunia, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai vektor malaria. Ada sekitar 80 spesies Anophelini di Indonesia dan 16 spesies diantaranya telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria (Gandahusada et al. 1998).
8
Malaria di suatu daerah dapat berupa kasus impor atau kasus indegenous. Penularan terjadi pada manusia yang mengandung stadium gametosit, yang dapat membentuk stadium infektif di dalam nyamuk. Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan malaria di suatu daerah. Di daerah yang kurang baik untuk biologi vektornya, kemungkinan adanya malaria lebih kecil. Tempat perindukan nyamuk Anophelini terbagi menjadi tiga kawasan yaitu kawasan pantai, kawasan pedalaman serta kawasan kaki gunung dan gunung. Aktivitas nyamuk sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Adapun pemberantasan malaria dilakukan dengan memutus rantai daur hidup parasit. Pemutusan dilakukan dengan memusnahkan parasit dalam badan manusia melalui pengobatan serta memusnahkan nyamuk vektornya (Gandahusada et al. 1998). 2.2.2 Siklus malaria Siklus aseksual dari malaria dimulai dari masuknya sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles betina ke dalam darah manusia. Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati yang akan berkembang menjadi skizon hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrosit yang berlangsung selama lebih kurang dua minggu. Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Merozoit selanjutnya akan berkembang di dalam sel darah merah, dari stadium tropozoit sampai skizon. Proses ini disebut juga dengan skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositik (Depkes 2008). Siklus seksual Plasmodium terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang terhisap pada saat nyamuk menghisap darah tidak dicerna oleh enzim yang ada di dalam lambung nyamuk. Pada mikrogametosit (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di pinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet jantan. Pembuahan terjadi karena masuknya microgamet ke dalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet
9
yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Di dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit manusia maka sporozoit masuk ke dalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik (Zein et al. 2005). 2.2.3 Plasmodium falciparum Parasit P. falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran kira-kira 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon hati yang matang kira-kira 40.000 buah (Gandahusada et al. 1998). Siklus hidup Plasmodium ditunjukkan pada Gambar 4. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P. falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Bentuk skizon muda P. falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Skizon matang P. falciparum lebih kecil dari pada skizon matang parasit malaria lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah (Gandahusada et al. 1998). 2.3
Antimalaria Sejak akhir perang dunia ke-2, klorokuin dianggap lebih ampuh menangkal
menyembuhkan demam rimba (malaria) secara total. Selain itu juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan atabrin dan kuinin (Muchtadi dan Haryoto 2005). Baru-baru ini derivat artemisin seperti artesunat dan artcether telah diperkenalkan dan menunjukkan sangat efektif terutama pada P. falciparum yang resisten terhadap obat antimalaria. Akan tetapi, hasil pengamatan terhadap induksi obat dan hubungan antara dosis dengan neurotoksisitas dalam hewan, dikhawatirkan keamanan senyawa ini pada manusia (Vroman et al. 1999 dalam Muchtadi dan Haryoto 2005). Hasil penelusuran pustaka menunjukkan bahwa
10
sejumlah senyawa yang mempunyai struktur kimia seperti alkaloid, terpenoid, kuinonoid dan fenolik mengandung zat aktif sebagai antiprotozoa. Senyawasenyawa kimia ini dilaporkan telah diuji keaktifannya baik secara in vitro maupun in vivo pada hewan percobaan (Simanjuntak 1995).
Gambar 4. Siklus hidup Plasmodium Sumber : Depkes (2008) Kaur et al. (2009) melakukan kajian tentang senyawa yang memiliki aktivitas antimalaria pada bahan alam. Hasil kajiannya menemukan beberapa golongan alkaloid yang memiliki aktivitas antimalaria diantaranya adalah naphthylisoquinolines,
bisbenzylisoquinolines,
protoberberines,
aporphines,
manzamines, indol dan miscellaneou. Senyawa tersebut memiliki aktivitas antimalaria dengan kekuatan penghambatan yang berbeda terhadap parasit. Kajian bahan alam dari tumbuhan yang memiliki aktivitas antimalaria diantaranya isolat Andrographis paniculata (Widyowati et al. 2003), sambiloto (Andrographis paniculata) (Zein et al. 2004), daun dadap ayam (Erythina variegata), puspa (Schima wallichii Korth) (Muhtadi dan Hartoyo 2005), buah Morinda citrifolia (Hutomo et al. 2005), Artemisia spp. (Aryanti 2006), kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A.Gray) (Syarif et. al 2007), ekstrak Ki pahit (Praptiwi et al. 2007), daun pepaya (Rehena 2010), kulit batang cempedak (Hafid et al. 2011) dan Annona squamosa (Johns et al. 2011). Senyawa antimalaria yang diisolasi
11
dari biota laut yaitu dari spons laut (Ravichandran 2007, Murtihapsari 2010, Adendorff 2010, Orhan et al. 2010, 2012) dan dari rumput laut (Senecheau 2011). Jenis obat antimalaria Berikut ini adalah beberapa jenis obat yang terdaftar di Departemen Kesehatan (2008) : a. Amodiakuin Amodiakuin pernah dilaporkan menimbulkan reaksi fatal pada menggunaan sebagai profilaksis/pencegahan. Akibatnya sejak tahun 1990 obat ini tidak boleh digunakan sebagai profilaksis. Setelah obat ini diminum per oral, amodiakuin dengan cepat dan intensif di metabolisir menjadi bentuk aktif metabolit yaitu desetilamodiakuin. Senyawa ini terdeteksi kurang dari 8 jam terkonsentrasi dalam sel darah merah dan berlahan-lahan hilang dengan waktu paruh sampai 18 hari. b. Artesunat Digunakan untuk injeksi sebagai asam artesunik (karena tidak stabil dalam larutan netral). Khasiat obat ini sama dengan artemisin. Obat ini tidak menunjukkan efek samping yang berat. Pada artemisinin efek samping yang timbul adalah sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, dan demam. Pengalaman membuktikan bahwa artemisin dan derivatnya kurang toksik daripada kuinoline. c. Primakuin Primakuin merupakan suatu senyawa 8-aminokuinolin yang sangat efektif melawan gametosit seluruh spesies parasit. Obat ini juga aktif terhadap skizon darah P. falciparum dan P. vivax tetapi dalam dosis tinggi, sehingga harus berhati-hati. d. Kina Selama lebih dari 3 abad Cinchona dan alkaloidnya, terutama kuinin, merupakan satu-satunya obat yang efektif terhadap malaria. Belakangan ini preparat-preparat sintesa baru yang telah digunakan di seluruh dunia telah diyakini lebih ampuh dan kurang toksik. Walaupun demikian, P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan antimalaria lainnya telah meluas
12
sehingga saat ini kina kembali digunakan sebagai obat pilihan terhadap malaria berat dan malaria tanpa komplikasi e. Artemeter Obat ini memiliki khasiat mengobati malaria berat/malaria dengan komplikasi. Artemesinin tidak dianjurkan untuk ibu hamil trimester 1. f. Dehidroartemesinin (DHA) DHA adalah metabolit akhir dari derivat artemesinin, tetapi selain diberikan peroral dapat juga diberikan perektal. Senyawa ini tidak larut dalam air dan memerlukan formula tepat untuk menjamin absorpsi yang kuat untuk mencapai cure rate sama dengan artesunate oral. Formula dosis tepat dengan piperakuin dapat menjadi ACT (Artemisinin Combination Therapy) yang menjanjikan. g. Piperakuin Piperaquin adalah derivat bisquinoline yang pertama disintesa pada tahun 1960 dan digunakan luas di China dan Indo-china sebagai profilaksis dan pengobatan selama lebih dari 20 tahun. Sejumlah penelitian di China melaporkan bahwa senyawa ini ditoleransi baik pada klorokuin untuk membunuh P. falciparum dan P. vivax. h. Atovaquone Atovaquone adalah obat aktif anti parasit hydroxynapthto quinone yang mampu membunuh semua jenis Plasmodium sp. Obat ini juga menghambat perkembangan pre eritrositik pada hati dan perkembangan ookis pada nyamuk. Atovaquone juga dikombinasikan dengan proguanil untuk pengobatan malaria karena mempunyai efek sinergi. i. Proguanil Merupakan senyawa biguanide yang bermetabolisme dalam tubuh melalui polymorphic cytochrome P450 enzim CYP2C19 menjadi metabolisme aktif, cycloguanil. Senyawa induk memiliki aktifitas intrinsik obat antimalaria yang lemah melalui mekanisme yang tidak diketahui. Proguanil sangat aktif melawan parasit berbentuk pre-eritrosit dan schizontosit dalam darah.
13
j. Klorokuin Klorokuin adalah 4 aminokuinolin yang sangat efektif terhadap skizon darah dalam melawan seluruh spesies parasit malaria, sehingga dipakai sebagai obat malaria klinis dengan menekan gejala klinis. Obat ini juga bersifat gametosidal (melawan bentuk gamet) immature (muda) pada P. vivax, P. ovale, P. malariae, dan P. falciparum (stadium 1-3). Obat ini tidak efektif terhadap stadium di dalam hati, digunakan bersama primakuin dalam pengobatan radikal pada P. vivax dan P. ovale. Dosis untuk dewasa dan anak diberikan penuh 25 mg klorokuin untuk 3 hari.
3 METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Januari 2013.
Bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Pusat Antar Universitas (PAU) Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Parasitologi Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta. 3.2
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang keling
(H. atra) yang diperoleh langsung dari hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Seribu. Teripang keling dibawa ke laboratorium dalam kondisi hidup, sehingga kesegaran teripang terjaga. Adapun bahan lain dan alat yang digunakan pada masing-masing tahap penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Tahapan 1. Preparasi dan Ekstraksi
2. Uji fitokimia
Alat a. b. c. d. e. f. g. h. a. b. c. d. e.
Timbangan digital (Quattro) Corong pisah Gelas ukur Gelas Erlenmeyer Botol kaca Shaker (WiseShake SHO-1D) Rotary evaporator (Heidolph VV 2000) Freeze dryer Tabung reaksi Spatula Rak tabung reksi Pemanas air Vortex
Bahan a. b. c. d. e.
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Teripang keling Heksana p.a Etil asetat p.a Metanol p.a Aluminium foil
Ekstrak teripang Pereaksi Meyer Pereaksi Wagner Pereaksi Dragendorff Kloroform Anhidra asetat Asam sulfat pekat HCl 2 N Serbuk Mg
15
j. Amil alkohol k. Etanol 70% l. FeCl3 5% m. Pereaksi Molisch n. Pereaksi Benedict o. Pereaksi Biuret p. Ninhidrin 0,1% 3. Uji aktivitas a. Inkubator (BINDER) a. Ekstrak teripang antimalaria secara b. Membran milipore (corning) b. Arterakin invitro c. Tabung sentrifugasi (corning) c. Kuinin ukuran 10 mL,15 mL dan 50 d. P. falcifarum mL e. RPMI 1640 d. Ruang LAF (ESCO) f. HEPES e. Alat Sentrifugasi (Digisystem g. NaHCO3 5% Lab. Instruments, Inc.) h. Antibiotik gentamisin f. Cawan diameter 50 mm sulfat injeksi g. Piper Pasteur i. NaCl 3,5 % h. Pipet micro j. Sorbitol 5 % i. Esikator k. Serum dan sel darah j. Kompresor merah manusia k. Magnetic stirrer (Cimarec) l. Antikoagulan sitrat l. Erlenmeyer fosfat dektrosa (CPD) m. Gelas piala m.Pewarna giemsa n. Mikroskop n. Akuabidestilata o. Slide mikroskop o. Larutan buffer fosfat pH 7,2 p. Alkohol 70 % q. Metanol 3.3
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu preparasi dan ekstraksi,
analisis fitokimia, dan pengujian aktivitas antimalaria in vitro. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. 3.3.1 Preparasi dan ekstraksi Penelitian ini diawali dengan pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk ekstraksi senyawa aktif. Sampel teripang keling (Holothuria atra) diambil di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Preparasi teripang dilakukan dengan cara memisahkan jeroan dengan daging. Daging yang didapatkan dipotong-potong menjadi bagian kecil untuk memudahkan proses selanjutnya. Sebelum dilakukan ekstraksi, bahan baku teripang terlebih dahulu dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan freeze dryer bersuhu -50oC.
16
Pengeringan dengan suhu rendah digunakan untuk mempertahankan komponen aktif yang terdapat dalam teripang. Yuan et. al (2011) menjelaskan bahwa suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen bioaktif. Setelah kering, teripang dihaluskan dengan hammer mills. Pengambilan sampel Pembekuan Thawing Preparasi sampel Freeze drying Penepungan Ekstraksi (maserasi)
Ekstraksi tunggal dengan metanol
Ekstraksi bertingkat (n-heksana, etil asetat, metanol)
Ekstrak kasar
Uji fitokimia
Uji aktivitas antimalaria (in vitro)
Gambar 5. Diagram alir penelitian Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan shaker selama 24 jam. Maserasi dilakukan secara bertingkat dan tunggal. Pelarut yang digunakan dalam maserasi bertingkat adalah metanol, etil asetat dan heksana.
17
Serbuk teripang
Penimbangan (50 gr) Maserasi (@ 24 jam) x 3 dengan n-heksana
Penyaringan (kertas Whatman 42)
Filtrat 1
Residu
Evaporasi
Maserasi (@ 24 jam) x 3 dengan etil asetat
Ekstrak n-heksana
Filtrat 2
Residu
Evaporasi
Maserasi (@ 24 jam) x 3 dengan metanol
Ekstrak etil asetat
Filtrat 3
Penyaringan (kertas Whatman 42)
Penyaringan (kertas Whatman 42)
Residu
Evaporasi
Ekstrak metanol Gambar 6. Diagram alir ekstraksi bertingkat
18
Serbuk teripang
Penimbangan (50 gr) Maserasi (@ 24 jam) x 3 dengan metanol
Penyaringan (kertas Whatman 42)
Filtrat
Residu
Evaporasi
Ekstrak metanol tunggal Gambar 7. Diagram alir ekstraksi tunggal
3.3.2 Analisis fitokimia Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar teripang keling. Uji fitokimia dapat mendeteksi komponen bioaktif pada metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional seperti protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Identifikasi senyawa yang terkandung dalam teripang dilakukan dengan cara sebagai berikut: (a) Senyawa Alkaloid Ekstrak kasar dari masing-masing pelarut diambil sebanyak 1 mg dengan ujung sudip, selanjutnya dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk endapan coklat dan dengan pereaksi Dragendorff membentuk endapan merah sampai jingga.
19
Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl 2 dengan 0,5 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. (b) Senyawa Steroid Ekstrak kasar dari masing-masing pelarut diambil sebanyak 1 mg. Kemudian dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi. Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif contoh mengandung steroid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. (c) Senyawa Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan contoh mengandung saponin. (d) Flavonoid Ekstrak kasar dari masing-masing pelarut diambil sebanyak 1 mg. Kemudian ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume sama) dan 4 mL alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif contoh mengandung flavonoid, yaitu terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. (e) Fenol hidrokuinon Sebanyak 1 mg contoh diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 5%. Hasil uji positif contoh mengandung senyawa fenol, yaitu terbentukya larutan berwarna hijau atau hijau biru.
20
(f) Ninhidrin (Kandungan asam amino) Larutan contoh sebanyak 2 mL ditambahkan beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil uji positif contoh mengandung asam amino, yaitu terbentuknya larutan berwarna biru. 3.3.3 Uji antimalaria in vitro Uji aktivitas antimalaria dilakukan secara in vitro dan berdasarkan metode Desjardins et al. (1979) dalam O’Neill et al. (1985). Sebelum dilakukan uji efektifitas ekstrak teripang, terlebih dahulu, dilakukan pengembangbiakan parasit secara berkesinambungan dengan metode candle jar yang dikembangkan oleh Trager dan Jensen. Kegiatan dimulai dengan pembuatan media media (Roswell Park (RP), NaHCO3 5%, media transport dan sorbitol untuk sinkronisasi, serum darah, eritrosit dari golongan darah O dan biakan stock Plasmodium falciparum) (Purwantiningsih 2003; WHO 2008) 1)
Kultur Plasmodium falciparum (Purwantiningsih 2003) Tahapan kultur Plasmodium falciparum memerlukan media tumbuh yang
dipersiapkan secara aseptis. Media tumbuh dibuat secara aseptis dalam ruang steril (Laminar air flow) dengan menggunaan alat-alat yang telah disterilisasi terlebih dahulu sesuai prosedur. Persiapan yang diperlukan adalah sebagai berikut. (1) Penyiapan media biakan a. Medium dasar Roswell Park Memorial Institute (RPMI) 1640 Media ini dibuat dengan melarutkan 10,4 gr RPMI 1640 yang mengandung L-glutamin dalam 960 mL akuabidestilata steril dalam gelas piala berukuran 1000 mL. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut ditambahkan 5,94 gr asam N-2-hidroksi etil piperazin-N-2-etana sulfonat (HEPES) sambil diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan homogen. Larutan berubah warna dari jingga tua ke jingga. Setelah larutan homogen, ditambahkan antibiotik gentamisin sulfat sebanyak 50 mg dan larutan diaduk kembali. Larutan disterilkan dengan cara filtrasi melalui membran milipore yang berdiameter 0,22 μM. Media ini ditempatkan dalam botol-botol reagen steril berukuran 100 mL dan disimpan pada suhu 4⁰C. Media dapat digunakan selama satu bulan.
21
b. Larutan NaHCO3 5% (b/v) Larutan dibuat dengan cara melarutkan 5 gram NaHCO3 dalam 100 mL akuabidestilat. Larutan disterilisasi dengan cara filtrasi melalui membran milipore yang berdiameter 0,22 μm. Larutan ini ditempatkan dlaam botol reagen steril 100 mL dan disimpan pada suhu 4⁰C. c. Medium transpor Media ini dibuat dengan cara mencampurkan 100 mL larutan media dasar RPMI 1640 dengan 4,2 mL larutan NaHCO3 5% (b/v). Larutan disterilisasi dengan cara filtrasi melalui membran milipore yang berdiameter 0,22 μm. Media ini ditempatkan dalam botol reagen steril 100 mL dan disimpan pada suhu 4⁰C. d. Serum segar Serum yang digunakan adalah serum manusia dari golongan darah A. Cara mendapatkan serum adalah sebagai berikut: darah diambil melalui pembuluh vena dengan alat suntik steril sebanyak 100 mL darah dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi steril dan disimpan dengan cara dimiringkan pada incubator (suhu 37⁰C ) selama 1 jam. Selanjutnya darah disimpan pada suhu 4⁰C semalam (over night). Serum dipisahkan dari bekuan darah dengan cara sentrifugasi pada kecepatan putar 1500 rpm selama 15 menit. Serum dipisahkan dengan pipet Pasteur steril dan dimasukkan dalam tabung steril kemudian disimpan pada suhu -20⁰C. e. Medium lengkap Media ini dibuat dengan cara mencampurkan 100 mL larutan media dasar 100 mL larutan media dasar RPMI 1640 dengan 4,2 mL larutan NaHCO3 5% (b/v) dan 11,5 mL. Selanjutnya media disterilisasi dengan cara filtrasi melalui membran milipore yang berdiameter 0,45 μm. Media ini disimpan pada suhu 4⁰C. (2) Penyiapan sel darah merah a. Sel darah merah normal Darah golongan O diambil melalui pembuluh vena sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi yang telah berisi 1,4 mL larutan zat anti koagulan Citrat Phosphat Dextrose (CPD). Larutan digoyang sampai
22
homogen, selanjutnya larutan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit pada suhu kamar. Supernatan (plasma) dibuang dengan menggunakan pipet Pasteur, endapan atau packed cell yang tertinggal dicuci dengan media transpor sebanyak dua kali. Sebelum disentrifugasi, packed cell dan media transpor dihomogenkan secara perlahan. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 1500 rpm selamam 15 menit dan supernatan dibuang. Packed cell yang telah dicuci disuspensikan ke dalam media RPHS dengan perbandingan volume 1:1, sehingga didapatkan suspensi yang mengandung 50% eritrosit dan disebut dengan stock Red Blood Cell (RBC) 50%. Suspensi ini disimpan pada suhu 4⁰C dan setiap seminggu sekali diperlukan penggantian media RPHS. b. Biakan P. falciparum Biakan P. falciparum diambil dari deep freezer dan dicairkan. Cairan dipindahkan ke dalam tabung sentrifusi, dicuci dengan larutan NaCl 3,5% dengan perbandingan volume 1:1 sambil diaduk perlahan. Selanjutnya larutan disentrifugasi dengan kecepatan putar 1500 rpm selama 15 menit dan pencucian dilakukan sebanyak dua kali. Setelah supernatant dibuang dengan pipet Pasteur steril, packed cell dicuci dengan serum steril dengan perbandingan volume 1:1. Selanjutnya, packed cell dicuci sebanyak dua kali menggunakan media transpor dan siap untuk dibiakkan. (3) Pengembangbiakan parasit P. falciparum Biakan parasit disuspensikan dengan eritrosit normal dan diberi media lengkap RPHS (Roswell Park Human Serum) sehingga diperoleh angka 4% hematokrit. Susupensi ini dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 50 mm masing-masing sebanyak 4 mL. Biakan dimasukkan ke dalam candle jar (desikator dan diberi lilin bernyala) sehingga didapatkan dengan kondisi gas O2 3%, CO2 4%, dan N2 93%. Untuk mendapatkan kondisi tersebut caranya, di dalam eksikator yang telah berisis cawan-cawan biakan diletakkan lilin yang menyala. Desikator ditutup dan bagian tepi dibiarkan sedikit terbuka. Bila nyala lilin hampir padam, desikator ditutup rapat sehingga desikator menjadi kedap udara dengan cara melapis mulut desikator dengan silika gel
23
atau vaselin. Selanjutnya candle jar diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37⁰C. Setiap 24 jam media RPHS diganti dengan media RPHS yang baru. Cara menggantikan media kultur adalah: cawan petri dikeluarkan dari candle jar, dimiringkan dalam ruang steril (laminar air flow) selama 10 menit. Cairan diambil dengan pipet Pasteur steril secara hati-hati agar sel parasit tidak terganggu. Sebelum ditambah media, packed cell diambil satu sampai dua tetes untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal pada slide mikroskop. Pembuatan sediaan darah tebal berguna untuk melihat perkembangan parasit dan menghitung angka parasitemia. Kemuadian, cawan petri diletakkan mendatar dan ke dalammnya ditambahkan media RPHS baru sebanyak 3,5 mL. Cawan digoyang perlahan agar suspensi parasit menjadi homogen kambali. Cawan diletakkan dalam candle jar dan diinkubasi dalam inkubator. Penyiapan kultur P. falciparum untuk uji antimalaria dapat dilihat pada Gambar 8. Stock biakan P. falciparum diambil dari deep freezer -80 oC Thawing Sentrifugasi 1800 rpm, (10 menit) Penambahan RBC stock (PVC 50%)
Pencampuran homogen Kultivasi dalam cawan kultur P.falciparum siap uji Gambar 8. Diagram alir kultur P. falciparum
24
2) Perencanaan konsentrasi Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan konsentrasi dengan kelipatan dua dari 10-2560 μg/mL. Rancangan konsentrasi senyawa uji dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perencanaan konsentrasi ekstrak teripang pada uji secara in vitro Konsentrasi (μg/mL)
No
Sampel
1.
Ekstrak n-heksana
10 20 40 80 160 320 640 1280 2560
2.
Ekstrak etil asetat
10 20 40 80 160 320 640 1280 2560
3.
Ekstrak metanol A 10 20 40 80 160 320 640 1280 2560
4.
Ekstrak metanol B 10 20 40 80 160 320 640 1280 2560
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Keterangan : A : ekstraksi bertingkat B : ekstraksi tunggal
3) Penyiapan micro plate 96 well (WHO 2008) Micro plate 96 well steril dipersiapkan. Kolom 1 sebagai kontrol positif 1 diisi dengan larutan arterakin konsentrasi 167,804 μg/mL. Kolom 2 sebagai kontrol positif 2 diisi dengan larutan kuinin konsentrasi 28 μg/mL. Kolom 3 digunakan sebagai kontrol negatif. Larutan ekstrak teripang diisikan ke dalam sumur masing-masing 25 μL dengan rincian sebagai berikut: - Baris A dan B (kolom 4 – 12) diisi dengan ekstrak heksana masing-masing dengan konsentrasi 1 - 9 - Baris C dan D (kolom 4 – 12) diisi dengan ekstrak etil asetat masing-masing dengan konsentrasi 1 - 9 - Baris E dan F (kolom 4 – 12) diisi dengan ekstrak metanol bertingkat masing-masing dengan konsentrasi 1 – 9 - Baris G dan H (kolom 4 – 12) diisi dengan ekstrak metanol tunggal masingmasing dengan konsentrasi 1 - 9 Penyiapan mikrco plate 96 well dapat dilihat pada Gambar 9. Selanjutnya sebanyak 200 μL suspensi parasit dengan angka parasitemia 0,7% dimasukkan ke dalam tiap sumur. Micro plate ditutup dan digoyang perlahan supaya bahan uji menyatu dengan suspensi parasit. Selanjutnya micro plate dimasukkan deksikator berisi lilin (candle jar) dan diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam.
25
Ekstrak teripang disiapkan dalam berbagai konsentrasi Ekstrak dimasukkan dalam micro plate dengan pipet Eppendorf Disimpan dalam refrigerator Micro plate siap uji Gambar 9. Diagram alir penyiapan micro plate 96 well 4) Memeriksa hasil uji (O’Neill 1986) Proses pengujian antimalaria dapat dilihat pada Gambar 10. Setelah inkubasi selama 24 jam, biakan P. falciparum dikeluarkan dan dibuat preparat hapusan darah. Pembuatan preparat darah dilakukan dengan meneteskan 1 tetes sampel ke atas gelas obyek, kemudian dibuat sediaan apus tipis dan tebal, sampel dibiarkan sampai kering selama satu malam. Sediaan darah tipis dilakukan fiksasi dengan metanol selama 1 detik, kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa secara standar (3% selama 45 menit) dan dibilas dengan menggunakan air mengalir. Micro plate 96 well yang sudah diisi ekstrak 200 μg/mL sel parasit dimasukkan dalam micro plate 96 well Inkubasi (37oC, 24 jam) Pemeriksaan hasil uji (dibuat slide hapusan darah) Gambar 10. Diagram alir uji aktivitas antimalaria
26
Sediaan darah diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali menggunakan minyak immersi. Pembacaan diawali pada sediaan darah tebal untuk melihat perkembangan pertumbuhan parasit secara keseluruhan. Persen penghambatan (inhibisi) senyawa uji terhadap pertumbuhan parasit dihitung dengan cara membandingkan dengan kontrol negatif dihitung menggunakan rumus: % Parasitemia =
% Inhibisi =
Eritrosit yang terinfeksi 5000 eritrosit
100% -
x 100 %
Parasitemia uji Parasitemia kontrol
x 100 %
3.3.4 Analisis Data Hasil pemeriksaan pertumbuhan parasit P. falciparum dengan pemberian ekstrak teripang selanjutnya dianalisis menggunakan Uji ANOVA dua arah, kemudian dilakukan uji lanjut LSD bila ada perbedaan yang nyata. Sedangkan nilai IC50 diperoleh melalui analisis probit dengan program SPSS 13.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Morfologi dan Ekstrak Teripang Teripang keling (H. atra) yang diperoleh dari kepulauan seribu memiliki
penampang tubuh bulat panjang (silindris), berwarna hitam pekat dengan bagian dalam daging berwarna putih dan memiliki lubang anus yang bulat mengarah ke atas. Tentakel yang dapat dilihat pada teripang keling berjumlah 20. Permukaan tubuh memiliki tonjolan papila (duri lunak) yang membesar. Papila kecil dan tidak teratur ini tersusun pada permukaan dorsal. Bentuk morfologi ini sesuai dengan yang dideskripsikan oleh Rowe (1969). Sampel teripang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang sekitar 25 cm dan dalam kondisi hidup sewaktu didatangkan ke laboratorium. Preparasi sampel teripang keling menghasilkan serbuk teripang yang berwarna hitam kecoklatan. Serbuk teripang tersebut adalah hasil dari pengeringan menggunakan freeze dryer dan penepungan dengan hammer mills. Penampakan bahan baku teripang keling dan serbuk teripang dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) (b) Gambar 11. Sampel (a) teripang keling (H. atra); (b) Serbuk teripang hasil freeze drying Perubahan warna dari hitam pekat menjadi kecokelatan diduga karena adanya karotenoid yang merupakan golongan senyawa triterpenoid pada teripang. Penelitian yang dilakukan oleh Pranoto et al. (2012) juga menunjukkan adanya kandungan karotenoid pada teripang. Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan metode maserasi, yaitu dengan merendam sampel pada pelarut diikuti goncangan (shake). Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metode maserasi karena untuk
28
menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas. Maserasi dilakukan dengan dua cara yaitu maserasi bertingkat dan tunggal. Ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu nheksana (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan metanol (polar). Adapun ekstraksi tunggal hanya menggunakan metanol. Metode ini juga dilakukan dalam penelitian Pranoto et al. (2012). Ekstraksi menggunakan pelarut non polar, semi polar dan polar bertujuan untuk mendapatkan target senyawa yang tepat. Maserasi
dengan
jenis
pelarut
yang
berbeda
sesuai
tingkat
kepolarannya menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda pula. Komponen yang terbawa pada proses ekstraksi bertingkat adalah komponen yang memiliki polaritas sesuai dengan pelarutnya. Sebelum diuapkan pelarutnya ekstrak teripang berwarna coklat kekuningan. Diduga warna ini menunjukkan adanya kandungan karoten yang merupakan golongan senyawa triterpenoid. Hasil ekstrak teripang dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ekstrak teripang keling (H. atra) (a) sebelum evaporasi; (b) setelah evaporasi (ekstrak kasar) Rendemen ekstrak teripang keling (H. atra) yang diperoleh berbeda untuk tiap pelarut. Pelarut metanol dengan maserasi tunggal menghasilkan ekstrak paling banyak mencapai 14,60 gram atau sekitar 29,20% dari total sampel serbuk teripang sebesar 50 gram. Pelarut metanol dapat melarutkan senyawa polar seperti fenolik dan gula, sehingga ekstrak dari pelarut metanol lebih banyak dibandingkan ekstrak dari pelarut heksana dan etil asetat (Harborne 1987). Rendemen ekstrak teripang dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rendemen ekstrak teripang keling (H. atra) dari 50 gram sampel
29
No. 1. 2. 3. 4 4.2
Jenis Pelarut n-Heksana Etil asetat Metanol bertingkat Metanol tunggal
Bobot ekstrak (gram) 0,21 0,28 5,50 14,60
Persentase % (b/b) 0,42 0,57 11,00 29,20
Kandungan Senyawa Aktif Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk menentukan kandungan
senyawa metabolit sekunder di dalam sampel. Selain dapat mendeteksi komponen bioaktif pada metabolit sekunder, uji fitokimia juga dapat mendeteksi komponen bioaktif pada metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional seperti protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Hasil analisis fitokimia ekstrak teripang keling dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil analisis fitokimia teripang keling (H. atra) No . 1. a.
Pengujian Alkaloid: b. Dragendorff
Ekstrak n-Heksana Etil asetat
Metanol
Standar (warna)
Endapan merah atau jingga Endapan putih kekuningan Endapan coklat
+
-
+
c.
d. Meyer
-
-
+
e.
f. Wagner
+
+
+
2.
Steroid
+
+
+
Perubahan dari merah jadi biru atau hijau
3.
Saponin
-
+
+
Terbentuk busa
4.
Flavonoid
-
-
-
Berwarna merah/kuning/hijau
5.
Fenol hidrokuinon
-
-
-
Warna hijau atau hijau biru
6.
Ninhidrin
+
-
+
Warna biru
Keterangan : + : terdeteksi - : tidak terdeteksi
Tabel 5 menunjukkan bahwa ekstrak teripang mengandung senyawa alkaloid, steroid, saponin, dan asam amino. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranoto et al. (2012). Flavonoid dan fenol hidrokuinon
30
tidak terdeteksi pada ekstrak teripang keling yang diteliti. Ekstrak metanol menunjukkan positif pada sebagian besar uji fitokimia. Semua komponen bioaktif yang terdeteksi pada ekstrak heksan dan etil asetat juga terdeteksi pada ekstrak metanol. Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan
(Harborne
1987).
Hasil
penelusuran
beberapa
pustaka
menunjukkan bahwa senyawa yang mempunyai struktur kimia seperti alkaloid, terpenoid, kuinonoid dan fenolik diantaranya mengandung zat antiprotozoa. Simanjuntak (1995) menyebutkan beberapa struktur kimia yang mempunyai zat bioaktif antimalaria adalah kuinin, kinkonidin, kuinidin dan kinkonin
(dari
Chinchona)
senyawa
berberin
(dari
Annonaceae,
Menispermaceae, Papaveraceae, Berberidaceae), febrifugin (dari tumbuhan Dichroea febrifuga Lour.) Secara umum, senyawa jenis alkaloid juga menunjukkan aktivitas antiprotozoa (Scale et al. 2010). Penelitian dengan sampel spons laut oleh Ravichandran (2007) juga mendeteksi senyawa alkaloid sebagai antimalaria. Antimalaria yang diperoleh dari spons laut diantaranya manzamine-A, axisonitrile-3 dan kalihinol-A. Hasil uji fitokimia yang menunjukkan adanya senyawa alkaloid pada teripang keling (H. atra) yaitu pada ekstrak metanol (pelarut polar) dan ekstrak heksana (nonpolar) menguatkan dugaan adanya aktivitas antimalaria pada ekstrak teripang keling (H. atra). Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik. Triterpenoid dapat dibagi sekurang-kurangnya empat golongan, salah satunya adalah steroid (Harborne 1987). Teripang merupakan salah satu sumber steroid alami yang sangat potensial. Kandungan steroid dalam jaringan tubuh dan pembuluh darah dapat berupa hormon steroid, asam lemak bebas, trigliserida maupun kolesterol (Nurjanah 2008).
31
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa pada semua ekstrak positif terdeteksi adanya senyawa golongan steroid. Hasil itu ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi hijau. Warna yang kuat menunjukkan banyaknya steroid di dalam teripang. Penelitian yang dilakukan Kustiariyah (2006) menunjukkan bahwa steroid dapat dimanfaatkan sebagai sumber aprodiasika alami. Selain senyawa golongan alkaloid dan steroid, hasil uji fitokimia teripang dalam penelitian ini juga terdeteksi adanya senyawa golongan saponin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun (Harborne 1987). Hasil uji fitokimia menunjukkan saponin terdeteksi pada ekstrak etil asetat dan metanol. Daging teripang terlihat menghasilkan busa pada saat dilakukan preparasi bahan baku. Diduga busa itu berasal dari saponin yang terkandung dalam teripang. Proses pengeringan mungkin menyebabkan hilangnya sebagian saponin sehingga hasil uji fitokimia terdeteksi kurang kuat. Penelitian yang dilakukan oleh Hu et al. (2010) juga menunjukkan adanya saponin pada teripang. Saponin terkadang dapat menimbulkan keracunan pada ternak (Harborne 1987). Uji ninhidrin dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan asam amino pada teripang. Ninhidrin merupakan salah satu bentuk senyawa nitrogen. Hasil positif pada pelarut n-heksana dan metanol menunjukkan adanya asam amino pada sampel. Harborne (1987) membagi asam amino menjadi dua, yaitu asam amino protein dan bukan protein. Asam amino protein pada umumnya diketahui berjumlah 20 dan ditemukan pada hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Penelitian yang dilakukan oleh Pujiono (2007) menunjukkan adanya asam amino dalam teripang. Ada sekitar 17 asam amino dari 20 asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Adapun spesies yang digunakan pada penelitian tersebut adalah jenis teripang H. vacabunda. Kandungan asam amino teripang getah (H. vacabunda) dapat dilihat pada Tabel 6. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung di dalam protein tersebut (Winarno 1992). Suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia dikatakan mempunyai mutu yang tinggi.
32
Adanya 17 asam amino dalam teripang seperti yang ditemukan pada penelitian Pujiono (2007) menguatkan bukti ilmiah bahwa teripang merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial. Tabel 6. Kandungan asam amino pada tepung daging teripang getah Jenis Asam amino Asam amino non esensial Asam aspartat Serin Asam glutamat Prolin Glisin Alanin Sistein Tirosin Arginin Asam amino esensial Lisin Histidin Valin Methionin Isoleusin Leusin Treonin Phenilalanin
Hasil (%) 1,905 0,412 0,781 0,583 0,536 0,637 0,627 0,989 0,644 1,316 0,918 1,031 0,510 0,532 1,285 0,563 0,639
Sumber : Pujiono (2007) Hasil uji fitokimia terhadap sampel teripang keling tidak terdeteksi adanya flavonoid dan fenol hidrokuinon yang merupakan jenis senyawa fenol. Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri
sama
yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua penyulih hidroksil (Harborne 1987). Peranan beberapa senyawa golongan senyawa fenol yang sudah diketahui misalnya sebagai bahan pembangun sel dan sebagai pigmen bunga serta peranan lain yang masih merupakan hasil dugaan belaka. Flavonoid merupakan faktor pertahanan alam pada tumbuhan (Isman dan Duffey 1981) dalam (Harborne 1987). Hal ini mungkin yang menyebabkan fenol hidrokuinon dan flavonoid tidak terdeteksi pada sampel teripang.
33
4.3
Aktivitas Antimalaria Ekstrak teripang keling (H. atra) dari pelarut heksana, etil asetat, metanol
bertingkat dan metanol tunggal diuji aktivitas antimalarianya untuk mengetahui ekstrak mana yang memberikan aktivitas antimalaria yang paling besar. Pengujian dilakukan dengan cara in vitro dengan tahapan persiapan sebagai berikut : 4.3.1 Kultur P. falciparum Sebelum melakukan uji daya hambat pertumbuhan P. falciparum, parasit yang telah dikultur disiapkan. Selanjutnya keempat ekstrak teripang yang konsentrasinya telah ditentukan dimasukkan ke dalam micro plate menggunakan pipet Ependorf dan ditambahkan 200 μL suspensi sel parasit. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24 jam. Kultur P. falciparum pada cawan dan pengujian pada micro plate 96 well dapat dilihat pada Gambar 13.
(a) (b) Gambar 13. (a) Kultur P. falciparum dalam cawan kultur, (b) Pengujian aktivitas antimalaria pada micro plate 96 well. Setelah diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37 oC selama 24 jam, selanjutnya kultur dipanen, dibuat slide apusan darah tebal dan tipis. Setelah kering diberi pewarnaan giemsa 3% eritrosit
selama 45 menit lalu dihitung jumlah
yang terinfeksi P. falciparum di bawah mikroskop. Persentase
penghambatan dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah eritrosit terinfeksi terhadap 5000 eritrosit yang diamati. Pengamatan dilakukan pada mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil pengamatan pada kultur, terlihat P. falciparum tumbuh dan berkembang biak dengan cepat. P. falciparum yang menginfeksi sel darah merah terlihat jelas berada pada stadium tropozoit seperti terlihat pada Gambar 12.
34
Pengujian antimalaria dilakukan ketika kultur di dominasi parasit pada stadium tropozoit untuk mencegah terbentuknya skizon.
Gambar 14. Penampakan eritrosit terinfeksi P. falciparum dilihat pada mikroskop perbesaran 10 x 100 Evaluasi pertumbuhan parasit pada pengujian aktivitas antimalaria dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis selanjutnya diamati di bawah mikroskop perbesaran 1000 kali. Pertumbuhan parasit yang terlebih dahulu diamati adalah pada kelompok kontrol, untuk melihat pertumbuhan tanpa adanya perlakuan penggunaan antimalaria. Hasil pengamatan menunjukkan parasit pada kelompok kontrol negatif tumbuh. Pertumbuhan terlihat dengan semakin banyaknya eritrosit yang terinfeksi P. falciparum. Pengamatan dilanjutkan dengan melihat pertumbuhan P. falciparum pada kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan dengan penambahan ekstrak teripang. Perhitungan jumlah parasit terinfeksi digunakan untuk menghitung angka parasitemia dan persen penghambatan pertumbuhan P. falciparum ekstrak teripang. 4.3.2 Angka parasitemia Perhitungan angka parasitemia merupakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian malaria. Parasitemia adalah persentase jumlah sel darah merah yang terinfeksi oleh parasit malaria (Hutomo 2005). Dalam penelitian ini parasitemia dihitung pada 5000 sel darah merah dengan metode pewarnaan giemsa. Pewarnaan giemsa merupakan pewarnaan yang paling sering digunakan karena berfungsi membedakan antara sel darah merah yang terinfeksi dan sel darah merah yang tidak terinfeksi.
35
Perhitungan angka parasitemia digunakan untuk mengetahui penambahan jumlah P. falciparum pada berbagai dosis ekstrak yang diujikan. Adapun kontrol negatif dan kontrol positif digunakan sebagai pembandingnya. Kontrol negatif merupakan kultur tanpa penambahan ekstrak ataupun obat malaria, sedangkan kontrol positif menggunakan obat malaria yaitu arterakin dan kuinin. Angka parasitemia dari hasil pengujian aktivitas antimalaria dengan pelarut dan konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Angka parasitemia pada setiap ekstrak teripang Persen (%) parasitemia setiap konsentrasi 10 20 40 80 160 320 640 1280 n-Heksana 2,91 2,69 1,95 1,84 1,67 1,52 1,27 0,86 Etil asetat 2,79 2,51 2,49 2,36 2,62 2,51 2,37 2,13 Metanol A 2,71 2,59 2,68 2,48 2,42 2,01 1,53 1,59 Metanol B 2,66 2,44 2,56 2,42 2,45 2,34 2,37 1,67 Kontrol (-) 2,80 Kontrol (+) Ar 0,64 Kontrol (+) Ku 0,67 Keterangan : A : ekstraksi bertingkat Ar : Arterakin (166,7 μg/mL) B : ekstraksi tunggal Ku : Kuinin (28 μg/mL) Ekstrak (μg/mL)
2560 0,74 1,95 1,42 1,40
Tabel 7 menunjukkan penurunan angka parasitemia pada penambahan semua jenis ekstrak teripang dengan dari konsentrasi terkecil hingga konsentrasi tertinggi. Secara umum terlihat terjadi penurunan angka parasitemia seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak teripang. Penambahan ekstrak heksana 10 μg/mL tidak menunjukkan penurunan angka parasitemia jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Bahkan cenderung memiliki angka parasitemia yang lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif. Hal ini diduga karena respon alamiah makhluk hidup dalam hal ini adalah parasit P. falciparum yang mencoba mempertahankan diri dalam kondisi lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhannya. Sehingga parasit berusaha mempercepat proses pertumbuhan. Akan tetapi pada konsentrasi yang ekstrak teripang yang lebih besar pada akhirnya P. falciparum tidak lagi dapat bertahan hingga terjadi penurunan angka parasitemia pada kultur. Angka parasitemia terkecil ditunjukkan ekstrak heksana pada konsentrasi 2560 μg/mL yaitu 0,74. Angka ini masih di atas parasitemia
36
kontrol positif pada arterakin dan kuinin yang masing-masing sebesar 0,64 dan 0,67. Data perubahan angka parasitemia pada setiap konsentrasi ekstrak dianalisis menggunakan uji ANOVA dua arah. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai F hitung sebesar 10,701 dan probabilitasnya sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak dengan berbagai konsentrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan (Lampiran 3). Hasil uji lanjut LSD juga menunjukkan bahwa pemberian ekstrak heksana memberikan perbedaan berarti (signifikan) terhadap ketiga ekstrak yang lain, yaitu ekstrak etil asetat, metanol bertingkat dan metanol tunggal. Sedangkan untuk ekstrak etil asetat, metanol bertingkat dan metanol tunggal, ketiganya tidak memberikan perbedaan signifikan. Ekstrak teripang dengan konsentrasi 10 μg/mL, 20 μg/mL, dan 40 μg/mL tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Artinya pada konsentrasi tersebut ekstrak teripang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan parasit. Penurunan angka parasitemia pada masing-masing konsentrasi ekstrak dapat
% Parasitemia
dilihat pada Gambar 15.
Konsentrasi ekstrak (μg/mL)
Gambar 15. Grafik rata-rata persentase pertumbuhan P. falciparum dengan perlakuan penambahan ekstrak teripang keling (H. atra) Keterangan : Metanol A : maserasi bertingkat, Metanol B : maserasi tunggal
37
4.3.3
Daya hambat Persentase daya hambat dihitung untuk mengetahui efektivitas ekstrak
teripang dalam menghambat infeksi P. falciparum pada sel
eritrosit. Belum
diketahui secara spesifik bagaimana ekstrak ini dapat menghambat pertumbuhan P. falciparum. Persentase daya hambat ekstrak teripang pada konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata persentase daya hambat ekstrak teripang keling (H. atra) % Inhibisi ekstrak Heksana EA Met A 10 -4,02 0,27 3,13 20 3,84 10,28 7,42 40 30,29 10,99 4,20 80 34,23 15,64 11,35 160 40,30 6,34 13,49 320 45,67 10,28 28,15 640 54,60 15,28 45,31 1280 69,26 23,86 43,16 2560 73,55 30,29 49,24 Kontrol (+) Ar 76,95 Kontrol (+) Ku 75,82 Keterangan : A : ekstraksi bertingkat Ar : Arterakin (166,7 μg/mL) B : ekstraksi tunggal Ku : Kuinin (28 μg/mL) Konsentrasi (μg/mL)
Met B 4,92 12,78 8,49 13,49 12,42 16,35 15,28 40,30 49,96
Tabel 8 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak teripang yang diberikan terhadap kultur P. falciparum, maka semakin tinggi aktivitas penghambatannya. Daya hambat paling tinggi terjadi pada ekstrak teripang dengan pelarut heksana pada konsentrasi 2560 μg/mL yaitu sebesar 73,55%. Nilai ini masih dibawah daya hambat pada kontrol positif menggunakan arterakin dan kuinin yang masing-masing sebesar 76,95% dan 75,82%. Kontrol positif pada penelitian ini menggunakan kuinin dan arterakin. Kuinin merupakan salah satu antimalaria yang memiliki struktur dasar kuinolin. Syamsudin (2002) menyebutkan bahwa mekanisme kuinin dalam menghambat pertumbuhan parasit adalah melalui interaksi dengan DNA parasit dan menghambat DNA polimerase. Arterakin merupakan kombinasi 2 antimalaria yang terdiri dari dehidroartemisinin dan piperakuin. Pandey et al. (1999) melaporkan bahwa artemisin dan derivatnya bekerja sebagai skizontosid darah. Selama pertumbuhan dan penggandaannya dalam sel darah merah, parasit
38
memakan dan menghancurkan sampai 80% sel hemoglobin inang dalam bagian ruang yang dinamakan vakuola makanan. Proses Ini akan melepaskan Fe2+-hem, yang teroksidasi menjadi Fe3+-hematin, dan kemudian mengendap dalam vakuola makanan membentuk pigmen kristal disebut hemozoin. Efek antimalaria dari artemisin disebabkan oleh masuknya molekul ini ke dalam vakuola makanan parasit dan kemudian berinteraksi dengan Fe2+-hem. Interaksi menghasilkan radikal bebas yang menghancurkan komponen vital parasit sehingga mati. Adapun mekanisme ekstrak teripang keling dalam menghambat pertumbuhan P. falciparum belum diketahui secara spesifik. Persentase penghambatan pada masing-masing konsentrasi ekstrak teripang dapat dilihat pada Gambar 16. 4.3.4 Inhibitory Concentration Inhibitory concentration (IC50) merupakan konsentrasi obat yang diperlukan untuk menghambat 50% pertumbuhan parasit (Kusch 2011). Kohler (2002) melaporkan bahwa suatu ekstrak yang memiliki efek antimalaria secara in vitro apabila memiliki nilai IC50 sebesar 50 μg/mL, sedangkan pada tingkat fraksi
% Parasitemia
IC50 lebih kecil dari 25 μg/mL, dan senyawa murni IC50 lebih kecil dari 1 μM.
Konsentrasi ekstrak (μg/mL)
Gambar 16. Grafik daya hambat ekstrak teripang keling (H. atra) terhadap pertumbuhan parasit P. falciparum Keterangan : Metanol A : maserasi bertingkat, Metanol B : maserasi tunggal
39
Nilai IC50 pada penelitian ini diperoleh melalui analisis probit menggunakan program SPSS 13. Analisis probit menggunakan SPSS 13 juga digunakan
pada
beberapa
penelitian
pengujian
aktivitas
antimalaria
diantaranya adalah oleh Syarif (2007) dan Rehena (2010). Probit digunakan untuk menganalisis berbagai jenis respon dosis yaitu untuk menguji respon dari suatu organisme dalam berbagai konsentrasi bahan kimia. Hubungan antara dosis dan respon terjadi secara linear membentuk grafik sigmoid sehingga bisa dijalankan fungsi regresi. Hasil analisis diperoleh nilai IC50 setiap ekstrak yang dpat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai IC50 ekstrak teripang keling Ekstrak n-Heksana Etil asetat Metanol bertingkat Metanol tunggal
Nilai IC50 (μg/mL) 372,04 70179,71 1913,08 6208,64
Mekanisme penghambatan pertumbuhan parasit Plasmodium berbeda untuk masing-masing obat antimalaria, bergantung pada jenis senyawa yang terkandung dalam bahan tersebut. Aryanti et al. (2006) melaporkan bahwa sulfadoksin-pirimetamin menghambat pertumbuhan Plasmodium dengan cara pembentukan asam folat. Obat ini akan mengikat enzim dihidropotreroat sintase dan dihidrofolat reduktase. Asam folat diperlukan Plasmodium untuk pembentukan asam nukleat pada inti. Mekanisme penghambatan artemisinin adalah dengan menghambat enzim PfATP6 yaitu enzim yang mirip dengan enzim ATPase di dalam sitoplasma. Artemisinin akan masuk ke dalam sel parasit kemudian diaktifkan oleh ion besi dekat enzim PfATP6 dalam retikulum endoplasma dan terlibat dalam reaksi reduksi hemikatalisis yang menghasilkan senyawa sitotoksik. Senyawa ini mengikat dan menghambat PfATP6 secara irreversible dan spesifik.
5 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Ekstraksi menggunakan metode maserasi bertingkat pada sampel teripang
keling (Holothuria atra) dengan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol masingmasing menghasilkan rendemen ekstrak kasar sebanyak 0,42%, 0,57% dan 11,00%. Rendemen ekstrak metanol maserasi tunggal sebesar 29,20%. Ekstrak teripang mengandung senyawa golongan alkaloid, steroid, saponin, dan asam amino. Ekstrak kasar yang diujikan terhadap kultur Plasmodium falciparum menunjukkan aktivitas penghambatan ditandai dengan semakin rendahnya angka parasitemia. Pemberian ekstrak heksana berbeda nyata terhadap ketiga ekstrak yang lain. Angka parasitemia terkecil ditunjukkan ekstrak heksana pada konsentrasi 2560 μg/mL yaitu 0,74. Angka tersebut lebih tinggi daripada angka parasitemia kontrol positif pada arterakin dan kuinin yang masing-masing sebesar 0,64 dan 0,67. Nilai IC50 terendah adalah pada ekstrak heksana yaitu sebesar 372,04 μg/mL. 5.2
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui sumber antimalaria
dari teripang dan senyawa aktif yang menunjukkan aktivitas antimalaria. Selain itu, perlu dilakukan pengujian aktivitas antimalaria secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA Adendorff MR. 2010. Marine anti-malarial isonitriles : a synthetic and computational study [thesis]. Grahamstown : Rhodes University. Aryanti, Ermayanti TM, Ika PK, Dewi RM. 2006. Uji daya antimalaria Artemisia spp. terhadap Plasmodium falciparum. Majalah Farmasi Indonesia, 17(2), 81 – 84. Aziz A. 1987. Beberapa catatan tentang perikanan teripang di indonesia dan kawasan indo pasifik barat. Jurnal Oseana VIII (2) : 68-78. Bordar S, Anwar F, Saari N. 2011. High-value components and bioactives from sea cucumbers for functional foods. Jurnal Marine Drugs (9) : 1761-1805 Choo PS. 2008. Population status, fisheries and trade of sea cucumbers in Asia. In V. Toral-Granda, A. Lovatelli and M. Vasconcellos (eds). Sea cucumbers. A global review of fisheries and trade. FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper. 516 : 81-118 Conand C. 1990. The fishery resources of pacific island countries part 2. Holothurians. FAO Fisheries Technical Paper 272 : 143 Darsono P. 1993. Kandungan substansi bioaktif pada teripang. Journal Oseana XVIII (3) : 87-94 Darsono P. 2003. Sumberdaya teripang dan pengelolaannya. Journal Oseana XXVIII (2) : 1-9 [Depkes]. Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Dewi KH. 2008. Kajian ekstraksi steroid teripang pasir (Holothuria scabra) sebagai sumber testosteron alami [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dobretsov S, Al-Mammari M, Soussi B. 2009. Bioactive compounds from omani sea cucumbers. Sultan Qaboos University. Journal Agricultural and Marine Sciences Gandahusada S, Illahude HH, Pribadi W, editor. 1998. Parasitologi Kedokteran Ed. ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
42
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Ed. ke-2. Padmawinata K, Sudiro I, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytohemical Method. Hafid AF, Maharani WT, Widyawaruyanti A. 2011. Model terapi kombinasi ekstrak etanol 80% kulit batang cempedak (Artocarpus champeden spreng.) dan artesunat pada mencit terinfeksi parasit malaria. Journal Indonesia Medical Association : 61 : 4 Hiswani. 2004. Gambaran penyakit dan vektor malaria di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara Hu XQ, Wang YM, Wang JF, Xue Y, Li ZJ, Nagao K, Yanagita Ti, Xue CH. 2010. Dietary saponins of sea cucumber alleviate orotic acid-induced fatty liver in rats via PPARa and SREBP-1c signaling. Biomedical Central Hutomo R, Sutarno, Wien W, Kusmardi. 2005. Uji antimalaria ekstrak buah Morinda citrifolia dan aktivitas makrofag pada mencit (Mus musculus) setelah diinfeksi Plasmodium berghei. Biofarmasi 3 (2): 61-69 Johns T, Arnold W, Thomas J, Saleh MM. 2011. Antimalarial alkaloids isolated from Annona squamosa. Journal of Phytopharmacology 1(3) : 49-53 Kannan A, Navam H, Satya N. 2009. Colon and breast anti-cancer effects of peptide hydrolysates derived from rice bran. The Open Bioactive Compounds (2) : 17-20 Kaur K, Jain M, Kaur T, Jain R. 2009. Antimalarials from nature. Bioorganic and Medical Chemistry Kohler I, Siems J, Siems K, Hernandes MA. 2002. In vitro antiplasmodial investigation of medical plants from El Savador. Bioscience. (57) Kordi MG. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-obatan. Yogyakarta : Lily Publisher Kusch P, Deininger S, Specht S, Maniako R, Haubrich S, Pommerening T, Lin PK, Hoerauf A, Kaiser A. 2011. In vitro and in vivo antimalarial activity assays of seeds from Balanites aegyptiaca : compounds of the extract show growth inhibition and activity against plasmodial aminopeptidase. Parasitology Research Kustiariyah. 2006. Isolasi dan uji aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai aprosidiaka alami [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
43
Martoyo SM, Nugroho, Winarto T. 2000. Budidaya Teripang. Jakarta : Penebar Swadaya. Mayer A, Rodríguez AD, Berlinck RG, Nobuhiro F. 2011. Marine pharmacology in 2007–8: Marine compounds with antibacterial, anticoagulant, antifungal, anti-inflammatory, antimalarial, antiprotozoal,antituberculosis, and antiviral activities; affecting the immune and nervous system, and other miscellaneous mechanisms of action. Comparative Biochemistry and Physiology, Part C 153: 191–222 Muchtadi, Hartoyo. 2005. Uji aktivitas antimalaria ekstrak daun tumbuhan ayam (Erythrina variegata L.) dan puspa (Schima wallichii Korth). Penelitian Sains & Teknologi. 6 (1) : 14 - 25 Murtihapsari. 2010. Penapisan bahan aktif spons Xestospongia sp. dan Haliclona sp. asal papua serta aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum galur W2 dan D6 secara in vitro [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Nurjanah S. 2008. Identifikasi steroid teripang pasir (Holothuria scabra) dan pemanfaatannnya sebagai sumber steroid alami [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. O’Neill MJ, Bray DH, Boardman P, Phillipson JD, Warhurst DC, Peters W, Suffness M. 1986. Plants as sources of antimalarial drugs: in vitro antimalarial activities of some quassinoids. American Society for Microbiology. 3 (1) : 101-104 Orhan I, Bilge S, Marcel K, Reto B, Deniz T. 2010. Inhibitory activity of marine sponge-derived natural products against parasitic protozoa. Marine Drugs (8) : 47-58 Orhan I, Ozcelik B, Konuklugil B, Putz A, Kaban UG, Proksch PR. 2012. Bioactivity Screening of the Selected Turkish Marine Sponges and Three Compounds from Agelas oroides. Journal of Natural Product : 356-367 Patar A, Jaafar H, Jamalullail SM, Abdullah JM. 2012. The bogy wall extract of Stichopus variegatus promotes repair of acute contused spinal cord injury in rats by improving motor function and reduces intramedullary hemorrhage. Biomedical and Health Reaserch. 23 (4) : 483-494 Pandey AV, Tekwani BL, Singh RL, Chauh VS. 1999. Artemisin an endoperoxide antimalarial disrupts the hemoglobin catabolism and heme detoxification systems in malarial parasite. Journal of Biological Chemistry. Vol. 274 (27) Pranoto EN, Ma’ruf WF, Pringgenies D. 2012. Kajian aktivitas bioaktif teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknology Hasil Perikanan 1 (1) : 1-8
44
Praptiwi, Harapini M, Chairul. 2007. Uji aktivitas antimalaria secara in-vivo ekstrak ki pahit (Picrasma javanica) pada mencit yang diinfeksi Plasmodium berghei. Journal Biodiversitas. 8 (2) : 111-113 Pujiono. NA. 2007. Kajian awal kandungan gizi dan potensi anti-asma dari tepung teripang getah (Holothuria vacabunda). [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor Purwantiningsih. 2003. Artemisinin dari Artemisia sacrorum, Ledeb dan turunannya sebagai komponen bioaktif antimalaria [disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Radji M. 2005. Peranan bioteknologi dan microba endofit dalam pengembangan obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. II (3) : 113- 126 Ravichandran, Kathiresan K, Balaram H. 2007. Anti-malarials from marine sponges. Biotechnology and Molecular Biology Review. 2 : 033-038 Rehena J.F. 2010. Uji aktivitas ekstrak daun pepaya (Carica papaya. Linn) sebagai antimalaria in vitro. Jurnal Ilmu Dasar 11 (1) : 96 –100 Rowe FWE. 1969. A review of the family Holothuriidae (Holothuroidea, Aspidochirotida). Zoology. 18 : 217-250 Scale F, Ernesto F, Marialuisa M, Orazio TC, Michelle T, Marcel K, Deniz T. 2010. Bromopyrrole alkaloids as lead compounds against protozoan parasites. Marine Drugs 2010. 8 : 2162-2174 Sendih SG. 2006. Keajaiban Teripang Penyembuh Mujarab dari Laut. Jakarta : Agro Media Pustaka. Senecheau CV, Marcel K, Isabelle D, Antoine V, Isabelle M, Anne MR. 2011. Antiprotozoal activities of organic extracts from french marine seaweeds. Marine Drugs. 9 : 922-933 Simanjuntak P. 1995. Tumbuhan sebagai Sumber Zat Aktif Antimalaria. Puslitbang Bioteknologi-LIPI. Buletin Penelitian Kesehatan. 23 (2) Singh B, Lee KS, Asmad M, Anand R, Sunita SG, Janet CS, Alan T,David JC. 2004. A large focus of naturally acquired Plasmodium knowlesi infections in human beings. The Lancet. 363 Siregar N. 2012. Uji fitokimia dan potensi teripang (Stichopus horrens) sebagai antioksidan [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
45
Syamsudin. 2002. Mekanisme kerja obat antimalaria. Bagian Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. Jakarta Selatan. Syari RA, Mae SH, Mustofa, Ngatidjan, Heri K, Said RAH. 2007. Aktivitas antiplasmodium in vitro estrak kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A.Gray) terhadap Plasmodium falciparum.Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada Tamaroa T. 1984. The sea cucumber Holothuria atra (Jager, 1833), in south tarawa lagoon (Republic of Kiribati): environmental variability, population biology and fishing pressure [thesis]. Victoria : Master of Science in Marine Biology, University of Wellington Thoney DA, Schlager N. 2004. Holothuridea. Di dalam Grzimek B, editor. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Wiadnyana NN, Puspasari R, Mahulette RT. 2008. Status sumber daya dan perikanan teripang di Indonesia : pemanfaatan dan perdagangan. Kebijakan Perikanan Indonesia (1): 45-60 [WHO] World Health Organization. 2008. In vitro micro-test for the assessment of the response of Plasmodium falciparum to chloroquine, mefloquine, quinine, amodiaquine, sulfadoxine/pyrimethamine and artemisinin . 2008. World Malaria Report. . 2011. World Malaria Report. Widyowati, Santa IGP, Rahman Al, Tantular I, Widyawaruyanti A. 2003. Uji in vitro aktivitas antimalaria isolat dari Andrographis paniculata terhadap Plasmodium falciparum pada stadium gametosit. Majalah Farmasi Airlangga. 3 (3) Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Yuan Y, Yunjun L, Yujian L, Luqi H, Shunqin C, Zhaochun Y, Shuangshuang Q. 2011. High temperature effects on flavones accumulation and antioxidant system in Scutellaria baicalensis Georgi cells. African Journal of Biotechnology 10 (26) : 5182-5192 Zein U, Izwar, Ginting Y, Saragih A, Hadisahputra S, Arrasyid NK, Yulfi H, Sulani F. 2005. Antimalaria effect of chloroquin – sambiloto (Andrographis paniculata Nees) combination compared with chloroquin alone in adult patients of uncomplicated malaria. Medan: Respiratori USU.
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Perhitungan dosis obat untuk kontrol positif Informasi obat yang digunakan Nama obat : Arterakine Bobot tablet : 0,5993 gram = 599,3 mg Kandungan per tablet (tertulis dalam kemasan) : Dehydroartemisinin (40 mg) dan Piperaquine (160 mg) Dosis (menurut buku Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di indonesia) Dehydroartemisinin = 2-4 mg/KgBB/Hari Piperaquine -16-32 mg/KgBB/Hari Bobot rata-rata orang dewasa = 70 Kg JumLah darah = 5 liter = 5000 mL = 5 x 106 μL (micro liter) Jadi dosis untuk orang dewasa (bobot 70 Kg, volume darah 5 liter) Dehydroartemisinin Min = (2 x 70) mg/hari = 140 mg Maks = (4x70) mg/hari = 280 mg Piperaquine Maks = (32 x 70) mg/hari = 2240 Min = (16 x 70) mg/hari = 1120 mg mg Volume darah kultur dalam plate = 200 μL, MAKA : 5 liter ----- 280 mg 5 liter ----- 140 mg 200 μL ----- ? 200 μL ----- ? Dehydroartemisinin 140 mg x 200 μL = 5,6 x 10-3 mg = 5,6 μg 5 x 106 μL 280 mg x 200 μL = 11,2 x 10-3 mg = 11,2 μg 5 x 106 μL Piperaquine 1120 mg x 200 μL = 44,8x10-3 mg = 44,8 μg 5 x 106 μL 2240 mg x 200 μL = 89,6 x 10-3 mg = 89,6 μg 5 x 106 μL Dalam sediaan tablet yang bobotnya X gram terdapat 40 mg Dehydroartemisinin dan 320 mg Piperaquine Jika yg dipakai adalah dosis maksimum, Maka untuk mendapatkan 89,6 μg Piperaquine : 599,3 mg x 89,6 μg = 167,804 μg 320 mg Jadi... 167,804 μg/ 1 mL = 167,804 mg/100 mL Dimasukkan ke dalam well masing-masing 25 μL
48
Lampiran 2. Hasil perhitungan eritrosit yang terinfeksi parasit P. falciparum Pelarut Heksan Etil Asetat Metanol Bertingkat Metanol Tunggal
[10] 157 134 136 143 144 127 135 131
[20] 136 133 119 132 127 132 123 121
JumLah eritrosit terinfeksi pada tiap-tiap konsentrasi [40] [80] [160] [320] [640] [1280] 101 98 85 86 65 46 94 86 82 66 62 40 105 96 116 128 111 102 144 140 146 123 126 111 142 129 136 104 72 82 126 119 106 97 81 77 125 115 119 119 125 93 131 127 126 115 112 74
[2560] 36 38 83 112 79 63 68 72
Kontrol Blank Arterakin 152 31 133 26 142 30 132 37 136 41 133 32 154 34 137 26
Quinine 25 35 36 34 31 40 36 32
49
Lampiran 3. Uji ANOVA 2 arah Between-Subjects Factors Value Label konsentrasi 1,00 10 ug/mL 2,00 20 ug/mL 3,00 40 ug/mL 4,00 80 ug/mL 5,00 160 ug/mL 6,00 320 ug/mL 7,00 640 ug/mL 8,00 1280 ug/mL 9,00 2560 ug/mL ekstraksi 1,00 heksana 2,00 etil asetat 3,00 metanol A 4,00 Metanol B
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 9 9 9 9
Tests of Between-Subjects Effects (Dependent Variable: parasitemia ) Type III Sum of Squares df Mean Square 9,092(a) 11 ,827 164,352 1 164,352 6,676 8 ,835 2,416 3 ,805 1,872 24 ,078 175,316 36 10,964 35 a R Squared = ,829 (Adjusted R Squared = ,751) Source Corrected Model Intercept konsentrasi ekstraksi Error Total Corrected Total
F 10,599 2107,407 10,701 10,327
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000
50
Lampiran 3. Uji Lanjut LSD Multiple Comparisons (I) ekstraksi LSD
heksana
etil asetat
metanol A
Metanol B
(J) ekstraksi
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
etil asetat
-,6978(*)
0,13165
0
-0,9695
-0,4261
metanol A
-,4422(*)
0,13165
0,003
-0,7139
-0,1705
Metanol B
-,5400(*)
0,13165
0
-0,8117
-0,2683
heksana
,6978(*)
0,13165
0
0,4261
0,9695
metanol A
0,2556
0,13165
0,064
-0,0161
0,5273
Metanol B
0,1578
0,13165
0,242
-0,1139
0,4295
heksana
,4422(*)
0,13165
0,003
0,1705
0,7139
etil asetat
-0,2556
0,13165
0,064
-0,5273
0,0161
Metanol B
-0,0978
0,13165
0,465
-0,3695
0,1739
heksana
,5400(*)
0,13165
0
0,2683
0,8117
etil asetat
-0,1578
0,13165
0,242
-0,4295
0,1139
0,13165
0,465
-0,1739
0,3695
metanol A 0,0978 Dependent Variable: parasitemia Based on observed means. * The mean difference is significant at the ,05 level.
51
Multiple Compari sons Dependent Variable: parasitemia
LSD
(I) konsentrasi 10 ug/ml
20 ug/ml
40 ug/ml
80 ug/ml
160 ug/ml
320 ug/ml
640 ug/ml
1280 ug/ ml
2560 ug/ ml
(J) konsentrasi 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 1280 ug/ ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 2560 ug/ ml 10 ug/ml 20 ug/ml 40 ug/ml 80 ug/ml 160 ug/ml 320 ug/ml 640 ug/ml 1280 ug/ ml
Mean Diff erence (I-J) ,2100 ,3475 ,4925* ,4775* ,6725* ,8825* 1,2050* 1,3900* -,2100 ,1375 ,2825 ,2675 ,4625* ,6725* ,9950* 1,1800* -,3475 -,1375 ,1450 ,1300 ,3250 ,5350* ,8575* 1,0425* -,4925* -,2825 -,1450 -,0150 ,1800 ,3900 ,7125* ,8975* -,4775* -,2675 -,1300 ,0150 ,1950 ,4050 ,7275* ,9125* -,6725* -,4625* -,3250 -,1800 -,1950 ,2100 ,5325* ,7175* -,8825* -,6725* -,5350* -,3900 -,4050 -,2100 ,3225 ,5075* -1,2050* -,9950* -,8575* -,7125* -,7275* -,5325* -,3225 ,1850 -1,3900* -1,1800* -1,0425* -,8975* -,9125* -,7175* -,5075* -,1850
Based on observed means. *. The mean diff erence is significant at the , 05 level.
Std. Error ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747 ,19747
Sig. ,298 ,091 ,020 ,024 ,002 ,000 ,000 ,000 ,298 ,493 ,165 ,188 ,028 ,002 ,000 ,000 ,091 ,493 ,470 ,517 ,113 ,012 ,000 ,000 ,020 ,165 ,470 ,940 ,371 ,060 ,001 ,000 ,024 ,188 ,517 ,940 ,333 ,051 ,001 ,000 ,002 ,028 ,113 ,371 ,333 ,298 ,013 ,001 ,000 ,002 ,012 ,060 ,051 ,298 ,115 ,017 ,000 ,000 ,000 ,001 ,001 ,013 ,115 ,358 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,017 ,358
95% Confidence Int erval Upper Bound Lower Bound -,1976 ,6176 -,0601 ,7551 ,0849 ,9001 ,0699 ,8851 ,2649 1,0801 ,4749 1,2901 ,7974 1,6126 ,9824 1,7976 -,6176 ,1976 -,2701 ,5451 -,1251 ,6901 -,1401 ,6751 ,0549 ,8701 ,2649 1,0801 ,5874 1,4026 ,7724 1,5876 -,7551 ,0601 -,5451 ,2701 -,2626 ,5526 -,2776 ,5376 -,0826 ,7326 ,1274 ,9426 ,4499 1,2651 ,6349 1,4501 -,9001 -,0849 -,6901 ,1251 -,5526 ,2626 -,4226 ,3926 -,2276 ,5876 -,0176 ,7976 ,3049 1,1201 ,4899 1,3051 -,8851 -,0699 -,6751 ,1401 -,5376 ,2776 -,3926 ,4226 -,2126 ,6026 -,0026 ,8126 ,3199 1,1351 ,5049 1,3201 -1,0801 -,2649 -,8701 -,0549 -,7326 ,0826 -,5876 ,2276 -,6026 ,2126 -,1976 ,6176 ,1249 ,9401 ,3099 1,1251 -1,2901 -,4749 -1,0801 -,2649 -,9426 -,1274 -,7976 ,0176 -,8126 ,0026 -,6176 ,1976 -,0851 ,7301 ,0999 ,9151 -1,6126 -,7974 -1,4026 -,5874 -1,2651 -,4499 -1,1201 -,3049 -1,1351 -,3199 -,9401 -,1249 -,7301 ,0851 -,2226 ,5926 -1,7976 -,9824 -1,5876 -,7724 -1,4501 -,6349 -1,3051 -,4899 -1,3201 -,5049 -1,1251 -,3099 -,9151 -,0999 -,5926 ,2226
52
Lampiran 5. Hasil analisis probit untuk IC50 ekstrak n-heksana
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. Konsentr
,83136 ,07239 11,48406 Intercept Standard Error Intercept/S.E. -2,13709 ,18063 -11,83157
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square =
17,005
DF = 6 P = ,009
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Number of Observed Expected Konsentr Subjects Responses Responses Residual 1,30 1,60 1,90 2,20 2,51 2,81 3,11 3,41
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
3,8 30,3 34,2 40,3 45,7 54,6 69,3 73,6
14,561 21,035 28,947 38,031 47,831 57,764 67,225 75,691
-10,721 ,14561 9,255 ,21035 5,283 ,28947 2,269 ,38031 -2,161 ,47831 -3,164 ,57764 2,035 ,67225 -2,141 ,75691
Confidence Limits for Effective Konsentr
Prob
Prob
95% Confidence Limits Konsentr Lower Upper
,01 ,59205 ,01859 3,13919 ,02 1,25965 ,05980 5,52164 ,03 2,03371 ,12532 7,91175 ..... ,45 262,68833 148,15184 469,22865 ,50 372,04198 216,51297 713,75721 ,55 526,91808 306,50515 1120,82928 ..... ,98 109883,90946 20770,58216 3482197,48807 ,99 233791,36988 36464,41616 11221757,3835
53
Lampiran 6. Hasil analisis probit untuk IC50 ekstrak etil asetat Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Konsentr ,43781 ,07237
Coeff./S.E. 6,04923
Intercept Standard Error Intercept/S.E. -2,12170 ,18374 -11,54714 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square =
19,531
DF = 7 P = ,007
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Number of Observed Expected Konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob 1,00 100,0 ,3 4,610 -4,342 ,04610 4,245 ,06032 1,30 100,0 10,3 6,032 1,60 100,0 11,0 7,776 3,216 ,07776 1,90 100,0 15,6 9,878 5,761 ,09878 2,20 100,0 6,3 12,369 -6,024 ,12369 2,51 100,0 10,3 15,270 -4,993 ,15270 2,81 100,0 15,3 18,589 -3,308 ,18589 3,11 100,0 23,9 22,323 1,538 ,22323 3,41 100,0 30,3 26,449 3,846 ,26449 Confidence Limits for Effective Konsentr 95% Confidence Limits Konsentr Lower Upper ,34086 ,00000 5,46869 1,42961 ,00006 13,52247 3,55031 ,00084 24,31561
Prob ,01 ,02 ,03 .... ,45 36239,88684 4303,87987 449787252,315 ,50 70179,70682 6563,12451 2954098873,09 ,55 135905,26017 9963,10462 19489889017,9 ..... ,98 3445134227,92 5050966,21514 8,68173E+022 ,99 14449505515,6 12080923,9213 5,37830E+024
54
Lampiran 7. Hasil analisis probit untuk IC50 ekstrak metanol bertingkat Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E. Konsentr ,83706 ,07249 11,54715 Intercept Standard Error Intercept/S.E. -2,74701 ,18858 -14,56672 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square =
11,549
DF = 7 P = ,116
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Number of Observed Expected Konsentr Subjects Responses Responses Residual 1,00 1,30 1,60 1,90 2,20 2,51 2,81 3,11 3,41
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
3,1 7,4 4,2 11,3 13,5 28,2 45,3 43,2 49,2
2,807 4,866 7,986 12,425 18,352 25,783 34,529 44,193 54,217
,321 ,02807 2,551 ,04866 -3,786 ,07986 -1,075 ,12425 -4,858 ,18352 2,367 ,25783 10,779 ,34529 -1,029 ,44193 -4,976 ,54217
Confidence Limits for Effective Konsentr 95% Confidence Limits Konsentr Lower Upper 3,18086 ,57058 8,92912 6,73297 1,55821 16,37714 10,83500 2,93979 24,12728
Prob
Prob ,01 ,02 ,03 ..... ,45 1353,97282 830,02917 2735,20061 ,50 1913,07570 1121,46730 4254,58009 ,55 2703,05176 1505,88607 6659,04548 .... ,98 543572,73601 110530,22525 8071257,93710 ,99 1150588,22539 200943,62874 22237387,5338
55
Lampiran 8. Hasil analisis probit untuk IC50 ekstrak metanol tunggal Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX): Regression Coeff. Standard Error Konsentr ,60280 ,06826
Coeff./S.E. 8,83108
Intercept Standard Error Intercept/S.E. -2,28641 ,17403 -13,13824 Pearson Goodness-of-Fit Chi Square =
22,248
DF = 7 P = ,002
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits. Number of Observed Expected Konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob 1,00 100,0 4,9 4,613 ,302 ,04613 6,653 6,126 ,06653 1,30 100,0 12,8 1,60 100,0 8,5 9,330 -,840 ,09330 1,90 100,0 13,5 12,730 ,764 ,12730 2,20 100,0 12,4 16,909 -4,487 ,16909 2,51 100,0 16,4 21,878 -5,524 ,21878 2,81 100,0 15,3 27,597 -12,316 ,27597 3,11 100,0 40,3 33,966 6,338 ,33966 3,41 100,0 50,0 40,830 9,126 ,40830 Confidence Limits for Effective Konsentr
Prob
95% Confidence Limits Konsentr Lower Upper
,01 ,85852 ,00392 6,23339 ,02 2,43206 ,02804 12,92984 ,03 4,70864 ,09713 20,66663 ..... ,45 3841,78848 1285,17991 54389,56845 ,50 6208,64178 1839,32587 131762,20888 ,55 10033,66869 2611,88344 321710,88908 ..... ,98 15849611,0775 431355,92995 375513136100 ,99 44899418,9299 877566,99776 2738705353246