WICAKSANA, et al./ PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELING
Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan Voluntary Counseling and Testing (VCT), Kesiapan Mental, dan Perilaku Pemeriksaan di Klinik VCT pada Para Mitra Pengguna Obat dengan Jarum Suntik di Surakarta Knowledge on HVI/ AIDS and Voluntary Counseling and Testing (VCT), Mental Readiness, and Taking Examination at VCT Clinic Among Intravenous Drug User Partners in Surakarta. Junitha Fitri Putri Wicaksana, Yuli Kusumawati, Ambarwati Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT Background. HIV/AIDS can be transmitted through unsterile syringe. Therefore intravenous drug user (IDU) partners are at high risk to get HIV/AIDS infection. This study aimed to determine the association between knowledge on HIV/AIDS, VCT, and mental readiness, and the willingness to undertake VCT among IDU partners at VCT clinic in Surakarta. Methods. This was a cross-sectional study. The source population was 99 IDU partners visiting VCT Clinic in Surakarta. A sample of 18 IDU steady and 60 IDU temporary partners were selected at random for this study. The data was analyzed by use of chi square test on SPSS 16. Results. Data analysis showed a statistically significant association between knowledge on VCT (p= 0.005) but no statistically significant association between mental readiness (p= 0.956), respectively, and the willingness to undertake VCT among IDU partners in Surakarta. Conclusion. There is assocition between knowledge on VCT and willingness to undertake VCT among IDU partners. There is no association between mental readiness and willingness to undertake VCT. Keywords : HIV/AIDS, Intravenous drug user (IDU) partners, VCT
PENDAHULUAN
orang yang terkena HIV/AIDS, dan penularan ibu ke bayi yang dikandungnya (Depkes, 2006).
Indonesia saat ini mengalami epidemi ganda, yaitu infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV dan penggunaan narkoba dengan jarum suntik (Sirait, 2006). Sejak tahun 1999 penggunaan narkoba dengan jarum suntik telah menjadi pendorong utama peningkatan kasus epidemi HIV/AIDS di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Jakarta, Jawa Barat, dan Bali. Infeksi HIV/AIDS menular dari para pengguna narkoba suntik (penasun) kepada mitra mereka yang bukan merupakan pengguna narkoba suntik (non penasun) dan kepada para pekerja seks.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan berkembang menjadi Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah (Herdinan dan Pohan, 2006). Laporan WHO menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat ke-4 di antara negara yang paling cepat mengalami penambahan kasus infeksi HIV/AIDS. Selama enam tahun terakhir laporan kasus infeksi HIV/ AIDS didominasi oleh infeksi dari kalangan penasun. Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga akhir Maret 2008 telah mencapai 17,990 kasus (6,130 kasus HIV dan 11,868 kasus
HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, transfusi darah dengan
179
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
AIDS). Sekitar 82% penderitanya adalah pria. Menurut golongan umur, proporsi penderita AIDS terbesar terdapat pada kelompok usia 20–29 tahun (53.6%), kelompok umur 30–39 tahun (27.8%), dan kelompok umur 40–49 tahun (7.9%) (Depkes, 2008). Insidensi kumulatif dari tanggal 1 Januari 1987 hingga 31 Maret 2009 mencapai 23,632 kasus HIV/ AIDS (6,668 kasus HIV dan 16,964 kasus AIDS), dengan kematian sebesar 3,492 jiwa (Suara Merdeka, 2009). Menurut Ditjen PPM & PL Depkes RI, insidensi kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tanggal 1 Januari hingga 30 September 2009 sebesar 2,332 kasus (Depkes, 2009). Menurut Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jateng (2008), jumlah penderita HIV/AIDS di Jateng mencapai 1,747 orang. Dari jumlah ini sebanyak 195 orang telah meninggal dunia. Penderita HIV/AIDS di Jateng menempati peringkat ke-7, setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Bali, Jawa Timur, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 2009 di Jawa Tengah terdapat 669 kasus (Kompas, 2009). Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Surakarta (2008), kasus AIDS dapat diklasifikasi berdasarkan cara penularannya melalui penasun 49.5%, heteroseksual 42%, dan homoseksual 8.5%. Menurut Harian Joglosemar (2009) penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual mencapai 192 kasus dan penasun 62 kasus. Pada peringatan Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2009 terdeteksi 306 penderita HIV/AIDS di Kota Surakarta. Jumlah tersebut disimbolkan dengan pita merah yang ditempeli kertas putih bertuliskan angka ”306” yang merupakan jumlah penderita HIV/AIDS di Surakarta. Peringatan tersebut diikuti 150-an orang dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, antara lain Spek-HAM, Yayasan Mitra Alam, Yayasan Kakak, Gessang, L-Paska, Graha Mitra, dan KDS Solo Plus (Arum, 2009). Berdasarkan data di LSM Mitra Alam (2009), diketahui jumlah penasun yang dijangkau pada Bulan Oktober 2008-September 2009 sebanyak 214 orang dan mitra seks penasun 107 orang (mitra seks tetap 38 orang dan mitra tidak tetap 69 orang). Sedangkan jumlah penasun dari Januari-Oktober 2009 sebanyak 197 orang dan mitra seks penasun 99 orang (mitra seks tetap 23 orang dan mitra seks tidak tetap 76 orang). 180
Menurut Surveilans Terpadu Biologi Perilaku (STBP) (2007), diketahui antara 38%-59% penasun memiliki mitra seks tidak tetap dan antara 20%60% memiliki mitra tetap. Selain itu, 9%-54% penasun pria berhubungan seks dengan wanita pekerja seks (WPS). Penasun yang menjual seks hanya sedikit yang dilaporkan, yang terdiri dari 19% penasun perempuan dan 3% penasun pria. Mayoritas penasun dinilai aktif secara seksual dan cenderung memiliki banyak mitra . Penasun biasanya melakukan hubungan seks tanpa menggunakan kondom dengan semua jenis mitranya (tetap maupun tidak tetap). Istri dan mitra seks penasun di Indonesia berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS, karena prevalensi HIV/AIDS pada penasun tinggi dan tingkat pemakaian kondom yang rendah. Menjangkau mitra penasun perlu dilakukan untuk menekan penularan HIV/AIDS yang tinggi. Mitra penasun berkompeten untuk tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan Voluntary Counseling and Testing (VCT) (STBP, 2007). VCT merupakan tes rahasia, suka rela dan jelas tujuannya untuk mengetahui apakah seorang tertular virus HIV/AIDS atau tidak (Kristanti, 2008). Dengan VCT dapat dilakukan pencegahan HIV/ AIDS sedini mungkin. Namun kebanyakan penasun masih jarang yang mau melakukan VCT. Padahal VCT ini dibutuhkan penasun karena beberapa alasan: 1) Prevalensi HIV/AIDS di kalangan penasun mencapai 60-90% di beberapa negara dalam enam bulan sampai setahun, 2) VCT dapat mencegah transmisi HIV/AIDS, 3) Pemeriksaan VCT membutuhkan pra-kondisi psikologis penasun dibutuhkan untuk menghadapi kemungkinan terinfeksi HIV/AIDS, dan 4) VCT membutuhkan dukungan psikososial, sehingga sedini mungkin penasun yang terinfeksi HIV/AIDS dapat mengakses pelayanan lanjutan yang dibutuhkan (Family Health International, 2007). Untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran virus HIV/AIDS, saat ini di Kota Surakarta telah tersedia tiga klinik VCT, yaitu di RSUD Dr. Moewardi, RS Dr Oen dan Puskesmas Manahan. Hasil penelitian Kristanti (2008) menunjukkan, pemeriksaan VCT pada penasun belum dapat dilaksanakan sepenuhnya di Kota Surakarta walaupun
WICAKSANA, et al./ PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELING
penasun telah memiliki pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS yang cukup baik. Ada beberapa alasan yang melatari: belum ada keberanian untuk melakukan pemeriksaan VCT, perasaan takut mengetahui jika hasilnya HIV positif, dan tidak ingin mengetahui status tersebut. Penelitian ini bertujuan mengenai hubungan antara pengetahuan tentang VCT dan kesiapan mental mitra penasun dengan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT di Surakarta. SUBJEK DAN METODE
melakukan pemeriksaan VCT di klinik sebanyak 50 orang (64.1%). Subjek yang telah menyatakan kesiapan untuk melakukan pemeriksaan VCT di klinik tetapi belum melakukan pemeriksaan sebanyak 13 orang (16.7%). Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang secara statistik signifikan antara kesiapan mental mitra penasun dan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p=0.956). Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Karakteristik Subjek
No
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional. Subjek penelitian adalah mitra penasun tetap maupun tidak tetap yang terjaring/ terdata di LSM Mitra Alam Surakarta sebanyak 99 orang. Mitra tetap adalah seorang yang berhubungan seks dengan penasun secara rutin dalam jangka waktu tertentu (istri/ suami dan pacar), dengan sampel sebanyak 18 orang. Sedangkan mitra tidak tetap adalah seorang yang berhubungan seks dengan penasun secara suka sama suka dalam waktu relatif pendek tanpa bayaran, dengan sampel sebanyak 60 orang. Jumlah sampel sebanyak 78 orang, dicuplik dengan teknik simple random sampling. Data dianalisis dengan uji Chi Kuadrat menggunakan program SPSS 15. HASIL-HASIL Umur subjek rata-rata 26 tahun dengan usia termuda 17 tahun dan tertua 36 tahun. Jenis kelamin subjek perempuan sebanyak 49 orang (58%), laki-laki sebanyak 29 orang (42%). Pendidikan subjek terbanyak lulusan SMA, sebanyak 55 orang (70.5%). Pekerjaan subjek terbanyak pekerja swasta, sebanyak 62 orang (79.5%) (Tabel 1). Mitra penasun yang berpengetahuan baik yang telah periksa ke klinik VCT sebesar 35 orang (44.9%), berpengetahuan kurang 20 orang (25.6%), dan berpengetahuan buruk 7 orang (9%). Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan mitra penasun dengan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p=0.005). Mitra penasun yang mempunyai kesiapan mental dan telah
1
2
3
4
Karakteristik Umur a. ≥26 tahun b. <26 tahun Total Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Total Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. Sarjana e. Lain Total Pekerjaan a. Tidak bekerja b. PNS c. Swasta d. Pelajar Total
Subjek n
(%)
24 54 78
30.7 69.3 100.0
29 49 78
42.0 58.0 100
0 8 55 15 0 78
0.0 10.0 70.5 19.5 0.0 100.0
2 0 62 14 78
2.6 0.0 79.5 17.9 100.0
Tabel 2. Pengetahuan mitra pengguna obat dengan jarum suntik tentang HIV/AIDS dan VCT, kesiapan mental dengan perilaku pemeriksaan ke Klinik VCT Pemeriksaan ke VCT Total Nilai Periksa Tidak periksa n (%) p n (%) n (%) Pengetahuan mitra penasun 37 (47.5) 0.005 2 (2.6) 35(44.9) Baik 20(25.6) 9 (11.5) 29 (37.1) Kurang 12 (15.4) 5 (6.4) 7 (9.0) Buruk Total 62 (79.5) 16 (20.5) 78 (100.0) Kesiapan mental mitra penasun Siap 50 (64.1) 13 (16.7) 63 (73.1) 0.956 Tidak siap 12 (15.4) 3 (3.8) 15 (26.9) Total 62 (79.5) 16 (20.5) 78 (100.0)
181
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan ada hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan mitra penasun tentang HIV/AIDS dan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p=0.005). Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Rifikasari (2008) yang menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tingkat pengetahuan dengan sikap wanita penghuni panti karya wanita dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Sebagian besar subjek yaitu 70.2% mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat ditularkan melalui hubungan seks bebas tanpa menggunakan pengaman kondom. Pengetahuan tentang pencegahan HIV/ AIDS dengan tidak melakukan seks bebas sangat penting untuk mengurangi angka kejadian penyakit HIV/AIDS. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Sutriswanto (2003) yang menyimpulkan bahwa pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan tidak melakukan hubungan seks secara bebas. Selain itu hasil penelitian ini ini mendukung hasil Survei Surveilens Perilaku (SPP) 2002 (Depkes, 2006) yang menunjukkan bahwa perluasan penyebaran penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks dapat dicegah dengan menggunakan kondom. Sebagian besar subjek yaitu 82.05% mengetahui bahwa penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui jarum suntik yang sudah digunakan orang lain tanpa sterilisasi. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Sutriswanto (2003) yang menemukan hanya sebagian kecil subjek yang memahami bahwa berganti jarum suntik yang tidak steril dapat menularkan HIV/ AIDS. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena pada penelitian ini subjeknya adalah mitra penasun dengan umur <26 tahun sebesar 69.3%, sedangkan pada penelitian Sutriswanto subjeknya adalah remaja penasun berusia <20 tahun sebesar 73.6%. Konseling dan Tes HIV Sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS. Menurut Depkes (2006), VCT merupakan fasilitas dari program untuk mengetahui status kesehatan pasien. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan pasien dengan memberikan layanan dini dan memadai, sehingga diharapkan pasien dapat mengetahui lokasi tersebut untuk pemeriksaan sedini 182
mungkin. Hasil penelitian ini menunjukkan, sebagian besar subjek yaitu 75.6% mengetahui bahwa Puskesmas Manahan, Kota Surakarta, merupakan salah satu tempat untuk pemeriksaan VCT di Surakarta. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Uzo (2005) di Nigeria yang menemukan 38.9% subjek penelitian mengetahui di mana mereka dapat memperoleh pelayanan VCT. Sebagian besar mitra penasun telah mengetahui bahwa di puskesmas Manahan, Kota Surakarta, terdapat layanan Harm Reduction. Kesadaran mitra penasun untuk memeriksakan diri secara dini terkait dengan status kesehatannya sudah mulai ada khususnya pada mitra penasun yang melakukan pemeriksaan Infeksi Menular Seksual (IMS). Kemungkinan penyebabnya adalah kesadaran mitra penasun dalam menggunakan kondom sudah tinggi, kehendak dari penasun, keinginan mengetahui status kesehatannya untuk mengetahui dirinya berisiko, karena pernah melakukan perilaku berganti-ganti mitra. Pengetahuan tentang HIV/AIDS yang baik akan menjadi dasar terbentuknya perilaku yang baik pula. Pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS dan VCT dapat membuat mitra penasun mempunyai persepsi yang salah. Pada penelitian ini sebagian mitra penasun sudah berpengetahuan baik yaitu sebanyak 47.5% namun masih terdapat mitra penasun yang berpengetahuan kurang (37.2%) dan buruk (15.1%). Hasil statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang secara statistik signifikan antara kesiapan mental mitra penasun dengan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p=0.956). Hasil penelitian Kristanti (2008) menunjukkan pengguna narkoba jarum suntik belum siap untuk melakukan pemeriksaan ke klinik VCT karena sebagian besar masih merasa takut untuk mengetahui statusnya sebagai pengidap HIV positif dan tidak menyukai untuk mengetahui masalah yang terkait dengan HIV/AIDS. Menurut Purwanti (2009), kesiapan mental setiap individu tergantung pada kesiapan untuk menghadapi perubahan realitas kehidupan yang dijalani. Terganggunya kesiapan mental pada seseorang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Mitra penasun berisiko untuk tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual atau bergantiganti (sharing) dalam menggunakan jarum suntik
WICAKSANA, et al./ PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELING
yang tidak steril. Karena itu diperlukan pemeriksaan VCT. Mitra penasun diharapkan memiliki kesiapan mental yang tinggi dalam menghadapi status yang akan dihadapinya.
perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p= 0.005). Tidak ada hubungan yang secara statistik signfikan antara kesiapan mental dan perilaku pemeriksaan ke klinik VCT (p=0.956).
Berdasarkan hasil penelitian Kristanti (2008) disimpulkan bahwa sebelum dilakukan VCT perlu dilakukan suatu pendekatan agar kelompok risiko mau melakukan pemeriksan ke klinik VCT. Pendekatan VCT tidak dapat dilakukan secara massal seperti penyuluhan atau edukasi melainkan harus terfokus pada satu per satu klien, melakukan penilaian risiko personal dan menurunkan risiko, menggali kemampuan diri dan mengarahkan rencana ke depan, meneguhkan tes atau menindaklanjuti dukungan atas kebutuhan untuk melakukan tes, sehingga mitra penasun lebih siap mentalnya dalam melakukan tes VCT untuk mengetahui statusnya.
Penelitian ini menyarankan agar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selalu memberikan informasi pada mitra penasun bahwa mereka mempunyai risiko tertular HIV/AIDS. LSM diharapkan bekerja sama dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk memonitor prevalensi HIV/ AIDS, khususnya pada kelompok penasun dan mitranya. Perlu dilakukan pendekatan yang lebih intensif kepada mitra penasun agar mereka mau berkunjung ke klinik VCT, sehingga status HIV/ AIDS mereka dapat dikeathui lebih dini dan dapat dilakukan perawatan yang diperlukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mitra penasun tidak tetap yang siap melakukan pemeriksaan ke klinik VCT sebanyak 60.3% lebih besar dari pada mitra tetap penasun yang siap yaitu sebanyak 39.7%. Sebanyak 79.4% mitra tidak tetap penasun memiliki keinginan untuk melakukan tes VCT, dan sebanyak 20.6% mitra tetap tidak berkeinginan untuk melakukan tes VCT. Hal ini mungkin karena mitra tidak tetap menyadari mempunyai risiko lebih besar tertular HIV/AIDS berkaitan dengan sering berganti-ganti mitra dan menggunakan narkoba suntik tanpa sterilisasi. Sebagian besar mitra tetap meminta ijin pada mitranya sebelum melakukan pemeriksaan ke klinik VCT. Sebanyak 24.6 % mitra penasun masih khawatir ke klinik VCT ditakutkan mengalami stres atau depresi karena mereka belum siap untuk menerima hasil pemeriksaan jika mengetahui hasil tes positif, sedangkan mitra penasun yang sudah yakin sebesar 75.4 %.
DAFTAR PUSTAKA
Penelitian ini menyimpulkan, mitra penasun dengan pebgetahuan yang baik tentang HIV/ AIDS dan VCT sebesar 47.7%. Pada mitra tidak tetap dengan pengetahuan baik sebanyak 40% dan mitra tetap sebanyak 7.7%. Mitra penasun yang memiliki kesiapan mental sebesar 80.8%. Mitra tidak tetap yang siap memeriksakan ke klinik VCT sebanyak 60.3% dan mitra tetap sebanyak 20.5%. Ada hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan mitra penasun tentang VCT dengan
Arum TS (2009). Aksi peduli HIV/AIDS: perangi virusnya, jangan jauhi orangnya. Solo: SoloPos 2009. Depkes (2003). Pedoman nasional: perawatan, dukungan dan pengelolaan bagi ODHA. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes (2006). Pedoman pelaksanaan pengurangan dampak buruk narkotika, psikotropika dan zat Adiktif (NAPZA). Jakarta : Katalog dalam terbitan Depkes RI. Depkes (2008). Situasi kasus AIDS. Jakarta: Depkes RI Family Health International (2007). Pelatihan Lanjutan Program Intervensi IDU tentang VCT. Jakarta: FHI. Haruddin, Hasanbasri M., dan Woerdjandari A (2007). Studi pelaksanaan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. [Tesis]. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Herdinan T dan Pohan (2006). Infeksi oportunistik pasien HIV/AIDS di Indonesia: Jurnal Farmasi dan Kedokteran, Ethical Digest. 4(25). Kompas (2009). Kasus HIV/AIDS di Jateng cenderung meningkat. Kompas 2009.
183
JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 2/JULI/2009
KPA Jawa Tengah (2008). Jumlah penderita HIV/ AIDS di Jateng. http://www. jawatengah.go.id/ newsmodeler_myn.php?NEWS=2008091101 Diakses 13 November 2008. KPAD Kota Surakarta (2008). Situasi HIV/AIDS Kota Surakarta. Surakarta: Komisi Pemberantasan AIDS Daerah. Kristanti EF (2008). Pengetahuan sikap dan tindakan IDU untuk melakukan VCT dalam kaitannya dengan HIV/AIDS di Kota Surakarta.[Skripsi]. Surakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS Purwanti NS (2009). Kesehatan mental. Bandung: Jurusan Tasawuf Psikoterapi Fakultas Ushuluddin UIN SGD Rifikasari M (2008). Hubungan antara pengetahuan dan sikap bagi wanita penghuni Panti Karya
184
Wanita “Wanita Utama” Surakarta tentang Pencegahan HIV/AIDS. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sirait GM (2006). Indonesia, diantara epidemi HIV dan penasun. Tanggal: 2 Agustus 2006 . Jakarta. Diakses tanggal 30 Oktober 2008. STBP (2007). Rangkuman Surveilans Pengguna Napza Suntik. Jakarta: STBP Sutriswanto (2003). Perilaku IDU (Intravenous Drugs User) dalam menghadapi bahaya HIV/ AIDS di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah.[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP. Uzo P (2005). Voluntary counseling and testing among African women. Ghana Med J 39 (2). Juni 2005 PMCID: PMC1790815.