Ahmad Lukman Hakim, Anak Petani dengan Segudang Prestasi UNAIR
NEWS
–
Beberapa
waktu
lalu,
Ahmad
Lukman
Hakim
berkesempatan tampil mempresentasikan penelitiannya di sebuah acara kongres internasional bertajuk 13
th
Warsawa International
th
Medical Congress (13 WIMC) di Medical University of Warsawa, Polandia. Ini kesempatan langka, mengingat, baru pertama kalinya mahasiswa Fakultas Kedoktaran UNAIR berhasil mewakili institusi kebanggaannya di ajang internasional tersebut. Kongres ini mempertemukan ratusan peserta dari kalangan mahasiswa S-2 maupun program Ph.D pendidikan dokter dari berbagai negara. Seperti Asia, Malaysia, Jepang, Arab Saudi, Eropa, Jerman, hingga Prancis. Di forum ini, setiap perwakilan institusi saling menampilkan gagasan ilmiahnya, termasuk diskusi. Lukman sebagai salah satu perwakilan Indonesia merasakan pengalaman yang begitu berkesan, setelah sepekan lamanya mengikuti kegiatan ini. Perjalanan Lukman ke Polandia kali ini menjadi pengalaman keduanya ke luar negeri. Sebelumnya, pria kelahiran Sidoarjo, 27 April 1993 ini juga pernah mengikuti program medical exchange di University of Groningan tahun 2016 lalu. Lukman merupakan satu dari sekian banyak mahasiswa FK UNAIR yang memiliki minat besar di bidang karya tulis ilmiah. Selama menempuh pendidikan dokter, ia bahkan sering mengikuti berbagai ajang perlombaan karya ilmiah yang diselenggarakan oleh berbagai perguruan tinggi di tingkat nasional maupun internasional. Puluhan prestasi pernah diraih Lukman. Yang terbanyak adalah keberhasilannya memenangkan kejuaraan poster ilmiah dan lomba
karya tulis ilmiah. Ia juga tercatat pernah menjuarai lomba essai ilmiah Al-Qur’an hingga Lomba Musabaqah Karya Tulis AlQur’an. Dari sekian banyak prestasi, menurutnya yang paling berkesan adalah momen ketika dalam satu minggu Lukman berhasil memenangkan empat kejuaraan untuk perlombaan karya tulis ilmiah dan poster ilmiah dari tiga ajang perlombaan yang berbeda. “Rasa percaya diri saya semakin tumbuh setiap kali memenangkan perlombaan. Rasa kepercayaan diri ini yang tidak saya dapatkan ketika awal masuk menjadi mahasiswa kedokteran,” ungkapnya. Menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Meski awalnya, Lukman sempat memendam impiannya lantaran kondisi perekonomian keluarga yang pas-pasan. “Bapak saya petani, sedangkan ibu saya guru SD. Rasanya ndak mungkin kalau saya bisa kuliah kedokteran, karena biayanya mahal. Ya sudahlah, saya pendam keinginan saya menjadi dokter,” kenangnya. Ketika masih SMA, anak kedua dari tiga bersaudara ini bahkan sempat menjatuhkan pilihannya menjadi seorang guru. Namun, ketika mendekati ujian akhir, nuraninya justru lebih terpanggil untuk menjadi dokter. “Guru saya yang memotivasi agar mendaftar di FK UNAIR dan berusaha mendapatkan beasiswa,” ungkapnya. Ia pun akhirnya lolos masuk menjadi mahasiswa FK UNAIR angkatan tahun 2011 melalui jalur bebas biaya masuk. Awal masuk menjadi mahasiswa kedokteran, peraih juara I Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) UNAIR tahun 2013 ini sempat dilanda keraguan. “Awalnya sempat minder dengan teman-teman seangkatan yang lebih ‘mampu’ secara ekonomi. Namun karena sudah kadung
kecemplung, ya sudah saya berfikir untuk tidak berani macammacam. Pokoknya bisa lulus jadi dokter dengan selamat itu saja sudah alhamdhulillah,” ungkapnya. Mulanya, keinginan untuk menekuni dunia penulisan karya ilmiah juga karena coba-coba. Terlebih, dengan aktivitas perkuliahan yang begitu padat, rasanya mustahil baginya untuk keluar dari ‘zona aman’ sebagai mahasiswa. “Nggak menduga sebelumnya. Setelah ikut lomba kesana-kemari, akhirnya menang berkali-kali. Sejak saat itu saya semakin percaya diri, dan berfikir kenapa tidak saya tekuni saja bidang tulis menulis karya ilmiah ini,” ungkapnya. Selain hobi menulis karya ilmiah, Lukman bahkan pernah menerbitkan sebuah buku berjudul Dari Mahasiswa untuk Indonesia Berprestasi. Buku ini berisi 31 kisah sukses mahasiswa berprestasi di Indonesia yang menginspirasi. “Buku ini adalah inisiatif dari saya dan teman-teman MAWAPRES lainnya di Indonesia. Buku ini hadir dengan harapan dapat menginspirasi khalayak, bahwa tidak ada alasan untuk tidak berprestasi. Apapun kendalanya, sekalipun kita dari keluarga kurang mampu, selagi mau berusaha, pasti akan ada jalan,” ungkapnya. Setelah lulus dokter, Lukman berencana ingin bekerja sambil berusaha mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan dokter spesialis. “Sebetulnya saya ingin nantinya mengabdi jadi dokter di wilayah perifer. Namun karena saat ini ibu saya sedang sakit, dan bapak juga sudah sepuh, maka saya pilih ibadah terdekat dulu menjaga orang tua. Kalau bapak ibu sudah mengizinkan, maka saya ingin cari pengalaman mengabdi jadi dokter di pedalaman,” ungkapnya. (*) Penulis : Sefya Hayu
Editor
: Binti Q. Masruroh
Sudut Ikonik Kedokteran
di
Fakultas
UNAIR NEWS – Semua fakultas di Universitas Airlangga memiliki sejumlah sudut ikonik. Termasuk, di Fakultas Kedokteran. Berikut potret yang diambil Helmy Rafsanjani dan Yudira Pasada Lubis, dua fotografer Pusat Informasi dan Humas, dari sana.
Editor: Rio F. Rachman
Ksatria Airlangga Kibarkan Merah Putih di Puncak Denali UNAIR NEWS – Setelah melewati perjalanan selama hampir 12 jam, tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Wanala Universitas Airlangga berhasil menggapai puncak tertinggi di belahan bumi utara Gunung Denali. Puncak Mc. Kinley Gunung Denali setinggi 6.164 meter di atas permukaan laut (mdpl) telah digapai pada pukul 14.05 waktu Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan oleh manajer atlet AIDeX, Wahyu Nur Wahid, Kamis (15/6). “Alhamdulillah tim Wanala UNAIR telah mencapai puncak Denali. Keberhasilan tersebut merupakan buah manis persiapan yang dirintis sejak Oktober 2015. Tidak sedikit permasalahan yang dilalui, bahkan para tim mengorbankan kuliah, keluarga, waktu dan tenaga untuk menggapai puncak Denali. Ini juga merupakan
upaya kami untuk mewujudkan UNAIR sebagai world class university,” tutur manajer atlet yang akrab disapa Wahyu. Ketiga atlet yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) tersebut telah menggenapi misi kelima dari pencapaian puncak gunung-gunung tertinggi di dunia. Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, mewakili rektor memberikan apresiasinya kepada tim atlet dan manajemen yang sudah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya dalam menggapai salah satu gunung tertinggi di dunia. Menurut Djoko, hasil perjuangan yang membanggakan tersebut tak lepas dari keberanian para mahasiswa UNAIR, khususnya tim AIDeX untuk memasang target yang tinggi. “Kami memberikan apresiasi yang luar biasa atas daya juangnya dalam mengharumkan nama Universitas Airlangga sekaligus Indonesia. Perjuangan mereka selama mempersiapkan hingga pendakian membuat mereka layak menjadi contoh bagi generasi yang akan datang,” ungkap Djoko. Dari kamp lima menuju puncak Perjalanan menuju puncak Mc. Kinley dari kamp lima dimulai pada pukul tiga dini hari Kamis (15/6) waktu Indonesia. Untuk mencapai puncak, mereka menempuh jarak sejauh 2,5 mil. Sebelumnya, pendakian dari kamp lima menuju puncak Denali diperkirakan akan berlangsung selama tujuh jam. Namun, sejumlah faktor internal maupun eksternal mengakibatkan perjalanan para atlet sedikit terhambat. Wahyu mengatakan, saat melakukan pendakian menuju puncak, cuaca Denali cukup bersahabat. Para tim dihadapkan pada keadaan snow showers (anomali cuaca cerah dan hujan salju)
dengan ketebalan salju mencapai 27 sentimeter. Selain itu, temperatur di puncak Denali mencapai minus 47 derajat Celcius. Selain suhu, soal pernapasan dan kendali diri menjadi salah satu penentu keberhasilan para atlet. “Para atlet harus membiasakan diri dalam hal pernapasan di dataran tinggi karena kadar oksigen yang tipis,” tutur manajer ekspedisi. Selama pendakian di Denali termasuk puncak, mereka menggunakan teknik moving together. Teknik moving together adalah mendaki bersama-sama yang dihubungkan dengan tali. Selain itu, ketika melakukan summit attack para atlet juga membawa beban seberat sepuluh kilogram. Beban barang bawaan itu terdiri dari peralatan keamanan, obat P3K, logistik, bendera, alat dokumentasi, dan perlengkapan pribadi. Wahyu yang juga mahasiswa Ilmu Administrasi Negara mengatakan, keberhasilan dalam pendakian Gunung Denali merupakan kebanggaan tersendiri bagi ia dan tim ekspedisi. Pasalnya, Denali merupakan salah satu gunung tersulit dalam rangkaian seven summit dunia. “Trek di Denali cukup panjang. Tim harus menempuh perjalanan sejauh 79 kilometer dari base camp untuk menuju puncak. Bila ditotal mereka harus menghabiskan waktu selama 19 hari dari perjalanan base camp menuju puncak,” imbuh Wahyu. Awal pendakian Para atlet mendaki Denali tepat pada musim panas waktu setempat. Musim tersebut diyakini paling tepat untuk melakukan pendakian di Denali. Meski demikian, sejak awal pendakian suhu di Denali tak lepas dari temperatur ekstrem. Suhu di Denali berkisar antara minus 2 derajat Celcius hingga minus 67 derajat Celcius. Selain suhu, sejak hari pertama pendakian mereka kerap kali
dihadapkan pada ketebalan salju. Ketebalan salju mencapai setinggi lutut orang dewasa. Hal itu terjadi bahkan ketika mereka belum sampai di kamp pertama di ketinggian 7.600 kaki. Selama pendakian, mereka melakukan aklimatisasi (penyesuaian suhu tubuh di ketinggian) dengan naik turun ketinggian. Selama itu, ketiga atlet melakukan perjalanan dan menimbun bahan logistik (makanan dan bahan bakar) di timbunan salju. Tujuannya, untuk menyimpan makanan dalam keadaan darurat ataupun cadangan makanan ketika sudah turun. Mereka juga dihadapkan pada keadaan geografis Denali yang dipenuhi jurang es, khususnya di titik Below Kahiltna Pass atau 9.350 kaki. Sebelum mereka dihadapkan pada kondisi-kondisi anomali di Denali, para atlet melatih teknik pendakian, ketahanan fisik, mental, dan psikologis selama 18 bulan di berbagai medan, termasuk di kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru. Faishal yang juga ketua ekspedisi menuturkan bahwa seven summits adalah wujud kecintaan organisasi Wanala kepada alam dan tanah air. “Sebagai organisasi mahasiswa pecinta alam, maka ini adalah cara kami menunjukkan harga diri kami sebagai sebuah organisasi,” ujar Faishal. Selama persiapan, tim AIDeX banyak dibantu oleh PT. PP Properti dan PT. Pegadaian Persero. Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carztenz Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013). Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven
summits anggota UKM Wanala. Selamat, tim Wanala! Penulis: Defrina Sukma S
Mahasiswa UNAIR Teliti Wayang ’Timplong’ Nganjuk yang Hampir Punah UNAIR NEWS – Wayang Timplong merupakan salah satu dari puluhan jenis wayang yang “hidup” dalam khasanah seni budaya di Nusantara. Wayang khas Nganjuk ini sangatlah unik. Wujud badannya terbuat dari kayu pahatan, sedangkan tangannya terbuat dari kulit. Kisah-kisah cerita yang dimainkan pun berkisar sejarah di Pulau Jawa. Ini berbeda dengan wayang Purwa umumnya yang menceritakan kisah Mahabarata ataupun Ramayana. Namun sayangnya, sekarang ini pertunjukan wayang kayu khas Kabupaten Nganjuk ini sudah tak seramai di era tahun 1990-an. Seakan ikut tergerus oleh gemerlapnya dunia hiburan modern. Fakta inilah yang menggelitik lima mahasiswa FISIP Universitas Airlangga untuk melakukan penelitian dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Sosial Humaniora (PKM-SH). Lima mahasiswa FISIP itu adalah Julia Permata Maulidhia, Hanavia Ria Pratiwi, Widya Ayu Kartikasari, Rizal Gunawan, dan Nur Alif Nugroho. Mereka kemudian menuangkan idenya dalam proposal PKM-PSH dengan judul “Eksistensi Wayang Timplong Sebagai Upaya Pelestarian Kebudayaan Lokal di Desa Kepanjen, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk.” Proposal ini pada tahap
pertama berhasil lolos penilaian Kemenritekdikti 2016 dan meraih pendanaan.
TIM PKM-SH wawancara dengan Dinas Pariwisata, Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kab. Nganjuk. (Foto: Dok PKMSH FISIP) Seperti juga wayang-wayang lazimnya, wayang Timplong juga sebagai alat menyosialisasikan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Tentu saja melalui cerita-cerita yang dipertunjukkan. Sayangnya, saat ini sudah jarang terlihat ada pertunjukan wayang tradisional ini, bahkan banyak remaja yang belum pernah mendengar nama wayang timplong. ”Pertunjukan wayang Timplong saat ini hanya sebatas untuk acara bersih desa. Itupun hanya berlangsung pada beberapa dusun dan yang meminati pertunjukan pun hanya kalangan orangorang tua,” kata Julia Permata Maulidhia, ketua Tim PKM-SH ini. Tim mahasiswa FISIP itu antara lain juga melakukan wawancara dengan Pak Suyadi, dalang Wayang Timplong di Desa Kepanjen, Kecamatan Pace, Kab. Nganjuk, juga dengan pihak Dinas Pariwisata, Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk.
Seiring dengan meredupnya pertunjukan, jumlah dalang pun dapat dihitung dengan jari. Dalang yang tersisa pun usianya sudah dibilang tua. Dari keadaan inilah, simpul sementara, wayang Timplong perlu dukungan generasi penerus untuk melanjutkan dan melestarikan.
DIANTARA wujud wayang Timplong khas Nganjuk. (Foto: Dok PKMSH FISIP) Selama ini, tambah Julia, penerus dalang yang terbatas hanya pada lingkup garis keturunan, diperkirakan inilah yang membuat para dalang juga kesulitan dalam mencari penerusnya. Sebab minat masyarakat dan peran serta pemerintah akan turut andil terhadap keberlangsungan wayang kayu khas Nganjuk ini. ”Padahal apabila dikembangkan dengan adanya program pemerintah, misalnya, serta adanya minat masyarakat, maka wayang Timplong ini dapat menjadi media pembelajaran untuk pendidikan formal, sebab dalam cerita-ceritanya dapat memberikan pendidikan berkarakter untuk anak-anak dan remaja,” kata Julia Permata. Selain itu juga dapat dikembangkan ke dalam bidang industri kreatif, yaitu industri wisata dimana suatu kebudayaan lokal dikembangkan dan dipromosikan sebagai ikon suatu daerah. Jika
upaya seperti berhasil, diyakini akan bisa memberikan nilai tambah bagi keberlangsungan kesenian itu sendiri maupun untuk daerah. (*) Editor: Bambang Bes
Saling Diskusi, BEM FH UPN Kunjungi BEM FH UNAIR UNAIR NEWS – Kunjungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH UPN Veteran Jatim disambut hangat oleh keluarga besar BEM Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Pada kunjungan yang berlangsung Rabu (14/6) di Ruang Gondowardoyo Gedung A FH UNAIR itu, keduanya saling bertukar informasi terkait struktur keorganisasian BEM dari masing-masing fakultas. Zainur Rasyidi Ramadhani selaku presiden BEM FH UNAIR dalam sambutannya mengucapkan terimakasih atas kepercayaan yang diberikan oleh rekan-rekan dari BEM UPN karena memilih FH UNAIR sebagai tempat visitnya. “Terimakasih atas kunjungan dari BEM FH UPN. Kami bangga karena mendapat kunjungan ini. Semoga hubungan baik ini dapat berlanjut, dan di sini kita dapat saling berbagi ilmu satu sama lain,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Dhany itu. Dalam kunjungan itu, pertama, terdapat pemaparan struktur organisasi BEM FH UNAIR Kabinet Gotong Royong serta tupoksi masing-masing dari setiap kementerian yang ada. Di BEM FH UNAIR sendiri memiliki lima Badan Pengurus Harian (BPH). Kemudian di dalam kementerian, terdapat delapan kementerian, antara lain Kementerian Pengabdian Masyarakat, Komunikasi dan Informasi, Intra Kampus, dan Ekonomi Kreatif.
“Dalam Kementrian Kominfo terbagi menjadi tiga divisi, yakni divisi Jurnalistik, Editing, Serta Hubungan Luar. Kami sengaja memberikan kewenangan kepada Menteri untuk membagi maupun membuat kementrian sedemikian agar menunjang program kerjanya,” tutur Dhany. Tidak jauh berbeda dengan kementrian yang berada di BEM FH UNAIR, BEM FH UPN juga memiliki delapan kementrian yang terdiri dari Kementerian Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, Seni dan Olahraga, Ekonomi Kreatif, Komunikasi dan Informasi, Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa, Hubungan antar Lembaga dan Mayarakat, Sosisal Politik dan Hukum, serta Pendidikan. Selain BEM, pemaparan juga disampaikan oleh Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) dari FH UNAIR maupun FH UPN. Setelah pemaparan selesai, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi. Diharapkan kegiatan yang berlangsung selama tidak kurang dari tiga jam ini dapat memperkuat jalinan silaturahmi antar keduanya. Selain itu, ilmu-ilmu yang telah didiskusikan dapat bermanfaat untuk perkembangan kedua organisasi. (*) Penulis : Pradita Desyanti Editor
: Binti Q. Masruroh
Akademisi FH Jadi Peneliti Tamu di NUS Law School UNAIR NEWS – Dr. Herlambang Perdana Wiratraman, S.H., M.A menjadi akademisi pertama Fakultas Hukum se-Indonesia yang diundang oleh Center of Asian Legal studies (CALS) National University of Singapore Law School untuk melakukan kolaborasi
riset. Kolaborasi riset itu berlangsung sejak Mei hingga Juni 2017. CALS merupakan salah satu pusat studi ternama di Asia yang didirikan pada tahun 2012. Lembaga ini menjadi bagian dari strategi hukum NUS untuk memposisikan diri sebagai sekolah hukum dalam skala Asia. Lembaga ini juga mengkaji perkembangan hukum di kawasan Asia. “Di sana diajak berkolaborasi melakukan penelitian dan menulis, baik dalam bentuk buku maupun artikel jurnal. Selain itu juga mengisi kuliah tamu serta menjadi narasumber dalam dua konferensi mengenai bedah buku bertajuk pluralism jurisprudence serta tantangan menjadi lawyer,” ungkap salah satu pengajar Hukum Tata Negara tersebut. Tak hanya itu, di NUS Herlambang juga memberikan kuliah dengan topik “Adat Court in Indonesia’s Judicial System: Constitutional Law Analysis” yang dihadiri oleh para dosen, profesor, serta mahasiswa dari berbagai jenjang. “Respon mereka sangat baik. Hal itu dapat dilihat dari antusias mereka saat bertanya. Dalam kesempatan tersebut, saya mendapat sekitar 20 pertanyaan. Bahkan waktu diskusi yang disediakan terasa kurang,” tutur Herlambang kepada UNAIR NEWS Kamis (15/6). Ada hubungan yang terjalin baik antara FH UNAIR dengan NUS. Sebelumnya, salah satu pengajar NUS pernah diundang ke FH UNAIR untuk memberikan kuliah tamu. Dari kerjasama itulah akhirnya Herlambang diundang untuk melakukan penelitian di fakultas hukum universitas terbaik di Asia tersebut. Menjadi peneliti maupun dosen tamu di universitas luar negeri bukan hal baru bagi Herlambang. Sebelumnya, Herlambang kerap memenuhi undangan dari berbagai universitas di luar negeri, seperti Asia Research Center Murdoch University, Australia (2012), Graduate School of International Development Nagoya University, Japan, (2015), serta Vietnam National University
Law School dan Cantho University Law School, Vietnam, (2017). “Saya berharap dengan adanya kesempatan dan kerjasama ini menjadikan hubungan FH UNAIR dan NUS Law School semakin kuat. Bagi saya, profesi akademisi sungguh menyenagkan apabila kita benar-benar tertarik untuk mendalaminya. Keilmuan harus ditempatkan untuk kemajuan Indonesia,” imbuh laki-laki peraih penghargaan Ashoka tahun 2001 ini. Bila tidak ada halangan, usai menyelesaikan penelitian di NUS Herlambang akan menghadiri undangan di Melbourne Law School sebagai dosen tamu. (*) Penulis : Pradita Desyanti Editor
: Binti Q. Masruroh
Aplikasi Mobile Deteksi Dini Pre-eklamsia, Menekan Kematian Ibu Melahirkan UNAIR NEWS – Tingginya angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia akibat pre-eklamsia, yakni 359 kasus per 100.000 kehamilan, masih sangat memprihatinkan. Ini merupakan penyebab kematian ibu tertinggi nomor dua. Guna membantu menurunkan angka keprihatinan itu lima mahasiswa Universitas Airlangga berhasil membuat perangkat aplikasi berbasis mobile. Dengan aplikasi berbasis android ini maka mudak diakses dan deteksi dini pre-eklamsia mudah diketahui. Lima mahasiswa UNAIR yang berinovasi melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karya Cipta (PKM-KC) ini adalah Shervil Kagayaita Sayko, Rida Mahrani Harahap, Sita Aulia,
Editia Yuniawati (mereka dari Prodi Pendidikan Bidan FK) dan Mardhatilah Syauqina Putri (Fakultas Keperawatan). Pre–eklampsia adalah suatu sindrom yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang muncul pada tri-smester kedua kehamilan. Meski bisa pulih pada periode pascanatal, kehamilan dengan pre-eklamsia digolongkan sebagai kehamilan berisiko tinggi akibat dampak dari komplikasi jika gejala pre–eklamsia tidak tertangani. Misalnya adanya gangguan pada sistem kardiovaskuler, kelahiran prematur, kejang, hingga kematian janin dan ibu. Menurut Shervil Kagayaita Sayko, memilih memakai aplikasi mobile itu, karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna smartphone yang besar, dan penggunanya merata dari semua kalangan usia dan status ekonomi. Selain itu aplikasi-aplikasi berbasis android merupakan yang paling diminati karena sifatnya open-source, bisa diakses bebas dan terbuka bagi siapapun yang ingin mengembangkan. Faktor lain sehingga memilih cara aplikasi ini, karena setelah mempelajari 30 artikel dan jurnal, diketahui apa saja yang menjadi faktor resiko dan pencetus terbesar pre-eklampsia. Faktor resiko itu kemudian dijadikan pertanyaan pada skrining pertama. Kemudian dilakukan penentuan scoring dan membuat perancangan konten aplikasi, dilanjutkan proses pembuatan aplikasi. Dijelaskan oleh Shrvil, setelah aplikasi dibikin lalu timnya melakukan proses web service dan pembuatan aplikasi web. Kemudian dilakukan uji kepakaran kepada ahli obstetri dan ginekologi (kebidanan dan kandungan) agar aplikasi ini tepat dalam mendiagnosis. Juga diujikan kepada ahli bahasa untuk menyempurnakan bahasa yang digunakan dalam aplikasi, dan kepada ahli teknologi agar konten aplikasi ini layak dipublikasikan. ”Setelah semua uji kepakaran selesai, kami mendaftarkan
aplikasii ini ke Hosting Domain PE-Detector dan kemudian launcing ke Play store,” terang Shervil. Dari uji coba, diketahui bahwa aplikasi ini membantu ibu hamil untuk mengenali gejala dan tanda-tanda pre-eklampsia yang dikonstruksi lewat data subjektif dan data objektif. Data subjektif mencakup karakteristik kehamilan yang dapat langsung diisi oleh si ibu hamil itu sendiri. Misalnya usia, pendidikan, paritas (frekuensi hamil), kepatuhan untuk kunjungan kehamilan, riwayat kesehatan dan hipertensi hingga faktor anemia yang dapat memperberat risiko komplikasi akibat pre–eklampsia. Diterangkan oleh Shervil, data objektif itu didapatkan dari perhitungan Body Mass Index, Roll-Over Test dan Mean Arterial Pressure lewat pemeriksaan oleh tenaga kesehatan. Data ini nanti akan dikalkulasi dan dikategorikan menjadi nilai resiko. Nilai resiko inilah yang nanti akan membantu tenaga medis dalam mendeteksi sejak awal hingga mampu memberikan intervensi yang diperlukan agar tidak berkembang menjadi pre–eklamsia atau bahkan eklampsia. ”Kami sangat berharap dengan aplikasi ini mampu membantu para ibu hamil dan tenaga kesehatan dalam mengenali resiko preeklamsia sejak dini, sehingga dapat menekan angka kejadian pre-eklampsia dan meminimalisir resiko komplikasi kehamilan di kemudian hari, yang akhirnya Indonesia bebas pre-eklampsia,” tandas Shervil Kagayaita Sayko. (*) Editor : Bambang Bes
Mahasiswa UNAIR Bikin Robot Pintar Pensteril Bakteri Penyebab Infeksi di RS UNAIR NEWS – Kreativitas mahasiswa Universitas Airlangga terus menuai hasil positif. Kali ini, lima mahasiswa yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) sukses membuat robot AUROWS (Automation Robotic Waste Transporter & Sterilizer): Robot Pintar Pensteril Bakteri dan Pembawa Sampah Klinis untuk Mengurangi Penyebaran Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Kelima mahasiswa dari Fakultas Vokasi UNAIR itu adalah Akhmad Afrizal Rizqi (Ketua tim), Agus Abdul Rozaq, Rafif Nadhif Naufal, Abdul Hamid, dan Inas Pramitha Abdini Haq. Melihat inovasi dibawah bimbingan dosen Fadli Ama, ST., MT ini, proposal PKM-KC ini lolos program PKM 2016 dan memperoleh dana pengembangan sebesar Rp 12.200.000. Dikatakan robot pinter, kata Akhmad Afrizal Rizqi, antara lain robot ini dapat mengambil, memindahkan, dan melakukan sterilisasi pada tempat sampah atau limbah medis di rumah sakit. Jadi robot ini diberi kecerdasan buatan untuk dapat berjalan secara otomatis, dilengkapi beberapa sensor yang dapat terhubung langsung dengan komputer, sehingga memudahkan pengguna atau petugas medis dalam memantau pergerakan robot dan membunuh bakteri dengan ultraviolet LED. ”Sehingga dapat meningkatkan efek germisidal irradation yang dapat membunuh bakteri hingga 100%, dengan menggunakan panjang gelombang 365 nm dan hanya memerlukan daya sebesar 15 mW,” kata Akhmad Afrizal R. Pertimbangan utama inisiatif berkreasi membuat robot AUROWS ini, antara lain adanya infeksi nosokomial yang menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang didapat dan berkembang saat seseorang berada di lingkungan rumah sakit. Infeksi ini disebabkan bakteri patogen, yang diantaranya berasal dari sampah klinik rumah sakit.
Tim mahasiswa Fakultas Vokasi pembuat Robot AUROWS bersama dosen pembimbingnya, Fadli Ama, ST., MT (Foto: Dok PKM-KC Vokasi). Di Indonesia angka kematian pasien yang tertular infeksi nosokomial ini tergolong masih tinggi, yakni mencapai 12 hingga 52%. Padahal, infeksi nosokomial ini bisa menyebabkan pasien terkena bermacam-macam penyakit, dan setiap penyakit punya gejala berbeda pula. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi nosokomial adalah: infeksi saluran kemih, infeksi aliran darah, pneumonia, infeksi pada luka operasi. ”Banyak hal bisa mempengaruhi penyebaran nosokomial salah satunya limbah medis rumah sakit, padahal memindahkan tempat sampah itu masih menggunakan tenaga manusia, jadi ini
sangatlah berbahaya karena seseorang itu akan rentan terserang infeksi nosokomial,” tambah mahasiswa D3 Otomasi Sistem Instrumentasi ini. Sebagai ketua Tim PKM-KC robot AUROWS, Akhmad berharap dengan adanya robot ini dapat dijadikan alat yang dapat digunakan petugas medis untuk membantu proses pemindahan sampah medis serta sterilisasi pada sampah klinis, sehingga dapat meminimalkan penyebaran infeksi nosokomial di rumah sakit di Indonesia dan mewujudkan Indonesia mandiri instrumentasi medis. (*) Editor : Bambang Bes.
Pendaftaran Jalur UNAIR Diperpanjang
Mandiri
UNAIR NEWS – Pendaftaran seleksi mahasiswa baru jenjang sarjana jalur Mandiri Universitas Airlangga telah diperpanjang. Perpanjangan masa pendaftaran tersebut diberlakukan sejak Rabu (14/6). Wakil Rektor I bidang akademik dan kemahasiswaan UNAIR Prof. Djoko Santoso mengatakan, perpanjangan waktu pendaftaran tersebut merupakan upaya UNAIR untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi lulusan sekolah menengah atas untuk berkuliah di UNAIR melalui seleksi jalur Mandiri. “Jalur Mandiri adalah jalur terakhir dari jalur yang dilaksanakan oleh pemerintah yakni SNMPTN dan SBMPTN. memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak diterima di jalur tersebut agar bisa segera melakukan pendaftaran,” Djoko.
sudah UNAIR kedua tutur
Wakil Rektor I UNAIR tersebut mengimbau, agar pendaftar jalur S-1 Mandiri UNAIR benar-benar mempertimbangkan pilihan program studi berdasarkan tingkat keketatan dan minat diri. Terlebih, UNAIR telah memberlakukan kebijakan penggunaan nilai SBMPTN untuk seleksi mahasiswa baru jalur Mandiri sehingga setiap pendaftar jalur Mandiri diharapkan tak salah pilih prodi. “Dia harus bisa mengestimasi. Pada saat mereka menjawab soalsoal SBMPTN, mereka telah memperkirakan. Mereka tidak lolos SBMPTN karena nilainya tidak tinggi sehingga kalah saing dengan mereka yang lolos. Oleh karena itu, mereka perlu menyesuaikan pilihan untuk prodi-prodi yang tingkat kompetitifnya tidak terlalu ketat,” imbuh Guru Besar Fakultas Kedokteran UNAIR itu. Menurut data yang dilansir oleh Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB), jumlah pendaftar jalur S-1 Mandiri hingga Kamis (15/6) pukul 09.49 pagi, mencapai 10.717 orang. Program studi terfavorit pilihan peserta dipegang oleh S-1 Pendidikan Dokter FK yang mencapai jumlah sepertiga pendaftar yakni 3.341 orang. Pada kelompok IPS, prodi S-1 Ilmu Hukum menjadi pilihan favorit peserta dengan jumlah pendaftar 661 orang. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah hingga akhir masa pendaftaran yang ditutup Jumat (16/6) pukul 18.00. Sedangkan, hasil seleksi jalur S-1 Mandiri diumumkan tanggal 22 Juni 2017. Terkait dengan kuota Bidikmisi UNAIR pada tahun 2017 mencapai 1.050 orang. Jumlah tersebut baru terisi 738 orang dengan rincian 457 calon mahasiswa baru jalur SNMPTN dan 281 jalur SBMPTN. Sisanya, sebanyak 312 orang masih berpeluang untuk meraih beasiswa Bidikmisi dari seleksi penerimaan mahasiswa baru jenjang sarjana jalur Mandiri dan jenjang Diploma. Penulis: Defrina Sukma S Editor: Nuri Hermawan
Indahnya Berbagi Bareng Satuan Resimen Mahasiswa UNAIR UNAIR NEWS – Di bulan Ramadan yang penuh berkah, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Satuan Resimen Mahasiswa (MENWA) Universitas Airlangga, melaksanaan berbagai kegiatan sosial. Salah satunya Sahur on The Road (SoTR) yang tepat dilaksanakan di hari ke-15 bulan suci Ramadan (11/6). Kegiatan yang dimulai dari Student Center (SC) Kampus C UNAIR ini, dilakukan dengan membagikan nasi bungkus kepada petugas kebersihan, tukang becak, dan orang-orang yang tengah tidur di sepanjang jalanan arah pasar Pacarkeling hingga berakhir di Taman Apsari. Selain SoTR, sehari sebelumnya, tim dari UKM Menwa juga menggelar rangkaian kegitan buka bersama dengan anak-anak SMP Islam Plus. Anggota aktif UKM Menwa pun juga tak lupa melibatkan para alumni untuk turut serta berpartisipasi dalam acara tersebut. “Acara ini rutin dilakukan pada saat bulan Ramadan tiba dan terus berlangsung secara berkesinambungan,” ucap Aksel Prasta Radityo selaku komandan Menwa angkatan ’68. Aksel juga menambahkan bahwa acara ini bertujuan untuk meningkatkan jiwa sosial bagi anggotanya. Selain itu, bagi Aksel, tradisi ini telah menjadi pengabdian sosial serta bentuk upaya menambah rasa peduli dan bisa berbagi kepada sesama. “Acara
ini
juga
dilaksanakan
untuk
merekatkan
tali
persaudaraan antara anggota aktif maupun bagi para alumni,” tegasnya. Keterlibatan alumni dalam acara tersebut terbukti dengan adanya masukan dan saran yang disampaikan saat seluruh tim UKM Menwa menikmati makan sahur di taman apsari. Untuk kegiatan selanjutnya, Aksel menyampaikan bahwa dengan adanya kegiatan ini, bisa menularkan semangat sosial khususnya bagi para anggota untuk bisa lebih bersyukur dan terus berbagi dalam segala hal. Tidak hanya di bulan Ramadan, melainkan untuk bulan-bulan selanjutnya. “Semoga tahun depan jangkauan lebih luas dengan rute-rute yang lebih banyak lagi hingga bisa berbagi ke lebih banyak orang yang membutuhkan”, imbuhnya.
Penulis : Helmy Rafsanjani Editor
: Nuri Hermawan