UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI PROGRAM PENGUATAN PEREMPUAN USAHA KECIL (PUK) (EVALUASI SUMATIF TERHADAP PROGRAM PENGUATAN PUK YANG DILAKUKAN ASOSIASI PENDAMPING PEREMPUAN USAHA KECIL DI SOLO)
TESIS
AGUNG CAHYANTO 1006832392
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPOK JANUARI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI PROGRAM PENGUATAN PEREMPUAN USAHA KECIL (PUK) (EVALUASI SUMATIF TERHADAP PROGRAM PENGUATAN PUK YANG DILAKUKAN ASOSIASI PENDAMPING PEREMPUAN USAHA KECIL DI SOLO)
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial (M. Kessos)
AGUNG CAHYANTO 1006832392
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL KEKHUSUSAN PERENCANAAN DAN EVALUASI PEMBANGUNAN
DEPOK JANUARI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Agung Cahyanto
NPM
: 1006832392
Tanda Tangan : Tanggal
: 3 Januari 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini, dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial, Kekhususan Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:
(1)
Dra. Ety Rahayu, M. Si, sebagai pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan kepada saya dalam penyusunan tesis ini. Semoga setiap ilmu yang diajarkan selalu memberi dan menjadi keberkahan.
(2)
Sofyan Cholid, S.Sos, M.Si, sebagai penguji ahli yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini dan petunjuk serta arahan dalam melakukan pengolahan data dengan menggunakan SPSS.
(3)
Bagus Aryo, S.Sos, M.SocWK, Ph.D, sebagai Ketua Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial dan dewan penguji tesis.
(4)
Arif Wibowo, S.Sos, S.Hum, M.Hum, sebagai Sekretaris Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial dan dewan penguji tesis.
(5)
Dra. Fentiny F. Nugroho, MA, Ph.D, Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan masukan saat seminar proposal tesis.
(6)
Dra. Fitriyah, M.Si, Ketua Program Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan masukan saat seminar proposal tesis.
(7)
Valentine Geta, Staf Program Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah membantu membuat surat perijian penelitian.
(8)
Ibu Ramadhaniati, Dewan Kode Etik Asppuk yang telah memberikan kesempatan dan ijin untuk melakukan penelitian salah satu program Asppuk serta informasi yang diberikan seputar program ketika manjabat sebagai Sekretaris Nasional Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk)
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
(9)
Bapak M Firdaus, Deputi Sekretariat Nasional Asppuk, yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti mengenal Asspuk lebih dekat.
(10) Ibu Retno Kustati, Komite Eksekutif Wilayah Asppuk Jawa yang telah memberikan kesempatan, informasi dan data tentang indikator program penguatan perempuan usaha kecil di Solo ketika menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Wilayah Asppuk Jawa. (11) Ibu Yanti Susanti, Sekretaris Wilayah Asppuk Jawa yang telah memberikan kesempatan dan ijin kepada peneliti untuk mengevaluasi program. (12) Ibu Nuraeni Yeriarsi (Reni), pendamping PUK Solo yang telah membantu peneliti untuk bertemu dengan pengurus (Jaringan Perempuan Usaha Kecil) JarPUK Ngudi Lestari. (13) Dra. Florensia Elia Sujanti (Ibu Janti), Ketua JarPUK Ngudi Lestari yang telah memberikan kesempatan dan membantu peneliti dalam penyebaran serta pengumpulan kuesioner. (14) Ibu Esti Widi Handayani, Ketua Bidang Pengembangan SDM JarPUK dan Bendahara LKP atas bantuan dan informasi teknis penyebaran kuesioner. (15) Ketua dan anggota PUK yang telah bersedia menjadi responden penelitian. (16) Mas Farih (Asppuk Nasional) yang telah membantu mencarikan data sekunder program. (17) Bapak Darmanto (Asppuk Nasional) yang telah memberikan informasi tentang sistem pendataan dan survey PUK Solo. (18) Bapak Iwan Triyanto, Direktur RK2Pro, Jl. Kutilang 1 No. 22 Cinderejo Kidul, Gilingan, Surakarta, yang telah memberikan kesempatan tempat tinggal peneliti ketika survey awal dan pengambilan data selama di Solo. (19) Adi Tri Purnanto, yang telah membantu mobilisasi peneliti dalam pengambilan data selama di Solo. (20) Orang Tua dan keluarga serta Angger tercinta yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual. (21) Rustam Sipaz, Didim Abdul Adzim, Didit Susiyanto dan Dwi Jatmiko yang menjadi teman diskusi selama pengerjaan tesis.
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Peneliti menyadari tesis ini masih membutuhkan masukan dan penyempurnaan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Depok, 3 Januari 2013
Peneliti
vi Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Agung Cahyanto
NPM
: 1006832392
Program Studi
: Pasca Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial
Kekhususan
: Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan
Fakultas
: Ilmu Politik dan Ilmu Sosial
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Evaluasi Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) (Evaluasi Sumatif terhadap Program Penguatan PUK yang dilakukan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil di Solo) Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 3 Januari 2013 Yang menyatakan
(Agung Cahyanto)
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
ABSTRAK Nama NPM Program Studi : Judul
: : : :
Agung Cahyanto 1006832392 Pascasarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial Evaluasi Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) (Evaluasi Sumatif terhadap Program Penguatan PUK yang dilakukan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil di Solo)
Tesis ini merupakan penelitian evaluasi sumatif Program Penguatan PUK di Solo dengan pendekatan kuantitatif. Tujuannya yaitu mengukur indikator outcome dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian outcome berdasarkan aspek process dan input. Analisis dilakukan dengan cara univariat dan bivariat dengan tabel silang, Chi Square dan Tau Kendall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator outcome belum tercapai. Faktor-faktor dalam aspek proses yang memengaruhi outcome yaitu kemampuan identifikasi masalah, mengatasi masalah, kualitas produksi, volume usaha, inovasi usaha, laba pameran, dan keikutsertaan dalam pelatihan. Faktor input yang memengaruhi outcome yaitu masa usia, dan pendidikan responden. Kata kunci: Program penguatan PUK Solo, evaluasi sumatif, kuantitatif
viii
Universitas Indoensia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Agung Cahyanto : Master of Social Welfare : Evaluation Program for Women Small Business (PUK) (Summative Evaluation of the Strengthening Program conducted PUK Women's Association of Small Business Assistance in Solo)
This thesis is a study summative evaluation PUK Strengthening Program in Solo with a quantitative approach. The goal is to measure outcome indicators and analyzes the factors that influence the achievement of outcomes based on aspects of the process and input. The analysis was done by means of univariate and bivariate with cross table, Chi Square and Kendall Tau. The results showed that the outcome indicators has not been achieved. Factors that influence the outcome of the process aspect is the ability of problem identification, troubleshooting, production quality, volume of business, business innovation, profit exhibition and participation in training. Input factors affecting outcome that is age and education of respondents. Keywords: Strengthening program PUK Solo, summative evaluation, quantitative
ix
Universitas Indoensia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xv 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Permasalahan .......................................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 11 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 11 1.5 Metode Penelitian ................................................................................... 12 1.5.1 Pendekatan Penelitian ................................................................... 12 1.5.2 Jenis Penelitian ............................................................................ 14 1.5.3 Model Evaluasi ............................................................................ 15 1.5.4 Operasionalisasi Konsep .............................................................. 17 1.5.5 Desain Riset Penelitian ................................................................. 21 1.5.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 22 1.5.7 Populasi dan Sampel .................................................................... 24 1.5.8 Teknik Pemilihan Sampel ............................................................ 24 1.5.9 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 26 1.5.10 Teknik Analisis Data .................................................................... 27 1.5.10.1 Analisis Univariat ........................................................... 28 1.5.10.2 Analisis Bivariat .............................................................. 28 1.5.11 Teknik Meningkatkan Kualitas Data ............................................ 32 1.5.11.1 Uji Reliabilitas ................................................................ 33 1.5.11.2 Uji Validitas ................................................................... 35 1.6 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 36 1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................. 37 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Perempuan ..................................................................... 38 2.2.1 Proses Pemberdayaan .................................................................... 41 2.2.2 Strategi Pemberdayaan .................................................................. 43 2.2 Usaha Mikro Kecil (UMK) ..................................................................... 45 2.2.1 Kategori Jenjang/Kluster Usaha ASPPUK ..................................... 47 2.2.2 Permasalahan Industri Kecil dan Mikro .......................................... 50 2.2.3 Upaya Pengembangan UMKM ...................................................... 54 2.3 Evaluasi Program .................................................................................... 61 2.4 Prosedur Evaluasi Program ..................................................................... 69 2.6 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 70
x
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
3. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROGRAM 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................... 72 3.1.1 Kondisi Geografis Solo ................................................................ 72 3.1.2 Kondisi Perekonomian Masyarakat ............................................... 73 3.1.3 Jumlah Penduduk .......................................................................... 82 3.2 Gambaran Umum Program .................................................................... 84 3.2.1 Latar Belakang Program ............................................................. 84 3.2.2 Tujuan Program .......................................................................... 86 3.2.3 Logical Framework Program ...................................................... 81 3.2.4 Alur dan Desain Program ............................................................ 92 3.2.5 Kegiatan ...................................................................................... 94 3.2.6 Pengembangan Program .............................................................. 94 3.2.6.1 Pengembangan Usaha PUK ........................................... 94 3.2.6.2 Penguatan JarPUK ......................................................... 95 3.2.6.3 Pengembangan Kelembagaan ASPPUK sebagai Fasilitator BDS ............................................................... 96 3.2.7 Monitoring dan Evaluasi ............................................................ 99 3.2.8 Manajemen Pengelolaan Program ..............................................101 3.2.8.1 Komponen pengelolaan Program ....................................101 3.2.8.2 Struktur Organisasi Program ...........................................102 3.2.9 Strategi Keberlanjutan ..................................................................104 4. TEMUAN LAPANGAN 4.1 Profil dan Karakteristik Responden ........................................................105 4.2 Capaian Indikator Outcome Program .....................................................108 4.2.1 Berkembangnya Usaha yang dikelola Perempuan Usaha Mikro ................................................................................111 4.2.1.1 Pencapaian Indikator Omzet .............................................111 3.2.1.2 Pencapaian Indikator Laba/Keuntungan ............................115 4.2.1.3 Pencapaian Indikator Volume Produksi ............................120 4.2.1.4 Pencapaian Indikator Tenaga Kerja ..................................122 4.2.2 Meningkatnya Posisi Tawar Perempuan Usaha Kecil ...................122 4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Outcome ..........................124 4.3.1 Bantuan Teknis dan Pengembangan Usaha ..........................125 4.3.2 Pengembangan Pasar ...........................................................143 4.3.3 Asistensi dan Konsultasi Bisnis ...........................................146 4.4 Faktor Input ...........................................................................................153 4.4.1 Usia Responden ..............................................................................154 4.4.2 Pendidikan Responden ....................................................................154 4.4.3 Status Pernikahan Responden..........................................................155 4.4.3 Faktor Pengaruh Diluar Program ....................................................156 4.4.3.1 Bantuan Diluar Program ......................................................156 4.4.3.2 Kegiatan Diluar Program .....................................................158
5. PEMBAHASAN 5.1 Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil ..........................................161 5.2 Capaian Indikator Outcome Program .....................................................162
xi
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
5.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian Outcome dilihat dari Aspek Process dan Input .................................................................166 5.3.1 Faktor Proses .................................................................................166 5.3.1.1 Kemampuan Mengidentifikasi Masalah ............................167 5.3.1.2 Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha ............................168 5.3.1.2 Kemampuan Melakukan Perencanaan Usaha ....................168 5.3.1.3 Peningkatan Volume Usaha PUK ....................................169 5.3.1.4 Pengetahuan dan Keterampilan PUK ...............................170 5.3.1.4.1 Pengetahuan PUK .............................................170 5.3.1.4.2 Keterampilan PUK .............................................171 5.3.1.5 Kemampuan PUK Membuat Perencanaan Produksi ............................................................................171 5.3.1.6 Kemampuan PUK Menjaga Kualitas Produksi .................172 5.3.1.7 Inovasi PUK dalam Pengembangan Usaha .......................172 5.3.1.8 Target Keuntungan PUK dalam Pengembangan Usaha .............................................................................173 5.3.1.9 Produk Unggulan PUK di Tingkat Kota ...........................173 5.3.2 Pengembangan Pasar ......................................................................173 5.3.2.1 Transaksi Setelah Pameran ...............................................175 5.3.2.2 Laba PUK Selama Pameran ..............................................175 5.3.2.3 Produk PUK dikenal di Luar Wilayah Solo .......................175 5.3.3 Asistensi dan Konsultasi Bisnis ........................................................176 5.3.3.1 Kebutuhan PUK Terpenuhi ..............................................176 5.3.3.2 Keterlibatan pendamping .................................................177 5.3.3.3 Keterlibatan Instruktur/Pemberi Materi ............................177 5.4 Faktor Input .............................................................................................178 5.4.1 Usia PUK .......................................................................................178 5.4.2 Pendidikan PUK ............................................................................178 5.4.3 Status Pernikahan Responden .........................................................179 5.4.4 Faktor Pengaruh Diluar Program ....................................................179 5.4.4.1 Bantuan Diluar Program ......................................................179 5.4.4.2 Kegiatan diluar Program ......................................................180
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................187 6.2 Saran ......................................................................................................189 DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................192
xii Universitas Indonesia Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 1.6 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18
Prosentase Rata-Rata Peningkatan Modal, Omzet, Tenaga Kerja dan Aset PUK Solo ....................................................................... 9 Operasionalisasi Konsep Berdasarkan Variabel Program Penguatan PUK ............................................................................. 17 Jadual Penyusunan Tesis .............................................................. 23 Sampel Penelitian ......................................................................... 25 Pedoman Untuk Memberikan Intepretasi Koefisien Korelasi Kendalll ........................................................................................ 30 Nilai Ketetapan Tingkat Realibilitas Alpha ................................... 33 Kategori Usaha Menurut ASPPUK ............................................... 47 Kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah dilihat dari Omzet .... 49 Kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah dilihat dari Jumlah Tenaga Kerja ................................................................................ 49 Definisi Evaluasi Menurut Ahli .................................................... 62
Pasar Tradisional Kota Solo .......................................................... 74 Penduduk Berumur 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Surakarta 2010 ...................................... 77 Kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Tahun 2012 ............................ 79 Tabel Pameran Tahun 2012 .......................................................... 80 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk , Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010............ 83 Logical Framework Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat ........................................................................... 87
Responden Berdasarkan Tingkatan Usia ....................................... 106 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ................................... 106 Tingkat Pendidikan Responden ..................................................... 107 Bidang Usaha Responden ............................................................. 107 Responden Berdasarkan Wilayah .................................................. 108 Notasi Perhitungan Penelitian ....................................................... 110 Perubahan Omzet Tahun 2009 ...................................................... 111 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2009 ..................................... 112 Perubahan Omzet Tahun 2010 ...................................................... 112 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2010 ..................................... 113 Perubahan Omzet Tahun 2011 ...................................................... 113 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2011 ..................................... 114 Perubahan Omzet Tahun 2009 - 2011 ........................................... 114 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2009 - 2011 .......................... 115 Perubahan Laba Tahun 2009 ........................................................ 116 Presentase Perubahan Laba Tahun 2009 ....................................... 116 Perubahan Laba Tahun 2010 ........................................................ 117 Presentase Perubahan Laba Tahun 2010 ....................................... 117 xiii Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27a Tabel 4.27b Tabel 4.28a Tabel 4.28b Tabel 4.28c Tabel 4.29a Tabel 4.29b Tabel 4.29c Tabel 4.30a Tabel 4.30b Tabel 4.30c Tabel 4.31a Tabel 4.31b Tabel 4.32a Tabel 4.32b Tabel 4.33a Tabel 4.33b Tabel 4.34a Tabel 4.34b Tabel 4.34c Tabel 4.35a Tabel 4.35b Tabel 4.36a Tabel 4.36b Tabel 4.37a Tabel 4.37b Tabel 4.38a Tabel 4.38b Tabel 4.39a Tabel 4.39b Tabel 4.40 Tabel 4.41a Tabel 4.41b
Perubahan Laba Tahun 2011 ........................................................ 118 Presentase Perubahan Laba Tahun 2011 ....................................... 118 Perubahan Laba Tahun 2009 - 2011 .............................................. 119 Presentase Perubahan Laba Tahun 2009 - 2011 ............................. 119 Perubahan Volume Produksi Responden ....................................... 120 Presentase Perubahan Volume Produksi Responden ..................... 121 Perubahan Jumlah Tenaga Kerja 2009 - 2011 ............................... 122 Konsumen yang Membeli Produk PUK ........................................ 123 Keterlibatan Responden Dalam Musrenbangkel ............................ 124 Tingkat Keterlibatan Responden Dalam Musrenbangkel.. .............. 125 Kemampuan Responden Mengidentifikasi Masalah Usaha ........... 126 Kategori Kemampuan Mengidentifikasi Masalah .......................... 126 Tabel Silang Antara Kemampuan Mengidentifikasi Masalah Dengan Outcome .......................................................................... 127 Kemampuan Responden Dalam Mengatasi Masalah .................... 127 Tabel Silang Antara Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha Dengan Outcome ........................................................................... 128 Langkah Responden Jika Mengalami Masalah Usaha ................... 129 PUK Melakukan Perencanaan Secara Tertulis .............................. 130 Tabel Silang Antara Melakukan Perencanaan Secara Tertulis Dengan Outcome ........................................................................... 130 Manfaat yang didapat Jika Melakukan Perencanaan ...................... 131 Skala Volume Usaha PUK Meningkat Tahun 2009 - 2011 ............ 132 Tabel Silang Antara Skala Volume Usaha Dengan Outcome.......... 132 Responden Mendapat Pengetahuan Baru ...................................... 133 Tabel Silang Antara Pengetahuan Baru Setelah Mengikuti Pelatihan Dengan Outcome ........................................................... 134 Responden Mempraktikkan Keterampilan Usaha .......................... 134 Tabel Silang Antara Praktik Keterampilan Setelah Pelatihan Dengan Outcome .......................................................................... 135 Responden Mendapat Keterampilan Usaha ................................... 135 Tabel Silang Antara Mendapat Keterampilan Baru Dengan Outcome ........................................................................... 136 Keterampilan Yang Didapat Responden ....................................... 137 Responden Melaksanakan Perencanaan Produksi .......................... 137 Tabel Silang Antara Melaksanakan Perencanaan Usaha Dengan Outcome ........................................................................... 138 Kemampuan Responden Menjaga Kualitas Produk ....................... 139 Tabel Silang Antara Kualitas Produksi Dengan Outcome ........................................................................... 139 Inovasi Responden dalam Pengembangan Usaha .......................... 140 Tabel Silang Inovasi/Cara Baru Usaha Dengan Outcome............... 140 Kemampuan Mencapai Target Keuntungan PUK........................... 141 Presentase Pencapaian Target Keuntungan PUK ........................... 141 Produk Unggulan PUK di Tingkat Kota ........................................ 142 Jenis produk unggulan di tingkat Kota Solo .................................. 142 Jumlah Transaksi Setelah Pemeran ............................................... 143 PUK Mendapat Laba Selama Pameran ......................................... 144 Tabel Silang Antara Laba Pameran Dengan Outcome .................... 144 xiv Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel 4.42 Tabel 4.43 Tabel 4.44a Tabel 4.44b Tabel 4.44c Tabel 4.44d Tabel 4.45a Tabel 4.45b Tabel 4.46a Tabel 4.46b Tabel 4.47a Tabel 4.47b Tabel 4.48 Tabel 4.49 Tabel 4.50 Tabel 4.51a Tabel 4.51b
Produk PUK di Kenal di Luar Wilayah Solo ................................. 145 Popularitas JarPUK di Solo .......................................................... 146 Kebutuhan usaha yang terpenuhi selama mengikuti program ........ 146 Tabel Silang Antara Kebutuhan Usaha Dengan Outcome .............. 147 Intensitas Responden Mengikuti Pelatihan ................................... 148 Keterangan Ketika Tidak Dapat Mengikuti Pelatihan .................... 149 Intensitas Kunjungan Pendamping ................................................ 150 Tabel Silang Antara Intensitas Pendamping Dengan Outcome ....... 150 Tingkat Manfaat Pendamping Bagi PUK ...................................... 151 Bentuk Manfaat Pendamping Bagi Responden ............................. 152 Tingkat Manfaat Pemberi Materi Pelatihan (Instruktur) ................ 152 Bentuk Manfaat Pemberi Materi (Instruktur) ................................ 153 Tabel Silang Antara Usia Dengan Outcome .................................. 154 Tabel Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Outcome ............ 155 Tabel Silang Antara Status Pernikahan Dengan Outcome .............. 156 Bantuan Usaha Selain Dari Asppuk Selama Tahun 2009 - 2011 .... 157 Sumber Bantuan yang diterima Untuk Usaha Selama Tahun 2009 - 2011 diluar Asppuk ................................................. 157 Tabel 4.52a Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk selama 2009 - 2011 ... 159 Tabel 4.52b Sumber kegiatan usaha yang diikuti selama tahun 2009 - 2011 diluar Asppuk ............................................................................... 159 Tabel 5
Rangkuman Pencapaian Program Penguatan PUK Solo ................ 182
xv Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Grafik 1.2 Grafik 1.3
Grafik 1.1 Presentase Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2007 - 2012 ..................................................................... 1 Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 2007 - 2008 ...................... 3 Prosentase Rata-Rata Peningkatan Modal, Omzet, Tenaga Kerja dan Aset PUK Solo ..................................................................... 9
xvi Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4
Logic Model Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil di Solo......................................................................................... One-Shot Case Study ................................................................... Rumus Penarikan Sampel ............................................................ Tahapan dalam Analisis Data ......................................................
Gambar 2
Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................... 71
Gambar 3.1 Gambar 3.2
Peta Administrasi Kota Surakarta ............................................... 73 Struktur Organisasi Program ...................................................... 102
Gambar 1.1
xvii Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
16 22 25 32
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Kuesioner Hasil Uji Realibilitas Hasil Uji Validitas Profil Responden Frekuensi Outcome Frekuensi Process Frekuensi Input Hasil Chi Square dan Tau Kendall SPSS Surat Keterangan Pengambilan Data
xviii Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISTILAH
ASPPUK
: Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil
BDS
: Business Development Service
BI
: Bank Indonesia
BPS
: Badan Pusat Statistik
CD
: Community Development
CO
: Community Organization
JarPUK
: Jaringan Perempuan Usaha Kecil
KEN
: Komite Eksekutif Nasional
KEW
: Komite Eksekutif Wilayah
KMUM
: Koperasi Mitra Usaha Mandiri
LKM
: Lembaga Keuangan Mikro
LKP
: Lembaga Keuangan Perempuan
Menegpp
: Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan
NGO
: Non Government Organization
OMS
: Organisasi Masyarakat Setempat
PPSW
: Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita
PUK
: Perempuan Usaha Kecil
SekNas
: Sekretaris Eksekutif Nasional
SEW
: Sekretaris Eksekutif Wilayah
TOT
: Training of Trainer
UMKM
: Usaha Mikro Kecil dan Menengah
xix Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data BPS yaitu pada Maret 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen), Maret 2008 berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen), Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), dan Maret 2012 berjumlah 29,13 juta orang (11,96 persen). Berikut ini bagan presentase penurunan penduduk miskin yang di olah dari data BPS (2007 − 2012):
Grafik 1.1 Presentase Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2007 - 2012 Sumber: diolah dari data kemiskinan BPS tahun 2007 - 2012
Dari data tersebut menunjukan bahwa telah terjadi penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin di Indonesia. Sejak Maret 2007 sampai Maret 2012 terjadi penurunan sebesar 4,62 persen dan setiap tahunnya 0,92 persen.
1
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
2
Kemiskinan kerap identik dengan kehidupan perempuan. Di bidang ekonomi, kaum perempuan yang jumlahnya 52,7 persen dari total populasi penduduk, ternyata hanya memiliki seperseribu dari jumlah kekayaan dunia, dan hanya menerima 10 persen dari total gaji (Bappenas, 2010). Banyak praktik diskriminasi dilakukan terhadap perempuan. Dalam dunia mikro kredit misalnya, menyebutkan bahwa bantuan mikro kredit adalah sarana yang efektif dalam membasmi kemiskinan pada perempuan, tetapi berdasarkan data Women’s World Banking, dana mikro kredit yang baru dikucurkan oleh pihak perbankan kepada perempuan di Indonesia masih berkisar 7% dari jumlah keseluruhan nasabah (Kartika, 2005). Peningkatan unit UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) wanita atau perempuan berdampak positif untuk mengurangi angka kemiskinan. Saat krisis melanda Indonesia dan Asia pada umumnya, mengakibatkan dunia terpuruk dan selanjutnya membawa keterpurukan pada sektor ekonomi yang lain. Namun di saat kondisi tersebut, usaha kecil mampu menjadi penyangga perekonomian rakyat. Kondisi inilah mendorong inisiatif masyarakat, khususnya perempuan, melakukan kegiatan ekonomi sebagai upaya bertahan hidup (Dwijdo, 2012). Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran sebagai penyedia lapangan kerja. Pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,43 persen atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun 2007. Kontribusi Usaha Mikro tercatat sebanyak 83.647.711 orang atau 89,30 persen dan Usaha Kecil sebanyak 3.992.371 orang atau 4,26 persen. Sedangkan Usaha Menengah tercatat sebanyak 3.256.188 orang atau 3,48 persen (BPS, 2008: 13). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peran usaha mikro dan kecil dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia sangat besar yaitu 97,04 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Berikut ini grafik tentang peran penyerapan UMK terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
3
Grafik 1.2 Jumlah Tenaga Kerja UMKM Tahun 2007 - 2008 Sumber: diolah dari BPS, 2008
Upaya perempuan mengelola usaha kelas mikro ini nampak pada pertumbuhan pelaku usaha kecil di Indonesia tahun 2001 yang mencapai 40.137.773 (99,86%) dari total jumlah pelaku usaha 40.197.61, sementara pelaku usaha mikro mencapai 97,6% dari jumlah pelaku usaha kecil (BPS, 2001 dalam Sutrisno, 2010). Pada tahun sebelumnya (BPS, 2000 dalam Dwijo, 2007) dari jumlah 2.002.335 unit usaha kecil, dan 194.564 unit usaha mikro, di sektor pengolahan jumlah perempuan pelaku ada 896.047 (40,79%), dan angka tersebut diyakini lebih besar lagi mengingat bahwa data tersebut dibuat berdasarkan kepemilikan formal, bukan pelaku riil usaha. BPS juga mencatat investasi UMKM yang semakin meningkat. Tahun 2000 jumlah investasi UMKM mencapai Rp113,10 triliun. Tahun 2005, investasi UMKM meningkat menjadi Rp275,37 triliun. Berdasarkan data tersebut diketahui sejak 5 tahun yaitu tahun 2000 sampai 2005 ternyata mengalami peningkatan sebesar 162,27 triliun kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan pembangunan. Jumlah tersebut menunjukkan kontribusi sangat besar usaha mikro terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Data jumlah UMKM di Indonesia (2011) sebanyak 53,2 juta unit. Jumlah ini mampu menyerap 90.896.270 orang tenaga kerja atau 97,04 % dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Tidak hanya itu, angka ini menyumbang kontribusi sebesar Rp2.105,14 triliun (Menegpp, 2011). Dari 46 juta usaha mikro, kecil dan menengah, diketahui bahwa 60% pengelolanya dilakukan oleh kaum perempuan. Dengan jumlah ini, peran Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
4
perempuan pengusaha mikro dan kecil menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi dan pembangunan, karena mampu menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan (Hati, 2009). Usaha mikro yang dikelola perempuan telah memiliki peran signifikan membantu Indonesia bertahan dan bangkit dari krisis ekonomi pada 1997 dan 2008. Perempuan di sektor usaha informal secara nyata ikut menyumbangkan pendapatan kotor nasional atau Gross Domestic Product (GDP) sebesar 55,6 persen. Menurut data UMKM tahun 2009, dalam aktivitas usaha mikro terdapat 51,21 juta unit pengusaha mikro, kecil, dan menengah. Usaha mikro ini mampu menyedi kesempatan kerja 91,8 juta orang (Kustati, 2011). Pada tahun 2007 nilai PDB UKM mencapai Rp2.121,3 triliun meningkat sebesar Rp335,1 triliun dari tahun 2006. Dari jumlah ini UKM memberikan kontribusi sebesar 53,6 persen dari total PDB Indonesia, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai Rp1.786,2 triliun atau 53,5 persen. Pada tahun 2007 kontribusi Usaha Kecil (UK) sebesar Rp1.496,3 triliun (37,8 persen), Usaha Menengah (UM) sebesar Rp625,1 triliun (15,8 %), dan Usaha Besar (UB) sebesar Rp1.836,1 triliun atau 46,4 % (BPS, 2008). Dengan mencermati data di atas, maka semakin jelas kontribusi usaha mikro khususnya perempuan dalam perekonomian keluarga dan negara secara umum. Meskipun terbukti kontribusi usaha mikro perempuan yang sangat strategis, namun belum seimbang dengan perhatian dan pengakuan yang diberikan, baik oleh pemerintah, maupun keluarga. Bahkan usaha kecil-mikro-perempuan masih mengalami banyak permasalahan yang disebabkan ketidakadilan struktur maupun budaya. Kiprah perempuan dalam perekonomian keluarga dan nasional menjadi salah satu bagian penting dalam pembangunan secara keseluruhan. Seiring dengan bertambahnya pendapatan perempuan atau akses perempuan terhadap sumbersumber daya ekonomi melalui usaha ini, maka kemampuan dan kesempatan mereka bernegosiasi dalam rumah tanggapun meningkat (Hari, 2009). Jika ingin benar-benar memberikan kesempatan maupun persamaan kepada perempuan untuk mengelola UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), semua pihak perlu memberikan perhatian lebih besar kepada perempuan melalui penciptaan berbagai peluang usaha, khususnya pada akses permodalan UMKM,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
5
melalui penyederhanaan prosedur dan persyaratan, peningkatan kemampuan dalam produktivitas dan pemasaran serta dalam pengembangan usaha ekonomi termasuk
dalam
program-program
pemberdayaan
masyarakat
khususnya
pemberdayaan perempuan-perempuan pengusaha mikro dan kecil (Sutrisno, 2006). Pemberdayaan tersebut adalah pemunculan daya atau penguatan yang lemah. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses, dimana kekuatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan lebih dominan dan dalam pelaksanaanya peranan masyarakat lebih diutamakan. Hal ini mungkin dicapai dengan menguatkan kapasitas mereka melalui pemberian kesempatan, keahlian dan pengetahuan sehingga mereka mampu untuk menggali dan memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Hal tersebut sesuai dengan lfe (1995:62) yang menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang. Berkaitan dengan pemberdayaan perempuan usaha mikro dan kecil berarti adanya proses penguatan kapasitas perempuan usaha mikro dan kecil dalam peningkatan ekonomi serta kebijakan yang memihak kepada mereka. Beberapa
penelitian
sebelumnya
yang
terkait
tentang
program
pemberdayaan perempuan usaha mikro. Hasil penelitian yang dilakukan Kartika (2009) tentang pemberdayaan perempuan melalui kredit mikro menunjukan bahwa pemberian kredit mikro sangat potensial dalam proses pemberdayaan perempuan, khususnya program yang dilaksanakan oleh KMUM cabang Jatiragas, Karawang, meskipun kredit mikro tidak memberdayakan seluruh perempuan anggotanya. Proses pemberdayaan perempuan melalui kredit mikro membawa hasil pada kesempatan kerja dan menghidupkan usaha-usaha kecil informal. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ramadhani (2010) tentang Dampak Penyaluran Dana Bergulir Usaha Mikro terhadap Peningkatan Pendapatan Pengusaha Mikro (Studi Kasus Industri Mikro di Kota Payakumbuh) menunjukan bahwa penyaluran dana bergulir belum disertai pembinaan oleh pengelola terhadap nasabah (sektor industri) sehingga pengusaha tersebut berkembang
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
6
secara otodidak saja. Pendapatan pengusaha mikro sektor industri meningkat sesudah memperoleh dana bergulir. Mengenai peran LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi (2006) tentang "Dukungan Lembaga Keuangan Mikro terhadap Usaha Mikro dan Kecil untuk meningkatkan ketahanan daerah Garut" maka diketahui bahwa LKM sangat dibutuhkan dan membantu UMK untuk meningkatkan kapasitas usaha, dan meningkatkan pendapatan. Demikian pula terhadap peningkatan ketahanan daerah Kabupaten Garut, peran LKM dapat dilihat atas tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan tingkat pendapatan pelaku UMK yang juga rata-rata meningkat setelah mendapatkan fasilitas pinjaman dari LKM. Ketiga indikator tersebut menjadi ukuran bagi peningkatan kesejahteraan yang menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi ketahanan daerah. Darmawan (2004) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha industri mikro, kecil dan menengah sektor kerajinan di Kotamadya Yogyakarta ditinjau dari perkembangan kinerja secara makro, penggolongan kesempatan berusaha, dan profil singkat sektor kerajinan di Kotamadya Yogyakarta yang diteliti terdiri dari 27 unit usaha yang bergerak di 8 sektor dan tersebar di 9 kecamatan. Analisis dalam penelitian ini meliputi aktivitas ekonomis yang telah dilakukan industri mikro, kecil dan menengah sektor kerajinan di Kotamadya Yogyakarta yang dapat menentukan keberhasilan pengembangan usaha, yang meliputi aspek: status badan hukum, surat ijin usaha/legalitas, lama usaha, asal, mula usaha, jumlah tenaga kerja, administrasi (produksi, pemasaran, keuangan, dan pegawai), struktur organisasi dan proses pengambilan keputusan, kewirausahaan, pemasaran dan posisi dalam persaingan, pertumbuhan omzet dan return of invesment, teknologi dan pengendalian kualitas produk, sumber modal usaha, bahan baku, pola produksi, jasa produk bank yang digunakan, dan kendala kredit yang dialami. Hasil penelitian yang dilakukan Darmawan (2004) menunjukan bahwa faktor pendukung dalam menentukan keberhasilan usaha mikro dan kecil yaitu lama usaha, pemahaman terhadap unit usaha dan pemasaran, keterampilan khusus tenaga kerja usaha mikro dan kecil, serta adanya manajemen usaha yang baik. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi kelemahan usaha mikro dan kecil yaitu tidak berbadan hukum dan memiliki surat
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
7
ijin usaha, tidak adanya perencanaan dan manajemen usaha, tenaga kerja kurang terampil serta persaingan pasar dalam negeri. Hasil penelitian lainnya tentang "Pola Relasi Perempuan Usaha Mikro Terhadap Usaha, Keluarga dan Komunitas" (Salmiah, 2008) menunjukan bahwa ada persoalan kultural menunjukkan nilai-nilai patriarki yang diyakini masyarakat menjadikan laki-laki memiliki kontrol yang kuat terhadap kehidupan perempuan, termasuk kondisi fisik perempuan. Adanya Persoalan sruktural menunjukkan bahwa perangkat kebijakan pemerintahan kita belum adil terhadap perempuan dan semakin memarginalkan perempuan dengan hilangnya akses terhadap sumbersumber usaha. Rendahnya akses perempuan terhadap informasi, pasar, pengambilan keputusan dan representasi mereka dalam masyarakat memengaruhi secara timbal balik pola relasi perempuan dalam keluarga dan usahanya. Berdasarkan beberapa penelitian diatas tentang program pemberdayaan perempuan usaha mikro dan kecil menunjukan bahwa keberhasilan program pemberdayaan usaha mikro dilihat dari aspek peningkatan usaha dan pendapatan. Diperlukan juga dukungan fasilitas pinjaman dari LKM dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk meningkatkan kapasitas pelaku usaha mikro dan kecil dalam hal tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan tingkat pendapatan. Sedangkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan program industri mikro dilihat dari aspek ekonomi terkait dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu modal, struktur dan menajemen usaha industri mikro dan faktor eksternal yaitu kondisi persaingan, kendala kredit. Secara umum penelitian diatas melihat aspek keberhasilan program pemberdayaan usaha mikro dilihat dari peningkatan usaha secara ekonomi dan tidak termasuk dalam penelitian evaluasi. Sedangkan penelitian ini merupakan penelitian evaluasi outcome, selain untuk mengukur pencapaian perempuan usaha kecil dalam aspek peningkatan ekonomi dan tingkat keterlibatan pelaku usaha kecil dalam penyusunan kebijakan daerah ditingkat lokal melalui musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan. Selain itu, penelitian ini juga mengukur faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian outcome. Pengukuran tersebut dengan menguji hubungan input dan process terhadap outcome dari penerima manfaat program.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
8
Program yang diteliti yaitu program berkaitan dengan pemberdayaan perempuan usaha mikro dan kecil. Program tersebut adalah Pengembangan PUK sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat yang dilakukan oleh ASPPUK di Solo. ASPPUK melihat kondisi kemiskinan perempuan dan pengangguran sebagai alasan untuk terus mendorong kekuatan perempuan usaha mikro-kecil dalam pengembangan usaha sekaligus pengembangan diri dan kelembagaan mereka. Aktivitas ASPPUK tersebut merupakan penjabaran dari Visi organisasi yakni “Terwujudnya Perempuan Usaha Kecil-Mikro yang kuat dan mandiri dalam masyarakat sipil yang demokratis, sejahtera dan egaliter, setara dan berkeadilan gender.” Untuk itu ASPPUK memiliki tugas untuk memfasilitasi tumbuhnya gerakan PUK-mikro, untuk mendapatkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) merupakan program yang pertama kali dilakukan ASPPUK dengan pendekatan yang komprehensif, sebelumnya ASPPUK pun dalam memberikan dukungan kepada anggota bersifat parsial, misalnya hanya pada aspek financial, pelatihan-pelatihan untuk pendamping maupun PUK yang dianggap paling mendasar. Program tersebut memiliki tujuan umum (goal) yaitu meningkatnya usaha mikro dan kecil yang dikelola
perempuan
sebagai
pendorong
terbangunnya
gerakan
dan
berkembangnya ekonomi rakyat. Sedangkan tujuan khususnya (outcome) yaitu (1) Berkembangnya usaha yang dikelola oleh PUK. (2) Meningkatnya kapasitas JarPUK dalam advokasi dan penggerak ekonomi kerakyatan. (3) Meningkatnya kapasitas jaringan Asppuk sebagai fasilitator dan provider BDS untuk pengembangan ekonomi Rakyat. Program tersebut didukungan oleh Hivos (Humanistic Institute for Development Cooperation), organisasi pembangunan nirlaba non-pemerintah dari Belanda, (ASPPUK, 2008). Pengelolaan program dilakukan ASPPUK dengan menetapkan model monitoring dan evaluasi berdasarkan perkembangan usaha, gerakan dan peningkatan diri perempuan. Wilayah yang menjadi lokasi program adalah dua kabupaten sebagai wilayah program lanjutan yakni Sukohardjo dan Solo dan tiga Kabupaten sebagai perluasan yakni di Jawa (Kab. Kudus), wilayah ASPPUK Sumetera (Padang) dan ASPPUK Kalimantan (Pontianak). Wilayah tersebut
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
9
dikembangkan dengan strategi pengembangan usaha sekaligus adanya dukungan sumber lembaga keuangan (ASPPUK, 2008). Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan ASPPUK tahun 2009, Solo merupakan wilayah PUK yang memiliki perkembangan baik dilihat dari modal, omzet, penambahan tenaga kerja, dan aset. Saat menjelang program dilaksanakan pada tahun 2009 jumlah anggota PUK Solo bertambah dari 247 PUK menjadi 417 PUK. PUK Kota Solo memiliki produk unggulan yaitu batik dan man/minuman olahan seperti cumi pangsit, sirup beras kencur, serta aneka jajanan pasar (Ramadaniati, 2012: 22). Di bawah ini merupakan tabel dan grafik peningkatan modal, omzet, tenaga kerja, dan aset tahun 2009 − 2011. Tabel 1.1 Presentase Rata-Rata Peningkatan Modal, Omzet, Tenaga Kerja dan Aset PUK Solo Tahun 2009 − 2010
Item
2010 − 2011
Modal
30%
65%
Omzet
21%
64%
Tenaga Kerja
35%
46%
Aset
30%
40%
Sumber: ASPPUK, 2012
Grafik1.3 Presentase Rata-Rata Peningkatan Modal, Omzet, Tenaga Kerja dan Aset PUK Solo Sumber: diolah kembali dari ASPPUK, 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
10
Berdasarkan tabel dan grafik, dapat dilihat bahwa setelah berakhirnya program terdapat peningkatan modal, sementara dalam proses/aktivitas program tidak ada kegiatan penambahan modal. Menurut Hafsah (2004: 43 - 44) faktorfaktor yang dapat mendukung pengembangan usaha UMKM terkait dengan modal, omzet, tenaga kerja dan aset yaitu iklim usaha yang kondusif, bantuan permodalan melaui kredit, perlindungan usaha, pengembangan kemitraan, pemantapan manajemen usaha, dan pengembangan promosi. Data di atas juga belum terdapat data tentang perkembangan laba seperti pada penelitian ini. Perkembangan laba juga termasuk salah satu indikator outcome dalam Program Penguatan PUK yang telah ditentukan oleh pengelola program.
1.2 Permasalahan Dengan kapasitas dan pengelolaan program yang dilakukan sebagian besar anggota ASPPUK dirasakan belum signifikan dalam membantu mengembangkan usaha yang dikelola PUK. Hal tersebut mengingat permasalahan yang dihadapi oleh perempuan pelaku usaha mikro-kecil sangat kompleks. Kompleksitas masalah PUK tersebut karena tidak hanya banyaknya masalah teknis dalam usaha, namun juga persoalan-persoalan perempuan yang bersumber dari adanya pembedaan gender. Sejauh ini program ASPPUK belum pernah dievaluasi oleh evaluator eksternal. ASPPUK berharap bahwa dengan adanya evaluator eksternal dapat memperkaya dan melengkapi hasil evaluasi mereka. Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan oleh ASPPUK, Solo merupakan wilayah yang berkembang dengan baik dibandingkan dengan wilayah lainnya (Sukoharjo, Kudus, Padang Pontianak). Evaluasi tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif secara kualitatif. Monitoring tahunan dilakukan secara kuantitaif setiap tahunnya dan masih mengalami kendala dilapangan. Teknik pengambilan data pada evaluasi partisipatif yang dilakukan oleh ASPPUK tidak mengambil sample dari populasi PUK sehingga tidak dapat digeneralisasikan. Selain itu evaluasi yang dilakukan ASPPUK terhadap program ini tidak mengukur dan menganalisis hubungan antara process dan input terhadap outcome.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
11
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
Sejauh mana pencapaian tujuan (outcome) program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Pengembangan Ekonomi Rakyat di Solo.
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pencapaian tujuan program ditinjau dari aspek process dan input.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengevaluasi pencapaian tujuan atau (outcome) program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat di Solo. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian tujuan program (outcome) di tinjau dari karakteristik process dan input.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menjadi rekomendasi serta masukan bidang akademis dan praktis tentang Pemberdayaan Perempuan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil.
1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mata kuliah Praktik Evaluasi Pembangunan pada studi peminatan perencanaan dan evaluasi program pembangunan. Hasil penelitian dapat memperkaya pengetahuan sebagai sebuah kajian bagi studi-studi selanjutnya khususnya dalam mendukung menganalisis, mengembangkan dan melakukan evaluasi program pemberdayaan perempuan usaha mikro dan kecil.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
12
2. Manfaat Praktis Kontribusi manfaat praktis penelitian ini yaitu sebagai berikut: 2.1
Penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada lembaga yang bergerak dalam bidang pemberdayaan perempuan usaha mikro dan kecil, khususnya ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil) dan praktisi
pemberdayaan
perempuan
untuk
pengembangan
dalam
penyempurnaan pengukuran pencapaian indikator outcome program penguatan pemberdayaan perempuan usaha kecil. 2.2 Dapat menjadi kajian kepada lembaga dan praktisi dalam menyusun design program-program pemberdayaan perempuan pelaku usaha mikro karena program PUK di Solo termasuk program yang berkembang dengan baik. 2.3 Dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian lanjutan mengenai evaluasi Program Pemberdayaan Perempuan Usaha Kecil.
1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan untuk melihat pencapaian hasil program perempuan usaha kecil pada penerima manfaat setelah mengikuti program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK). Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Penelitian evaluasi program dengan pendekatan kuantitatif menurut Patton (1997: 273) adalah: "Quantitative measures strive for precision by focusing on things that can be counted and, when gathering data from human beings, conceptualizing predetermined categories that can be treated as ordinal or interval data and subjected to statistical analysis. The experiences of people in programs and the important variables that describe program outcomes are fit into these standardized categories to which numerical values are attached. Quantitative data come from questionnaires, tests, standardized observation instruments,and program records."
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
13
(Penelitian kuantitatif fokus pada sesuatu yang dapat diukur dan dalam pengambilan
data
terhadap
manusia,
terlebih
dahulu
mengkonseptualisasikan dengan data ordinal atau interval dan menggunakan analisis statistik. Pengalaman manusia dalam program dan variabel penting yang menggambarkan outcome dicocokkan dengan kategori yang telah ditetapkan sesuai dengan nilai kuantitatif yang ditetapkan. Data kuantitatif diperoleh dari kuesioner, pengujian, alat observasi yang ditetapkan, dan arsip dokumen program).
Pemilihan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini sesuai dengan pengertian di atas yaitu mengukur pencapaian suatu program dengan menggunakan analisis statistik terhadap variabel-variabel penting yang bisa mengukur pencapaian outcome. Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengevaluasi
pencapaian
tujuan
khusus
(outcome)
program
Penguatan
Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Pengembangan Ekonomi Rakyat. Selain itu, penelitian ini melihat variabel-variabel indikator dalam program yang menjadi faktor penghambat maupun keberhasilan suatu program dilihat dari aspek process dan input. Pendekatan kuantitatif telah banyak digunakan dalam sejarah penelitian evaluasi, terutama evaluasi yang bertujuan untuk mengukur pengaruh (effect) atau outcome bagi kelompok sasaran penerima manfaat program (Herman, 1987: 19). Dalam penelitian kuantitatif, digunakan teori yang ada untuk kemudian dibuktikan dengan data yang ada di lapangan sehingga dari analisis antara teori dan data yang ada dapat diambil suatu keputusan. Kebenaran dalam penelitian kuantitatif adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui deskripsi akurat tentang suatu variabel, dan memiliki daya generalisasi yang baik. Teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu teori program (Wholey et all, 2010: 60). Asumsi tentang sumberdaya dan aktivitas yang diharapkan dapat mengarah pada pencapaian outcome sering disebut sebagai teori program. Suatu model logika merupakan alat berguna dalam menjelaskan teori porgram. Assumptions about resources and activities and how these are expected to lead to intended outcomes are often referred to as program theory. A logic model is a useful tool for describing
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
14
program theory (Wholey et all, 2010: 60). Teori program sesuai dengan logika model dalam penelitian ini yaitu aspek input, prosess, dan outcome yang telah ditentukan oleh pengelola program termasuk didalamnya yaitu indikator-indikator pencapaiannya.
1.5.2 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi adalah penelitian penerapan yang mencoba dan menentukan seberapa baiknya program mencapai tujuannya (Neuman, 2006: 26). Penelitian Evaluasi Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) bersifat evaluatif sumatif. Evaluasi sumatif mempunyai tujuan untuk membuat penilaian terhadap suatu program atau keberhasilan program berdasarkan hasil (outcome). Evaluasi sumatif bisa hanya difokuskan pada suatu program tanpa membandingkan dengan program lain (Scriven, 1991: 340). Oleh karena itu, penelitian ini melakukan penilaian outcome program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) tanpa membandingkan dengan penelitian program di kota lain yang termasuk wilayah sasaran program (Sukoharjo, Kudus, Padang dan Pontianak). Evaluasi
sumatif dilakukan jika
program kegiatan sudah selesai
dilaksanakan. Penelitian sumatif bermanfaat datanya bagi para pendidik/pengelola program yang menghadapi program yang dievaluasi berkenaan dengan hasil, program atau prosedur program. Scriven (1991: 340) menyatakan bahwa evaluasi sumatif terhadap suatu program (atau kegiatan lain yang dievaluasi) dilakukan setelah program tersebut selesai dilaksanakan. Sedangkan, Patton (1997: 67) menyatakan bahwa evaluasi sumatif merupakan bentuk utama dan evaluasi yang berorientasi pada penilaian. Herman (1987: 16 - 17) menjelaskan tentang evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memberikan informasi serta melakukan penilaian terhadap program yang dapat membantu pembuat keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan program selanjutnya setelah berakhirnya program. Evaluasi sumatif juga disebut sebagai evaluasi outcome yang mempunyai arti yaitu menguji tercapainya tujuan (outcome) program atau tidak (Herman, 1987: 18).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
15
Setiap kegiatan yang dilaksanakan mempunyai tujuan tertentu. Jenis penelitian evaluasi dipilih karena bertujuan untuk memilih, memperbaiki, dan memantapkan hasil kebijakan atau program yang telah dijalankan. Hasil dari pengkajian ilmiah jenis ini berupa informasi guna mendukung pengambilan keputusan yang bersifat khusus seperti perbaikan-perbaikan program selanjutnya. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada tujuan. Evaluasi dimaksudkan untuk mengembangkan kerangka berpikir dalam rangka pengambilan keputusan. Menurut Herman (1987: 18) pengujian dalam evaluasi outcome dilakukan kepada partisipan program seperti staf, donor dan penerima manfaat. Dalam penelitian ini memfokuskan pengujian atau pengukuran outcome dari penerima manfaat Pogram Penguatan PUK sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat yaitu perempuan usaha mikro dan kecil di Solo. Program tersebut telah berakhir sejak 2011.
1.5.3 Model Evaluasi Penelitian evaluasi ini mengacu pada model yang dikemukakan oleh World Bank (2004: 2 - 7) terbagi menjadi lima komponen sebagai berikut: 1.
Input (masukan), merupakan sumber yang terdapat dalam sebuah program yang meliputi sumber dana, personel, fasilitas, perlengkapan dan tenaga ahli.
2.
Activities (aktivitas), merupakan kegiatan-kegiatan yang berjalan selama program.
3.
Output (keluaran), merupakan pelayanan atau produk yang dihasilkan langsung dari program.
4.
Outcome (hasil), merupakan efek atau hasil dari sebuah aktivitas atau output.
5.
Impact (dampak), merupakan konsekuensi jangka panjang dari suatu program.
Penelitian ini hanya melihat dari tahap input sampai dengan outcome, Mengenai model logis dari program pemberdayaan perempuan pelaku usaha mikro
dijabarkan dalam bentuk bagan dibawah ini sesuai dengan logframe
program penguatan PUK:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
16
Goal/Impact: Meningkatnya usaha kecil-mikro yang dikelola perempuan sebagai pendorong gerakan ekonomi rakyat. Purpose/Outcome: 1. Berkembangnya usaha yang dikelola PUK. 2. Meningkatnya posisi tawar JARPUK dalam penyusunan kebijakan ekonomi daerah. 3. Berfungsinya NGO ASPPUK sebagai BDS provider untuk pengembangan ekonomi rakyat Output 1: 1. Meningkatnya kapasitas PUK dalam pengembangan usaha. 2. Meningkatnya skala usaha PUK yang menjadi pemanfaat program. 3. Terbangunnya jaringan bisnis antar PUK lintas wilayah (kabupaten dan propinsi) dengan para pihak untuk pemenuhan kebutuhan produksi, bahan baku dan perluasan pasar. Output 2: 1. Meningkatnya jumlah anggota dan kader potensial setiap tahun. 2. Meningkatnya kapasitas JARPUK dalam advokasi ekonomi rakyat. 3. Meningkatnya solidaritas JARPUK dalam memperjuangkan hak-hak ekonominya. 4. Menguatnya aliansi JARPUK dengan OMS lain. Output 3: 1. Meningkatnya kapasitas anggota ASPPUK sebagai BDS provider. 2. Sekretariat ASPPUK berperan sebagai fasilitator BDS. 3. Terbangunnya sistem informasi dan data base PUK. 4. Terbangunnya jaringan BDS dengan pelaku bisnis Activities/Process: 1. Pendampingan Bisnis PUK 2. Pelatihan Manajerial Usaha 3. Pelatihan Aspek Keterampilan teknis produksi dalam pengembangan usaha 4. Pelatihan motivasi, manajemen perencanaan 5. Pelatihan teknik mencipt pasar dan pengembangan usaha 6. Fasilitasi dengan calon buyer 7. Asistensi dan konsultasi bisnis Input: 1. Sekretariat ASPPUK Nasional dan atau Wilayah 2. NGO Pendamping/Pelaksana
3. PUK 4. Dana 5. Sarana dan Prasarana
Gambar 1.1 Logic Model Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil di Solo Sumber: ASPPUK: 2008 Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
17
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa logika model program yang berisi outcome, purpose, output, process dan input. Sedangkan untuk indikator dari Masing-masing aspek dalam logical framework yang menjadi fokus penelitian (penerima manfaat), dapat dilihat dalam operasionalisasi konsep (lihat tabel 1.2)
1.5.4 Operasionalisasi Konsep Operasionalisasi konsep penelitian berdasarkan input, activities, output, dan outcome sesuai dengan kerangka logis program yang telah ditentukan oleh pemilik program yaitu ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil). Namun ada beberapa pemakaian istilah yang berbeda oleh pemilik program tetapi memiliki arti sama. Perbedaan itu pada tahap outcome yang memiliki arti sama dengan purpose. Berikut ini operasionalisasi konsep dilihat dari aspek, input, activities, output, dan outcome/purpose:
No Variabel 1.
Tabel 1.2 Operasionalisasi Konsep Berdasarkan Variabel Program Penguatan PUK Indikator Sub Indikator Skala
Item
Outcome/Purpose: 1.Berkembangnya usaha yang dikelola PUK
50% PUK yang terlibat dalam program meningkat penjualannya minimal 25% per tahun.
Peningkatan omzet tahun 2009 Peningkatan omzet tahun 2010 Peningkatan omzet tahun 2011
50% PUK yang terlibat dalam program meningkat laba usahanya minimal 25% pertahun.
Peningkatan laba tahun 2009 Peningkatan laba tahun 2010
Ordinal
1a, 1b, 1c, 1d.
Ordinal
2a, 2b, 2c, 2d.
Peningkatan laba tahun 2011
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
18
Tabel 1.2 (lanjutan) No
Variabel
Indikator 50% volume usaha PUK yang memproduksi barang meningkat minimal 25% pertahun.
50% tenaga kerja PUK meningkat. 2.Meningkatnya posisi tawar PUK dalam penyusunan kebijakan daerah.
2.
Minimal pengurus dan kader di tingkat kabupaten sebagai penggerak masyarakat untuk mencintai dan menggunakan produk usaha mikro-kecil. Menguatnya partisipasi JARPUK dalam proses kebijakan publik tentang perempuan dan usaha.
Sub Indikator Peningkatan produksi tahun 2009 Peningkatan produksi tahun 2010 Peningkatan produksi tahun 2011
Skala
Item
Ordinal
3a, 3b, 3c, 3d.
Tenaga kerja PUK meningkat selama 2009 − Ordinal 2011 25% Pengurus dan kader membeli produk PUK
25% PUK terlibat dalam
Ordinal
4a, 4b, 4c, 4d 5
Ordinal
6
Ordinal
7
Ordinal
8, 9
Ordinal
10, 11
Ordinal
12
Musyawarah Perencanaan Kelurahan
Activities/Process 1. Bantuan Teknis dan Pengembangan usaha
70% peserta dapat mengidentifikasi masalah-masalah usaha yang dihadapinya. 60 % peserta melakukan perubahan pengelolaan usahanya, bergantung persoalan yang dihadapi masingmasing PUK. 50% peserta pasca pelatihan membuat perencanaan usahanya secara tertulis Pasca pelatihan 50% peserta mengalami peningkatan skala usahanya.
PUK dapat menemukan masalah-masalah dalam menjalankan usaha
PUK mengatasi masalah yang dihadapi
PUK melakukan perencanaannya secara tertulis
Peningkatan volume usaha PUK
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
19
Tabel 1.2 (lanjutan) No
Variabel
Indikator Pasca pelatihan 50% peserta mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan untuk usaha
Sub Indikator PUK mendapat pengetahuan yang didapat setelah pelatihan/progam
Skala
13 Ordinal
PUK melakukan praktik keterampilan yang di dapat setelah pelatihan/program 60 % peserta memiliki ketrampilan baru dalam produksi yang dikuasai dari pelatihan 50% Peserta mampu melakukan produksi sesuai rencana usaha.
50% Peserta mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk 50% Peserta melakukan inovasi produk baru dalam pengembangan usaha. 50% peserta mampu mencapai target keuntungan minimal 25% dari rencana.
2. Pengembangan Pasar
50 % terdapat produk unggulan di tingkat kabupaten. 50 % Terjadi transaksi yang berlanjut pasca pameran, minimal untuk 2 jenis produk dalam pameran. 50% peserta Ada transaksi bisnis selama pameran.
Item
14
PUK mendapat keterampilan baru dalam produksi setelah pelatihan/program
Ordinal
15, 16
PUK menjalankan produksi berdasarkan perencanaan yang di buat
Ordinal
17
PUK mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk usahanya
Ordinal
18
PUK melakukan cara baru dalam usaha.
Ordinal
19
PUK mencapai target keuntungan dari perencanaan yang dibuat
Ordinal
20, 21
PUK memiliki produk keunggulan di tingkat kabupaten
Ordinal
22, 23
Produk PUK dibeli setelah pameran
Ordinal
24
PUK mendapat keuntungan / laba selama mengikuti pameran
Ordinal
25
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
20
Tabel 1.2 (lanjutan) No
Variabel
Indikator Minimal ada 3 produk baru dari 50% PUK dikenal oleh masyarakat diluar wilayah 50% Jar-PUK semakin dikenal di wilayah Kabupaten
3. Asistensi dan Konsultasi Bisnis a. Kebutuhan PUK
b. Keterlibatan pendamping
c. Keterlibatan fasilitator/ instruktur pelatihan
3.
Sub Indikator
Skala
Item
3 jenis produk PUK dikenal oleh masyarakat diluar wilayah penjualan
Interval
26
JarPUK dikenal di wilayah kabupaten
Ordinal
27
Kebutuhan PUK terpenuhi selama pelaksanaan program
Ordinal
28, 30, 31
50% kunjungan pendampingan secara intensif dalam setiap tahapan program
1 - 3 kali pendamping mengunjungi PUK selama program
Interval
29
Konsultasi dengan pendamping
50% PUK mendapat manfaat dari pendamping
Ordinal
32, 33
Keterlibatan fasilitator/instruktur pelatihan
50% PUK mendapat manfaat dari fasilitator/instruktur pelatihan
Ordinal
34, 35
Ordinal
Ia
70% kebutuhan PUK dalam pengembangan usaha terfasilitasi selama pelaksanaan program
Input Usia 1. PUK (Penerima Manfaat)
Status Pernikahan Bantuan selain dari program Asppuk
Usia anggota PUK Latar belakang pendidikan PUK Status pernikahan PUK PUK mendapat bantuan diluar program Asppuk
Kegiatan selain dari program Asppuk
PUK mengikuti kegiatan diluar program Asppuk
Pendidikan
Ij
Ordinal
36
Ordinal
Sumber: diolah dari Piertzak dan ASPPUK, 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Ii
Ordinal Nominal
37
21
Jenis skala pada variabel outcome pada tabel 1.2 berjenis ordinal, karena dalam analisis datanya dilakukan dengan membuat kategori tingkatan yaitu menurun, tetap dan meningkat. Sesuai dengan Sugiyono (2009: 24) yang menyatakan bahwa data ordinal adalah data yang berjenjang atau berbentuk tingkatan.
1.5.5 Desain Riset Penelitian Desain evaluasi program mencakup suatu proses dan seperangkat rencana atau hasil tertulis. Desain evaluasi merupakan bentuk rencana untuk melakukan evaluasi yang meliputi komponen; fokus evaluasi, cara menjaring informasi, mengolah informasi yang didapatkan, membuat laporan, dan melakukan review atau peninjauan kembali terhadap semua langkah evaluasi yang telah dilakukan. Desain evaluasi program yang menggunakan pendekatan kuantitatif, pada prinsipnya mengikuti langkah seperti yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Format rancangannya mencakup konteks atau pernyataan tentang apa yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi terhadap suatu program, kemudian apa tujuan dilakukannya evaluasi program. Selanjutnya dibuat pertanyaan-pertanyaan yang merujuk pada informasi apa yang dijaring guna mencapai tujuan evaluasi yang telah ditetapkan. Kemudian ditetapkan pula metode yang mencakup penetapan desain evaluasi, subjek yang dievaluasi, instrumentasi untuk menjaring data, serta pengolahannya (Creswell, 2008: 73). Pada pendekatan kuantitatif, karakteristik yang menonjol adalah pada pernyataan hipotetik yang sepadan dengan rumusan masalah pada penelitian kuantitatif, subjek penelitian yang mempertimbangkan metode sampling dan pengolahan data yang merujuk pada pembuktian hipotesis menggunakan uji statistika tertentu. Pada pengolahan data dipilih cara yang lebih banyak menyatakan kualitas suatu data dalam bentuk angka-angka dan kemudian diuji dengan menggunakan penghitungan rumus-rumus sesuai dengan pola hubungan antar variabel yang ingin dibuktikan. Kesimpulannyapun dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang didukung oleh angka-angka. Evaluator yang menggunakan cara ini menganggap bahwa
angka-angka
mempermudah,
menyatakan,
membandingkan,
dan
mempertinggi akurasi.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
22
Design penelitian ini menggunakan data deskriptif yaitu sesuai dengan penjelasan Babbie (2004: 89), sebagain besar penelitian sosial bertujuan untuk mendeskripsikan situasi atau kejadian. Peneliti mengamati dan mendeskripsikan secara ilmiah, hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Dengan demikian deskripsi ilmiah lebih akurat dan tepat. Sedangkan dari segi dimensi waktu, penelitian ini bersifat Cross Sectional Studies. Menurut Rubin & Babbie (2008: 236) cross sectional studies merupakan penelitian yang mengukur fenomena dalam sekali waktu dan sering dipakai pada penelitian deskriptif. Fonomena yang diukur dalam penelitian ini adalah pencapaian hasil program Penguatan Perempuan Usaha Kecil sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat. Rancangan penelitian ini menggunakan jenis Pre-Experimental Studies dengan tipe one shot case study. Pre-Experimental Studies digunakan dengan tujuan untuk mengeneralisasi informasi deskriptif (Rubin & Babbie 2008: 262). One shot case study yaitu rancangan dari suatu kelompok subjek yang dikenakan suatu perlakuan tertentu (program), lalu setelah itu dilakukan pengukuran terhadap variabel yang sudah ditentukan (Suryabrata, 2004: 100). Keuntungan dari one shot case study yaitu membantu masalah-masalah yang dapat diteliti dan mengembangkan gagasan atau alat ukur dalam action research atau evaluation research (Issac, 1978: 36) Gambar rancangan one shot case study dapat dilihat di bawah ini: Treatment X
Post test T2
Gambar 1.2 One-Shot Case Study Sumber : Suryabrata, 2004: 100
1.5.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Rencana penelitian diawali dengan studi pustaka dan penyusunan topik pada Maret sampai dengan tahap pengolahan dan analisis data yaitu Desember minggu ke empat. Keseluruhan jangka waktu penelitian yaitu selama Sembilan bulan. Lokasi pengumpulan data ini berdasarkan subjek penelitian ini yaitu penerima
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
23
manfaat Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat di Kota Solo, Kecamatan Pasar Kliwon, Jebres, Serengan, Laweyan, dan Banjarsari. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, waktu dan tempat disesuaikan dengan kondisi yang dimiliki responden. Alasan pemilihan lokasi tersebut seperti yang tertulis dalam latar belakang yaitu PUK Solo merupakan PUK yang berhasil dibandingkan dengan kelompok sasaran lain yang termasuk wilayah program. Berikut ini tabel waktu penyusunan tesis: Tabel 1.3 Jadual Penyusunan Tesis
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Waktu Kegiatan 1. Studi kepustakaan dan penyusunan topik 2. Pengurusan perijinan
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
3. Komunikasi dan pengalian informasi dan data dengan pengelola lembaga/ program (Jakarta) 4. Seminar Proposal 4. Penelurusan informasi dengan pelaksana program (Solo) /Survey Awal 4. Pengambilan data (kuesioner) 5. Pengolahan dan analisis data 6. Laporan hasil/ Sidang uji.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
1
2
3
4
24
1.5.7 Populasi dan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012: 80 - 81). Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat digeneralisasi untuk populasi tersebut (Neuman, 2006: 219)
Populasi pada penelitian ini yaitu
penerima manfaat program, Perempuan Usaha Kecil (PUK) di kota Solo yang berjumlah 417 orang. Jenis populasi merupakan jenis populasi terbatas karena mempunyai sumber data yang jelas batasnya secara kuantitatif sehingga dapat dihitung jumlahnya (Riduwan, 2005: 55). Berdasarkan sifatnya, populasi dan sampel dalam penelitian ini bersifat homogen yaitu perempuan usaha kecil di Solo. Sesuai dengan pendapat Riduwan (2005: 55), populasi homogen berarti sumber data yang unsurnya memiliki sifat yang sama.
1.5.8 Teknik Pemilihan Sampel Teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili keadaan populasi (Riduwan, 2005: 57). Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling karena memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel (Riduwan, 2005: 57). Probability sampling merupakan tata cara satu-satunya untuk memungkinkan menarik kesimpulan yang representatif bagi populasi yang diteliti. Jenis probability sampling yang digunakan yaitu disproportionate stratified random sampling. Menurut Rubin & Babbie (2008: 357), disproportionate stratified random sampling merupakan salah satu jenis dari probability sampling yang memilih sampel berdasarkan beberapa kategori nonproporsional di setiap strata dalam populasi. Kategori dan strata dalam penelitian ini yaitu masing-masing jenis usaha dari perempuan usaha kecil (PUK). Populasi penelitian ini berjumlah 417 dan sampel ditentukan yaitu sebesar 30% dari total populasi. Penentuan sampel berdasarkan Neuman (2006: 241) yaitu jika populasi berjumlah kurang dari 1.000 maka sampel diambil 30% dari
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
25
populasi. Jadi jumlah sampel 125 responden. Rumus dalam menentukan sampel yaitu berdasarkan Prasetyo (2007: 130) yaitu:
Populasi1 Sampel1 =
x
Total Sampel
Total Populasi Gambar 1.3 Rumus Penarikan Sampel Sumber: Prasetyo, 2007: 130
Contoh penghitungan diatas pada kecamatan Jebres yang memiliki jumlah PUK 155, maka ditentukan dengan penerapan rumus diatas, yaitu: 155 Sampel (Jebres) =
x
125
=
46.46 dibulatkan menjadi 46
417 Penerapan rumus tersebut juga diberlakukan untuk kecamatan lainnya sehingga didapat masing-masing sampel masing-masing kecamatan berikut ini:
Tabel 1.4 Sampel Penelitian Kecamatan Jebres Serengan Laweyan Banjarsari Pasar Kliwon Total
Jumlah
Sampel
Pembulatan
155
46.46
46
62
18.59
19
53
15.89
16
15
4.50
4
132
39.57
40
417
125
125
Sumber: diolah kembali 2012, berdasarkan Prasetyo, 2007: 130
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
26
1.5.9 Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
diperlukan
sebagai
alat
bantu
untuk
mengumpulkan data penelitian. Metode pengumpulan data dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Studi Pustaka (Literature Review) Studi pustaka merupakan penelusuran informasi kepustakaan yang menggambarkan pandangan-pandangan terdahulu maupun sekarang tentang topik penelitian yang terdapat dalam jurnal-jurnal, buku-buku, maupun dokumen lain yang sejenis. Studi pustaka juga berguna untuk mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian (Creswell, 2008: 89). Hasil studi pustaka dalam penelitian ini berupa definisi dan konsep para ahli yang sesuai dengan topik dan metode penelitian. Definisi dan konsep dalam penelitian ini sebagai penambah wawasan penelitian dan menganalisis temuan lapangan.
2. Studi dokumen Studi dokumentasi adalah kegiatan pengambilan/pengumpulan data yang diperlukan dan sudah tertulis serta diolah oleh orang lain atau suatu lembaga (Adi, 2004: 61).
Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menggali
informasi serta memahami konsep-konsep yang selanjutnya dijadikan landasan dalam menganalisis temuan lapangan. Terkait dengan penelitian ini maka studi dokumen yang digunakan yaitu proposal program Penguatan Perempuan Usaha Kecil sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat, Logical Framework Program dan data base monitoring anggota PUK.
3. Survey Kuesioner merupakan suatu instrumen pengumpulan data yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan terkait tujuan penelitian (Adi, 2004: 77). Menurut Rubbin & Babbie (2008: 201) cara yang digunakan pekerja sosial dalam penelitian yaitu dengan bertanya kepada masyarakat mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan operasionalisasi variabel. Dalam penelitian ini, pertanyaan dibuat berdasarkan variabel-variabel yang sudah ditetapkan dalam
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
27
operasionalisasi konsep diambil dari Logical Framework Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat. Jenis kuesioner dalam penelitian ini bersifat tertutup dan terbuka. Daftar pertanyaan disajikan dalam bentuk pilihan-pilihan jawaban sehingga responden memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya (Riduwan, 2005: 71). Responden diajukan daftar pertanyaan (kuesioner) dan memilih salah satu jawaban dari pilihan jawaban yang di sedi. Jenis pertanyaan bersifat tertutup atau berstruktur dan pertanyaan terbuka, sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Riduwan (2005: 72) yaitu angket atau daftar pertanyaan yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda silang (X). Sedangkan angket terbuka atau tidak terstruktur ialah angket yang di sajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak keadaannya (Riduwan, 2005: 71). Pertanyaan dalam penelitian ini yaitu dalam satu kuesioner terdapat pertanyaan tertutup dan terbuka.
1.5.10 Teknik Analisis Data Analisis data penelitian ini merujuk pada pernyataan Prasetyo (2007: 170 184) terdiri dari lima tahap yaitu coding, entering data, cleaning data, data output, dan data analyzing. a. Coding Data. Data dan informasi yang diperoleh, dikategorisasikan terlebih dahulu dengan cara memberi kode pada setiap jawaban/variabel dengan menggunakan simbol angka. b. Entering Data. Memasukan data dari lembar kuesioner yang sudah diisi oleh responden dengan bantuan komputer dan SPSS© 19. c. Cleaning Data. Proses pembersihan dan pengecekan keakuratan data yang masuk untuk menemukan apakah ada data yang salah atau tidak. Jenis cleaning data dengan cara possible code cleaning yaitu melakukan perbaikan kesalahan kode akibat salah memasukan kode. d. Data Output. Hasil pengolahan data yang berbentuk numerik (angka) dan grafik.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
28
e. Data Analyzing. Proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap pengolahan data. Analisis data pada penelitian ini yaitu anlisis deskriptif univariat dan bivariat. Keseluruhan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu SPSS©19.
1.5.10.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan pada satu variabel dari hasil penelitian untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010: 182) pada umumnya dalam analisis univariat hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti. Tujuan dari analisis secara univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti berkaitan dengan pencapaian indikator. Analisis univariat (satu variabel) dengan menggunakan frekuensi terbesar (modus) digunakan dengan jenis skala penelitian ordinal.
1.5.10.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010: 183). Dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel process dengan outcome dan variabel input dengan outcome. Uji yang digunakan yaitu tabel silang dan chi square. Menurut Riduwan (2005: 132), metode chi square (χ²) digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki/hasil observasi (fo) dengan frekuensi yang diharapkan (fe) dari sampel. Hal tersebut untuk melihat apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak. Intrepretasi hasil chi square yaitu jika χ² hitung ≥ χ² tabel maka Ho di tolak. jika χ² ≤ χ² hitung maka Ho diterima. Prosedur korelasi bertujuan untuk mengetahui dua hal pada hubungan antar dua variabel : 1.
Apakah kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan yang signifikan.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
29
2.
Jika terbukti hubungan adalah signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat hubungan tersebut dengan menggunakan signifikansi Tau Kendall, pemilihan uji tersebut digunakan untuk data ordinal pada penelitian ini sesuai dengan Sugiyono (2009: 27) yang menyatakan bahwa untuk skala ordinal dapat menggunakan uji Tau Kendall.
Hubungan kedua variabel ditentukan dengan pernyataan hipotesis asosiatif (hubungan) yang berarti suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan antara dua variabel atau lebih Sugiyono (2009: 89). Sehingga dalam penelitian ini dipakai hipotesis: Ho: Tidak ada hubungan antara kedua variabel (baris dan kolom). H1: Ada hubungan antara kedua variabel (baris dan kolom)
Pengambilan Keputusan Dasar Pengambilan Keputusan Berdasarkan perbandingan Chi-Square hitung dengan Chi-Square tabel: o Jika Chi-Square Hitung < Chi-Square Tabel maka Ho diterima. o Jika Chi-Square Hitung > Chi-Square Tabel maka Ho ditolak.
Atau dengan melihat nilai signifikansi (probabilitas): o Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima o Jika probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak
Menurut Siegel (1992: 57) analisis chi square dilakukan dengan berdasarkan syarat pengujian: 1.
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (E) kurang dari 1
2.
Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (E) kurang dari 5, lebih dari 20% dari keseluruhan sel.
Penyajian data tabel Chi square pada bagian outcome dibagi menjadi tiga kategori yaitu menurun, tetap dan meningkat jika syarat Chi square diatas terpenuhi. Sedangkan jika syarat Chi square tidak terpenuhi, seperti terdapat nilai
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
30
harapan dibawah nilai minimum, maka dilakukan penggabungan kategori pada kategori outcome. Dua kategori tersebut yaitu (1) menurun dan tetap, (2) meningkat. Hal tersebut dilakukan agar kedua variabel dapat dilihat hubungannya. Tes Chi Square cocok digunakan untuk menganalisis data dengan kategori dua atau lebih (Siegel, 1992 :53). Jika dalam analisis bivariat tidak memenuhi syarat chi square maka dilakukan dengan tabel silang (crosstab). Tabulasi silang (crosstab) untuk menganalisis variabel-variabel dalam penelitian ini, sesuai dengan yang dijelaskan Amir (2006: 76) bahwa analisis crosstab tidak hanya menghasilkan data frekuensi setiap sel, tetapi lebih dari itu dapat mengukur independensi antar variabel atau keterhubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Metode analisis silang (Crosstab/Crossclasifed) memiliki beberapa metode pendekatan yang berbeda dan menggunakan uji statistik yang berbeda pula, bergantung pada banyaknya variabel dan cell yang diidentifikasi hubungannya satu sama lain. Tabulasi silang merupakan metode untuk mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda ke dalam suatu matriks. Hasil tabulasi silang disajikan ke dalam suatu tabel dengan variabel-variabel yang tersusun sebagai kolom dan baris. Penyajian data tabel silang dalam penelitian ini, pada variabel outcome dibagi menjadi tiga kategori yaitu (1) menurun, (2) tetap dan (3) meningkat. Hal tersebut dilakukan untuk melihat lebih jelas presentase terbesar dari masing-masing kategori variabel outcome. Kegunaan
analisis
tabulasi
silang
adalah
dalam
menyelesaikan
permasalahan analisis data. Manfaat yang dapat diperoleh dari analisis tabulasi silang yaitu: 1.
Membantu menyelesaikan penelitian yang berkaitan dengan penentuan hubungan antara variabel atau faktor yang diperoleh.
2.
Dapat menentukan dua variabel dependent (terikat) dan variabel independent (bebas) dari dua variabel yang dianalisis. Dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel process dengan outcome dan variabel input dengan outcome.
Dilihat bahwa analisis tabel silang sangat membantu perencanaan dalam menganalisis pada tahap selanjutnya, sebagai dasar dalam pengambilan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
31
keputusan. Analisis tabulasi silang berguna apabila data yang diperolah merupakan data dalam bentuk data kategori yang diperoleh dari survey primer. Untuk melihat hubungan variabel dalam tabel silang, menurut Babbie (2003: 193) beberapa peneliti menggunakan ketetapan minimal 10% diantara kedua variabel. Jadi jika dalam analisis tabel silang penelitian ini terdapat selisih minimal 10% diantara kedua variabel, maka dilanjutkan dengan uji chi square untuk melihat hubungan dan untuk kekuatan hubungan diantara kedua variabel dilakukan dengan uji Tau Kendall. Untuk melihat sifat hubungan Tau Kendall dilakukan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat (Riduwan, 2005: 138). Koefisien korelasi Tau Kendall digunakan sesuai dengan skala penelitian yaitu skala ordinal. Jika dalam keputusan terdapat hubungan antara kedua variabel maka dilanjutkan dengan melihat kekuatan hubungan tersebut. Jenis skala yang digunakan dalam analisis bivariat penelitian ini yaitu ordinal oleh karena itu untuk melihat
kekuatan
hubungan
atau
koefisien
korelasi
dilakukan
dengan
menggunakan uji Tau Kendall. Menurut Zanten (1994: 244) untuk mengetahui kekuatan hubungan dua variabel skala ordinal dapat menggunakan uji korelasi Tau Kendall. Setelah melalui pengujian chi square (χ²) dan hasilnya signifikan, maka untuk menentukan keeratan hubungan digunakan kriteria koefisien korelasi Kendall, yaitu : Tabel 1.5 Pedoman untuk Memberikan Intepretasi Koefisien Korelasi Kendall Nilai Korelasi Tingkat Hubungan < 0.2
Sangat rendah
0.21 – 0.40
Rendah
0.41 – 0.70
Sedang
0.71 – 0.90
Kuat
0.91 - 1.00
Sangat kuat
Sumber : Sugiyono, 2004: 96
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
32
Berikut ini gambar tahapan dalam melakukan analisis data penelitian: Data Coding
Data Entering
Tidak ada
Ada kesalahan Data
Data Output: 1. Numerik 2. Grafik
Data Analyzing: 1. Univariat 2. Bivariat
Gambar 1.3 Tahapan Analisis Data Sumber: Prasetyo, 2007: 171
1.5.11 Teknik Meningkatkan Kualitas Data Upaya meningkatkan kualitas data evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini dengan tahapan yaitu uji reliabilitas dan validitas terhadap data yang diperoleh di lapangan sebelum melakukan pengambilan data akhir (kuesioner). Dalam rangka menghindari kesalahan alat ukur maka insrumen penelitian berupa kuesioner diuji coba sebelum diberikan ke responden. Hal ini sesuai dengan Bungin (2010: 159) yang menyatakan bahwa uji coba instrumen perlu dilakukan untuk menghindari kegagalan total dalam pengumpulan dan analisis data. Sampel yang dipilih untuk uji coba kuesioner yang mempunyai kemiripan dan sepadan dengan sampel penelitian sebenarnya. Menurut Sugiyono (2012: 121), validitas menunjukkan sejauh mana instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, sehingga terdapat kesamaan antara variabel yang terkumpul dengan data yang diteliti. Kuesioner dapat diuji coba dengan jumlah Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
33
sample 30 responden (Sugiyono, 2012: 125). Oleh karena itu uji coba kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 30 perempuan usaha mikro, kecil, dan menengah dari lima kecamatan di Kota Solo. Perwakilan sampel uji coba tersebut dipilih yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji coba kuesioner ini dilakukan untuk menilai apakah pertanyaan yang dibuat dapat dimengerti oleh responden atau tidak. Apabila terdapat kekurangan atau kesalahan, maka peneliti melakukan perbaikan.
1.5.11.1 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dimaksudkan agar suatu fakta mempunyai ketergantungan dan konsistensi dengan hal yang lain, sehingga bukan hanya menjadi suatu teori atau hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga menurut Neuman (2006: 188), reliabilitas berarti ketergantungan dan konsistensi alat ukur. Hal ini berlaku jika suatu hal yang terjadi dalam suatu kondisi yang sama maka hal tersebut akan terulang. Dalam dunia nyata sebenarnya sulit untuk mengukur hal yang intangible atau bersifat kualitatif, sehingga dibutuhkan uji ini. Tipe reliabilitas berikut metode pengukurannya dengan jenis Representative Reliability untuk memastikan apakah pengukuran
menghasilkan hasil yang sama jika
diaplikasikan pada grup sampel yang berbeda. Dengan menggunakan metode Subpopulation analysis, dapat dilihat apakah pertanyaan yang diberikan menghasilkan data yang sama jika diberikan kepada suatu kelompok orang dari pada kelompok lainnya (Neuman, 2006: 189) dengan menguji reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili dengan nilai Alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95 % atau tingkat signifikan 5 %. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha = 0,05 (Riduwan, 2005: 115). Kriteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan menggunakan teknik ini, bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6. Berikut ini tabel tingkat realibilitas berdasarkan nilai Alpha.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
34
Tabel 1.6 Nilai Ketetapan Tingkat Realibilitas Alpha Cronbach Alpha
Tingkat Reliabilitas
00 - 0.20
Sangat Randah
> 0.20 - 0.40
Rendah
> 04 - 0.60
Cukup
> 0.60 - 0.80
Tinggi
> 0.80 - 1
Sangat Tinggi
Sumber: Riduwan, 2005: 98
Berdasarkan ketetapan nilai realibilitas Alpha-Cronbach, maka nilai > 0,6 dinyatakan memiliki realibilitas tinggi. Dalam melakukan uji realibilitas, penelitian ini menggunakan alat bantu SPSS©19 dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Memberikan nomor pada kuesioner yang masuk.
2.
Mengelompokkan item pertanyaan.
3.
Memasukan kategorisasi skor jawaban dari responden.
4.
Melakukan analisis pada reliabilitas.
Berikut ini merupakan hasil uji realibilitas yang dilakukan dalam penelitian. Item-item pertanyaan yang dilakukan yang memiliki jawaban seragam. Untuk uji realibilitas outcome, pertanyaan yang di uji yaitu omzet, laba, volume produksi, dan tenaga kerja. Dalam tabel Case Processing Summary menunjukan bahwa terdapat 30 responden yang menjawab semua pertanyaan (lihat lampiran 2, tabel 1). Sedangkan untuk nilai hasil uji coba Alpha-Cronbach dalam penelitain ini dapat. Berdasarkan hasil hitung dengan menggunakan SPSS©19 maka dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alpha sebesar 0.893. Nilai tersebut berarti lebih besar dari 0.80. Berdasarkan kategori nilai ketetapan Cronbach's Alpha maka variabel outcome memiliki kategori realibilitas sangat tinggi. (lihat pada lampiran 2, tabel 2).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
35
Berdasarkan hasil uji realibilitas outcome dapat dilihat nilai masing-masing item pertanyaan pada bagian r hitung memiliki nilai diatas r tabel dari hasil nilai ketetapan df= n-2 (30-2) = 28 yaitu 0,374 (pada tingkat kemaknaan 5%). Dengan demikian item-item pertanyaan variabel outcome tersebut reliabel. (lihat lampiran 2, tabel 3). Realibilitas proses dilakukan pada pertanyaan-pertanyaan yang memiliki jawaban yang seragam. Hasil uji coba pada item-item pertanyaan process (lihat pada lampiran 2, tabel 4). Sedangkan untuk hasil uji Cronbach's Alpha = 0.667 > 0.06 menunjukan bahwa uji realibilitas memiliki tingkat yang tinggi. Berdasarkan hasil uji realibilitas dapat dilihat nilai masing-masing item pertanyaan pada bagian Corrected Item-Total Correlation atau nilai r hitung memiliki nilai diatas r tabel dari hasil nilai ketetapan df= n-2 (30-2) = 28 yaitu 0,374 (pada tingkat kemaknaan 5%). Dengan demikian item-item pertanyaan variabel process tersebut reliabel. (lihat lampiran 2, tabel 5)
1.5.11.2 Uji Validitas Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, Arikunto (1995:63) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Dalam suatu penelitian maka keabsahan data dan hasil analisis sangat diperlukan untuk mendukung teori dan hipotesis yang diambil. Untuk itu hasil dari kuesioner yang disebar sebagai instrumen pengumpulan data penelitian ini diuji validitasnya. Untuk itu setiap responden mengisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tanpa tekanan dan intervensi dari pihak/orang lain. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk menguji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung ≥ r tabel. Diketahui df = 30 - 2 yaitu 28, nilai r tabel adalah 0, untuk tingkat signifikasi 5%. Jadi nilai Corrected Item –Total Correlation dibawah nilai 0,374 dinyatakan tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner. Untuk melihat validitas penelitian ini maka hasil uji validitas yang di dapat dari uji coba 30 responden dapat dilihat pada lampiran 3, tabel 1.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
36
Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa item item pertanyaan pada variabel outcome dalam Corrected Item-Total Correlation (r hitung) > dari Cronbach's Alpha if Item Deleted (r tabel = 0.374). Artinya item-item dalam pertanyaan variabel outcome valid. (lihat lampiran 3, tabel 1). Sedangkan untuk hasil uji validitas variabel process dapat dilihat pada tabel dibawah ini, r hitung atau Corrected Item-Total Correlation > r tabel (Cronbach's Alpha if Item Deleted) yang memberi arti bahwa item-item dalam variabel tersebut valid. Item-item dalam kuesioner variabel proses lebih besar dari 0.374 yang menunjukkan bahwa varibel tersebut valid. Berikut ini tabel uji validitas variabel proses. (lihat lampiran 3, tabel 2).
1.6 Keterbatasan Penelitian Dalam beberapa hal peneliti sepenuhnya menyadari bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Evaluator berasal dari luar lembaga (evaluator eksternal) yang menyebabkan keterbatasan dalam memahami karakteristik program lembaga dibandingkan dengan evaluator internal. Namun demikian, evaluator eksternal bisa lebih objektif dalam melakukan proses evaluasi dan memberikan laporan evaluasi. 2. Pengukuran hanya dilakukan kepada penerima manfaat program, pengukuran pendamping/fasilitator diukur berdasarkan sudut pandang penerima manfaat (klien). Walaupun penelitian ini hanya mengukur dari penerima manfaat tetapi mengingat penelitian sebelumnya, yang berkaitan dengan perempuan usaha kecil belum terdapat penelitian evaluasi maka penelitian ini sudah memberikan kontribusi berarti bagi dunia akademis dan penelitian lanjutan tentang evaluasi sumatif program perempuan usaha kecil.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
37
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab. Masing-masing dari bab tersebut menjelaskan hal-hal yang menjadi penjabaran dalam judul bab. Berikut ini sistematika penulisan penelitian:
BAB 1. Pendahuluan: Bab ini menjelaskan tentang latar belakang usaha mikro dan munculnya program Penguatan PUK sebagai kekuatan ekonomi rakyat, permasalahan, tujuan, manfaat, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB 2. Tinjauan Pustaka: Bab ini berisi tentang teori yang relevan terkait penelitian sebagai pengembangan wawasan dan analisis penelitian. BAB 3. Gambaran Umum Penelitian: Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum lokasi penelitian, lembaga ASPPUK dan Program Penguatan PUK sebagai wadah pengembangan ekonomi rakyat. BAB 4. Temuan Lapangan: Bab ini mendeksripsikan hasil temuan lapangan yaitu mengenai capaian Program (outcome) dan faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian outcome ditinjau dari aspek process dan input.. BAB 5. Pembahasan: Dalam bab ini berisi tentang analisis data terkait hasil pencapaian indikator outcome program dan faktor-faktor yang memengaruhi program di lihat dari aspek input dan procces. BAB 6. Kesimpulan dan Saran: Bab ini berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi dari temuan-temuan di lapangan.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini menguraikan kerangka teori yang berkaitan dengan penelitian. Kajian tentang tinjauan pustaka dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang jelas penelitian tentang konsep pemberdayaan dan konsep-konsep lain seperti usaha mikro, evaluasi dan prosedur evaluasi program. Selanjutnya sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengukur pencapaian outcome melalui program penguatan keberdayaan perempuan pelaku usaha mikro, maka perlu dibahas mengenai teori-teori evaluasi dan program. Berdasarkan teori dan konsep tersebut dapat dibuat suatu skema analisis maupun alur pemikiran yang akan digunakan dalam menganalisis hasil temuan lapangan yang relevan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian penjabaran teori dan konsep merupakan upaya untuk mempertanggungjawabkan keseluruhan penelitian secara teoretis dan menambah wawasan terkait dengan topik penelitian.
2.1 Pemberdayaan Perempuan Munculnya konsep pemberdayaan pada awalnya, menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat, kelompok atau individu agar menjadi lebih berdaya. Selanjutnya pemberdayaan menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya (Pranarka, 1996: 56-57). Jadi dalam proses pemberdayaan terdapat dua pihak yang saling terkait, yakni unsur luar berupa lembaga maupun individu yang memberi kekuatan (power to powerless) dan pihak yang mengalami proses pemberdayaan (empowerment of the powerless) sehingga punya kekuatan untuk dapat mengambil peran berharga bagi lingkungannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa inti pemberdayaan adalah upaya untuk mengubah keadaan individu atau kelompok agar menjadi lebih berdaya. Hal
38
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
39
ini didukung oleh pendapat Hulme & Turner dalam Pranarka (1996: 62-63), sebagai berikut: "Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan
orang-orang
pinggiran
yang
tidak
berdaya
untuk
memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Karena itu, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubunganhubungan kekuasaan (kekuatan) yang berubah antara individu, kelompok, dan lembaga-lembaga sosial. Pemberdayaan juga merupakan proses perubahan pribadi, karena masing-masing individu mengambil tindakan atas nama
diri
mereka
sendiri
dan
kemudian
mempertegas
kembali
pemahamannya terhadap dunia tempat ia tinggal."
Keberdayaan individu dapat dilihat dari kemampuannya untuk berpikir kreatif, inovatif, mandiri, dan dapat mendayagunakan semua pengetahuan yang dimiliki sehingga mampu membangun dirinya sendiri dan membangun lingkungannya (Sedarmayanti, 2003: 122). Selain itu pemberdayaan juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu mendukung proses pembangunan. Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan Kartasasmita (1997: 54-55) bahwa: "Kelemahan negara berkembang dalam penyelenggaraan pembangunan terutama terletak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan pembangunan berupa tenaga kerja yang berkualitas, yakni tenaga kerja yang kreatif produktif, memiliki disiplin dan etos kerja, serta mampu mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang (enterprising)." Dengan demikian pemberdayaan yang dilakukan akan dapat memberi manfaat terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Karena dalam pemberdayaan tersebut ada upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat melalui upaya penyiapan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
40
pembangunan.
Hal
ini
sejalan
dengan
pengertian
pemberdayaan
yang
dikemukakan oleh Ife (1995: 182), yaitu : "Empowerment means providing people with the resource, opportunities, knowledge and skill to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and effect the life of their communite; (Pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat
sumber daya, kesempatan,
pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan memengaruhi dalam kehidupan komunitas mereka)."
Partisipasi tersebut bukan hanya ditujukan terhadap keputusan tentang proyek atau program, lebih dari itu kemampuan berpartisipasi sebagai wujud keberdayaan masyarakat akan dapat memberikan kontribusi bagi pelaksanaan pembangunan berkesinambungan. Hal ini bisa dicapai jika pemberdayaan yang dilakukan dapat menggali dan menumbuhkan berbagai bidang keahlian masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam pengumpulan data sosio ekonomi, memantau dan mengevaluasi proyek, mencek kebenaran sosio budaya yang dikumpulkan oleh orang luar, memberikan pengetahuan teknik dan memberikan kontribusi informasi ruang dan sejarah tentang proyek-proyek terdahulu yang barangkali serupa serta penyebab keberhasilan atau kegagalannya (Uphoff, 1984 dalam Cernea, 1988: 459). Selanjutnya, lfe (1995: 62) juga mengemukakan bahwa memberdayakan masyarakat
mengandung
makna
mengembangkan,
memandirikan,
menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan disegala bidang. Sejalan dengan pendapat diatas, Shardlow (1998: 32) mengemukakan bahwa: "Empowerment is centrally about people taking control of their own lives and having the power to shape their own future." (Pemberdayaan pada intinya adalah tentang bagaimana masyarakat mengontrol kehidupannya dan mempunyai kekuatan untuk membentuk masa depannya sendiri). Jadi jika masyarakat (baik individu maupun kelompok) telah mengalami proses pemberdayaan maka
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
41
diharapkan mereka akan mampu untuk mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah pemunculan daya atau penguatan yang lemah. Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses, dimana kekuatan masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan lebih dominan dan dalam pelaksanaanya peranan masyarakat lebih diutamakan. Hal ini mungkin dicapai dengan menguatkan kapasitas mereka melalui pemberian kesempatan. keahlian dan pengetahuan sehingga mereka mampu untuk menggali dan memanfaatkan potensi yang mereka miliki.
2.1.1 Proses Pemberdayaan Dalam proses pemberdayaan hal yang dilakukan seorang pelaku perubahan terhadap target perubahan baik pada tingkat individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas adalah upaya mengembangkan dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Sehingga target perubahan tersebut mempunyai kekuatan dalam penentuan keputusan dan tindakan atas hidup mereka dengan meningkatanya kapasitas dan kepercayaan dirinya. Proses tersebut bisa terjadi dengan menggunakan atau melalui transfer daya dari lingkungan ke target perubahan (Payne, 1997: 266). Hal yang sangat penting dalam proses pemberdayaan adalah nuansa yang humanis.
Dalam
arti
pemberdayaan
tidak
hanya
dimaksudkan
untuk
mengembangkan potensi ekonomi masyarakat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga diri serta terpeliharanya tatanan nilai sosial budaya setempat. Dengan kata lain proses pemberdayaan tidak hanya membedakan nilai tambah ekonomis tetapi juga nilai tambah sosial budaya (Hikmat, 2001: 100). Tinjauan tentang proses pemberdayaan lebih dalam dikemukan oleh Kartasasmita (1996:144), sebagai berikut: "Sebagai upaya untuk memberikan kekuatan dan kemampuan, berarti di dalam pemberdayaan mengandung dua pihak yang perlu ditinjau dengan seksama yaitu pihak yang diberdayakan dan pihak yang memberdayakan. Agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan diperlukan komitmen yang
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
42
tinggi dari kedua pihak. Dari pihak pemberdaya harus beranjak dari pendekatan bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai program dan proyek pembangunan, akan tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya
sendiri.
Untuk
itu,
maka
dalam
pemberdayaan
masyarakat, harus mengikuti pendekatan yang terarah, dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dan menggunakan pendekatan kelompok."
Kemudian dalam melakukan proses pemberdayaan para agen perubahan (community worker), dapat melakukan dua pendekatan melalui intervensi makro dalam pengembangan masyarakat sebagaimana disebutkan (Batten, 1967), yaitu: "Pertama, pendekatan direktif (directive approach) dilakukan berlandaskan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini peranan community worker bersifat lebih dominan karena prakarsa kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari community worker, dan dialah yang menetapkan yang baik atau buruk bagi masyarakat, cara-cara yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya, dan selanjutnya menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut. Kedua, pendekatan non direktif, dilakukan berlandaskan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenamya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pada pendekatan ini community worker lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi masyarakat." Adi (2003: 228)
Selain itu, pendekatan yang dapat digunakan dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendekatan yang berorientasi pada proses dari bawah (bottom up), Keuntungan pendekatan yang berorientasi pada proses dari bawah ini menurut Mikkelsen (2003: 29) yaitu : 1.
Data dikumpulkan, dikaji, dan dicoba secara langsung oleh pemakai.
2.
Pemecahan masalah sudah langsung dapat dicoba selama berlangsungnya proses itu sendiri.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
43
3.
Menjadi meningkat penghargaan atas masalah yang dihadapi para stakeholder, konteks kebudayaan, serta perubahan kondisi.
4.
Kelemahan dan kekuatan langsung dipahami oleh mereka yang ikut dalam proses.
5.
Semakin meningkat motivasi rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lantaran semakin memahami masalah yang dihadapi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa dalam proses
pemberdayaan terdapat dua pihak yang saling berhubungan yaitu, pihak yang memberdayakan dan pihak yang diberdayakan. Dalam melakukan pemberdayaan, pihak pemberdaya perlu memilah-milah strategi pemberdayaan yang tepat disesuaikan dengan kondisi target perubahan.
2.1.2 Strategi Pemberdayaan Untuk dapat menciptakan masyarakat yang mampu mendukung pelaksanaan program pembangunan diperlukan strategi pemberdayaan melalui pengembangan kreativitas, inovasi dan pendayagunaan modal intelektual sebagai kekayaan baru organisasi guna menghadapi masa depan (Sedarmayanti, 2003: 112). Kreativitas merupakan pengembangan ide baru, dan inovasi merupakan proses penerapan ide tersebut secara aktual ke dalam praktik. Tantangan terbesar bagi pemerintah dalam proses pemberdayaan adalah memengaruhi masyarakat untuk menerima ide baru kemudian berhasil mengimplementasikan ide tersebut. Untuk itu diperlukan strategi-strategi pendekatan masyarakat. Berbagai strategi pemberdayaan sebenamya telah banyak dicoba untuk diterapkan pada program-program pembangunan, namun cenderung mengalami kegagalan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan self-sustain capacity masyarakat. Untuk itu strategi pemberdayaan yang dilakukan hendaknya memberi tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dan suatu kelompok masyarakat yang berlandasakan pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung (Friedmann dalam Kartasasmita, 1996: 145).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
44
Penerapan strategi seperti disebutkan diatas dapat juga dilakukan dengan mempedomani strategi yang dikemukan Ife (1995: 63-64), yang mengatakan bahwa terdapat tiga strategi dalam pemberdayaan, yakni sebagai berikut: a.
"Empowerment through policy and planning is achieved by developing or changing structures and institutions to bring about more equitable access to resources or services, and opportunities to participate in the life of the community" (Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dicapai dengan pengembangan atau perubahan struktur dan kelembagaan untuk akses yang lebih merata terhadap sumber daya atau pelayanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat).
b.
"Empowerment through social and political action emphasises the importance of political stuggle and change in increasing effective power. How this is applied depends on one's understanding of power in the political process" (Pemberdayaan melalui aksi sosial dan politik menitikberatkan pada pentingnya perjuangan politik dan perubahan dalam pengembangan kekuasaan yang efektif).
c.
"Empowerment through education and conciousness raising emphasises the importance of an educative process(broadly understood in equiping poeple to increase their power this incorporates nations of conciousness raising: helping people to understand the society and the structures of oppression, giving people the vocabulary and the skills to work towards effective change" (Pendidikan dan penyadaran mengembangkan pentingnya proses pendidikan yang dapat melengkapi warga masyarakat untuk meningkatkan kekuasaannya. Untuk itu diperlukan peningkatan kesadaran tentang pemahaman masyarakat dalam arti luas dan struktur penindasan, memberikan pada masyarakat tentang wawasan dan keterampilan untuk perubahan yang efektif). Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa sebenamya banyak
strategi-strategi pemberdayaan yang dirumuskan oleh para ahli. Pada intinya semua strategi pemberdayaan menekankan akan pentinganya komitmen dari pihak pemberdaya untuk mengurangi kekuatan dan kekuasan mereka dan memandang pihak yang diberdayakan bukanlah sebagai objek melainkan sebagai subjek.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
45
Dengan demikian pihak yang diberdayakan harus ditempatkan pada posisi sentral, sehingga dapat menumbuhkan kekuatan dan kemampuan untuk menentukan masa depannya sendiri.
2.2 Usaha Mikro Kecil (UMK) Sebagai acuan utama pengertian UKM pada kajian ini mengacu pada Undang-undang UKM Nomor 20 Tahun 2008, yaitu: 1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
46
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima
ratus
juta
rupiah)
sampai
dengan
paling
banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 4) Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Pengertian industri kecil dalam penelitian ini berbeda dengan istilah industri dalam ilmu ekonomi yang berarti kumpulan perusahaan sejenis, maka UKM atau industri kecil dalam penelitian
ini
menggunakan
definisi
BPS
yakni
perusahaan/usaha industri adalah suatu unit kesatuan produksi yang terletak di suatu tempat tertentu dan melakukan kegiatan mengubah barang mentah menjadi barang jadi/setengah jadi atau dari barang bernilai rendah menjadi barang bernilai tinggi. Pengertian industri kecil di Indonesia sangat beragam, diantaranya: a) Menurut Bank Indonesia definisi industri kecil berdasarkan nilai asetnya. Yang dimaksud industri kecil adalah usaha yang memiiiki nilai aset (tidak termasuk tanah dan bangunan) bernilai kurang dari Rp 600 juta. (UU No.9 Tahun 1995) b) Menurut Kadin yang dimaksud industri kecil adalah usaha industri yang memiliki modal kurang dari Rp 150 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari Rp 600 juta (UU No.9 Tentang Usaha Kecil). c) Menurut katagori BPS, usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu : (1) Industri rumah tangga dengan pekerja 1 s/d 4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5 s/d 19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. (BPS: 2008).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
47
d) Menurut Departemen Perdagangan dan Perindustrian memberikan batasan usaha kecil dengan membedakannya menjadi kelompok industri kecil dan perdagangan kecil. Industri kecil adalah kelompok usaha yang mewakili investasi peralatan dibawah 70 juta, investasi pertenaga kerja maksimal Rp 625 ribu. Jumlah tenaga kerja 20 orang, serta memiliki aset perusahaan tidak lebih dari Rp 100 juta. Perdagangan kecil digolongkan sebagai perusahaan yang bergerak di bidang usaha produksi atau industri yang memiliki modal maksimal Rp 200 juta. (sesuai UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil) e) Berdasarkan UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, batasan terhadap UKM yaitu usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset bersih Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak Rp 1 miliar, milik warga Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan.
2.2.1 Kategori Jenjang/Klaster Usaha ASPPUK Tabel berikut ini merupakan kategori jenjang usaha menurut ASPPUK yang menjadi sasaran program: Tabel 2.1 Kategori Usaha Menurut ASPPUK Keterangan
Rintisan
Berkembang
Akumulasi modal
Umur usaha
< 2 tahun
≥ 2 tahun
≥ 2 tahun
Omzet per tahun*
< Rp 100 juta
Rp 100 - 200 juta
> Rp 200 juta
Kekayaan Bersih**
< Rp 5 juta
Rp 5-25 juta
> Rp25 juta
Tenaga kerja***
1 (PUK sendiri)
2-5
> 5 Orang
Mitra usaha PUK****
< 5 PUK
5 -10 PUK
> 10 PUK
Sumber: ASPPUK, 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
48
*
Hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku.
**
Hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (Kas, Uang di Bank, Persediaan, Peralatan Usaha, piutang)
*** Tenaga kerja tetap **** Mitra usaha adalah jejaring antar PUK
Proses pengkategorian pasca pendataan: 1. Melihat hasil dari pedataan setelah di input. 2. Dari data terlihat sebaran jenis usaha PUK. 3. Analisis Data dengan menggunakan kriteria-kriteria tingkatan usaha yang telah disepakati. 4. Lihat presentase terbesar jenis usaha yang ada. Kemudian di pilih mana yang akan dilibatkan dalam program BDS yang akan berjalan. 5. Pengambilan keputusan klastering dilakukan bersama-sama NGO-JarPUK dan masukan Konsultan.
Dari beberapa pengertian diatas, usaha mikro, kecil dan menengah selalu digabung dalam analisisnya, sehinga gabungannya itu disebut UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang digunakan secara baku di negara lain. Dengan demikian terdapat perbedaan kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia, dimana Departemen Perindustrian, Perbankan, dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menggunakan kriteria modal, sementara Departemen Tenaga Kerja dan Badan Pusat Statistik menggunakan kriteria Tenaga Kerja. Sedangkan ASPPUK memiliki tiga kategori yaitu usaha rintisan, berkembang dan akumulasi modal. Terdapat persamaan pengertian jenis usaha yang diberikan ASPPUK dengan BPS, BI, dan Kadin dilihat dari aspek omzet dan tenaga kerja. Berikut ini tabel pengertian tentang usaha mikro dan kecil:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
49
Tabel 2.2 Kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah dilihat dari Omzet
Instansi
Rintisan
Deperindag, BI, Kadin
Mikro/
Kecil/
Berkembang
Akumulasi Modal
< Rp 200 Juta
Rp 200 Juta − Rp 1
Rp 1 − 5
Milyar
Milyar
hingga Rp.15
> Rp.300 juta
> Rp. 2,5
juta
sampai dengan
Milyar sampai
paling banyak Rp.
dengan paling
2,5 Milyar
banyak Rp. 50
−
−
Menengah
Milyar ASPPUK
< Rp 100
Rp 100 − Rp
Juta
200 Juta
> Rp 200 Juta −
Sumber: diolah dari berbagai sumber, 2012
Tabel 2.3 Kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah dilihat dari Jumlah Tenaga Kerja Instansi
Rintisan
Deperinda, BI, Kadin
−
Mikro/
Kecil/
Menengah
Berkembang
Akumulasi Modal
1 − 4 Tenaga
5
Kerja
Kerja
− 19 Tenaga 20 − 99 Tenaga Kerja
(UU No.9 Tahun 1995) ASPPUK
Sendiri
2 − 5 Tenaga > 5 Tenaga Kerja Kerja
−
Sumber: diolah dari berbagai sumber, 2012
Dari tabel di atas maka dapat dilihat pengertian jenis usaha berdasarkan omzet pertahun dan jumlah tenaga kerja. Kategori atau kluster yang diberikan ASSPUK Rintisan untuk usaha yang baru mulai, berkembang untuk usaha mikro, kecil untuk akumulasi modal. Sedangkan untuk usaha menengah tidak termasuk
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
50
dalam kelompok sasaran Program Penguatan JarPUK sebagai Kekuatan Ekonomi Rakyat. Penerima manfaat yang tergolong dalam Perempuan Usaha Kecil (PUK) berarti usaha mikro dan kecil.
2.2.2 Permasalahan Industri Mikro dan Kecil UKM memiliki beberapa permasalahan dalam mengelola dan memasarkan produknya. Pada umumnya permasaahan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM) menurut Hafsah (2004: 41) antara lain meliputi:
A. Faktor Internal 1. Kurangnya Permodalan Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya UKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang bersifat tertutup, yang mengandalkan pada modal si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta bank tidak dapat dipenuhi.
2. Sumber Daya Manusia yang Terbatas Keterbatasan SDM Usaha Kecil Mikro baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan sangat berpengaruh terhadap manajemen pengolahan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit berkembang secara optimal. Disamping itu dangan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Penetrasi Pasar UKM yang umumnya merupakan unit usaha keluarga mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karenanya produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
51
4. Tingkat Pendidikan Umumnya, UKM dipimpin langsung oleh pemilik sehingga kemampuan manajerial pemilik tercermin dari tingkat pendidikannya. Dengan kata lain semakin
tinggi tingkat
pendidikan
pimpinan
UKM
maka
kemampuan
manajerialnya akan semakin baik. Dengan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka pimpinan UKM memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, misalnya sumber pendanaan alternatif yang lebih menguntungkan dapat mendukung pengembangan usaha (Fakrullah, 1997: 45).
5. Skala usaha UKM didirikan dengan berbagai macam tujuan, salah satunya adalah memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh merupakan alat bagi perusahaan untuk melakukan aktivitas usaha selanjutnya. UKM yang tidak memiliki kemampuan dalam membukukan pendapatan maka akan mengalami finansial distress dan akhirnya mengalami kebangkrutan.
Sawir (2001: 65)
mengatakan bahwa pendapatan merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Sawir (2001: 68) menambahkan bahwa pendapatan ini akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan dan efektivitas pengelolaan UKM. Keberhasilan UKM dalam membukukan pendapatan atau keuntungan, yang dilihat dari periode sebelumnya, merupakan indikasi peningkatan usaha UKM.
B. Faktor Eksternal 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusahapengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
52
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Wilayah Kurangnya
inforrnasi
yang
berhubungan
dengan
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya.
3. Implikasi Otonomi Daerah Perubahan sistem ini akan berimplikasi terhadap pelaku UKM berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan kepada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah tersebut.
4. Implikasi Perdagangan Bebas Dalam Hal ini UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti Isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 9100), isu HAM dan isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan Perdagangan Non Tarif (Non tariff barrier to trade).
5. Sifat Produk dengan Jangka Pendek Sebagian besar produk UKM memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk busana dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.
6. Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. Berdasarkan studi yang dilakukan WO Migerg, Musselman dan Hughes (Sutojo, 1994: 15) didapat kesimpulan bahwa ciri-ciri umum keterbelakangan industri mikro dan kecil meliputi beberapa hal antara lain kegiatannya cenderung tidak formal dan jarang memiliki rencana usaha, struktur organisasinya bersifat sederhana, jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
53
tidak melakukan pemisahan kekayaan pribadi dengan kekayaan usaha, sistem perhitungan akuntansinya kurang baik bahkan kadang tidak dimiliki sama sekali, skala ekonominya terlalu kecil sehingga sulit menekan biaya, kemampuan pemasaran serta diversifikasi pasarnya cenderung terbatas dan margin keutungannya sangat tipis. Kesemua faktor tersebut tidak bisa dilepaskan dari faktor-faktor struktural hubungannya dengan akses birokrasi. Banyak disadari bahwa Usaha Kecil dan Mikro (UKM) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan, yaitu melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan pemberdayaan masyarakat, peningkatan produktivitas. Keberhasilan UKM tidak hanya tergantung kepada produk dan modal melainkan juga pada manajemen yang tepat dalam pengelolaan usaha. Salah satu komponen kunci keberhasilan bisnis UKM adalah elemen konteks dalam perkembangan UKM (Renstra Kementrian Koperasi dan UKM 2004 - 2009). Elemen konteks ini meliputi pemasaran, teknologi, akses informasi, kesiapan kewirausahaan, jaringan sosial, legalitas, akses modal, dukungan pemerintah dan rencana bisnis. Beberapa
faktor
manajemen
merupakan
komponen
kritis
dalam
menumbuhkan peran industri secara cepat. Faktor manajemen tersebut adalah: 1. sumber-sumber keuangan yang menjamin bahwa pertumbuhan bisnis mampu membiayai pertumbuhan stok, aset tetap, dan sebagainya, yang jika tidak dapat dipenuhi, maka bisnis akan menghadapi krisis likuiditas karena tidak dapat memenuhi kewajiban finansial dalam jangka pendek. 2. sistem resources dalam bentuk tingkat kepuasan sistem pengawasan, perencanaan dan informasi. Untuk mengatasi masalah pemasaran produk UKM yang dialami oleh pengusaha, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi. Untuk mengembangkan UKM perlu dibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin usaha kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar. Melalui koperasi masalah yang dihadapi oleh pengusaha di daerah dapat teratasi (Syahza, 2003: 8)
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
54
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan Usaha UKM agar mampu berdaya saing tinggi harus dilihat dari kondisi UKM saat ini (Sutrisno, 2006: 125). Daya saing ditentukan oleh kemampuan SDM untuk memproduksi kualitas barang, harga, disain dan faktor lingkungan yang memberikan faktor kondusif agar UKM mampu bersaing secara ketat. Saingan atau kompetitor UKM menurut permasalahan diatas adalah maraknya produk-produk luar negeri seperti pakaian jadi baik yang baru maupun yang bekas, yang mendapat respon meningkat dari masyarakat karena kualitas, harga terjangkau dan desain yang disenangi. Untuk mengimbangi produk tersebut perlu ditingkatkan kemampuan UKM agar UKM dapat atau mampu memproduksi bahan-bahan yang dibutuhkan tersebut. Karena kebutuhan pasar adalah mutu, disain, efisiensi yang tinggi sehingga harga terjangkau masyarakat. Dengan demikian dalam hal ini variable internal (omzet, laba, tenaga kerja, manajemen usaha) yang perlu di kaji adalah (1) Kemampuan diri untuk memproduksi kualitas barang, (2) total penjualan, (3) harga, (4) modal usaha, (5) desain produk, (6) kemampuan bersaing, (7) kemampuan memilih jenis usaha. Sedangkan faktor eksternal yang diduga mempengaruhi adalah (1) kran impor yang harus dibatasi, (2) harga bahan baku, (3) ongkos transportasi, (4) jumlah pembeli, (5) ongkos produksi, (6) teknologi peralatan, (7) daerah pemasaran dan diversifikasi produk (Sutrisno, 2006: 126).
2.2.3 Upaya Pengembangan UMKM Dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menurut Hafsah (2004: 43 - 44) pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, lembaga/organisasi UKM dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut : 1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
55
2. Bantuan Permodalan Pemerintah lembaga/organisasi UKM perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM. Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undangundang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan.
4. Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan Meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
56
dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan
semua
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha. Sedangkan menurut menurut Jaka (2010: 98) upaya dalam mengembangkan UKM yaitu: 1. Kemudahan dalam Akses Permodalan Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM adalah aspek permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
57
rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif Yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek permodalan ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan ketergantungan; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema penggunaan atau kebijakan pengalokasian modal ini tidak terjebak pada perekonomian subsisten. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama. Inti pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal
kepada
masyarakat,
selain
kurang
mendidik
masyarakat
untuk
bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, juga akan dapat mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.
2. Bantuan Pembangunan Prasarana Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
58
3. Pengembangan Skala Usaha Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit dicapai di kalangan orang miskin, oleh sebab itu akumulasi kapital harus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil dapat mengendalikan distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual. Melalui kelompok, mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan distribusi. Pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis. Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar input produksi. Aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.
4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah terbentuk akan tetapi dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola jaringan usaha melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di Indonesia. Meskipun sayangnya banyak industri kecil yang justru tidak memiliki jaringan sub kontrak dan keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan besar sehingga eksistensinya pun menjadi sangat rentan. Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global. Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi Usaha Kecil Menengah
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
59
untuk berkembang. Upaya pengembangan jaringan pemasaran dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs UKM di seluruh kantor perwakilan pemerintah di luar negeri. Penguatan ekonomi rakyat melalui pemberdayaan UKM, tidak berarti mengalienasi
pengusaha
besar
atau
kelompok
ekonomi
kuat.
Karena
pemberdayaan memang bukan menegasikan yang lain, tetapi give power to everybody. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah. Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil, efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak akan diberdayakan.
5. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh
kemampuan
pelaku-pelaku
dalam
industri
kecil
tersebut
untuk
mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional. Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
60
menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004: 24). Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UKM adalah Pendampingan. Pendampingan UKM memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang perlu dipikirkan bersama adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi pendamping masyarakat. Pengalaman empirik dari pelaksanaan IDT, P3DT, dan PPK, dengan adanya pendamping, ternyata menyebabkan biaya transaksi bantuan modal menjadi sangat mahal. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata juga masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan pendamping insitu, bukan pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses pemberdayaan bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.
6. Peningkatan Akses Teknologi Penguasaan teknologi merupakan salah satu
faktor
penting
bagi
pengembangan Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM.
7. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan sangat ditentukan dengan ada atau tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
61
Menengah. Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi perijinan bagi UKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengembangkan UKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi terselenggaranaya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja UKM. Selain itu perlu ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai pungutan yang tidak tepat, keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta pengawasan dan pembelaan terhadap praktek-praktek persaingan usahah yang tidak
sehat
dan
didukung
penyempurnaan
perundang-undangan
serta
pengembangan kelembagaan.
2.3 Evaluasi Program Pemerintah ataupun lembaga non pemerintah dalam melaksanakan programprogram pembangunan selalu menyertainya dengan kegiatan evaluasi program. Pengertian evaluasi program menurut Patton (1997: 23) adalah: "Program evaluation is the systematic collection of information about the activities, characteristics, and outcomes of programs to make judgements about the program, improve program effectiveness, and/or inform decisions about the future programming." (Evaluasi program adalah kumpulan informasi yang sistematis tentang kegiatan, karakteristik, dan hasil program untuk membuat penilaian tentang program, meningkatkan efektivitas program, dan/atau menginformasikan keputusan tentang program masa depan).
Patton (1997:24) kemudian mengemukakan bahwa definisi tersebut di atas terdiri dan tiga komponen yang saling berhubungan yakni : 1. The systematic collection of information (kumpulan informasi yang sistematik).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
62
2. A potentially broad range of topics (suatu topik luas yang potensial). 3. For a variety of posible judgement and use (untuk penilaian dan penggunan yang bervariasi). Evaluasi program pada prinsipnya dilaksanakan untuk dua tujuan yakni pertama, untuk memilih dan menetapkan kegiatan yang akan dilaksanakan, dimana evaluasi perlu dilaksanakan karena pertimbangan akan ketersediaan dana dalam melakukan berbagai kegiatan yang perlu dilaksanakan, dan walaupun dana yang tersedia cukup tapi dibutuhkan lebih dari sekadar uang untuk memecahkan permasalahan sosial yang kompleks. Karena tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan maka harus ada dasar untuk menetapkan yang mana sebaiknya dilaksanakan, yaitu evaluasi (Patton, 1997: 11). Kedua, untuk menilai/mengukur kegiatan yang sedang maupun telah selesai dilaksanakan. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dimaksudkan untuk dapat meningkatkan efektivitas kegiatan, memecahkan masalah yang tidak terduga, dan meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan mengarah pada hasil yang diinginkan. Selanjutnya evaluasi terhadap kegiatan yang telah selesai dimaksudkan untuk mengukur/menilai efektivitas keseluruhan pelaksanaan program, kinerja, capaian, serta hasil program, sehingga dapat dibuat keputusan mengenai kelanjutan suatu program (Patton, 1997: 67-69). Tabel di bawah ini merupakan definisi tentang evaluasi program yang di kemukakan oleh beberapa ahli:
Tabel 2.4 Definisi Evaluasi Menurut Ahli No Sumber
Uraian
1.
Hawe (1995:
Evaluasi merupakan proses pengamatan dan pengukuran
205)
dan hasil pengukuran tersebut dibandingkan terhadap kriteria dan standar yang telah ditetapkan.
2.
World Bank
Evaluasi merupakan penilaian yang sistematis dan
(2004: 1)
seobyektif mungkin suatu proyek, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau sudah selesai, baik dalam desain, pelaksanaan dan hasilnya.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
63 Tabel 2.4 (lanjutan) 3. Dunn (2003: 608)
Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.
5.
Arikunto (1999:
Evaluasi program merupakan suatu rangkaian kegiatan
290 - 291)
yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Kegiatan evaluasi program dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan.
Sumber: Literatur penelitian
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan evaluasi dilaksanakan untuk melihat atau mengukur apakah program atau kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai hasil atau tingkat kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain evaluasi merupakan suatu proses penilaian tentang keberhasilan atau kegagalan suatu program, kebijakan atau kegiatan yang telah direncanakan dan berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat dirumuskan rekomendasi perbaikan program, kebijakan, atau kegiatan pada masa yang akan datang. Terdapat dua tipe evaluasi formal menurut Dunn (2003: 604) yaitu sumatif dan formatif seperti penjelasan dibawah ini: 1. Evaluasi sumatif, yang meliputi usaha untuk memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu. Evaluasi sumatif digunakan untuk menilai produkproduk kebijakan dan program publik yang stabil dan mantap 2. Evaluasi formatif, meliputi usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau pencapaian tujuan-tujuan dan target formal.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
64
Mengenai evaluasi sumatif, Scriven (1991: 340) menyatakan bahwa evaluasi sumatif terhadap suatu program (atau kegiatan lain yang dievaluasi) dilakukan setelah program tersebut selesai dilaksanakan. Sedangkan, Patton (1997: 67) menyatakan bahwa evaluasi sumatif merupakan bentuk utama dan evaluasi yang berorientasi pada penilaian. Agar pelaksanaan evaluasi program dapat bermanfaat, seorang evaluator harus dapat memfasilitasi dan memberdayakan para stakeholder dalam pengambilan keputusan. Untuk itu seorang evaluator harus menyertai hasil evaluasinya dengan nilai-nilai yang menjadi pedoman, menyajikan kerangka kerja yang berdasarkan standar dan prinsip evaluasi, serta mengacu pada prinsip sistematis, berdasarkan data, kompetensi sikap, jujur dan mempunyai integritas. Selain itu seorang evaluator harus menghindari dominasi kekakuan metodologis berupa rancangan percobaan, data kuantitatif, dan analisis statistik terhadap kegunaan evaluasi, karena yang terpenting adalah para pembuat keputusan (stakeholder) dapat memahami hasil evaluasi sehingga masalah dapat diselesaikan (Patton, 1997: 16). Lebih lanjut, langkah-langkah dalam melakukan evaluasi program menurut Patton (1997: 206) terdiri dari: 1.
Search for explanation of the successes, failures, and changes in a program. (Mencari penjelasan menyangkut kesuksesan, kegagalan, dan perubahan dalam suatu program).
2.
Under field conditions in the real world, people and unforeseen circumstances shape programs and modify initial plans in ways that are rarely trivial. (Di bawah kondisi-kondisi dunia nyata, dan keadaan tidak diketahui orang-orang membentuk program dan memodifikasi rencana awal dalam cara-cara yang tidak ringan).
3.
Evaluator sets out to understand and document the day-to-day reality of the setting or setting under study. This means unraveling what is actually happening in a program by searching for the major patterns and important nuances that give the program its character. (Evaluator mengedepankan untuk memahami kenyataan hari demi hari menentukan telaah. Artinya apa yang benar-benar terjadi dalam suatu program tidak terpisah-pisah dengan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
65
mencari pola teladan yang utama dan nuansa penting yang memberi karakter tersendiri pada program. 4.
Becoming sensitive to both qualitative and quantitative changes in program throughout their development, and becoming intimately acquainted with the details of the program. (Sensitif kepada baik perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam seluruh pengembangan program, dan mengenal dengan menyeluruh dan detail menyangkut program).
5.
Investigate informal patterns and unanticipated consequences in the full context of program implementation and development. (Menyelidiki pola informal dan konsekuensi tidak diantisipasi dalam kaitan dengan seluruh konteks implementasi dan pengembangan program).
6.
Collect the perceptions of the people close to program about how things are going. A variety perspective may be sought from people inside and outside the program. (Menghimpun persepsi orang-orang yang dekat dengan program tentang bagaimana berbagai hal berjalan. Perspektif yang bervariasi mungkin dapat dicari dari orang-orang di dalam dan di luar program itu).
7.
Process data from early pilot efforts were used to inform the designs of subsequent centers as the program expanded. (Memproses data dan awal yang digunakan untuk menginformasikan perancangan selanjutnya dan memperluas program). Sedangkan menurut World Bank (2004:3), langkah-langkah dalam
melakukan evaluasi terdiri dari: 1.
Perencanaan: a. Memahami secara menyeluruh mengenai program, proyek atau kebijakan dengan cara menelusuri konteks yang akan dievaluasi kemudian mengembangkan model yang logis. b. Menentukan pertanyaan evaluasi dan isu-isu yang akan digunakan dengan melihat kebutuhan stakeholder. c. Menentukan metodologi evaluasi yang melipuli penentuan pertanyaan evaluasi
yang
spesifik,
memilih
desain/rancangan
yang
sesuai,
menentukan ukuran yang akan digunakan, mengembangkan strategi
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
66
pengumpulan data, temasuk sampling, mengembangkan strategi analisis data, review dan menguji metodologi yang digunakan. d. Menyiapkan term of reference (aturan evaluasi). e. Siapkan rencana kerja terutama mengenai sumber daya dan waktu yang dibutuhkan.
2. Pelaksanaan a. Mengumpulkan data b. Menyiapkan data untuk dianalisis. c. Analisis data d. Merumuskan hasil temuan.
3. Pelaporan a. Mengidentifikasi temuan utama terutama mengenai apa yang sedang terjadi dan apa yang tidak terjadi. b. Rekomendasi yang masuk akal terutama mengenai usulan untuk melakukan tindakan dalam bentuk yang jelas dan spesifik seperti siapa harus melakukan apa, bukti-bukti yang mendukung rekomendasi dan hubungan yang logis diantara sejumlah rekomendasi.
4. Umpan balik Umpan balik dapat berupa laporan tertulis, pertemuan singkat, sumbangan dalam proses pembelajaran dan dilakukan dengan melibatkan stakeholder dalam rencana pengembangan pelaksanaan. Untuk menjamin bahwa kegiatan evaluasi yang dilakukan dapat berguna, layak diterapkan, serta dilakukan secara jujur dan etis, Joint Committee 1994 dalam Patton (1997: 17) mengemukakan standar evaluasi sebagai berikut: 1.
Utility (kegunaan) The utility standards are intended to ensure that an evaluation will serve the practical
information
needs
of
intended
users
(standar
kegunaan
dimaksudkan untuk memastikan bahwa suatu evaluasi akan melayani kebutuhan informasi yang praktis bagi para pemakai).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
67
2.
Feasibility (kelayakan) The Feasibility standards are intended to ensure that an evaluation will be realistic, prudent, diplomatic, and frugal (standar kelayakan dimaksudkan untuk memastikan bahwa suatu evaluasi akan realistik, bijaksana, diplomatik, dan hemat).
3.
Proprierty (kebenaran) The propriety standards are intended to ensure that an evaluation will be conducted legally, ethically, and with due regard for the wellfare of those involved in the evaluation, as well as those affected by its results (standar kebenaran dimaksudkan untuk memastikan bahwa suatu evaluasi akan diselenggarakan menurut hukum, secara etis, dan dengan menghormati kesejahteraan orang yang dilibatkan dalam evaluasi, seperti halnya yang dipengaruhi oleh hasil evaluasi tersebut).
4.
Accuracy (ketelitian) The accuracy standards are intended to ensure that an evaluation will reveal and convery technically adequate information about the features that determine worth or merit of the program being evaluated (standar ketelitian dimaksudkan untuk memastikan bahwa suatu evaluasi akan mengungkapkan dan menjelaskan informasi teknis yang cukup tentang corak yang menentukan keuntungan menyangkut program yang sedang dievaluasi).
Berdasarkan kriteria standar evaluasi di atas maka penelitian ini memerhatikan empat hal tersebut. Dalam hal utility (kegunaan), bahwa penelitian ini dapat berguna dan diharapkan oleh pengelola program. Feasibility (kelayakan), sesuai dengan fakta kondisi lapangan, efisien karena data-data sekunder diambil terlebih dahulu di Sekretariat ASPPUK Nasional di Jakarta, data yang berada di ASPPUK Solo dikirim melalui email. Proprierty (kebenaran), dilakukan berdasarkan ijin dan kesepakatan dengan pengelola program dengan menghormati orang-orang yang terlibat dalam program. Accuracy (ketelitian), sesuai dengan data-data dan teori dalam metodelogi penelitian dan evaluasi. Selanjutnya, beberapa prinsip penuntun bagi seorang evaluator dalam melaksanakan proses evaluasi yang dikemukakan oleh oleh American Evaluation
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
68
Assosiation Guiding Principles for Evaluators dalam Patton (1997:21), adalah sebagai berikut : 1. Sistematic Inquiry (pemeriksaan sistematis) Evaluator conduct systematic, data based inquiries about what is being evaluated (evaluator melakukan secara sistematis, pemeriksaan pusat data yang sedang dievaluasi). 2. Competence (kemampuan) Evaluator provide competent performance to stakeholders (evaluator menyiapkan dan menujukkan kompetensinya pada stakeholder yang dihadapi). 3. Integrity/Honesty (integritas/kejujuran) Evaluator ensure the honesty and integrity of the entire evaluation process (evaluator menjamin integritas dan kejujuran keseluruhan proses evaluasi). 4. Respect for People (menghormati orang-orang) Evaluators respect the security, dignify, and self-worth of the respondents, program participants, clients, and other stakeholders with whom they interact (evaluator menghormati keamanan, martabat, dan harga diri responden, peserta program, klien, dan stakeholder lain yang berhubungan dengan mereka). 5. Responsibilities for General and Public Welfare (bertanggung jawab terhadap kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat) Evaluator articulate and take into account the diversity of interests and values that may be related to the general and public welfare (evaluator mengartikulasikan dan mempertimbangkan keanekaragaman kepentingan dan nilai-nilai yang mungkin berhubungan dengan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilaksanakan untuk menjaga pelaksanaan program dan memastikan bahwa program dilaksanakan tepat waktu, sesuai dengan anggaran dan sasaran. Biasanya, sasaran yang dituju berkaitan dengan output/keluaran (yaitu, barang atau jasa yang dihasilkan oleh program, kebijakan, atau proyek), serta outcomes/hasil (pengaruh
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
69
pada partisipan atau kelompok sasaran). Penelitian ini fokus kepada penerima manfaat tanpa melihat kesesuaian anggaran dengan pelaksanaan. Sesuai dengan tujuan penelitian. (lihat halaman 11).
2.4 Prosedur Evaluasi Program Prosedur evaluasi program pada penelitian ini merujuk pada teknik evaluasi program yang operasional sehingga mencakup urutan tahap-tahap yang dilakukan jika akan melakukan evaluasi program. Operasionalisasi evaluasi program lebih menekankan pada bagaimana cara mengumpulkan informasi yang diperlukan, seberapa banyak informasi harus dikumpulkan, bagaimana pengaturan data yang telah terkumpul, bagaimana cara mengolahnya, bagaimana cara menampilkan data tersebut kepada pihak yang memerlukan, serta efisiensi dalam mengumpulkan data (Unrau et.all, 2007: 196 - 199). Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini mengutamakan data yang bersifat numerik. Data yang berupa opini, perilaku, penampilan tidak dinyatakan dalam deskripsi tetapi diolah dahulu menggunakan pengkategorian dan kemudian diberi bobot dalam bentuk angka untuk setiap kategori. Pengumpulan datanya menggunakan instrument lembar observasi, lembar inventori, tes penguasaan kemampuan tertentu, tes unjuk kerja, self rating, dan lain lain. Semua instrument tersebut biasanya telah ditentukan pedoman pemberian skornya, sehingga nantinya data yang akan diolah lebih lanjut adalah skor yang berupa angka. Jumlah data juga menjadi sesuatu yang ditekankan pada pendekatan kuantitatif. Jumlah data yang diambil dari populasinya harus mengikuti cara pengambilan sample tertentu yang didasarkan pada seberapa besar sample tersebut dianggap mewakili populasi agar kesimpulannya bisa digeneralisasikan dan berlaku untuk populasi. Semakin besar jumlah sampelnya semakin baik. Perhatian terhadap objektivitas merupakan karakter dari pendekatan kuantitatif. Konsekuensinya instrumen
yang
digunakan
sedapat
mungkin
diketahui
validitas
dan
reliabilitasnya. Dengan mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, maka dianggap bahwa situasi saat pengambilan data berlangsung serta personifikasi pengambil data dianggap tidak memengaruhi data yang dikumpulkan (Unrau, et.all, 2007: 199 - 201).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
70
Selanjutnya pengolahan data juga menggambarkan karakteristik pendekatan kuantitatif. Pengolahan data berupa angka ditentukan oleh jenis pertanyaan hipotetik yang ingin dijawab. Jika yang ingin dilihat adalah perbedaan antara satu kelompok data dengan data lainnya maka digunakan pengolahan data statistic ttest, chi-square, anova, dan yang sejenisnya. Jika yang akan dilihat adalah hubungan antara satu kelompok data dengan kelompok data lainnya, maka akan digunakan pengolahan data statistik korelasi. Jika yang akan dilihat adalah seberapa luas penyebaran data yang dikumpulkan maka akan digunakan analisa data dengan mencari standar deviasinya, atau range semi interquartil. Keputusan pengolahan data mana yang akan dipakai sudah ditentukan sejak awal dan benar dipatuhi semua persyaratannya. Kesimpulan yang dihasilkan dinyatakan dalam bentuk kalimat yang didukung oleh derajat signifikansi (Creswell, 2012: 324 325). Dengan cara seperti ini, baik peneliti maupun evaluator berkeyakinan bahwa kesimpulan yang dibuat bersifat objektif, terhindar dari bias, dan akurat.
2.5 Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian ini yaitu adanya program penguatan perempuan usaha kecil di Solo yang dilakukan oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam usaha ekonomi (omzet, laba, volume produksi, tenaga kerja) dan keterlibatan dalam proses perumusan kebijakan di tingkat lokal pada Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Kelurahan. Setelah berakhirnya program dilakukan penelitian evaluasi sumatif untuk melihat pencapaian hasil indikator program (outcome) dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi program ditinjau dari aspek input dan proses. Berikut ini gambar kerangka penelitian:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
71
Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil
Perempuan Usaha Kecil (PUK) Solo
Perkembangan PUK Solo Setelah Program Berakhir
Evaluasi Sumatif
Procces Outcome Input
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber: Peneliti, 2012
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa penelitian ini merupakan menelitian evaluasi sumatif terhadap program penguatan PUK di Solo. Program tersebut berjalan sejak tahun 2009 - 2011 yang dilakukan oleh ASPPUK. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program tersebut berakhir (2012). Tujuan penelitian evaluasi ini yaitu mengukur pencapaian indikator outcome dan melihat hubungan antara proses terhadap outcome serta input terhadap outcome. Variabel outcome yang diukur yaitu berkembangnya usaha yang dikelola PUK dan meningkatnya posisi tawar PUK dalam penyusunan kebijakan daerah. Variabel proses yang dilihat yaitu (1) bantuan teknis dan pengembangan usaha, (2) Pengembangan pasar, (3) Asistensi dan konsultasi bisnis. Sedangkan variabel input yang dianalisis yaitu penerima manfaat (PUK).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
BAB 3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROGRAM
Bagian ini menjabarkan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan program yang bertujuan untuk memahami data geografis, demografis, kondisi perekonomian masyarakat secara umum dan UMKM Solo, serta latar belakang program, target penerima program, tujuan program, jangka waktu program, dan kerangka logis program (logical framework program).
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 3.1.1 Kondisi Geografis Solo Wilayah Kota Surakarta secara umum berupa dataran rendah, hanya bagian utara dan timur memiliki daratan yang agak bergelombang. Jenih tanah di wilayah Surakarta sebagian besar berupa tanah liat berpasir termasuk Regosol Kelabu dan Alluvial, di wilayah utara tanah liat Grumosol serta wilayah bagian timur laut tanah Litosol Mediteran. Secara geografis wilayah Kota Surakarta ini terletak diantara 2 gunung api yaitu sebelah Timur Gunung Lawu dan sebelah Barat Gunung Merapi dan Merbabu, dan dibagian timur dilalui oleh Sungai Bengawan Solo. Wilayah Kota Surakarta berada pada cekungan diantara dua gunung sehingga mempunyai topografi yang relatif datar antara 0-15 % dengan ketinggian tempat antara 80-130 mdpl.
72
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
73
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Surakarta Sumber: Depertemen Pekerjaan Umum Kota Surakarta, 2010
Letak geografis wilayah Kota Surakarta berada antara 110º45’15”110º45’35” BT dan 7º36’00”- 7º56’00”LS dengan luas wilayah 44,04 Km² dengan batas-batas sebagai berikut: a. Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali b. Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar c. Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo d. Batas Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
3.1.2 Kondisi Perekonomian Masyarakat Pariwisata dan perdagangan merupakan dua sektor yang berpengaruh besar pada pertumbuhan perekonomian di Kota Surakarta. Sektor pariwisata tidak akan ada artinya jika tidak didukung oleh sektor perdagangan. Keberadaan Pasar Klewer dan pasar-pasar tradisional lain yang selalu memberikan konstribusi retribusi kedua terbesar setelah pajak penerangan jalan. Berbeda dengan sektor perdagangan, sektor pertanian tidak bisa berbicara banyak. Kebutuhan sektor ini harus bergantung pada daerah lain di sekitarnya, yakni Boyolali, Karanganyar,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
74
Sukoharjo, Sragen, Wonogiri,dan Klaten. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan yang ada. (Punowo, 2012) Industri batik menjadi salah satu industri khas Solo. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik antara lain di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer serta beberapa pasar batik tradisional lain menjadi salah satu pusat perdagangan batik di Indonesia. Perdagangan di Solo berada di bawah naungan Dinas Industri dan Perdagangan. (Pasar Solo Raya, 2012) Selain Pasar Klewer, Solo juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar Gedhe (Pasar Besar), Pasar Legi, dan Pasar Kembang. Pasarpasar tradisional yang lain menggunakan nama-nama dalam bahasa Jawa, antara lain nama pasaran (hari) dalam bahasa Jawa: Pasar Pon, Pasar Legi, sementara Pasar Kliwon saat ini menjadi nama kecamatan dan nama pasarnya sendiri berubah menjadi Pasar Sangkrah. Selain itu ada pula pasar barang antik yang menjadi tujuan wisata, yaitu Pasar Triwindu (setiap Sabtu malam diubah menjadi Pasar Ngarsopuro) serta Pasar Keris dan Cenderamata Alun-Alun Utara Keraton Solo. (Smart Bisnis, 2012) Pasar tradisional menjadi pusat berdagangnya UMKM yang ada di kota Solo. Setiap kecamatan di Kota Solo mempunyai pasar-pasar tradisional besar. Akses menuju pasar tersebut sangatlah mudah dengan kondisi jalan yang sudah di aspal. Berikut ini tabel lokasi pasar tradisional Kota Solo di setiap kecamatan:
Tabel 3.1 Pasar Tradisional Kota Solo
No
Nama Pasar
Lokasi
Luas
Keterangan
Pasar
Jalan Dr. Rajiman,
1.409 m2
Kembang
Kalurahan Sriwedari,
tersebut diperuntukan bagi pedagang
Kecamatan Laweyan
yang memiliki jenis dagangan bunga
Tradisonal 1.
Sesuai dengan namanya, pasar
(kembang). Terutama bunga tabur beserta perangkat (ubo rampe) untuk orang yang meninggal dunia.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
75 Tabel 3.1 (lanjutan) No
Nama Pasar
Lokasi
Luas
Jalan Sutan Syahrir,
16.640 m2
Keterangan
Tradisonal 2.
Pasar Legi
Pasar Legi merupakan pasar induk
Kelurahan Stabelan,
hasil bumi terbesar di Surakarta,
Kecamatan Banjarsari
yang mendapatkan pasokan dagangan dari berbagai daerah baik dari wilayah sekitar surakarta maupun dari luar daerah seperti Brebes, Temanggung, Tasikmalaya, Sidoarjo, Malang dan lain sebagainya. Kegiatan pasar ini dimulai dari dini hari sampai malam hari.
3.
Pasar Gedhe
Jalan Urip Sumoharjo,
10.421 m2
Pada masa awal berdirinya, di pasar
Harjdonegoro
Kelurahan
ini sudah diberlakukan sistem jual
Sudiroprajan,
beli dan sewa terhadap toko dan
Kecamatan Jebres
tempat untuk berjualan. Sebuah sistem yang masih belum umum pada masa itu
4.
Pasar
Jalan Kom. Yos
7.688 m2
Disamping menyediakan kebutuhan
Harjodaksino
Sudarso, Kalurahan
sehari-hari, Pasar Harjodaksino juga
Danusuman,
menyediakan berbagai barang
Kecamatan Serengan
kebutuhan upacara (ubo rampe) perkawinan atau Temanten.
5.
Pasar Kadipolo Jalan Dr. Rajiman,
1.500 m2.
Pasar Kadipolo tidak lagi sebagai
Kalurahan Panularan,
pasar yang menjual dagangan alat-
Kecamatan Laweyan
alat kebutuhan rumah tangga dari logam tetapi menjadi pasar yang menjual aneka jenis kebutuhan sehari-hari.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
76 Tabel 3.1 (lanjutan) No
Nama Pasar
Lokasi
Luas
Jalan Kapten Piere
500 m2
Keterangan
Tradisonal 6.
Pasar Nusukan
Pasar Nusukan menyediakan
Tendean, Kelurahan
berbagai macam kebutuhan sehari-
Nusukan, Kecamatan
hari, baik kebutuhan pangan maupun
Banjarsari
sandang. Ativitas pasar dimulai dari dini hari hingga malam. Pedagang sayur-mayur kebanyakan datang dari luar kota Solo seperti Boyolali, Sragen, Purwodadi dan Karanganyar.
7.
Pasar
Jalan Brigjen
Mojosongo
Katamso, Kalurahan
1.120 m2
Pasar Mojosongo menyediakan kebutuhan sehari-hari masyarakat
Mojosongo, Kecamatan Jebres 8.
Pasar Sidodadi
Jalan Slamet Riyadi, Kalurahan Karangasem,
Pasar tersebut tidak mempunyai -
Kecamatan Laweyan 9.
spesifikasi khusus, tetapi mampu menyediakan berbagai kebutuhan pokok masyarakat.
Pasar
Kelurahan Semanggi,
1.800 m2
Pasar Klithikan karena pasar tersebut
Klithikan
Kecamatan Pasar
sebagai wadah bagi pedagang
Notoharjo
Kliwon
kakilima yang menjual berbagai barang bekas, seperti elektronik, pakaian, ponsel, sparepart kendaraan dan barang-barang lainnya.
Sumber: Pasar Solo Raya, diolah kembali oleh peneliti, 2012
Pusat bisnis kota Solo terletak di sepanjang jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan terletak di sepanjang jalan protokol ini. Pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi khusus ditutup untuk kendaraan bermotor (Solo Car Free Day) sebagai bagian dari tekad pemda untuk mengurangi polusi. Beberapa mall modern
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
77
di Solo antara lain Solo Square, Solo Grand Mall (SGM), Solo Paragon, Solo Center Point (SCP), Singosaren Plaza, Megaland Solo, Luwes. Solo memiliki beberapa pabrik yang mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang besar antara lain Sritex, Konimex, dan Jamu Air Mancur. Selain itu masih ada banyak pabrik-pabrik lain di zona industri Palur. Industri batik juga menjadi salah satu industri khas Solo. Berikut ini merupakan tabel penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha di Kota Solo: Tabel 3.2 Penduduk Berumur 15 tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Surakarta 2010 No
Lapangan Usaha
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
1.
Pertanian, perikanan
550
812
1.362
2.
Industri pengolahan
26.292
19.771
46.063
3.
Listrik, gas dan air
314
0
314
4.
Konstruksi
9.667
556
10.223
5.
Perdagangan
50.394
48.636
99.030
6.
Angkutan, pergudangan
11.793
3.735
15.528
7.
Keuangan dan asuransi
5.652
3.415
9.067
8.
Jasa, pendidikan
29.013
24.756
53.769
133.675
101.681
235.356
Jumlah Sumber: BPS Kota Surakarta, 2010
Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa penduduk di atas 15 tahun di Kota Solo yang paling banyak yaitu berprofesi sebagai pedagang sebanyak 99.030 orang. Kedua terbesar yaitu berprofesi dalam bidang jasa dan pendidikan sebesar 53.356 orang. Sedangkan yang paling sedikit yaitu berprofesi dalam bidang listrik, gas dan air yaitu sebesar 314 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa bidang usaha yang dijalani penduduk Kota solo yaitu sebagai pedagang baik itu pedagang kecil, menengah dan besar. Selisih antara laki-laki dengan perempuan yang bergerak dalam bidang perdagangan yaitu sebesar 1.758 orang terdiri dari laki-laki sebesar 50.394 dan perempuan 48.636.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
78
Sebaran UMKM di Kota Surakarta berdasarkan skala usaha adalah 38 persen merupakan skala mikro, 33 persen skala kecil dan 29 persen skala menengah. Rata-rata usia usaha UMKM di Kota Surakarta adalah 22 tahun. Secara umum, variasi UMKM di Kota Surakarta berdasarkan sektor usaha adalah Sektor Industri Pengolahan sebesar 43 persen; yang diikuti oleh Sektor Perdagangan sebesar 32 persen; Sektor Jasa sebesar 13 persen; Sektor Pertanian sebesar 6 persen; dan Sektor Pengangkutan sebesar 5 persen. Sementara berdasarkan cakupan pemasaran terdapat sekitar 31 persen UMKM berorientasi lokal, 25 persen regional, 30 persen nasional dan 12 persen berorientasi ekspor. (BPS Kota Surakarta, 2010) Sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) selama periode 2010 tumbuh signifikan. Dinas Koperasi dan UMKM Pemerintah Kota Surakarta mencatat angka pertumbuhan naik 50% dari tahun sebelumnya. Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UMKM, selama 2010 jumlah UMKM yang telah terdata mencapai 6.075. Sementara pada 2009 hanya 4.075 UMKM. Pada tahun 2012, Dinas Koperasi dan UKM mencatat ada 10.630 UMKM di Kota Solo. (BPS Kota Surakarta, 2010 Tingginya pertumbuhan UMKM di Kota Solo tidak lepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh suatu institusi menyumbang tumbuhnya UMKM. Pasalnya, akibat PHK muncul kreativitas seseorang untuk membuka lapangan kerja sendiri. Di sisi lain, adanya program pinjaman dana bergulir dengan bunga enam persen pertahun telah merangsang masyarakat untuk mengembangkan wirausaha. Sektor UMKM tetap didominasi usaha mikro (Pemkot Surakarta, Dinas Koperasi dan UMKM, 2012). Sementara itu, guna mengembangkan kewirausahaan, Dinas Koperasi dan UMKM sedianya akan menyelenggarakan Diklat lifeskill yang meliputi servis handphone, penataan outlet serta handi craft. Dengan Diklat tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi pengentasan pengangguran dan kemiskinan. Usaha Pemkot Surakarta mendukung perkembangan UKM ditunjukkan dengan memberikan bantuan baik segi permodalan seperti pemberian kredit maupun segi pemasaran dengan mengikutkan pada pameran UKM di luar kota Solo (Pemkot Surakarta, Dinas Koperasi dan UMKM, 2012).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
79
Berdasarkan data Pemerintah Kota Surakarta, terdapat program-program yang mendukung UMKM yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Surakarta. Berikut data-data kegiatan yang dilakukan dalam bidang UMKM secara gratis: Tabel 3.3 Kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Tahun 2012 No Jenis Kegiatan
Jumlah Peserta
Waktu
1.
50 Orang
17-18 Januari
50 Orang
24-25 Januari
25 Orang
21-23 Februari
25 Orang
27-29 Februari
25 Orang
6-8 Maret
25 Orang
20-22 Maret
25 Orang
3-5 April
25 Orang
17-19 April
50 Orang
8-10 Mei
50 Orang
5-7 Juni
25 Orang
22-25 Mei
25 Orang
19-22 Juni
25 Orang
3-6 Juli
50 Orang
10-12 Juli
50 Orang
16-18 Juli
30 Orang
4-6 September
30 Orang
18-20 September
50 Orang
9-11 Oktober
50 Orang
23-25 Oktober
30 Orang
6-8 November
30 Orang
20-22 November
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Manajemen Pemasaran
Jasa Boga
Diklat Accessories
Service HP lanjut
Diklat Sulam Pita
Manajemen Keuangan
Payet
Design Batik
Total
745 Orang
Sumber: Pemkot Surakarta, Dinas Koperasi dan UMKM, 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
80
Dari tabel kegiatan pelatihan kewirausahaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta dapat dilihat bahwa ada upaya dukungan delapan kegiatan pengembangan UMKM di tahun 2012. Total kuota peserta yaitu 745 orang dari 10.630 UMKM baik perempuan dan laki-laki. Adapun persyaratan bagi UMKM yang ingin mengikuti pelatihan kewirausahaan yaitu mengisi formulir permohonan, dilampiri Fotocopy KTP pemohon dan Surat Pengantar dari Kelurahan. Selain kegiatan pelatihan kewirausahaan, Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Koperasi dan UMKM juga memfasilitasi pameran-pameran bagi UMKM kota Surakarta. Berikut ini data kegiatan yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta:
Tabel 3.4 Tabel Pameran Tahun 2012
No. Jenis Pameran
Waktu Pelaksanaan
Tempat Pameran Jakarta Convention
1.
Inacraft
April
2.
Indonesia City Expo
Mei
Manado
3.
SMEsCO
Juni
Jakarta
4.
Harkopnas
Juli
Palangkaraya
5.
Jateng Fair
Juli-Agustus
Semarang
Oktober
Jakarta
6.
Pameran Produk Ekspor
Center
7.
Harkop
Juli
Surakarta
8.
Indocraft
Oktober
Jakarta
Sumber: Pemkot Surakarta, Dinas Koperasi dan UMKM, 2012
Pameran UMKM dilakukan dalam rangka untuk memfasilitasi promosi dan pemasaran produk-produk UMKM di Kota Surakarta. Pemerintah Kota Surakarta memebaskan biaya bagi UMKM yang ingin mengikuti pameran tersebut dengan syarat Membuat surat permohonan, dilampiri :
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
81
a.
Fotocopy KTP pemohon,
b.
Fotocopy izin usaha,
c.
Fotocopy NPWP,
d.
Foto kegiatan usaha.
Terdapat pula peluang kalangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) Kota Solo mendapat kesempatan memperluas jaringan pasar ekspor melalui 15 agenda pameran bertaraf Internasional yang ditawarkan Kementrian Koperasi dan UKM. Ke-15 agenda pameran tersebut di antaranya, Ambientte di Jerman, MIHAS di Malaysia, Pasar Malam Indonesia di Belanda, Seafood Exposition di Belgia, China Kunming Import&Eksport di China, HK Fashion Week for Spring/Summer di Hongkong, Maison&Object di Perancis, Bangkok International Gift di Thailand dan Index di Uni Emirat Arab. Pameran ini akan menjadi ajang yang efektif mempromosikan produk unggulan Kota Solo. Persyaratan untuk mengikuti pameran di luar negeri yaitu: 1.
Memiliki ijin usaha dan NPWP
2.
Memiliki komitmen untuk melakukan ekspor
3.
Memperoleh rekomendasi dari Dinas yang membidangi Koperasi dan UMKM Kabupaten / Kota
4.
Dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris
5.
Bersedia memberikan kontribusi biaya partisipasi sebagai peserta pameran
6.
Memiliki website atau email yang aktif digunakan
Fasilitas gratis yang diberikan Kementrian Koperasi dan UKM berupa booth/ stan, container one way khusus Furniture. Sedangkan biaya yang ditanggu peserta yaitu tiket pulang pergi, hotel, makan, dan lain-lain.
Selain itu Pemerintah Kota Surakarta juga memberikan bantuan berupa dana bergulir bagi UMKM. Dasar Hukum pemberian dana bergulir tersebut yaitu Keputusan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta Nomor 570/505/2011 Tanggal 4 Mei 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Kelompok Usaha Bersama
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
82
(KUBE) Kota Surakarta. Untuk dapat menerima bantuan dana bergulir, terdapat beberpa persyaratan yang perlu dilengkapi oleh UMKM yaitu:
Membuat proposal, dilampiri: 1.
Fotocopy KTP pemohon,
2.
Fotocopy KK pemohon,
3.
Fotocopy izin usaha / surat keterangan domisili usaha dari kelurahan,
4.
Fotocopy buku rekening,
5.
Foto kegiatan usaha dan denah lokasi tempat usaha,
6.
Surat pernyataan kesanggupan menggunakan pinjaman kredit bergulir untuk keperluan usaha bermeterai Rp 6000,-
Bunga dan Jasa Pinjaman: 1.
6% PER TAHUN
2.
Grace Period / masa tenggang 3 bulan
3.
Jangka waktu pengembalian 24 kali (2 tahun)
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian yang terintegrasi dalam program pengembangan UMKM di Surakarta. Kegiatan pengembangannya ditujukan sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan yang dapat menjadi penggerak utama perekonomian daerah. Oleh karena itu, perhatian pemerintah kota Surakarta terhadap sektor ini sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan adanya strategi, program untuk membangun Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Dari uraian diatas telah disebutkan beberapa program yang telah dilakukan misalnya program pelatihan dan pendampingan, akses permodalan, dan bantuan akses pasar bagi usaha tersebut.
3.1.3 Jumlah Penduduk Solo adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 586.039 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 11.137 jiwa/km². Kota dengan luas 44 km² ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
83
sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal pemerintahan, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar diwilayah Jawa Tengah. Dengan mengusung slogan “Solo The Spirit of Java” bukan suatu yang berlebihan karena kota ini mampu menjadi Trend Setter bagi kota / kabupaten lainnya terutama di sekitar kota Solo, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Walaupun kota Surakarta hanya memiliki 5 kecamatan, kota ini memiliki potensi yang luar biasa. Berdasarkan hasil sementara sensus penduduk 2010, jumlah penduduk di Kota Surakarta tercatat sebanyak 586.039 jiwa. Hal tersebut terlihat dalam tabel berikut: Tabel 3.5 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk , Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2010 Kecamatan Luas Jumlah Penduduk Wilayah
Laki-laki
Perempuan
Total
(Km²) Laweyan
8,64
54.568
56.595
111.163
Serengan
3,19
31.624
32.657
64.281
Pasar Kliwon
4,82
43.719
45.275
88.994
Jebres
12,58
71.561
72.832
144.393
Banjarsari
14,81
87.854
89.354
177.208
Kota Surakarta
44,04
289.326
296.713
586.039
Sumber: Monografi Kelurahan Data Statistik Daerah Kota Surakarta, 2010
Dari tabel Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut kecamatan di atas terlihat bahwa Kecamatan Banjarsari merupakan jumlah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 177.208 jiwa. Sedangkan kecamatan Serengan merupakan kecamatan penduduk dengan jumlah penduduk paling sedikit sebesar 64.281 jiwa. Dengan luas wilayah 44,06 km² membuat tingkat kepadatan penduduk di Kota Surakarta sangat tertinggi, bahkan tertinggi di provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 11.137 jiwa/km².
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
84
Adapun kecamatan yang paling tinggi kepadatannya adalah kemacatan Pasar Kliwon dengan tingkat kepadatan sebesar 15.383 jiwa/km², sedangkan terendah sebesar 10.002 jiwa/km² pada kecamatan laweyan.
3.2 Gambaran Umum Program 3.2.1 Latar Belakang Program Kenaikan BBM pada tahun 2008 kembali memicu naiknya jumlah orang miskin, karena meningkatnya jumlah pengangguran. Dari sektor usaha, kenaikan BBM berdampak pada peningkatan biaya produksi. Oleh karenanya pada tiga bulan pertama kenaikan BBM banyak usaha kecil-mikro, khususnya sektor produksi makanan terpaksa harus mengurangi produksi bahkan berhenti, sampai mereka merasa yakin harga-harga bahan mulai stabil. Dengan demikian, maka merekapun terpaksa harus mem-PHK para karyawannya. ASPPUK melihat fakta diatas sebagai alasan untuk terus mendorong kekuatan perempuan usaha kecil-mikro dalam pengembangan usaha sekaligus pengembangan diri dan kelembagaan mereka. Aktivitas ASPPUK tersebut merupakan penjabaran dari Visi organisasi yakni “Terwujudnya Perempuan Usaha Kecil-mikro yang kuat dan mandiri dalam masyarakat sipil yang demokratis, sejahtera dan egaliter, setara dan berkeadilan gender.” Untuk itu ASPPUK memiliki tugas untuk memfasilitasi tumbuhnya gerakan PUK-mikro, untuk mendapatkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Dalam merealisasikan visi diatas ASPPUK melakukan penguatan PUK dan NGO anggota untuk aspek bisnis dan politik. Aspek bisnis yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan anggota dalam memfasilitasi pengembangan bisnis bagi PUK, sedangkan kepada PUK langsung dukungan berupa kegiatan pelatihanpelatihan yang implementasinya dilakukan oleh anggota. Sedangkan untuk aspek politik, ASPPUK melakukan pendidikan politik, pendidikan menjadi Community Organizer untuk kader JarPUK, serta aspek pengetahuan teknis advokasi, seperti lobby, negosiasi, analisis kebijakan, analisis masalah dll. Kegiatan dilakukan dalam bentuk pelatihan dan diskusi berkala. Mengingat skala dan keragaman jenis bisnis yang dikelola para PUK yang didampingi. Umumnya bisnis yang dikembangkan PUK masih sebatas menjadi
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
85
kegiatan ekonomi untuk bertahan hidup, belum dengan sungguh-sungguh dikelola sebagai usaha yang berorientasi profit. Oleh karenanya ASPPUK mengalami kesulitan untuk melihat perkembangan program anggota dari aspek bisnis, karena memang belum ada ukuran yang jelas. Secara konseptual dukungan yang diberikan Hivos, melalui program selama dua tahun, dirasakan ASPPUK sangat ideal, dalam arti pendekatan yang dilakukan sesuai dengan konsep yang dirancang oleh ASPPUK. Jika dalam pelaksanaannya masih ada hal-hal yang belum maksimal, dikarenakan persiapan dan prasyarat yang ditentukan memang belum bisa dipenuhi dengan baik oleh pelaksana, seperti tentang kualitas dan intensitas pendamping, masih belum fokusnya sasaran yang ditetapkan serta secara manajerial baik NGO, maupun JarPUK belum siap dengan pengelolaan langsung oleh masyarakat. Belajar dari pengalaman program di tiga wilayah, maka ASPPUK menjadi lebih yakin untuk terus mengembangkan program. Strategi yang akan dikembangkan adalah pengembangan teknis usaha, yang diikuti dengan penguatan kesadaran dan kelembagaan PUK. Pengembangan strategi tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan saran evaluator yakni melakukan pemilahan usaha menurut siklus/skala
dan jenis usaha yang ditekuni PUK. Memilih strategi
advokasi yang memerhatikan fokus usaha dan siklus gerakan. Disamping itu, dalam pengelolaan kegiatan ASPPUK akan menetapkan model monitoring dan evaluasi berdasarkan perkembangan usaha, gerakan dan peningkatan diri perempuan. Adapun wilayah yang akan menjadi lokasi program adalah dua kabupaten sebagai wilayah program lanjutan yakni Sukohardjo dan Solo dan tiga Kabupaten sebagai perluasan yakni di Jawa (kab. Kudus), wilayah ASPPUK Sumatera (Padang) dan ASPPUK Kalimantan (Pontianak). Wilayah tersebut untuk strategi pengembangan usaha sekaligus ada dukungan sumber lembaga keuangan. Lebih lanjut tahapan dan jenis kegiatan akan diuraikan dalam bagian berikut. Pemilihan wilayah Sukohardjo dan Solo, adalah wilayah lama sehingga program lanjutan ini diharapkan akan lebih efektif. Kelompok sasaran secara umum masih sejumlah PUK pada target lama, tetapi akan diklasifikasikan menurut klaster dan skala usahanya. Untuk PUK yang masuk dalam kelompok
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
86
sasaran langsung mereka akan mendapatkan pendampingan lebuh intensif sesuai kebutuhan pengembangan usaha masing-masing, yang secara detail akan dilihat dari hasil pemetaan awal. Untuk PUK yang tidak masuk dalam kluster usaha pilihan, masih akan didampingi untuk kebutuhan yang bersifat umum, misalnya untuk pengembangan kelompok, motivasi usaha, fasilitasi pelayanan modal dan pengembangan ketrampilan yang relevan. Pemilihan lokasi baru seperti Kudus, Padang dan kalimantan, terutama karena prospek bisnis riil yang dikembangkan PUK, alasan untuk dua wilayah baru lebih pada pengembangan model di wilayah yang bersangkutan, yang secara detail lokasinya akan di pilih berdasarkan prospek usaha PUK dan kapasitas NGO pendamping yang akan menjadi partner. Meskipun agak berat karena luasnya sebaran wilayah, namun pemilihan ini penting untuk mendapatkan pembelajaran dari wilayah lain yang representatif dalam wilayah kerja ASPPUK.
3.2.2 Tujuan Program Tujuan umum (goal) program adalah meningkatnya usaha kecil-mikro yang dikelola
perempuan
sebagai
pendorong
terbangunnya
gerakan
dan
berkembangnya ekonomi rakyat. Secara khusus (outcome) diharapkan melalui program dapat tercapai: 1. Berkembangnya usaha yang dikelola oleh PUK. 2. Meningkatnya kapasitas JarPUK dalam Advokasi dan penggerak ekonomi kerakyatan 3. Meningkatnya kapasitas jaringan Asppuk sebagai fasilitator dan provider BDS untuk pengembangan ekonomi Rakyat.
3.2.3 Logical Framework Program Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat. memilik indikator-indikator capaian program pada masing-masing tahapan input, activities/process, output, outcome/purpose dan goal/impact. Berikut ini merupakan kerangka logis program (Logical Framework Program) yang sudah ditetapkan oleh ASPPUK:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
87
Tabel 3.6 Logical Framework Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat
NO
Items
I
Goal
Indicators
Meningkatnya usaha kecil-mikro yang dikelola perempuan sebagai pendorong gerakan ekonomi rakyat. II
Munculnya satu cerita sukses PUK di setiap Kabupaten/Kota Adanya satu kebijakan ekonomi daerah yang berpihak pada PUK yang didorong oleh JarPUK.
Alat Pembuktian
Risiko/ Asumsi
Ada dokumen laporan tentang cerita sukses PUK
−
−
−
−
−
−
−
Outcome/Purpose 1. Berkembangnya usaha yang dikelola PUK.
50% PUK yang terlibat dalam program meningkat penjualannya minimal 25% per tahun. 50% PUK yang terlibat dalam program meningkat laba usahanya minimal 25% pertahun. 50% volume usaha PUK yang memproduksi barang meningkat minimal 25% pertahun. 50% tenaga kerja PUK meningkat.
2. Meningkatnya posisi tawar JARPUK dalam penyusunan kebijakan ekonomi daerah.
Minimal 25% pengurus dan kader di tingkat kabupaten sebagai penggerak masyarakat untuk mencintai dan menggunakan produk usaha mikro – kecil. Menguatnya partisipasi JARPUK dalam proses kebijakan publik tentang perempuan dan usaha.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
88 Tabel 3.6 Lanjutan 3. Berfungsinya NGO ASPPUK sebagai BDS provider untuk pengembangan ekonomi rakyat. III
Terbangunnya konsep BDS untuk usaha kecil-mikro sebagai pemberdayaan perempuan dan penghapusan kemiskinan Terbangunnya 5 BDS dalam tahun ke-3.
−
−
−
−
Output 1 1. Meningkatnya kapasitas PUK dalam pengembangan usaha.
50% PUK memiliki perencanaan usaha sebagai pedoman pengembangan usaha (25% di tahun ke 2 dan 25% di tahun ke 3) 50% PUK memiliki catatan pembukuan usaha (25% di tahun ke 2, dan 25% di tahun ke 3). 50% PUK melakukan perbaikan kualitas produksi (25% di tahun ke 2, 25% di tahun 3). 50% PUK menyisihkan keuntungan minimal 25% untuk pengembangan modal/investasi. 30% pasar baru tercipta setelah pelatihan bagi produk PUK.
2. Meningkatnya skala usaha PUK yang menjadi pemanfaat program.
Tumbuhnya 25% usaha rintisan selama 3 tahun (15 % tahun ke 2, 10 % tahun ke 3). 50% usaha rintisan menjadi berkembang selama 3 tahun (25% tahun ke 2, dan 25% tahun ke 3). 50% usaha berkembang, menjadi tahap akumulasi selama 3 tahun − dengan tahapan 25% tahun ke 2 dan 25% tahun ke 3.
−
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
89 Tabel 3.6 Lanjutan 3. Terbangunnya jaringan bisnis antar PUK lintas wilayah (kabupaten dan propinsi) dengan para pihak untuk pemenuhan kebutuhan produksi, bahan baku dan perluasan pasar.
Adanya pemetaan data pasar potensial untuk produk PUK di tahun pertama. Adanya kesepakatan antar PUK untuk mensuport produk dalam pengembangan usaha.
−
−
−
−
−
−
Adanya Media pemasaran untuk pengembangan usaha di tahun ke-1
Output 2 1. Meningkatnya jumlah anggota dan kader potensial setiap tahun.
2. Meningkatnya kapasitas JarPUK dalam advokasi ekonomi rakyat.
Adanya penambahan anggota JarPUK Minimal 10 % yang diorganisir dalam kelompok setiap tahun. Adanya 30% kader JARPUK potensial (mampu menjadi penggerak, kerelawanan, pahaman visi dan misi, punya perspektif gender) selama 3 tahun (setiap tahun ada 10 PUK). Terlibat aktif dalam pengambilan keputusan dalam persoalan di tingkat RT, RW, kecamatan dan kab. Adanya dokumen tertulis tentang strategi advokasi JARPUK dalam 3 tahun. Menguatnya posisi kader dan pengurus JARPUK dalam aspek ekonomi dan pengambilan keputusan di tingkat rumah tangga, kelompok dan publik.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
90 Tabel 3.6 Lanjutan 3. Meningkatnya solidaritas JARPUK dalam memperjuangkan hak-hak ekonominya.
4. Menguatnya aliansi JARPUK dengan OMS lain.
Adanya pemecahan masalah dalam setiap persoalan yang diangkat dalam pertemuan JARPUK. Minimal 3 bulan sekali melakukan pertemuan di tingkat JARPUK. Ada kesepakatan tentang nilainilai dan peraturan yang mengatur budaya organisasi. Adanya usulan JARPUK yang diakomodir dalam 1 kebijakan sesuai issu daerah yang disusun pemerintah desa dan atau kabupaten dalam satu tahun.
Adanya pertemuan JARPUK dengan OMS lain untuk membahas issu piblik secara berkala.
−
−
−
−
Output 3 1. Meningkatnya kapasitas anggota ASPPUK sebagai BDS provider.
Adanya pengembangan kemampuan pendamping yang terencana dalam 3 tahun. Teridentifikasi dan tersedianya produk-produk unggulan PUK. Adanya fasilitasi pengembangan pasar baru dari produk unggulan. BDS memberikan pelayanan pemecahan masalah PUK, minimal untuk aspek produksi − dan pemasaran Adanya kesediaan PUK untuk mengalokasikan fee (kontribusi) dari pelayanan BDS di tahun pertama dan di tahun kedua dalam bentuk prosentasi penjualan
−
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
91 Tabel 3.6 Lanjutan 2. Sekretariat ASPPUK berperan sebagai fasilitator BDS.
3. Terbangunnya sistem informasi dan data base PUK.
4. Terbangunnya jaringan BDS dengan pelaku bisnis. IV
Tersususnya konsep BDS secara tertulis dalam waktu 3 tahun.
Adanya komitmen NGO yang − dijadikan BDS dengan kontrak tertulis. Minimal ada 1 orang pendamping bisnis profesional dari NGO. Adanya data PUK dan potensi usaha yang terupdate setiap tahun. Adanya sistem pendataan yang dapat dioperasikan JARPUK dan diakses oleh NGO maupun − ASPPUK. Berfungsinya e-comerce untuk pemasaran produk-produk PUK.
Adanya komitmen pelaku bisnis dengan BDS dalam bentuk kerjasama. Disepakatinya sistem kerjasama antara BDS dan pelaku usaha.
−
−
−
−
Activities/Process Sekretariat Nasional ASPPUK dan atau wilayah
NGO Pendamping/Pelaksana:
JARPUK:
1. Workshop perencanaan program dan penyusunan instrument assessment dan monev program. 2. TOT pendampingan usaha. 3. TOT kewirausahaan. 4. Monitoring program. 5. Workshop evaluasi program.
1. Pemetaan cluster usaha 1.Konsolidasi/ 2. Konsolidasi KPUK dan Perencanaan JARPUK, termasuk tahunan pertemuan-pertemuan. JarPUK 3. Bantuan Teknis untuk 2.Up-date data pengembangan usaha, Base berupa: 3.Bersama-sama Pendampingan bisnis PUK. NGO Pelatihan aspek manajerial melaksanakan pengembangan usaha. kegiatan untuk Pelatihan aspek ketrampilan Pengembanga teknis produksi dalam n PUK dan pengembangan usaha. kelembagaan Pelatihan motivasi, JarPUK manajemen perencanaan. Pelatihan teknik menciptakan
−
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
92 Tabel 3.6 Lanjutan 6. Workshop penyusunan LKP nasional dan pengurusan badan hukum. 7. Monitoring dan evaluasi program pengembangan usaha. 8. Pendokumentasian pengalaman pendampingan PUK.
4.
5. 6. V
pasar dan pengembangan usaha. Pengembangan pasar, melalui: Pemetaan pasar oleh pendamping dan konsultan. Asistensi terhadap PUK potensial untuk pengembangan produk dan pasar. Fasilitasi dengan calon buyer (pameran). Perluasan pasar bagi produk PUK. Terselenggarakanya pameran produk PUK. Adanya katalog produk dan media promosi produk unggulan PUK. Asistensi dan konsultasi bisnis. Pengembangan gerakan organisasi
Input 1. Sarana dan Prasaranan 2. Staf ASPPUK Nasional dan Wilayah 3. NGO Pendamping/Pelak sana 4. PUK dan JarPUK 5. Biaya
−
−
−
Sumber: ASPPUK, 2008
3.2.4 Alur dan Desain Program Untuk mencapai tujuan umum sebagaimana diatas, maka program ini memiliki tiga perhatian yakni pertama: Layanan untuk pengembangan usaha kecil-mikro, yang menggunakan pendekatan lebih terfokus sasarannya. Kedua: penguatan kelembagaan JarPUK sebagai organisasi Rakyat untuk advokasi dan pengembangan usaha kecil-mikro. Ketiga penguatan kepasitas ASPPUK sebagai
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
93
fasilitator dalam pengembangan usaha kecil-mikro (BDS). Tahapan yang akan dilalui dalam program adalah: 1. Workshop kerangka assesment dan pemetaaan tentang cluster, skala usaha dan kemampuan NGO anggota; kegiatan ini akan mempetakan calon penerima manfaat program, dilakukan di empat wilayah/lokasi program yakni di Jawa (Solo, Sukoharjo, Kudus)
Padang-Sumatera Barat, Pontianak-
Kalimantan Barat. Hasil dari pemetaan akan menjadi dasar untuk mengetahui kebutuhan pengembangan PUK sesuai dengan cluster dan skala usahanya. Disamping itu akan mempetakan kebutuhan pengembangan kelembagaan jaringan ASPPUK sebagai fasilitator BDS. 2. Pengembangan Program yang mengacu pada 3 perhatian diatas: a. Pengembangan Usaha; peningkatan kapasitas pengelolaan dan mutu produk melalui pelatihan-pelatihan, dan studi banding. Fasilitasi pengembangan pasar melalui pameran, uji coba produk, pengembangan jaringan pasar. b. Pengembangan Kelembagaan JarPUK; kegiatan ini untuk menguatkan organisasi
Rakyat
sebagai
media
Advokasi
dalam
kebijakan
pengembangan Usaha kecil-mikro dan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat khususnya perempuan. c. Pengembangan Kelembagaan jaringan ASPPUK; yakni penguatan jaringan PUK sebagai pendorong gerakan dan kebijakan untuk pengembangn usaha. Sedangkan penguatan ASPPUK sebagai lembaga pelayanan Pengemabangan Usaha (BDS). d. Konsolidasi
Keuangan
Mikro;
kegiatan
ini
untuk
pengambilan
kesepakatan tentang pembentukan LKP/LKP 3. Manajemen Program; dalam lingkup ini akan dilakukan workshop untuk penguatan
SDM/pelaksana
program
dan
Pengembangan
Instrumen
kelembagaan berupa penyusunan konsep sistem monitoring dan evaluasi program, menyusun pengalaman program sebagai konsep alternatif dalam pengembangan usaha kecil-mikro.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
94
4. Evaluasi dan monitoring Program; kegiatan ini untuk melihat kinerja keseluruhan proses pelaksanaan program, dilakukan sesuai tahapan oleh semua unsur pelaksana dan penanggung jawab program.
3.2.5 Kegiatan Untuk mencapai tujuan program, akan dilakukan serangkaian kegiatan yang saling terkait dan mendukung, tahapan akan diawali dengan penyiapan,
terdiri
dari tiga kegiatan yaitu workshop merumuskan kerangka assesment, pemetaan PUK dan jaringan ASPPUK serta Konsolidasi JarPUK. Setelah tahap penyiapan akan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan atau pengembangan program yang terdiri dari tiga bagian yaitu aktivitas untuk pengembangan Usaha PUK, Kelembagaan JarPUK dan pengembangan Jaringan Asppuk sebagai BDS, serta inisiasi lahirnya LKM tingkat Nasional. Tahap lain yang mendukung adalah monitoring serta evaluasi program.
3.2.6 Pengembangan Program Kegiatan pengembangan program memiliki tiga fokus utama yakni pengembangan usaha yang dikelola PUK (perempuan Usaha kecil-mikro), pengembangan anggota dan kelembagaan JarPUK (jaringan Perempuan Usaha Kecil-mikro) serta pengembangan kapasitas kelembagaan ASPPUK. Jenis kegiatan yang dilakukan dan lingkup program yang akan dilaksanakan secara riil dan detail akan ditentukan setelah hasil assessment, namun secara tentatif ragam kegiatan yang akan dilakukan antara lain:
3.2.6.1 Pengembangan Usaha PUK a.
Bantuan teknis untuk Pengembangan usaha Bantuan teknis merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan para PUK dalam mengelola usaha. Kegiatan bantuan teknis dilakukan dengan dua model pendekatan yakni pelatihan secara klasikal dan pendampingan/konsultasi usaha. Adapun jenis pelatihan yang diberikan bersifat
motivasi, pelatihan skill/teknis ketrampilan, maupun pelatihan
manajemen usaha. Sedangkan untuk pendampingan maupun konsultasi usaha
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
95
memberikan dukungan untuk aspek usaha maupun aspek pengembangan diri, akan dilakukan secara periodik dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing cluster dan PUK. Jenis pelatihan yang akan dilakukan untuk masing-masing cluster secara definitif masih menunggu hasil pemetaan. Namun berangkat dari hasil monitoring tentatif jenis pelatihan yang diusulkan antara lain: Pelatihan motivasi usaha dan kewirausahaan dan ketrampilan produksi untuk pemula dan sklala usaha rintisan. Pelatihan Perencanaan bisnis, pengembangan desain, pengembangan produk; manajemen pemasaran; dan manajemen keuangan, untuk mereka pada skala usaha tahap pengembangan. Kegiatan ini akan dilaksanakan di semua wilayah untuk semua kluster usaha.
b.
Pengembangan pasar Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu PUK dalam masalah produksi
dan pemasaran Pengembangan pasar merupakan salah satu strategi untuk mendorong PUK dalam membangun pasar yang lebih besar/luas, adapun bentuk kegiatan yang dilakukan berupa penyediaan informasi produk, fasilitasi rintisan pasar (untuk produk-produk yang siap) dan fasilitasi membangun jaringan baru konsultansi langsung untuk aspek produksi (peningkatan kualitas, deversifikasi, pengemasan) maupun pengembangan media pemasaran. Untuk wilayah yang sudah siap dengan perluasan pasar, alternatif fasilitasi pasar
yang direncanakan adalah membangun pasar
alternative dengan
memanfaatkan/menciptakan moment tertentu sebagai media pemasaran misalnya pameran (menjelang hari raya dan anak sekolah, event rutin pemerintah serta membangun showroom bersama), secara definitif kegiatan tersebut sangat dipengaruhi oleh hasil pemetaan.
3.2.6.2 Penguatan JarPUK: Kegiatan penguatan JarPUK dimaksudkan untuk mendukung tumbuhnya organisasi rakyat, yang diorientasikan sebagai media untuk membangun gerakan dan Advokasi. Dalam lingkup ini diharapkan JarPUK mampu mendorong
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
96
berkembangnya UKM sebagai kekuatan ekonomi rakyat, dan mendorong lahirnya kebijakan yang pro rakyat. Kegiatan yang diusulkan meliputi:
a.
Pembuatan data base anggota JarPUK; kegiatan ini khususnya untuk tiga
wilayah baru, sedangkan untuk dua wilayah lama yang dibutuhkan adalah up-date data. Data base yang akan dibuat memuat data awal tentang kondisi PUK terdiri dari informasi tentang posisi PUK dalam keluarga dan masyarakat (akses control mereka terhadap sumberdaya ) maupun kondisi usaha yang dikelolanya (profil usaha). Data awal ini akan dikembangkan ASPPUK dalam proses monitoring.
b.
Konsolidasi JarPUK, konsolidasi dimaksudkan untuk menyamakan
pemahaman dan mempertegas arah kegiatan PUK. Konsolidasi dilakukan melalui pertemuan rutin di tingkat Kabupaten, pertemuan tahunan dan pertemuan periodik membahas rencana advokasi. Kegiatan ini diselenggarakan JarPUK difasilitasi oleh Pendamping dan SEW, yang melibatkan anggota JarPUK , Penguurs maupun kader. Pada tahap awal konsolidasi dilakukan untuk pemahaman tentang konsep program serta penegasan calon Penerima manfaat langsung program, yakni PUK sesuai dengan skala dan cluster usaha yang telah dipetakan
c.
Pelatihan-pelatihan; difokuskan untuk penguatan personel/kader dan
organisasi, secara definitif jenis pelatihan yang dipilih akan menunggu hasil assessment, tetapi kebutuhan tentative yang sudah diajukan adalah Pelatihan manajemen
organisasi
pengurus/kader
dan
gerakan,
Pelatihan
kepemimpinan
untuk
untuk anggota pemula dan tingkat lanjut serta pelatihan
kesadaran gender dan analisis social, khususnya kegiatan ini dilakukan untuk JarPUK di tiga wilayah baru.
3.2.6.3 Pengembangan Kelembagaan ASPPUK sebagai Fasilitator BDS: Kegiatan pengembangan jaringan Asppuk menjadi salah satu kegiatan supporting program, yang diharapkan dapat mempercepat upaya pencapaian tujuan. Lebih lanjut penguatan jaringan ini diarahkan pada peran ASPPUK sebagai fasilitator BDS, dimana NGO anggota yang diharapkan menjadi Provider
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
97
BDS khususnya untuk usaha kecil-mikro, mengingat selama ini pengalaman dan kapasitasnya dalam membantu meningkatkan usaha PUK belum dilaksanakan secara terstruktur dan diorientasikan sepenuhnya untuk peningkatan profit. Sebagaimana struktur organisasi ASPPUK, maka ada elemen-elemen organisasi yang perlu mendapat penguatan, dalam hal secretariat Nasional sebagai penanggungjawab program, ditingkat wilayah sebagai pengelola program dan para fasilitator local serta lembaganya yang diharapkan akan menjadi bisnis Provider. Aspek
yang
dikembangkan
adalah
kapasitas
manajemen,
ketrampilan
memfasilitasi pengembangan usaha (produksi dan pasar produk PUK yang didampingi). Oleh karenanya kegiatan yang diusulkan antara lain sebagai berikut:
a.
Workshop Pengelolaan program Kegiatan ini akan dilakukan sebelum program berjalan, diikuti oleh seluruh
pihak yang akan terlibat dalam program, dengan demikian diharapkan ada pemahaman yang sama terhadap subtansi, desain program, strategi dan kegiatan. Menjadi strategis kegiatan ini karena program akan menegaskan fungsi ASPPUK sebagai fasilitator BDS dan mendorong NGO anggota sebagai provider BDS. Disamping itu workshop ini akan menghasilkan keluaran berupa rumusan kesepakatan tentang manajemen pengelolaan program, tanggung jawab dalam setiap level, mekanisme dll, sehingga tim pengelola program tahap lanjutan ini lebih solid, profesional dan lebih produktif.
b.
Penyusunan Data Base dan Sistem Monev Kegiatan ini sejalan dengan pembuatan data base di tingkat JarPUK, yang
dirorientasikan untuk membangun
sistem data dan
informasi program
pengembangan Usaha Kecil dan Pemberdayaan Perempuan yang berperspektif gender. Oleh karenanya penyusunan data base ini tidak terpisahkan dengan sistem monev yang akan dibangun ASPPUK. Penyusunan Konsep ini akan melibatkan eleman ASPPUK dan JarPUK, sehingga proses lebih partisipatif dan menghasilkan rumusah konsep relevan dan dapat diaplikasikan. Sistem data dan monev ini kelak akan menjadi sistem yang diadopsi ASPPUK untuk seluruh program yang dikembangkan. Dengan demikian
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
98
diharapkan kerja-kerja ASPPUK bisa dilihat hasilnya sampai ke tingkat pemanfaat program.
c.
Training untuk peningkatan kapasitas Pendamping. Kegiatan ini diperuntukkan bagi bagi para pendamping, yang diharapkan
kelak lembaganya menjadi provider BDS. Melalui TOT maupun training ketrampilan teknis diharapkan pendamping meningkat ketrampilannya dalam bidang teknis pengembangan usaha, mampu menumbuhkan motivasi para kader untuk mendorong/memotivasi PUK dalam memulai maupun mengembangkan bisnisnya. Secara khusus bagi pendamping, training ini diharapkan mampu memberikan wawasan, ketrampilan dan mendorong cara berpikir mereka dalam memfasilitasi pengembangan bisnis dengan orientasi pencapaian profit secara jelas dan tegas. Pencapaian profit yang dimaksud tetap dalam lingkup kepedulian mereka pada pemberdayaan perempuan dan pengembangan usaha kecil-mikro. Jenis pelatihan yang akan didikuti oleh semua pendamping antara lain TOT AMT, dan untuk pendamping baru akan dibekali dengan ketrampilan teknis pengembangan usaha seperti teknis manajemen usaha, pemasaran dan perencanaan bisnis. Kegiatan pelatihan akan dilaksanakan secara mandiri oleh ASPPUK maupun dengan cara mengikutkan staf/pendamping pada paket-paket pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak lain.
d.
Dukungan Konsultan Bisnis Konsultan bisnis menjadi komponen penting dalam program ini, mengingat
program ini mendorong proses memantapkan peran ASPPUK sebagai fasilitator BDS dan mendorong NGO anggota menjadi provider BDS, sehingga kehadiran konsultan berfungsi memberikan asistensi dan pembelajaran proses tersebut. Kehadiran konsultan ini diorientasikan untuk peningkatan profit para PUK, maka lebih banyak dibutuhkan asistensi mereka dalam pengembangan pasar dan pencapaian laba sebanyak-banyaknya. Konsultan juga akan menbantu fasilitator untuk membuka jaringan bisnis riil yang relevan dengan produk-produk unggulan PUK di tiap wilayah, dengan cara melibatkan pendamping dalam memfasilitasi
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
99
pasar secara langsung, baik untuk pengembangan pasar tingkat lokal maupun luar daerah. Kehadiran Konsultan ini terjadual dan sangat tergantung pada kondisi bisnis riil yang dilakukan PUK, sebagaimana hasil pemetaan. Dengan demikian konsultan bekerja lebih efektif dan efisien. Dalam perekrutan maupun pelaksanaan kerjanya, konsultan menjadi tangungg jawab ASPPUK wilayah, dan berpartner dengan para pendamping maupun JarPUK ditingkat lapang. Oleh karenanya dalam perekrutan diutamakan Konsultan yang berasal dari wilayah terdekat, tanpa mengabaikan kualitas yang relevan dengan kebutuhan.
e.
Studi dan dokumentasi hasil program. Selama ini pendokumentasian pengalaman ASPPUK kurang mendapatkan
perhatian secara khusus, sementara banyak pengalaman anggota yang bisa menjadi pelajaran pihak lain, khususnya dalam pemberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha kecil-mikro. Proses yang dilaksanakan oleh ASPPUK dan anggota sebenarnya merupakan aktivitas BDS, namun belum ada yang menunjukkan keberhasilan menjaga sustainabilitas dari proses tersebut. Oleh karenanya dengan kerangka program tahap kedua diharapkan target tersebut bisa dicapai. ASPPUK berharap dengan mendokumentasikan pengalaman pendampingan dengan pendekatan ekonomi politik, akan memberikan sumbangan dalam kerjakerja anggota khususnya dan pihak-pihak yang memiliki kepedulian untuk mengembangkan pengalaman serupa. Rangkaian kegiatan dalam studi dan pendokumentasi ini adalah studi assessment dan dampak, workshop hasil studi dan pengembangan Program, dan memproduksi media dari hasil studi tersebut dalam bentuk buku, CD maupun media-media pembelajaran lain yang relevan, misalnya penerbitan modul-modul pelatihan dan pendampingan dan penulisan profil PUK yang sukses.
3.2.7 Monitoring dan Evaluasi Program. Monitoring dan evaluasi kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi dan perkembangan program, serta dampaknya terhadap penguatan JarPUK dan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
100
PUK. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Seknas (Sekretariat Nasional) Asppuk, yang dalam pelaksanaannya bisa dilakukan oleh KEN (komite eksekutif nasional) maupun SEN (sekretaris eksekutif nasional. Selain itu Monitoring bisa juga dilakukan oleh Asppuk Wilayah, dalam hal ini dilakukan oleh KEW (komite eksekutif wilayah). Monitoring dan evaluasi dilakukan secara sistematis dengan menggunakan pedoman yang akan disusun bersama antara elemen ASPPUK dan JARPUK dalam sebuah lokakarya Pengembangan monev sistem. Kegiatan monitoring akan dilakukan setiap enam bulan dan satu kali evaluasi akhir, dengan melakukan kunjungan ke wilayah Jarpuk yang terlibat dalam program. Metode yang akan dikembangkan diutamakan metode-metode yang mendorong kelibatan dan partisipasi pemanfaat program, sehingga dapat menggali aspirasi dan kebutuhan yang benar-benar dirasakan mereka. Selanjutnya hasil monev akan dibahas dalam forum workshop bersama yang dihadiri pihakpihak yang terlibat dalam pelaksanaan program serta stakeholder lainnya. Dengan demikian hasil monev ini lebih kaya, memiliki arti dan mampu menjadi pembelajaran pihak lain. Lebih lanjut hasil monev akan digunakan untuk memperkaya hasil studi dampak yang dilaksanakan dalam rangkaian program ini, dan hasilnya menjadi dokumentasi penting dan bermakna untuk proses pembelajaran ASPPUK dan bagian dari knowledge manajemen yang akan dibangun ASPPUK dimasa mendatang. Secara internal monitoring dan evaluasi program bisa menjadi alat untuk mengukur akuntabilitas internal ASPPUK, sebab dalam proses tersebut sekaligus dilaksanakan pengawasan yang dilakukan oleh para pengurus di tingkat nasional (KEN) maupun wilayah (KEW), sebagaimana kewenangan yang telah diatur dalam struktur ASPPUK. Dalam proses ini pula diharapkan kerja-kerja ASPPUK bisa dipertanggungjawabkan secara internal, sebab hasil monev akan menjadi bahan pertemuan tahunan wilayah. Monitoring akan dilaksanakan secara partisipatif, dengan melibatkan para pemanfaat program, cara ini juga merupakan salah satu cara bagi ASPPUK untuk bisa mendapat masukan sekaligus media pertangungjawaban dengan para PUK secara langsung.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
101
3.2.8 Manajemen Pengelolaan Program 3.2.8.1 Komponen pengelolaan Program Kegiatan diatas secara kolektif akan dipertanggungjawabkan secara bersama antara JarpPUK, NGO pendamping, Asppuk wilayah dan Seknas Asppuk. Secara administratif pertanggungjawaban program ada di tingkat Nasional, yang akan mengkordinir kegiatan-kegiatan di tingkat wilayah. Selanjutnya tanggungjawab masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
a. Jarpuk bertanggungjawab: menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di kelompok (KPUK) sampai dengan kabupaten (JarPUK), bersama-sama NGO melakukan rekruitmen peserta pelatihan atas kriteria yang dibuat, bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dikelolanya, dan bertanggung jawab mendorong dinamika JarPUK di wilayahnya masing-masing.
b. NGO pendamping bertanggungjawab: atas pelaksanaan program di lapangan; melakukan pendampingan pada PUK, KPUK, Jarpuk dimasing-masing wilayah dampingan; mengelola sumberdaya; menyelenggarakan pelatihan dan melakukan monitoring dan evaluasi; mendokumentasikan pelaksanaan program (pelaporan dan dokumentasi kegiatan).
c. Asppuk
Wilayah
mengkoordinir mendukung
bertanggungjawab:
pelaksanaan para
PUK,
program;
menjaga
subtansi
program,
memfasilitasi konsultan
bersama-sama
SekNas
merancang
dalam dan
mengembangkan media, mendokumentasikan kegiatan, monitoring dan evaluasi kegiatan bersama NGO pendamping dan khusus untuk wilayah Jawa dan Kalimantan melakukan pelaporan proses dan keuangan kepada SekNas. Khusus untuk wilayah Jawa akan melakukan kontrak kerja sama dengan NGO pelaksana.
d. SekNas Asppuk bertanggungjawab: Melakukan kontrak kerjasama dengan donor, membuat kontrak dengan wilayah Jawa, Kalimantan dan anggota di wilayah
Sumatera.
Melakukan
pengembangan
kapasitas,
melakukan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
102
monitoring evaluasi dan asistensi program sebagai bentuk pengawalan dan menjaga subtansi program, mendokumentasikan kegiatan untuk kepentingan Nasional, melaporkan seluruh kegiatan/program dan keuangan berdasarkan laporan kegiatan yang dibuat oleh wilayah, dan membuat SOP
untuk
pelaksanaan program.
3.2.8.2 Struktur Organisasi Program Berikut ini merupakan struktur organisasi Program Penguatan Usaha Kecil sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat:
Gambar 3. Struktur Organisasi Program Sumber: ASPPUK, 2008
Gambar diatas menunjukkan alur tanggung jawab pelaksanaan program. Secara Nasional program akan menjadi tanggung jawab SEN, secara operasional pelaksanaan program di masing-masing wilayah akan difasilitasi dan dikoordinir oleh SEW (Sekretaris Eksekutif Wilayah) dengan memperoleh asistensi dari KEW dan Seknas ASPPUK. Operasional program di masing-masing wilayah JarPUK akan dilakukan oleh NGO pendamping: 1. Staf administrasi keuangan akan melakukan pengelolaan, pengadministrasian dan
pelaporan keuangan. Staf administrasi akan ada di tingkat Asppuk
wilayah maupun ditingkat NGO. 2. Staf ahli/konsultan yang dimaksud disini adalah profesional yang akan memfasilitasi dan bertanggung jawab terhadap pengembangan usaha untuk wilayah program.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
103
3. Staf
dokumentasi
dan
informasi,
yaitu
bertanggung
jawab
untuk
mengorganisir proses pendokumentasian program dan penerbitan dari hasil kajian di tingkat Nasional. Dalam proses kerjanya akan bekerjasama dengan SEW dan pendamping di masing-masing wilayah. 4. Staf Pendampingan. Pendamping adalah fasilitator yang berasal dari NGO anggota, mereka disyaratkan staf yang telah memiliki pengalaman minimal tiga tahun dalam pendampingan PUK. Untuk mendorong proses dan peran NGO anggota sebagai provider dalam BDS dimasa mendatang, maka pendamping memiliki peran strategis. Dalam pelaksanaan kegiatan ia akan didampingi oleh konsultan bisnis, dan sekaligus akan menjadi fasilitator baginya untuk mengembangkan fungsi konsultan dimasa mendatang.
Pendamping diharapkan dapat memainkan 2 (dua) peran, yaitu untuk pengembangan usaha maupun untuk penguatan kelembagaan, mereka akan bekerja layaknya seorang konsultan bisnis, yakni memberikan asistensi untuk pengembangan bisnis anggota sesuai kebutuhan menurut skala dan cluster usaha. Koordinasi dilaksanakan untuk kelancaran program, dan memastikan kegiatan berjalan sesuai dengan perencanaan baik strategi dan substansinya, disamping itu koordinasi diharapkan akan meminimalisasi masalah, karena setiap perkembangan dan masalah segera dicari jalan keluarnya. Secara periodik koordinasi akan dilakukan oleh pendamping dan ASPPUK wilayah, baik setiap bulan maupun secara bersama dalam tiga bulan sekali. Demikian halnya koordinasi Seknas dengan wilayah, dan secara insidental akan disesuaikan kebutuhan. Mekanisme koordinasi dilakukan secara formal melalui pertemuan dan secara informal dilakukan melalui komunikasi langsung dan telefon. Rencana kegiatan koordinasi tentatif adalah: a. Koordinasi awal program; kegiatan ini sekaligus dilaksanakan bersamaan dengan workshop perencanaan, yang diikuti oleh semua elemen pelaksana. b. Koordinasi setiap satu bulan sekali; dilaksanakan di wilayah pelaksanaan program, dengan agenda perencanaan dan evaluasi yang diikuti oleh tim pelaksana yang dikoordinir oleh koordinator program di masing-masing NGO. Pada kegiatan ini sesekali dihadiri oleh Koordinator Program ASPPUK/SEW.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
104
c. Koordinasi setiap tiga bulan, dilaksanakan koordinasi program antar wilayah/NGO, kegiatan ini khusus dilaksanakan di Jawa dan Kalimantan, membahas masalah dan perkembangan program di tingkat wilayah dan kemungkinan membicaraka perubahan strategi atau kegiatan-bersama, dikoordinaskan oleh SEW. d. Koordinasi semesteran; dilaksanakan setiap enam bulan sekali, diikuti oleh semua elemen dan dihadiri oleh ASPPUK Nasional, kegiatan ini akan dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan hasil monitoring tiap semester. Dalam Koordinasi semesteran ini pula akan dikumpulkan bahan-bahan untuk menyusun laporan perkembangan tiap semester dan laporan tahunan.
3.2.9 Strategi Keberlanjutan Keberlanjutan program masih menjadi problem bagi ASPPUK sekretariat maupun anggota, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam paparan pendahuluan. Problem tersebut berdampak pada keberlanjutan program pendampingan. Masalah mendasar tentang keberlanjutan ini terkait erat dengan paradigma dan keahlian para anggota dalam fasilitasi pengembangan bisnis, yakni belum secara fokus diarahkan pada aktifitas profesional yang berorientasi pada keberlanjutan. Oleh karenanya dengan pilot model pengembangan kapasitas anggota dan PUK yang dilaksanakan dalam program dukungan Hivos, diharapkan memberikan perubahan paradigma maupun ketrampilan baru. Selanjutnya dengan ketrampilan dan perubahan model pendekatan, ASPPUK sebagai jaringan lebih profesional dalam pengembangan usaha dan praktik-praktik fasilitasi bisnis. Dalam konteks ini akan dicoba oleh ASPPUK untuk pengembangan usaha dengan orientasi pasar, dan sekaligus pengembangan program pemasaran produk PUK yang potensial. Dari proses ini diharapkan NGO anggota maupun ASPPUK sebagai fasilitator akan mendapatkan management fee. Sumber pendanaan internal lain yang akan diupayakan ASPPUK selain dari management fee, fee pemasaran juga akan dimaksimalkan sistem iuran anggota.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
BAB 4 TEMUAN LAPANGAN
Bab ini mendeskripsikan hasil temuan lapangan yang di dapat dalam penelitian ini setelah memberikan kuesioner kepada 125 responden Perempuan Usaha Kecil (PUK) di Solo. Responden tersebut tersebar di lima kecamatan yaitu Jebres (46), Serengan (19), Laweyan (16), Banjarsari (4) dan Pasar Kliwon (40). Temuan lapangan akan diawali dengan menyajikan data mengenai profil responden dan karakteristik responden, temuan untuk melihat kenyataan pencapaian indikator yang terdapat dalam Logical Framework Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil serta faktor-faktor yang dapat memengaruhi tujuan program (Outcome) dilihat dari aspek Proses dan Input.
4.1 Profil dan Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini bersifat homogen yaitu perempuan usaha kecil yang menjadi kelompok sasaran Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil yang dilakukan oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil di Solo. Program tersebut di mulai sejak tahun 2009 dan berakhir pada tahun 2011. Responden tergabung dalam Jaringan Perempuan Usaha Kecil (JarPUK) Solo yang bernama Ngudi Lestari. Dari temuan lapangan diketahui bahwa usia responden terdiri dari 20 - 68 tahun dengan jenis-jenis usaha yang beragam. Berikut ini merupakan tabel responden berdasarkan tingkatan umur yang diolah dengan menggunakan SPSS©19:
105
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
106
Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Tingkatan Usia No
Usia
Frekuensi
1.
20 - 26
1
0.8 %
2. 3. 4.
27 - 33 34 - 40 41 - 47
11 29 36
8.8 % 23.2 % 28.8 %
5. 6.
48 - 54 55 - 61
30 13
24.0 % 10.4 %
7.
62 - 68
5
4.0 %
125
100.0 %
Total
Persentase
©
Sumber: diolah dengan menggunakan SPSS 19, 2012
Untuk status pernikahan responden terdapat tiga kategori yaitu belum menikah, menikah dan janda. Dibawah ini akan disajikan data berupa tabel responden berdasarkan status penikahan:
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Status Pernikahan No
Status Pernikahan Frekuensi
Persentase
1. 2. 3.
Belum Menikah Menikah Janda
6.4% 80.8% 12.8%
8 101 16
Total 125
100.0 %
©
Sumber: diolah dengan menggunakan SPSS 19, 2012
Selanjutnya jika dilihat berdasarkan dari aspek pendidikan terakhir dapat dilihat dalam tabel dan gambar dibawah ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
107
Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Responden No Bidang Usaha Frekuensi
Persentase
1.
SD
15
12.0
2.
SMP
25
20.0
3.
SMA
55
44.0
4.
D3
18
14.4
5.
Sarjana
12
9.6
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan menggunakan SPSS© 19, 2012
Kategori responden berdasarkan jenis usahanya terdiri dari kerajinan, dagang, jasa dan produk olahan. Berikut ini tabel responden berdasarkan bidang usaha:
Tabel 4.4 Bidang Usaha Responden No Bidang Usaha Frekuensi
Persentase
1.
Dagang
82
65.6
2.
Jasa
22
17.6
3.
Kerajinan
7
5.6
4.
Produk Olahan
14
11.2
Total
125
100.0
Sumber: diolah berdasarkan data kuesioner: 2012
Sesuai dengan tabel 4.4, dapat dilihat bahwa jumlah bidang usaha responden yaitu dagang sebanyak 82 atau 65,6%. Sedangkan responden yang menjalankan bidang usaha kerajinan yaitu 7 responden atau 5,6% dari total 125 responden. Responden yang menjalankan bidang usaha dagang terdiri dari sub bidang usaha seperti kelontong, batik, warung makanan dan minuman, roti, sayuran, siomay,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
108
kosmetik, dan susu kedelai. Untuk responden yang memiliki bidang usaha jasa terdiri dari sub bidang usaha salon, konveksi/jahit, sablon, dan penerima pesanan konstruksi besi. Selain bidang dagang dan jasa terdapat juga responden yang menjalankan bidang usaha kerajinan dan produk olahan. Responden yang menjalankan usaha kerajinan terdiri dari sub bidang usaha seperti pembuat sangkar burung, perajin kain perca, dan bordir kain. Sedangkan untuk responden yang menjalankan usaha bidang produk olahan terdiri dari produksi sabun herbal, produksi kue-kue dan jasa boga, catering, keripuk ikan serta keripik/intip. Persebaran responden terdapat dalam lima kecamatan di kota Solo yaitu Laweyan, Pasar Kliwon, Banjar Sari, Jebres, dan Serengan. Sampel terbanyak dari penelitian yaitu berada pada Kecamatan Jebres dan sampel terkecil penelitianan ini berada di Kecamatan Banjarsari. Berikut data sebaran responden berdasarkan Kecamatan.
Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Wilayah No Kecamatan 1.
Banjarsari
2.
Frekuensi
Persentase 4
3.2%
Jebres
46
36.8%
3.
Laweyan
16
12.8%
4.
Pasar Kliwon
40
32.0%
5.
Serengan
19
15.2%
125
100.0
Total Sumber: diolah berdasarkan hasil kuesioner, 2012
4.2 Capaian Indikator Outcome Program Berdasarkan hasil data penelitian telah didapatkan sejauh mana pencapaian program. Indikator dan sub indikator program telah ditetapkan oleh pengelola program yaitu Asppuk. Pencapaian indikator yang akan dijabarkan di bawah ini
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
109
yaitu capaian outcome, process dan input. Untuk melihat perbedaan secara langsung antara indikator program dengan data lapangan maka disajikan informasi mengenai indikator yang terdapat dalam logical framework program dangan data temuan lapangan. Indikator variabel outcome yang menjadi analisis dalam penelitian ini terdiri dari dua. Pertama, berkembangnya usaha yang di kelola PUK dengan indikator perubahan omzet, laba, dan jumlah tenaga kerja. Kedua, Meningkatnya posisi tawar perempuan usaha kecil dalam proses penyusunan kebijakan ditingkat lokal. Berdasarkan temuan lapangan diketahui bahwa dari aspek omzet, perubahan omzet responden terdapat tiga kategori yaitu menurun, tetap dan meningkat. Menurun berarti menunjukan bahwa omzet responden mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, tetap berarti tidak ada perubahan omzet dari tahun sebelumnya dan meningkat berarti ada kenaikan omzet dari tahun sebelumnya. Berdasarkan distribusi frekuensi pada variabel omzet, laba, volume produksi, dan tenaga kerja diketahui bahwa terdapat responden yang mengalami penurunan, tetap dan meningkat. Dengan demikian untuk membagi kategori menurun dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil presentase pada variabel omzet, laba, volume produksi dan tenaga kerja. Untuk responden yang mengalami penurunan berarti mendapatkan presentase minus (dibawah -0.09%), tetap berati nol (0.00%) persen dan meningkat berarti mendapat presentase plus (diatas 0.01%). Penentuan tersebut didasarkan pada hasil temuan lapangan yang didapat bahwa presentase responden ada yang mengalami penurunan (-), tetap (0) dan meningkat (+). Penentuan tersebut didapat berdasarkan hasil perhitungan persentase omzet, laba, dan volume produksi. Untuk mengetahui perhitungan presentase tersebut, penelitianan ini dilakukan dengan notasi pada tabel dibawah ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
110
Tabel 4.6 Notasi Perhitungan Penelitian No 1.
2.
3.
4.
Keterangan Omzet
Laba
Volume Produksi
Tenaga Kerja
Notasi
a. Omzet 2008
Oa
b. Omzet 2009
Ob
c. Omzet 2010
Oc
d. Omzet 2011
Od
a. Laba 2008
La
b. Laba 2009
Lb
c. Laba 2010
Lc
d. Laba 2011
Ld
a. Volume Produksi 2008
Va
b. Volume Produksi 2008
Vb
c. Volume Produksi 2008
Vc
d. Volume Produksi 2008
Vd
a. Tenaga Kerja 2008
Ta
b. Tenaga Kerja 2009
Tb
c. Tenaga Kerja 2010
Tc
d. Tenaga Kerja 2011
Td
Sumber: diolah kembali, 2012
Pencapaian indikator outcome yang mengacu pada bab 1, tabel 1.2, halaman 17 ˗ 18 terdiri dari dua yaitu: 1. Berkembangnya usaha yang dikelola perempuan usaha mikro dilihat dari peningkatan omzet, laba, volume produksi dan tenaga kerja. 2. Meningkarnya posisi tawar perempuan usaha mikro dilihat dari tingkat keterlibatan dalam penyusunan perencanaan kebijakan di tingkat lokal melalui musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan. Selain itu juga dilihat dari adanya kecintaan pengurus dan kader untuk mencintai produk-produk PUK. Berikut ini data tentang perubahan omzet yang didapat berdasarkan temuan lapangan.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
111
4.2.1 Berkembangnya Usaha yang dikelola Perempuan Usaha Mikro 4.2.1.1 Pencapaian Indikator Omzet Untuk mengetahui masing-masing pencapaian omzet dalam penelitian ini, digunakan perhitungan berdasarkan notasi pada tabel 4.5 halaman 110. Sehingga perhitungan omzet untuk masing-masing tahun dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Presentase perubahan omzet tahun 2009; Ob = (Ob - Oa) / Oa * 100 % 2. Presentase perubahan omzet tahun 2010; Oc = (Oc - Ob) / Ob * 100 % 3. Presentase perubahan omzet tahun 2011; Od = (Od - Oc) / Oc * 100 % 4. Presentase perubahan omzet tahun 2009 - 2011 = Ob + Oc + Od
a. Capaian Subindikator Perubahan Omzet PUK Tahun 2009 Minimal 25% Tabel berikut ini merupakan tabel perubahan omzet responden di tahun 2009.
Tabel 4.7 Perubahan Omzet Tahun 2009 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
15
12.0
2.
Tetap
88
70.4
3.
Meningkat
22
17.6
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Tabel di atas memperlihatkan bahwa frekuensi terbanyak (modus) dari responden yaitu tidak ada perubahan omzet dari tahun 2009 sebanyak 88 (70,4%) sedangkan paling sedikit yaitu responden yang omzetnya menurun sebanyak 15 (12,0%). Berdasarkan hasil temuan lapangan mengenai presentase perubahan, didapatkan bahwa presentase perubahan omzet responden tahun 2009 berkisar
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
112
antara (-25,00 – 100,00%). Berikut ini range perubahan persentase omzet responden tahun 2009: Tabel 4.8 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2009 No
Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
15
12.0
2.
0 - 24 %
88
70.4
3.
≥ 25 %
22
17.6
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Dalam subindikator outcome program menargetkan ada perubahan omzet kelompok sasaran pada tahun 2009 minimal 25 %.
Jika dilihat berdasarkan
temuan lapangan responden yang mencapai target perubahan omzet minimal 25% yaitu sebanyak 22 perempuan usaha kecil atau mencapai 17.6 %.
b. Capaian Subindikator Perubahan Omzet PUK Tahun 2010 Minimal 25% Berdasarkan capaian subindikator peningkatan omzet perempuan usaha kecil tahun 2010 yang telah dibuat pengelola program yaitu mengalami peningkatan omzet minimal 25%. Berikut ini data perubahan omzet responden tahun 2010:
Tabel 4.9 Perubahan Omzet Tahun 2010 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
16
12.8
2.
Tetap
56
44.8
3.
Meningkat
53
42.4
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS© 19 berdasarkan data kuesioner 2012
Berdasarkan tebel diatas maka dapat dilihat bahwa frekuensi responden yang terbesar yaitu mereka yang omzetnya tetap sebanyak 56 (44.8%) dan paling
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
113
sedikit menurun berjumlah 16 (12.8%). Sedangkan untuk presentase perubahan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.10 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2010 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
16
12.8
2.
0 - 24 %
87
69.6
3.
≥ 25 %
22
17.6
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Data presentase perubahan omzet tahun 2010 menunjukan bahwa frekuensi terbesar perempuan usaha kecil yang mengalami perubahan omzet 0 - 24 % berjumlah 87 (69.6%) dan paling sedikit < 0 % sebanyak 16 (12.8%). Responden yang mengalami perubahan minimal 25 % berjumlah 22 (17.6%).
c. Capaian Subindikator Perubahan Omzet PUK Tahun 2011 Minimal 25% Berikut ini merupakan data temuan lapangan mengenai perubahan omzet perempuan usaha kecil di Solo dari tahun 2011.
Tabel 4.11 Perubahan Omzet Tahun 2011 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
9
7.2
2.
Tetap
52
41.6
3.
Meningkat
64
51.2
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Dari tabel perubahan omzet di tahun 2011 meunjukan bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang menalami peningkatan omzet berjumlah 64 (51.2%) dan frekuensi terkecil yaitu responden yang mengalami penurunan omzet berjumlah 9 (7.2%). Sedangkan untuk melihat perubahan pencapaian yang telah
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
114
dibuat pengelola program yaitu terdapat peningkatan perubahan omzet tahun 2011 minimal 25 % maka informasi tersebut dapat dilihat pada temuan lapangan yang disajikan melalui tabel berikut ini:
Tabel 4.12 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2011 No 1.
Presentase Perubahan <0%
Frekuensi 9
2.
0 - 24 %
87
69.6
3.
≥ 25 %
29
23.2
125
100.0
Total
Presentase 7.2
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Berdasarkan tabel presentase perubahan omzet tahun 2011, maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang mengalami perubahan presentase 0 - 24 % dengan jumlah 87 (69.6%) dan terkecil yaitu responden yang mengalami presentase prubahan di bawah 0 % sebanyak 9 (7.2%). Subindikator program menargetkan terdapat peningkatan omzet perempuan usaha kecil minimal 25 % perubahan omzetnya. Dalam temuan lapangan didapatkan bahwa responden yang mengalami presentase perubahan minimal 25 % sebanyak 29 (23.2%). Selama berjalannya program dari tahun 2009 - 2011 pengelola program menargetkan adanya peningkatan omzet penjualan perempuan usaha kecil di Solo sebanyak 50 %. Untuk mengetahui pencapaian tersebut, maka dapat dilihat melalui tabel tentang jumlah perempuan usaha kecil yang mengalami peningkatan omzet dari tahun 2009 - 2011. Tabel 4.13 Perubahan Omzet Tahun 2009 - 2011 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
14
11.2
2.
Tetap
28
22.4
3.
Meningkat
83
66.4
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
115
Tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang mengalami peningkatan omzet berjumlah 83 (66.4%) dan frekuensi terkecil yaitu responden yang mengalami penurunan berjumlah 14 (11.2%). Namun jika dilihat perubahan peningkatan persentase omzet minimal 25% dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.14 Presentase Perubahan Omzet Tahun 2009 - 2011 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
14
11.2
2.
0 - 24 %
52
41.6
3.
≥ 25 %
59
47.2
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Tabel diatas menunjukan bahwa responden yang mengalami peningkatan omzet minimal 25% sejak tahun 2009 - 2011 yaitu berjumlah 59 (47.2%).
4.2.1.2 Pencapaian Indikator Laba/Keuntungan Bagian ini mendeskripsikan pencapaian subindikator laba yang terdapat dalam outcome program. Data yang disajikan berupa perubahan laba responden yang terdiri dari tiga kategori menurun, tetap dan meningkat serta data presentase perubahan laba responden setiap tahunnya. Untuk mengetahui masing-masing pencapaian laba dalam penelitian ini, digunakan perhitungan berdasarkan notasi pada tabel 4.6 halaman 110. Sehingga perhitungan laba untuk masing-masing tahun dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Presentase perubahan laba tahun 2009; Lb = (Lb - La) / La * 100 % 2. Presentase perubahan laba tahun 2010; Lc = (Lc - Lb) / Lb * 100 % 3. Presentase perubahan laba tahun 2011; Ld = (Ld - Lc) / Lc * 100 % 4. Presentase perubahan laba tahun 2009 - 2011 = Vb + Vc + Vd
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
116
a. Capaian Subindikator Perubahan Laba PUK Tahun 2009 minimal 25% Tabel berikut ini menunjukan perubahan laba berdasarkan kategori menurun, tetap dan meningkat.
Tabel 4.15 Perubahan Laba Tahun 2009 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
13
10.4
2.
Tetap
67
53.6
3.
Meningkat
45
36.0
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS© 19 berdasarkan data kuesioner 2012
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang labanya tetap sebanyak 67 (53.6%) dan frekuensi terkecil yaitu responden yang menurun berjumlah 13 (10.4%). Sedangkan untuk presentase perubahan laba minimal 25% pada tahun 2009 dapat dilihat melalui tabel di bawah ini:
Tabel 4.16 Presentase Perubahan Laba Tahun 2009 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
13
10.4
2.
0 - 24 %
82
65.6
3.
≥ 25 %
30
24.0
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS© 19 berdasarkan data kuesioner 2012
Data diatas menunjukan 13 (10.4%) responden mengalami perubahan laba di bawah 0%, 82 mengalami perubahan 0 - 24% dan 30 (24.0%) mengalami perubahan laba minimal 25%. Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
117
b. Capaian Subindikator Perubahan Laba PUK Tahun 2010 minimal 25% Berdasarkan temuan lapangan terlihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang labanya tetap dan frekuensi terkecil yaitu responden yang mengalami penurunan laba sebanyak 16 (12,8%). Hal tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut ini. Tabel 4.17 Perubahan Laba Tahun 2010 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
16
12.8
2.
Tetap
55
44.0
3.
Meningkat
54
43.2
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Sedangkan presentase perubahan laba minimal 25% pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.18 Presentase Perubahan Laba Tahun 2010 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
16
12.8
2.
0 - 24 %
80
64.0
3.
≥ 25 %
29
23.2
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang mengalami perubahan presentase laba 0 - 24% sebanyak 82 (64.0%) dan terkecil yaitu responden yang mengalami perubahan presentase dibawah 0% sebanyak 16 (12.8%). Responden yang mengalami presentase peningkatan laba minimal 25% berjumlah 29 (23.2%). Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
118
c. Capaian Subindikator Perubahan Laba PUK Tahun 2011 minimal 25% Subindikator selanjutnya yaitu perubahan laba PUK tahun 2011. Dalam kuesioner ditanyakan kepada responden mengenai laba tahun 2010 dan 2011. Sehingga didapat data perubahan laba pada tahun tersebut. Berikut ini data mengenai perubahan laba tahun 2011:
Tabel 4.19 Perubahan Laba Tahun 2011 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
12
9.6
2.
Tetap
55
44.0
3.
Meningkat
58
46.4
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat frekuensi terbesar yaitu responden yang mengalami perubahan laba meningkat sebanyak 58 (46,4%) dan terkecil menurun sebanyak 12 (9,6%). Untuk melihat presentase perubahan laba tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.20 Presentase Perubahan Laba Tahun 2011 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
12
9.6
2.
0 - 24 %
80
64.0
3.
≥ 25 %
33
26.4
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Berdasarkan data di atas frekuensi yaitu terbesar responden yang mengalami presentase perubahan 0 - 24% berjumlah 80 (64.0%) dan terkecil yaitu di bawah Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
119
0% berjumlah 12 (9.6%). Untuk responden yang mengalami presentase perubahan minimal 25% berjumlah 33 (26.4%). Data mengenai perubahan presentasi responden sejak dimulainya program sampai selesai yaitu pada tahun 2009 - 2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.21 Perubahan Laba Tahun 2009 - 2011 No Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
13
10.4
2.
Tetap
27
21.6
3.
Meningkat
85
68.0
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Tabel di atas memperlihatkan bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang labanya meningkat berjumlah 85 (68,0%) dan terkecil responden yang labanya menurun berjumlah 13 (10.4%). Data tentang perubahan presentase nilai laba pada tahun 2009 - 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.22 Presentase Perubahan Laba Tahun 2009 - 2011 No Presentase Perubahan
Frekuensi
Presentase
1.
<0%
13
10.4
2.
0 - 24 %
45
36.0
3.
≥ 25 %
67
53.6
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Tabel diatas menunjukan bahwa frekuensi paling besar presentase perubahan laba minimal 25% sebanyak 67 (53.6%). Frekuensi terkecil yaitu responden yang mengalami perubahan presentase dibawah 0% sebanyak 13 (10.4%).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
120
4.2.1.3 Pencapaian Indikator Volume Produksi Pencapaian
indikator
ketiga
yaitu
perubahan
volume
produksi/barang/konsumen. Indikator pencapaian volume produksi terdiri dari empat yaitu volume produksi 2009, 2010, 2011 dan 2009 - 2011. Untuk mengetahui masing-masing presentase pencapaian volume produksi dalam penelitianan ini, digunakan perhitungan berdasarkan notasi pada tabel 4.6 halaman 110. Sehingga perhitungan volume produksi untuk masing-masing tahun dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Presentase perubahan volume produksi tahun 2009; Vb = (Vb - Va) / Va * 100 %
2.
Presentase perubahan volume produksi tahun 2010; Vc = (Vc - Vb) / Vb * 100 %
3.
Presentase perubahan volume produksi tahun 2011; Vd = (Vd - Vc) / Vc * 100 %
4.
Presentase perubahan volume produksi tahun 2009 - 2011 = Vb + Vc + Vd
Penyajian pencapaian indikator volume produksi disajikan dalam bentuk tabel rentang perubahan dari tahun 2009, 2010 dan 2011. Berikut ini tabel perubahan volume produksi responden berdasarkan temuan lapangan:
Tabel 4.23 Perubahan Volume Produksi Responden No
Keterangan
Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
2009
2010
2011
2009 - 2011
1.
Menurun
13 (10.4)
17 (13.6)
11 (8.8)
15 (12.0)
2.
Tetap
69 (55.2)
61 (48.8)
53 (42.4)
29 (23.2)
3.
Meningkat
43 (34.4)
47 (37.6)
61 (48.8)
81 (64.8)
125 (100.0)
125 (100.0)
125 (100.0)
125 (100.0)
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
121
Berdasarkan tabel diatas memperlihatkan bahwa pada tahun 2009 frekuensi terbesar (modus) yaitu responden dengan kategori tetap berjumlah 69 (55.2%) dan terkecil berjumlah 13 (10.4%) dengan kategori menurun. Pada 2010 frekuensi terbesar yaitu responden dengan kategori berjumlah 61 (48.8%) dan yang terkecil sebanyak 17 (13.6%) dengan kategori menurun. Tahun berikutnya yaitu 2011 frekuensi terbesar terjadi pada responden yang mengalami peningkatan volume produksi berjumlah 61 (68.8%) dan frekuensi terkecil yaitu 11 (8.8%) responden yang mengalami penurunan. Sedangkan perubahan selama program (2009 - 2011) frekuensi frekuensi terbesar pada responden yang mengalami peningkatan yaitu berjumlah 81 (64.8%) dan terkecil tejadi pada responden yang mengalami penurunan volume produksi yaitu berjumlah 15 (12.0%). Data mengenai presentase perubahan volume produksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.24 Presentase Perubahan Volume Produksi Responden No Keterangan Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
Frekuensi (%)
2009
2010
2011
2009 - 2011
1.
<0%
13 (10.4)
19 (15.2)
11 (8.8)
15 (12.0)
2.
0 - 24 %
88 (70.4)
86 (68.8)
82 (65.6)
50 (40.0)
3.
≥ 25 %
24 (19.2)
20 (16.0)
32 (25.6)
60 (48.0)
Total
125 (100.0)
125 (100.0)
125 (100.0)
125 (100.0)
©
Sumber: diolah dengan SPSS 19 berdasarkan data kuesioner, 2012
Tabel diatas memperlihatkan presentase perubahan volume produksi responden tahun 2009, 2010, 2011. Pada tahun 2009 frekuensi terbesar responden yaitu antara 0 - 24% dengan jumlah 88 (70.4%) dan terkecil dibawah 0% dengan jumlah 13 (10.4%). Tahun 2010 frekuensi masih terdapat pada responden yang mengalami presentase perubahan antara 0 - 24% sebanyak 86 (68.8%) dan terkecil yaitu dibawah 0% sebanyak 19 (15.2%). Tahun 2011 frekuensi terbesar juga terjadi pada responden yang mengalami perubahan presentase volume produksi antara 0 - 24% sebesar 82 (65.6%) dan terkecil dibawah 0% sebanyak 11 (8.8%). Sedangkan perubahan presentase volume produksi sejak dimulainya program,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
122
tahun 2009 - 2009, frekuensi terbesar terdapat pada responden dengan presentase volume produksi minimal 25% berjumlah 60 (48.0%) dan terkecil dibawah 0% berjumlah 15 (12.0%).
4.2.1.4 Pencapaian Indikator Tenaga Kerja Indikator outcome yang ketiga yaitu 50% Perempuan Usaha Kecil (PUK) mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sejak dari awal sampai akhir program (2009 - 2011). Berikut ini data hasil an mengenai perubahan tenaga kerja responden dengan menanyakan jumlah tenaga kerja.
Tabel 4.25 Perubahan Jumlah Tenaga Kerja 2009 - 2011 No
Keterangan
Frekuensi
Presentase
1.
Menurun
9
7.2
2.
Tetap
84
67.2
3.
Meningkat
32
25.6
125
100.0
Total
Sumber: diolah dengan SPSS©19 berdasarkan data kuesioner 2012
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang tidak pengalami perubahan (tetap) berjumlah 84 (67,2%) dan terkecil responden yang mengalami penurunan berjumlah 9 atau responden 7.2%. Hasil tabel tersebut di dapat berdasarkan perhitungan perubahan presentase jumlah tenaga kerja tahun 2009, 2010 dan 2011.
4.2.2 Meningkatnya Posisi Tawar Perempuan Usaha Kecil Berdasarkan logical framework program, outcome yang kedua yaitu menigkatnya posisi tawar perempuan usaha kecil dilihat dari keterlibatan mereka dalam proses penyusunan perencanaan di tingkat lokal pada musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan. Didalam subindikator outcome juga disebutkan kader dan pengurus Jaringan Perempuan Usaha Kecil (JarPUK) mencintai produk-produk PUK. Oleh karena itu responden diberi pertanyaan siapa
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
123
saja yang membeli produk-produk mereka dan juga keikutsertaan mereka dalam musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan (musrenbangkel) serta sejauhmana tingkat keterlibatan tersebut. Berikut ini akan disajikan tabel yang menggambarkan kenyataan tersebut berdasarkan temuan lapangan.
Tabel 4.26 Konsumen yang Membeli Produk PUK No
Keterangan
Frekuensi (%)
1.
Masyarakat Umum
101 (80.8)
2.
Kader
9 (7.2)
3.
Pengurus
15 (12.0) Total
125 (100)
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar responden menjawab masyarakat umum dengan jumlah 101 (80.8%) dan frekuensi terkecil menjawab kader dengan jumlah 9 (7,2%). Total presentase kader dan pengurus yang membeli produk PUK yairu 19.2%. Didalam indikator program pada bab 1 halaman 18 disebutkan minimal 25% kader dan pengurus membeli produk PUK. Sedangkan untuk tingkat keterlibatan responden dalam musrenbangkel dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.27a Keterlibatan Responden Dalam Musrenbangkel No
Keterangan
1.
Tidak
96 (76.8)
2.
Ya
29 (23.2) Total
Frekuensi (%)
125 (100)
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Dari tabel diatas terlihat
frekuensi responden dalam keterlibatan
musyawarah perencanaan dan pembangunan kelurahan. Terdapat 96 (76,8%) yang menjawab tidak berjumlah 29 (23.2%) dari 125 responden. Didalam indikator
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
124
program disebutkan 25% PUK terlibat dalam musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan. Dari 29 responden yang menjawab dapat dilihat tingkat keterlibatan responden mereka mengikuti kegiatan musrengdes dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.27b Tingkat Keterlibatan Responden Dalam Musrenbangkel No Keterangan 1.
Menyampaikan
Frekuensi (%) informasi
adanya
kegiatan
13 (44.8)
musrenbang kelurahan kepada warga disekitarnya 2.
Memberi usulan program secara langsung dalam
10 (34.5)
musrenbang kelurahan 3.
Berdiskusi hasil musrenbang kelurahan dengan warga
1 (3.4)
yang tidak hadir 4.
Mengawasi pembangunan kelurahan secara aktif
5 (17.2)
Total
29 (100)
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tingkat keterlibatan 29 responden yang mengikuti kegiatan musrenbang kelurahan dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang menyampaikan informasi adanya kegiatan musrenbang kelurahan kepada warga sekitarnya dengan jumlah 13 (44.8%).
4.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencapaian Outcome Bagian ini mendeskripsikan tentang faktor-faktor mencapaian outcome dilihat dari aspek process dan input. Berdasarkan indikator proses pada bab 1 halaman 18 - 20, didalam aspek process terdapat enam variable, masing-masing variabel memiliki indikator dan sub indikator. Variabel-variabel yang termasuk dalam process pada bab 1 tabel 1.2 halaman 18 - 19 yaitu:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
125
1.
Bantuan teknis dan pengembangan usaha
2.
Pengembangan pasar
3.
Asistensi dan konsultasi bisnis Berikut ini dijabarkan dalam masing-masing bagian variabel yang termasuk
dalam aspek process.
4.3.1 Bantuan Teknis dan Pengembangan Usaha Bagian yang termasuk dalam variabel bantuan teknis dan pengembangan usaha terdapat dalam item-item pertanyaan kuesioner. Pertanyaan itu dibuat berdasarkan sub-sub indikator logical framework program yang di tentukan oleh pengelola progam. Penyajian data pada aspek proses ini dijabarkan secara univariat yaitu mendeskripsikan masing-masing aspek dalam indikator proses dan melihat hubung atau keterkaitannya dengan outcome dengan menggunakan tabulasi tabel silang (crosstab) atau uji chi square (χ²). Jika hasil chi square menunjukkan terdapat hubungan antara dua variabel maka akan dilanjutkan dengan uji kekuatan Tau Kendall. Untuk melihat kekuatan hubungan tersebut merujukan pada tabel koefisien korelasi Kendall yang terdapat pada bab 1 halaman 31, tabel 1.5.
Masing-masing data mengenai pencapaian indikator
tersebut disajikan dalam tabel berikut ini.
4.3.1.1 Kemampuan Mengidentifikasi Masalah Usaha Pada
indikator
disebutkan
bahwa
minimal
terdapat
70%
dapat
mengidentifikasikan masalahnya dalam usaha. Berikut ini tabel frekuensi yang dapat mendeskripsikan capaian indikator tersebut.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
126
Tabel 4.28a Kemampuan Responden Mengidentifikasi Masalah Usaha Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak ada masalah Modal Pesaing usaha Pemasaran Total
14 58 11 42 125
11.2 46.4 8.8 33.6 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang dapat mengidentifikasi masalah modal sebanyak 58 (46%) dan terkecil pesaing usaha 11 (8.8%) dari total 125 responden. Responden yang menjawab tidak ada masalah termasuk dalam kategori rendah atau tidak dapat mengidentifikasi masalah dalam usaha dan yang menjawab modal, pesaing usaha serta pemasaran termasuk dalam responden yang dapat mengidentifikasi masalah (tinggi). Kategori baru tabel tentang kemampuan identifikasi masalah dengan kategori rendah dan tinggi.
Tabel 4.28b Kategori Kemampuan Mengidentifikasi Masalah Keterangan Frekuensi Presentase Rendah
14
11.2
Tinggi
111
88.8
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang dapan mengidentifikasi masalah dalam usaha dengan jumlah 111 atau 88.8%. Mengenai hubungan antara kemampuan mengidentifikasi masalah dengan pencapaian outcome dapat dilihat pada tabel silang berikut.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
127
Tabel 4.28c Tabel Silang Antara Kemampuan Mengidentifikasi Masalah Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Kemampuan Rendah 6 0 8 14 mengatasi 42.9% 0.0% 57.1% 100.0% masalah dalam Tinggi 13 16 82 111 berusaha 11.7% 14.4% 73.9% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang mengalami outcome menurun, frekuensi terbesar terdapat pada responden yang memiliki tingkat kemampuan mengatasi masalahnya rendah dengan presentase 42.9%. Responden yang tidak mengalami perubahan (tetap), frekuensi terbanyak terdapat pada responden yang
memiliki tingkat kemampuan mengidentifikasi masalahnya
tinggi dengan presentase 14.4%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, frekuensi terbesar terdapat pada responden yang tingkat kemampuan identifikasi masalahnya tinggi dengan presentase 73.9%. 4.3.1.2 Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha Dalam indikator program disebutkan 60% PUK mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Capaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.29a Kemampuan Responden Dalam Mengatasi Masalah Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak Ya Total
24 101 125
19.2 80.8 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang mampu mangatasi masalah dalam usaha sebanyak 101 (80.8%)
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
128
dan yang terkecil tidak mampu mengatasi masalah sebanyak 24 (19.2%). Indikator didalam logical framework program yaitu 70% perempuan usaha kecil dapat mengidentifikasi masalah usaha. Berdasarkan tabel diatas lebih dari 70% PUK yang dapat mengidentifikasi masalah usaha yaitu ada 80.8%. Hubungan antara kemampuan responden dengan capaian outcome dilakukan dengan menggunakan tabel silang dan chi square (χ²) dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.29b Tabel Silang Antara Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha Dengan Outcome
Menurun Kemampuan Tidak 4 mengatasi 16.7% masalah Ya 15 dalam 14.9% berusaha Total 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 7 13 24 29.2% 54.2% 100.0% 9 77 101 8.9% 76.2% 100.0% 16 12.8%
90 72.0%
125 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel 4.29b dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami outcome menurun terjadi pada responden yang tidak mampu mengatasi masalah dengan presentase 16.7%. Frekuensi terbesar responden yang mengalami outcome tetap terdapat pada responden yang tidak dapat mengatasi masalah dalam berusaha dengan presentase 29.2%. Sedangkan frekuensi terbesar responden yang mengalami peningkatan outcome terdapat pada responden yang mampu mengatasi masalah dalam berusaha sebesar 76.2%.
Untuk tabel chi
square antara kemampuan mengatasi masalah dengan pencapaian outcome, kategori menurun dan tetap akan di gabungkan. Jadi terdapat dua kategori (menurun dan tetap, meningkat).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
129
Hasil uji hubungan antara variabel kemampuan mengatasi masalah dengan pencapaian outcome, menunjukan bahwa nilai (value) chi square hitung sebesar 4.686. Nilai derajat kebebasan (df) = 1, berdasarkan pada chi square tabel dengan tingkat tingkat signifikansi 0.05 sebesar 3.84. Hal tersebut berarti nilai chi square hitung (4.686) > dari chi square tabel (3.84) menunjukan bahwa ada hubungan antara kemampuan mengatasai masalah dengan pencapaian outcome. Bisa dilihat juga bahwa nilai signifikansi 2 sisi pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) sebesar 0.030 < dari 0.05 yang berarti ada hubungan antara kedua variabel. Untuk melihat kekuatan hubungan kedua variabel diatas maka dapat dilihat berdasarkan hasil uji Tau Kendall. (lihat lampiran 8 tabel 1) Berdasarkan tabel uji Tau Kendall antara kemampuan berusaha dengan outcome didapatkan nilai Correlation Coefficient sebesar 0.194. Hasil terbeut menunjukan hubungan yang positif (+). Berdasarkan nilai korelasi Kendall (lihat halaman 30) menunjukan bahwa hubungan kedua variabel tersebut sangat rendah. (lihat lampiran 8 tabel 2)
Tabel 4.29c Langkah Responden Jika Mengalami Masalah Usaha Keterangan
Frekuensi
Presentase
Membiarkan saja
18
14.4
Diskusi dengan keluarga
45
36.0
Konsultasi dengan pendamping
16
12.8
Diskusi dengan teman usaha yang sejenis
35
28.0
Mencari dari buku
3
2.4
Mencari di Internet
5
4.0
Mencari Hutangan
3
2.4
125
100.0
Total ©
Sumber: diolah dengan SPSS 19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
130
Sesuai dengan tabel langkah yang diambil responden dalam mengatasi masalah maka dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang berdikusi dengan keluarga sebanyak 45 (36.0%) dari total 125 responden.
4.3.1.3 Melakukan Perencanaan Usaha Indikator dalam logical framework program yaitu 50% PUK melakukan perencanaan secara tertulis. Tabel selanjutnya yaitu temuan terhadap pertanyaan apakah responden melakukan perencanaan secara tertulis untuk mengukur capaian salah satu bagian process dalam logical framework program.
Tabel 4.30a PUK Melakukan Perencanaan Secara Tertulis Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak
81
64.8
Ya
44
35.2
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Dari tabel diatas, frekuensi terbanyak terjadi pada responden yang melakukan perencanaan tertulis berjumlah 81 (64.8%) dari 125 responden. Jika dihubungkan antara melakukan perencanaan tertulis dengan pencapaian outcome, maka dapat dilihat pada tabel silang dibawah ini.
Tabel 4.30b Tabel Silang Antara Melakukan Perencanaan Secara Tertulis Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total PUK Tidak 14 5 62 81 melakukan 17.3% 6.2% 76.5% 100.0% perencanaan Ya 5 11 28 44 secara tertulis 11.4% 25.0% 63.6% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
131
Berdasarkan hasil tabulasi antara responden yang melakukan perencanaan usaha secara tertulis dengan pencapaian outcome maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami penurunan outcome terdapat pada responden yang tidak melakukan perencanaan secara tertulis dengan presentase 17.3%. Frekuensi terbesar responden yang outcome-nya tetap terdapat pada responden yang melakukan perencanaan usaha secara tertulis dengan presentase 25.0%. Sedangkan frekuensi terbesar responden yang mengalami outcome meningkat terdapat pada responden yang tidak melakukan perencanaan usaha secara tertulis dengan presentase 76.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelompok responden yang tidak melakukan perencanaan usaha lebih banyak yang meningkat dibandingkan dengan responden yang melakukan perencanaan usaha. Sedangkan untuk manfaat
yang dirasakan resnponden jika
melakukan
perencanaan usahadapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.30c Manfaat yang didapat Jika Melakukan Perencanaan Keterangan
Frekuensi Presentase
Tidak ada
60
48.0
Lebih terkendali
64
51.2
1
.8
125
100.0
Lebih Paham Masalah Yang di Hadapi Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukan bahwa frekuensi terbesar responden menjawab lebih terkendali usahanya jika melakukan perencanaan usaha tertulis dengan jumlah 64 (51.2%) dan terkecil 1 (0.8%) menjawab lebih paham masalah yang dihadapi.
4.3.1.4 Peningkatan Volume Usaha PUK Temuan berikutnya yaitu tentang peningkatan skala volume produksi responden selama berlangsungnya program pada tahun 2009 - 2010. Data mengenai hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
132
Tabel 4.31a Skala Volume Usaha PUK Meningkat Tahun 2009 - 2011 Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
27
21.6
Ya
98
78.4
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas, responden yang mengalami skala volume usaha tidak meningkat terdapat 27 (21.6%) dan meningkat 98 (78.4%) dari total 125 responden. Jika melihat capaian indikator program yaitu 50 % perempuan usaha kecil mengalami peningkatan volume usaha maka berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa lebih dari 50% PUK yang mengalami peningkatan usaha sejak tahun 2009 - 2011. Untuk mengetahui hubungan antara peningkatan skala volume usaha responden dengan outcome dapat dilihat pada tabel silang yang dilanjutkan dengan uji chi square dan Tau Kendall.
Tabel 4.31b Tabel Silang Antara Skala Volume Usaha Dengan Outcome
Skala volume usaha PUK meningkat selama tahun 2009 - 2011 Total
Tidak Ya
Outcome Menurun dan Tetap Meningkat Total 13 14 27 48.1% 51.9% 100.0% 22 76 98 22.4% 77.6% 100.0% 35 28.0%
90 125 72.0% 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari responden yang outcomenya turun dan tetap, frekuensi terbesar terdapat pada responden yang tidak mengalami peningkatan skala volume usaha dengan presentase sebesar 48.1%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, frekuensi terbesar
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
133
terdapat pada responden yang mengalami peningkatan volume usaha dengan presentase 77.6%. Hasil uji chi square kedua variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 3 lampiran 8. Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa hasil (χ²) chi square hitung (value) sebesar 6.935 dengan df = 1 dengan nilai α 0.05 di dapat chi square tabel 3.84. Nilai χ² hitung (6.935) > dari χ² tabel (6.935). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel. Uji kekuatan hubungan dilakukan dengan menggunakan uji Tau Kendall. Hasil tabel pada baris Correlation Coefficient bernilai 0.236. Berdasarkan tingkan signifikansi koefisien korelasi Kendall (lihat halaman 30) nilai kedua variabel tersebut tersebut memiliki hubungan yang rendah. (Lihat lampiran 8, tabel 4).
4.3.1.4 Pengetahuan PUK Didalam indikator berikutnya yaitu 60% PUK memiliki keterampilan baru dalam produksi dan 50% pasca pelatihan, PUK mampu mengaplikasikan keterampilan yang didapat selama pelatihan Berikut ini data untuk melihat pencapaian indikator tersebut:
a. Pengetahuan PUK Temuan berikut ini memperlihatkan hasil pencapaian outcome peningkatan pengetahuan responden setelah mengikuti pelatihan. Tabel 4.32a Responden Mendapat Pengetahuan Baru Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
12
9.6
Ya
113
90.4
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukan bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang mendapat pengetahuan baru setelah mengikuti pelatihan dengan jumlah 113 (90.4%) dari total 125 responden. Tabel silang antara pengetahuan baru yang didapat dengan pencapaian outcome dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
134
Tabel 4.32b Tabel Silang Antara Pengetahuan Baru Setelah Mengikuti Pelatihan Dengan Outcome Menurun PUK mendapat Tidak 2 pengetahuan baru 16.7% setelah mengikuti Ya 17 pelatihan 15.0% Total 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 0 10 12 .0% 83.3% 100.0% 16 80 113 14.2% 70.8% 100.0% 16 90 125 12.8% 72.0% 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat dari responden mengalami penurunan outcome, paling banyak terdapat pada responden yang tidak mendapat pengetahuan baru setelah mengikuti pelatihan dengan presentase 16.7%. Responden yang outcome-nya tetap, paling banyak terdapat pada responden yang tidak mendapat pengetahuan baru dengan presentase 83.3%. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel karena selisih presentase kedua variabel kurang dari 10% (lihat halaman 31). b. Penerapan Keterampilan PUK Berikut ini tabel tentang penerapan keterampilan baru responden dalam produksi. Tabel 4.33a Responden Mempraktikkan Keterampilan Usaha Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
16
12.8
Ya
109
87.2
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat frekuensi terbanyak terjadi pada responden mempraktikan keterampilan yang didapat setelah mengikuti pelatihan sebesar 109 (87.2%) dari total 125 responden. Selanjutnya tabel
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
135
dibawah ini merupakan tabel silang antara mempraktikan keterampilan baru dengan outcome. Tabel 4.33b Tabel Silang Antara Praktik Keterampilan Setelah Pelatihan Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Mempraktikan Tidak 3 0 13 16 keterampilan yang di 18.8% 0.0% 81.3% 100.0% dapat setelah Ya 16 16 77 109 mengikuti pelatihan 14.7% 14.7% 70.6% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel silang diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami outcome menurun terdapat pada reponden yang tidak mempraktikan keterampilan setelah pelatihan dengan presentase 18.8%. Frekuensi terbesar responden yang tidak mengalami perubahan outcome (tetap) terdapat pada responden yang mempraktikan keterampilan setelah pelatihan dengan presentase 14.7%. Sedangkan untuk responden yang mengalamin peningkatan outcome, frekuensi terbesar terdapat pada responden yang tidak mempraktikan keterampilan setelah pelatihan dengan presentase 81.3%. Kesimpulan tabel silang diatas tidak ada hubungan diantara kedua variabel.
4.3.1.5 Keterampilan Baru PUK Indikator dalam program yaitu terdapat 60% PUK memiliki keterampilan baru setalah mengikuti pelatihan. Berikut data yang menjelaskan hal tersebut. Tabel 4.34a Responden Mendapat Keterampilan Usaha Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
32
25.6
Ya
93
74.4
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
136
Frekuensi terbesar pada tabel diatas terjadi responden yang mendapat keterampilan baru 74.4% atau 93 reponden dari total 125 responden. Hasil tabel silang berikut untuk melihat hubungan antara variabel mendapat keterampilan baru dengan outcome.
Tabel 4.34b Tabel Silang Antara Mendapat Keterampilan Baru Dengan Outcome
PUK mendapat keterampilan baru setelah mengikuti pelatihan Total
Menurun Tidak 8 25.0% Ya 11 11.8% 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 0 24 32 0.0% 75.0% 100.0% 16 66 93 17.2% 71.0% 100.0% 16 90 125 12.8% 72.0% 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel silang diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami penurunan outcome terdapat pada responden yang tidak mendapat keterampilan baru dengan presentase 25.0%. Frekuensi terbesar responden yang tidak mengalami perubahan (tetap) terdapat pada responden yang mendapat keterampilan baru dengan presentase 17.2%. Sedangkan frekuensi terbesar responden yang meningkat terdapat pada responden yang tidak mendapat keterampilan baru dengan presentase 75.0%. Mengenai jenis-jenis keterampilan yang didapat 93 responden diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
137
Tabel 4.34c Keterampilan Yang Didapat Responden No Jenis Keterampilan
Frekuensi
Presentase
1.
Manajemen usaha
9
7.2
2.
Pengepakan
10
8.0
3.
Membuat Tas
6
4.8
4.
Membuat kue
24
19.2
5.
Pengolahan Makanan
14
11.2
6.
Pengembangan Usaha
18
14.4
7.
Pelatihan Warna Alam
7
5.6
8.
Aplikasi Kain Perca
3
2.4
9
Menganyam Pita
1
.8
1
.8
93
100.0
10. Membuat Sangkar Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas frekuensi terbanyak yaitu keterampilan membuat kue ada 24 (19.2%) dan yang paling sedikit menganyam pita 1 (0.8%) serta membuat sangkar (0.8%) dari total responden 125 orang.
4.3.1.6 PUK Melakukan Perencanaan Produksi Disebutkan dalam indikator proses (halaman 19) yaitu 50% peserta mampu melakukan produksi sesuai rencana usaha. Data temuan lapangan pencapaian indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.35a Responden Melaksanakan Perencanaan Produksi Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
38
30.4
Ya
87
69.6
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tebel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang melakukan perencanaan usaha dengan jumlah 87 (69.6%) dari
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
138
total 125 responden. Hasil tabel silang antara melakukan perencanaan produksi dengan pencapaian outcome dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.35b Tabel Silang Antara Melaksanakan Perencanaan Usaha Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total PUK Tidak 8 5 25 38 menjalankan 21.1% 13.2% 65.8% 100.0% usaha sesuai Ya 11 11 65 87 dengan 12.6% 12.6% 74.7% 100.0% perencanaan Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel silang di atas memperlihatkan bahwa frekuensi terbesar responden responden yang mengalami penurunan outcome terdapat pada responden yang tidak menjalankan usaha sesuai dengan perencanaan dengan presentase 21.1%. Frekuensi terbesar responden yang tidak mengalami perubahan outcome (tetap) terdapat pada responden yang tidak menjalankan usaha sesuai dengan perencanaan dengan presentase 13.2%. Sedangkan frekuensi terbesar responden yang mengalami peningkatan outcome terdapat pada responden yang menjalankan usaha sesuai dengan perencanaan. Pada presentase outcome menurun dengan menjalankan usaha terdapat selisih kurang dari 10%. Kesimpulan tabel silang di atas yaitu tidak ada hubungan diantara kedua variabel (lihat ketantuan halaman 31).
4.3.1.6 Kemampuan PUK Menjaga Kualitas Produksi Indikator kualitas produk yaitu 50% PUK mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
139
Tabel 4.36a Kemampuan Responden Menjaga Kualitas Produk Keterangan
Frekuensi
Presentase
Buruk
2
1.6
Tetap
44
35.2
Meningkat
79
63.2
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diketahui bahwa frekuensi terbesar terdapat pada reponden yang mampu meningkatkan kualitas produk sebanyak 79 (63.2%) dari total 125 responden. Tabel berikut ini merupakan tabel silang antara kemampuan meningkatkan kualitas produk dengan pencapaian outcome.
Peningkatan kualitas produksi setelah mengikuti pelatihan Total
Tabel 4.36b Tabel Silang Antara Kualitas Produksi Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Buruk 0 0 2 2 0.0% 0.0% 100.0% 100.0% Tetap 10 7 27 44 22.7% 15.9% 61.4% 100.0% Meningkat 9 9 61 79 11.4% 11.4% 77.2% 100.0% 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel silang diatas mendeskripsikan bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami penurunan outcome terdapat pada responden dengan peningkatan kualitas produksi tetap dengan presentase 22.7%. Frekuensi terbesar responden yang tidak mengalami perubahan outcome (tetap) terdapat pada responden yang kualitas produksinya tetap dengan presentase 15.9%. Sedangkan frekuensi terbesar responden yang mengalami peningkatan outcome terdapat pada responden yang kualitas produksinya meningkat.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
140
4.3.1.7 Inovasi PUK dalam Pengembangan Usaha Indikator pada bab 1 halaman 19 disebutkan 50% PUK melakukan inovasi produk dalam pengembangan usaha. Data berikut ini merupakan hasil pencapaian pada indikator tersebut.
Tabel 4.37a Inovasi Responden dalam Pengembangan Usaha Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak
16
12.8
Ya
109
87.2
Total
125
100.0 ©
Sumber: diolah dengan SPSS 19: 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang melakukan inovasi dalam pengembangan usaha sebanyak 87.2% atau 109 dari total 125 responden. Sedangkan untuk hubungan kedua variabel yaitu inovasi pengembangan usaha dengan outcome dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.37b Tabel Silang Inovasi/Cara Baru Usaha Dengan Outcome
Inovasi/cara baru dalam berusaha setelah mengikuti pelatihan Total
Tidak Ya
Menurun 10 22.7% 9 11.1% 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 7 27 44 15.9% 61.4% 100.0% 9 63 81 11.1% 77.8% 100.0% 16 12.8%
90 125 72.0% 100.0%
Sumber: , diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel silang diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar responden yang mengalami penurunan terdapat pada responden yang tidak melakukan inovasi baru dengan presentase 22.7%. Frekuensi terbesar responden yang tidak mengalami perubahan (tetap) outcome terdapat pada responden yang
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
141
tidak melakukan inovasi baru dalam berusaha dengan presentase 15.9%. Sedangkan frekuensi terbanyak responden yang mengalami peningkatan outcome terjadi pada responden yang melakukan inovasi dalam berusaha dengan presentase 77.8%.
4.3.1.8 Target Keuntungan PUK dalam Pengembangan Usaha Indikator pada bagian ini yaitu 50% PUK mampu mencapai target keuntungan minimal 25% dari rencana. Pencapaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.38a Kemampuan Mencapai Target Keuntungan PUK Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak
38
30.4
Ya
87
69.6
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang mampu mengalami mencapai target dalam pengembangan usaha dengan jumlah 87 (69.6%) dari total 125 responden.
Tabel 4.38b Presentase Pencapaian Target Keuntungan PUK Keterangan Frekuensi Presentase 0-4% 4-9% 10 - 14 % 15 - 19 % 20 - 25 % ≥ 25 % Total
72 19 7 4 9 14 125
57.6 15.2 5.6 3.2 7.2 11.2 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
142
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang mencapai presentase 0 - 4 % dengan jumlah 72 (57.6%). Didalam indikator program disebutkan 50% peserta mampu mencapai target keuntungan minimal 25% dari perencanaan yang dibuat.
4.3.1.9 Produk Unggulan PUK di Tingkat Kota Terdapat 50% produk unggulan ditingkat kabupaten/kota merupakan indikator didalam logical framework program. Untuk melihat pencapaian tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.39a Produk Unggulan PUK di Tingkat Kota Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak
8
6.4
Ya
117
93.6
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Frekuensi terbesar dari tabel diatas yaitu adanya produk unggulan ditingkat kota dengan jumlah 93.6% didapat dari 117 responden yang menjawab terdapat produk unggulan PUK di Kota Solo.
Tabel 4.39b Jenis produk unggulan di tingkat Kota Solo Keterangan
Frekuensi
Presentase
Batik
57
45.6
Olahan makanan
37
29.6
Kerajinan tangan
31
24.8
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang menjawab batik dengan jumlah 57 (45.6%) sebagai produk unggulan kota Solo dan terkecil kerajinan tangan 31 (24.8%) Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
143
4.3.2 Pengembangan Pasar Variabel kedua aspek proses dalam logical framework program pada bab 1 halaman 19 yaitu pengembangan pasar dengan indikator-indikator sebagai berikut:
1.
Jumlah produk yang terjual dan laba saat pameran
2.
JarPUK dikenal di luar wilayah Solo Berikut ini tabel yang dapat mendeskripsikan kedua indikator tersebut.
4.3.2.1 Transaksi Setelah Pameran Dalam indikator disebutkan 50% terjadi transaksi yang berlanjut pasca pameran, minimal untuk 2 jenis produk dalam pameran. Berikut temuan lapangan untuk melihat pencapaian tersebut.
Tabel 4.40 Jumlah Transaksi Setelah Pemeran Keterangan
Frekuensi
Presentase
0 item
47
37.6
1 item
21
16.8
2 item
16
12.8
3 item
11
8.8
> 3 item
30
24.0
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang tidak mengalami transaksi setelah pameran dengan jumlah 47 (37.6%) dari total 125 responden. Data diatas menunjukkan responden yang mengalami transaksi minimal 2 produk barang berjumlah 45.6% yang didapatkan dari penjumlahan presentase responden yang mangalami transaksi 2, 3 dan > item produk.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
144
4.3.2.2 PUK Mendapat Laba Selama Pameran Indikator pada bagian ini yaitu 50% perempuan usaha kecil mendapat laba selama pameran. Berikut hasil termuan lapangan untuk melihat pencapaian tersebut. Tabel 4.41a PUK Mendapat Laba Selama Pameran Keterangan Frekuensi Presentase Tidak Ya Total
47 78 125
37.6 62.4 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang mandapat laba selama mengikuti pameran dengan jumlah 78 (62.4%). Hasil tabel silang antara mendapat laba dengan pencapaian outcome dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.41b Tabel Silang Antara Laba Pameran Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total PUK mendapat Tidak 15 7 25 47 laba selama 31.9% 14.9% 53.2% 100.0% mengikuti Ya 4 9 65 78 pameran 5.1% 11.5% 83.3% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% ©
Sumber: diolah dengan SPSS 19: 2012
Berdasarkan hasil tabel silang diatas dapat dilihat bahwa responden yang tidak mendapat laba selama mengikuti pameran berjumlah 47 (100%) dengan presentase terbesar 25 (53.2%). Sedangkan responden yang mendapat laba berjumlah 78 (100%) dengan presentase 65 (83.3%). Hasil uji chi square kedua variabel diatas dapat dilihat pada lampiran 8, tabel 5. Berdasarkan hasil chi square hitung (17.803) > chi square tabel (5.99). Didapat dari df = 2, α 0.05 dalam tabel chi square. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel dengan dasar keputusan pada Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
145
bab 1 halaman 28. Kekuatan hubungan akan dilakukan dengan koefisien korelasi Tau Kendall. (lihat lampiran 8, tabel 6). Hasil nilai koefisen korelasi Tau Kendall didapat 0.325 (+) positif. Dengan pernyataan semakin tinggi laba semakin tinggi outcome. Berdasarkan tingkat koefisien korelasi Kendall (lihat halaman 31) memiliki hubungan yang rendah.
4.3.2.3 Produk PUK di Kenal di Luar Wilayah Solo Indikator produk PUK dikenal diluar wilayah Solo yaitu minimal ada 3 produk baru dari 50 PUK dikenal oleh masyarakat diluar wilayah. Berikut ini tabel pencapaian indikator tersebut.
Tabel 4.42 Produk PUK di Kenal di Luar Wilayah Solo Keterangan Frekuensi Presentase 0 item
66
52.8
1 - 2 item
21
16.8
3 - 4 item
18
14.4
5 - 6 item
11
8.8
> 6 item Total
9 125
7.2 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS© 19: 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terjadi responden yang tidak memiliki produk unggulan yaitu 66 (52.8%) dan terkecil lebih dari 6 item sebanyak 9 (7.2%).
4.3.2.4 Popularitas JarPUK di Solo Indikator pada bagian ini yaitu Jar-PUK semakin dikenal di wilayah Kabupaten dengan tingkat popularitas 50%. Hasil pencapaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
146
Tabel 4.43 Popularitas JarPUK di Solo Keterangan Frekuensi Presentase Tidak
17
13.6
Ya
108
86.4
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat popularitas JarPUK mencapai 86.4% didapat dari presentase responden bahwa JarPUK dikenal di wilayah Solo.
4.3.3 Asistensi dan Konsultasi Bisnis Dimensi ketiga dalam variabel proses yaitu indikator asistensi dan konsultasi bisnis memiliki subindikator terpenuhinya kebutuhan perempuan usaha kecil dalam pengembangan usaha selama pelaksanaan porgram yaitu pada tahun 2009 - 2011. Termasuk didalamnya yaitu intensitas pendamping mengunjungi perempuan usaha kecil. Untuk itu responden diberikan pertanyaan apakah kebutuhan mereka terpenuhi selama program. Untuk melihat jawaban responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
4.3.3.1 Kebutuhan PUK Terpenuhi Didalam inidikator program disebutkan 70% PUK terpenuhi kebutuhannya. Untuk melihat capaian tersebut maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.44a Kebutuhan usaha yang terpenuhi selama mengikuti mengikuti program Keterangan Tidak Ya Total
Frekuensi Presentase 53 42.4 72 57.6 125 100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
147
Tabel diatas memperlihatkan bahwa responden yang merasa tidak terpenuhi kebutuhannya selama program berjumlah 53 (42.4%) dan yang terpenuhi sebanyak 72 (57.6%). Mayoritas dari jawaban responden yaitu mereka yang merasa terpenuhi kebutuhannya selama program. Untuk melihat hubungan antara kebutuhan responden dengan pencapaian outcome maka dapat dilihat pada tabel silang berikut ini:
Tabel 4.44b Tabel Silang Antara Kebutuhan Usaha Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Kebutuhan usaha Tidak 9 5 39 53 yang terpenuhi 17.0% 9.4% 73.6% 100.0% selama mengikuti Ya 10 11 51 72 mengikuti program 13.9% 15.3% 70.8% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan hasil tabel silang antara terpenuhinya kebutuhan responden terhadap pencapaian outcome maka dapat dilihat bahwa responden yang mengalami penurunan outcome, paling banyak terdapat pada mereka yang tidak terpenuhi kebutuhannya dengan presentase 17.9%. Responden yang tidak mengalami perubahan outcome (tetap), paling banyak terdapat pada mereka yang merasa terpenuhi kebutuhannya selama program dengan presentase 15.3%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, paling banyak terdapat pada mereka yang tidak merasa terpenuhi kebutuhannya selama program dengan presentase 73.6%. Temuan selanjutnya yaitu untuk mengukur indikator intensitas perempuan usaha kecil dalam mengikuti pelatihan selama program. selanjutkan akan disajikan tabel silang antara intensitas reponden mengikuti pelatihan dengan pencapaian outcome. Berikut ini deskripsi univariat intensitas responden mengikuti pelatihan.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
148
Tabel 4.44c Intensitas Responden Mengikuti Pelatihan Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tidak pernah
19
15.2
1 - 2 kali
34
27.2
3 - 4 kali
38
30.4
5 - 6 kali
21
16.8
7 - 8 kali
9
7.2
> 8 kali
4
3.2
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar yaitu responden yang mengikuti 3 - 4 kali pelatihan dengan jumlah 38 (30.4%) dari total 125 responden. Mengenai hubungan antara peserta yang tidak mengikuti pelatihan dengan yang mengikuti pelatihan dilakukan dengan kategori tidak pernah menjadi rendah dan yang mengikuti pelatihan menjadi tinggi. Berikut ini tabel hubungan antara variabel keterlibatan dalam pelatihan dengan pencapaian outcome. Tabel silang diatas menunjukan bahwa frekuensi terbanyak responden yang menurun dan tetap pada outcome terdapat pada responden yang keterlibatan pelatihannya rendah dengan presentase 73.7%. Sedangkan frekuensi paling banyak responden yang mengalami peningkatan outcome terdapat pada responden yang keterlibatan pelatihannya tinggi dengan presentase 80.2%. Untuk melihat hubungan berdasarkan uji chi square maka dapatdilihat berdasarkan tabel hasil uji chi square. (lihat lampiran 8, tabel 7) Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan bahwa nilai chi square hitung > dari chi square tabel (3.84) dengan derajat kebebasan df=1, dapat diambil keputusan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel. Untuk mengetahui kekuatan hubungan diantara kedua variabel dilakukan dengan menggunakan hasil uji Tau Kendall. (lihat lampiran 8 tabel 8). Berdasarkan hasil uji Tau Kendal maka dapat dilihat bahwa nilai koefisien korerasi sebesar 0.431 yang berarti hubungan tersebut termasuk dalam kategori
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
149
sedang. Dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi keterlibatan dalam pelatihan akan semakin tinggi pula outcome. Informasi mengenai keterangan jika responden tidak dapat mengikuti pelatihan yang diadakan dalam program dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.44d Keterangan Ketika Tidak Dapat Mengikuti Pelatihan Keterangan
Frekuensi Presentase
Tidak tahu informasi
21
16.8
Mengurus anak
21
16.8
7
5.6
Berdagang
51
40.8
Ada acara keluarga
15
12.0
Tidak ada kendaraan
4
3.2
Kuota terbatas
6
4.8
125
100.0
Sakit
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas menerangkan bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang menjawab berdagang sebanyak 51 (40.8%) dari total 125 responden.
4.3.3.2 Keterlibatan pendamping Untuk melihat intensitas pendamping mengunjungi perempuan usaha kecil dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
150
Tabel 4.45a Intensitas Kunjungan Pendamping Keterangan
Frekuensi Presentase
Tidak pernah
54
43.2
1 - 3 kali
27
21.6
4 - 6 kali
8
6.4
7 - 9 kali
11
8.8
> 9 kali
25
20.0
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terjadi pada responden yang mengikuti pelatihan 1 - 3 kali dengan frekuensi 27 atau 21.6% dari total 125 responden. Didalam indikator (bab 1 halaman 20) disebutkan 1 - 3 kali pendamping mengunjungi 50% PUK selama berlangsungnya program. Oleh karena itu kategori dibawah 0 kali termasuk dalam kategori rendah dan > 1 kali termasuk dalam kategori tinggi. Berikut ini hasil tabel silang antara intensitas pendamping dengan outcome.
Tabel 4.45b Tabel Silang Antara Intensitas Pendamping Dengan Outcome
Menurun Kunjungan Rendah Pendamping Tinggi Total
12 22.2% 7 9.9% 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 4 38 54 7.4% 70.4% 100.0% 12 52 71 16.9% 73.2% 100.0% 16 90 125 12.8% 72.0% 100.0%
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
151
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa bahwa paling banyak responden yang mengalami penurunan outcome terdapat pada intensitas kunjungan pendamping rendah dengan presentase 22.2%. Responden yang tidak mengalami perubahan outcome (tetap), paling banyak terdapat pada intensitas kunjungan pendamping tinggi dengan presentase 16.9%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, paling banyak terdapat pada responden dengan intensitas kunjungan pendamping tinggi (73.2%).
4.3.3.3 Manfaat pendamping Sedangkan tingkat manfaat pendamping menurut responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.46a Tingkat Manfaat Pendamping Bagi PUK Keterangan
Frekuensi Presentase
Sangat tidak bermanfaat
1
.8
Tidak bermanfaat
4
3.2
Bermanfaat
89
71.2
Sangat bermanfaat
31
24.8
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukan bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang merasakan pemberi materi bermanfaat yaitu sebanyak 89 (71.2%) dari total 125 responden. Dalam indikator logical framework program disebutkan 50% PUK merasakan manfaat dari pendamping. Mengenai apa saja bentuk manfaat pendamping bagi responden, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
152
Tabel 4.46b Bentuk Manfaat Pendamping Bagi Responden Keterangan
Frekuensi Presentase
Memberikan informasi tentang pelatihan
13
10.4
Memberikan informasi tentang pameran
4
3.2
Simpan pinjam
1
.8
Tempat diskusi masalah usaha
34
27.2
Menguatkan organisasi
14
11.2
Motivator
31
24.8
Menambah Pengetahuan Baru
16
12.8
Membantu Perencanaan Usaha
7
5.6
Tidak Ada
5
4.0
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa manfaat terbesar pendamping yaitu sebagai tempat berdiskusi masalah dalam berusaha dengan jumlah 34 (27.2%) dari total 125 responden. 4.3.3.4 Keterlibatan Instruktur/Pemberi Materi Berdasarkan indikator program (halaman 20) keterlibatan instruktur/pemberi materi diukur berdasarkan 50% manfaat yang dirasakan PUK. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.47a Tingkat Manfaat Pemberi Materi Pelatihan (Instruktur) Keterangan Tidak bermanfaat
Frekuensi Presentase 5
4.0
Bermanfaat
94
75.2
Sangat bermanfaat
26
20.8
125
100.0
Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
153
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar terdapat pada responden yang merasakan bahwa pemberi materi pelatihan bermanfaat dengan jumlah 94 (75.2%) dari total 125 responden. Sedangkan bentuk manfaat pemberi materi yang dirasakan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.47b Bentuk Manfaat Pemberi Materi (Instruktur) Keterangan
Frekuensi Presentase
Membantu akses jaringan ke organisasi masyarakat 12
9.6
Menambah Pengetahuan Baru
63
50.4
Menambah Kreasi Baru
7
5.6
Memperluas Pasar
22
17.6
Diskusi Masalah Usaha
4
3.2
Tambah Pengalaman
12
9.6
Tidak Ada
5
4.0
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menunjukkan bahwa frekuensi terbesar responden menjawab bentuk manfaat pemberi materi yaitu menambah pengetahuan baru dengan frekuensi 63 atau 50.4% dari total 125 responden.
4.4 Faktor Input an ini fokus kepada penerima manfaat, oleh karena itu variabel yang akan dijabarkan pada bagian ini berhubungan dengan aspek penerima manfaat dilihat berdasarkan usia, latar belakang pendidikan, status pernikahan, bantuan dan kegiatan yang dijalani responden diluar program serta keterkaitan menjalankan usaha dan peran sebagai perempuan. Aspek-aspek tersebut akan dikaitkan dengan pancapaian outcome.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
154
4.4.1 Usia Responden Seperti yang sudah dijabarkan pada bagian profil dan karakteristik responden yaitu 20 - 68 tahun. Usia responden akan diklasifikasikan berdasarkan kategori usia dewasa awal 20 - 40, dewasa pertengahan 41 - 60 dan lanjut usia diatas 60. Berdasarkan perbedaan usia tersebut maka akan dihubungkan dengan pencapaian outcome dengan menggunakan tabel silang seperti dibawah ini: Tabel 4.48 Tabel Silang Antara Usia Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Usia Dewasa Awal 7 5 29 41 Responden 17.1% 12.2% 70.7% 100.0% Dewasa 11 11 56 78 Pertengahan 14.1% 14.1% 71.8% 100.0% Lanjut Usia 1 0 5 6 16.7% 0.0% 83.3% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel silang diatas maka dapat dilihat bahwa responden yang mengalami penuruan outcome paling banyak terdapat pada usia dewasa awal dengan presentase 17.1%. Responden yang tidak mengalami perubahan outcome paling banyak terdapat pada usia dewasa pertengahan dengan presentase 14.1%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, paling banyak terdapat pada responden lanjut usia dengan presentase 71.8%.
4.4.2 Pendidikan Responden Berdasarkan temuan lapangan didapatkan bahwa pendidikan responden yaitu SD sampai dengan Sarjana. Tingkat pendidikan terakhir responden akan dibagi menjadi dua kategori, untuk responden SD sampai SMA termasuk dalam kategori rendah dan D3 sampai sarjana termasuk kategori rendah. Hubungan antara pendidikan akhir responden dengan outcome akan ditampilkan pada tabel silang berikut ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
155
Tabel 4.49 Tabel Silang Antara Tingkat Pendidikan Dengan Outcome
Pendidikan Responden Rendah Tinggi Total
Menurun 9 9.5% 10 33.3% 19 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 13 73 95 13.7% 76.8% 100.0% 3 17 30 10.0% 56.7% 100.0% 16 90 125 12.8% 72.0% 100.0%
Sumber: , diolah dengan SPSS©19: 2012
Sesuai dengan informasi tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang mengalami penurunan outcome, paling banyak terdapat pada responden berpendidikan tinggi dengan presentase 33.3%. Responden yang tidak mengalami perubahan (tetap) outcome, paling banyak terdapat pada responden berpendidikan rendah dengan presentase 13.7%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, paling banyak terjadi pada responden yang berpendidikan rendah dengan presentase 76.8%. Hubungan antara pendidikan dengan pencapaian outcome dapat juga dilihat pada hasil uji chi square. Berdasarkan hasil uji chi square di dapat nilai χ² hitung sebesar 4.604 > χ² sebesar 3.84 dengan derajat kebebasan df = 1. Berdasarkan keputusan pada hipotesis yang terdapat pada halaman 28 bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel. (lihat lampiran 8, tabel 9) Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan variabel tersebut dilakukan dengan cara penujian Tau Kendall. Berdasarkan hasil uji Tau Kendall diatas didapat nilai - 0.192 (negatif). Jika dilihat berdasarkan tingkat koefisien relasi Kendall termasuk dalam hubungan yang sangat rendah. Nilai negatif (-) menunjukkan bahwa kedua hubungan tersebut bersifat negatif. Jadi dapat dinyatakan bahwa semakin rendah pendidikan maka semakin tinggi outcome. (lihat lampiran 8, tabel 10)
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
156
4.4.3 Status Pernikahan Responden Status pernikahan responden terdiri dari tiga kategori yaitu belum menikah, menikah dan janda. Berdasarkan status pernikahan responden ini akan dijabarkan dengan menggunakan tabel silang seperti dibawah ini:
Tabel 4.50 Tabel Silang Antara Status Pernikahan Dengan Outcome Outcome Menurun Tetap Meningkat Total Status Pernikahan Belum 1 1 6 8 Responden Menikah 12.5% 12.5% 75.0% 100.0% Menikah 13 11 77 101 12.9% 10.9% 76.2% 100.0% Janda 5 4 7 16 31.3% 25.0% 43.8% 100.0% Total 19 16 90 125 15.2% 12.8% 72.0% 100.0% Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel silang antara status pernikahan responden dapat dilihat bahwa responden yang mengalami penurunan outcome, paling banyak terdapat pada responden janda dengan presentase 31.3%. Responden yang tidak mengalami perubahan (tetap) outcome, paling banyak terdapat pada responden janda dengan presentase 25.0%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome, paling banyak terdapat pada responden yang menikah dengan presentase 76.2%.
4.4.4 Faktor Pengaruh Diluar Program Faktor-faktor diluar program dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat variabel yang dapat memengaruhi diluar program. Faktor pengaruh diluar program yaitu bentuk bantuan dan kegiatan diluar program yang didapat responden selama berlangsungnya program.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
157
4.4.3.1 Bantuan diluar Program Informasi dibawah ini merupakan temuan responden yang mendapat bantuan diluar Asppuk dan bentuk-bentuk bantuan tersebut. Untuk mengetahui frekuensi kecenderungan yang paling besar maka dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.51a Bantuan Usaha Selain Dari Asppuk Selama Tahun 2009 - 2011 Keterangan Frekuensi Presentase Ya
59
47.2
Tidak
66
52.8
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa terdapat frekuensi terbanyak yaitu responden yang tidak menerima bantuan diluar program dengan jumlah 66 (52.8%). Bentuk-bentuk bantuan dan lembaga/instansi pemberi bantuan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.51b Sumber Bantuan yang diterima Untuk Usaha Selama Tahun 2009 - 2011 diluar Asppuk Keterangan
Frekuensi Presentase
Tidak Ada
66
52.8
1. Kementrian Perdagangan
38
30.4
b. Peralatan Batik
1
.8
c. Oven
4
3.2
4
3.2
1
.8
1
.8
a. Mesin Jahit
2. Badan Pemberdayaan Masyarakat Surakarta (Modal) 3. Dinsos a. Alat Memasak b. Modal Bergulir
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
158 Tabel 4.51b (lanjutan) 3
2.4
5. Kelurahan (Bantuan Modal)
1
.8
6. Dinas Koperasi (Modal)
2
1.6
7. Usaha Ekonomi Desa
4
3.2
125
100.0
4. Kemenakertrans (Alat Membuat Kue)
(Utang Bunga Lunak) Total Sumber: , diolah dengan SPSS©19: 2012
Frekuensi terbesar responden yang menerima bantuan dari pihak lain yaitu berasal dari kementrian perdagangan dalam bentuk mesin sebanyak 38 (30.4%) responden. Untuk melihat hubungan antara bantuan dari lembaga diluar Asppuk dengan pencapaian outcome dapat dilihat berdasarkan hasil uji chi square dan dilanjutkan dengan uji kekuatan Tau Kendall. Berdasarkan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel dengan melihat nilai chi square hitung (8.297) > Chi square tabel (5.99) dengan derajat kebebasan (df) = 2. Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan pada bab 1 halaman 28, berarti terdapat hubungan diantara kedua variabel. Sifat dan kekuatan hubungan tersebut akan dilakukan dengan uji Tau Kendall. (lihat lampiran 8, tabel 11 dan 12) Nilai uji Tau Kendall didapat sebesar -0.091 (negatif) menunjukkan hubungan negatif sempurna dengan tingkat koefisien relasi Kendal (lihat halaman 30) termasuk kategori sangat rendah. Dapat disimpulkan bahwa semakin rendah bantuan diluar program maka semakin tinggi pencapaian outcome.
4.4.3.2 Kegiatan diluar Program Untuk melihat kegiatan yang diikuti responden diluar program dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
159
Tabel 4.52a Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk selama tahun 2009 - 2011 Keterangan Frekuensi Presentase Ya
50
40.0
Tidak
75
60.0
Total
125
100.0
Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Tabel diatas menggambarkan bahwa responden yang mengikuti pelatihan diluar program terdapat 76 (60.0%) tidak mengikuti kegiatan diluar program berjumlah 75 (60%) dari total responden 125 orang. Bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan diluar program dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.52b Sumber kegiatan usaha yang diikuti selama tahun 2009 - 2011 diluar Asppuk Keterangan
Frekuensi Presentase
Tidak Ada
75
60.0
1. Dinas Koperasi dan UKM
14
11.2
18
14.4
c. Studi Lapang dan Pameran
4
3.2
2. Sekolah (Pelatihan Mengajar)
5
4.0
3. Kemenakertrans (Pameran)
2
1.6
4. PKK (Pelatihan Handicraft)
1
.8
5. Kementrian Perdagangan
4
3.2
2
1.6
125
100.0
a. Membuat Songket b. Pelatihan Manajemen Usaha
(Membuat Kue) 6. LSM (Membuat Tas Dari Sampah) Total Sumber: diolah dengan SPSS©19: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
160
Berdasarkan tabel diatas terdapat frekuensi terbesar pada pelatihan manajemen usaha yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Surakarta dengan frekuensi 18 atau 14.4% dari total 125 responden. Hubungan antara variabel kegiatan diluar program dengan tingkat capaian program dapat dilihat pada uji chi square. Berdasarkan tabel silang diatas menunjukkan bahwa responden yang mengalami penurunan outcome, paling banyak terdapat pada responden yang tidak mengikuti kegiatan usaha diluar program dengan presentase 17.3%. Responden yang tidak mengalami perubahan (tetap) outcome, paling banyak terdapat pada responden yang tidak mengikuti kegiatan diluar program dengan presentase 20.0%. Sedangkan responden yang mengalami peningkatan outcome. paling banyak terdapat pada responden yang mengikuti kegiatan diluar program dengan presentase 86.0%. Untuk hubungan antara kedua variabel dapat dilihat pada tabel 13, lampiran 8. Hasil chi square hitung didapat 10.424 > chi square tabel (5.99) dengan derajat kebebasan (df) = 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kegiatan diluar asppuk dengan pencapaian outcome. Untuk sifat dan kekuatan hubungan akan dapat dilihat pada hasil uji Tau Kendall. (lihat lampiran 8, tabel 14). Nilai uji Tau Kendall didapat pada baris Correlation Coefficient sebesar - 0.222 yang berarti memiliki hubungan yang rendah dengan sifat negatif sempurna. dapat disimpulkan bahwa semakin rendah kegiatan yang di ikuti diluar asppuk maka akan semakin tinggi tingkat pencapaian outcome.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
BAB 5 PEMBAHASAN
Bagian pembahasan menjabarkan analisis tentang profil program Penguatan Perempuan Usaha Kecil berdasarkan keterkaitan antara gambaran umum pada bab 3 dengan tinjauan pustaka pada bab 2. Selanjutnya analisis juga dilakukan pada capaian indikator outcome progran serta faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian outcome berdasarkan input dan process sesuai dengan tujuan penelitian pada bab 1 halaman 11.
5.1 Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) yang dilakukan oleh Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk) Solo merupakan upaya untuk memberdayakan kelompok perempuan usaha kecil di Solo. Sesuai dengan visi Asppuk yaitu “Terwujudnya Perempuan Usaha Kecil-mikro yang kuat dan mandiri dalam masyarakat sipil yang demokratis, sejahtera dan egaliter, setara dan berkeadilan gender.” Langkah nyata yang dilakukan yaitu melalui program penguatan perempuan usaha kecil di Solo dengan melakukan penguatan PUK dari segi ekonomi dan keterlibatan dalam perumusan perencanaan ditingkat lokal. Dengan melihat profil program pada bab 3 halaman 84- 86, sesuai apa yang dikatakan oleh Ife (1995: 182) yang terdapat pada bab 2 hal 40 - 41, pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka serta berpartisipasi dan memengaruhi kehidupan komunitas mereka. Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas dalam pengembangan bisnis dengan mengerahkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian kepada PUK Solo. Upaya tersebut dilakukan dengan kegiatan pelatihan-pelatihan seperti pelatihan manajerial pengembangan usaha, keterampilan teknis produksi, motivasi dan usaha, dan pengembangan pasar. Selain itu jika dilihat dari outcome kedua yaitu meningkatnya posisi tawar PUK dalam penyusunan perencanaan kebijakan
161
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
162
ditingkat lokal (musyawarah perencanaan dan pembangunan kelurahan), program ini juga mengupayakan partisipasi yang dapat memengaruhi kehidupan mereka. Menurut Pranaka (1996: 56 - 57) terdapat dua pihak yang saling terkait dalam proses pemberdayaan yaitu unsur luar berupa lembaga atau individu dengan kelompok yang mengalami proses pemberdayaan. Dalam hal ini Asppuk sebagai lembaga (unsur luar) dan perempuan usaha kecil Solo sebagai kelompok yang diberdayakan melalui program. Dari sudut pandang strategi pemberdayaan, program ini termasuk dalam strategi ketiga (Ife, 1995: 63 - 64) yaitu pendidikan dan penyadaran mengembangkan pentingnya proses pendidikan yang dapat melengkapi warga masyarakat untuk meningkatkan kekuasaannya, memberikan pada masyarakat tentang wawasan dan keterampilan untuk perubahan yang efektif. Peningkatan wawasan dan keterampilan berusaha perempuan usaha kecil dilakukan oleh Asppuk melalui pelatihan-pelatihan yang termasuk dalam aktivitas/proses program. Sesuai dengan informasi pada bab 3 halaman 94 - 95 Jenis pelatihan ketrampilan,
yang diberikan
maupun
pelatihan
bersifat
motivasi,
manajemen
usaha.
pelatihan skill/teknis Sedangkan
untuk
pendampingan maupun konsultasi usaha dengan memberikan dukungan aspek usaha maupun aspek pengembangan diri.
5.2 Capaian Indikator Outcome Pencapaian indikator outcome ini berdasarkan hasil temuan lapangan pada halaman 111 dan juga indikator yang telah dibuat oleh pengelola program pada operasionalisasi konsep. Seperti telah disebutkan pada operasionalisasi konsep penelitian ini bahwa indikator outcome tediri dari dua dimensi dan empat indikator. Dimensi pertama yaitu berkembangnya usaha yang dikelola PUK dan dimensi kedua yaitu meningkatnya posisi tawar PUK.
a. Capaian Indikator Omzet Pada pencapaian berkembangnya usaha yang dikelola PUK menunjukan bahwa pada tahun 2009 terdapat 22 (17,6%) Perempuan Usaha Kecil (PUK) yang mengalami peningkatan omzet minimal 25%. Tahun 2010 masih terdapat 22 (17,6%) PUK yang mengalami peningkatan omzet, perbedaannya terdapat pada
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
163
presentase PUK yang menurun (dibawah 0%) dan meningkat 0 - 24%. Pada tahun 2008 terdapat 15 (12.0%) PUK yang menurun dan 88 (70.4%) meningkat 0 - 24% labanya sedangkan tahun 2010 terdapat 16 (12.8%) menurun dan 87 (69.6%) meningkat 0 - 24%. Perbedaan tersebut nampak pada satu PUK mengalami penurunan pada tahun 2010. Peningkatan omzet tahun 2011 terdapat 29 (23.2%) yang mengalami peningkatan minimal 25% omzet. Jumlah yang menurun mengalami perubahan dari tahun sebelumnya 2010 yaitu 16 (12.8%) dan tahun 2011 ada 9 (7.2%). Perubahan tersebut bergeser pada PUK yang tadinya mengalami penurunan menjadi mengalami peningkatan. Berdasarkan indikator dalam logical framework program diharapkan terdapat 50% PUK mengalami peningkatan Omzet minimal 25% pertahunnya selama program. Hasil penelitian menunjukan bahwa harapan tersebut belum tercapai dengan melihat pada tahun 2009 terdapat 17.6%, 2010 (17.6%) dan 2011 (23.2%) PUK yang mengalami peningkatan omzet minimal 25%. Namun jika melihat perubahan dengan tiga kategori menurun, tetap dan meningkatomzet PUK selama berjalannya program yaitu terdapat 14 (11.2%) meurun, tetap berjumlah 28 (22.4%) dan meningkat berjumlah 83 (66.4%). Jika dihitung berdasarkan presentase peningkatan omzet minimal 25% selama berlangsungnya program terdapat 47.2% PUK. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama berlangsungnya program (2009 - 2011) jumlah PUK yang mengalami peningkatan omzet minimal 25% setiap tahunnya belum mencapai 50%.
b. Capaian Indikator Laba/Keuntungan Indikator laba dalam program yaitu terdapat 50% PUK meningkat labanya minimal 25% pertahun selama program berjalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator laba belum tercapai. Hal tersebut didukung berdasarkan temuan lapangan pada halaman 115 - 116. Perkembangan laba dari tahun 2009 terdapat yaitu 30 (24.0%) PUK meningkat ≥ 25%, 82 (65.6%) 0 - 24% dan 13 (10.4%) menurun (dibawah 0%). Pada tahun 2010 terdapat 29 (23.2%) meningkat ≥ 25% , 80 (64.0%) 0 - 24% dan 16 (12.8%) menurun (dibawah 0%). Tahun 2011 terdapat 33 (26.4%) meningkat ≥ 25%, 80 (64.0%) tetap dan 12 (9.6%) menurun (dibawah 0%). Presentase tertinggi peningkatan laba perempuan usaha kecil terjadi pada
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
164
tahun 2011 yaitu 33 (26.4%) namun belum mencapai 50% PUK yang mengalami peningkatan laba minimal 25%. Sedangkan jika dilihat perkembangan selama berjalannya program yaitu tahun 2009 - 2011 terdapat 67 (53.6%) PUK mengalami peningkatan laba ≥ 25%, 45 (36.0%) 0 - 24% dan 13 (10.4%) menurun (dibawah 0%). Jika dilihat berdasarkan kategori meningkat, tetap dan menurun selama tahun 2009 - 2011 terdapat 13 (10.4%) menurun, 27 (21.6%) tetap, dan 85 (68.0%) meningkat.
c. Capaian Indikator Volume Produksi Indikator volume produksi perempuan usaha kecil yaitu terdapat 50% meningkat, minimal 25% peningkatannya dalam setiap tahunnya. Berdasarkan temuan lapangan pada halaman 120 menunjukkan bahwa indikator tersebut belum tercapai. Kesimpulan tersebut didukung dengan melihat peningkatan volume produksi tahun 2009, 2010 dan 2011. Pada tahun 2009 terdapat 24 (19.2%) meningkat minimal 25%, 88 (70.4%) meningkat 0 - 24% dan < 0% ada 13 (10.4%). Tahun 2010 terdapat 20 (16.0%) meningkat ≥ 25%, 86 (68.8%) 0 - 24%, dan < 0% sebanyak 19 (15.2%). Tahun 2011 terdapat 32 (25.6%) meningkat ≥ 25%, 82 (65.6%) 0 - 24%, dan 11 (8.8%) menurun (dibawah 0%). Selama berlangsungnya program yaitu 2009 - 2011 terdapat 60 (48.0%) meningkat ≥ 25%, 50 (40.0%) 0 - 24%, dan 15 (12.0%) menurun (dibawah 0%). Sedangkan jika dilihat berdasarkan perubahan menurun, tetap dan meningkat selama program dari tahun 2009 - 2011 yaitu terdapat 81 (64.8%) meningkat, 29 (23.2%) tetap dan 15 (12.0%) menurun. Sesuai dengan hasil penelitian frekuensi tertinggi perempuan usaha kecil yang mengalami peningkatan volume produksi ≥ 25% terjadi pada tahun 2011 sebesar 25.6%. Hal tersebut menunjukkan belum mencapai 50% yang terdapat dalam indikator volume produksi. Kemampuan peningkatan omzet penjualan, laba, dan volume produksi bisa dilakukan dengan cara kemampuan diri perempuan usaha kecil untuk memproduksi kualitas barang, desain produk, dan penentuan harga, serta diversifikasi produk. Hal tersebut sesuai dengan Hafsah (2004: 43 - 44) dan Sutrisno (2004: 43 - 44). Jadi dalam meningkatkan omzet dan laba difokuskan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
165
dengan kebutuhan pasar (konsumen), dengan melakukan peningkatan kualitas produksi barang, desain produk atau kemasan produk yang baik bisa memengaruhi daya tarik konsumen terhadap produk yang di jual PUK.
d. Capaian Indikator Tenaga Kerja Berdasarkan logical framework program indikator tenaga kerja yaitu diharapkan 50% mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sejak tahun 2009 2011. Target indikator tersebut belum tercapai karena peningkatan terjadi sebesar 25.6%). Hal tersebut merujuk pada hasil temuan lapangan halaman 116 yaitu selama tahun 2009 - 2011 terdapat 9 (7.2%) menurun, 84 (67.2%) tetap dan 32 (25.6%) meningkat. Berdasarkan data lapangan terdapat PUK yang masih menjalankan usahanya sendiri belum memiliki tenaga kerja. Peningkatan tenaga kerja juga disesuaikan dengan omzet dan laba yang mereka dapat. PUK yang mengalami peningkatan tenaga kerja yaitu mereka yang mengalami peningkatan omzet dan laba sehingga mereka membutuhkan tenaga kerja baru. Artinya jika usaha perempuan usaha kecil tidak mengalami peningkatan maka tidak memerlukan tenaga kerja baru. Upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja Menurut Hafsah (2004: 43 44) faktor-faktor yang dapat mendukung pengembangan usaha UMKM terkait dengan modal, omzet, tenaga kerja dan aset yaitu iklim usaha yang kondusif, bantuan permodalan melaui kredit, perlindungan usaha, pengembangan kemitraan, pemantapan manajemen usaha, dan pengembangan promosi. Jadi berdasarkan pernyataan tersebut, jika iklim usaha mendukung seperti harga-harga bahan baku produksi yang relatif stabil, adanya jaminan perlindungan usaha seperti legalitas terhadap ijin usaha PUK, berkembangnya jejaring atau kemitraan yang dilakukan oleh PUK seperti bermitra dengan koperasi sebagai tempat atau wadah pemasaran PUK secara berkelanjutan maka dapat meningkatkan omzet serta laba PUK sehingga kemampuan PUK dalam meningkatkan tenaga kerja bisa tercapai.
e. Capaian Indikator Meningkatnya Posisi Tawar PUK Indikator meningkatnya posisi tawar jarpuk memiliki 2 sub indikator yaitu 25 % kader dan pengurus JarPuk maupun Asppuk dapat mencintai produk-produk
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
166
perempuan usaha kecil dan juga keterlibatan PUK dalam kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan. Dukungan kader dan pengurus JarPuk maupun Asppuk yaitu dengan cara mereka membeli produk-produk PUK. Berdasarkan temuan lapangan jika dilihat dari intensitas kader dan pengurus membeli produk-produk PUK masih belum tercapai. Data tersebut didukung dengan hasil temuan pada bab 4 halaman 123 yang menunjukkan bahwa kader yang membeli produk masih sekitar 7.2% dan pengurus 12.0%, total yaitu 19.2%. Jika dilihat berdasarkan aspek keterlibatan PUK dalam perencanaan pembangunan masih belum tercapai. Hal tersebut didukung dengan temuan lapangan pada tabel keterlibatan responden dalam musrenbangkel (lihat halaman 123 - 124). Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan PUK dalam perumusan kebijakan ditingkat lokal kurang dari 25%
yaitu 23.2%. Sebagai
Informasi tambahan dari 23.2% PUK yang terlibat dalam musrenbangkel dilihat bahwa tingkat keterlibatan terbesar yaitu menyampaikan informasi kepada warga sekitar bahwa ada kegiatan musrenbang. Keterlibatan yang lain yaitu memberikan usulan secara langsung dalam kegiatan musrenbangkel tersebut.
5.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pencapaian Outcome Dilihat Dari Aspek Process dan Input Bagian ini mendeskripsikan analisis tentang faktor-faktor yang dapat memengaruhi outcome program dilihat dari aspek proses dan input yang terdapat dalam logical framework program (lihat halaman 18 - 20) yang didasarkan pada temuan lapangan.
5.3.1 Faktor Proses Terdapat tiga variabel yang menjadi bagian analisis yaitu bantuan teknis dan pengembangan usaha, pengembangan pasar serta asistensi dan konsultasi bisnis. masing-masing variabel memiliki sub indikator yang telah ditetapkan oleh pengelola program. Analisis dilakukan dengan melihat pencapaian masing-masing indikator tersebut. Mengenai temuan lapangan yang tidak termasuk dalam indikator logical framework program menjadi informasi tambahan dari penelitian ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
167
5.3.1.1 Kemampuan Mengidentifikasi Masalah Indikator kemampuan mengidentifikasi masalah yaitu sebanyak 70% perempuan usaha kecil (PUK) mampu mengidentifikasikan masalahnya. Berdasarkan temuan lapangan halaman 126 dapat dilihat bahwa terdapat 88.8 % PUK
mampu
mengidentifikasikan
masalah.
Berdasarkan
data
tersebut
menunjukkan bahwa indikator kemamapuan mengidentifikasi masalah sudah tercapai. Jenis-jenis masalah yang dapat diidentifikasi oleh PUK yaitu modal, pesaing usaha dan pemasaran. Frekuensi terbesar yaitu PUK yang menemukan modal sebagai masalah utama dalam usaha. Menurut Jaka (2010: 98), cara yang cukup baik dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka di lembaga kuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman. Sesuai dengan tinjauan pustaka (lihat halaman 50 - 51), dikemukanan oleh Hafsah (2004: 41) masalah permodalan yang dialami UMKM termasuk dalam faktor internal sedangkan pesaing usaha dan pemasaran termasuk dalam faktor eksternal. Analisis tabel silang antara kemampuan mengidentifikasi masalah dengan pencapaian outcome semakin tinggi PUK mampu mengidentifikasi masalah usaha maka semakin tinggi pula peningkatan outcome. Hal tersebut didukung berdasarkan temuan lapangan pada halaman 127 yang menunjukkan terdapat 73.9% responden yang tinggi kekmampuan mengidentifikasi masalah mengalami peningkatan omzet. Kedua variabel tersebut tidak bisa dilanjutkan dengan uji hubungan chi square karena tidak memenuhi syarat pengujian chi square menurut Siegel (1992: 57). (lihat halaman 29).
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
168
5.3.1.2 Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha Indikator mengatasi masalah usaha yaitu 60% PUK mampu mengatasi permasalahan. Berdasarkan temuan lapangan pada halaman 128 menunjukkan bahwa indikator tersebut telah tercapai dengan melihat terdapat 80.8% responden mampu mengatasi permasalahan usaha yang dihadapi. Sedangkan hubungan kemampuan mengatasi masalah dengan outcome didapatkan bahwa semakin tinggi kemampuan mengatasi masalah makan semakin tinggi pula outcome atau hubungangan positif (+). Hal tersebut didukung dengan hasil temuan lapangan pada halaman 129 terdapat 76.2% responden yang mampu mengatasi usaha mengalami peningkatan outcome. Kekuatan hubungan kedua variabel tersebut dengan hasil uji Tau Kendall termasuk dalam kategori hubungan yang rendah seperti yang terdapat pada halaman 129. Langkah yang diambil perempuan usaha kecil dalam mengatasi masalah yaitu paling banyak berdiskusi dengan keluarga. Hal tersebut sesuai dengan temuan lapangan pada halaman 129, terdapat 36.0% responden yang memilih menyelesaikan masalah dengan mensikusikan bersama keluarga. Sedangkan berdiskusi dengan teman usaha yang sejenis menjadi urutan kedua yaitu 28.0% perempuan usaha kecil yang memilih.
5.3.1.2 Kemampuan Melakukan Perencanaan Usaha Kemampuan melakukan perencanaan usaha secara tertulis atau pembukuan usaha menurut Sawir (2001: 68) membukukan pendapatan atau keuntungan, yang dilihat dari periode sebelumnya, merupakan indikasi peningkatan usaha UKM. Indikator dalam logical framework program yaitu 50% PUK melakukan perencanaan secara tertulis. Berdasarkan temuan lapangan pada halaman 130 terdapat 64.8% PUK yang tidak melakukan perencanaan usaha secara tertulis. Hal tersebut menunjukkan indikator kemampuan PUK membuat perencanaan secara tertulis tidak tercapai. Walaupun sebagian besar mereka tidak melakukan perencanaan tertulis, namun dengan melakukan perencanaan tertulis dinilai dapat lebih mengendalikan usaha. Hal tersebut didukung berdasarkan temuan lapangan pada halaman 133
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
169
yaitu paling banyak responden menilai bahwa dengan melakukan perencanaan secara tertulis maka akan lebih terkendali dalam menjalankan usaha. Analisis tabel silang antara melakukan perencanaan tertulis dengan outcome menunjukkan bahwa frekuensi PUK yang mengalami peningkatan outcome terjadi pada mereka yang tidak melakukan perencanaan secara tertulis. Pernyataan tersebut didasarkan pada temuan lapangan halaman 130 pada hasil tabel silang melakukan perencanaan tertulis dengan outcome. Terdapat 76.5% PUK yang tidak melakukan perencanaan tertulis mengalami peningkatan omzet. Presentase tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan PUK yang melakukan perencanaan usaha secara tertulis yang mengalami peningkatan omzet yaitu sebesar 63.6%. Melihat hasil temuan lapangan bahwa perencanaan tertulis tidak memiliki hubungan terhadap outcome, sepertinya perlu dipertegas bentuk perencanaan tertulisnya.
5.3.1.3 Peningkatan Volume Usaha PUK Berdasarkan indikator peningkatan volume usaha PUK yang meningkat diharapkan sebanyak 50%. Harapan tersebut telah tercapai dengan melihat hasil temuan lapangan pada halaman 132 yang terdapat sebanyak 78.4% reponden mengalami peningkatan volume produksi. Hubungan antara peningkatan volume produksi dengan outcome yaitu PUK yang mengalami peningkatan volume produksi akan semakin meningkat outcomenya. Pernyataan tersebut didukung berdasarkan hasil tabulasi silang antara peningkatan volume produksi dengan outcome. Terdapat 77.6 responden yang melakukan peningkatan volume produksi mengalami peningkatan outcome. Melihat hasil uji chi square pada halaman 133 didapatkan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel tersebut dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah sesuai dengan hasil uji kekuatan hubungan Tau Kendall (lihat halaman 31). Nilai positif (+) Tau Kendall berarti terdapat hubungan positif kedua variabel. Jadi dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi volume usaha akan semakin tinggi outcome. Volume usaha dapat berpengaruh terhadap pengembangan usaha PUK, dengan memperbesar volume usaha diharapkan dapat meningkatkan usaha PUK.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
170
5.3.1.4 Pengetahuan dan Keterampilan PUK Upaya dalam menginkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan PUK menjadi salah satu hal yang penting dalam pengembangan usaha UKM. Pelatihan yang dilakukan oleh Asppuk bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hafsah (2004: 44) juga menyatakan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh kemampuan pelakupelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional. Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah, pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. Berikut ini merupakan temuan indikator peningkatan pengetahuan dan keterampilan PUK.
5.3.1.4.1 Pengetahuan PUK Indikator pengetahuan PUK yaitu 50% PUK mendapat pengetahuan baru selama mengikuti pelatihan. Berdasarkan temuan lapangan pada halaman 134, didapatkan bahwa indikator tersebut tercapai dengan melihat 90.4% PUK mendapat pengetahuan baru setelah mengikuti pelatihan. Hubungan antara mendapat pengetahuan baru dengan outcome didapatkan bahwa PUK yang tidak mendapat pengetahuan baru mengalami peningkatan outcome lebih besar yaitu 83.3% dibandingkan dengan PUK yang mendapat pengetahuan baru sebanyak 70.8% mengalami peningkatan outcome. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan yang didapat selama mengikuti pelatihan dengan outcome. Hal
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
171
tersebut berdasarkan selisih presentase kedua variabel kurang dari 10% (lihat ketentuan halaman 31).
5.3.1.4.2 Keterampilan PUK Berdasarkan temuan lapangan pada halaman 135 didapatkan bahwa responden yang menerapkan keterampilan yang didapat selama pelatihan sebanyak 87.2%. Nilai tersebut membuktikan bahwa indikator PUK yang menerapkan keterampilan telah tercapai dengan melihat indikator yang telah ditetapkan pengelola program yaitu 50% PUK menerapkan keterampilan yang didapat selama pelatihan. Berdasarkan pernyataan Babbie (2003:193) tidak terdapat hubungan antara kedua variabel karena jika dilakukan penggabungan presentase outcome menurun dan tetap memiliki selisih kurang dari 10%.
5.3.1.5 Keterampilan Baru PUK Didalam indikator program disebutkan 60% PUK memiliki keterampilan baru setalah mengikuti pelatihan. Hal tersebut telah tercapai dengan melihat bahwa terdapat 74.4% PUK mendapat keterampilan baru dalam pelatihan yang terdapat pada halaman 136. Hasil tabel silang antara keterampilan baru yang didapat dengan outcome yaitu PUK yang tidak mendapat keterampialn baru mendapat nilai presentase yang lebih tinggi dalam peningkatan outcome (75.0%) dibandingkan dengan PUK yang mendapat pengetahuan baru (71.0%). Namun berdasarkan analisis hubungan (lihat halaman 29), dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan diantara kedua variabel. Sebagai informasi tambahan mengenai jenis keterampilan baru yang didapat PUK yaitu keterampilan membuat kue dengan presentase tertinggi sebesar 24% dan kedua yaitu pengembangan usaha 14.4%.
5.3.1.5 Kemampuan PUK Membuat Perencanaan Produksi Indikator ini telah tercapai dengan melihat temuan lapangan (lihat halaman 137) menunjukkan terdapat 69.6% melakukan perencanaan produksi. Pencapaian tersebut dengan melihat indikator dalam logical framework program yaitu 50% peserta mampu melakukan produksi sesuai rencana usaha. PUK yang melakukan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
172
perencanaan produksi mengalami presentase peningkatan outcome yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh hasil tabulasi silang antara kemampuan melakukan perencanaan produksi dengan outcome, terdapat 74.7% PUK yang melakukan perencanaan produksi mengalami peningkatan outcome dibandingkan dengan yang tidak terdapat 65.8% mampu mencapai peningkatan outcome. (lihat halaman 138).
5.3.1.6 Kemampuan PUK Menjaga Kualitas Produksi Pencapaian indikator kemampuan PUK menjaga dan meningkatkan kualitas produksi telah tercapai. Sesuai dengan indikator 50% PUK mampu menjaga kualitas produksi dan temuan lapangan (halaman 139) terdapat 98.4% mampu menjaga dan meningkatkankan kualitas produksi dengan perincian 35.2 tetap dan 63.2% meningkat. Berdasarkan analisis hubungan tabel silang (lihat halaman 31) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kedua variabel. Pada bagian outcome tetap terdapat selisih kurang dari 10% yaitu 4.5% didapat dari 15.9% - 11.4%.
5.3.1.7 Inovasi PUK dalam Pengembangan Usaha Inovasi PUK dalam pengembangan usaha menurut Jaka (2010: Penguasaan teknologi merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, promosi harus dilakukan secara profesional dalam artian pelakunya (pengusaha) harus dapat memilih bentuk promosi yang memiliki efektifitas dan efisiensi tinggi. Untuk tujuan tersebut produsen harus
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
173
mengalokasikan sejumlah sumberdaya baik dana, waktu maupun tenaga yang jumlahnya bisa cukup besar. Oleh sebab itu untuk ikut dalam kegiatan promosi, UMKM sejak awal harus memperhitungkan kelayakan, keikutsertaannya dalam program promosi (Situmorang, 2008: 96). Indikator program disebutkan bahwa 50% PUK melakukan inovasi produk dalam usaha. Berdasarkan temuan lapangan halaman 140 menunjukan bahwa indikator tersebut telah tercapai dengan melihat 87.2% PUK melakukan inovasi dalam usaha. PUK yang melakukan inovasi lebih besar hasil pencapaian outcomenya. Hal tersebut sesuai dengan hasil tabel silang antara inovasi PUK dengan outcome didapatkan 77.8% PUK yang melakukan inovasi mengalami peningkatan outcome.
5.3.1.8 Target Keuntungan PUK dalam Pengembangan Usaha Indikator keuntungan PUK dalam pengembangan usaha yaitu 50% responden mengalami peningkatan usaha minimal 25%. Hal ini ternyata belum tercapai dengan melihat temuan lapangan pada halaman 141, bahwa responden yang mencapai target perencanaan minimal 25% berjumlah 11.2%.
5.3.1.9 Produk Unggulan PUK di Tingkat Kota Sesuai dengan temuan lapangan pada halaman 142 indikator 50% ada produk unggulan di tingkat Kota telah tercapai. Terdapat 93.6% produk unggulan ditingkat kota. Produk yang paling banyak yaitu batik 45.6%, kedua olahan makanan dan kerajinan tangan 24.8%. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Ramadhaniati (2012: 22) dalam latar belakang yang menyatakan bahwa PUK Kota Solo memiliki produk unggulan yaitu batik dan makanan/minuman olahan seperti cumi pangsit, sirup beras kencur, serta aneka jajanan pasar.
5.3.2 Pengembangan Pasar Menurut Situmorang (2008: 96), salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar. Teori ekonomi menjelaskan bahwa konsep pemasaran meliputi 4 unsur pendukung yaitu produk, harga, tempat atau lokasi dan promosi produk. Keempat
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
174
aspek ini saling terkait dalam meningkatkan fungsi pemasaran. Dari keempat unsur
tersebut
promosi
dalam
upaya
memperkenalkan
produk
dan
mengembangkan jaringan pasar merupakan kegiatan yang telah banyak dilakukan oleh UMKM baik secara mandiri maupun dengan bantuan para stakeholder terutama pemerintah. Kegiatan ini memang memiliki posisi strategis sebagai faktor kunci yang menghubungkan atau memperkenalkan produk yang dihasilkan UMKM kepada konsumen atau pasar. Upaya pengembangan jaringan pemasaran menurut Jaka (2010: 100) dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi misalnya kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian dan pembentukan pusat-pusat data bisnis UKM. pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. Pola-pola jaringan semacam ini sudah terbentuk akan tetapi dalam realiatasnya masih belum berjalan optimal. Pola jaringan usaha melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di Indonesia. Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster usaha/bisnis sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global. Pemberdayaan PUK dalam bidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana yang besar hanya akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah. Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaiatan antara yang besar dengan yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil, efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak akan diberdayakan. Pengembangan pasar didalam program bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan dan mutu produk melalui pelatihan-pelatihan terdiri dari empat indikator yaitu: 1. Minimal 2 jenis produk tejual setelah pameran dari 50% PUK. 2. Minimal 50% peserta yang mendapat keuntungan selama pameran
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
175
3. Minimal ada 3 produk baru yang dikenal di luar wilayah Solo 4. Minimal 50% JarPUK semakin dikenal diwilayah solo dengan Berikut ini analisis terhadap empat indikator pengembangan pasar.
5.3.2.1 Transaksi Setelah Pameran Berdasarkan temuan lapangan (lihat halaman 143), indikator adanya transakasi minimal ada 2 jenis produk terjual setelah pameran telah tercapai. PUK yang produksi terjual minimal 2 jenis terdapat 45.6% dengan perincian 12.8% terjual 2 item, 8.8% terjual 3 item dan 24.0% terjual lebih dari 3 item.
5.3.2.2 Laba PUK Selama Pameran Indikator 50% PUK mendapat laba setelah pameran telah tercapai. Hal tersebut sesuai dengan temuan lapangan (lihat halaman 144) terdapat lebih dari 50% perempuan usaha kecil yang mendapat laba selama pameran dengan presentase 62.4%. Terdapat hubungan antara perolehan laba dengan outcome. Sesuai dengan temuan lapangan (lihat halaman 144) dalam tabel silang terlihat bahwa PUK yang mendapat laba selama pemeran mengalami peningkatan outcome dengan presentase 83.3%. Hasil uji chi square juga memperlihatkan bahwa terdapat hubungan diantara kedua variabel. Untuk kekuatan hubungan antara kedua variabel dapat dilihat berdasarkan hasil uji Tau Kendall positif (+) 0.325 (lihat halaman 145) dengan kategori tingkat hubungan Tau Kendall yang rendah (lihat halaman 31). Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi laba yang didapat selama pameran akan semakin tinggi outcome yang didapat.
5.3.2.3 Produk PUK dikenal di Luar Wilayah Solo Indikator pada bagian in yaitu Jar-PUK semakin dikenal di wilayah Kabupaten dengan tingkat popularitas 50%. Berdasarkan pada temuan lapangan (lihat halaman 145) menunjukkan bahwa indikator produk PUK dikenal diluar wilayah Solo dengan presentase 86.4%.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
176
5.3.3 Asistensi dan Konsultasi Bisnis Asistensi dan konsultasi bisnis terdiri dari kebutuhan PUK yang terpenuhi selama pelatihan, keterlibatan pendamping dan pemberi materi pelatihan. Berdasrkan
5.3.3.1 Kebutuhan PUK Terpenuhi Dalam indikator logical framework program yang telah ditetapkan oleh pengelola lembaga yaitu 70% PUK terpenuhi kebutuhannya selama mengikuti pelatihan. Berdasarkan temuan lapangan (lihat halaman 146) membuktikan bahwa hasil indikator tersebut belum tercapai dengan melihat presentase perempuan usaha kecil yang terpenuhi kebutuhannya sebesar 57.6%. Dalam tabel silang antara terpenuhinya kebutuhan PUK dengan outcome dapat dilihat bahwa frekuensi terbesar PUK yang mengalami peningkatan outcome terdapat pada perempuan usaha kecil yang tidak terpenuhi kebutuhannya selama pelatihan dengan presentase 73.6%. Namun hal tersebut tidak bisa dilanjutkan dengan pengujian chi square karena terdapat selisih 2.8% presentase pada outcome meningkat (73.6% - 70.8%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Babbie (2003: 193), jika terdapat selisih kurang dari 10% antara kedua variabel maka tidak dapat dilihat hubungannya. Hubungan yang sedang terjadi pada keterlibatan pelatihan dengan hasil pencapaian outcome. PUK yang tidak pernah mengikuti pelatihan memiliki pencapaian outcome menurun dan tetap. Sedangkan PUK yang mengikuti pelatihan mengalami pengingkatan outcome. Pernyataan tersebut didasarkan pada temuan lapangan (lihat halaman 147). Hasil uji chi square antara keterlibatan dalam pelatihan dengan pencapaian outcome menunjukkan adanya hubungan diantara kedua variabel. Kekuatan hubungan tersebut termasuk dalam kategori hubungan yang sedang, sesuai dengan hasil uji Tau Kendall sebesar (+) 0.431. Perempuan usaha kecil yang tidak mengikuti dapat mengikuti pelatihan disebabkan karena mereka berdagang. Hal tersebut sesuai dengan temuan lapangan (halaman 149) presentase tertinggi ketika tidak mengikuti pelatihan karena berdagang.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
177
5.3.3.2 Keterlibatan pendamping Indikator keterlibatan pendamping dalam logical framework program yaitu minimal 50% pendamping mengunjungi PUK selama program berjalan. Hasil indikator tersebut telah tercapai dengan melihat bahwa pendamping mengunjungi PUK minimal 1 kali sebesar 56.8%. Hasil tabulasi silang antara kedua variabel tersebut (lihat halaman 150). PUK yang mengalami outcome, paling banyak terdapat pada PUK dengan intensitas dikunjungi pendamping tinggi, sedangkan PUK yang tidak pernah dikunjungi pendamping dan meningkat outcomenya berjumlah 70.4%. Dapat disimpulkan berdasarkan presentase tersebut bahwa antara perempuan usaha kecil yang tidak dikunjungi pendamping dan yang dikungjungi pendamping sama-sama mengalami peningkatan outcome dengan presentase yang tidak jauh berbeda. Penilaian responden terhadap aspek pendamping yaitu bermanfaat bagi mereka. Hal tersebut didasarkan pada pengambilan keputusan bahwa terdapat 71.2% responden menyatakan bahwa pendamping bermanfaat. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa indikator 50% PUK mendapat manfaat dari pendamping telah tercapai. Bentuk manfaat yang dirasakan bagi meraka yaitu tempat diskusi masalah usaha dengan presentase tertinggi sebesar 27.2% dan kedua sebagai motivator dengan presentase 24.8%. (lihat halaman 151)
5.3.3.3 Keterlibatan Instruktur/Pemberi Materi Indikator keterlibatan pemberi materi yaitu 50% PUK mendapat manfaat dari pemberi materi pelatihan. Harapan indikator tersebut telah tercapai dengan melihat (halaman 152), 75.2% responden merasakan bahwa pemberi materi bermanfaat bagi mereka. Bentuk yang paling dirasakan manfaat dari pemberi materi yaitu sebagai penambah pengetahuan baru dengan frekuensi sebesar 50.4% sebagai nilai terbanyak.
5.4 Faktor Input Penelitian ini fokus pada penerima manfaat sebagai subjek penelitian dan penerima manfaat termasuk dalam bagian input program. Analisis input dilakukan berdasarkan aspek usia, tingkat pendidikan, dan status pernikahan. Sebagai
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
178
informasi tambahan juga akan dilihat dari hubungan bantuan dan kegiatan diluar program asppuk yang diikuti PUK dengan tujuan untuk melihat seberapa kuat hubungan tersebut. Selain itu analisis juga dilakukan pada aspek gender karena Asppuk mmemiliki visi “Terwujudnya Perempuan Usaha Kecil-mikro yang kuat dan mandiri dalam masyarakat sipil yang demokratis, sejahtera dan egaliter, setara dan berkeadilan gender.” Namun kajian terhadap isu gender tidaklah dilakukan secara mendalam karena fokus penelitian ini yaitu penelitian evaluasi sumatif bukan penelitian gender. Berikut ini analisis terhadap aspek-aspek input yang sudah dirumuskan dalam operasionalisasi konsep (halaman 20).
5.4.1 Usia PUK Berdasarkan temuan lapangan (halaman 106) diketahui bahwa usia terendah responden yaitu 20 dan maksimal 68. Kategori rentang usia tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan kategori dewasa awal (20 - 40), dewasa pertangahan (41 - 60), dan lanjut usia (60 tahun keatas). Tidak terdapat hubungan antara faktor usia dengan pencapaian outcome. Hal tersebut didukung atas dasar hasil tabel silang antar variabel usia dengan pencapaian outcome (halaman 154). Semua kategori usia perempuan usaha kecil mengalami peningkatan outcome dengan peningkatan tertinggi terjadi kepada PUK dengan kategori lanjut usia sebesar 83.3%. Untuk kategori dewasa awal dan meningkat outcome-nya terdapat 70.7%. Sedangkan responden yang termasuk dalam kategori dewasa pertengahan dan mengalami peningkatan berjumlah 71.8%. Namun kedua variabel tersebut tidak dapat dilanjutkan karena selisih presentase kurang dari 10%.
5.4.2 Pendidikan PUK Pendididikan PUK terdiri dari tingkat sekolah dasar sampai sarjana. Berdasarkan kelompok kategori rendah (SD - SMA) dan tinggi (D3 - S1) menunjukkan bahwa pendidikan PUK yang termasuk dalam kategori rendah mengalami presentase peningkatan outcome lebih besar (76.8%) dibandingkan dengan PUK yang mempunyai pendidikan tinggi (56.7%). Hubungan tersebut dinyatakan sebagai hubungan rendah dengan nilai negatif (-). Dengan demikian
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
179
dapat dinyatakan bahwa semakin rendah pendidikan responden maka semakin tinggi tingkat pencapaian outcome. (lihat halaman 155).
5.4.3 Status Pernikahan Responden Berdasarkan temuan lapangan menganai karakteristik responden yaitu didapatkan bahwa status pernikahan responden (halaman 106) yaitu belum menikah, menikah dan janda. PUK yang menikah dan mengalami peningkatan outcome memiliki presentase paling besar yaitu 76.2% (lihat halaman 156). PUK yang menikah terdapat 90.1%. Berdasarkan dengan hasil tabel silang antara status pernikahan, kepemilikan anak dan outcome presentase tertinggi terjadi kepada responden yang menikah serta memiliki anak mengalami peningkatan outcome sebesar 76.9%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa responden dengan status menikah dan memiliki anak mampu mencapai presentase outcome paling tinggi. Namun tidak terdapat hubungan kedua antara kedua variabel karena berdasarkan pernyataan Babbie (2003 193), jika selisih kedua variabel kurang dari 10% tidak dapat dilihat hubungannya. (lihat halaman 31).
5.4.4 Faktor Pengaruh Diluar Program 5.4.4.1 Bantuan Diluar Program Faktor-faktor diluar program dimaksudkan sebagai informasi tambahan dan untuk melihat seberapa kuat hubungan yang dapat memengaruhi program diluar aktivitas dalam program penguatan kapasitas Perempuan Usaha Kecil (PUK). Frekuensi paling besar terjadi pada PUK yang tidak menerima bantuan dari luar program. Semakin PUK tidak menerima bantuan dari luar maka semakin tinggi pencapaian outcome (lihat halaman 157 - 158). Bentuk bantuan yang paling besar diterima PUK yaitu berasal dari Kementrian Perdagangan dalam bentuk pemberian mesin jahit. Terdapat juga bantuan modal dengan presentase 3.2 (lihat halaman 157). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan modal (lihat halaman 10) didapat diluar program karena pada aktivitas program tidak ada kegiatan penambahan modal.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
180
5.4.4.2 Kegiatan diluar Program Frekuensi terbesar terjadi kepada responden tidak mengikuti kegiatan diluar program (lihat halaman 168). Semakin besar responden mengikuti kegiatan diluar program semakin tinggi tingkat pencapaian outcome-nya (lihat halaman 159 160). Beberapa hal lain yang bisa dilakukan dalam upaya peningkatan penguatan PUK dalam pemberdayaan UKM menurut Jaka (2010: 98 - 110) yaitu:
1. Bantuan Pembangunan Prasarana Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab, itu komponen penting dalam usaha pemberdayaan UKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal, memang strategis. Berdasarkan gambaran umum wilayah penelitian pada bab 3 terlihat bahwa Solo sudah memiliki pembangunan sarana dan prasarana yang baik dalam pendukung prasarana PUK dengan kondisi jalan yang baik dan pasar-pasar yang tertata dengan baik.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh
kemampuan
pelaku-pelaku
dalam
industri
kecil
tersebut
untuk
mengembangkan produk-produk usahanya sehingga tetap dapat eksis. Kelemahan utama pengembangan usaha kecil menengah di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan sumber daya manusia. Manajemen yang ada relatif masih tradisional. Oleh karena itu dalam pengembangan usaha kecil menengah,
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
181
pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi Usaha Kecil Menengah baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi dan pengetahuan serta ketrampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job training, pemagangan dan kerja sama usaha. Selain itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. Selain itu, salah satu bentuk pengembangan sumber daya manusia di sektor UKM adalah Pendampingan. Pendampingan UKM memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, usaha kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang perlu dipikirkan bersama adalah mengenai siapa yang paling efektif menjadi pendamping masyarakat. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata juga masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan pendamping insitu, bukan pendamping yang sifatnya sementara. Sebab proses pemberdayaan bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.
4. Peningkatan Akses Teknologi Penguasaan teknologi merupakan salah satu
faktor
penting
bagi
pengembangan Usaha Kecil Menengah. Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
182
5. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif Perkembangan Usaha Kecil Menengah akan sangat ditentukan dengan ada atau tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil Menengah. Persoalan yang selama ini terjadi iklim bisnis kurang kondusif dalam menunjang perkembangan usaha seperti terlihat dengan masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis merupakan bukti adanya iklim yang kurang kondusif. Oleh karena perbaikan iklim bisnis yang lebih kondusif dengan melakukan reformasi dan deregulasi perijinan bagi UKM merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengembangkan UKM. Dalam hal ini perlu ada upaya untuk memfasilitasi terselenggaranaya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan dan non diskriminatif bagi keberlangsungan dan peningkatan kinerja UKM. Selain itu perlu ada tindakan untuk melakukan penghapusan berbagai pungutan yang tidak tepat, keterpaduan kebijakan lintas sektoral, serta pengawasan dan pembelaan terhadap praktek-praktek persaingan usahah yang tidak
sehat
dan
didukung
penyempurnaan
perundang-undangan
serta
pengembangan kelembagaan.
Analisis keseluruhan indikator dan hasil temuan lapangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5 Rangkuman Pencapaian Program Penguatan PUK Solo No Variabel 1.
Indikator
Sub Indikator
50% PUK yang terlibat dalam program meningkat penjualannya minimal 25% per tahun.
Peningkatan omzet tahun 2009 Peningkatan omzet tahun 2010
Temuan
Hasil
Outcome/Purpose: 1.Berkembangnya usaha yang dikelola PUK
17.6% 17.6%
Peningkatan omzet tahun 2011
23.2%
Belum tercapai Belum tercapai
Belum tercapai
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
183 Tabel 5 (lanjutan) No
Variabel
Indikator 50% PUK yang terlibat dalam program meningkat laba usahanya minimal 25% pertahun.
Sub Indikator
Temuan
Peningkatan laba tahun 2009 Peningkatan laba tahun 2010 Peningkatan laba tahun 2011
50% volume usaha PUK yang memproduksi barang meningkat minimal 25% pertahun. 50% tenaga kerja PUK meningkat. 2.Meningkatnya posisi tawar JarPUK dalam penyusunan kebijakan daerah.
2.
Minimal pengurus dan kader di tingkat kabupaten sebagai penggerak masyarakat untuk mencintai dan menggunakan produk usaha mikro-kecil. Menguatnya partisipasi JARPUK dalam proses kebijakan publik tentang perempuan dan usaha.
Peningkatan produksi tahun 2009 Peningkatan produksi tahun 2010 Peningkatan produksi tahun 2011 Tenaga kerja PUK meningkat selama 2009 − 2011
25% Pengurus dan kader membeli produk PUK
24.0%
Belum tercapai
23.2%
Belum tercapai
26.4%
Belum tercapai
19.2%
Belum tercapai
16.0% 25.6%
Belum tercapai Belum tercapai
25.6%
Belum tercapai
19.2%
Belum tercapai
23.2%
Belum tercapai
88.8%
Tercapai
25% PUK terlibat dalam Musyawarah Perencanaan Kelurahan
Hasil
Activities/Process 1. Bantuan Teknis dan Pengembangan usaha
70% peserta dapat mengidentifikasi masalah-masalah usaha yang dihadapinya.
PUK dapat menemukan masalah-masalah dalam menjalankan usaha
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
184 Tabel 5 (lanjutan) No
Variabel
Indikator 60 % peserta melakukan perubahan pengelolaan usahanya, tergantung persoalan yang dihadapi masingmasing PUK.
50% peserta pasca pelatihan membuat perencanaan usahanya secara tertulis Pasca pelatihan 50% peserta mengalami peningkatan skala usahanya.
Pasca pelatihan 50% peserta mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan untuk usaha
60 % peserta memiliki ketrampilan baru dalam produksi (pakaian,makanan dan kerajinan) yang dikuasai dari pelatihan 50% Peserta mampu melakukan produksi sesuai rencana usaha.
Sub Indikator
Temuan
Hasil
PUK mengatasi masalah yang dihadapi
80.8%
Tercapai
PUK melakukan perencanaannya secara tertulis
35.2%
Belum tercapai
Peningkatan Volume usaha PUK
78.4%
Tercapai
90.4%
Tercapai
87.2%
Tercapai
PUK mendapat keterampilan baru dalam produksi setelah pelatihan/program
74.4%
Tercapai
PUK menjalankan produksi berdasarkan perencanaan yang di buat
69.6%
Tercapai
PUK mendapat pengetahuan yang didapat setelah pelatihan/progam
PUK melakukan praktik keterampilan yang di dapat setelah pelatihan/program
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
185 Tabel 5 (lanjutan) No
Variabel
Indikator 50% Peserta mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk
a. Kebutuhan PUK
Hasil
98.4%
Tercapai
PUK melakukan cara baru dalam usaha.
87.2%
Tercapai
PUK mencapai target keuntungan dari perencanaan yang dibuat
69.6%
Tercapai
PUK memiliki produk keunggulan di tingkat kabupaten
93.6%
Tercapai
50 % Terjadi transaksi yang berlanjut pasca pameran, minimal untuk 2 jenis produk dalam pameran.
Produk PUK dibeli setelah pameran
62.4%
Tercapai
50% peserta Ada transaksi bisnis selama pameran.
PUK mendapat keuntungan / laba selama mengikuti pameran
62.4%
Tercapai
3 jenis produk PUK dikenal oleh masyarakat diluar wilayah penjualan
45.6%
Belum tercapai
JarPUK dikenal di wilayah kabupaten
86.4%
Tercapai
57.6
Belum tercapai
50% peserta mampu mencapai target keuntungan minimal 25% dari rencana. 50 % terdapat produk unggulan di tingkat kabupaten.
3. Asistensi dan Konsultasi Bisnis
Temuan
PUK mampu menjaga dan meningkatkan kualitas produk usahanya
50% Peserta melakukan inovasi produk baru dalam pengembangan usaha.
2. Pengembangan Pasar
Sub Indikator
Minimal ada 3 produk baru dari 50% PUK peserta pameran dikenal oleh masyarakat diluar wilayah 50% Jar-PUK semakin dikenal di wilayah Kabupaten 70% kebutuhan PUK dalam pengembangan usaha terfasilitasi selama pelaksanaan Program
Kebutuhan PUK terpenuhi selama pelaksanaan program
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
186 Tabel 5 (lanjutan) No
Variabel b. Keterlibatan pendamping
c. Keterlibatan fasilitator/ instruktur pelatihan 3.
Indikator 50 % kunjungan pendampingan secara intensif dalam setiap tahapan program
Sub Indikator
Temuan
Hasil
1 - 3 kali pendamping mengunjungi PUK selama program
56.8%.
Tercapai
Konsultasi dengan pendamping
50% PUK mendapat manfaat dari pendamping
71.2%
Tercapai
Keterlibatan fasilitator/ instruktur pelatihan
50% PUK mendapat manfaat dari fasilitator/instruktur pelatihan
75.2%
Tercapai
Input Usia 1. Penerima Manfaat
Pendidikan Status Pernikahan Bantuan selain dari program Asppuk Kegiatan selain dari program Asppuk
Usia anggota PUK Latar belakang pendidikan PUK Status pernikahan PUK PUK mendapat bantuan diluar program Asppuk PUK mengikuti kegiatan diluar program Asppuk Konsentrasi usaha menjadi terganggu
-
Pembagian tugas domestik (rumah tangga) dengan pasangan/suami Tuntutan peran sebagai perempuan/pengurus rumah tangga mengurangi aktivitas usaha Sumber: diolah kembali berdasarkan hasil penelitian: 2012
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
-
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pencapaian outcome Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat di Solo. Selain itu juga untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian outcome dengan melakukan uji hubungan antara aspek proses terhadap outcome dan aspek input terhadap outcome. Subjek dalam penelitian ini yaitu penerima manfaat program yang disebut sebagai Perempuan Usaha Kecil (PUK) di Solo. Pokok utama kesimpulan dan saran berikut ini didasarkan kepada logical framework program dengan temuan lapangan. Landasan lainnya akan dikaitkan dengan tinjauan pustaka dalam penelitian serta aspek-aspek lain yang didapat berdasrkan temuan lapangan.
6.1 Kesimpulan Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil di Solo termasuk dalam program pemberdayaan karena memiliki tujuan meningkatan kapasitas PUK dalam pengembangan usaha. Tujuan program (outcome) yaitu berkembangnya usaha yang dikelola PUK dan meningkatnya posisi tawar PUK dalam penyusunan kebijakan daerah. Kedua tujuan tersebut memiliki indikator dan sub indikator yang telah ditetapkan oleh pengelola program dalam bentuk logical framework program yang telah dirumuskan dalam operasionalisasi konsep. Didalam operasionalisasi konsep tersebut terdapat aspek proses dan input yang menjadi kesatuan dalam program. Berikut ini merupakan kesimpulan terhadap hasil penelitian.
1.
Tujuan outcome berkembangnya usaha yang dikelola PUK dalam program menunjukan hasil yang belum tercapai. Temuan lapangan yang didapat pada pencapaian outcome menunjukkan bahwa indikator peningkatan omzet, laba, volume produksi yang telah ditetapkan masih belum tercapai.
187
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
188
2.
Tujuan outcome meningkatnya posisi tawar PUK dalam penyusunan kebijakan daerah belum tercapai.
3.
Faktor-faktor dalam aspek proses yang dapat memengaruhi pencapaian outcome dalam aspek proses yaitu : a. Kemampuan PUK dalam mengidentifikasi masalah. b. Kemampuan mengatasi masalah dalam berusaha. c. Peningkatan volume usaha. d. Kemampuan menjaga kualitas produksi. e. Inovasi baru dalam berusaha. f. Laba dalam pameran. g. Keterlibatan PUK dalam pelatihan, semakin tinggi keterlibatan dalam pelatihan semakin tinggi outcome.
4.
Faktor-faktor dalam aspek proses yang tidak memengaruhi pencapaian outcome: a. Perencanaan secara tertulis. b. Pengetahuan baru PUK selama pelatihan. c. Keterampilan baru dan penerapan keterampilan. d. Melakukan perencanaan produksi. e. Kemampuan mencapai target keuntungan. f. Kebutuhan PUK. PUK yang merasa terpenuhi kebutuhannya dan tidak selama pelatihan sama-sama mengalami peningkatan outcome dengan presentase yang tidak jauh berbeda. g. Keterlibatan pendamping.
5. Faktor-faktor input yang memengaruhi pencapaian outcome: a. PUK dengan masa lanjut usia mengalami presentase peningkatan outcome paling besar. b. Pendidikan responden, semakin rendah pendidikan semakin tinggi outcome.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
189
6.
Faktor-faktor input yang tidak memengaruhi yaitu Status pernikahan PUK.
7.
Faktor luar yang tidak memengaruhi pencapaian outcome: a. Bantuan diluar program, semakin rendah bantuan yang diterima diluar Asppuk maka akan semakin tinggi outcome. b. Kegiatan diluar program, semakin rendah kegiatan yang diikuti diluar Asppuk maka akan semakin tinggi outcome.
6.2 Saran Terkait dengan manfaat praktis penelitian ini yaitu dapat memberikan masukan kepada lembaga terutama Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk) sebagai pengelola Program Penguatan Perempuan Usaha Kecil maka berdasarkan hasil temuan lapangan yang telah dirangkum dalam suatu kesimpulan terdapat saran dari penelitian ini.
1.
Program ini bisa dilanjutkan dengan tinjauan ulang terhadap indikator outcome. Melihat bahwa secara umum dapat dilihat bahwa indikatorindikator proses tercapai sedangkan indikator outcome tidak tercapai maka perlu dikaji ulang mengenai indikator-indikator dalam program. Dengan melakukan pendataan atau survey yang akan dijadikan indikator-indikator dalam outcome (omzet, laba, volume produksi, tenaga kerja) sebelum program dapat menjadi baseline/pedoman untuk menentukan besarnya presentase PUK dalam target indikator.
2.
Berdasarkan faktor-faktor yang tidak memengaruhi pencapaian dalam aspek proses: a.
Perencanaan tertulis masih tidak dapat dilaksanakan oleh PUK, walaupun demikian PUK yang tidak mengalami perencanaan tertulis justru mengalami peningkatan outcome. Bisa dicari lebih dalam lagi (assessment) bentuk perencanaan tertulisnya dalah hal apa saja mengingat bahwa walaupun mereka tidak melakukan perencanaan
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
190
tertulis tetapi PUK masih menganggap perencanaan tertulis dinilai dapat lebih mengontrol usahanya. b.
Pengetahauan baru yang didapat PUK belum menjamin peningkatan outcome, perlu disesuaikan lagi bentuk pengetahuan baru yang benarbenar mereka butuhkan. Mengingat bahwa reponden yang mendapat pengetahuan baru dan tidak sama-sama mengalami peningkatan outcome.
c.
Keterampilan baru dan penerapan keterampilan yang didapat PUK selama pelatihan tidak mempunyai hubungan dengan peningkatan pendapatan. Oleh karena itu perlu disesuaikan keterampilan baru yang perlu diberikan dalam pelatihan. Apakah keterampilan baru tersebut bisa meningkatkan laba PUK atau malah menjadi penambahan biaya PUK. Artinya bentuk keterampilan baru seharusnya bisa menjadi tambahan laba dari keterampilan mereka sebelum pelatihan.
d.
Peran keterlibatan pendamping secara intensif belum memengaruhi pencapaian outcome. Dengan mengoptimalkan bentuk dan peran-peran pendamping yang lebih konkret terhadap kebutuhan masing-masing PUK bisa menjadi harapan bahwa intensitas kunjungan pendamping dapat meningkatkan pencapaian outcome.
3.
Berdasarkan faktor-faktor yang tidak memengaruhi pencapaian dalam aspek input: penelitian ini tidak dapat memberikan saran dalam aspek input mengingat bahwa jika dilakukan pemilihan kelompok sasaran yang berhubungan dengan peningkatan outcome maka bisa menjadi sesuatu yang dikriminatif. Misalnya berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa PUK yang lanjut usia dan berpendidikan sekolah menengah atas mengalami peningkatan outcome bukan berarti PUK yang tidak termasuk golongan tersebut tidak bisa menjadi kelompok sasaran program.
4.
Bagi pihak yang ingin melakukan penelitian selanjutnya: a. terkait dengan topik yang sama dengan penelitian ini dapat melakukan pencarian informasi terhadap kebutuhan-kebutuhan PUK yang benarUniversitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
191
benar dirasakan. Mengingat dalam kuesioner penlitian ini belum terdapat pertanyaan menganai hal tersebut. b. Mengingat keterbatasan penelitian ini hanya fokus kepada penerima manfaat yaitu PUK dengan hanya menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengukur aspek outcome dan proses, maka penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan dua pendekatan penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif dapat dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam pada aspek proses tidak hanya dari aspek penerima manfaat, tetapi dari aspek pelaksana program dan juga pengurus Jaringan Perempuan Usaha Kecil Solo (Ngudi Lestari) yang juga termasuk dalam aspek input program.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Adi, Isbandi Rukminto. (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: LPFE-UI Adi, Rianto. (2004). Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit Amir, Faisal M. (2006). Membuat dan Mengolah Hasil Olahan SPSS untuk Penelitian Ilmiah. Jakarta: Edsa Mahkota Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Babbie, R Earl. (2004). The Practice of Social Research_10th edition. USA: Thomson Learning Inc. Bagus, Lorens. (2002). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. BPS. (2008). Statistik Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2007 - 2008. Jakarta: BPS dan KemenegkopUKM Brinkerhoff, Robert.O., Brethower, Dale.M., Hluchyj, Terry., Nowakowski, Jerry Ridings., (1983). Program Evaluation, a Practitioner’s Guide for Trainer & Educator. Boston USA: Kluwer-Nijhoff Publising Bungin, Burhan. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Cernea, Michael M. (1988). Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan Variabet-Variabel Sosiologi di Dalam Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Penerbit Ul. Creswell, John W. (2012). Educational research: planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research_4th ed. USA: Pearson Education, Inc
192
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
193
Creswell, John.W. (2008). Research Design, Qualitative & Quantitative Approaches and Mixed Approach. California USA: Sage Publication. Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik_Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Fakrullah, Zudan Arif. (1997).Hukum Ekonomi. Surabaya: Karya Hawe, Penelope dkk. (1995). Evaluating Health Promotion : A Health Worker Guider. New South Wales: Mac Lenan and Petty Pty Limited. Herman, Joan L. (1987). Evaluator's Handbook. United States of America: SAGE Publications. Hikmat,
Harry.
(2001).
Strategi
Pemberdayaan
Masyarakat.
Bandung:
Humaniora Utama Press. Husein Umar, 2003. Metode Riset Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ihromi, T.O, (ed.), 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Issac, Stephen. (1978). Handbook In Research And Evaluation. California: Edits Publishers. Kartasasmila, Ginandjar. (1997). Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: LP3ES. Kartasasmita, Ginandjar. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: Pustaka Cidesindo. lfe, Jim. (1995). Community Development : Creating Community Alternatives Visions. Analysis and Practice. Australia: Longman Pty Ltd. Mikkelsen, Britha. (2003). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Neuman, W. Lawrence. (2006). Qualitative and Quantitative Approach_6th edition. United States of America: Pearson Education.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
194
Notoatmodjo, Soekirdjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Patton, Michael Quinn. (1997). Utilization-focused _3rd edition. United States of America: SAGE Publications. Payne, Malcolm. (1997). Modern Social Work Theory. London: Macmillan Press Ltd. Piertzak, Jeanne. (1990). Practical Program Evaluation: Example from Child Abuse Prevention. USA: Sage Publication. Pranarka A.M.W. dan Prijono Onny S. (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS. Prasetyo, Bambang., Jannah, Lina Miftahul. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. Rakhmat, Jalaluddin. (1999). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Ramadhaniati, (2012). "PUK dan Kekuatan Ekonomi Nasional; Sebuah Analisis Perkembangan Program" dalam Pada Kerja Kami Percaya. Bekasi: ASPPUK- Sarpico Printing. Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian: untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Rubin, Allen., Babbie, R Earl (2008). Research Methods for Social Work_6th edition. USA: Thomson Brooks/Cole. Sawir, Agnes. (2001). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Scriven, Michael. (1991). Beyond Formative and Sumative Evaluation. Chicago: University of Chichago Press. Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan yang Balk) Dalam Rangka Otonomi Daerah: Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efesien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Bandung: CV. Mandur Maju.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
195
Shardlow, Steven. (1998). Values, Ethics and Social Work dalam Adam, Robert, Lena Dominelli dan Malcom Payne (eds). Social Work: Themes, Issues and Critical Debates. London: MacMillan Press Ltd. Siegel, Sidney. (1992). Statistis Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial_Cetakan ke-5. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: CV Alfabeta. Supangat, Andi. (2008). Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Nonparametrik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Suryabrata, Sumandi. (2004). Metodologi Penelitian. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. Sutojo, Siswanto. (2004). Analisis Kredit Bank Umum. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Unrau, A. Yvonne., et.all. (2007). Evaluation in social work : the art and science of practice_ 4th ed. New York: Oxford University Press Wholey, S. Joseph, et all. (2010). Handbook of practical program evaluation_3rd Edition. United States of America: Jossey-Bass. World Bank. (2004). Building Skills to Evaluate Development Intervention., Netherlands: Internasional Program for Development Training (IPDET). Zanten, Wim Van. (1994). Statistika Untuk Ilmu-Ilmu Sosia_Edisi kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Karya Akademis Darmawan, Idham. (2004). Faktor-Faktor Yang Dapat Menentukan Keberhasilan Usaha Industri Mikro, Kecil dan Menengah sektor kerajinan di Kotamadya Yogyakarta. Depok: FISIP UI.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
196
Jahidin, Asep. (2005). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Melalui Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat): Studi kasus pada pelaksanaan program Misykat Daurut Tauhid di Majelis Al-Hidayah Kelurahan gegerkalong kecamatan Sukasari Bandung. Pasca-Sarjana FISIP Universitas Indonesia. Kartika, Dwi, Indah. (2009). Pemberdayaan Perempuan melalui Pengelolaan Kredit Mikro Sistem Grameen Bank oleh Koperasi Mitra Usaha Mandiri Cabang Jatiragas (Studi Kasus di 3 Desa: Barugbug, Situdam, dan Jatiwangi, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Depok: FISIP UI. Mulyadi, Arief. (2006). Dukungan Lembaga Keuangan Mikro terhadap usaha mikro dan kecil untuk meningkatkan ketahanan daerah Garut. Depok: FISIP UI. Ramadhani, Sri Essa. (2010). Dampak Penyaluran Dana Bergulir Usaha Mikro terhadap Peningkatan Pendapatan Pengusaha Mikro (Studi Kasus Industri Mikro di Kota Payakumbuh). Depok: FE UI. Salmiah. (2008) Pola Relasi Perempuan Usaha Mikro Terhadap Usaha, Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Magister Kajian Wanita.
Internet: Bappenas.
(2010).
Laporan
Pencapaian
MDGs
Indonesia
2010.
http://www.bappenas.go.id/node/118/2813/laporan-pencapaian-mdgsindonesia-2010/. diakses 10 Maret 2012. BPS Kota Surakarta. (2010). Keadaan Geografis Surakarta. http://surakartakota.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=90&Itemid=28. Diakses 1 September 2012. BPS.
(2007).
Tingkat
Kemiskinan
Indonesia
Tahun
2007.
203.123.60.210/brs_file/kemiskinan-02juli07.pdf. diakses 25 April 2012.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
197
BPS. (2008). Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. XI, 30 Mei 2008. Perkembangan
Indikator
Makro
Tahun
2008.
http://www.scribd.com/doc/16888581/Berita-Resmi-Statistik-Ukm-Bps2008. Diakses 1 September 2012. BPS.
(2009).
Tingkat
Kemiskinan
Indonesia
Tahun
2009.
www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf. diakses 25 April 2012. BPS.
(2011).
Tingkat
Kemiskinan
Indonesia
Tahun
2012.
www.bps.go.id/getfile.php?news=861. diakses 25 April 2012. BPS.
(2012).
Profil
Kemiskinan
di
Indonesia
Tahun
2012.
www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jul12.pdf. diakses 4 Januari 2013. Dwidjo. (2012). Perempuan Sebagai Pelaku Ekonomi Mikro. Perempuan Sebagai Pelaku
Ekonomi
Mikro
Laporan.
http://mitramandiri.org/index.php/perempuan-sebagai-pelaku-ekonomimikro.html. diakses 12 Maret 2012. Dwijo.
(2007).
Perempuan
Sebagai
Pelaku
Ekonomi
Mikro.
.
http://mitramandiri.org/index.php/perempuan-sebagai-pelaku-ekonomimikro.html. diakses 12 Maret 2012. Hari. (2009). Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan. http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=2571.
diakses 20 Februari
2012. diakses 12 Maret 2012. Hati. (2009). Perempuan Pegang 60% Usaha Mikro/UKM di Indonesia. http://www.langitperempuan.com/2009/06/perempuan-pegang-60-usahamikroukm-di-indonesia/. diakses 18 April 2012. Kartika, Sofia. (2005). Perempuan dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan. http://www.
Jurnal_Perempuan_Edisi_42_buku_4101.html?lang=en.
diakses 5 Januari 2013. Kustati, Retno. (2011). Jurnal Nasional: Kekuatan Perempuan di Usaha Mikro dan
Kecil.
http://nasional.jurnas.com/halaman/10/2011-06-17/173461.
diakses 12 Maret 2012.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
198
Menegpp. (2011). Kontribusi Usaha Mikro. www.menegpp.go.id/. diakses tanggal 20 April 2012. Pasar
Solo
Raya.
Pasar
(2012).
Tradisional
Solo.
http://www.pasarsolo.com/pasar-tradisional-solo.html. Diakses 3 Oktober 2012. Pemerintah Kota Surakarta. (2012). http://surakarta.go.id/konten/data-potensidinas-koperasi-dan-umkm. Diakses 2 Oktober 2012. Punowo, Andi. (2012). Sektor Mikro Kian Berkembang 2010, UMKM Tumbuh 50%http://www.timlo.net/baca/6100/2010-umkm-tumbuh-50/.
Diakses
2
Oktober 2012. Smart Bisnis. (2012). UMKM Solo dapat kesempatan perluas pasar ekspor. http://www.smartbisnis.co.id/artikel/umkm-solo-dapat-kesempatan-perluaspasar-ekspor. Diakses 3 Oktober 2012. Solo
Raya.
(2012).
Profil
UMKM
Surakarta.
http://www.umkm-
soloraya.com/node/975. Diakses 2 Oktober 2012. Sriyana, Jaka. (2010). Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. http://dppm.uii.ac.id/dokumen/dikti/files/DPPM-UII_09._79103_STRATEGI_PENGEMBANGAN_USAHA_KECIL_DAN_MENENG AH_%28UKM%29.pdf. diakses 4 Januari 2013 Sutrisno, Joko. (2006). Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun 2006. http://www.smecda.com/kajian/menu/menu_isi____/jurnal_1_2006.htm. diakses 4 Januari 2013. Sutrisno,
Noer.
(2010).
Strategi
Penguatan
UKM.
http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/noer_s.htm. diakses 6 Januari 2012. Tda Solo Raya. (2012). Promosi Produk UKM Melalui Pameran Luar Negeri di Fasilitasi Dinas Koperasi Kota Solo. http://tdasoloraya.com/promosiproduk-ukm-melalui-pameran-luar-negeri-di-fasilitasi-dinas-koperasi-kotasolo/. Diakses 3 Oktober 2012. Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
199
Sumber Lain: ASPPUK. (2008). Logical Frame Work Program Penguatan PUK sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat. ASPPUK. (2008). Proposal Program Penguatan PUK sebagai Wadah Pengembangan Ekonomi Rakyat. ASPPUK. (2012). Prosentase rata‐rata peningkatan Modal, Omzet, Tenaker, Asset 2009 - 2010. Hafsah, Jafar Mohammad. (2004). Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) infokop. Nomor 25 Tahun XX. Kementiran Koperasi dan UKM. (2004). Rencana Strategis Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Tahun 2004 - 2009. Situmorang, Jannes. (2008). Strategi UMKM dalam menghadapi iklim usaha yang tidak kondusif. Sriyana, Jaka. (2010). Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Syahza, Almasdi. (2003). Pengembangan Usaha KEcil dan Menengah (UKM) untuk Percepatan Peningkatan Ekonomi Daerah di Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau. Undang-undang UKM Nomor 20 Tahun 2008. Tentang Usaha Kecil Menengah. UU No.9 Tahun 1995. Tentang Usaha Kecil.
Universitas Indonesia
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner
UNIVERSITAS INDONESIA Saya adalah mahasiswa pasca sarjana (S2) Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam rangka pemenuhan tugas akhir, saya meminta bantuan Anda untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini. Atas perhatian dan kerja sama Anda, saya ucapkan terima kasih.
Daftar Pertanyaan Evaluasi Program Penguatan Usaha Kecil (PUK) di Solo yang dilakukan oleh ASPPUK I. Variabel X2 (Independent) a. Nama
: ..................................................................................
b. Usia
: ..................................................................................
c. Desa (RT/RW)
: ..................................................................................
d. Kecamatan
: ..................................................................................
e. Tanggal Pengisian
: ..................................................................................
g. Jenis Usaha
: ..................................................................................
h. Nama KPUK
: ..................................................................................
i. Pendidikan Terakhir
: ..................................................................................
j. Status Pernikahan
: ..................................................................................
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) Petunjuk pengisian: Isi dan pilih salah satu jawaban dengan tanda silang ( X ) pada kolom yang tersedia sesuai dengan diri Anda setelah mengikuti kegiatan program Penguatan Perempuan Usaha Kecil (PUK) yang diselenggarakan oleh ASPPUK II. Variabel Y (Dependent) 1.
Berapa penjualan rata-rata barang/jasa Anda per perbulan dalam setiap tahun di bawah ini:
2.
3.
No
Tahun
a.
2008
b.
2009
c.
2010
d.
2011
Omzet/Penjualan Rp........................................................ Rp......................................................... Rp......................................................... Rp.........................................................
Berapa rata-rata laba / keuntungan Anda per perbulan dalam setiap tahun di bawah ini? No
Tahun
a.
2008
b.
2009
c.
2010
d.
2011
Laba / Keuntungan Rp......................................................... Rp......................................................... Rp......................................................... Rp.........................................................
Berapa rata-rata volume produksi per perbulan dalam setiap tahun di bawah ini: No
Tahun
a.
2008
b.
2009
c.
2010
d.
2011
Volume produksi .................................................................. .................................................................. ................................................................... ...................................................................
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) 4.
5.
Berapa jumlah tenaga kerja Anda dalam setiap tahun di bawah ini: No
Tahun
a.
2008
b.
2009
c.
2010
d.
2011
Jumlah Tenaga Kerja .................................................................. .................................................................. ................................................................... ...................................................................
Siapa saja yang membeli produk Anda? a. Masyarakat umum selain pengurus dan kader JarPUK b. Kader JarPUK c. Pengurus JarPUK
6.
Apakah Anda terlibat dalam kegiatan musrenbangkel (musyawarah perencanaan pembangunan kelurahan)? a. Tidak
b. Ya
Jika ya, pilih keterlibatan Anda dalam kegiatan musrenbangkel tersebut: No
Tingkat Keterlibatan
1.
Mengetahui informasi adanya kegiatan musrenbangdes
2.
Mendapat undangan menghadiri musrenbangdes
3.
Menyampaikan informasi adanya sosialisasi jadwal musrenbangdes kepada warga disekitar Anda Memberi usulan program secara langsung
4. 5. 6.
Berbicara hasil musrenbangdes dengan warga yang tidak hadir dalam musrenbangdes Mengawasi pembangunan desa secara aktif
III. Variabel X1 (Independent) 7.
Apa masalah atau kendala yang Anda hadapi selama berusaha? a. Tidak ada masalah
c. Pesaing usaha
b. Modal
d. Pemasaran
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) 8.
Apakah Anda bisa mengatasi masalah atau persoalan usaha yang Anda hadapi selama berusaha? a. Tidak
9.
b. Ya
Sebutkan satu cara yang paling sering Anda gunakan untuk mengatasi masalah atau persoalan usaha yang dialami selama ini? a. Membiarkan saja b. Diskusi keluarga c. Konsultasi dengan pendamping d. Diskusi dengan teman usaha yang sejenis e. Mencari dari buku f. Mencari di Internet g. Lainnya sebutkan ..................................................................................
10. Apakah saat ini (tahun 2012) Anda membuat perencanaan usaha secara tertulis? a. Tidak
b. Ya
11. Apa manfaat yang Anda dapat jika membuat perencanaan usaha? a. Tidak ada b. Lebih terkendali c. Lainnya sebutkan ....................................................................................... 12. Apakah skala/volume usaha Anda meningkat selama tahun 2009 - 2011? a. Tidak
b. Ya
13. Setelah mengikuti program/pelatihan, Anda dapat pengetahuan baru? a. Tidak
b. Ya
14. Setelah mengikuti program/pelatihan, Anda dapat mempraktekkan keterampilan yang di dapat? a. Tidak
b. Ya
15. Anda mendapatkan keterampilan baru dalam mengolah produksi setelah mengikuti program/pelatihan? a. Tidak
b. Ya
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan)
16. Sebutkan keterampilan baru dalam pengolahan produksi yang anda dapat? a. ........................................................................................................................ b. ........................................................................................................................ c. ........................................................................................................................ 17. Anda melakukan produksi sesuai dengan rencana usaha? a. Tidak
b. Ya
18. Setelah mengikuti program/pelatihan, kualitas produksi Anda saat ini tergolong? a. Buruk
c. Meningkat
b. Tetap 19. Apakah Anda melakukan inovasi/cara baru dalam memproduksi usaha setelah mengikuti program/pelatihan? a. Tidak
b. Ya
20. Apakah Anda mampu mencapai target usaha sesuai dengan perencanaan usaha yang Anda lakukan? a. Tidak
b. Ya
21. Berapa presentase pencapaian target tersebut? a. 0 - 4 %
d. 15 - 19 %
b. 5 - 9 %
e. 20 - 25 %
c. 10 - 14 %
f. Lebih dari 25 %
22. Apakah ada produk unggulan PUK di tingkat Kabupaten? a. Tidak
b. Ya
23. Sebutkan jenis produk unggulan di tingkat kabupaten? a. Batik
c. Kerajinan tangan
b. Makanan/Minuman
d. Lainnya sebutkan ............................
24. Setelah pameran usaha, berapa jumlah produk Anda yang terbeli? a. 0 item
d. 3 item
b. 1 item
e. Lebih dari 3 item
c. 2 item
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) 25. Apakah Anda mendapat keuntungan / laba selama mengikuti pameran a. Tidak
b. Ya
26. Berapa item produk baru yang telah dikenal masyarakat umum diluar wilayah selama mengikuti pameran? a. Tidak ada
d. 5 - 6 item
b. 1 - 2 item
e. Lebih dari 6 item
c. 3 - 4 item 27. Apakah JarPuk Anda di kenal oleh masyarakat banyak di tingkat Kabupaten a. Tidak
b. Ya
28. Apakah kebutuhan Anda terpenuhi selama mengikuti program? a. Tidak
b. Ya
29. Berapa kali pendamping melakukan kunjungan dalam setiap tahapan program? a. Tidak pernah
c. 7 - 9 kali
b. 1 - 2 kali
d. Lebih dari 9 kali
c. 4 - 6 kali 30. Berapa kali Anda mengikuti pelatihan yang diberikan? a. Tidak Pernah
d. 5 - 6 kali
b. 1 - 2 kali
e. 7 - 8 kali
c. 3 - 4 kali
f. Lebih dari 8 kali.
31. Apa alasan Anda jika tidak dapat menghadiri kegiatan/pelatihan dalam program dari Asspuk/JarPUK? a. Tidak tahu informasi
d. Lain-lain, sebutkan .........................
b. Mengurus anak c. Sakit 32. Menurut Anda, apakah bimbingan/pendamping bermanfaat bagi peningkatan usaha Anda? a. Sangat tidak bermanfaat
c. Bermanfaat
b. Tidak bermanfaat
d. Sangat bermanfaat
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) 33. Sebutkan manfaat yang anda dapat dari pendamping: (urutkan berdasarkan peringkat) 1. ........................................................................................................................ 2. ........................................................................................................................ 3. ........................................................................................................................ 4. ........................................................................................................................ 34. Menurut Anda, apakah fasilitator/instruktur dalam memberikan pelatihan bermanfaat bagi peningkatan usaha Anda? a. Sangat tidak bermanfaat
c. Bermanfaat
b. Tidak bermanfaat
d. Sangat bermanfaat
35. Jika fasilitator/instruktur dalam memberikan pelatihan bermanfaat bagi peningkatan usaha Anda. Sebutkan manfaat tersebut: (urutkan berdasarkan peringkat) 1. ........................................................................................................................ 2. ........................................................................................................................ 3. ........................................................................................................................ 4. ........................................................................................................................ 36. Selama tahun 2009 - 2011 Anda mendapat bantuan dalam usaha selain dari Asppuk? a. Tidak
b. Ya
Jika ya, sebutkan asal dan bentuk bantuan tersebut Pihak/lembaga/instansi
Bentuk bantuan
a. b. c. d. e.
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 1: Kuesioner (lanjutan) 37. Selama tahun 2009 - 2011 Anda mengikuti kegiatan usaha selain dari Asppuk? a. Tidak
b. Ya
Jika ya, sebutkan asal dan bentuk kegiatan tersebut Pihak/lembaga/instansi
Bentuk kegiatan
a. b. c. d. e.
Terima kasih atas kesediaan dan waktu Anda untuk menjawab pertanyaan diatas. Semoga usaha Anda diberi kelancaran, semakin berkembang dan maju.
8 Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 2 Hasil Uji Realibilitas
Tabel 1 Case Processing Summary (outcome) Cases
Valid Excludeda Total
N 30 0 30
% 100.0 .0 100.0
Tabel 2 Reliability Statistics (Outcome) Cronbach's Alpha .893
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .891
N of Items 4
Tabel 3 Reliability Statistics (Outcome) Keterangan r hitung r tabel Omzet .860 .824 Laba .831 .839 Volume Produksi .812 .844 Tenaga Kerja .573 .925 Tabel 4 Reliability Statistics (Process) Cronbach's Cronbach's Alpha Based on Alpha Standardized Items N of Items .667 .668 Tabel 5 Item-Total Statistics (Process) Corrected Cronbach's Item-Total Alpha if Item Correlation Deleted Bantuan Taknis dan .479 .572 Pengembangan Usaha Pengembangan Pasar .572 .440 Asistensi dan Konsultasi Bisnis .394 .683
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
3
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas
Omzet Laba Volume Produksi Tenaga Kerja
Tabel 1 Item-Total Statistics (Outcome) Corrected ItemCronbach's Alpha Total Correlation if Item Deleted .860 .374 .831 .374 .812 .374 .573 .374 Tabel 2 Item-Total Statistics (Process) Corrected Item- Cronbach's Alpha Total if Item Deleted Correlation .479 .374
Bantuan Taknis dan Pengembangan Usaha Pengembangan Pasar Asistensi dan Konsultasi Bisnis
.572 .394
.374 .374
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Result Valid Valid Valid Valid
N Valid Valid Valid
Lampiran 4: Profil Responden
Pendidikan Akhir Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
SD
15
12.0
12.0
12.0
SMP
25
20.0
20.0
32.0
SMA
55
44.0
44.0
76.0
D3
18
14.4
14.4
90.4
Sarjana
12
9.6
9.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Status Pernikahan Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
8
6.4
6.4
6.4
101
80.8
80.8
87.2
Janda
16
12.8
12.8
100.0
Total
125
100.0
100.0
Belum Menikah Menikah
Interval Usia
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
20 - 26
1
.8
.8
.8
27 - 33
11
8.8
8.8
9.6
34 - 40
29
23.2
23.2
32.8
41 - 47
36
28.8
28.8
61.6
48 - 54
30
24.0
24.0
85.6
55 - 61
13
10.4
10.4
96.0
62 - 68
5
4.0
4.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Usia Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Dewasa Awal
41
32.8
32.8
32.8
Dewasa Pertengahan
78
62.4
62.4
95.2
6
4.8
4.8
100.0
125
100.0
100.0
Lanjut Usia Total
Page 2
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 4: Profil Responden (lanjutan)
Frequencies Statistics Kelompok Usaha Responden
Kecamatan Reponden N
Valid
Pendidikan Akhir Responden
Status Pernikahan Responden
125
125
125
125
0
0
0
0
Missing
Statistics Usia Responden
Interval Usia N
Valid Missing
125
125
0
0
Frequency Table Kecamatan Reponden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
4
3.2
3.2
3.2
Jebres
46
36.8
36.8
40.0
Laweyan
16
12.8
12.8
52.8
Pasar Kliwon
40
32.0
32.0
84.8
Serengan
19
15.2
15.2
100.0
125
100.0
100.0
Banjarsari
Total
Kelompok Usaha Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Dagang
82
65.6
65.6
65.6
Jasa
22
17.6
17.6
83.2
7
5.6
5.6
88.8
14
11.2
11.2
100.0
125
100.0
100.0
Kerajinan Produk Olahan Total
Page 1
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 4: Profil Responden (lanjutan) Pendidikan Akhir Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
SD
15
12.0
12.0
12.0
SMP
25
20.0
20.0
32.0
SMA
55
44.0
44.0
76.0
D3
18
14.4
14.4
90.4
Sarjana
12
9.6
9.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Status Pernikahan Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
8
6.4
6.4
6.4
101
80.8
80.8
87.2
Janda
16
12.8
12.8
100.0
Total
125
100.0
100.0
Belum Menikah Menikah
Interval Usia
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
20 - 26
1
.8
.8
.8
27 - 33
11
8.8
8.8
9.6
34 - 40
29
23.2
23.2
32.8
41 - 47
36
28.8
28.8
61.6
48 - 54
30
24.0
24.0
85.6
55 - 61
13
10.4
10.4
96.0
62 - 68
5
4.0
4.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Usia Responden
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Dewasa Awal
41
32.8
32.8
32.8
Dewasa Pertengahan
78
62.4
62.4
95.2
6
4.8
4.8
100.0
125
100.0
100.0
Lanjut Usia Total
Page 2
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome
Frequency Table Perubahan Omzet 2009 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
15
12.0
12.0
12.0
Tetap
68
54.4
54.4
66.4
Meningkat
42
33.6
33.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Omzet 2010 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
16
12.8
12.8
12.8
Tetap
56
44.8
44.8
57.6
Meningkat
53
42.4
42.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Omzet 2011
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
9
7.2
7.2
7.2
Tetap
52
41.6
41.6
48.8
Meningkat
64
51.2
51.2
100.0
125
100.0
100.0
Menurun
Total
Perubahan Omzet 2009 - 2011
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Menurun
14
11.2
11.2
11.2
Tetap
28
22.4
22.4
33.6
Meningkat
83
66.4
66.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Omzet 2009
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
<0%
15
12.0
12.0
12.0
0 - 25 %
88
70.4
70.4
82.4
> 25 %
22
17.6
17.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 1
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan)
Presentase Perubahan Omzet 2010 Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
<0%
16
12.8
12.8
12.8
0 - 25 %
87
69.6
69.6
82.4
> 25 %
22
17.6
17.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Omzet 2011 Frequency Valid
<0%
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
9
7.2
7.2
7.2
0 - 25 %
87
69.6
69.6
76.8
> 25 %
29
23.2
23.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Omzet 2009 - 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
dibawah 0%
14
11.2
11.2
11.2
0 - 24%
52
41.6
41.6
52.8
25 % dan lebih
59
47.2
47.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Laba 2009
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Menurun
13
10.4
10.4
10.4
Tetap
67
53.6
53.6
64.0
Meningkat
45
36.0
36.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Laba 2010
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Menurun
17
13.6
13.6
13.6
Tetap
56
44.8
44.8
58.4
Meningkat
52
41.6
41.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 2
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan) Perubahan Laba 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
12
9.6
9.6
9.6
Tetap
55
44.0
44.0
53.6
Meningkat
58
46.4
46.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Laba 2009 - 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
13
10.4
10.4
10.4
Tetap
27
21.6
21.6
32.0
Meningkat
85
68.0
68.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Laba 2009 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<0%
13
10.4
10.4
10.4
0 - 25 %
82
65.6
65.6
76.0
> 25 %
30
24.0
24.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Laba 2010 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<0%
16
12.8
12.8
12.8
0 - 25 %
80
64.0
64.0
76.8
> 25 %
29
23.2
23.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Laba 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<0%
12
9.6
9.6
9.6
0 - 25 %
80
64.0
64.0
73.6
> 25 %
33
26.4
26.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 3
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan) Presentase Laba 2009 - 2011
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
dibawah 0%
13
10.4
10.4
10.4
0 - 24%
45
36.0
36.0
46.4
25 % dan lebih
67
53.6
53.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Volume Produksi 2009
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Menurun
13
10.4
10.4
10.4
Tetap
69
55.2
55.2
65.6
Meningkat
43
34.4
34.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Volume Produksi 2010 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
17
13.6
13.6
13.6
Tetap
62
49.6
49.6
63.2
Meningkat
46
36.8
36.8
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Volume Produksi 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
11
8.8
8.8
8.8
Tetap
54
43.2
43.2
52.0
Meningkat
60
48.0
48.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Volume Produksi 2009 - 2011 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Menurun
15
12.0
12.0
12.0
Tetap
29
23.2
23.2
35.2
Meningkat
81
64.8
64.8
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 4
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan)
Presentase Perubahan Volume Produksi 2009 Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
<0%
13
10.4
10.4
10.4
0 - 25 %
88
70.4
70.4
80.8
> 25 %
24
19.2
19.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Volume Produksi 2010 Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
<0%
19
15.2
15.2
15.2
0 - 25 %
86
68.8
68.8
84.0
> 25 %
20
16.0
16.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Volume Produksi 2011 Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
<0%
11
8.8
8.8
8.8
0 - 25 %
82
65.6
65.6
74.4
> 25 %
32
25.6
25.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Presentase Perubahan Volume Produksi 2009 - 2011
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
dibawah 0%
15
12.0
12.0
12.0
0 - 24%
50
40.0
40.0
52.0
25 % dan lebih
60
48.0
48.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Perubahan Tenaga Kerja 2009 - 2011 Frequency Valid
Menurun
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
7.2
7.2
7.2
Tetap
84
67.2
67.2
74.4
Meningkat
32
25.6
25.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 5
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan)
Frequencies Statistics
Pengurus dan kader membeli produk Anda N
Valid Missing
Partisipasi Perempuan Usaha Kecil Dalam Musrenbang Kelurahan
Tingkat Keterlibatan dalam kegiatan Musrenbang Kelurahan
125
125
125
0
0
0
Frequency Table Pengurus dan kader membeli produk Anda
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
101
80.8
80.8
80.8
9
7.2
7.2
88.0
15
12.0
12.0
100.0
125
100.0
100.0
Masyarakat umum selain pengurus dan kader JarPUK Kader JarPUK Pengurus JarPUK Total
Partisipasi Perempuan Usaha Kecil Dalam Musrenbang Kelurahan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
96
76.8
76.8
76.8
Ya
29
23.2
23.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 1
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 5: Frekuensi Outcome (lanjutan)
Tingkat Keterlibatan dalam kegiatan Musrenbang Kelurahan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak pernah mengikuti
96
76.8
76.8
76.8
Mengetahui Informasi adanya kegiatan musrenbang kelurahan
1
.8
.8
77.6
Mendapat undangan menghadiri musrenbang kelurahan
1
.8
.8
78.4
Menyampaikan informasi adanya kegiatan musrenbang kelurahan kepada warga disekitarnya
12
9.6
9.6
88.0
Memberi usulan program secara langsung dalam musrenbang kelurahan
9
7.2
7.2
95.2
Berbicara hasil musrenbang kelurahan dengan warga yang tidak hadir
1
.8
.8
96.0
Mengawasi pembangunan kelurahan secara aktif
5
4.0
4.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 2
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process
Frequency Table Satu masalah utama yang dihadapi dalam berusaha
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak ada masalah
14
11.2
11.2
11.2
Modal
58
46.4
46.4
57.6
Pesaing usaha
11
8.8
8.8
66.4
Pemasaran
42
33.6
33.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Kemampuan mengatasi masalah dalam berusaha
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
24
19.2
19.2
19.2
Ya
101
80.8
80.8
100.0
Total
125
100.0
100.0
Tidak
Langkah yang diambil dalam mengatasi masalah
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Membiarkan saja
18
14.4
14.4
14.4
Diskusi dengan keluarga
45
36.0
36.0
50.4
Konsultasi dengan pendamping
16
12.8
12.8
63.2
Diskusi dengan teman usaha yang sejenis
35
28.0
28.0
91.2
Mencari dari buku
3
2.4
2.4
93.6
Mencari di Internet
5
4.0
4.0
97.6
Mencari Hutangan
3
2.4
2.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
PUK melakukan perencanaan secara tertulis
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
81
64.8
64.8
64.8
Ya
44
35.2
35.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 1
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan)
Manfaat yang didapat jika melakukan perencanaan secara tertulis
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak ada
60
48.0
48.0
48.0
Lebih terkendali
64
51.2
51.2
99.2
1
.8
.8
100.0
125
100.0
100.0
Lebih Paham Masalah Yang di Hadapi Total
Skala volume usaha PUK meningkat selama tahun 2009 - 2011
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
27
21.6
21.6
21.6
Ya
98
78.4
78.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
PUK mendapat pengetahuan baru setelah mengikuti pelatihan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
12
9.6
9.6
9.6
Ya
113
90.4
90.4
100.0
Total
125
100.0
100.0
Tidak
Mempraktikan keterampilan yang di dapat setelah mengikuti pelatihan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
16
12.8
12.8
12.8
Ya
109
87.2
87.2
100.0
Total
125
100.0
100.0
Tidak
PUK mendapat keterampilan baru setelah mengikuti pelatihan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
32
25.6
25.6
25.6
Ya
93
74.4
74.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 2
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan) Keterampilan baru yang di dapat
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
32
25.6
25.6
25.6
9
7.2
7.2
32.8
Pengepakan
10
8.0
8.0
40.8
Membuat Tas
6
4.8
4.8
45.6
Membuat kue
24
19.2
19.2
64.8
Pengolahan Makanan
14
11.2
11.2
76.0
Pengembangan Usaha
18
14.4
14.4
90.4
Pelatihan Warna Alam
7
5.6
5.6
96.0
Aplikasi Kain Perca
3
2.4
2.4
98.4
Menganyam Pita
1
.8
.8
99.2
Membuat Sangkar
1
.8
.8
100.0
125
100.0
100.0
Tidak Ada Manajemen usaha
Total
PUK menjalankan usaha sesuai dengan perencanaan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
38
30.4
30.4
30.4
Ya
87
69.6
69.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Peningkatan kualitas produksi setelah mengikuti pelatihan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Buruk
2
1.6
1.6
1.6
Tetap
44
35.2
35.2
36.8
Meningkat
79
63.2
63.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Inovasi/cara baru dalam berusaha setelah mengikuti pelatihan
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak
44
35.2
35.2
35.2
Ya
81
64.8
64.8
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 3
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan) Kemampuan PUK mencapai target sesuai dengan rencana Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
Tidak
68
54.4
54.4
54.4
Ya
57
45.6
45.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Prosentase mencapai target tersebut Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0-4%
72
57.6
57.6
57.6
4-9%
19
15.2
15.2
72.8
10 - 14 %
7
5.6
5.6
78.4
15 - 19 %
4
3.2
3.2
81.6
20 - 25 %
9
7.2
7.2
88.8
14
11.2
11.2
100.0
125
100.0
100.0
Lebih dari 25 % Total
Produk unggulan di tingkat Kota Solo Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
6.4
6.4
6.4
Ya
117
93.6
93.6
100.0
Total
125
100.0
100.0
Jenis produk unggulan di tingkat Kota Solo
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Batik
57
45.6
45.6
45.6
Olahan makanan
37
29.6
29.6
75.2
Kerajinan tangan
31
24.8
24.8
100.0
125
100.0
100.0
Total
Jumlah produk yang terjual dalam pameran Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0 item
47
37.6
37.6
37.6
1 item
21
16.8
16.8
54.4
2 item
16
12.8
12.8
67.2
3 item
11
8.8
8.8
76.0
Lebih dari 3 item
30
24.0
24.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 4
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan) PUK mendapat laba selama mengikuti pameran Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak
47
37.6
37.6
37.6
Ya
78
62.4
62.4
100.0
125
100.0
100.0
Total
Produk baru yang dikenal oleh masyarakat umum diluar wilayah Solo selama mengikuti pameran Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
0 item
66
52.8
52.8
52.8
1 - 2 item
21
16.8
16.8
69.6
3 - 4 item
18
14.4
14.4
84.0
5 - 6 item
11
8.8
8.8
92.8
9
7.2
7.2
100.0
125
100.0
100.0
Lebih dari 6 item Total
JarPUK Ngudi Lestari dikenal oleh masyarakat di tingkat kota Solo Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
17
13.6
13.6
13.6
Ya
108
86.4
86.4
100.0
Total
125
100.0
100.0
Kebutuhan usaha yang terpenuhi selama mengikuti mengikuti program Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak
53
42.4
42.4
42.4
Ya
72
57.6
57.6
100.0
125
100.0
100.0
Total
Intensitas pendamping melakukan kunjungan dalam setiap tahapan program
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak pernah
54
43.2
43.2
43.2
1 - 3 kali
27
21.6
21.6
64.8
4 - 6 kali
8
6.4
6.4
71.2
7 - 9 kali
11
8.8
8.8
80.0
Lebih dari 9 kali
25
20.0
20.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 5
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan) Intensitas mengikuti pelatihan dalam Program Penguatan PUK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak pernah
19
15.2
15.2
15.2
1 - 2 kali
35
28.0
28.0
43.2
3 - 4 kali
37
29.6
29.6
72.8
5 - 6 kali
21
16.8
16.8
89.6
7 - 8 kali
9
7.2
7.2
96.8
Lebih dari 8 kali
4
3.2
3.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Keterangan/alasan ketika tidak dapat mengikuti pelatihan dalam program penguatan PUK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Tidak tahu informasi
19
15.2
15.2
15.2
Mengurus anak
34
27.2
27.2
42.4
Sakit
38
30.4
30.4
72.8
Berdagang
21
16.8
16.8
89.6
Ada Acara Keluarga
9
7.2
7.2
96.8
Tidak Ada Kendaraan
4
3.2
3.2
100.0
125
100.0
100.0
Total
Tingkat manfaat pendamping bagi PUK Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat tidak bermanfaat
1
.8
.8
.8
Tidak bermanfaat
4
3.2
3.2
4.0
Bermanfaat
89
71.2
71.2
75.2
Sangat bermanfaat
31
24.8
24.8
100.0
125
100.0
100.0
Total
Page 6
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 6: Frekuensi Process (lanjutan)
Manfaat pendamping bagi PUK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Memberikan informasi tentang pelatihan
13
10.4
10.4
10.4
Memberikan informasi tentang pameran
4
3.2
3.2
13.6
Simpan pinjam
1
.8
.8
14.4
Tempat diskusi masalah usaha
34
27.2
27.2
41.6
Menguatkan organisasi
14
11.2
11.2
52.8
Motivator
31
24.8
24.8
77.6
Menambah Pengetahuan Baru
16
12.8
12.8
90.4
Membantu Perencanaan Usaha
7
5.6
5.6
96.0
Tidak Ada
5
4.0
4.0
100.0
125
100.0
100.0
Total
Tingkat manfaat pemberi materi pelatihan (instruktur) bagi PUK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
5
4.0
4.0
4.0
Bermanfaat
94
75.2
75.2
79.2
Sangat bermanfaat
26
20.8
20.8
100.0
125
100.0
100.0
Tidak bermanfaat
Total
Manfaat pemberi materi (instruktur) bagi PUK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
Membantu akses jaringan ke organisasi masyarakat
12
9.6
9.6
9.6
Menambah Pengetahuan Baru
63
50.4
50.4
60.0
7
5.6
5.6
65.6
22
17.6
17.6
83.2
4
3.2
3.2
86.4
12
9.6
9.6
96.0
5
4.0
4.0
100.0
125
100.0
100.0
Menambah Kreasi Baru Memperluas Pasar Diskusi Masalah Usaha Tambah Pengalaman Tidak Ada Total
Page 7
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall
Tabel 1 Chi-Square Kemampuan Mengatasi Masalah Dalam Berusaha * Outcome
Kemampuan Tidak Count mengatasi masalah Expected Count dalam berusaha Ya Count Expected Count Total Count Expected Count
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df 4.686 3.655 4.372 4.648
Outcome Menurun dan Tetap Meningkat Total 11 13 24 6.7 17.3 24.0 24 77 101 28.3 72.7 101.0 35 90 125 35.0 90.0 125.0
1 1 1 1
Asymp. Sig. (2sided) .030 .056 .037 .031
125
Tabel 2. Uji Tau Kendall Kemampuan Mengatasi Masalah * Outcome Kemampuan Mengatasi Masalah Usaha Outcome 1.000 .194 Kendall's Kemampuan Correlation mengatasi tau_b Coefficient masalahusaha . .031 Sig. (2-tailed) 125 125 N .194 1.000 Outcome Correlation Coefficient .031 . Sig. (2-tailed) 125 125 N
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan) Tabel 3. Chi square Skala Volume Usaha PUK Selama Tahun 2009 - 2011 * Outcome
Skala volume usaha PUK meningkat selama tahun 2009 - 2011 Total
Tidak
Count Expected Count
Ya
Count Expected Count Count Expected Count
Outcome Menurun dan Tetap Meningkat Total 13 14 27 7.6 19.4 27.0 22 27.4
76 70.6
98 98.0
35
90
125
35.0
90.0
125.0
Asymp. Sig. (2Value df sided) 6.935a 1 .008 Pearson Chi-Square b 5.719 1 .017 Continuity Correction 6.469 1 .011 Likelihood Ratio 6.879 1 .009 Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.56. Tabel 4. Tau Kendall Correlations Skala Volume Usaha * Outcome Skala volume usaha PUK Outcome 1.000 .236 Kendall's Skala volume usaha Correlation Coefficient PUK tau_b . .004 Sig. (1-tailed) 125 125 N .236 1.000 Outcome Correlation Coefficient .004 . Sig. (1-tailed) 125 125 N
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan)
Tabel 5 PUK mendapat laba selama mengikuti pameran * Outcome Crosstabulation
PUK mendapat laba selama mengikuti pameran
Tidak Ya
Total
Count Expected Count Count Expected Count Count Expected Count
Outcome Total Menurun Tetap Meningkat 15 7 25 47 7.1 6.0 33.8 47.0
Value df a 17.803 17.680 17.163
4 11.9
9 10.0
65 56.2
78 78.0
19 19.0
16 16.0
90 90.0
125 125.0
Asymp. Sig. (2-sided) 2 .000 2 .000 1 .000
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.02. Tabel 6 Tau Kendal Correlations Laba Pameran * Outcome PUK mendapat laba selama mengikuti pameran Outcome Kendall's tau_b PUK mendapat 1.000 .325 Correlation laba selama Coefficient mengikuti . .000 Sig. (2-tailed) pameran 125 125 N .325 1.000 Outcome Correlation Coefficient .000 . Sig. (2-tailed) 125 125 N
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan)
Tabel 7. Keterlibatan Pelatihan * Outcome Crosstabulation
Keterlibatan Pelatihan
Rendah Count Expected Count Tinggi
Total
Outcome Menurun dan Tetap Meningkat Total 14 5 19 5.3 13.7 19.0
Count Expected Count Count Expected Count
73.7% 21 29.7
26.3% 100.0% 85 106 76.3 106.0
19.8% 35 35.0
80.2% 100.0% 90 125 90.0 125.0
28.0%
72.0% 100.0%
Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 23.195 1 .000 Pearson Chi-Square 20.600 1 .000 Continuity Correctionb 20.809 1 .000 Likelihood Ratio 23.010 1 .000 Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.32
Tabel 8. Tau Kendall Correlations Keterlibatan Pelatihan * Outcome
Kendall's tau_b Keterlibatan Pelatihan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Outcome Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keterlibatan Pelatihan Outcome 1.000 .431**
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
. 125 .431**
.000 125 1.000
.000 125
. 125
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan)
Tabel 9. Chi-Square Kategori Pendidikan Responden * Outcome
Kategori Pendidikan Responden Total
Rendah Tinggi
Count Expected Count Count Expected Count Count Expected Count
Outcome Menurun dan Tetap Meningkat Total 22 73 95 26.6 68.4 95.0 13 17 30 8.4 21.6 30.0 35 90 125 35.0
90.0
125.0
Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 4.604 1 .032 Pearson Chi-Square 3.657 1 .056 Continuity Correctionb 4.361 1 .037 Likelihood Ratio 4.567 1 .033 Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.40. Tabel 10. Uji Tau Kendall Pendidikan Responden * Outcome Pendidikan Responden Outcome 1.000 -.192 Kendall's tau_b Pendidikan Correlation Coefficient Responden . .033 Sig. (2-tailed) 125 125 N -.192 1.000 Outcome Correlation Coefficient .033 . Sig. (2-tailed) 125 125 N
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan)
Tabel 11 Bantuan dalam usaha selain dari Asppuk selama tahun 2009 - 2011 * Outcome Crosstabulation
Bantuan dalam usaha selain Ya dari Asppuk selama tahun 2009 - 2011 Tidak Total
Count Expected Count Count Expected Count Count Expected Count
Value 8.297a 8.741 2.440
Outcome Menurun Tetap Meningkat Total 4 11 44 59 9.0 7.6 42.5 59.0 15 10.0
5 8.4
46 47.5
66 66.0
19 19.0
16 16.0
90 90.0
125 125.0
df 2 2 1
Asymp. Sig. (2-sided) .016 .013 .118
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.55.
Tabel 12. Hasil Uji Tau Kendall Bantuan diluar Asppuk dengan Outcome Bantuan diluar Asppuk Outcome 1.000 -.091 Kendall's Bantuan diluar Correlation Asppuk tau_b Coefficient . .293 Sig. (2-tailed) 125 125 N -.091 1.000 Outcome Correlation Coefficient .293 . Sig. (2-tailed) 125 125 N
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
Lampiran 8. Hasil Chi Square dan Tau Kendall (lanjutan)
Tabel 13 Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk selama tahun 2009 - 2011 * Outcome Crosstabulation
Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk
Total
Ya
Count Expected Count
Tidak
Count Expected Count Count Expected Count
Menurun 6 7.6 12.0% 13 11.4 17.3% 19 19.0 15.2%
Outcome Tetap Meningkat Total 1 43 50 6.4 36.0 50.0 2.0% 86.0% 100.0% 15 47 75 9.6 54.0 75.0 20.0% 62.7% 100.0% 16 90 125 16.0 90.0 125.0 12.8% 72.0% 100.0%
Value df Asymp. Sig. (2-sided) a 10.424 2 .005 Pearson Chi-Square 12.484 2 .002 Likelihood Ratio 4.452 1 .035 Linear-by-Linear Association 125 N of Valid Cases a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.40 Tabel 14 Hasil Uji Tau Kendall Kegiatan diluar Asppuk dengan Outcome
Kendall's tau_b
Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Outcome Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Kegiatan usaha yang diikuti di luar Asppuk Outcome 1.000 -.222*
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013
. 125 -.222*
.011 125 1.000
.011 125
. 125
Lampiran 9. Keterangan Pengambilan Data
Evaluasi program..., Agung Cahyanto, FISIP UI, 2013