SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS DENGAN SIKAP PACARAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMK SWASTA TELADAN KAB. LABUHAN BATU TAHUN 2015
Oleh : FLORA YANTI SIMANJUNTAK 11 02 013
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS DENGAN SIKAP PACARAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMK SWASTA TELADAN KAB. LABUHAN BATU TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh : FLORA YANTI SIMANJUNTAK 11 02 013
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang HIV/AIDS adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan AIDS adalah merupakan penyakit infeksi menular yang telah menyebar secara luas di masyarakat (Setyoadi2012). WHO pada tahun 2003 mengestimasikan 37,8 juta orang terinfeksi HIV/AIDS. Pada akhir tahun 2005, estimasi menjadi 53,6 juta, dan pada tahun 2007 dengan jumlah 33 juta orang terinfeksi, tetapi yang sudah meninggal 23 juta. (UNAIDS, 2013).
Pada tahun 2012, kurang dari 100 orang yang meninggal akibat AIDS di Amerika Serikat. Pada akhir tahun, sejumlah 415.000 hingga 535.000 orang akan telah terdiagnosa sebagai penderita AIDS dan sejumlah 330.000 hingga 385.000 orang meninggal karena AIDS. Menjelang tahun 2009, setiap 12 menit seseorang mati akibat AIDS di Amerika Serikat. Pada tahun itu 1 juta orang Amerika dan 10 juta penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi HIV. Dan menjelang tahun 2005, Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sakitar 40 juta orang di seluruh dunia akan terinfeksi HIV dan 10 juta sudah menderita AIDS. Sulawesi Selatan termasuk Provinsi yang memiliki penularan HIV/AIDS yang tinggi. Pada tahun 2003 menempati peringkat ke 16 secara nasional dengan 143 kasus AIDS dan meningkat di Tahun 2000 dengan menempati posisi ke 8 dengan jumlah penderita sebanyak 591 kasus. (Ditjen PPM & PL Depkes RI ,2010).
Sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun 1987 sampai dengan Desember 2013, HIV tersebar di 368 dari 497 kabupaten/kota diseluruh provinsi di Indonesia. Bali adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi HIV/AIDS. Proyeksi Kementrian Kesehatan Indonesia memperlihatkan, tanpa adanya percepatan program pencegahan HIV, lebih dari 500.000 orang Indonesia akan positif terinfeksi HIV pada tahun 2010. Jakarta memiliki angka terbesar untuk kasus baru pada tahun 2008 yaitu sebesr 4.021 kasus.
1
2
Departemen Kesehatan memperkirakan jumlah waria di Indonesia sebesar 20.960 hingga 35.300 orang. Pada tahun 2007, sesuai dengan data yang dimiliki Persatuan Waria Republik Indonesia jumlah waria yang terdata dan memiliki Kartu Tanda Penduduk mencapai 3,887 juta jiwa. Menurut survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) terkait prevalensi HIV di Tiga Kota di Indonesia tahun 2007, di Jakarta tecatat 34% waria positif HIV, disusul Surabaya dengan 25%, dan Bandung 14%. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kota Pontianak tahun 2007 dari 10 waria ditemukan 5 waria terinfeksi HIV (Rabudiarti, 2007) Di Indonesia khusunya Sumatra Utara ditemukan data bahwa 55,6% remaja yang terkena HIV pada tahun 2012. Kota medan sendiri dilaporkan sebagai daerah paling banyak terdapat kasus HIV/AIDS dengan data 60%. Jumlah remaja yang terkena HIV/AIDS di Sumatra utara 25 kabupaten dengan jumlah yang mencapai 50% dari seluruh penderita HIV/AIDS yang ada di Sumatra Utara Khususnya kota Medan. (Mardohar KPA,2013). Maka diperoleh data prevalensi penyakit infeksi HIV/AIDS di kota Medan pada tahun 2007 sebesar 0,15% dari 1500 populasi. Sedangkan gambaran penyakit infeksi HIV/AIDS menurut faktor resiko perilaku di Medan jumlah penderita HIV/AIDS pada remaja selama Januari-Desember 2006 sebanyak 500 orang. 350 remaja terkena karena narkoba suntikan, 300 orang karena melakukan hubungan seks bebas, 250 kasus perianatal, dan penyebab yang tidak diketahui 100 orang, sehingga sampai sekarang resiko infeksi HIV/AIDS pada remaja khususnya usia sekolah masih tinggi. (Mardohar KPA, 2013). Sikap pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain. Menurut Degenove 2011. Pacaran merupakan keintiman yang meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman. Sikap pacaran pada remaja yang biasanya dilakukan antara lain mulai berciuman bibir, berpegangan tangan, berpelukan, meraba-raba dada dan melakukan hubungan seks (intim).
3
Penelitian yang dilakukan oleh Asih Nurul dkk 2012 mengatakan jumlah penduduk di Jawa Tengah terdiri dari 49% laki-laki dan 51% perempuan dari
data
tersebutsekitar 35% adalah remaja. Survey kesehatan reproduksi remaja (usia 1419 tahun) tahun 2009 tentang sikap pacaran remaja terhadap kesehatan reproduksi menunjukkan dari 19.173 orang, 92% sudah pacaran, saat
pegangan tangan dan
berciuman bibir 82%, sudah melakukan hubungan seks 62%.
Pengetahuan seks bebas merupakan permasalahan kesehatan reproduksi sering terjadi
yang
dikalangan mahasiswa. Jaringan Epidemiologi Nasional (2009)
menunjukkan bahwa dari 1906 remaja di berbagai daerah di Indonesia 31,7% telah melakukan ciuman. Masalah yang menonjol dikalangan remaja misalnya masalah seksualitas seperti kehamilan tidak diinginkan dan aborsi, Infeksi menular (IMS) termasuk HIV/AIDS.
Berdasarkan survey pendahuluan diperoleh jumlah seluruh siswa kelas XI baik perempuan maupun laki-laki sebanyak 150 siswa dan data diperoleh dari bagian Tata Usaha (TU), dimana siswa tersebut memiliki kelas sebanyak 3 ruangan dan memiliki jurusan yang berbeda-beda ada yang jurusan TKJ, Akutansi, Otomotif . Hasil wawancara tanggal 09 maret 2015 di SMK Swasta Teladan, Kabupaten Labuhan Batu ditemukan data 8 siswa yang mengatakan memiliki pacar dan pernah berciuman
bibir, berpelukan dan bergandengan
tangan dan 5 siswa lainnya
mengatakan memiliki pacar tetapi tidak pernah melakukan hubungan seks, hanya bercanda-canda.
Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan sikap pacaran remaja dengan pengetahuan tentang pencegahan hiv/aids Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan, Kabupaten Labuhan batu Tahun 2015. Karena ditempat penelitian yang ingin saya teliti memiliki sikap pacaran yang tidak baik khususnya anak sekolah kelas XI dan kurang mengetahui bagaimana cara pencegahan HIV/AIDS.
4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah apakah ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan hiv/aids dengan sikap pacaran remaja Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan, Kab. Labuhan Batu Tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan tentang pencegahan hiv/aids dengan sikap pacaran remaja pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan, Kab. Labuhan Batu Tahun 2015.
D. Manfaat penelitian 1.
Bagi Institusi Pendidikan Meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang pendidikan seks dalam pencegahan terjadinya HIV/AIDS
2.
Bagi siswa SMK Swasta Teladan Sebagai masukan dalam upaya pencegahan HIV/AIDS dan mengurangi sikap pacaran yang tidak sehat.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Sebagai dasar pengembangan informasi tentang pencegahan HIV/AIDS dan sikap pacaran yang tidak sehat atau sebagai bahan dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Remaja 1.
Pengertian Remaja Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescare” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan
sosial dan
psikologis.Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dan masa anak ke masa dewasa. Pada masa
remaja
tersebut
terjadilah
suatu
perubahan
organ-organ
fisik
(organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya
perubahan besar ini
umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya, agar dalam system perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat secara jasmani, rohani dan sosial. (Yani Widyastuti, SSiT,M,Keb 2011).
Sulasmi (2011)yang dimaksud dengan remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10-19 tahun dan belum menikah. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa jumlah penduduk
Indonesia
sebesar
237,6
5
juta
jiwa,
63,3
juta
jiwa
6
diantaranya adalah remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30% (BKKBN,2011).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis dimana usia yang diyakini antara 10-19 tahun dan masa inia adalah suatu peiode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan system reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak bertanggung jawaab. Inilah sebabnya maka para ahli dalam bidang ini berpendapat bahwa kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja, agar dapat tertangani secara tuntas. (Widiastuti, 2009)
Piaget (2012) mengatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Undang-undang No.4
tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Namun, menurut undang-undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja, apabila
sudah cukup matang untuk menikah,yaitu usia 16 tahun
untuk anak permpuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa, namun tidak semua menyadari bahwa pada masa remaja terjadi perubahan yang besar. (Pratiwi 2005)
7
2.
Pengertian Sikap Pacaran Pengertian sikap pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu
dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat
mengenal satu sama lain (Degenova 2011). Pacaran merupakan keintiman yang meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan inforasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman. Sikap pacaran pada remaja yang biasanya dilakukan antara lain mulai berciuman bibir,berpegangan tangan, berpelukan, meraba-raba dada, dan melakukan hubungan seks (intim).(Degenova 2011).
Dikalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya, seorang remaja akan bangga dan percayadiri jika sudah memiliki pacar, sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar dikalangan remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan sosiologis. Remaja dan cinta adalah tatanan kata yang memuat potensi luar biasa. Jika tepat memakainya, hidup akan penuh makna, tetapi jika salah menafsirkan cinta, bisa jadi hidup akan semakin sempit. (Juhar 2011)
3.
Tips Sikap Pacaran Sehat dan Tidak Sehat a. Sehat fisik Tidak ada kekerasan dalam pacaran, dilarang saling memukul,menampar atau menedang. b. Sehat Emosional Hubungan terjalin dengan baik dan nyaman,saling pengertian dan keterbukaan, harus mengenali emosi diri sendiri dan emosi orang lain. Harus mampu mengendalikan emosi dengan baik.
8
c. Sehat Sosial Pacaran tidak mengikat, maksudnya hubungan sosial dengan yang lain tetap dijaga agar tidak merasa asing dilingkungan sendiri. 4. Sehat Seksual Dalam pacaran kita harus saling menjaga dan tidak melakukan hal-hal yang berisiko. Jangan sampai melakukan aktivitas-aktivitas yang berisiko apalagi melakukan hubungan seksual. Melakukan perabaan dada pada pacar saat lagi pacaran dan membawa pacarnya ketempat yang gelap-gelap. 5. Tidak sehat seksual Melakukan hubungan seksual ketika saat berdua ditempat yang sepi atau memaksa untuk melakukan hubungan intim. 6. Tidak sehat sosial Melakukan kekerasan saat pacarnya menolak untuk tidak melakukan hubungan seksual.
4. Tahap-Tahap Sikap Pacaran Terdapat
tahap-tahap
pacaran
sebelum
sampai
memasuki
jenjang
pernikahan.Tahap-tahap pacaran ini merupakan tahap yang dilalui bagi seseorang yang menjalani masa pacaran. Ada beberapa tingkatan dalam pacaran yaitu sebagai beriku: (Duvall 2012). a.
Casual Daiting Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda. Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam satu waktu.
b.
Regular Daiting Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai pasangan pasangan yang yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan menetap. Pasangan pada tahap ini sering kali pergi bersama dengan pasangannya dan mengurangi atau menghentikan
9
hubungan dengan pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat satu sama lain lebih sering disbanding yang lain. Jika hubungan ini dapat memenuhi kebutuhan pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara eksklusif (terpisah dari yang lain).
c.
Steady Daiting Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase daiting regulary.Pasangan dalam tahap ini biasanya memberikan beberapa symbol nyata sebagai bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya. Remaja pria meberikan kalung kepada pasangannya sebagai keseriusan dalam huubungan mereka.
5.
Komponen-komponen sikap pacaran Terdapat beberapa komponen-komponen hubungan dalam pacaran.Tiga komponen-komponen tersebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. (Kirsner 2010). 1.
Saling percaya (trust each other) Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan di hentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.
2.
Komunikasi (communicate you self) Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik, dan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap orang lain.
3.
Keintiman (keep the romance alive) Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan, keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintian. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap
10
memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.
6. Dampak negatif sikap pacaran yang dapat menyebabkan resiko terjadinya HIV/AIDS pada remaja. (Sarwono 2012). Sikap pacaran bebas
identik sekali
dengan namanya “dugem” (dunia
gemerlap). Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya merak sekali pemakaian narkoba. Ini juga identik dengan adanya seks bebas, yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS dan penyakit lainnya.dan setelah terkena HIV/AIDS remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi. 1. Dapak Pegaulan Negatif Dampak pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap).Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak dan ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS, dan penyakit lainnya. 2.
Dampak Fisik Dampak fisik lainnya adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan resiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
3. Kondisi Psikologi Kondisi psikologi akibat dari perilaku
seks pranikah,
pada sebagian
pelajar lain dampaknya bisa cukup serius, seperti ketegangan mental dan kebigungan untuk menghadapi segala kemungkinan resiko yang akan terjadi, perasaan seperti itu akan timbul pada diri remaja jika remaja menyesali perbuatan yang sudah dilakukannya. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan (aborsi), terputusnya sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan obat merupakan akibat buruk petualangan cinta dan seks yang salah saat remaja masih
11
sebagai seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh harapan hancur berantakan karena masalah cinta dan seks.
7. Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya. (Arnita Rahmawati, SSiT 2011) Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu mengenal perkembangan remaja serta cirri-cirinya. Berdasarkan sifat atau cirri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada 3 tahap yaitu: a.
Masa remaja awal (10-12 tahun) 1) Tampak dan memang terasa lebih dekat dengan teman sebaya. 2) Tampak dan merasa ingin bebas. 3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
b.
Masa remaja tengah (13-15 tahun) 1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri. 2) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. 3) Timbul perasaan cinta yang mendalam. 4) Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang. 5) Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual.
c.
Masa remaja pada akhir 1) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri. 2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif 3) Memiliki citra (gambaran, keadaan,peranan) terhadap dirinya. 4) Dapat mewujudkan perasaan cinta. 5) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
12
8.
Perkembangan remaja dan tugasnya (Yuliasti Eka, SST,MPH 2011) Sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya suatu individu, dari masa anakanak sampai dewasa, individu memiliki tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangan. Yang dimaksud tugas pada setiap tahap perkembangan adalah bahwa setiap manusia tahap usia, individu tersebut mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, keterampilan, pengetahuan, sikap dan fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan pribadi. Kebutuhan pribadi itu sendiri timbul dari dalam diri yang dirangsang oleh kondisi disekitarnya atau masyarakat.
9.
Faktor – Faktor sikap pacaran/ seks bebas seorang anak dapat terjerumus ke dalam pergaulan bebas disebabkan oleh: (Indriya Mulianingsih 2012) 1.
Arus globalisasi Seiring dengan semakin cepatnya arus globalisasi, banyak budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya Timur (Indonesia) masuk ke Indonesia. Budaya Timur yang awalnya pacaran pada usia remaja dianggap tabu oleh masyarakat, tetapi semakin akibat kuatnya pengaruh arus globalisasi tersebut menyebabkan pacaran sebagai hal biasa.
2.
Pengaruh teman atau kelompok sepermainan Sudah tidak dapat kita ungkiri bahwa sekarang ini teman ialah tempat menampung segala keluh kesah kita. Namun, apabila kita kita salah mencari teman, mereka akan menghibur kita, mereka akan mengajak kita mencari solusi semua masalah kita dengan mengajak kita clubbing, merokok, apalagi mencari menggunakan ganja.
3.
Pengaruh media massa Sekarang, untuk mendapatkan suatu video, gambar dan cerita-cerita tentang seks dan pornografi lainnya sangat mudah, tinggal cari di internet dengan mengunjungi situs-situs yang meyediakan layanan dewasa tersebut selain itu juga film-film dewasa tersebut juga sudah dijual oleh para pedagang kaset dan video. Begitu mudahnya akses untuk mendapatkan hal-hal yang berbau pornografi sekarang ini menyebabkan semakin meningkatnya angka perilaku seks bebas di kalangan remaja.
4.
Iman yang lemah Pemahaman religi/ agama yang kurang, sehingga iman sangat mudah untuk digoyahkan untuk berbuat yang tidak baik dan tidak
13
lagi dapat memahami akibat dari pergaulan bebas, baik berakibat didunia maupun diakhirat pada akhirnya. 5.
Pandangan orangtua Anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Orang tua juga melakukan kesalahan, dengan tidak memberikan pendidikan yang memadai di rumah, dan membiarkan anak-anak mereka. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
10. Tugas Perkembangan Remaja (Robert 2011)ada sepuluh yaitu: a.
Mencapai hubungan sosial
yang matang dengan teman sebaya,
baik
dengan teman sejenis maupun dengan beda jenis kelamin. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan laki-laki sebagai pria, menjadi manusia dewasa diantara orang-orang dewasa. Mereka dapat bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan perasan-perasan pribadi, dan belajar memimpin orang lain dengan atau tampa donimasi. b.
Dapat mejalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masingmasing. Artinya mempelajari dan menerima peranan masing –masing sesuai dengan ketentuan atau norma masyarakat.
c.
Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas.
d.
Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain.
e.
Mencapai kebebasan ekonomi, ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting.
14
f.
Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.
g.
Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga dan mendidik anak.
h.
Mengembangkan
kecekapan intelektual
serta konsep-konsep
yang
diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, maksudnya iyalah bahwa untuk menjadi warga Negara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hokum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, tentang hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. i.
Memperlihatkan
tingkah
laku
yang
secara
sosial
dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta menaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional. j.
Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakantindakannya dan sebagai pandangan hidup. Norma-norma tersebut secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungannya dengan sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi yang lain.
11. Tugas-tugas yang harus dipenuhi sehubungan dengan perkembangan seksualitas remaja adalah: a.
Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis kelamin yang dapat diterima masyarakat.
b.
Mengembangkan sikap yang benar tentang seks.
15
c.
Mengenali sikap-sikap perilaku hetero seksual yang dapat diterima masyarakat.
d.
Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan hidup.
e.
Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta.
12. Perubahan Fisik Pada Remaja. (Atika Proverawati,SKM, MPH 2012) Pada masa remaja itu, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai perubahan, termasuk didalam pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut: a.
Tanda-tanda seks primer Yang dimaksud dengan tanda-tanda seks primer adalah organ seks. Pada laki-laki gonadatau testes. Organ itu terletak didalam scrotum. Pada usia 14 tahun baru sekitar 10% dari ukuran matang. Setelah itu terjadilah pertumbuhan yang pesat selama satu atau dua tahun, kemudian pertumbuhan menurun. Testes berkembang penuh pada usia 20 atau 21 tahun. Sebagai tanda bahwa fungsi organ-organ reproduksi pria matang, lazimnya terjadi mimpi basah, artinya ia mimpi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual, sehingga mengeluarkan sperma.
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun kira-kira 5,3 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43 gram.Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah perulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berskala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause, menopause bisa terjadi pada usia sekitar 50 tahun ke atas.
16
b.
Tanda-tanda seks sekunder 1) Pada Laki-Laki a) Rambut Rambut yang mencolok tumbuh pada masa remaja adalah rambut kemaluan, terjadi sekitar satu tahun setelah testes dan penis mulai membesar. Ketika rambut kemaluan hamper selesai tumbuh, maka menyusunlah rambut ketiak dan rambut waja, seperti halnya kumis dan cambang. b) Kulit Kulit menjadi leih kasar, pori-pori membesar. c) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat Kelenjar lemak dibawah kulit menjadi lebih aktif, seringkali menyebabkan
jerawat
karena
produksi
minyak
yang
mengikat.Aktivitas kelenjar keringat juga bertambah, terutama bagian ketiak. d) Otot Otot-otot pada tubuh remaja makin bertambah besar dan kuat, lebih-lebih bila dilakukan latihan oto, maka akan tampak memberi bentuk pada lengan, bahu dan tungkai kaki. e) Suara Seirama dengan tumbuhnya rambut pada kemaluan, maka terjadi perubahan suara.Mula-mula agak serak, kemudian volumenya juga meningkat. f) Benjolan didada Pada usia remaja sekitar 12-14 tahun muncul benjolan kecil-kecil di sekitar kelenjar susu. Setelah beberapa minggu besar dan jumlahnya menurun.
17
2) Pada Wanita a) Rambut Rambut kemaluan pada wanita juga tubuh seperti halnya remaja laki-laki.Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang, bulu ketiak dan bulu pada kulit tampak setelah haid.Semua rambut kecuali rabut wajah mulamula lurus dan warnanya terang. b) Pinggul Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat, hal ini
sebagai
akibat
membesarnya
tulang
pinggul
dan
berkembangnya lemak dibawah kulit. c) Payudara Seiring pinggul membesar, maka payudara juga mebesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. d) Kulit Kulit, sama halnya dengan laki-laki yang menjadi lebih besar, lebih tebal, pori-pori membesar, tetapi kulit wanita lebih lembut daripada kulit laki-laki. e) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif, sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan terawa.Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan masa haid. f) Otot Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat, akibatnya akan membentuk bahu,lengan dan tungkai kaki. g) Suara Suara berubah semakin merdu dan suara serak jarang terjadi pada wanita.
18
B. Pengertian Pengetahuan 1.
Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo 2012). Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). (Dr. Soekidjo 2012).
2.
Tingkat pengetahuan di dalam Domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: a.
Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada remaja.
b.
Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui,dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.
19
c.
Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lainnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem salving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d.
Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam koponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.
e.
Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari informulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun,
dapat
merencanakan,
dapat
meringkaskan,
dapat
menyesuaikan. Dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang ada.
f.
Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.Misalnya, dapat membandingkan antara
20
anak yang cukup pengetahuan dengan kurang pengetahuan.pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yangingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.
3.
Pembekalan Pengetahuan yang Diperlukan Remaja ada 5 yaitu: (Yuliasti Eka 2012) a.
Perkembangan Fisik, Kejiwaan dan Kematangan Seksual Remaja Pembekalan pengetahuan tentang perubahan yang terjadi secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi berbagai keadaan yang membingungkan. Informasi tentang haid dan mimpi basah, serta tentang alat reproduksi remaja laki-laki dan wanita perlu diperoleh setiap remaja. Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orang tua merasa khwatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks, pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negative tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah suatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga
mereka dapat
menghindarinya.
b.
Proses Reproduksi yang Bertanggung Jawab Manusia secara biologis mempunyai kebutuhan seksual. Remaja perlu mengendalikan naluri seksualnya dan menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti olah raga dan mengembangkan hobi yang membangun. Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan secara keluarga, untuk melanjutkan keturunan.
21
c.
Pergaulan Sehat antara Remaja Laki-laki dan Perempuan, serta Kewaspadaan terhadap terhadap Masalah remaja yang Banyak Ditemukan. Remaja memerlukan informasi tersebut agar selalu waspada dan berperilaku reproduksi sehat dalam bergaul dengan lawan jenisnya.Di samping itu remaja memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat untuk mempertahankan diri secara fisik maupun psikis dan mental dalam menghadapi godaan, seperti ajakan untuk melakukan hubungan seksual dan penggunaan napza.
d.
Persiapan Pra Nikah Informasi tentang hal ini diperlukan agar calon pengantin lebih siap secara mental dan emosional dalam memasuki kehidupan berkeluarga.
e.
Kehamilan dan Persalinan, serta Cara Pencegahannya Remaja perlu mendapat informasi tentang hal ini, sebagai persiapan bagi remaja pria dan wanita dalam memasuki kehidupan berkeluarga dimasa depan.
C. Konsep HIV/AIDS 1.
Pengertian HIV/AIDS HIV adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. Virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan berkembang biak. Virus HIV akan masuk kedalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagi pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya system kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit dan kondisi ini disebut AIDS.
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya rendahnya daya tahan tubuh.Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun (5-10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masai
22
ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 80% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama menderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematia, karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS. (Arnita Rahmawati 2011).
HIV/AIDS merupakan penyakit infeksi menular yang telah menyebar secara luas di masyarakat. Penyakit ini termasuk kategiri penyakit menular kronis yang berbeda dengan penyakit lainnya. Orang yang terinfeksi harus menanggung beban fisik akibat proses dari penyakit dan timbulnya infeksi sekunder, beban emosional yaitu depersi akibat ketidakpastian proses penyembuhan dan kematian yang setiap saat menghantui, dan beban psikososial seperti diskriminasi dan isolasi sosial akibat dari stigma yang ada di masyarakat. (Setyoadi 2012).
HIV/AIDSatau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putihyang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang disebut T-Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga “sel limfosit CD-4”. AIDS adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem ke kebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang di dapat berakibat fatal, akan menyebabkangangguan yang sangat berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri disebabkan berkurangnya sel limfosit CD4 karena diserang oleh HIV.(Umar Zein 2013).
2. Epidemiologi HIV/AIDS Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan frekuensi masalah kesehatan serta faktor-faktor yang berkaitan (determinant), pada kelompok masyarakat tertentu.Yang dimaksud dengan “determinant” ialah faktor-faktor
23
mempengaruhi
atau bersosialisasi
dengan
distribusi/frekuensi
masalah
kesehatan tersebut. Dalam epidemiologi suatu masalah kesehatan, seperti epidemiologi
penyakit
menular,
ada
tiga
“pameran
utama”
yang
mempengaruhi terjadinya distribusi frekuensi penyakit tersebut dimasyarakat, yaitu: penyebab penyakit (agent), hospes (host) dan lingkungan (environment). Faktor penting pada penyebab penyakit, misalnya: sifat/jenis penyebab penyakit serta cara penularan. Pada hospes misalnya : keadaan biologis (umur, Janis, kelamin), serta perilaku dan pada lingkungan misalnya: lingkungan fisik serta sosial budaya. Interaksi antara faktor-faktor tersebut diatas menyebabkan terjadinyapenyakit pada horpes. (Koes Irianto 2014).
AIDS sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejalagejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam mkroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya daya tahan tubuh / kekebalan tubuh penderita. HIV menyerang dan merusak sel-sel limfosif T yang mempunyai peranan penting dalam system kekebalan seluler. Dengan rusaknya system kekebalan, penderita menjadi peka (rentan) terhadap infeksi termasuk infeksi mikroorganisme yang sebenarnya tidak
berbahaya dalam keadaan normal
(opportunistic infections). Infeksi HIV
pada manusia mempunya masa
inkubasi yang lama (5-10tahun). Gejala penyakit yang timbul bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai gejala berat yang dapat menyebabkan kematian. Pengidap HIV (carrier) mampu menularkan virus seumur hidup dan hamper dapat dipastikan suatu saat akan berkembang menjadi menjadi AIDS. Dalam waktu 5-7 tahun, 10-30% dari seropositif HIV menjadi AIDS, 20-50% menjadi ARC (Aids Related Complex) dimana 90% diantaranya akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium.
3. Etiologi HIV/AIDS Walaupun sudah jelas dikatakan bahwa HIV sebagai penyebab Aids, tetapi asal usul virus ini belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan LAV
24
(Lymphadenophaty Associated Virus). Virus ini ditemukan oleh ilmuwan Institute Pasteur Paris, Dr. L. Montagnier
pada tahun 1983, dari seorang
penderita dengan gejala “Lymphadenophaty syndrome”.Pada tahun 1984, Dr. R. Gallo dari National Institute of Health, USA, menemukan virus lain yang disebut HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus Type III). Kedua virus ini oleh masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab Aids , karena dapat di isolasi oleh penderita AIDS/ARC di Amerika, Eropa, dan Afrika Tengah. Penyelidikan lebih lanjut akhirnya membuktikan bahwa kedua virus ini
sama.
WHO
kemudian
memberi
nama
virus
HIV
(Human
Immunodeficiency Virus) sesuai dengan penemuan “ International Comrhitte on Taxonomy of Viruses” tahun 1962. HIVmempunyai tendensi spesifik , yaitu menyerang dan merusak sel
Limfosit T
(sel T4 penolong) yang
mempunyai peranan penting dalam system kekebalan seluler tubuh. HIV dapat pula ditemukan dalam sel monosi, makrofag dan sel gila jaringan otak. Virus ini dapat berkembang didalam sel limfosit T dan sperti retrovirus yang lain dapat tetap hidup dalam sel yang in aktif. Virus dalam tubuh yang pengidap HIV selalu dianggap “infectious” yang dapat aktif kembali dan dapat ditularkan selama hidup pengidap HIV. (Koes Irianto 2014).
4. Gejala-gejalanya (Koes Irianto 2014) a. Infeksi HIV tahap awal Tidak mengalami gejala, mungkin sampai bertahun-tahun. Sekali terinveksi HIV, penderita akan membawa HIV dalam darahnya dan bisa menularkan kepada orang lain, apakah penderita tersebut mendapatkan AIDS atau tidak.
b. Infeksi HIV tahap tengah 1) Gejala seperti flu yang berulang-ulang (lesu, demam, keringat, otot sakit, pembesaran kelenjar limfa, batuk).
25
2) Infeksi, mulut atau kulit yang berulang-ulang (sariawan) atau gejalagejala dari infeksi umum lain yang selalu kambuh karena penurunan imun pada tubuh. 3) AIDS tahap akhir a) Berat badan menurun dengan cepat b) Diare kronik c) Batuk, sesak nafas (infeksi paru-paru, tuberculosis yang telah meluas) d) Bintik-bintik atau bisul yang berwarna merah muda/ungu (kangker kulit yang disebut sarcoma kaposis) e) Pusing-pusing, bingung, infeksi otak
5. Cara Penularan HIV/AIDS. (Hadiki Habib 2014) Cara penularan HIV yang diakui hingga diketahui hingga saat ini adalah melaui hubungan seksual (homo maupun heteroseksual), darah (termasuk pengguna jarum suntik) dan transplasental/perianatal (dari ibu ke anak yang akan lahir). Pada inveksi HIV/AIDS, sumber infeksi adalah penderita AIDS dan pengidap HIV. Tidak ada hewan perantara,tetapi berbagai cairan tubuh dapat bertindak sebagai vehikulum misalnya: a. Semen (air mani) b. Cairan Vagina (serviks) c. Air Susu Ibu d. Air Mata e. Melalui hubungan seksual dengan seseorang pengidap HIV tanpa perlindungan. f. Melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV g. Seorang ibu yang mengidap HIV bisa menularkan kepada bayi yang dikandungnya. h. Melalui pemakaian jarum suntik, akupuntur, jarum tindik dan peralatan lain yang sudah dipakai oleh yang terinveksi HIV
26
Vehikulum yang secara epidemiologis potensial sebagai media penularan hanyala semen, darah dan cairan vagina (serviks). Akibat infeksi HIV, tubuh akan membentuk antibody terhadap HIV, tetapi tidak cukup untuk menimbulkan daya tahan pada orang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap orang dianggap rentan terhadap infeksi HIV tanpa memandang umur ,jenis kelamin dan suku. Tempat keluar HIV dari sumber infeksi adalah alat genital (semen, cairan vagian/serviks), melalui kulit/ mukosa yang luka (darah).
Penularan HIV/AIDS dikalangan remaja bisa terjadi karena remaja berada pada tahap masa pertumbuhan yang ditandai dengan berbagai perubahan pada dirinya, baik perubahan biologis maupun psikologis.Pada remaja rasa keingintahuan tentang seksual lebih tinggi, karena diusia ini berada pada kehidupan penuh dengan petualangan dan selalu ingin mencoba sesuatu yang buruk termasuk hal penyaluran dorongan seksual. Penyebab yang dominan terjadinya penyakit tersebut adalah perilaku pergaulan yang tidak sehat yaitu perilaku seks yang keluar dari jalur norma dan tatakrama atau disebut juga perilaku seks bebas. Perilaku seks bebas merupakan suatu hubungan seksual yang dilakukan diluar pernikahan.(Dinkes RI 2013).
6. Penanggulangan dan Pencegahan HIV/AIDS (Endang Tiyanto 2012) Penanggulangan yang ditujukan untuk memutuskan rantai penularan tidak dapat dilakukan pada agent maupun host karena belum ditemukannya obat/vaksin yang dapat membunuh HIV atau melindungi penderita terhadap infeksi HIV. Oleh karena itu upaya penanggulangan ditujukan pada upaya merubah perilaku kelompok masyarakat dengan resiko tertinggi tertular HIV sedemikian
rupa
sehingga
dapat
mencegah/mengurangi
kemungkinan
penularan HIV. Hal ini dilakukan dengan penyuluhan/pendidikan kesehatan dan konseling .melihat situasi HIV/AIDS yang demikian besar masalahnya (pendemi) dan dampak negative yang ditimbulkannya diberbagai bidang, upaya penanggulangan yangb efektif baru dapat dicapai bila ditemukan secara global.
27
Untuk itu WHO telah mengambil inisiatif penanggulangan dengan membentuk “Global Programme on AIDS (GPA) pada tahun 1985.
Dalam pelaksanaan penanggulangan, secara global ini, WHO menghimbau Negara-negara anggota untuk berpartisipasi dengan membentuk Program Nasional Pembrantasan/pencegahan AIDS di Negara masing-,masing. Untuk itu, WHO akan memberi bantuan yang diperlukan untuk kegiatan ini baik bantuan teknis maupun keuangan. Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memiliki gaya hidup sehat seperti: tidak menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan aktivitas seksual diluar pernikahan tidak melakukan hubungan badan dengan pelacur atau berganti-ganti pasangan bila tidak menggunakan kondom. Hindari penyalahgunaan obat (seperti:morphein,heroin dan lain-lain), dan penggunaan jarum suntik bersama-sama. Bila ingin akupuntur, tato atau tindik telinga pastikan bawa alat-alat yang dipakai telah disterilkan.
Upaya untuk pencegahan HIV/AIDS pada remaja diarahkan pada perubahan perilaku melalui ABC.Abstain, artinya menjaga atau menahan diri untuk tidak berhubungan seksusal sebelum menikah dan meyakinkan pasangannya untuk siap menikah. Being Faithful, artinya untuk kelompok seksual aktif diarahkan untuk memiliki sedikit pasangan seksual dengan menggunakan kondom dengan benar dan konsisten. Tujuan dari program ini disarankan adanya kestiaan yang saling menguntungkan dan menrunkan jumlah pasangan seksual.Condomuse, yaitu program perubahan perilaku dengan menekankan pengguanaan kondom pada pasangan seksual aktif khususnya pada pengguna narkoba jarum suntik dan pekerja seks komersial. (Ardiyan, 2013).
7.
Cara pencegahan HIV/AIDS (Siti Misarah 2013) a.
Lakukan hubungan seksual dengan pasangan hidup anda
b.
Jangan melakukan hubungan badan dengan pelacur atau berganti-ganti pasangan bila tidak menggunakan kondom.
28
c.
Hindari penyalahgunaan obat (seperti:morphein,heroin dan lain-lain), dan penggunaan jarum suntik bersama-sama.
d.
Bila ingin akupuntur, tato atau tindik telinga pastikan bawa alat-alat yang dipakai telah disterilkan
Menurut Wira 2010, mengatakan bahwa pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memiliki gaya hidup sehat seperti: tidak menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan aktivitas seksual diluar pernikahan tidak melakukan hubungan badan dengan pelacur atau berganti-ganti pasangan bila tidak menggunakan kondom. Hindari penyalahgunaan obat (seperti: morphein, heroin dan lain-lain), dan penggunaan jarum suntik bersama-sama. Bila ingin akupuntur, tato atau tindik telinga pastikan bawa alat-alat yang dipakai telah disterilkan.
8.
Tanda –tanda HIV/AIDS dan Pengobatannya (Koes Irianto 2014). Orang yang terinveksi virus HIV tidak terlalu jelas tanda-tandanya dalam waktu 2-10 tahun, karena HIV menyerang system kekebalan tubuh. Pengidap HIV lama –lama tumbuhnya menjadi lemah, mudah terserang penyakit .Pengobatan HIV/AIDS sampai sekarang obat anti AIDS belum ditemukan. Obat-obat yang ada berupa obat untuk memperpanjang hidup serta obat untuk menjaga kondisi tubuhnya.Obat yang banyak direkomendasikan hanya menahan laju pertumbuhan HIV. Selain itu memerlukan obat-obatan untuk membasmi infeksi-infeksi oportunistik: Obat Anti Jamur, Kanker,TBC.
D. Hubungan Sikap Pacaran Remaja dengan Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Penelitian yang dilakukan oleh Siwy (2013) tentang hubungan pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran remaja pada mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado, menunjukkan bahwa pengetahuan tindakan pencegahan dengan sikap pacaran remaja tidak terdapat hubungan yang bermakna, dengan hasil analisis yang
29
digunakan yaitu uji fisher exact diperoleh ρ = 0,357 > 0,05, sehingga Dinkes dikota Manado menganjurkan untuk memberikan suatu informasi yang jelas mengenai pacaran dan pencegahan HIV/AIDS.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tampi (2013) tentang hubungan pengetahuan pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran remajayang sehat pada siswa SMA Manado International School, menunjukkan bahwa terdapat hubungan baik dan diperoleh hasil 51 remaja (70,8%) hal ini diketahui karena remaja tidak pernah melakukan hubungan pacaran yang tidak sehat seperti melakukan perabaan dada dan melakukan hubungan seks pada saat pacaran. Dan menurut hasil penelitian yang dilakukan Syahni tentang hubungan pengetahuan pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran pacaran yang tidak sehat menunjukkan hasil yang tidak baik dan didapat hasil 60 remaja 83,3%), dan hal ini diketahui karena 72% remaja melakukan meraba-meraba dada pacar saat pacaran , sebanyak 94,4% memainkan alat kelamin saat pacaran.
E. Kerangka Konsep Bagan 2.1 Hubungan Pengetahuan tentang Pencegahan HIV/AIDS Dengan Sikap Pacaran Remaja Pada siswa kelas XI SMK Swasta Teladan Rantau Prapat, Kab. Labuhan Batu Tahun 2015. Variabel Independen
Pengetahuan tentang Pencegahan HIV/AIDS
Variabel Dependen
Sikap pacaran
30
F. Hipotesis: HA : Ada hubungan antara pengetahuan pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran remaja. HO : Tidak ada hubungan antara pengetahuan pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran remaja.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasi dengan metode
cross
sectional. Penelitian cross sectional adalah pengumpulan data yang hanya dilakukan satu kali pada populasi untuk menilai hubungan pengetahuan pencegahan HIV/AIDS sikap pacaran remaja.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK Swasta Teladan Rantau Prapat Tahun 2015.
2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei Tahun 2015.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas XI di SMK Swasta Teladan Rantau Prapat yang bejrumlah 150 orang.
2. Sampel Sampel adalah bagian populasi yang diambil dengan cara tertentu dimana pengukuran dilakukan. Sampel diambil dengan proportional random sampling, (Nursalam 2013). Sampel pada penelitian ini adalah sejumlah 60 orang.
Rumus perhitungan sampel menurut Nursalam 2013. n=
(
)
31
32
Keterangan : n = besar sampel N = Besar populasi d = Derajat kepercayaan 10% =0,1 n
=
n
=
n
=
)
( , ( , ,
=
)
,
= 60
Untuk menentukan jumlah sampel pada tiap kelas, digunakan cara proportional random sampling, dengan rumus :
ni = (Ni : N) x n
Keterangan: ni
= Jumlah sampel per kelas
Ni
= Jumlah siswa dalam kelas tersebut
n
= Sampel
N
= Besaran populasi
20
= (50:150) x 60
20
= 0,333 x 60 = 19,98 (20)
Sehingga jumlah sampel perkelas yang dibutuhkan adalah: 20
33
D. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi Operasional penelitian: No
Variabel Penelitian
Defenisi Operasional
1.
V. Independen Pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS.
2.
V. Dependen Sikap pacaran remaja.
Hal –hal yang pernah diketahui atau suatu informasi yang pernah di dengar dan digali berdasarkan kemampuan remaja dalam menjawab pertanyaan yang terdiri dari HIV/AIDS, tanda dan gejala, cara penularan, dan pencegahan. Suatu tindakan yang dilakukan oleh pasangan remaja dengan tujuan untuk mempererat hubungan dengan cara: berciuman bibir, meraba-raba dada, berpegangan tangan, berpelukan, dan melakukan hubungan kelamin (intim).
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kuisioner
Baik =23-30 Cukup=16-22 Kurang=10-15
Kuisioner
Sangat Setuju =23-30 Setuju=16-22 Tidak Setuju=10-15
E. Aspek Pengukuran 1.
Pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS Untuk mengetahui pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS menggunakan skala likert dengan memberikan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan
masing-masing
pengetahuan
remaja
tentang
pencegahan
HIV/AIDS. Dan setiap pertanyaan diberikan masing-masing skor, jika jawaban ya diberi 3, tidak 2, tidak tahu 1, dengan pilihan jawaban dapat menggunakan tanda (√) atau (X). I=
Keterangan: i= Interval i= i= 7
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
34
Maka pengetahuan remaja tentang pencegahan HIV/AIDS dikatakan: 1. Baik
: Jika jawaban responden dengan total skor 23-30
2. Cukup
: Jika jawaban responden dengan total skor 16-22
3. Kurang
: Jika jawaban responden dengan total skor 10-15
2. Sikap pacaran remaja Untuk mengetahui sikap pacaran remaja menggunakan skala likert dengan memberikan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan. Dengan jawaban Ya diberi(1), Kadang-kadang (2), Tidak (3). Sehingga skor tertinggi dari
sikap pacaran
remaja adalah 30 dan skor terendah 10. Maka berdasarkan rumus Hidayat (2009).
i= Keterangan: i= Interval i= i= 7
Maka sikap pacaran remaja dikatakan: 1. Tidak Setuju
: Jika jawaban responden dengan total skor 23-30
2. Setuju
: Jika jawaban responden dengan total skor 16-22
3. Sangat Setuju
: Jika jawaban responden dengan total skor 10-15
F. Etika Penelitian Dalam penelitian ini penulis tidak lupa memperhatikan prinsip-prinsip etik dalam penelitian (pengumpulan data) yang dapat di kategorikan dalam 3 bagian. (Nursalam, 2008) :
35
1. Prinsip Manfaat a. Bebas dari penderitaan Penelitian dilakukan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada responden. b. Bebas dari eksploitasi Semua data atau informasi yang telah diberikan oleh responden yang didapatkan dalam tahap observasi tidak akan dipergunakan dalam
hal-hal
yang bisa merugikan responden dalam bentuk apapun. c. Resiko (benefits ratio) Semua resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada responden pada setiap tindakan dipertimbangkan secara hati-hati oleh peneliti..
2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity) a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (righ to self-determination) Peneliti memberikan kebebasan bagi responden untuk memutuskan bersedia ikut atau tidak menjadi responden dalam penelitian.
b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure). Peneliti bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada responden. c. Informed consent Pada informed consent peneliti memberikan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian, data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu dan responden juga mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
3. Prinsip Keadilan (Right to justice) a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) Responden diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian.
36
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan. Adanya anonymity (tanpa nama) dan confidentiality (rahasia).
G. Pengolahan Data dan Analisa Data 1.
Pengolahan Data Analisa data dilakukan yaitu untuk mempermudah dalam menginterpretasikan hasil penelitian.Data diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah data menjadi informasi.Lalu data diolah menggunakan komputer.Menurut Sanjaka (2008) langkah-langkah dalam proses data adalah sebagai berikut: a.
Ediing Data yang sudah terkumpul, diperiksa kembali kelapangan semua jawaban dari kuisioner yang diberikan kepada responden.
b.
Coding Memberi kode setiap kuesioner yang akan di isi oleh responden.
c.
Entry Data Menganalisa data yang sudah didapatkan kemudian dimasukkan dan di olah dengan menggunakan uji statistik dengan program SPSS.
d.
Cleaning Pada langkah data yang telah di entry diperiksa kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan sehingga nilaiyang ada sesuai dengan hasil pengumpulan data.
e.
Tabulating Setelah
data
dimasukkan
dalam
program
komputer
kemudian
memmberikan penilaian pada setiap jawaban responden kedalam table frekuensi untuk mempermudah analisa data lalu diinterpretasikan.
37
2.
Analisa Data a.
Analisis Univariat Analisa ini untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik masingmasing variabel yang diteliti (Nursalam 2013). dalam bentuk
Analisa ini disajikan
table distribusi frekuensi sebagai informasi untuk
mendiskripsikan semua variabel penelitian.
b.
Analisis Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel independendan variabel dependen. Analisa ini merupakan prosedur statistik untuk membandingkan atau mencari hubungan antara dua variabel. Penelitian ini menggunakan analisa bivariat untuk melihat sikap pacaran remaja dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Rantau Prapat, Kab. Labuhan Batu Tahun 2015. Proses analisa bivariat
penelitian ini menggunakan uji
statistic Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian SMK Swasta Teladan terletak di jl. Arrahman No. 3, Kec. Rantau Utara, Kab. Labuhan Batu. Sekolah SMK teladan dekat dengan Rumah Sakit Umum, dan sekolah ini memiliki ruangan kelas keseluruhannya sebanyak 13 kelas. Dalam usaha pemberian pembelajaran di SMK Swasra teladan terdiri dari beberapa ruangan kelas salah satunya adalah kelas XI. Di sekolah ini pernah diberikannya penyuluhan tentang HIV/AIDS oleh petugas kesehatan dan selain itu dalam mata pelajaran disekolah ini dimasukkan mata pelajaran tentang HIV/AIDS.
Penelitian ini dilakukan di ruangan kelas XI. Ruangan kelas XI disebut dengan ruangan kelas yang unggulan. Siswa yang sekolah di SMK Swasta Teladan memiliki jurusan yag berbeda-beda seperti ; jurusan TKJ, Akuntansi, dan Otomotif dengan jumlah guru yang mengajar di ruangan kelas XI sebanyak 10 orang.
B. Hasil Penelitian 1.
Analisa Univariat a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Responden Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 No
Karakteristik
1
Umur
2
Jumlah Jenis Kelamin
Kategori 16 17 18 19 Laki-laki Perempuan
Jumlah
38
Frekuensi 3 35 13 9 60 26 34 60
Persentase 5,0 58,3 21,7 15,0 100.0 43,3 56,7 100.0
39
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden berada pada umur 17 tahun yaitu sebanyak 35 orang (58,3%), mayoritas responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 34 orang (56,7%), Sedangkan minoritas responden berada pada umur 16 tahun yaitu sebanyak 3 orang (5,0%), dan minoritas reponden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 26 orang (43,3%).
b. Distribusi Frekuensi berdasarkan Pengetahuan Tentang
Pencegahan
HIV/AIDS Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 No 1 2 3
Prestasi Belajar Baik Cukup Kurang Jumlah
Frekuensi 40 11 9 60
Persentase 66,7 18,3 15,0 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan dengan kategori Baik yaitu sebanyak 40 orang (66,7%), sedangkan minoritas responden memiliki pengetahuan dengan kategori kurang yaitu sebanyak 9 orang (15,0%).
c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Pacaran Siswa Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Sikap Pacaran Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 No 1 2 3
Sikap Pacaran Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Jumlah
Frekuensi
Persentase
47 8 5 60
78,3 13,3 8,3 100,0
40
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori tidak setuju yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), sedangkan minoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori sangat setuju yaitu 5 orang (8,3%).
2.
Analisa Bivariat a. Hubungan Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Dengan Sikap Pacaran Pada Siswa
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Dengan Sikap Pacaran Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 Pengetahuan Cukup F %
Sikap Pacaran
Baik F %
Tidak Setuju
39
65,0
5
8,3
3
5,0
Setuju
1
1,7
6
10,0
1
1,7
Sangat Setuju
0
0
0
0
5
8,3
40
66,7
11
18,3
9
15,0
Total
Kurang F %
Total
P
47 (78,3%) 8 (13,3%) 5 (8,3%) 60 (100%)
0,000
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa dari 47 orang (78,3%) yang memiliki sikap pacaran dengan kategori tidak setuju didapatkan 39 orang (65,0%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik, 5 orang (8,3%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori cukup dan 3 orang (5,0%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Dari 8 orang (13,3%) yang memiliki sikap pacaran setuju didapatkan 1 orang (1,7%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik, 6 orang (10,0%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori Cukup, dan 1 orang (1,7%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang, Dan dari 5 orang (8,3%) yang memiliki sikap pacaran sangat setuju didapatkan 5 orang (8,3%) yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Dari hasil uji statistik
41
didapatkan nilai p value = 0,000 (P<0,05), berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015.
C. Pembahasan 1.
Interprestasi Dan Diskusi Hasil a.
Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ruangan Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015, didapatkan bahwa dari 60 responden, mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan kategori Baik yaitu sebanyak 40 orang (66,7%), sedangkan minoritas responden memiliki pengetahuan dengan kategori kurang yaitu sebanyak 9 orang (15,0%).
Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan
dengan memiliki gaya hidup
sehat seperti: tidak menggunakan narkoba suntik, tidak melakukan aktivitas seksual diluar
pernikahan tidak melakukan hubungan badan
dengan pelacur atau berganti-ganti pasangan bila tidak menggunakan kondom. Hindari penyalahgunaan obat (seperti: morphein, heroin dan lainlain), dan penggunaan jarum suntik bersama-sama.
Upaya untuk pencegahan HIV/AIDS pada remaja diarahkan pada perubahan perilaku melalui ABC. Abstain, artinya menjaga atau menahan diri untuk tidak berhubungan seksusal sebelum menikah dan meyakinkan pasangannya untuk siap menikah. Being Faithful, artinya untuk kelompok seksual aktif diarahkan untuk memiliki sedikit pasangan seksual dengan menggunakan kondom dengan benar dan konsisten. Tujuan dari program ini disarankan adanya kestiaan yang saling menguntungkan dan menurunkan jumlah pasangan seksual. Condomuse, yaitu program
42
perubahan perilaku dengan menekankan penggunaan kondom pada pasangan seksual aktif khususnya pada pengguna narkoba jarum suntik dan pekerja seks komersial. (Ardiyan, 2013).
Teori Maulana (2009) mengatakan tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan.
Didukung oleh teori Notoadmodjo (2011) mengatakan pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia yakni peglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek.
Menurut asumsi peneliti, bahwasanya hasil penelitian yang didapat sejalan dengan pernyataan yang ada, dimana mayoritas responden memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan kategori Baik. Berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar responden mengatakan bahwa di sekolah mereka pernah diajarkan mata pelajaran tentang HIV/AIDS. Hal tersebut menyebabkan mayoritas dari responden memiliki pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan kategori Baik..
b. Sikap Pacaran Remaja Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di ruangan Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015, didapatkan bahwa dari 60 responden, mayoritas responden memiliki sikap pacaran
43
dengan kategori tidak setuju yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), sedangkan minoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori sangat setuju yaitu 5 orang (8,3%).
Teori Degenova (2011), mengatakan sikap pacaran adalah bagaimana dua orang menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain. Didukung oleh teori Benokraitis (2010) menambahkan bahwa sikap pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya
dalam
konteks
sosial
yang
bertujuan
untuk
menjajaki
kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Jadi secara umum sikap pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Sikap pacaran seseorang sangat erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dimana apa yang dilakukan oleh individu tersebut selama pacaran merupakan hasil dari pengetahuannya. Hal tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Bowman (2007) mengatakan bahwa dalam proses pacaran, hal yang dilakukan oleh setiap individu tidak terlepas dari pengetahuan yang mereka peroleh.
Menurut asumsi peneliti, bahwasanya hasil penelitian yang didapat sejalan dengan pernyataan yang ada, dimana mayoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori sangat setuju. Berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar responden memiliki perilaku yang tidak beresiko terkena HIV/AIDS. Hal tersebut menyebabkan mayoritas dari responden memiliki sikap pacaran dengan kategori sangat setuju.
44
c.
Hubungan Pengetahuan Tentang Pencegahan HIV/AIDS Dengan Sikap Pacaran Pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015 Dari hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,000 (P<0,05), berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015.
Sikap pacaran seseorang sangat erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dimana apa yang dilakukan oleh individu tersebut selama pacaran merupakan hasil dari pengetahuannya. Hal tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Bowman (2007) mengatakan bahwa dalam proses pacaran, hal yang dilakukan oleh setiap individu tidak terlepas dari pengetahuan yang mereka peroleh.
Menurut
asumsi
peneliti
tentang
hubungan
pengetahuan
tentang
pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran pada siswa yang didapatkan sesuai dengan penelitian bahwa mayoritas dari responden memiliki pengetahuan baik. Dimana dari hasil penelitian terlihat bahwa pengetahuan sangat berhubungan dengan sikap pacaran siswa. Hal ini disebabkan karena siswa yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan HIV/AIDS mereka memiliki karakteristik pacaran yang sehat atau tidak beresiko terkena HIV/AIDS, hal tersebut terjadi karena mayoritas dari mereka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan HIV/AIDS.
2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini juga masih memiliki keterbatasan – keterbatasan. Dengan keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
45
a. Penelitian ini hanya meneliti sikap pacaran berdasarkan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS, masih terdapat beberapa faktor lainnya yang berhubungan dengan sikap pacaran yang belum diteliti seperti halnya melihat sikap pacaran berdasarkan faktor media massa, pengaruh teman sebaya dan motivasi, sedangkan pada faktor-faktor tersebut tidak dilakukan penelitian oleh peneliti. Oleh karena itu untuk mengotimalkan hasil penelitian, pengukuran pada faktor-faktor tersebut sebaiknya juga dapat digunakan.
b. Penelitian ini melibatkan subyek penelitian dalam jumlah terbatas, yakni sebanyak 60 orang, sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan pada kelompok subyek dengan jumlah yang besar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS dengan sikap pacaran pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS, dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan dengan kategori Baik yaitu sebanyak 40 orang (66,7%), sedangkan minoritas responden memiliki pengetahuan dengan kategori kurang yaitu sebanyak 9 orang (15,0%). 2. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi sikap pacaran, dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori tidak setuju yaitu sebanyak 47 orang (78,3%), sedangkan minoritas responden memiliki sikap pacaran dengan kategori sangat setuju yaitu 5 orang (8,3%). 3. Dari hasil uji statistic Chi-Square didapatkan nilai P = 0,000 (P<0,05), berarti ada hubungan yang signifikan antara sikap pacaran dengan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS pada Siswa Kelas XI SMK Swasta Teladan Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2015.
B. Saran 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswanya khususnya tentang pendidikan seks dalam pencegahan terjadinya HIV/AIDS.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Di harapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan menambahkan variabel lain yang berhubungan dengan sikap pacaran dan menambahkan jumlah sampel agar hasil penelitian lebih maksimal.
46
47
3. Bagi Siswa SMK Swasta Teladan Diharapkan agar siswa dapat meningkatkan pengetahuannya tentang pencegahan HIV/AIDS dan mengurangi sikap pacaran yang tidak sehat agar terhindar dari HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA Ariani, M. (2013). Hubungan Locus Of Control Dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas XI Program Keahlian Akuntansi SMK Negeri 1 Bogor Tahun Ajaran 2012/2013. Diakses pada situs http://www.eprints.uny.ac.id. Di buka pada tanggal 30 Maret 2015. Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiman, A. (2006). Kebebasan, Negara, Pembangunan, Kumpulan Tulisan 1965-2005 Jakarta : Pustaka Alvabet. Daldiyono. (2009). How to Be a Real and Successful Student. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Dalyono, M. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Feist, J & Feist G. (2008). Theories Of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fiedman, H & Schustack, M. (2008). Kepribadian Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga. Hasan, S & Khalid, R. (2014). Academic Locus of Control of High and Low Achieving Students. Diakses pada situs http://www.ue.edu.pk/jrre. Di buka pada tanggal 21Maret 2015. Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Hurlock, B. (1999). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Alih Bahasa oleh Istiwidayati & Zarkasih. Jakarta: Erlangga Larsen, R & Buss, D. (2002). Personality Psychology: Domain of Knowledge About Human Nature. America, Newyork: Mc Graw Hill Companies. Latipun. (2008). Psikologi Konseling. Malang : UMM Press. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nugrasanti, Reni. (2006). Jurnal Provitae:Locus Of Control. Vol. 2 No. 1, hal. 28. Di akses pada situs https://books.google.co.id/books?id=OVODLXSI4RoC. Di buka pada tanggal 20 Februari 2015.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. th
Papalia, E. (2008). Human Development, 10 ed., Boston: McGraw-Hill Petri, L. (1981). Motivation: Theory and Research. California: Wadsworth Publishing Company. Phares, J. (1976). Locus of Control In Personality. New Jersey: General Learning Press. Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta. Rotter. (1996). Generalized Expectancies For Internal Versus External Control Of Reinforcement. Di akses pada situs : http://
www.soc.iastate.edu/sapp/
soc512Rotter.pdf. Dibuka pada tanggal 2 Maret 2015. Sardiman, M. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Siagian, P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta. Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Soemanto, W. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Sukmadinata, N. (2006). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Tirtonegoro, S. (2001). Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara. Syah, M. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syahputra, N. (2009). Hubungan Konsep Diri Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa S1 Keperawatan Semester III Kelas Ekstensi PSIK FK USU. Diakses pada situs hhtp://ejournal-S1.repository.usu.ac.id/index.php/j nursing. Di buka pada tanggal 25 April 2015. Trice, A (1985). Trice Academic Locus of Control Scale Key and Explanation. Di akses pada
situs
http://apexed.webstarts.com/uploads/
TriceAcademic
LocusofControlScaleKeyandExplanation.pdf. Di buka pada tanggal 20 Maret 2015.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 12