Vol.1 hal-79
Se m ina r N a siona l K im ia T e ra pa n I ndone sia 2 0 1 3 Solo, 23 Mei 2013
AKTIVITAS ANTI JAMUR 2,3-dihydroxyoctadecanoic acid. DARI KAYU PALEPEK BARINGIN (Shorea laevis Ridl) Renhart Jemi1, Wasrin Syafii2, Fauzi Ferbrianto2, Muhammad Hanafi3 1)Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya – Kampus Universitas Palangka Raya, Tunjung Nyaho Jl. Yos Sudarso Palangka Raya 73111A, Kalimantan Tengah, Indonesia 2) Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan- IPB, Kampus IPB Darmaga Gedung, Jl. Lingkar Akademik –Bogor 16680- Indonesia 3) Pusat Penelitian Kimia- LIPI Kawasan Puspitek Serpong 15314, Indonesia email:
[email protected] Abstract The objectives of this research were to evaluate the extractive substances of heartwood of palepek baringin wood (Shorea laevis Ridl) and its potention as bio-active substance to wooddestroying fungi i.e., Schizophyllum commune Fr and Pleurotus ostreatus. The heartwood part was then converted into 40 mesh wood flour and followed by extraction using methanol, chloroform, ethyl acetate, n-hexane and buthanol solvents. The extractives obtained were subjected to wood destroying fungi S. commune and P. ostreatus. Synthetic preservative containing copper, chrome and boron substances (CCB) in amount of 100 ppm was used for comparison. The results indicated that the extractive content of palepek baringin wood mostly dominated by ethyl acetate solution fraction (3,54%), followed by chloroform and butanol fraction 1,73% and n-hexane (0,09%). All the wood extracts of S. laevis potentially contain anti-fungal compound to inhibit the growth of S. commune and P. ostreatus fungi. Concentration of 50 ppm butanol fraction inhibited the growth of most active fungi S. commune, and concentration of 250 ppm chloroform fraction inhited the growth of most active fungi P. ostreatus. Control CCB 100 ppm is only able to inhibited fungal growth S. commune dan P. ostreatus by 43%. Isolation of butanol fraction resulted in sixteen (16) active compound (PB.1-PB.16) that could inhibited the growth both S. commune and P. ostreatus with IC(50) values 54.29-64.32 ppm and 48.40-65.86 ppm, respectively. The result of the identification of antifungal compounds in PB.1.1 compounds by massa spectrometry (LC-MS) and 1H NMR. Showed that antifungal substance was 2,3-dihydroxyoctadecanoic acid Keywords: Antifungal Shorea laevis Ridl, dihydroxyoctadecanoic acid. 1.
Schyzophlum commune Fr, Pleurotus
PENDAHULUAN
Kayu palepek baringin (S laevis) termasuk famili Dipterocarpaceae dan genus Shorea. Jenis kayu ini tersebar di pulau Kalimatan (Malaysia dan Indonesia) [1]. Kayu jenis ini mempunyai potensi ekonomis, dimana kayunya digunakan untuk papan, konstruksi bangunan, furniture dan industri kayu lapis [2]. Kelompok jenis kayu Shorea mengandung zat ekstraktif yang potensial untuk dikembangkan, seperti resinnya diolah menjadi pernis, obat diare, obat penyakit kulit, obat disentri, obat gonorrhea dan sebagai bahan kosmetik [3]. Hasil penelitian [4] terhadap kayu S. exellipica, S. hypoleuca dan S. laevis menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap serangan jamur pembusuk kayu jenis Chetomium globosum dan Coriolus versicolor. Kayu Shorea sp dan S. laevifoside mengandung senyawa anti liver 5a-reductase [5-7]. Kayu S. tolura juga mengandung ekstraktif yang bersifat anti mikroba [8]. Kulit kayu S. roxburghii digunakan sebagai obat disentri, diare dan kolera [9]. Kulit S. hopeifolia bersifat sitotoksit [3]. Bagian kulit, kayu teras dan gubal S. curtisii bersifat anti jamur [10]. Bagian akar, kulit dan daun S. tumbuggala Roxb mengandung
ostreatus, 2,3-
bioaktif [11, 12]. Resin kayu S. robusta mengandung senyawa triterpenoid [13]. Beberapa jenis Shorea sp. mengandung senyawa bioaktif, seperti S. rabusta mengadung flavone glycoside [14], S. multiflora mengandung senyawa stilbenoid [7, 15], S. brunnescens mengandung senyawa resveratrol [16], S. semini mengandung senyawa laevifonol [17]. S. leprosula mengandung senyawa stilbenoid. S. belangeran mengandung senyawa stilbene [18]. Dilaporkan juga sudah dilakukan isolasi terhadap 46 jenis bioaktif dari 17 jenis Shorea [19] . Jenis S. hopeifolia mengandung senyawa cytotoxic oligostilbenes [3]. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian daun, kulit, akar dan kayu pada marga Shorea menunjukkan mempunyai potensi bioaktif. Akan tetapi aktivitas sebagai anti jamur pembusuk kayu dari bagian kayu teras S. laevis belum dilaporkan. Kandungan ekstrak, potensi anti jamur pembusuk kayu dari kayu teras S. laevis dilaporkan pada tulisan ini.
Reinhart Jemi et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-79-83
ISSN: 2088 -9828
Vol.1 hal-80
2.
Se m ina r N a siona l K im ia T e ra pa n I ndone sia 2 0 1 3 Solo, 23 Mei 2013
METODOLOGI
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu teras palepek baringin diameter 25 cm diperoleh dari hutan alam tropis di Desa Hanua Ramang, Propinsi Kalimantan Tengah. Kayu palepek baringin diidentifikasi di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong untuk menentukan nama ilmiah yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa anti jamur menggunakan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Maserasi Serbuk Kayu Metode maserasi, partisi dan fraksinasi mengacu kepada prosedur [20, 21] Tempone et al. 2008, Lelono et al. 2009). Sebanyak 2000 g serbuk (40 mesh) kayu palepek baringin dimaserasi dalam 6 liter MeOH (perbandingan 1:3, b/v), pada suhu ruangan selama 48 jam. Setelah pelarut diuapkan pada tekanan rendah dan suhu 40oC diperoleh ekstrak MeOH (156,76 g) berwarna coklat pekat. Sebanyak 100 mL ekstrak MeOH dilakukan partisi secara bertingkat, dengan pelarut n-heksan, CHCl2, EtOAc dan n-BuOH. Hasilpartisi diuapkan pada tekanan rendah diperoleh ekstrak n-heksan (1,58 g), CHCl2 (30,04 g), EtOAc (61,58 g), n-BuOH (30,16 g) dan residu (33,30 g). Partisi n-BuOH terpilih dilakukan isolasi, karena partisi n-BuOH mempunyai kandungan ekstrak yang mencukupi untuk dilakukan isolasi kromatografi kolom, serta berdasarkan hasil pengujian anti jamurnya menunjukan keaktifan mampu menghambat pertumbuhan jamur S. commune dengan nilai IC(50) = 50 ppm dan P. ostreatus dengan nilai IC(50) = 500 ppm. Sebanyak 1,01 g ekstrak partisi nBuOH dimurnikan melalui kolom kromatografi. Eluen yang digunakan adalah MeOH:EtOAc, dengan sistem gradient. Fraksi-fraksi yang diperoleh digabungkan berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis (KLT), yang menghasilkan 16 fraksi yaitu PB.1 (40,70 mg), PB.2 (573,80 mg), PB.3 (90,20 mg), PB.4 (50,19 mg), PB.6 (247,60 mg), PB.7 (459,40 mg), PB.8 (20,20 mg), PB.9 (93 mg), PB.10 (64,30 mg), PB.11 (191,70 mg), PB.12 (44,30 mg), PB.13 (30,30 mg), PB.14 (534,40 mg), PB.15 (14,80 mg) dan PB.16 (22,40 mg). Ke 16 (PB.1-PB.16) fraksi selajut diuji anti jamur untuk mendapatkan fraksi teraktif. Fraksi teraktif yang diperoleh selanjutnya dilakukan isolasi lagi dengan kromatografi preparatif. Senyawa anti jamur yang terpilih diidentifikasi dengan menggunakan LC-MS dan spectra NMR. Pembiakan Jamur Pelapuk Kayu Pengujian aktifivitas anti jamur dilakukan pada semua fraksi. Dua jenis jamur pelapuk putih yang digunakan pada pengujian jamur yaitu S. commune dan P. ostreatus yang diperoleh dari Laboratorium Penyakit Fakultas Kehutanan IPB (koleksi Dr. Elis Nina Herliyana). Jamur tersebut terlebih dahulu
diremajakan dengan membiakkannya pada media tumbuh selama 7 hari. Dalam 1 liter media tumbuh mengandung 50 g glukosa, 120 g ekstrak onion, 0.3 g K2HPO, 0.2 g MgSO47H2O, 5 g polyptone, dan 30 g tepung agar-agar pada pH 5.6 [22]. Pengujian Aktivitas Anti Jamur Cawan petri yang berisi media PDA dan ekstraktif dari kayu palepek baringin di-autoclave selama 15 menit pada suhu 120oC dengan tekanan 1 atm [22]. Kemudian cawan petri tersebut diinokulasi dengan jamur S. commune dan P. ostreatus. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 25oC selama 7 hari pada ruangan gelap. Konsentrasi ekstrak fraksi yang di uji jamur yaitu: 0 ppm (kontrol), 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 pmm dan 1000 ppm. Konsentrasi ekstrak senyawa yang di uji anti jamur yaitu: 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 25 ppm, 50 ppm. Bahan pengawet CCB digunakan sebagai kontrol negatif untuk ekstrak fraksi dengan konsentrasi 100 pmm. Sedangkan untuk kontrol senyawa digunakan CCB dan itraconazole. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. Pertumbuhan miselium jamur dievaluasi pada akhir masa inkubasi dengan mengukur diameter koloni jamur dan dibandingkan dengan diameter koloni kontrol. Dasar penentuan aktivitas anti jamur menggunakan rumus sebagai berikut [23]: Persentase penghambatan = {(C-T)/C} x 100% Dimana, T adalah diameter koloni jamur pada cawan pertri perlakuan, C adalah diameter koloni jamur pada cawan petri kontrol. Presentase penghambatan sebagai dasar penentuan nilai IC(50). 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Anti Jamur Fraksi PB.1-PB.16 Hasil pengujian anti jamur pada ke 16 (PB.1PB.16) fraksi, menunjukkan bahwa semua fraksi tersebut dapat menghambat pertumbuhan jamur S. commune dengan nilai IC(50) = 54-64 ppm dan P. ostreatus dengan nilai IC(50) = 48-66 ppm. Dibandingkan dengan kontrol negatifnya CCB hanya mampu menghambat pertumbuhan jamur S. commune IC(50) = 82 ppm dan P. ostreatus IC(50) = 75 ppm. Kontrol negatif intraconazole, hanya mampu menghambat pertumbuhan S. commune IC(50) = 85 ppm dan P. ostreatus IC(50) = 88 ppm. Fraksi PB.1PB.16 membuktikan mengandung potensi senyawa bioaktif anti jamur pelapuk kayu. Fraksi PB.1 merupakan fraksi teraktif diantara fraksi PB.1-PB.16, karena mampu menghambat pertumbuhan S. commune IC(50) = 57 ppm dan P. ostreatus IC(50) = 63 ppm.
Reinhart Jemi et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-79-83
ISSN: 2088 -9828
Vol.1 hal-81
Se m ina r N a siona l K im ia T e ra pa n I ndone sia 2 0 1 3 Solo, 23 Mei 2013
Identifikasi Senyawa Anti Jamur Berdasarkan analisis KLT fraksi PB.1 mempunyai empat spot. Fraksi PB.1 dilakukan lagi isolasi dengan menggunakan kromotografi preparatif untuk memisahkan ke 4 senyawa tersebut. Menggunakan eluen MeOH:EtOAc (1:4) menghasilkan 4 senyawa (PB.1.1-PB.1.2) yaitu PB.1.1 (5,9 mg), PB.1.2 (3 mg), PB.1.3 (2,4 mg) dan PB.1.4 (1,8 mg). Senyawa PB.1.1 terpilih untuk dilakukan analisis LC-MS dan H1 NMR karena berdasarkan analisis KLT spotnya tunggal (Rf=0,56) dan rendemennya paling banyak dianatara ke-3 senyawa (PB.1.2-PB.1.4) sehingga memudahkan untuk analisis LC-MS. Hasil analisis LC-MS menunjukkan berat molekul senyawa anti jamur pada PB.1.1 sebesar 315,14 [M-H]+. Bentuk ekstrak PB.1.1 berupa minyak dengan metling point 136oC. hasil identifikasi fraksi PB.1.1 dengan H1 NMR pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa anti jamur tersebut adalah 2,3-dihydroxyoctadecanoic acid (Gambar 1) dengan rumus kimianya C18H36O4 dan bobot molekul 316.48. Bobot molekul hasil identifikasi senyawa dengan NMR sama dengan hasil analisis degan LC-MS pada ion molekul
terprotonisasi [M-H]+ senyawa 2,3dihydroxyoctadecanoic acid termasuk kelompok asam lemak jenuh. Tabel 1.Posisi sinyal-sinyal H1 NMR 2,3dihydroxyoctadecanoic acid. Posisi δH 500 Mhz (ppm) (multiplisitas J dalam Hz, jumlah H) 1 2 4,47 (t, J = 4,50 Hz) 3 3,90 (t, J = 3,25 Hz) 4-17 1,29 (s, 28 H) 18 0,99 (t, J = 16,65 Hz, 3 H) Spektra NMR (1H NMR) signalnya menampilkan 18 karbon, dan integritas 36 atom hidrogen. Spektrum 1H NMR menampilkan 18 karbon δH: 4.47 (t, J = 4,50 Hz), 3.90 (t, J = 3.25 Hz), C.4C.17 δH: 1.29 (s, 28 H) dan 0.99 (t, J = 16.65 Hz, 3 H). Jenis senyawa ini ditemukan juga pada kayu
S. robusta yaitu 9,10-dihydroxyoctadecanoic acid (C18H36O4) dengan berat molekulnya 316,48, dimana letak C sebanyak 18, gugus OH pada C9 dan C-10 dan gugus COOH [19]. Pertumbuhan S. commune dan P. ostreatus terhambat karena adanya senyawa 2,3dihydroxyoctadecanoic acid pada ekstrak kayu S. laevis. Meningkatnya penetrasi 2,3dihydroxyoctadecanoic acid kedalam sel membran jamur pelapuk kayu dapat menyebabkan kerusakan membran organel dan struktur protein, hifa jamur pelapuk kayu akhirnya tidak berkembang [24] karena
hilangnya energi secara hidrolisis dan penunuran ATP didalam sel jamur [25]. Hipa jamur pelapuk kayu tidak dapat lagi menghasilkan enzim hidrolitik endo-1,4-βglukosida, exo-1,4-β-glukosida dan β-glukosida, yang untuk menghidrolisa selulosa menjadi glukosa [26-30] sehingga tidak tersedia energi dan akhirnya pertumbuhan jamur terhambat dan mati.
11
10 9
12
OH
6
8
13
7
14
4 5
O
3 OH
15
16
2 1 OH
17 18
Gambar 1. 2,3-dihydroxyoctadecanoic acid. 4.
KESIMPULAN
Maserasi dengan pelarut metanol mampu melarutkan padatan ekstrak kayu palepek baringin sebanyak 156,76 g (9,10%). Padatan ekstrak metanol terutama didominasi oleh fraksi terlarut etil asetat (3,54%), diikuti oleh residu (1,92%), butanol (30,16%), dan n-heksan (0,09%). Pada Konsentrasi 50 ppm untuk fraksi butanol dan konsentrasi 100 ppm etil asetat mampu menghambat pertumbuhan S. commune dan P. ostreatus. Senyawa anti jamur yang terkandung dalam kayu S laevis yaitu 2,3-dihydroxyoctadecanoic acid.
DAFTAR REFERENSI [1]
Y. Rachmayanti. Isolation of DNA from unprocessed and processed wood of Dipterocarpacea [Dissertation]. Departemen of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Faculty of Forest Sciences and Forest Ecology Georg-August University of Göttingen. (2009)
[2]
K. Heyne. Tumbuhan Berguna Indonesia. Cetakan ke-1 Jilid III. Badan LITBANG Kehutanan, diterjenahkan; Jakarta: Diedarkan oleh Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan. (1987)
[3]
S. Rohaiza., Yacob A., L. Din., I. Nazlina. 2011. Cytotocic oligostilbenes from Shorea hopefolia. African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vl. 5(10). Pp 1272-1277. 15 September 2011. (2011).
[4] A. Wong., R. Pearce. Detectuin of anti-fungal sapwood extractives in non-durable scots pine, rubber wood and jelutong. IUFR. (2007). [5]
Y. Hirano, R. Kondo, K. Sakai. Compound
Reinhart Jemi et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-79-83
ISSN: 2088 -9828
Vol.1 hal-82
Se m ina r N a siona l K im ia T e ra pa n I ndone sia 2 0 1 3 Solo, 23 Mei 2013
inhibitory so rat liver 5α-reducase from tropical commercial wood soecies: reserveratrol trimer from melapi (Shorea sp) heartwood. J. Wood Sci Spinger 49:53-58. (2001).
[6] Y. Hirano., Kondo R., Sakai K. Novel stilbenoids isolated from the hearwood of Shorea laeviforia. J. Wood Sci. 47:308-312. (2003a) [7] Y. Hirano., Kondo R., Sakai.K. 5α-reductase inhibitory tannin-related compound isolated from Shorea laeviforia. J. Wood Sci. J. Wood Sci. 49:339-342. (2003b) [8] C. T. Jutaporn., C. Suphitehaya. W. Thawien. Antimicrobial activity and characteristics of edible film incrorparated whit Phayon wood (Shorea tolura) extract. International Food Research Journal. 18:39-54. (2011).
[16] Haryoto. Y. M. Syah. D. L. Juliwaty. A. S. Achmad., J. Latip., E. H. Hakim. Senyawasenyawa oligomer resveratrol dari kulit batang Shorea brunnescens(Dipterocarpacae). Journal Matematika dan Sains. September 2006. Vol. 11. No. 3 (2006). [17] A. S. Aminah., A. S. Achmad., H. E Hakim., M. Y. Syah., D. L. Juliawaty., L. E. Ghisalbebrti. Laevifonol , diptoindonesian A, dan ampelpsin A, tiga dimer stilbenoid dari kulit batang Shorea seminis V. SI. (Dipterrocarpaceae). Jurnal Matematika dan Sains . Vol. 8 No. 1 Maret 2003, hal 31-34. (2003). [18] W. I. Kusuma., S. Tachibana. Antifungal stilbene from the heartwood of Shorea belangeran. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia IX, Banjarbaru 11-13 Agustus 2006. Banjarbaru. (2006).
[9] C. Chitravadivu., M. Bhoopathi., V. Balakrishnan., T. Elavazhagan., S. Jayakumar. Antimicrobial activity of Laehiums prepared by Herbal Vender South India. American-Eurasian Journal of Sientific Research. 4 (3): 142-147. (2009)
[19] J. Buckingham. Dictonary of Natural Product. Chapman and hall/CRC. HDS Sofware. Hampden Data Service Ltd. (2006).
[10] F. Kawamura., A. Mahmud., O. Sulaiman., R. Hashim. 2010. Antifungal activity of extracts from heartwood, sapwood and bark of 11 Malaysia timber against Gloeophyllum Trabeum and Pcynoparus Sanguineus. Jounal of Tropical Forest Science. 22(2): 170-174. (2010).
[20] G. A. Tempone., P. Sartorelli., D. Teixeira., F. O. Prado., H. Lorenzi., M. S. C. Melhem. Brazilian flora extracts as source of novel antileishmanial and antifungal compounds. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 1: 98106. (2008),
[11] S. Ankanna., N. Savithramma. Biological synthesis of silver nanoparticles by using of Shorea tumbuggai and its antimicrobial efficacy. Asian Joaurnal of Pharmaceutical and Clinical Research. Vol 4. Suppl 2. (2011a).
[21] R. A. A. Lelono., S. Tachibana., K. Itoh. Ioslation of antifungal compounds from Gardenia jasminoldes. Pakistan Journal of Biological Sciences 12 (3): 949-956 (2009)
[12] S. Ankanna., N. Savithramma. Evaluation of secondary metabolites of Shorea tumbuggai Roxb. A globally threatened medicinal tree texa of Sheshachalam Biosphere Reerve. International Journal of Phamacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 3, Suppl 5. (2011b) [13] L. N. Misra., A. Ahmad. Triterpenoids from Shorea robusta resin. Phytochemistry. Vol. 45. No. 3 pp. 575-578. (1996) [14] E. O. Prakash., J. T. Rao. A new flavones glycoside from the see Shorea rabusta. Fitoteraoia 70:539-541. (1999) [15] Noviany. E. H. Hakim., A. S. Achmad., Y. M. Syah., L. D. Juliawaty. Beberapa oligomer stilbenoid dari tumbuhan Shorea multiflora Burck. Jounal Matematika dan sains. Vol. 8 No. 2, September 2003, hal 125-132. (2003).
[22] W. Syafii., A study on influence of chemical compound of some tropical woods on decay resitance. [Desertation]. Japan: Laboratory of Forest Chemistry, The Graduate School of Agriculture Sciences. The University of Tokyo. (1988). [23] T. Du, F. Shupe, Y. H. Chung. Antifungal Activities of There Superrecritical Fluid Extracted Cedar Oil. The International research group on wood protection. Paper prepared for the 40th. Annual meeting Beijing. China 24-28 Mei 2009. (2009). [24] C. A.Clausen., R. D. Coleman., V. W. Yang. Fatty acid-based formulations for wood protection against mold and saptain. Forest product Journal. Vol. 60. No. 3. 301-304. (2008). [25] R. D. Coleman., W. V. Yang., P. Lebow., C. Clausen. 2010. Efficacy of fafty acid chemistry:
Reinhart Jemi et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-79-83
ISSN: 2088 -9828
Vol.1 hal-83
Se m ina r N a siona l K im ia T e ra pa n I ndone sia 2 0 1 3 Solo, 23 Mei 2013
candidate mold and decay fungicides. Proceding Amaerican Wood Protection Assiciation. Hyatt regency Riverfront Savannah, Georgia May 2325. (2000).
[26] K. T. Krik., B. E. Cowling. Biological decomposition of solid wood. Di dalam: Rowell R, editor. The Chemistry of Solid Wood. Washitong D.C. American Chemical Society. (1984). [27] K. T. Krik., D. Cullen. Enzymology and molecular genetic of wood degradation by whiterot fungi. Di dalam: Raymond A Young and Masood Akhtar. Editor, Environmentally Friendly techonologies for The Pulp and Paper Industry. John Willet & Sins, Inc. Inited States of America. (1998),
[28] H. Matsuoka., H. Yoshikazu., Y. Takekawa. T. Teraoka. Evaluation of antifungal volatile compound on the basus of the elongation rate of a single hypa. Applied and Envirinmental Microbiology. Dec 1990. Vol. 56, No. 12 pp 3779-3784. (1990). [29] P. Sumthong ., Romoero-Gonzales, R. Vepoore. Isolation and elucidation of quinines in Tectona gradis. Chapter 4 in P.hD [Disertation]. Faculty of Pharmacology, University of Leiden. (2007) [30] S. Soltani., S Dianat., S. Soroush. Forwad modeling of the coumarin antifungal; SPR/SAR based prespective. Avicenma Journal of Medical Biotechnology Vol. 1. No. 2 Juli-September 2009; pp 95-103. (2009).
Rekaman Tanya Jawab Saat Presentasi Pertanyaan Jawaban
Tidak ada pertanyaan
Reinhart Jemi et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-79-83
ISSN: 2088 -9828