PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SISTEM POLIBAG DI PEMBIBITAN
AFDHOLIATUS SYAFAAH A24070022
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
AFDHOLIATUS SYAFAAH. Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan Aspek Khusus Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair terhadap Petumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan. (dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H.M.H. BINTORO DJOEFRIE, M. Agr.) Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari teknik budidaya sagu, khususnya pembibitan sagu serta mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal teknis dan manajerial budidaya sagu. Secara khusus, magang ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2011 di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Metode yang digunakan dalam kegiatan magang yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan melaksanakan aspek teknis kegiatan budidaya tanaman sagu, meliputi: pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Selain itu, dilakukan percobaan aspek khusus pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag. Metode tidak langsung dilakukan melalui wawancara dan diskusi dengan staf kebun serta studi pustaka untuk mendapatkan informasi yang mendukung. Pengumpulan data primer pada aspek pembibitan sagu diperoleh dengan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) 2 faktor dengan rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Faktor pertama yaitu bobot bibit sebagai petak utama dengan 3 taraf yang meliputi: 50≤x<200 g (B1), 200≤x<500 g (B2), dan 500≤x≤800 g (B3). Faktor kedua yaitu penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai anak petak dengan 4 taraf yang meliputi: konsentrasi 0 ml/l (P1), 2 ml/l (P2), 5 ml/l (P3), dan 8 ml/l (P4). Data primer yang diperoleh dari percobaan dianalisis menggunakan uji F, jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf 5%.
Pada tahun 2011, fokus kerja yang dilakukan oleh PT. National Sago Prima yaitu pembukaan lahan, pembibitan, serta penyulaman. Pembukaan lahan dilakukan pada Divisi 5 dan 7, penyulaman tanaman dilakukan pada Divisi 1, 2, 3, dan 4, serta pembibitan menghasilkan bibit yang digunakan untuk penyulaman pada empat divisi serta penanaman baru pada Divisi 5. Pertumbuhan bibit sagu di pembibitan sistem polibag dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan bibit itu sendiri. Bobot bibit 200≤x<500 g memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit, petumbuhan panjang daun, jumlah daun total, dan persentase pemekaran daun, sedangkan perlakuan pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu.
Management of Sago Palm (Metroxylon spp) in PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau with Case The Effect of Sucker Weight of Liquid Manure Application to The Vegetative Growth of Sucker at Polybag Nursery System Afdholiatus Syafaah1, M.H Bintoro2, Student at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University 2 Lecture at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University 1
Abstract The objective of this study was to obtain some informations about sago palm cultivation especially in nursery and know the effect of sucker weight and liquid manure application to the vegetative growth of sago sucker at polybag nursery system. This experiment held in PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau from February to June 2011. The primary data were found by direct methods, it included the following activities in cultivation of sago palm, and did experiment in the field. The secondary data were found by indirect method, interviewed and discussed with the company staff and study literature to get more informations. The special aspect was find by arranged in split plot design, where the main plot was sucker weight with three levels (50-200 g, 200-500 g, and 500-800 g) and the subplot was four levels of liquid manure application (0, 2, 5, and 8 ml/l) with three replications. The results showed that there was no significantly different in the vegetative growth of sucker by liquid manure application. The sucker weight treatment showed significantly different to survival rate, leaf length, number of leaves, and percentage of expanded leaves. The larger suckers produced higher of leaf length. However, larger suckers didn’t always produce higher percentage of expanded leaves and higher survival rate of suckers in comparison to smaller ones. The sucker weight 200-500 g was the best sucker size to the vegetative growth of suckers. Key word: sucker sago, polybag nursery system, sucker weight, liquid manure
PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SISTEM POLIBAG DI PEMBIBITAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
AFDHOLIATUS SYAFAAH A24070022
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul : PENGELOLAAN SAGU (Metroxylon spp.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGARUH BOBOT BIBIT DAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SISTEM POLIBAG DI PEMBIBITAN Nama : AFDHOLIATUS SYAFAAH NIM : A24070022
Menyetujui, Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. NIP. 19480108 197403 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 27 Juli 1989 di Kabupaten Kudus, Propinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Mahmudi dan Samrotun. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1995 pada umur enam tahun di SD Adiwarno 1. Penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri Kudus selama tiga tahun kemudian sekolah di MAN 2 Kudus selama tiga tahun. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada kegiatan Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Kudus sebagai pengurus inti selama 2 tahun dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka IPB selama 2 tahun. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian yang diadakan oleh BEM dan UKM.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau dengan Aspek Khusus Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan ide, bimbingan, masukan, dan saran selama proses pembuatan skripsi ini. 2. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS. dan Ir. Sofyan Zaman, MP. sebagai dosen penguji 3. Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga yang telah memberi semangat dan doa. 4. Albertus Fajar Irawan, SP. M.Agr. Ph.D selaku dosen pembimbing lapang serta Mas Gia, Kak Warno, Mbak Ruri, Mas Wili, Mbak Endang yang telah memberikan masukan, saran, bimbingan, dan semangat selama pelaksanaan magang. 5. Ir. Erwin selaku General Manager di PT. National Sago Prima beserta para asisten divisi dan seluruh karyawan PT. National Sago Prima 6. Tika, Yanti, Gandhi, dan Galvan yang telah memberi bantuan, dorongan, dan masukan selama pelaksanaan kegiatan magang. 7. Sahabat Mbak Wage, Mbak Umi, Evi, Ardoyo, Andina, Indin, Isma, temanteman AGH, teman-teman kost Riski, dan seluruh bimbingan Prof. Bintoro yang selalu memberi dukungan, semangat, dan doa.
Bogor, September 2011 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. 1 Tujuan ............................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
4
Botani Sagu ...................................................................................... Syarat Tumbuh Sagu ......................................................................... Pembibitan Sagu ............................................................................... Pemupukan .......................................................................................
4 4 5 5
METODE MAGANG .................................................................................
7
Tempat dan Waktu ........................................................................... 7 Metode Pelaksanaan ......................................................................... 7 Pengamatan dan Pengumpulan Data ................................................ 7 Analisis Data dan Informasi ............................................................. 11 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ......................................................... 12 Sejarah Pengusahaan ........................................................................ Latar Belakang Pengusahaan Sagu ................................................... Letak Geografi .................................................................................. Keadaan Iklim dan Tanah ................................................................. Luas Areal dan Tata Guna Lahan ..................................................... Keadaan Tanaman dan Produksi ....................................................... Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ......................................... Deskripsi Kerja Karyawan .........................................................
12 12 13 13 15 15 16 17
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ............................................... 20 Aspek Teknis .................................................................................... Pembukaan Lahan (Land Cearing) ................................................... Bloking Area ............................................................................. Pemancangan Blok dan Pemancangan Ajir ............................... Pembuatan Lubang Tanam ........................................................ Pembibitan ........................................................................................ Pengambilan Anakan dan Seleksi Bibit .................................... Persemaian ................................................................................ Penanaman dan Penyulaman ............................................................
20 20 20 22 23 23 24 26 28
Pemeliharaan Tanaman .................................................................... Kontrol Pertumbuhan ................................................................ Pengendalian Gulma ................................................................ Pengelolaan Air .......................................................................... Pemanenan ........................................................................................ Sensus Tanaman................................................................................ Sensus Hidup-Mati..................................................................... Sensus Produksi..........................................................................
29 29 31 33 34 36 37 37
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................39 Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu .............................................. 39 Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik cair terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan ............................ 41 1. Persentase Hidup Bibit .......................................................... 42 2. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas .................................... 43 3. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 ..................................... 45 4. Jumlah Daun Total ................................................................ 46 5. Persentase Pemekaran Daun 1 ............................................... 47 6. Jumlah Anak Daun 1 ............................................................. 48 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53 Kesimpulan ....................................................................................... 53 Saran ................................................................................................. 53 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 54 LAMPIRAN ................................................................................................. 58
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Hidup Bibit ........................................................................................................... 43 2. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada Bibit Sagu .................................................... 44 3. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Petiol daun 1 ................................................................................ 45 4. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Daun ....... 47 5. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Pemekaran Daun 1...................................................................................... 47 6. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Anak Daun 1 ................................................................................................................. 48
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Lokasi Pembibitan Menggunakan Paranet 55 % ....................................
9
2. Penimbangan Bibit .................................................................................. 10 3. Aplikasi Fungisida ................................................................................... 10 4. Penanaman Bibit dalam Polibag .............................................................. 10 5. Aplikasi Pupuk Organik Cair ................................................................... 11 6. Pembukaan Lahan Menggunakan Alat Ekskavator ................................. 21 7. Pelaksanaan Kegiatan Pemancangan Ajir ............................................... 22 8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman ................................................... 23 9. Ciri-Ciri Bibit yang Baik: Banir Berebtuk ”L” (Kiri), Petiol Berwarna Merah Muda (Tengah), Pangkal Banir Berwarna Merah Muda (Kanan)...................................................................................................
25
10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan ...................... 27 11. Perhitungan Bibit sebelum Semai .......................................................... 27 12. Keranjang sebagai Alat Angkut Bibit ................................................... 28 13. Pemberian Penyangga pada Bibit dengan Posisi Menyilang ................ 29 14. Kondisi Rumpun Sagu setelah Dilakukan Kontrol Pertumbuhan ......... 30 15. Penyemprotan Herbisida ........................................................................ 32 16. Layout Tata Kelola Air .......................................................................... 33 17. Tanaman Sagu Memasuki Fase Nyorong ............................................. 35 18. Tebang Tanaman Sagu Menggunakan Kapak ...................................... 35 19. Tual Sagu Siap Angkut Berukuran 42 inchi ......................................... 36 20. Hama saat Panen pada Tual Sagu .......................................................... 41 21. Persentase Hidup Bibit Sagu pada 8 MSA ............................................ 42 22. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada 8 MSA .............................. 44 23. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1...................................................... 46 24. Serangan Penyakit pada Bibit Sagu ....................................................... 50 25. Keadaan Bibit pada Pengamatan 0 MSA dan 8 MSA............................ 52
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Peta Wilayah Kerja PT. National Sago Prima ........................................ 58 2. Struktur Organisasi PT. National Sago Prima......................................... 59 3. Layout Percobaan.................................................................................... 60 4. Tabel Rata-Rata Curah Hujan Dan Hari Hujan Di Kabupaten Bengkalis Tahun 2008.............................................................................................. 61 5. Rata-Rata Suhu Udara pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008 ........... 62 6. Rata-Rata Kecepatan Angin pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008 .. 63 7. Kandungan Pupuk Organik Cair ............................................................. 64 8. Sifat Kimia dan Unsur Hara Utama (% Bobot) Lahan Gambut (0.5-30.0 cm) Riau, Sumatera ................................................................................. 65 9. Sidik Ragam Persentase Hidup Bibit ...................................................... 66 10.Glossary .................................................................................................. 68
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.5564 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk selama sepuluh tahun terakhir sejak tahun 2001 sebesar 1.49 % per tahun. Wacana publik tentang potensi kelangkaan pangan cenderung dipersempit pada pengadaan beras semata, padahal sampai saat ini areal pertanian di Indonesia semakin sempit. Areal pertanian potensial yang dapat ditanami tanaman pangan terpusat di Pulau Jawa. Areal tersebut mengalami alih fungsi dari lahan pertanian menjadi kawasan industri dan kawasan pemukiman. Hal tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada berkurangnya sumber pangan nasional. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan yaitu mencari bahan pangan substitutif atau aditif untuk mengurangi konsumsi beras. Program rediversifikasi atau pengembalian pada keragaman sumber pangan lokal merupakan salah satu kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan akibat terjadinya konversi lahan dan perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini. Tanaman sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat nasional, sehingga pengusahaannya perlu diperhatikan dalam rangka mengurangi konsumsi tanaman pangan golongan bijibijian. Tanaman sagu mempunyai nilai penting karena termasuk tanaman pangan penghasil pati paling produktif yaitu 25 ton pati kering/ha/tahun (BPBPI, 2007) atau sekitar 20-40 ton pati kering/ha/tahun (Bintoro et al., 2010). Setelah pohon ditebang, empulur batang diolah untuk mendapatkan pati sagu. Pati sagu dapat digunakan sebagaimana tepung beras, jagung, gandum, tapioka, dan kentang (Djoefrie, 1999). Tepung sagu mengandung amilosa 27 % dan amilopektin 73 %. Kandungan kalori, karbohidrat, protein, dan lemak tepung sagu setara dengan tepung tanaman penghasil karbohidrat lainnya (BPBPI, 2007). Menurut Schuiling (2009), pati sagu yang berasal dari Indonesia mempunyai kandungan 81-88 %
2
karbohidrat, 0.11-0.25 % lemak, 10-17 % air, 0.31 % protein, 1.35 % serat, dan 0.15-0.28 % ampas. Selain itu, Kanro et al. (2003) menambahkan bahwa tepung sagu digunakan sebagai bahan makanan pokok di Papua, disamping untuk kue dan bahan baku pembuatan sirup atau alkohol. Selain sebagai sumber pangan, tanaman sagu dapat digunakan sebagai bahan energi dengan mengolah pati sagu menjadi etanol dan sebagai bahan baku industri non pangan untuk pembuatan plastik yang dapat terurai (Bintoro et al., 2010). Pelepah daun sagu dapat dijadikan sebagai atap rumah (Josue and Okazaki, 2001). Limbah sagu dapat digunakan sebagai pupuk, media tanam, dan mulsa (Bintoro et. al., 2001). Jika dilihat dari segi lingkungan, tanaman sagu dapat menyerap CO2 sebesar 25-27 mg CO2/dm2/jam (Miyazaki et. al., 2007), sehingga penanaman sagu dapat mengurangi emisi CO2 ke udara. Pengadaan bahan tanaman yang berkualitas pada awal penanaman akan memberikan banyak manfaat. Pembibitan merupakan awal dari kegiatan budidaya tanaman yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pembibitan bertujuan untuk menyeragamkan tingkat pertumbuhan bibit dan meningkatkan persentase hidup tanaman setelah penanaman di lapang. Asmara (2005) menyatakan bahwa pembibitan yang digunakan di PT. National Timber and Forest Product (sekarang menjadi PT. National Sago Prima) yaitu sistem rakit yang hanya mungkin diterapkan jika kanal atau sungai tersedia. Pembibitan sistem rakit mempunyai kelemahan yaitu tingkat kematian bibit setelah dipindahtanamkan ke lapang tergolong tinggi. Menurut Bintoro (2008), selain menggunakan rakit/kanal, pembibitan juga dapat dilakukan di tanah atau dalam polibag yang diisi tanah. Namun, Wibisono (2011) mengatakan bahwa pembibitan sistem polibag mempunyai tingkat kematian lebih tinggi daripada sistem rakit. Bobot bibit yang ditanam di pembibitan serta kegiatan pemupukan di pembibitan akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif bibit. Bobot bibit yang baik yaitu sekitar 3-4 kg (Bintoro, 2008) atau 2-3 kg (Irawan, 2010), tetapi akan menjadi kurang efisien ketika dipindahkan ke lapang. Menurut Omori et al., (2002), anakan sagu yang berukuran kecil maupun besar (0.9-2.4 kg) menunjukkan rata-rata kemampuan hidup tinggi di pembibitan.
3
Selain bobot bibit, hal yang perlu diperhatikan yaitu kegiatan pemupukan di pembibitan. Pupuk dapat menjadi tambahan nutrisi untuk meningkatkan daya hidup bagi tanaman sagu terutama saat pembibitan. Penggunaan pupuk organik cair dapat menambahkan bahan organik ke dalam tanah, sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman (Musnamar, 2003). Oleh karena itu, diperlukan studi khusus tentang pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sagu di pembibitan. Tujuan Kegiatan magang di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mempelajari teknik budidaya tanaman sagu 2. Mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa dalam hal teknis dan manajerial budidaya tanaman sagu 3. Mempelajari aspek pembibitan di perkebunan sagu 4. Mempelajari pengaruh bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan
TINJAUAN PUSTAKA Botani Sagu Tanaman sagu termasuk kedalam jenis palmae. Tanaman tersebut berbuah satu kali sepanjang hidupnya (hepaxanthic). Sistem perakaran sagu tidak dalam, berkembang biak secara generatif dengan biji dan vegetatif melalui stolon. Tanaman sagu tumbuh mengelompok, tajuk terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip. Tinggi pohon mencapai 8-17 m tergantung dari jenis dan tempat tumbuh. Batang di atas pangkal pohon berbentuk silindris dan berdiameter 40-50 cm (Kurnia, 1991). Anakan sagu yang baru tumbuh biasanya mempuyai 2 lembar daun. Sirip daun yang tumbuh pada pelepah-pelepah muda jumlahnya akan bertambah sesuai dengan pertumbuhan umur. Dalam awal pertumbuhannya sebelum mampu berfotosintesis sendiri dan belum membentuk perakaran yang sempurna, tunas memperoleh makanan (kebutuhan karbohidrat) dari pohon induknya (Kurnia, 1991). Tanaman sagu mempunyai 24 daun jika hidup di lingkungan yang optimal. Satu daun terbentuk setiap bulan dan daun paling tua akan mengering kemudian mati. Daun yang membuka sempurna mempunyai panjang 5-8 m dengan 100-190 anak daun (Flach, 1997). Syarat Tumbuh Sagu Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson tipe iklim A dan B sangat ideal untuk pertumbuhan sagu dengan rata-rata hujan tahunan 2 500-3 000 mm/tahun. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24.5-29oC dengan suhu minimal 15oC dan kelembaban nisbi 70-90 % (Haryanto dan Pangloli, 1992; Falch, 1997). Sagu dapat tumbuh dengan baik dari Filipina bagian Selatan (Utara) sampai Pulau Rote (Selatan) atau dari 10oLU- 10oLS, dari Kepulauan Pasifik (Barat) sampai ke India bagian Timur. Di kawasan tersebut hutan sagu ditemukan pada lahan-lahan dataran rendah sampai ketinggian 1 000 m dpl, di sepanjang tepi sungai, di tepi danau ataupun di rawa-rawa dangkal. Ketinggian tempat yang ter-
5
baik bagi tanaman sagu sampai 400 m dpl (Haryanto dan Pangloli, 1992; Djoefrie, 1999). Lebih dari 400 m dpl pertumbuhannya lambat dan kadar patinya rendah. Pada ketinggian di atas 600 m dpl, tinggi pohon sagu sekitar 6 m. Tegakan sagu secara alamiah ditemukan sampai 300 m dpl. Tanaman sagu di Papua, Maluku, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dijumpai pada ketinggian tersebut (Djoefrie, 1999). Sagu dapat tumbuh di lahan gambut, bahkan di Sarawak sagu terutama ditanam di lahan gambut (Schuiling and Flach 1985). Pada lahan kurang basah pohon sagu dapat tumbuh lebih tinggi. Pada lahan terlalu basah pertumbuhan sagu kalah cepat dengan pertumbuhan rerumputan herba sehingga kalah bersaing dalam memperolah ruang tanah. Pada lahan kering pertumbuhan sagu kalah cepat dengan pertumbuhan pepohonan hutan yang lain sehingga kalah bersaing dalam memperoleh sinar matahari (Schuiling and Flach 1985; Notohadiprawiro dan Louhenapessy, 2006). Auri (1996) telah melakukan penelitian kondisi tempat tumbuh sagu di Oransbari (Kabupaten Manokwari, Papua). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi tanah dengan penggenangan air secara berkala dapat memacu pertambahan tinggi tanaman dan pembentukan anakan tanaman sagu. Pembibitan Sagu Tanaman sagu dapat diperbanyak secara generatif melalui biji dan vegetatif melalui anakan/sucker/abut. Perkembangbiakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan daripada secara generatif karena lebih cepat tumbuh dan pertumbuhannya seragam. Anakan sagu diambil dari induk sagu yang produksi patinya tinggi, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit sudah cukup tua dicirikan dengan bonggol (banir) yang sudah keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, mempunyai perakaran yang cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, tidak terserang hama penyakit, banir berbentuk “L”, serta rata-rata bobot bibit 3-4 kg (Bintoro, 2008). Pemupukan
6
Beberapa unsur hara yang diperlukan tanaman diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari udara, air, dan tanah (Agromedia, 2007). Tanah yang baik adalah tanah yang mampu menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Jika kekurangan unsur hara, tanah dikatakan tidak subur. Untuk menghadirkan kembali unsur hara dalam jumlah cukup, perlu dilakukan penambahan pupuk. Pupuk adalah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik organik maupun anorganik untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah. Pemupukan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun, pemupukan tidak selamanya memberikan jaminan kesuburan bagi tanaman. Pemupukan yang keliru justru membawa dampak negatif bagi tanaman. Pemupukan harus dilakukan secara tepat agar dapat memberikan pertumbuhan maksimal bagi tanaman (Agromedia, 2007). Ada beberapa hal yang harus diingat dalam pemberian pupuk untuk tanaman, yaitu ada tidaknya pengaruh terhadap perkembangan sifat tanah (fisik, kimia, maupun biologi) yang akan merugikan serta ada tidaknya gangguan keseimbangan unsur hara dalam tanah yang berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara tertentu untuk tanaman (Musnamar, 2003). Selain itu, sebelum melakukan pemupukan perlu diperhatikan jenis, konsentrasi, aplikasi, hingga waktu pemupukan yang tepat (Agromedia, 2007). Pemupukan yang dilakukan secara keliru dapat menyebabkan tanaman layu dan mati.
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari-Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang yang dilakukan meliputi kegiatan teknis di lapangan dan kegiatan manajerial baik di kebun maupun di kantor. Kegiatan teknis yang diikuti yaitu pelaksanaan teknik budidaya sagu, meliputi: pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan magang sebagai mandor dilakukan dengan melaksanakan pengawasan pada semua kegiatan di kebun; perhitungan dan perencanaan kebutuhan tenaga kerja, biaya dan teknis yang telah dikeluarkan; serta pembuatan jurnal harian, mingguan, dan bulanan. Kegiatan magang sebagai pendamping asisten kepala divisi dilaksanakan dengan melakukan pengawasan dan pendiskusian tentang aspek manajerial, membantu mengelola dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja, mempelajari keadaan kebun, serta mempelajari dan menganalisis kegiatan administrasi kebun. Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan data primer diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan secara langsung di lapangan. Kegiatan tersebut terutama dilakukan dengan mengambil aspek khusus pada budidaya tanaman sagu. Melalui kegiatan tersebut diperoleh data-data yang meliputi data rata-rata tenaga kerja, hambatan dan pelaksanaan selama kegiatan tersebut berlangsung. Pengamatan aspek budidaya tanaman sagu yaitu pengamatan faktor manajerial yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi teknik budidaya yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia di perusahaan. Data tersebut diperoleh dengan cara mempelajari dan menganalisis laporan manajemen perusahaan yang tersedia, meliputi: laporan tahunan, laporan semesteran, serta studi pustaka.
8
Kegiatan pengamatan aspek khusus dilakukan secara langsung dengan mengambil data dari salah satu aspek budidaya yaitu pembibitan. Data yang diambil dari pembibitan terdiri atas persentase hidup bibit sagu, pertumbuhan panjang daun pangkas dan panjang petiol daun 1, persentase pemekaran daun baru, jumlah anak daun, serta jumlah daun total. Pengumpulan data primer pada aspek pembibitan sagu diperoleh dengan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) 2 faktor dengan rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Faktor pertama yaitu bobot bibit sebagai petak utama dengan 3 taraf yang meliputi: 50≤x<200 g (B1), 200≤x<500 g (B2), dan 500≤x≤800 g (B3). Faktor kedua yaitu penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai anak petak dengan 4 taraf yang meliputi: konsentrasi 0 ml/l (P1), 2 ml/l (P2), 5 ml/l (P3), dan 8 ml/l (P4). Model persamaan linear yang digunakan yaitu: Yijk = + k + i + j + δik +()ij +ijk Yijk = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi bobot bibit ke-i dan aplikasi POC ke-j
= rataan umum
k
= pengaruh aditif dari kelompok ke-k
i
= pengaruh bobot bibit ke-i
j
= pengaruh aplikasi POC ke-j
δik
= pengaruh acak dari petak utama, yang muncul dari bobot bibit ke-i dalam kelompok ke-k (galat petak utama)
()ij= pengaruh interaksi antara bobot bibit ke-i dengan aplikasi POC ke-j ijk
= pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan bobot bibit dan aplikasi POC (galat anak petak) Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh perlakuan yang bersifat aditif,
data menyebar normal, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, serta ragam galat percobaan bersifat homogen (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Kombinasi perlakuan yang digunakan sebanyak 12 perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Pengambilan data aspek khusus menggunakan 30 bibit dengan menentukan 10 bibit contoh tiap satuan
9
percobaan. Jumlah keseluruhan bibit yang ditanam sebanyak 1 080 bibit dengan 360 bibit sebagai bibit contoh. Bahan yang digunakan yaitu bibit sagu yang sehat, bebas serangan hama dan penyakit, mempunyai banir berbentuk “L”, dan perakarannya cukup. Alat yang disiapkan yaitu paranet 55% (Gambar 1), timbangan, polibag, ember, dan meteran. Bibit dipangkas dengan ukuran ± 30 cm di atas banir. Bibit ditimbang (Gambar 2) kemudian dikelompokkan sesuai taraf perlakuan bobot bibit. Bibit sagu yang sudah ditimbang kemudian direndam menggunakan larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/L (Gambar 3). Bibit ditanam di polibag dengan media tanam berupa tanah gambut (Gambar 4). Aplikasi POC dilakukan satu bulan setelah tanam dengan dosis aplikasi sebanyak 150 ml/bibit yang diaplikasikan setiap hari (Gambar 5). Penyiraman dilakukan secara manual sebanyak 2 kali sehari. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 2 bulan. Beberapa peubah yang diamati: 1.
Persentase hidup bibit, dibandingkan antara total bibit yang hidup dan total bibit yang ditanam
2.
Panjang daun pangkas, diukur mulai dari pangkal banir sampai titik teratas daun yang terpangkas
3.
Panjang petiol daun 1, diukur mulai dari titik tumbuh bibit baik ketika masih berupa tunas maupun setelah berubah menjadi daun mekar sempurna
4.
Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan daun yang ada pada bibit
5.
Persentase pemekaran daun, dihitung dari jumlah daun yang mekar sempurna.
6.
Jumlah anak daun, dihitung dari total anak daun yang telah mekar sempurna.
Gambar 1. Lokasi Pembibitan Menggunakan Paranet 55%
10
Gambar 2. Penimbangan Bibit
Gambar 3. Aplikasi Fungisida
Gambar 4. Penanaman Bibit dalam Polibag
11
Gambar 5. Aplikasi Pupuk Organik Cair Analisis Data dan Informasi Seluruh data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan magang dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan membandingkan dengan standar dan aturan kerja dari setiap kegiatan serta studi pustaka yang berlaku tentang budidaya sagu. Untuk mengetahui pengaruh nyata akibat perlakuan bobot bibit dan penggunaan pupuk organik cair serta interaksinya terhadap pertumbuhan bibit di pembibitan, digunakan uji F. Uji lanjut dilakukan jika pengaruh perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati dengan uji lanjut DMRT taraf 5 %. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh perlakuan yang bersifat aditif, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, serta ragam galat percobaan bersifat homogen.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Pengusahaan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 Juli 1995 Kelompok Hutan Teluk Kepau disetujui menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Timber and Forest Product yang merupakan areal hutan produksi bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Siak Raya Timber Plywood. HTI Sagu PT. National Timber and Forest Product berganti nama menjadi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHBK-HTI) Sagu PT. National Timber and Forest Product berdasarkan SK dari Menteri Kehutanan No. SK.353/Menhut-II/2008 tanggal 24 September 2008. PT. National Timber and Forest Product dengan surat Nomor 21/NT/HTID/IV/2009 tanggal 20 Februari 2009 berubah namanya menjadi PT. National Sago Prima dengan alasan untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan agar lebih fokus dalam pengelolaan dan pengembangan IUPHHBK-HTI Sagu. PT. National Sago Prima telah diberikan IUPHHBK-HTI seluas 21 620 ha, di Kabupaten Kepulauan Meranti (merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis), Propinsi Riau sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 380/ Menhut-II/2009 tanggal 25 Juni 2009. Latar Belakang Pengusahaan Sagu Sagu dapat tumbuh dengan baik di lahan rawa dan lahan gambut. Pada lahan tersebut tanaman lain tidak dapat tumbuh kecuali dengan adanya drainase dan perbaikan tanah. Luas lahan gambut di Indonesia lebih dari 20 juta hektar. Sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya terdapat di Propinsi Riau (sekitar 51.71 % dari luas total Propinsi Riau). Gambut di daerah Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton. Jika lahan gambut tidak dikelola dengan baik, maka akan berdampak pada pelepasan karbon ke udara sehingga meningkatkan efek rumah kaca (Darajat, 2006).
13
Selain menjadi sumber karbohidrat, tanaman sagu memiliki kemampuan menyerap CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lain. Hal tersebut terjadi karena dalam satu rumpun sagu terdapat banyak anakan yang memiliki kemampuan untuk menyerap CO2. Menurut Miyazaki et. al., (2007), tanaman sagu dapat menyerap CO2 sebesar 25-27 mg CO2/dm2/jam. Oleh karena itu, penanaman sagu dapat mengurangi emisi CO2 ke udara. Latar belakang pemikiran tersebut memberikan landasan kepada PT. National Sago Prima untuk mengembangkan industri pengolahan sagu. Selain itu, tujuan yang hendak dicapai yaitu pengusahaan perkebunan sagu secara optimal demi kesejahteraan dan peningkatan pendapatan penduduk setempat pada khususnya, serta peningkatan kemajuan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya dengan landasan manajemen hutan berkelanjutan. Letak Geografi Lokasi HTI Sagu PT. National Sagu Prima secara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Meranti, Selat Panjang, Propinsi Riau. PT. National Sagu Prima diapit beberapa desa, yaitu Desa Sungai Tohor, Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Lukun, Desa Sungai Pulau, dan Desa Kepau Baru. Secara geografis PT. National Sago Prima terletak pada koordinat 0o31’LU-1o08’LU dan 101o43’BT-103o08’BT yang dilewati beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Mukun, Sungai Pulau, dan Sungai Buntal. dengan ketinggian 0-5 m di atas permukaan laut. Topografi tanah tergolong datar dengan kemiringan lahan tergolong kelas lereng L1 (kelerengan 0-8 %) (Fauzan, 2010). Keadaan Iklim dan Tanah Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan iklim di suatu daerah, yaitu suhu udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara, dan curah hujan. Menurut sistem klasifikasi Schmidt and Ferguson areal HTI PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan Q=33.3 %. PT. National Sago Prima mempunyai suhu udara antara 24.2oC-26.4oC, kelembaban udara sebesar 85-90 %, dan
14
kecepatan angin di areal kebun mencapai 2-4 m/s yang tergolong angin lemah hingga sedang. Berdasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMG pada tahun 1971-2000, curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 2 191 mm dengan jumlah hari hujan 280 hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Pada tahun 2008, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April dan curah hujan terendah pada bulan Juli. Rata-rata curah hujan pada tahun 2008 mencapai 1 409 mm dengan 65 hari hujan. Rata-rata curah hujan tahunan pada tahun 2007-2008 sebesar 1 966 mm (Fauzan, 2010). Jenis tanah yang terdapat di areal PT. National Sago Prima adalah tanah organosol seluas 19 820 hektar (99.6 %) dan tanah alluvial seluas 80 hektar (0.4%). Jenis tanah termasuk tanah lekat, porositas tanah tergolong sedang, dan reaksi tanah yang sangat masam dengan pH tanah sekitar 3.1-4.0. Kepekaan terjadinya erosi tergolong tinggi, tetapi kemungkinan terjadi erosi rendah karena topografi wilayah tersebut datar (Fauzan, 2010). Karakteristik tanah organosol memiliki solum dalam ( >100 cm) dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 %. Tekstur lapisan bawah halus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan sampai tingkat menengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi tanah tergolong sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif tinggi, tetapi mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan terjadi erosi rendah. Tanah organosol atau lebih dikenal dengan tanah gambut yaitu tanah yang terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun selama ratusan tahun. Secara nasional, luas lahan gambut lebih dari 20 juta ha, sebesar 6.29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4.044 juta ha diantaranya terdapat di Propoinsi Riau. Menurut data KLH diperkirakan gambut di Riau menyimpan karbon sebesar 14 605 juta ton, yang jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan efek rumah kaca. Daratan Riau (54.71 %) merupakan lahan gambut yang sebagian besar merupakan gambut dalam yang kedalamannya lebih dari 3 m. Berdasarkan hasil pengukuran pada peta geologi 1:100 000 susunan batuan di areal HTI Sagu PT. National Sago Prima terdiri atas jenis batuan endapan alluvium muda berumur holosem dengan
15
litologi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut (Fauzan, 2010). Luas Areal dan Tata Guna Lahan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, dan pemasaran. PT. National Timber and Forest Product (sekarang menjadi PT. National Sago Prima) adalah salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974 dengan masa konsesi 20 tahun. Pada tahun 1995, setelah masa konsesi HPH berakhir PT. National Timber and Forest Product memperoleh Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dengan Surat Menteri Kehutanan nomor 1083/Menhut-IV/1995 tanggal 24 Juli 1995. Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/ Kpts/HUT/1996. Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah dilakukan penebangan maka areal tersebut harus ditanam kembali dengan tanaman industri (sagu). Selain pengusahaan sagu (Metroxylon spp.), PT. National Sago Prima juga harus melakukan penanaman tanaman unggulan setempat yaitu geronggang (Cratoxylon spp.), tanaman kehidupan (Cocos nucifera Linn.) dan mempertahankan hutan konservasi seluas 10%. Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353/MENHUT II/2008 PT. National Sago Prima memiliki luas areal pertanaman seluas 21 620 ha dengan areal yang baru diusahakan seluas 12 000 ha yang terbagi menjadi 12 divisi. Luas areal untuk setiap divisi yaitu 1 000 ha yang terbagi menjadi 20-24 blok dengan rata-rata luas areal 50 ha per blok. Keadaan Tanaman dan Produksi Areal tanaman sagu dibagi menjadi 12 divisi yang berfokus pada 4 divisi (Divisi 1, 2, 3, dan 4) serta pembukaan lahan pada Divisi 5 dan 7. Areal tanaman
16
sagu tersebar ke dalam 8 lokasi/blok dengan kegiatan budidaya setiap tahun disesuaikan dengan luas masing-masing blok. Masa panen pertama dicapai pada tahun ke-11 setelah tanam dan setiap divisi mulai dapat dipanen terus-menerus setiap dua tahun sekali pada tahun ke-15 setelah tanam. Sagu yang ada di perusahaan ditanam pada tahun 1996. Jenis sagu yang ditanam yaitu sagu berduri (tuni) dan sagu tidak berduri (molat). Jarak tanam sagu yang digunakan perusahaan yaitu 8 m x 8 m, sehingga dalam 1 ha lahan terdapat 156 tanaman sagu. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Susunan organisasi atau struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu susunan dan hubungan antara komponen atau bagian-bagian dan posisi dalam suatu perusahaan. Pada suatu perusahaan, pelaksanaan organisasi dapat dijadikan sebagai alat kontrol. Organisasi dan manajemen merupakan hal penting dalam menentukan operasional pengelolaan perusahaan. Kedua hal tersebut akan menentukan perkembangan dan masa depan perusahaan yang dikelola. Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. National Sago Prima adalah sistem organisaasi lini atau garis. Sistem tersebut merupakan bentuk organisasi dengan pimpinan sebagai pemegang wewenang tunggal. Garis komando kuat dan hanya satu yaitu secara vertikal dari atas ke bawah. Segala keputusan kebijaksanaan dan tanggung jawab ada pada satu tangan. Kelebihan struktur organisasi lini yaitu kesatuan komando terjamin sepenuhnya karena pimpinan berada pada satu orang, garis komando berjalan secara tegas karena pimpinan berhubungan langsung dengan bawahan, proses pengambilan keputusan cepat, koordinasi dapat dilaksanakan dengan baik, rasa solidaritas tinggi karena saling mengenal antara karyawan, disiplin dan loyalitas tinggi, rasa pengertian antar anggota tinggi, dan pengendalian secara ketat dapat dilaksanakan. Kekurangan struktur organisasi lini yaitu seluruh organisasi hanya bergantung pada satu orang saja, ada kecenderungan pimpinan akan bertindak secara otoriter. Pada pelaksanaannya, seringkali tujuan pribadi pimpinan puncak
17
susah dibedakan dengan tujuan perusahaan, kaderisasi dan kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas. Pimpinan puncak di PT. National Sago Prima dipegang oleh General Manager (GM). General Manager memiliki wewenang tertinggi untuk memimpin, mengelola, dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja kebun. Kepala Tata Usaha (KTU) bertanggung jawab langsung kepada GM untuk kegiatan administrasi. Kepala tata usaha membawahi empat bagian yaitu bagian personalia, bagian pembukuan, bagian umum, dan bagian gudang. Tim teknis dan koordinator bertanggung jawab secara langsung kepada GM atas pelaksanaan pengelolaan kebun. Tenaga kerja di PT. National Sago Prima terdiri atas tenaga kerja bulanan tetap sebanyak 18 orang, karyawan harian tetap sebanyak 40 orang, tenaga kerja rombongan sebanyak 4-5 rombong per divisi dengan 5-6 orang per rombong, karyawan swakelola pembibitan sebanyak 10 orang, dan buruh harian lepas sebanyak 40 orang. Deskripsi Kerja Karyawan Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam suatu perusahaan. Tenaga kerja yang ada di perusahaan yaitu buruh harian lepas, karyawan harian tetap, tenaga kerja bulanan, dan tenaga kerja rombongan/regu. 1. Buruh Harian Lepas (BHL) Buruh harian lepas adalah tenaga kerja yang tidak terikat oleh perusahaan. Buruh harian lepas bekerja pukul 06.30-14.30 WIB dengan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00-13.00 WIB. Buruh harian lepas mengisi daftar hadir 15 menit sebelum jam kerja. Buruh harian lepas bekerja selama tujuh jam kerja per hari dengan enam hari kerja dalam satu minggu. Buruh harian lepas memperoleh gaji sebesar Rp 45 000,00/HOK yang dibayarkan sesuai dengan jumlah hari orang tersebut bekerja. Pembayaran dilakukan setiap dua minggu sekali. Masa kerja maksimal buruh harian lepas adalah tiga bulan kerja. Jika buruh harian lepas sudah bekerja selama tiga bulan berturut-turut
18
tanpa libur, maka pada bulan keempat buruh harian lepas dapat diangkat menjadi karyawan harian tetap. 2. Karyawan Harian Tetap Karyawan harian tetap adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dari perusahaan yang terikat oleh perusahaan. Karyawan harian tetap di PT. National Sago Prima yaitu bagian keamanan, bagian mesin, dan pelaksanaan kegiatan teknis kebun. Jam kerja karyawan harian tetap sama dengan jam kerja buruh harian lepas. Gaji yang diperoleh karyawan harian tetap sama dengan pendapatan buruh harian lepas yang bekerja satu bulan penuh yang dibayarkan setiap bulan sekali. Namun, karyawan harian tetap mendapatkan cuti kerja selama empat hari dalam satu bulan, mendapatkan tunjangan beras, dan tunjangan kesehatan. Karyawan harian tetap yang telah bekerja selama tiga bulan berturut-turut tanpa libur dan kinerjanya dinilai baik menurut perusahaan, maka pekerja tersebut dapat dipromosikan menjadi tenaga kerja bulanan dengan gaji yang sesuai dengan keputusan perusahaan. 3. Tenaga Kerja Bulanan Tenaga kerja bulanan adalah tenaga kerja tetap perusahaan yang merupakan bagian dalam perusahaan yang terikat oleh perusahaan. Tenaga kerja bulanan meliputi kepala tata usaha, tim teknis, mandor atau pengawas, krani atau sekretaris divisi, asisten divisi, bagian personalia, bagian gudang, dan bagian umum. Tim teknis merupakan tim yang bertugas dalam kegiatan perencanaan dan pengontrolan seluruh kebun. Pada kegiatan perencanaan, tim teknis melakukan pengecekan terhadap apa yang akan dikerjakan oleh divisi. Hasil pengecekan tersebut kemudian dibuat laporan berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang selanjutnya akan diserahkan kepada kepala urusan tata usaha sebagai acuhan untuk menentukan besarnya pembayaran. Setelah itu, tim teknis membuat Surat
19
Perjanjian Kerja (SPK) agar hasil pekerjaan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan. Mandor atau pengawas yaitu tenaga kerja yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan teknis di kebun. Selain itu, mandor mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pengarahan dan melaporkan hasil yang didapat dari pekerjaan tersebut. Krani atau sekretaris divisi mempunyai tugas membuat pelaporan hasil kerja divisi baik harian, mingguan, maupun bulanan dan merekap daftar hadir pekerja. Laporan dan daftar hadir tersebut diserahkan kepada bagian pembukuan. Asisten divisi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan manajerial bagian yang dipimpinnya. Asisten divisi membawahi dan menerima pertanggungjawaban dari krani, serta mandor lapangan secara langsung. Asisten divisi bertanggung jawab atas areal pertanaman sagu seluas 1 000 ha yang terbagi menjadi 20 blok. Tenaga kerja bulanan bekerja mulai pukul 07.00-15.00 WIB dengan istirahat selama satu jam pada pukul 12.00-13.00 WIB. Jumlah hari kerja tiap yaitu 26 hari per bulan karena libur menggunakan cuti bulanan. Waktu cuti dibagi menjadi tiga kali dalam satu bulan. Pembagian waktu cuti dilakukan secara bertahap dengan waktu 4 hari/orang/divisi/minggu. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kekosongan sumber daya manusia. 4. Tenaga Kerja Rombongan Tenaga kerja rombongan/kontrak/regu diterapkan perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu, seperti kegiatan pembukaan lahan, pembibitan, dan penebasan. Tenaga kerja tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama yang telah disepakati antara perusahaan dengan kontraktor yang membawahi tenaga kerja kontrak.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima meliputi: pembukaan lahan (land clearing), pembibitan (pengambilan anakan dan penyeleksian bibit, serta persemaian), penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Fokus kerja yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun ini yaitu pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Pembukaan Lahan (Land Clearing) Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan sistem yang akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan penataan blok yang dimulai dengan penentuan batasan areal. Adapun tahapan dari pembukaan lahan yaitu bloking area, pemancangan, dan pembuatan lubang tanam. Bloking Area Penentuan batasan areal (bloking area) merupakan kegiatan pengambilan koordinat untuk menetukan arah dan luasan suatu blok. Bloking area dilakukan menggunakan teodolit dan GPS. Satu blok mempunyai luasan 50 ha dengan ukuran 1 000 m x 500 m. Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal, baik kanal utama, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan tata air (water management). Pembagian blok yang dikelilingi kanal tersebut juga bertujuan untuk mengisolasi blok apabila terjadi kebakaran. Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan mengombinasikan sistem mekanis menggunakan alat ekskavator dan sistem manual dengan cara tebang habis tanpa pembakaran dengan beberapa tahapan, yaitu kegiatan perintisan/imas tumbang dilakukan dengan memotong semua vegetasi/tumbuhan yang berdiameter < 20 cm dengan menggunakan parang dan kapak; tebang dilakukan dengan
21
memotong semua tumbuhan yang berdiameter > 20 cm dengan menggunakan chainsaw; dan cincang yang dilakukan dengan memotong batang, dahan, dan ranting untuk memudahkan pembersihan dan pengumpulan hasil potongan tersebut ke dalam rumpukan (Gambar 6).
Gambar 6. Pembukaan Lahan Menggunakan Alat Ekskavator Jam kerja ekskavator selama 10-18 jam sehari. Ekskavator dijalankan oleh satu regu yang terdiri atas 3 orang dengan 1 orang sebagai pengemudi dan 2 orang lainnya sebagai pembantu pelaksanaan kerja. Prestasi kerja ekskavator yaitu dua lorong bersih dalam sehari, sehingga dalam setiap blok selesai dilakukan pembukaan lahan selama 20-30 hari. Pembukaan lahan di PT. National Sago Prima sistem mekanis dengan zero burning memberi beberapa keuntungan, yaitu: tidak terjadi pencemaran udara, terdapat penambahan kandungan bahan organik sebagai akibat pembusukan kayu secara alami sehingga terjadi peningkatan kesuburan fisik dan kimia tanah, serta meningkatkan kandungan hara dalam tanah. Pembukaan lahan dengan cara membakar dapat mengakibatkan kebakaran lahan/hutan bahkan dapat meluas sehingga menimbulkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan berskala nasional, regional maupun global baik dalam segi sosial maupun ekonomi. Sistem bloking dibuat terdiri atas lorong kotor, lorong bersih atau lorong pikul, lorong tengah, jalur tanam, pancang, dan penomoran tanaman untuk memudahkan pengelolaan tanaman dalam setiap blok. Lorong kotor merupakan jalur penumpukan pelepah kering. Lorong bersih merupakan jalur yang dibersihkan dari gulma dan pelepah kering, jalur tersebut untuk memudahkan pelaksanaan ke-
22
giatan pemeliharaan tanaman serta mempermudah kegiatan pemanenan dalam mengangkut tual dari kebun menuju kanal. Lorong tengah merupakan jalur yang dibuat pada pertengahan blok, jalur tersebut berfungsi untuk mempermudah kegiatan pengawasan pemeliharaan tanaman. Jalur tanam merupakan urutan penomoran tanaman dengan arah Barat-Timur. Pancang ajir merupakan urutan penomoran tanaman dengan arah Utara-Selatan. Penomoran tanaman dilakukan dari arah Utara-Barat ke Selatan-Timur. Pemancangan Blok dan Pemancangan Ajir Pemancangan blok yaitu kegiatan pembuatan petak kerja seluas 50 ha/blok dan menentukan jarak antar lorong tanaman. Pemancangan blok dapat menggunakan kompas maupun teodolit. Pemancangan blok diawali dengan membuat pancang bantu/pancang as yang dicat warna merah dengan jarak 5 m dari tepi kanal. Kegiatan pemancangan blok dilakukan dengan arah Timur-Barat sepanjang 1 000 m dengan jarak antar pancang 15 m, dan arah Utara-Selatan sepanjang 500 m dengan jarak 100 m. Pemancangan ajir merupakan kegiatan penandaan titik tempat untuk menentukan lokasi tanaman sebelum pembuatan lubang tanam. Penentuan arah pemancangan dapat menggunakan kompas maupun teodolit. Pemancangan dilakukan dari arah Utara ke Selatan dengan jarak tanam sebesar 8 m x 8 m. Batang pancang atau ajir yang digunakan untuk pemancangan diambil dari pelepah sagu atau kayu dengan panjang 2.5-3.0 m (Gambar 7).
Gambar 7. Pelaksanaan Kegiatan Pemancangan Ajir
23
Pembuatan Lubang Tanam Kegiatan yang dilakukan setelah pemancangan ajir yaitu pembuatan lubang tanam. Pembuatan lubang tanam berguna sebagai lubang penanaman bibit yang telah siap ditanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan menggunakan cangkul pada titik pancang yang telah dibuat. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan kedalaman sampai menyentuh muka air. Ukuran lubang tanam dapat berubah sesuai dengan ukuran bibit. Pembuatan lubang tanam dilakukan oleh karyawan kontrak dengan prestasi kerja 140-150 lubang tanam per hari (Gambar 8).
Gambar 8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman Pembuatan lubang tanam biasanya dilakukan satu hari sebelum penanaman. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari tertimbunnya lubang tanam oleh tanah akibat hujan lebat maupun erosi. Sebelum dilakukan penanaman bibit, lubang tanam harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah atau kotoran untuk menghindari munculnya serangan penyakit. Pembibitan Pembibitan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menghasilkan bibit tanaman sagu. Kegiatan pembibitan menjadi tanggung jawab Divisi Pembibitan. Divisi Pembibitan mengontrol semua aktivitas pembibitan di perusahaan. Dalam penyediaan bibit, PT. National Sago Prima melakukan kerja sama dengan Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB (PKAA IPB) dan Badan
24
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kedua lembaga tersebut menyediakan bibit dengan teknik pembibitan yang berbeda. PKAA IPB melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem kanal yang sampai saat ini masih diterapkan oleh perusahaan. Sumber bibit yang digunakan berasal dari dua lokasi, yaitu inhouse (bibit diambil dari dalam perusahaan) dan outsource (bibit diambil dari kebun masyarakat). Bibit inhouse dibeli dengan harga Rp 1 000,00/bibit yang diseleksi di dalam kebun perusahaan, sedangkan bibit outsource dibeli dengan harga Rp 2 500-Rp 3 500,00/bibit yang diseleksi di luar perusahaan. Bibit yang digunakan berukuran 2-5 kg, banir berbentuk “L”, bibit dalam keadaan tua, serta bebas dari serangan hama dan penyakit tanaman. Bibit ditata di rakit kemudian dipelihara sampai umur 3 bulan. Seluruh kegiatan manajerial dilakukan oleh pihak PKAA IPB dibawah pengawasan Divisi Pembibitan. BPPT melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem polibag yang sampai saat ini belum dilakukan oleh petani sagu pada umumnya. Sumber bibit yang digunakan hanya berasal dari dalam perusahaan. Bibit yang digunakan berukuran 200-500 g, bebas serangan hama dan penyakit, serta dalam pengambilan bibit harus disisakan satu daun untuk mencegah kerusakan bibit. Tenaga kerja pengambilan bibit berasal dari PT. National Sago Prima. Prestasi kerja untuk pengambilan bibit sebanyak 120 bibit/HOK. Selain bekerjasama dengan lembaga luar, PT. National Sago Prima melakukan pembibitan dalam bentuk swakelola dibawah tanggung jawab Divisi Pembibitan. Tujuan dari bibit swakelola yaitu untuk mencukupi kebutuhan bibit jika PKAA IPB atau BPPT belum mampu mencukupi kebutuhan bibit yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sistem pembibitan yang digunakan oleh PT. National Sago Prima yaitu sistem rakit dalam kanal dengan bibit berasal dari inhouse. Pengambilan Anakan dan Seleksi Bibit Bibit yang digunakan dalam pembibitan berasal dari dua jenis, yaitu bibit yang berasal dari perkembangan vegetatif maupun dari generatif (Flach, 1997). Perkembangbiakan tanaman secara vegetatif berasal dari anakan sedangkan perkembangbiakan generatif berasal dari benih. Menurut Jong (2007), perkem-
25
bangbiakan secara generatif susah dilakukan karena sulit menemukan benih sagu yang fertil. Selain itu, benih sagu bervariasi secara morfologi dan pertumbuhan vigor yang tidak sama. Bibit yang digunakan oleh PT. National Sago Prima berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif. Bibit yang berasal dari anakan diambil berdasarkan kriteria tertentu, yaitu bibit diambil dari induk yang produksi patinya tinggi dan sudah panen atau sudah berada pada fase nyorong, bibit masih segar, bibit yang sudah cukup tua dicirikan dengan banir yang sudah keras, banir berbentuk “L” dengan rata-rata bobot bibit 2-5 kg, pelepah dan pucuk yang masih hidup, mempunyai perakaran yang cukup, panjang pelepah ± 30 cm, serta tidak terserang hama dan penyakit. Alasan pemilihan banir berbentuk “L” yaitu banir mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak sehingga baik untuk bibit selama kegiatan pembibitan berlangsung (Gambar 9).
Gambar 9. Ciri-Ciri Bibit yang Baik: Banir Berbentuk “L” (Kiri), Petiol Berwarna Merah Muda (Tengah), Pangkal Banir Berwarna Merah Muda (Kanan) Pengambilan anakan dari rumpun sagu dilakukan berdasarkan penandaan yang telah dilakukan sebelumnya oleh mandor pengambilan anakan. Serasah di sekitar anakan dibersihkan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam melihat bagian penghubung rizome/banir. Pengambilan anakan dilakukan dengan cara memotong rizome menggunakan dodos kemudian rizome diangkat dengan menggunakan dodos. Selama pengangkatan diusahakan untuk tidak memegang pucuk anakan agar anakan tidak mati. Pelepah dipotong setinggi 30-40 cm dari atas banir untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan. Kegiatan penyeleksian bibit dilakukan sebelum kegiatan pembibitan. Kegiatan seleksi bibit dilakukan dengan cara memisahkan bibit sesuai dengan
26
standar perusahaan. Bibit yang tidak memenuhi kriteria antara lain bibit yang yang masih muda (ditandai dengan warna pucuk dan warna banir putih, serta banir tidak keras), bentuk banir keladi dan tapal kuda, serta bobot bibit kurang dari 2 kg. Persemaian Bibit yang telah diambil dari lapang sesegera mungkin atau tiga hari setelah pengambilan harus disemai di pembibitan dalam rakit. Bibit yang sudah diambil dan diseleksi kemudian dipotong hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm dengan cara menghilangkan semua daun dan menyisakan petiol baru. Pemangkasan tersebut dilakukan untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan selama di pembibitan serta mempercepat munculnya tunas baru. Bibit direndam dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/liter dan dikeringanginkan selama ± 15 menit. Bibit yang siap semai disusun dalam rakit yang terbuat dari ± 16 pelepah sagu yang telah kering. Rakit dibuat berukuran 2.5 m x 1.0 m dengan tinggi 0.3 m dan dipaku dengan bambu sehingga terbentuk seperi rak (Gambar 10). Bibit disusun secara rapat agar bibit tetap berdiri tegak dan bibit dalam kondisi hanya bagian akar saja yang terendam air. Bibit yang berukuran 2-5 kg dapat disusun dalam rakit mencapai 70-80 bibit. Banir yang ditelah disusun harus terendam dalam air agar banir tidak kering. Namun, petiol atau tunas baru dipertahankan untuk tidak terendam. Rakit yang telah tersusun kemudian diangkut menuju satu kanal yang merupakan lokasi tempat pembibitan. Lokasi pembibitan yang baik yaitu kanal cabang atau kanal kolektor yang tidak dijadikan sebagai jalur transportasi atau kanal utama. Hal tersebut dimaksudkan agar bibit tidak terkena riak air yang dapat merebahkan penataan bibit. Lokasi yang dijadikan sebagai pembibitan hendaknya memiliki air yang mengalir agar sirkulasi udara dan hara dalam air tetap mengalir. Selain itu, lokasi pembibitan sebaiknya ternaungi oleh kanopi tanaman agar bibit lebih cepat tumbuh. Bibit melewati fase pembibitan selama 3 bulan yang akan menghasilkan 2-3 helai daun baru dengan sistem perakaran yang baik.
27
Gambar 10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan Bibit yang siap semai kemudian dihitung jumlahnya untuk perhitungan upah tenaga kerja (Gambar 11). Selama di lokasi pembibitan, rakit yang rusak sebelum waktu semai berakhir perlu dilakukan perbaikan rakit. Ketika perbaikan rakit berlangsung, perlu dilakukan pemisahan bibit yang telah mati.
Gambar 11. Perhitungan Bibit sebelum Semai Pengambilan bibit sampai pembibitan dilakukan oleh satu regu yang terdiri atas 4-5 orang per regu. Target bibit yang harus terpenuhi dalam satu regu yaitu 5 000 bibit yang dapat diselesaikan selama 20-30 hari. Biaya yang dikeluarkan dalam pengambilan bibit sebesar Rp 1 000,00/bibit, biaya pembibitan sebesar Rp 200,00/bibit, dan biaya penyediaan rakit sebesar Rp 10 000,00/rakit. Pembuatan satu rakit dapat diselesaikan selama 45 menit oleh 2 orang mahasiswa, sedangkan pekerja memerlukan waktu selama 20 menit. Kegiatan penyusunan bibit ke dalam rakit oleh mahasiswa membutuhkan waktu sekitar satu jam.
28
Penanaman dan Penyulaman Kegiatan penamanan bibit sagu merupakan salah satu bagian dari serangkaian kegiatan budidaya yang dilakukan oleh perusahaan. PT. Nasional Sago Prima memfokuskan kegiatan penanaman pada Divisi 5 yang merupakan divisi baru. Bibit yang terseleksi dari pembibitan diangkut ke lokasi penanaman/penyulaman kemudian diletakkan di pinggir blok lokasi tanam. Bibit diangkut ke dalam lorong pikul dengan menggunakan keranjang (Gambar 12). Pemberian pupuk dilakukan 0-1 hari sebelum penanaman. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk dasar Rock Phospate (RP) dengan dosis 500 gram per lubang tanam yang diaplikasikan dengan cara diaduk sehingga bercampur dengan tanah.
Gambar 12. Keranjang sebagai Alat Angkut Bibit Bibit diletakkan dalam lubang tanam hingga menyentuh dasar tanah yang berair. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat adaptasi bibit. Bibit kemudian diberi penyangga yaitu dua buah kayu/pelepah yang diletakkan dengan posisi menyilang di antara banir sagu (Gambar 13). Pemberian penyangga berfungsi untuk menjaga bibit agar tetap tegak, tidak hanyut sewaktu areal yang ditanam terkena banjir. Bibit kemudian ditutup dengan tanah sebatas permukaan banir tanpa pemadatan. Bibit yang sudah ditanam sebaiknya diberi naungan berupa pelepah sagu untuk menghindari keringnya bibit akibat transpirasi yang berlebihan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja regu dengan prestasi kerja sebanyak 80-100 bibit/HOK. Tenaga kerja tersebut disatukan dengan tenaga kerja pembuatan lubang tanam dan pemancangan ajir.
29
Gambar 13. Pemberian Penyangga pada Bibit dengan Posisi Menyilang Selain kegiatan penanaman, perusahaan melakukan penyulaman. Kegiatan penyulaman terfokus pada Divisi 1, 2, 3, dan 4. Penyulaman tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman sagu yang mati. Pada titik tanaman mati dilakukan pemancangan dengan jarak tanam yang sesuai pada blok. Pemancangan dilakukan menggunakan pelepah yang berdiameter ± 3.0 cm dengan panjang ± 1.5 m. Semua gulma yang ada pada piringan dan lorong mati ditebas dengan lebar tebasan 1-2 m dengan tinggi tebasan 0-5 cm dari tanah. Kegiatan penyulaman dilaksanakan sebanyak satu kali dalam setahun pada saat musim hujan. Target kerja yang harus dicapai oleh tenaga kerja harian lepas untuk kegiatan penyulaman sebanyak 80-100 bibit/HOK. Gaji yang diberikan sebesar Rp 45 000,00/HOK. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharan tanaman dilakukam secara kontinyu dengan tujuan untuk menjaga produktivitas tanaman. Kegiatan pemeliharan tanaman sagu di PT. National Sago Prima meliputi kontrol pertumbuhan, pengendalian gulma baik secara mekanis maupun kimiawi, serta pengelolaan air. Kontrol Pertumbuhan Kontrol pertumbuhan adalah suatu kegiatan pembuangan/pemotongan anakan sagu di sekeliling pohon induk (rumpun) yang pertumbuhannya tidak diinginkan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman
30
atau pohon induk. Bibit sagu yang ternaungi dan tidak mendapat cahaya matahari maka pertumbuhannya sangat lambat dan akan kalah bersaing dengan gulma di sekitarnya (Bintoro, 2008). Andany (2009) menyatakan bahwa rata-rata pertambahan jumlah anakan setiap bulan yaitu tiga anakan tiap rumpun sagu, sehingga anakan sagu yang tidak diperlukan harus dipangkas. Pemangkasan tersebut dapat mengurangi kerapatan tajuk tanaman sagu sehingga sinar matahari dapat diterima oleh tanaman dengan maksimal. Selain itu, kontrol pertumbuhan berfungsi untuk mengatur rotasi tanam. Jumlah anakan ideal yang ada dalam satu rumpun sagu yaitu 6-8 anakan (Jong, 2007) dengan jumlah anakan maksimal sebanyak 10 anakan dengan berbagai tingkatan umur (Bintoro, 2008). Dalam satu tahun hanya diperbolehkan satu anakan sagu baru yang tumbuh. Kontrol pertumbuhan meliputi kegiatan pruning dan thining out. Pruning merupakan kegiatan memotong daun pada anakan sagu yang tidak diinginkan, sedangkan thining out merupakan kegitan memindahkan/membuang anakan yang tidak diinginkan dengan cara mendongkel anakan tersebut. Pelaksanaan pruning dan thining out sebaiknya dilakukan pada anakan yang jauh dari tanaman induk agar tanaman induk tidak rusak dan terserang penyakit (Gambar 14). Adapun hal yang perlu diperhatikan pada kontrol pertumbuhan yaitu pada daun anakan yang akan ditinggalkan sebagai calon tanaman induk, daunnya tidak boleh rusak akibat terpotong karena akan menghambat proses fotosintesis (Bintoro et. al., 2010).
Gambar 14. Kondisi Rumpun Sagu setelah Dilakukan Kontrol Pertumbuhan PT. National Sago Prima belum melaksanakan kegiatan kontrol pertumbuhan pada semua areal kebun. Kegiatan tersebut dilaksanakan terbatas pada blok
31
BMP (Best Management Practise), yaitu blok yang dilakukan sebagai uji coba penelitian. Kegiatan pruning dilakukan oleh tenaga kerja harian lepas dengan prestasi kerja sebanyak 15 rumpun/HOK, sedangkan prestasi kerja untuk kegiatan thining out sebanyak 5 rumpun/HOK. Tenaga kerja untuk kegiatan pruning dan thining out disediakan oleh masing-masing divisi. Pengendalian Gulma Tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik jika tidak ada organisme pengganggu tanaman. Gulma merupakan salah satu organisme tanaman yang keberadaannya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, bahkan jika tidak dikendalikan akan mengakibatkan penurunan produksi. Gulma yang dominan yaitu Nephrolepsis biserrata Schott, Micania micrantha H.K.B., Stenoclaena palustris (Burnm.) Bedd, Boreria sp, Melastroma malabathricum Liin, dan Gleichenia linearis Clarke (Amarilis, 2009). Pengendalian gulma perlu dilakukan agar dapat mengurangi persaingan tanaman sagu dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara dan air, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan, serta menekan populasi hama. Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan gulma yaitu melakukan pengendalian gulma secara mekanis maupun kimiawi. Kedua macam kegiatan pengendalian gulma tersebut perlu dilakukan untuk efektifitas pelaksanaan pengendalian. Pengendalian gulma secara mekanis merupakan kegiatan mengendalikan gulma di perkebunan sagu dengan sistem penebasan. Tempat yang akan ditebas berbeda-beda tergantung pada kebijakan masing-masing divisi. Umumnya penebasan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong tengah, dan lorong mati. Divisi 1 melakukan penebasan pada piringan, lorong tengah dan lorong mati, sedangkan pada lorong pikul dilakukan pengendalian gulma secara kimiawi. Namun pada Divisi 2, penebasan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong tengah, dan lorong mati. Hal tersebut berbeda karena tiap divisi dapat membuat kebijakan masing-masing. Penebasan pada piringan mempunyai standar kerja sendiri. Penebasan pada piringan dilakukan selebar 1-2 m dari rumpun terluar dengan menggunakan parang. Penebasan pada lorong pikul, lorong tengah dan jalur tanam dilakukan
32
selebar 1.5-2.0 m. Tinggi penebasan gulma sekitar 0-5 cm dari permukaan tanah bertujuan agar anakan sagu tidak ternaungi gulma, sehingga anakan dapat tumbuh dengan baik. Jika terdapat gulma berkayu, kayu tersebut didongkel sampai ke akar kemudian diletakkan pada lorong mati. Setiap blok dilakukan penebasan setiap tahun sekali. Penebasan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja regu yang terdiri atas 5-8 orang per regu. Setiap divisi mempunyai 4-5 regu. Satu regu dapat menyelesaikan penebasan sebanyak 4 lorong/hari, atau 1 blok (50 ha) dalam waktu 20-30 hari. Standar gaji yang diberikan yaitu Rp 370 000,00/ha, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi blok yang akan ditebas. Selain pengendalian gulma secara mekanis, pengendalian gulma secara kimiawi juga dilakukan dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan bahan kimia yang mampu menekan pertumbuhan gulma. Jenis herbisida yang digunakan di kebun yaitu herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron yang bersifat sistemik dan parakuat yang bersifat kontak. Kegiatan penyemprotan dilakukan pada lorong mati, lorong pikul, dan lorong tengah setinggi 30 cm dari permukaan tanah (Gambar 15). Dosis yang digunakan yaitu 62.50 g metilmetsulfuron/ha dan 1.51 cc parakuat/ha, dengan volume semprot 400 l/ha, dengan menggunakan nozel berwarna hitam. Setiap satu blok dilakukan penyemprotan sebanyak 2 kali/tahun.
Gambar 15. Penyemprotan Herbisida Kegiatan penyemprotan dilakukan oleh buruh harian lepas dengan upah Rp 45 000,00/HOK. Prestasi kerja untuk kegiatan penyemprotan yaitu 1-2 lorong pikul per hari. Tenaga kerja penyemprotan terdiri atas laki-laki dan perempuan
33
yang mempunyai prestasi yang berbeda. Tenaga kerja perempuan dirasa lebih baik karena tenaga kerja perempuan memiliki hasil kerja penyemprotan yang lebih rapih dibandingkan dengan laki-laki. Pengelolaan Air Air merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman sagu merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak. Tingkat kedalaman air tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena itu, dalam budidaya sagu kedalaman air tanah harus dipertahankan dan muka air tanah harus dikendalikan. Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam menunjang kegiatan kebun. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier atau kanal cabang. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal cabang dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta sebagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/ kanal cabang adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran (Gambar 16).
Keterangan: : Blok (500 m x 1 000 m)
: Kanal Sekunder
: Kanal Primer
: Kanal Tersier
Gambar 16. Layout Tata Kelola Air
34
Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan pengambilan hasil tanaman sagu berupa batang/empulur sagu yang siap dipanen mulai dari kebun sampai menjadi tual. Tual merupakan satuan batang sagu yang siap diangkut untuk dijual kepada pembeli. Tanaman sagu membutuhkan 10-12 tahun untuk panen pertama kali. Satu batang sagu akan menghasilkan 6-8 tual dengan panjang 42 inchi tiap tual. Tanaman sagu mampu menghasilkan pati kering sebanyak 200-400 kg per batang. Jika dalam 1 ha terdapat 156 tanaman sagu, maka dalam 1 tahun akan dihasilkan 31.2-62.4 ton pati kering per hektar. Pencarian tanaman sagu yang masuk dalam kriteria panen perlu dilakukan agar terjadi efisiensi pemanenan. Tanaman sagu yang siap panen biasanya ditunjukkan dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk, dan batang. Tanaman yang siap dipanen yaitu tanaman yang telah memasuki fase nyorong, Fase nyorong yaitu masa menjelang pembentukan primordial bunga atau kuncup bunga. Pada fase tersebut, tajuk tanaman mulai membuka, daun-daun terakhir yang muncul mempunyai ukuran yang lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan daun sebelumnya. Duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya hilang kecuali pada bagian pangkal pelepah yang masih tertinggal sedikit. bila dibandingkan dengan pohon yang masih muda (Gambar 17).
Gambar 17. Tanaman Sagu Memasuki Fase Nyorong Tanaman sagu yang sesuai dengan kriteria diberi warna merah pada batangnya. Pemanenan sagu dilakukan dengan cara menebang tanaman sagu dengan menggunakan kapak. Hal tersebut dimaksudkan agar penebang dapat
35
menentukan arah tebang yang sesuai agar tanaman sagu tidak merusak anakan di sekitarnya (Gambar 18). Pembuatan jalan masuk ke rumpun tanaman dilakukan setelah penebangan, kemudian dilakukan pembersihan batang sagu. Pemanenan dilakukan dengan jarak ± 10 cm dari permukaan tanah. Bagian tanaman sagu yang tidak digunakan diletakkan pada lorong mati.
Gambar 18. Tebang Tanaman Sagu Menggunakan Kapak Setelah ditebang, batang sagu dibersihkan terlebih dahulu untuk memudahkan dalam pengukuran sagu. Batang sagu dipotong menjadi beberapa potongan (tual sagu) dengan panjang 42 inchi (Gambar 19). Pemotongan dilakukan dengan menggunakan chainsaw. Setiap tual dibuat ‘lubang hidung’ sebagai lubang tali untuk pengangkutan tual dari kanal sampai dam yang kemudian dialirkan sampai ke laut lepas. Lubang hidung dibuat dengan cara melubangi tepi lingkar batang bagian tengah dengan menggunakan batang kapak.
Gambar 19. Tual Sagu Siap Angkut Berukuran 42 inchi
36
Tual yang sudah terpotong kemudian diangkut ke luar blok dengan cara menggelindingkan tual pada lintasan yang sudah dibuat dengan menggunakan alat (dayung). Tual dimasukkan ke dalam kanal kemudian dirangkai dengan menggunakan tali tambang pada bagian hidung hingga mencapai 30 tual setiap rangkaiannya. Sebanyak 50 rangkaian kecil disatukan menjadi rangkaian besar dengan susunan 1 500 tual. Panen dilakukan oleh satu regu yang beranggotakan 5-10 orang per regu. Deskripsi kerja tiap orang dalam satu regu berbeda dengan upah yang berbeda pula. Kegiatan penebangan, pembuatan ‘lubang hidung’, dan golek (pelangsiran tual dari kebun ke kanal) diberi upah Rp 3 000,00-Rp 3 900,00 per tual. Kegiatan pemotongan pohon sagu menjadi tual dengan menggunakan chainsaw dilakukan oleh satu orang dengan upah Rp 500,00-Rp 800,00 per tual. Pengangkutan tual dari kanal sampai laut lepas dilakukan oleh tenaga kerja harian lepas dengan upah Rp 45 000,00/HOK. Ada beberapa pihak yang mengelola kegiatan pemanenan sagu, yaitu divisi, kontraktor, dan SL (Supply and Logistic). Divisi bertanggung jawab terhadap penentuan batang sagu yang siap dipanen melalui sensus produksi yang diadakan setiap tahun. Kontraktor bertanggung jawab terhadap kegiatan teknis pemanenan mulai penebangan hingga penarikan tual menuju kanal kolektor. Supply and Logistic bertanggung jawab terhadap pengadaan sarana panen dan kualitas panen yang dihasilkan. Sensus Tanaman Sensus tanaman merupakan kegiatan inventarisasi kebun yang dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif dan data kualitatif mengenai keadaan tiap blok sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk perencanaan pengelolaan perkebunan yang baik. Kegiatan sensus tanaman meliputi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan sensus mulai penentuan lokasi sensus, pelaksanaan sensus hidup-mati, dan pelaksanaan sensus produksi.
37
Sensus Hidup-Mati Penentuan lokasi/petak sensus dilakukan berdasarkan sensus terdahulu yang dilaksanakan minimal 5 tahun sekali. Sensus hidup-mati tanaman dilakukan untuk melihat persentase tanaman yang hidup, tanaman yang mati, dan lubang yang belum tertanami dalam blok tersebut. Pelaksanaan sensus hidup-mati bertujuan untuk mengetahui jumlah bibit yang diperlukan dalam kegiatan penyulaman. Sensus hidup-mati yang dilakukan oleh perusahaan adalah sensus 100 % untuk kepentingan perusahaan dalam melakukan kegiatan penyulaman. Sensus hidup-mati dilakukan tiga bulan setelah kegiatan penanaman dilakukan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja harian lepas yang berasal dari masing-masing divisi dengan upah sebesar Rp 45 000,00/HOK. Prestasi kerja tiap pekerja sebanyak 12 jalur tanam/HOK. Sensus hidup-mati dilakukan dengan menyensus semua blok yang ada di perusahaan. Tanaman yang hidup diberi skor 1, tanaman yang mati diberi skor 0, sedangkan tanaman yang kerdil atau tidak sesuai dengan kriteria dan jalur pancang yang tidak terdapat lubang tanam/titik pancang tidak diberi skor (dikosongkan) serta diberi keterangan pada form sensus hidup-mati. Sensus Produksi Sensus produksi dilakukan untuk memperkirakan jumlah tanaman yang dapat dipanen. Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah yang diamati pada pelaksanaan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu tinggi tanaman 0.01-2.61 m, 2.61-3.48 m, 3.48-4.35 m, 4.35-5.22 m, 5.22-6.09 m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga. Selain tinggi tanaman, jumlah anakan dengan bobot tertentu juga dihitung. Penghitungan jumlah anakan pada kegiatan sensus produksi berdasarkan bobot anakan 3-5 kg, 5-10 kg, dan > 10 kg. Dari peubah tersebut didapatkan data tanaman yang dapat dipanen pada tahun tersebut maupun tahun yang akan datang. Pengukuran tinggi tanaman menggunakan alat ukur berupa bambu atau pelepah sagu yang kering dan sudah diberi ukuran. Penentuan bobot anakan dilakukan dengan mengukur lebar pelepah daun. Pengukuran lebar pelepah daun
38
dilakukan terlebih dahulu dengan mengukur tinggi pelepah dari permukaan tanah dan lebar pelepah yang diukur terletak 50 cm dari permukaan tanam. Jika lebar daun 3-5 cm maka bobot anakan 3-5 kg, jika lebar daun 5-8 cm maka bobot anakan 5-10 kg, dan jika lebar daun > 8 cm maka bobot anakan > 10 kg. Dalam pelaksanaan di lapang, penentuan tinggi tanaman dan bobot anakan dilakukan dengan perkiraan dari pencatat sensus (Maulana, 2011). Pengambilan contoh sensus produksi sebesar 50 % yang dilakukan secara acak dan teratur pada setiap blok. Pengambilan contoh diharapkan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan. Pelaksanaan sensus produksi dilakukan setiap akhir tahun, sehingga pada saat kegiatan magang tahun ini tidak dilakukan kegiatan sensus produksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu Kegiatan budidaya tanaman merupakan serangkaian tahapan yang ditempuh untuk menghasilkan output yang maksimal. Rangkaian kegiatan budidaya tanaman sagu yang sedang dilakukan oleh PT. National Sago Prima yaitu pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Pembukaan lahan atau land clearing dilaksanakan pada Divisi 5 dan 7. Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bibit untuk kegiatan penanaman awal maupun penyisipan. Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual sistem tebas dengan menggunakan parang dan pengendalian secara kimiawi sistem semprot dengan menggunakan herbisida. Pada tahun 2011 perusahaan membentuk divisi baru yaitu Divisi Pembibitan. Divisi tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mengatur, mengontrol, dan mengawasi semua kegiatan yang berkaitan dengan pembibitan. Target bibit yang harus disediakan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 400 000 bibit. Kendala yang ditemui pada saat kegiatan di pembibitan yaitu adanya bibit afkir yang ditanam. Bibit muda yang masih berumur 1-2 bulan sudah ditanam di lapang yang menyebabkan bibit tersebut mati saat ditanam di lapang. Kegiatan penyeleksian bibit baik saat pengambilan anakan dari kebun maupun sebelum penanaman di lapang perlu dikontrol dengan baik. Selain itu, kegiatan pembibitan harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku sehingga persentase bibit yang hidup baik di pembibitan maupun di lapang lebih tinggi. Bibit yang disemai pada musim hujan memiliki daya tumbuh yang lebih baik jika dibandingkan dengan bibit yang disemai pada musim kemarau. Hal tersebut dikarenakan bibit yang disemai pada musim kemarau mengalami pengeringan akibat transpirasi yang cukup tinggi karena RH yang turun, sehingga menghambat pengeluaran tunas baru. Hal tersebut juga menjadi penyebab persentase kematian bibit saat ditanam di lapang rendah. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang sedang dilakukan di PT. National Sago Prima yaitu kontrol pertumbuhan dan pengendalian gulma. Kegiatan kontrol pertumbuhan baru dilaksanakan pada blok penelitian yaitu blok pelaksanaan BMP
40
(Best Management Practise). Kegiatan kontrol pertumbuhan belum dilaksanakan pada semua blok. Pengendalian gulma yang dilaksanakan meliputi pengendalian gulma secara mekanis dan pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan sistem penebasan, sedangkan pengendalian gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida melalui penyemprotan. Kegiatan penebasan sudah berjalan dengan lancar tetapi rotasi penebasan belum sesuai dengan standar perusahaan. Berdasarkan SOP perusahaan, penebasan pasca tanam dilakukan setelah tiga bulan penanaman, selanjutnya penebasan dilakukan pada saat tanaman sagu berumur 6, 12, 18, 24, 30, dan 36 bulan. Penebasan setelah tanaman berumur tiga tahun dilakukan setahun sekali. Pembersihan piringan untuk tanaman baru (tanaman berumur 0-3 bulan) dilakukan dua kali tiap tahun agar ruang tumbuh tercukupi. Pelaksanaan penebasan di PT. National Sago Prima yang sedang berlangsung hanya dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan penyemprotan yang sedang berlangsung di perusahaan belum menggunakan peralatan yang memadai terutama pada penggunaan masker, sarung tangan, sepatu, dan baju khusus semprot. Perusahaan pernah memberikan peralatan lengkap untuk kegiatan penyemprotan, tetapi pekerja menolak menggunakannya. Hal tersebut dikarenakan para pekerja menganggap bahwa peralatan tersebut menghambat kerja. Oleh karena itu, mandor penyemprotan pada masingmasing divisi tetap menganjurkan memakai peralatan semprot selama kegiatan penyemprotan dilakukan. Panen merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting pelaksanaannya karena panen akan menghasilkan produksi. Kegiatan panen di perusahaan memiliki beberapa kendala pada sistem pengangkutan hasil panen. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa ada beberapa tanaman sagu yang mengalami gagal panen, yang dicirikan oleh batang sagu mengering dan mengandung banyak serat. Selain itu, kurangnya alat angkut panen (sampan dan tali) menyebabkan terjadinya ketidakefektifan dalam pengangkutan hasil panen. Waktu yang diperlukan untuk tual sagu berada di kanal melebihi batas yang ditentukan (7 hari). Lamanya pengangkutan tual tersebut menyebabkan berkurangnya produksi yang dihasilkan akibat pembusukan pada tual dan serangan hama (Gambar 20). Oleh karena itu,
41
asisten dari masing-masing divisi harus dapat merencanakan dan mengatur agar kegiatan panen dapat terlaksana dengan baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan kuantitas peralatan transportasi panen.
Gambar 20. Hama saat Panen pada Tual Sagu Serangan hama dan penyakit umumnya muncul pada saat musim hujan yang hingga sekarang belum dianggap cukup serius. Hama yang umumnya merusak tanaman sagu yaitu kumbang sagu (Rynchophorus ferrugineus), anaianai (Macrotennes sp.), monyet, dan babi hutan. Penyakit yang sering menyerang adalah cendawan (Cercospora), dengan gejala kerusakannya yaitu daun yang terserang akan berbercak coklat, apabila serangan parah akan mengakibatkan daun tanaman mengering dan berlubang. Perusahaan belum melaksanakan kegiatan pengendalian hama dan penyakit karena serangkan yang ditimbulkan belum menyebabkan tingkat kehilangan hasil yang tinggi, tetapi berpotensi menurunkan hasil. Perusahaan sebaiknya tetap melakukan kegiatan sensus hama dan penyakit serta melaksanakan usaha pengendalian hama dan penyakit agar produksi pati sagu yang dihasilkan tetap tinggi dan berkualitas. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan Pembibitan yang dilakukan oleh PT. National Sago Prima masih menggunakan sistem rakit di kanal. Sistem tersebut mempunyai beberapa keuntungan
42
yaitu kemampuan tumbuh bibit di pembibitan tinggi, tetapi kemampuan tumbuh di lapang tergolong rendah. Selain sistem persemian menggunakan rakit terdapat beberapa sistem lainnya, diantaranya sistem pembibitan bibit dalam polibag. Oleh karena itu, perlu dicoba sistem pembibitan dengan menggunakan polibag. 1. Persentase Hidup Bibit
Keterangan: B1 : Bobot 50≤ x<200 g B2 : Bobot 200≤ x<500 g B3 : Bobot 500≤ x≤800 g P1 : POC 0 ml/l P2 : POC 2 ml/l P3 : POC 5 ml/l P4 : POC 8 ml/l
Gambar 21. Persentase Hidup Bibit pada 8 MSA Berdasarkan rata-rata persentase hidup bibit, kombinasi perlakuan bobot bibit 200≤x<500 g dan penggunaan POC konsentrasi 2 ml/l (B2P2) mempunyai persentase hidup bibit paling tinggi (50 %) pada pengamatan 8 MSA (Minggu Setelah Awal Aplikasi), sedangkan perlakuan bobot bibit 50≤x<200 g dan tanpa pemberian POC (B1P1) mempunyai rata-rata persentase hidup bibit paling rendah sebesar 18.89 % (Gambar 21). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase hidup bibit. Rata-rata persentase hidup bibit tertinggi terdapat pada bobot bibit 200≤x<500 g (45.56 %), Perlakuan bobot bibit 500≤x≤800 g mempunyai rata-rata persentase hidup bibit yang paling rendah (22.78 %), sedangkan perlakuan boobot bibit 50≤x<200 g mempunyai rata-rata persentase hidup bibit sebesar 26.11 %. Perlakuan konsentrasi POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit. Penggunaan POC konsentrasi 5 ml/l mempunyai
43
persentase hidup bibit sebesar 29.63 % pada 8 MSA, tanpa penggunaan POC sebesar 30.37 %, penggunaan POC konsentrasi 8ml/l sebesar 31.11 %, dan penggunaan POC konsentrasi 2ml/l sebesar 34.82 %. Berdasarkan Tabel 1, bibit mengalamai penurunan persentase hidup bibit pada setiap pengamatan. Hal tersebut diduga karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan bibit dan adanya serangan penyakit pada bibit. Tabel 1. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Hidup Bibit Perlakuan
MSA Ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
..................................%................................... Bobot Bibit (g) 50≤x<200
56.67b
48.61b
40.83b
36.94b
34.44b
28.89b
26.67b
26.11b
200≤x<500
77.22b 90.83a
79.17a
71.39a
62.50a
53.89a
52.22a
50.00a
48.60a
45.56a
500≤x≤800
85.56a
70.83a
61.11a
47.22b
36.94b
33.61a
29.72b
26.39b
22.78b
Uji F
**
**
**
**
**
**
**
**
**
60.37
48.89
42.59
41.11
36.67
34.07
30.37
Konsentrasi POC (ml/l) 0 82.22 67.04 2
87.78
69.26
63.33
52.96
45.93
43.70
40.00
37.78
34.82
5
85.19
69.63
58.89
50.00
41.48
37.41
33.33
30.74
29.63
8
82.96
69.63
58.89
48.89
40.37
38.75
34.82
32.96
31.11
Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %
2. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan daun pangkas. Bibit dengan bobot 500≤x≤800 g mempunyai rataan pertumbuhan panjang daun pangkas paling tinggi sebesar 1.67-5.08 cm, bobot bibit 200≤x<500 g sebesar 0.98-2.81 cm, dan bobot bibit 50≤x<200 g sebesar 0.77-2.42 cm. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang daun pangkas. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, penggunaan POC konsentrasi 2 ml/l mempunyai pertumbuhan panjang daun pangkas yang lebih baik daripada perlakuan lainnya pada pengamatan ke-8
44
MSA. Pertumbuhan panjang daun pangkas pada setiap perlakuan mempunyai laju pertumbuhan yang sama. Pengaruh bobot bibit dan penggunaan POC terhadap pertumbuhan panjang daun pangkas pada bibit sagu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada Bibit Sagu Perlakuan
2
Bobot Bibit (g) 50≤x<200 0.77b 0.98a 200≤x<500 1.67a 500≤x≤800 Uji F * Konsentrasi POC (ml/l) 0 1.55 2 1.22 5 0.96 8 0.83 Uji F tn
MSA Ke3 4 5 6 7 ..................................cm..................................
8
1.44b 1.36ab 2.22a *
1.59b 1.64b 3.14a **
2.11b 1.93b 3.46a *
2.12b 2.23b 3.86a *
2.42b 2.42b 4.46a *
2.42c 2.81b 5.08a *
1.62 1.69 1.81 1.68 tn
1.93 2.02 2.45 2.37 tn
2.29 2.54 2.61 2.78 tn
3.00 2.95 2.61 3.03 tn
3.27 3.43 2.71 3.33 tn
3.58 3.95 3.06 3.68 tn
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Keterangan: B1 : Bobot 50≤ x<200 g B2 : Bobot 200≤ x<500 g B3 : Bobot 500≤ x≤800 g P1 : POC 0 ml/l P2 : POC 2 ml/l P3 : POC 5 ml/l P4 : POC 8 ml/l
Gambar 22. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada 8 MSA Berdasarkan Gambar 22, kombinasi perlakuan bobot bibit 500≤x≤800 g dan aplikasi POC konsentrasi 2 ml/l (B3P2) memberikan pertumbuhan daun
45
pangkas yang lebih baik sebesar 7.00 cm daripada perlakuan yang lain pada pengamatan 8 MSA. Pertumbuhan panjang daun pangkas tertinggi pada 8 MSA terdapat pada perlakuan B3P2, sedangkan perlakuan bobot bibit 50≤x<200 g dan tanpa penggunaan POC (B1P1) mengalami rata-rata pertumbuhan panjang daun pangkas yang paling rendah sebesar 1.97 cm. 3. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 kecuali pada pengamatan ke-2 dan 3 MSA. Bibit yang mempunyai bobot 500≤x≤800 g mempunyai rataan pertumbuhan panjang petiol daun 1 lebih tinggi (2.37-13.73 cm), kemudian bobot bibit 200≤x<500 g sebesar 2.32-11.13 cm, dan bobot bibit 50≤x<200 g sebesar 1.34-8.67 cm. Bobot bibit 500≤x≤800 g memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan bobot bibit 200≤x<500 g terhadap pertumbuhan panjang daun 1. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 Perlakuan
2
MSA Ke3 4 5 6 7 ..................................cm..................................
8
Bobot Bibit (g) 50≤x<200 1.34a 2.32a 200≤x<500 2.37a 500≤x≤800 Uji F tn
2.94a 3.89a 4.91a tn
4.02b 5.23ab 7.03a *
5.24b 6.51ab 8.30a *
6.55b 8.50ab 11.03a *
7.49b 9.51ab 12.16a *
8.67b 11.13ab 13.73a *
Konsentrasi POC (ml/l) 0 2.31 2 2.13 5 1.97 8 1.63 Uji F tn
4.14 4.05 3.61 3.84 tn
5.83 5.84 4.91 5.13 tn
6.85 7.29 5.97 6.63 tn
9.33 9.36 7.35 8.73 tn
10.36 10.62 9.37 9.51 tn
11.58 11.96 9.99 11.18 tn
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5%
46
Interaksi antara perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, perlakuan bobot bibit 500≤x≤800 g dan tanpa penggunaan POC (B3P1) memberikan rata-rata pertumbuhan panjang petiol daun 1 lebih tinggi sebesar 2.81-16.85 cm, sedangkan perlakuan bobot bibit 50≤x<200 g dan penggunaan POC konsentrasi 5 ml/l (B1P3) memberikan pertumbuhan panjang petiol daun 1 paling rendah (1.03-6.63 cm) (Gambar 23).
Keterangan: B1 : Bobot 50≤ x<200 g B2 : Bobot 200≤ x<500 g B3 : Bobot 500 ≤x≤800 g
P1 : POC 0 ml/l P2 : POC 2 ml/l P3 : POC 5 ml/l
P4: POC 8 ml/l
Gambar 23. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 4. Jumlah Daun Total Daun yang dihitung selama pengamatan yaitu daun yang terpangkas pada saat pengambilan bibit, daun pertama (daun yang muncul pertama kali tanpa pangkas) dan daun kedua (daun yang muncul setelah daun pertama terbentuk). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pengamatan 1-3 MSA dan pengaruh nyata pada pengamatan 0, 4-8 MSA terhadap jumlah daun total. Perlakuan bobot bibit 200x<500 g memberikan jumlah daun total yang paling banyak daripada perlakuan bobot bibit lainnya. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun total kecuali pada pengamatan 0-2 MSA yang memberikan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 4). Laju pertumbuhan jumlah daun total cenderung sama pada pengamatan 0-2 MSA, pada pengamatan 2-4 MSA jumlah daun total cenderung mengalami pengeringan, dan pada pengamatan ke-5 MSA terbentuk daun baru.
47
Tabel 4. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Daun
Perlakuan
0
1
2
MSA Ke4
3
5
6
7
8
.........................Helai.......................... Bobot Bibit (g) 50≤x<200 1.63 a 200≤x<500 1.72a
1.63a
1.58ab
1.27b
1.24b
1.23b
1.25b
1.29b
1.34b
1.72a
1.63a
1.56a
1.51a
1.48a
1.48a
1.51a
1.53a
500≤x≤800
1.41b
1.40b
1.31b
1.29b
1.28b
1.29ab
1.31b
1.33b
**
**
**
*
*
*
*
*
1.59b
1.51b
1.39
1.32
1.24
1.26
1.29
1.30
1.73a
1.71a
1.53
1.48
1.46
1.46
1.51
1.53
1.53b
1.53b
1.30
1.29
1.30
1.31
1.32
1.36
1.41b Uji F * Konsentrasi POC (ml/l) 0 1.59b 2 1.73a 5
1.53b
8
1.48b 1.48b 1.40b 1.30 1.29 1.31 1.34 1.37 1.41 Uji F ** ** ** tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 %
5. Persentase Pemekaran Daun 1 Tabel 5. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Pemekaran Daun 1 Perlakuan
1
MSA Ke2 3 4 5 6 7 ..................................%..................................
Bobot Bibit (g) 50≤x<200 8.33 10.00 10.00 19.17 22.50 23.33a 24.17a 200≤x<500 7.50 9.17 10.00 19.17 22.50 25.83a 25.83a 500≤x≤800 4.17 4.17 4.17 6.67 6.67 6.67b 6.67b Uji F tn tn tn tn tn ** ** Konsentrasi POC (ml/l) 0 4.44 5.56 5.56 13.33 15.56 17.78 17.78 2 5.56 6.67 7..78 16.67 18.89 20.00 20.00 5 5.56 6.67 6.67 10.00 12.22 12.22 13.33 8 11.11 12.22 12.22 20.00 22.22 24.44 24.44 Uji F tn tn tn tn tn tn tn
8
24.17a 25.83a 6.67b ** 18.89 20.00 13.33 24.44 tn
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % **: berbeda sangat nyata pada taraf 5%
48
Berdasarkan Tabel 5, daun pertama dalam keadaan mekar sempurna terlihat pada pengamatan ke-6, 7, dan 8 MSA dengan respon yang berbeda nyata. Daun pertama mekar sempurna sebanyak 25 % pada 5 MSA dan mengalami peningkatan persentase pemekaran daun sampai 36.6 7 % pada pengamatan 8 MSA. Bobot bibit kecil sampai sedang (50-500 g) mempunyai persentase pemekaran daun yang lebih tinggi daripada bobot bibit yang besar (500-800 g). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase pemekaran daun 1 pada pengamatan 6, 7, dan 8 MSA, sedangkan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata. 6. Jumlah Anak Daun 1 Anak daun merupakan salah satu peubah pertumbuhan vegetatif bibit sagu. Daun dikatakan mekar sempurna apabila sudah muncul anak daun. Jumlah anak daun yang terbentuk bervariasi, tergantung pada keadaan bibit itu sendiri. Tabel 6. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Anak Daun 1 Perlakuan Bobot Bibit (g) 50≤x<200 200≤x<500 500≤x≤800 Uji F Konsentrasi POC (ml/l) 0 2 5 8 Uji F
4 8.08 9.42 8.05 tn
MSA Ke5 6 7 ..................Helai.................... 7.98 7.83 7.83 10.48 10.98 10.98 8.05 8.05 8.85 tn tn tn
8 7.97 10.94 8.85 tn
..................Helai.................... 8.47 7.44 9.35 9.33 tn
9.47 7.66 9.38 10.00 tn
9.55 8.61 9.48 9.56 tn
10.55 8.61 9.47 9.56 tn
10.93 8.56 9.17 9.71 tn
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Berdasarkan Tabel 6, perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak daun 1. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, bobot bibit 200≤x<500 g mempunyai rata-rata
49
jumlah anak daun 1 lebih banyak (10.93 helai), sedangkan bobot bibit 50≤x<200 gram mempunyai rata-rata jumlah anak daun 1 lebih sedikit (7.97 helai). Bibit yang tidak diberi POC (konsentrasi POC 0 ml/l) mempunyai jumlah anak daun 1 paling banyak yaitu 10.93 helai pada 8 MSA. Perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan interaksi nyata terhadap jumlah anak daun 1. Secara umum, perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit, pertumbuhan panjang daun pangkas, pertumbuhan panjang petiol daun 1, jumlah daun total, dan persentase pemekaran daun. Perlakuan aplikasi POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati. Perlakuan bobot bibit dan pemberian POC memberikan interaksi yang tidak nyata terhadap persentase hidup bibit, pertumbuhan panjang daun pangkas, pertumbuhan panjang petiol daun 1, jumlah daun total, persentase pemekaran daun, dan jumlah anak daun. Faktor yang mempengaruhi persentase hidup bibit adalah keadaan bibit itu sendiri. Menurut Irawan (2010), bobot bibit berkorelasi positif dengan rizome yang ada pada banir bibit. Banir tersebut mempunyai banyak cadangan makanan untuk kebutuhan nutrisi bibit selama di pembibitan. Namun pada percobaan ini, bibit dengan bobot 500≤x≤800 g mempunyai persentase hidup yang lebih rendah daripada bibit dengan bobot 200≤x<500 g. Bibit dengan bobot 200≤x<500 g mempunyai persentase hidup paling tinggi diduga karena bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Bibit dengan bobot tersebut mempunyai karbohidrat dan air yang cukup. Bibit dengan bobot 50≤x<200 g diduga mempunyai cadangan makanan dalam banir yang sedikit sehingga persentase mati bibit cukup tinggi. Bibit dengan bobot 500≤x≤800 g juga mempunyai persentase mati bibit yang tinggi. Hal tersebut diduga karena kandungan air yang ada dalam bibit tergolong tinggi sehingga bibit mengalami defisit air akibat transpirasi yang berlebihan. Lingkungan mempengaruhi persentase hidup bibit. Irawan (2010) menyatakan bahwa suhu 23-31oC merupakan lingkungan yang optimal untuk fase pembibitan sagu. Lingkungan tersebut mampu memberikan tajuk yang lebih sehat, dilihat dari luas daun yang lebih besar, jumlah anak daun yang lebih banyak, dan uptake unsur hara yang lebih baik. Suhu dalam paranet yang teramati selama penelitian tergolong tinggi. Suhu pada pagi hari sekitar 21-28oC dan pada siang-
50
sore hari sekitar 23-35oC. Lingkungan yang terlalu panas menyebabkan transpirasi bibit terlalu besar sehingga bibit mengalami kekeringan. Diduga bibit dengan bobot 500≤x≤800 g melakukan transpirasi yang tinggi sehingga bibit banyak mengalami kematian di pembibitan. Air gambut yang digunakan untuk penyiraman mempengaruhi persentase hidup bibit. Air gambut diduga menjadi tempat hidupnya patogen yang nantinya akan hidup pada media tanam dan menyerang bibit sagu (Gambar 24).
Gambar 24. Serangan Penyakit pada Bibit Sagu Tanaman sagu termasuk tanaman tipe C3. Tanaman tersebut sulit tumbuh diatas suhu optimum. Jika suhu udara naik, maka akan mengurangi produksi enzim rubisco. Selain itu, akibat dari suhu yang tinggi, respirasi tanaman meningkat yang akan menyebabkan pengurangan sejumlah ATP yang dihasilkan oleh daun, sehingga menyebabkan asimilat yang dihasilkan berkurang (Salisbury and Ross 1995). Tanaman yang baru dipindahkan mengalami penundaan pertumbuhan, organ-organ tanaman tidak langsung berfungsi dengan baik. Sebelum akar tanaman berfungsi dengan baik, maka tanaman belum menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya (Wahid, 1987). Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan panjang daun pangkas dan petiol daun 1 yang tergolong rendah. Berdasarkan pengamatan pada pembibitan sagu terlihat bahwa pertumbuhan tanaman lebih mengarah kepada pembentukan tajuk daun, pertumbuhan akar agak sedikit terhambat. Bibit sagu memanfaatkan karbohidrat yang ada pada banir tanaman untuk membentuk tajuk dan akar yang baru. Setelah tajuk ter-
51
bentuk, bibit sagu dapat melakukan fotosintesis sendiri sehingga bibit mendapatkan energi dari hasil fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pendapat Rostiwati (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif awal bibit tergantung pada cadangan dan produksi karbohidrat. Daun merupakan bagian yang penting bagi suatu tanaman. Daun mengandung klorofil yang digunakan untuk fotosintesis. Pada tanaman sagu dewasa, daun mengalami pengeringan sebanyak satu atau dua pelepah setiap satu atau dua bulan sekali (Schuiling 2009). Menurut Flach (1986) dalam Wahid (1987), bibit sagu yang tumbuh dengan baik akan mengeluarkan 1-2 daun setiap bulan. Berdasarkan percobaan, petiol baru keluar pada minggu ke-4 MSA. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bibit dengan bobot yang lebih kecil hingga sedang mempunyai persentase pemekaran daun yang lebih banyak daripada bibit dengan bobot yang lebih besar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2010). Hal ini diduga karena bibit dengan bobot yang lebih kecil memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat dalam banir untuk membentuk tajuk. Apabila cadangan makanan sudah habis, bibit dapat melakukan fotosintesis sendiri. Pemupukan menggunakan pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan. Hal tersebut diduga karena suhu yang terlalu tinggi (sampai 35oC) menyebabkan pupuk menguap. Selain itu, tanah gambut yang digunakan sebagai media tanam mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi (46.59-74.22 me/100 g) dan Kejenuhan Basa yang rendah (5.75-7.69 %) yang menyebabkan tanah menjadi masam. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kekahatan N, P, K, Ca, Mg, dan Mo (Purwanto et al., 2001). Percobaan pemupukan tanaman sagu sebelumnya pernah dilakukan, khususnya pemberian unsur hara makro pada tanaman. Pemupukan pada tanaman sagu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman yang meliputi rata-rata jumlah daun (Kueh, 1995; Ando et. al., 2007; Dewi, 2009) pertumbuhan diameter batang (Kueh,1995), dan tinggi tanaman (Kueh, 1995; Lina et. al., 2009; Dewi, 2009).
52
Berbeda dengan hasil percobaan pemupukan oleh Kakuda et al., (2005). Pada percobaan tersebut penambahan unsur hara sangat mempengaruhi bobot anakan yang terdapat pada rumpun sagu. Rata-rata peningkatan bobot anakan sagu sebesar 9 kg/anakan/tahun. Pemberian pupuk dapat mempercepat akumulasi bobot kering anakan sagu daripada tanaman induknya. Kondisi bibit selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Keadaan Bibit pada Pengamatan 0 MSA dan 8 MSA
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengelolaan budidaya sagu di PT. National Sago Prima sudah berlangsung dengan baik. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan meliputi seluruh kegiatan budidaya tanaman sagu mulai pembukaan lahan sampai pemanenan. Fokus kegiatan di perusahaan pada tahun tersebut adalah pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Kegiatan pembibitan di perusahaan menggunakan sistem kanal sudah berjalan dengan baik, tetapi saat ini sedang dilakukan percobaan tentang pembibitan sistem polibag. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sagu sistem polibag. Bobot bibit sagu memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu. Bobot bibit 200≤x<500 g memberikan rata-rata pertumbuhan vegetatif bibit sagu yang lebih baik daripada perlakuan yang lain. Saran Manajemen perusahaan perlu dilakukan dengan baik untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi. Asisten divisi perlu melakukan pengontrolan dan pengawasan seluruh aktivitas kebun berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP) untuk mengurangi segala bentuk ketidakefektifan pelaksanaan kerja di lapang. Perlu dilakukan percobaan lanjutan tentang dosis pemupukan pada bibit sagu di pembibitan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian tentang media tanam yang baik untuk pembibitan sagu sistem polibag.
DAFTAR PUSTAKA Agromedia, 2007. Petunjuk Pemupukan. Agromedia Pustaka. Jakarta. 100 hal. Amarilis, S. 2009. Aspek Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) PT National Timber and Forest Produck UNIT HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. 75 hal. Andany, R.K. 2009. Pengelolaan Jumlah Anakan Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product UNIT HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. 62 hal. Ando, H., Hirabayashi, D. Kakuda, K. Watanabe, F.S. Jong, and B.H Puruwanti. 2007. Effect of chemical fertilization application on the growth and nutrient contents in leaflet of sago palm at rosette stage. Jurnal Tropical Agronomi. 51 (3): 102-108. Asmara, A. 2005. Pengelolaan Tanaman Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau, dengan Studi Kasus Pembibitan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 57 hal. Auri, J.P. 1996. Pertumbuhan vegetatif Metroxylon rumphii Mart. pada tiga tanah tempat tumbuh. Paratropika Jurnal Penelitian Kehutanan III (1): 1-6. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007. Tanaman sagu sebagai sumber energi alternatif. Warta Penelitian dan Pertanian 29 (4):3-4. Bintoro, H. M. H., H. M. Y. J. Purwanto, dan S. Amarilis. 2010. Sagu di Lahan Gambut. IPB Press. Bogor. 169 hal. Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal. Bintoro, M.H., A.T. Maryani, N. Sugiyama, and K. Saitoh. 2001. Sago waste residue as an alternative herbicide in a field of pepper (Piper nigrum) and its effect on pepper growth p 127-132. in The International Symposium on Sago: New Frontiers of Sago Palm Studies. K. Kainuma, M.Okazaki, Y.Toyota, and J.E. Cecil (Eds). Universal Academy Press. Tsukuba. BPS. 2010. Statistik Indonesia.Statistical Yearbook of Indonesia 2010. Badan Pusat Statistik RI. Jakarta. Darajat, S. 2006. Konversi lahan gambut dan perubahan iklim. Republika. www.republika.co.id/koran_detail.asp?id. [ 12 agustus 2011]
55
Dewi, R.K. 2009. Pengelolaan Sagu (Metroxylon spp.) Khususnya Aspek Pemupukan di PT. National Timber and Forest Product, Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. 65 hal. Djoefrie, H.M.H.B. 1999. Pemberdayaan Tanaman Sagu sebagai Penghasil Bahan Pangan Alternatif dan Bahan Baku Agroindustri yang Potensial dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 11 September 1999. 69 hal. Fauzan, A. H . 2010. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan Bukan Kayu. PT. National Sago Prima. Riau. 104 hal. Flach, M. 1997. Sago Palm. Metroxylon sagu Rottb. Promoting the conservation and used of underutilized and neglated corps. 13. IPGRI. Rome. Italy. Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. 140 hal. Irawan, A.F. 2010. Agro-physiological Studies on the Early Establisment of Suckers and Seedling in Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.). Disertasi. The United Graduate School. Of Agricultural Sciences Ehime University. Japan. 213 p. Jong, F.S. 2007. The Commercial Potentials of Sago Palm and Methods of Commercials Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.) Plantation Establisment. Prosiding Lokakarya Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal 51-62. Josue,A.R., and M. Okazaki. 2001. Sago cultivation in Nothern Mindanao, Philippines p.43-50. in The International Symposium on Sago: New Frontiers of Sago Palm Studies. K. Kainuma, M.Okazaki, Y.Toyota, and J.E. Cecil (Eds). Universal Academy Press. Tsukuba. Kakuda, K., A. Watanabe, H. Ando, and F.S. Jong. 2005. Effect of fertilizer application on the root and aboveground biomass of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) cultivated in peat soil. Japan. J.Trop. Agr. 49 (4): 264-269. Kanro, M.Z., A.Rouw, A.Widjono, Syamsuddin, Amisnaipa, dan Atekan. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaataanya di propinsi Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3).116-124. Kueh HS 1995. The effect of soil applied NPK fertilizers on the growth of the sago palm (Metroxylon sagu, rottb.) on undrained deep peat. Acta Horticultura. 22:19-29. Kurnia, F. 1991. Seminar Penelitian dan Pengembangan Sagu, Sukun, Aren, dan Peta Pewilayahan Sengon: Pengusahaan Sagu di Indonesia.
56
Lina, S.B., M. Okazaki, D.S. Kimura, Y. Yano, K. Yonebayashi, M. Igura, M.A. Quevedo, and A.B. Loreto. 2009. Nitrogen uptake by sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) in the early growth stages. Soil Science and Plant Nutrition. 55: 144-123. Mattjik, A.A. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press. Bogor. 282 hal. Maulana, A. 2011. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau: Seleksi Bibit Sagu Berdasarkan Jenis, Tinggi Pohon Induk, dan Bobot Bibit Sagu terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu di Persemaian. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Bogor. 81 hal. Miyazaki, A., Y. Yamamo, K . Omori, H. Pranamuda, R.S. Gusti, Y.B. Pasolon, J. Limbongan. 2007. Leaf photosynthetic rate in sago palms (Metroxylon sagu Rottb.) grown under field conditions in Indonesia. Jpn. J. Trop. Agr. 51(2): 54-58. Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik: Cair & Padat, Pembuatan, Aplikasi. Trubus.Jakarta. Notohadiprawiro,T. dan J.E. Louhenapessy. 2006. Potensi Sagu dalam Penganekaragaman Bahan Pangan Pokok Ditinjau Dari Persyaratan Lahan. http://www.google.co.id. [16 Maret 2010]. Omori, K.,Y Yamamoto. F.S Jong., T Wenston., A Yiyazaki. And T. Yosida. 2002. Change in some characteristics of sago palm sucker growth in water and after transplanting. P.265-270 in The International Symposium on Sago: New Frontiers of Sago Palm Studies. K. Kainuma, M.Okazaki, Y.Toyota, and J.E. Cecil (Eds). Universal Academy Press. Tsukuba. Purwanto, B.H. K. Kakuda, and H.Ando. 2001. The contents of leaf nutriens for sago palms of soils in coastal lowland areas at different distances from the sea p.255-259. in The International Symposium on Sago: New Frontiers of Sago Palm Studies. K. Kainuma, M.Okazaki, Y.Toyota, and J.E. Cecil (Eds). Universal Academy Press. Tsukuba. Rostiwati, T. Potensi 1995. Permudaan dan Kemampuan Hidup Anakan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Beberapa Intensitas Cahaya dan Konsentrasi Hormon IBA (di Persemaian PT. Inhutani I KAO, Maluku Utara). Tesis. Program Pascasarjana IPB. 94 hal. Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. (diterjemahkan dari Plant Physiology, 4th Edition, penerjemah: D.R. Lukman dan Sumaryono). ITB. Bandung.173 hal. Schuiling, D.L. 2009. Growth and Develpoment of True Sago Palm. (Metroxylon sagu Rottb.): with special reference to accumulation of starch in the trunk. Tesis. Wageningen University. 245 p.
57
Schuiling, D.L. and M. Flach. 1985. Guidenies for The Cultivation of Sago Palm. Dep. of Trop. Crop. Sci. Agri .Univ. Wageningen. The Netherlands. 34 p. Wahid, A.S. 1987. Pengaruh Besar Anakan, Naungan, dan Penyimpanan terhadap Keberhasilan Bibit Sagu (Metroxylon sagu Rottb.). Tesis. Fakultas Pascasrjana IPB. 76 hal. Wibisono, M.A. 2011. Pengelolaan Sagu (Metroxyoln sagu rottb.) di PT.National Sago Prima, Kab. Kepulauan Meranti, Riau dengan Studi Kasus Pengaruh Teknik Pembibitan dan Jenis Tanaman Induk Terhadap Pertumbuhan Bibit Sagu. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 67 hal.
57
LAMPIRAN
58
1. Peta Wilayah Kerja PT. National Sago Prima
59
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. National Sago Prima General Manager
R&D
Manager Estate/
Supply Logistic Technical Support
---------------
Asisten Divisi 1
Asisten Divisi 2
Kepala Tata
Asisten Divisi 3
Asisten Divisi 4
External Relations Asisten
Kerani
Kerani
Kerani
Kerani
Mandor
Mandor
Mandor
Mandor
Pengawas
Pengawas
Pengawas
Pengawas
-------- = garis koordinasi = garis komando
Accounting Umum Security Gudang Administratu
60
Lampiran 3. Layout Percobaan
U
Ket:
Ulangan 3
Ulangan 1
Ulangan 2
B1P1
B3P4
B3P1
B1P4
B3P2
B3P2
B1P3
B3P1
B3P3
B1P2
B3P3
B3P4
B2P1
B2P1
B1P1
B2P2
B2P2
B1P3
B2P4
B2P4
B1P2
B2P3
B2P3
B1P4
B3P2
B1P2
B2P1
B3P4
B1P1
B2P2
B3P1
B1P4
B2P4
B3P3
B1P3
B2P3
B1: Bobot Bibit 50x<200 g
P1: Tanpa Pemberian POC
B2: Bobot Bibit 200x<500 g
P2: Pemberian POC 2 ml/l
B3: Bobot Bibit 500x800 g
P3: Pemberian POC 5 ml/l P4: Pemberian POC 8 ml/l
61
Lampiran 4. Tabel Rata-Rata Curah Hujan Dan Hari Hujan Di Kabupaten Bengkalis Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Jumlah Curah hujan Jumlah Hari Hujan 21 4 Januari 51 1 Februari 180 10 Maret 270 9 April 88 6 Mei 38 3 Juni 25 2 Juli 84 4 Agustus 75 5 September 125 5 Oktober 252 9 Nopember 200 7 Desember 1409 65 Rata-Rata 2008 2 290 150 Rata-Rata 2007 Sumber: Stasiun Meteorologi dan Geofisika Wilayah Selat Panjang Tahun 2008
62
Lampiran 5. Rata-Rata Suhu Udara pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008
No
Bulan
1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 Nopember 12 Desember Tahun 2008 Tahun 2007
Rata-Rata Kelembaban Maksimum Minimum Relatif (%)
Suhu Udara (oC) RataRata 25.50 25.90 26.00 26.40 26.40 26.50 26.50 26.00 25.90 26.10 26.10 25.60 26.08 26.60
30.20 31.00 31.00 32.20 32.10 32.20 32.10 31.20 31.70 31.90 31.40 30.00 31.42 32.60
25.40 18.90 22.00 22.10 21.50 22.90 22.40 21.90 22.60 22.10 22.80 22.50 22.26 22.10
88.00 81.00 87.00 85.00 86.00 84.00 82.00 85.00 84.00 86.00 84.00 88.00 85.00 85.40
63
Lampiran 6. Rata-Rata Kecepatan Angin pada Stasiun Japura-Rengat Tahun 2008 Angin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Tahun 2008 Tahun 2007
Kecepatan Angin (knot) 5.00 5.00 4.00 6.00 6.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.50 5.00
Kecepatan Terbesar (knot) 8.00 8.00 7.00 7.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 7.00 6.00 6.00 6.58 14.00
64
Lampiran 7. Kandungan Pupuk Organik Cair No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nutrisi N P2O5 K Ca S Mg Cl Mn Cu Zn Na B
kandungan 0.12 0.03 0.31 60.4 0.12 16.88 0.29 2.46 <0.03 4.71 0.15 60.84
Satuan % % % ppm % ppm % ppm ppm ppm % ppm
No 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
13
Si
0.01
%
27
14
Co
<0.05
ppm
Nutrisi Al NaCl Se As Cr Mo V SO4 C/N pH Lemak Protein Asam Organik
kandungan Satuan 6.38 ppm 0.98 % 0.11 ppm 0.11 ppm <0.06 ppm <0.2 ppm <0.04 ppm 0.35 % 0.86 % 7.5 0.44 % 0.72 % 0.01
%
65
Lampiran 7. Sifat Kimia dan Kadar Unsur Hara Utama (% Bobot) Lahan Gambut (0.5-30.0 cm ) Riau, Sumatera. Kelas Ketebalan Dangkal (0.5-1 m) Tengahan (1-2 m) Dalam (2-3 m) Sangat Dalam (>3 m)
PH
pH
N
P
K
Ca
Abu
(H2O)
(KCl)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
COrganik (%)
4.28
2.66
1.13
0.05
0.13
0.13
14.56
49.8
3.8
2.63
1.76
0.06
0.06
0.22
11.94
52.76
3.77
2.53
1.94
0.07
0.06
0.27
11.72
52.14
3.64
2.57
1.98
0.06
0.06
0.16
4.85
54.11
66
Lampiran 9. Sidik Ragam Persentase Hidup Bibit SK Ulangan Bobot Bobot*ul poc Bobot*POC Galat Total
DB
JK 2 374.690 2 1130.250 4 701.234 3 168.827 6 333.950 18 538.889 35 3247.839
Ulangan Bobot bobot*ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 4 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 4 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC
2 2 4 3 6
4
79.630 3105.560 1025.925 41.975 415.430 1220.370 5888.890
KT
F Hitung
Pf > F Hitung
KK (%)
0 MSA 187.350 565.120 175.308 56.275 55.650 29.938
6.260 0.0086** 18.880 <0.0001** 5.860 1.880 0.169tn 1.860 0.144tn
6.470
1 MSA 39.820 1552.780 256.481 13.992 69.238 67.798
0.590 0.5662tn 22.900 <0.0001** 3.780 0.210 0.891tn 1.020 0.443tn
11.950
0.410 15.010 3.520 0.380 0.460
0.668tn 0.0001**
16.893
0.080 12.200 2.990 0.270 0.340
0.924tn 0.004**
1.310 12.120 3.990 0.550 1.240
0.293tn 0.0005**
2 MSA 85.802 42.900 3122.839 1561.420 1464.197 366.049 118.518 39.510 287.037 47.839 1872.220 104.012 6950.620 3 MSA 19.135 9.570 2974.690 1487.345 1460.493 365.123 100.000 33.330 250.000 41.667 2194.444 121.913 6998.765 4 MSA 248.760 124.380 2296.910 1148.450 1512.345 378.086 155.560 51.850 705.560 117.590
0.7687tn 0.828tn
22.001
0.843tn 0.905tn
0.656tn 0.332tn
22.854
67
Galat Total
18 1705.556 35 6624.690
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 4 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 4 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*ul POC Bobot*POC Galat Total
2 2 4 3 6 18 35
Ulangan Bobot Bobot*Ul POC Bobot*POC Galat
2 2 4 3 6 18
Total
35
94.753
5 MSA 389.506 194.753 2652.469 1326.230 1727.160 431.790 225.617 75.205 754.938 125.823 1616.667 89.814 7366.358 6 MSA 470.987 235.493 3430.246 1715.123 1638.271 409.567 223.148 74.382 727.777 121.296 1246.296 69.238 7736.728 7 MSA 501.851 250.925 3901.850 1950.925 1418.518 354.629 233.333 77.778 720.370 120.061 1457.407 80.967 8233.333 8 MSA 417.280 208.641 3632.098 1816.049 1588.271 397.068 143.210 47.736 530.864 88.477 1409.259 78.292 77720.9
2.170 14.770 4.810 0.840 1.400
0.143tn 0.0002**
23.637
0.4909tn 0.267tn
3.400 0.056tn 24.770 <0.0001** 5.920 1.070 0.3849tn 1.750 0.1663tn
22.983
3.100 0.096tn 24.100 <0.0001** 4.380 0.960 0.433tn 1.480 0.2396tn
26.552
2.660 0.096tn 23.200 <0.0001**
28.106
5.07
0.610 1.130
0.617tn 0.385tn
68
Lampiran 10. Glossary Abut
: Anakan sagu yang dipisahkan dari induknya
Banir
: Rhizome bibit sagu yang digunakan sebagai cadangan makanan selama persemaian
Fase nyorong : Fase masak tebang dengan ditandai memendeknya daun sagu dan putus duri Golek
: Pengangkutan tual dari kebun dengan mengeluarkan tual dari kebun ke pinggir kanal
Kiau
: Alat pengangkut tual
Sampiang
: Dua batang kayu yang diletakkan secara bersilangan pada bibit yang digunakan sebagai penyangga bibit saat penanaman
Tual
: Potongan batang sagu yang berukuran 42 inchi (105 cm)