II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai ”the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes” atau segala macam aktivitas dari manusia yang melakukan perjalanan dan menetap di sebuah tempat selain lingkungan tempat hidupnya selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan mengisi waktu senggang, bisnis dan atau keperluan lainnya. Definisi wisata menurut Swabrooke et al., 2003 adalah “Tourism can be defined as the theories and practice of travelling and visiting places for leisure related purpose” atau pariwisata dapat diartikan sebagai teori dan praktek dari perjalanan mengunjungi obyek-obyek tertentu untuk mendapatkan kesenangan. UU nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sehingga berdasarkan definisi diatas dapat diartikan bahwa seluruh jenis perjalanan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai wisata apabila dalam melakukan perjalanan tersebut seseorang mendapatkan kesenangan. Secara relasional, pariwisata merupakan hubungan antara obyek dan manusia. Obyek memberikan sesuatu yang dapat mengakibatkan manusia terpuaskan hasrat keinginannya, manusia akan memberikan sesuatu pula terhadap obyek tersebut. Berdasarkan pengertian diatas maka pariwisata mempunyai ciri-ciri (1) pelaku (individu atau kelompok), (2) yang melakukan perjalanan, (3) bersifat sementara, (4) untuk mencari kebahagian, kepuasaan atau kenikmatan. Sehingga, secara kontekstual, perjalanan yang dilakukan manusia dari tempat asal menuju tempattempat yang disukai dalam waktu sementara dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang identik dengan kegiatan wisata.
Prima Jiwa Osly/A353060101
6
Potensi dan Pasar Wisata Kriteria Penilaian Potensi Skala perencanaan untuk wisata dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu: (1) skala situs (site scale); (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale); dan (3) skala regional (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya dalam satu propinsi. Metode yang sering diterapkan dalam perencanaan wilayah wisata yaitu mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi situs atau wilayah dan mengukur potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri dari atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menampilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan. Kriteria penilaian potensi obyek wisata bersifat obyektif yang berarti heterogenitas wilayah akan menentukan obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan pada wilayahnya masing-masing. Kriteria-kriteria penilaian potensi obyek wisata ini dikembangkan oleh para ahli dengan penelitian dan studi kasus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah yang dikembangkan oleh Coppock et al. (1971), Swarbrooke et al. (2003), White (2004) dan Erik and Usul (2004). Coppock et al. (1971) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktorfaktor bentang alam, air dan pemandangan yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Penelitian yang dilakukan menghasilkan obyek-obyek wisata yang didasarkan atas faktor-faktor tersebut. Faktor bentang lahan diperuntukkan bagi aktivitas wisata (1) berkemah, karavan, dan piknik
(2) berkuda dengan
kelengkapan untuk jalur-jalur jalan dan pengekang kuda; (3) Hiking atau jalanjalan, dengan kelengkapan jalur untuk jalan kaki; (4) menembak, semua wilayah dengan penilaian khusus olahraga menembak, dan (5) panjat tebing. Faktor
Prima Jiwa Osly/A353060101
7
bentangan air untuk (1) kegiatan memancing pada sungai, kanal dan danau/genangan air yang tidak ada polusi, (2) aktifitas olahraga air, dengan syarat air tidak terpolusi, panjang minimal satu kilometer, lebar 200 meter dan atau luas 20 hektar; (3) Rekreasi pendidikan yang berorientasi ke air, dan (4) aktivitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Faktor pemandangan alam dapat ditambahkan kedalam kedua faktor diatas sebagai faktor pendukung atau menjadi obyek wisata tersendiri yaitu obyek wisata pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut). Plato lebih dari 1.500 meter dpl, bukit 500 sampai dengan 1.500 meter dpl, pegunungan lebih dari 2.000 meter dpl. Swarbrooke et al. (2003) mengadakan studi kasus terhadap potensi wisata yang ada diseluruh dunia antara lain Maroko, Afrika Selatan dan Namibia untuk Benua Afrika, Inggris, Spanyol dan Norwegia untuk Benua Eropa, Florida untuk Benua Amerika, Vietnam dan Thailand untuk Benua Asia serta New Zealand untuk Benua Australia. Studi kasus yang dilakukan adalah untuk menentukan potensi wisata, segmentasi pasar dan prospek pengembangan jenis wisata. White (2004) menentukan kriteria-kriteria penilaian potensi untuk jenis wisata alam yang berada di perkotaan. Wisata alam yang dikembangkan adalah taman kota dan Education Center. Erkin and Usul (2007) mengadakan kajian mengenai lokasi-lokasi yang cocok untuk obyek-obyek wisata alam antara lain camping, biking, caravan dan grass skiing. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan elevasi, pola ruang, pola network dan pemandangan.
Analisis yang dilakukan
menggunakan overlay (tumpang tindih) data-data Russian Topograhic Maps, LANDSAT Image, RADAR Image dan IKONOS Image. Segmentasi Pasar Dalam menghubungkan antara konsep atau teori mengenai aktivitas dan fasilitas wisata serta pengalaman berwisata pengunjung diperlukan sebuah konsep atau teori yang menjelaskan keberadaan dari pengunjung tersebut yang terkait dengan konsep pasar. Konsep ini berguna dalam menganalisa kebutuhan wisatawan atau pengunjung pada suatu destinasi. Konsep pasar merupakan alat untuk menemukenali karakteristik wisatawan atau pengunjung, karena dengan mengenali karakteristiknya dapat diketahui tanggapan dari wisatawan atau
Prima Jiwa Osly/A353060101
8
pengunjung ketika beraktivitas wisata dan menggunakan fasilitas wisata. Mill and Morrison (1992) menyatakan bahwa pembagian golongan pasar (Market Segmentation) didefinisikan sebagai proses dari manusia yang memiliki kesamaan kebutuhan, keinginan dan karakteristik berkumpul bersama sehingga membentuk sebuah organisasi yang dapat menggunakan ketelitian tinggi dalam melayani dan berkomunikasi dan memilih sebagai pengguna. Secara garis besar, terdapat empat metode untuk menentukan pembagian golongan, yaitu : 1. Golongan berdasarkan demografi (Demographic Segmentation) yaitu sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang dapat terhitung seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dsb 2. Golongan berdasarkan geografi (Geographic Segmentation) yaitu memperhitungkan pasar kedalam lokasi yang secara geografis berbeda seperti negara, provinsi, kota, kabupaten dsb 3. Golongan berdasarkan psikografis (Psychographic Segmentation) yaitu kelompok orang yang memiliki kepribadian dan gaya hidup seperti kesamaan gaya hidup, hobi, aktivitas dsb 4. Golongan berdasarkan kelakuan (Behaviour Segmentation) yaitu menggolongkan pasar kedalam sebuah kumpulan yang faktanya memiliki kebiasaan membeli dan memilih seperti petualang akhir pekan, pelanggan yang royal, pencari keuntungan dsb
Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept) Kawasan pariwisata adalah kawasan yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pembangunan kawasan pariwisata tidak mengurangi areal tanah pertanian dan dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam warisan budaya. Erkin and Usul (2007) menyatakan bahwa kawasan pariwisata pada negara-negara berkembang biasanya adalah kawasan-kawasan yang tidak berkembang namun memiliki keindahan panorama dan ekosistem yang beragam. Saat ini, pariwisata selalu mendapatkan porsi besar dalam perencanaan pengembangan kota dan wilayah karena sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor penting dalam
Prima Jiwa Osly/A353060101
9
ekonomi. Namun pengembangan yang diharapkan adalah pengembangan kawasan yang tidak merusak ekosistem. Untuk dapat mengembangkan sebuah kawasan wisata maka diperlukan sebuah konsep dasar yang dapat menentukan batasan penggunaan lahan untuk kepentingan wisatawan dan penggunaan lahan untuk optimalisasi sumberdaya pariwisata. Konsep tersebut dikenal sebagai Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept).
Caneday and Farris (2005) menyatakan Konsep Daya
Dukung (Carrying Capacity) adalah sebuah konsep yang lahir pada bidang pertanian dan pengelolaan taman margasatwa. Konsep daya dukung ini dikenal sebagai cara untuk mendefinisikan jumlah dan tipe binatang yang dapat di dukung oleh lingkungannya (habitat). Dalam konteks diatas, daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum dan kepadatan dari binatang pada luas lahan tertentu yang dapat mendukung kehidupannya tanpa merusak ekosistem. Pada tahun 1964, J.A. Wagar dalam
The Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation
memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal sebagai Daya Dukung Rekreasi (Recreational Carrying Capacity) yang merupakan penerapan dari prinsip teori diatas kedalam sebuah kawasan rekreasi. Diantara prinsip tersebut adalah : (1) pengkarakteristikan daya dukung berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat pada sebuah lokasi yang dapat ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu nilai yang tetap, (2) Daya dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari manusia dan hanya dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan pengelolaan, (3) Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan melakukan tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan pengelolaan komunitas. Berdasarkan hal diatas maka dalam kawasan wisata, Konsep Daya Dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimal dari sejumlah orang yang dapat menggunakan sebuah kawasan tanpa adanya perubahan yang tidak dapat diterima terhadap kondisi lingkungan dan tanpa penurunan yang tidak dapat diterima terhadap kualitas dari pengalaman yang akan didapat wisatawan. Konsep ini terdiri atas beberapa kriteria, yaitu : a. Fisik, berhubungan dengan
jumlah lahan yang tersedia, yang cocok
untuk fasilitas, termasuk batas kapasitas dari fasilitas tersebut.
Prima Jiwa Osly/A353060101
10
b. Psikologis, persepsi wisatawan terhadap kawasan yang dinilai dari tingkat kepuasan wisatawan. c. Biologis, kapasitas biologis dari suatu tempat bila kerusakan lingkungan terjadi. d. Sosial, pemikiran dari daya dukung sosial didasarkan pada community based tourism planning (perencanaan pariwisata berbasis komunitas) dan sustainability (keberlanjutan) yang mana mencoba untuk mendefinisikan level pengembangan agar dapat diterima masyarakat lokal dan pengusaha. e. Ekonomi, keuntungan ekonomi yang dapat diterima. f. Infrastruktur, manfaat prasarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan. Berdasarkan karakteristik dan jenis aktivitas, Konsep Daya Dukung dapat dibedakan menjadi 2 kategori analisis, yaitu : 1. Pertimbangan rekreasi, membedakan interaksi dari jenis menggunakan parameter (ukuran) seperti level penggunaan, tipe, variasi ruang dan sementara, tingkah laku pengguna, persepsi kualitas sumberdaya. 2. Pertimbangan ekologi, proses alam dan dampak manusia terhadap lingkungan, air, tanah, fauna dan lain-lain. Penggunaan
sebuah
kawasan
yang
melebihi
kapasitasnya
akan
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, dampak negatif dapat dikurangi dengan menerapkan beberapa metode sehingga keberlanjutan dapat dijaga. Tahapan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat over capacity tersebut adalah dengan cara, antara lain : 1. Membatasi akses, membatasi jumlah mobil parkir, mencegah akses dengan mobil masuk, pengenaan biaya yang tinggi dan lain-lain. 2. Membatasi fasilitas, membatasi pembangunan jalan yang tidak perlu, fasilitas akomodasi, dan lain-lain. 3. Membagi lahan kawasan wisata berdasarkan jenis aktivitas, memisahkan antara aktivitas yang tenang, jalan-jalan dan lain-lain. 4. Penjadwalan, menjadwalkan aktivitas wisatawan dalam waktu yang berbeda dalam sehari, seminggu, sebulan/setahun. 5. Mengembangkan kawasan wisata alternatif yang sejenis.
Prima Jiwa Osly/A353060101
11
Sarana dan Prasarana Wisata Dalam upaya memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan, lahirlah unsur baru yang perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan wisata yaitu unsur pelayanan. Persiapan atas jasa atau produk diharapkan sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Hal ini mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata (Wibowo, 2006). Menurut Gamal (1997) sarana wisata dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Sarana Pokok Kepariwisataan, yang terdiri atas Obyek wisata (keindahan alam, iklim, pemandangan, flora dan fauna,
hutan, landmark dsb) Atraksi wisata (festival, kesenian, pesta ritual, upacara keagamaan dsb) Fasilitas rekreasi dan olahraga (golf course, tennis court, pemandian,
kuda tunggangan dsb) 2. Sarana Pelengkap Pariwisata, yang terdiri atas Restoran, Prasarana umum (jalan raya, jembatan, listrik, telekomunikasi, dsb)
3. Sarana Penunjang Kepariwisataan, yang terdiri atas : Transportasi wisata (darat, laut dan udara), Biro perjalanan umum dan agen wisata, Sarana lainnya (nightclub, toko cinderamata, panti pijat dsb)
Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development) Wrenn and Douglas (1983) mendefinisikan Waterfront is interface between land and water. Pengertian interface diatas adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan daratan dan perairan Selain itu Wrenn and Douglas (1983) juga mengemukakan definisi Urban Waterfront yaitu suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, seperti misalnya lokasi di sekitar area sungai besar di kota metropolitan.. Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa
Prima Jiwa Osly/A353060101
12
kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Sedangkan Waterfront Development adalah konsep pengelolaan kawasan tepi air dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan air dan daratan. Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development). Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Berdasarkan fungsinya, Breen and Rigby (1996) menyatakan bahwa waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi
dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang
menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang
dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial,
reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Kriteria dan Aspek Perencanaan Prabudiantoro dalam Soesanti et al. (2006) menyatakan kriteria umum dari penataan dan pendesainan waterfront adalah : Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,
sungai, dan sebagainya).
Prima Jiwa Osly/A353060101
13
Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau
pariwisata. Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman,
industri, atau pelabuhan. Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal.
Dalam perencanaan kawasan tepi air terdapat dua aspek dominan, yaitu : 1. Aspek geografis, yaitu hal-hal menyangkut geografis kawasan yang akan menentukan jenis serta pola penggunaan kawasam tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah : Kondisi perairan (jenis, dimensi dan konfigurasi, pasang surut serta
keadaan air) Kondisi daratan (ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah dan
kepemilikan) Iklim (musim, temperature, angin dan curah hujan)
2. Aspek Perkotaan, merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas sebagai kota yang bersangkutan serta menetukan hubungan antara kawasan tepian air yang direncanakan dengan bagian kota terkait. Aspek ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut. Termasuk dalam
aspek ini adalah : Pemakai, penduduk sekitar yang tinggal, bekerja, berwisata atau
hanya sekedar memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik Sejarah dan budaya Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta
perencanaan sirkulasi di dalam kawasan Karakter visual, hal-hal yang akan memberi ciri pembeda kawasan.
Kedua aspek diatas menjadi penting untuk menciptakan suatu kawasan tepian air yang hidup dan dapat dinikmati
Prima Jiwa Osly/A353060101
14
Elemen Penting Perencanaan Waterfront Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan zona-zona fungsi, akses transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Menurut Wrenn and Douglas (1983), pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang merupakan proses pembentukan suatu area waterfront adalah sebagai berikut : Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu
dengan dibangunnya
beberapa sarana yang menunjang fungsi utama dari area waterfront. Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka
terjadilah perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan. Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa
sarana penunjang lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan, dan sebagainya. Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka
dibuatlah beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan membuat pemisah buatan yang memisahkan secara jelas fungsi fungsi yang ada pada site. Pola susunan massa dan ruang pada zona-zona yang berada di area waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront
merupakan
suatu
area
yang
menjadi
tempat
bertemu
dan
berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsifungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama tersebut atau berisi daerah permukiman penduduk. Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara
Prima Jiwa Osly/A353060101
15
zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Idealnya kedua sirkulasi tersebut mempunyai jumlah dan luas yang sama besarnya. Selain itu, penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan. Sedangkan penataan sirkulasi darat yang tidak berdekatan dengan area
perairan
mengakibatkan salah orientasi dan hilangnya citra dari waterfront itu sendiri. Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (D) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal.
Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront (Soesanti et al., 2006)
Ruang-ruang utama yang terbentuk dengan ukuran yang besar umumnya merupakan suatu area publik yang diletakkan berbatasan langsung dengan perairan
Perencanaan Tapak Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia. Mendesain sebuah tapak juga merupakan sebuah seni untuk menata fasilitas dalam tapak untuk mendukung pemenuhan kebutuhan akan aktivitas. Pemberian bentuk untuk
Prima Jiwa Osly/A353060101
16
sebuah tapak berguna untuk mengakomodasi fasilitas dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi pengguna tapak. Perencanaan tapak juga mengaplikasikan sistem buatan manusia (termasuk konstruksi) kedalam sebuah sistem lingkungan dan ekologi dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan yang akan dihadapi. Pengkajian perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia. Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang saling mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia merupakan bagian penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi persoalan ialah bagaimana mempertahankan keselarasan dan tidak melampaui kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu rancangan tapak yang baik akan meningkatkan kegiatan manusia disamping menonjolkan potensi tapak yang alami. Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta pola-pola perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua perspektif ini saling mrmpengaruhi. Seringkali dalam tata lingkungan terjadi pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik, transportasi, saluran pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan dan perancangan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak dengan berbagai sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan dan perancangan tapak meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan manusia, di perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan.
Proses Perencanaan Tapak Dalam perencanaan tapak diperlukan proses yang rasional dan kritis. Walaupun proses yang diperlihatkan disini tampaknya linear tapi dalam kenyataannya proses ini berulang. Contohnya, sekalipun klien menentukan
Prima Jiwa Osly/A353060101
17
sasaran atau tujuan pokok, hal ini dapat berubah sampai analisa tapak bangunan diselesaikan dengan diidentifikasikannya potensi-potensi tapak, kendala-kendala, dan disusunnya konsep-konsep rancangan. Secara bersamaan, analisa tapak baru dapat dilaksanakan sesudah sasaran atau tujuan pokok ditetapkan. Demikian pula analisa tapak dan pengembangan program sesuai
tujuan sampai penyusunan
konsep setelah alternatif terpilih berkaitan secara keseluruhan. Proses perencanaan tapak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses perencanaan tapak (Evelin, 2004)
Prima Jiwa Osly/A353060101
18
Analisa Program Pengembangan program didasarkan atas pemahaman kebutuhan semua kelompok sehubungan dengan kegiatan yang akan disesuaikan (syarat-syarat ruang dalam dan luar), dan hubungan ruang dan waktu antara kegiatan-kegiatan dan prasarana dan sarana fisik (jalan setapak, jalan lingkungan dan jalan raya) yang diperlukan guna menyusun program pengembangan ini. Proses pemrograman tapak proyek merupakan dasar dari pemrograman arsitektur – yang meliputi penentuan secara sistematis pola kegiatan yang dikehendaki dan tanggapan fisik atau fungsional terhadap pola-pola itu. Pola-pola program dianalisa dan disajikan dalam bentuk diagram hubungan program dan dikembangkan serta diperinci dalam matriks hubungan program ruang bersamaan dengan analisa tapak dan lingkungan.
Analisa Tapak Analisa tapak merupakan sebuah proses pemahaman akan kualitas-kualitas tapak yang dimiliki, faktor-faktor yang menentukan suatu karakter tapak, maksud yang terkandung dalam tiap faktor, lokasi masing-masing faktor dan mengkategorikan tiap faktor kedalam proses perencanaan. Semua ruang, baik ruang dalam dan ruang luar, dirancang untuk menunjang satu atau beberapa kegiatan. Perilaku manusia yang merupakan suatu kegiatan spesifik akan mempengaruhi bentuk yang diwadahi oleh ruang. Sebaliknya, bentuk ruang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang ruang dan kemudian cara mereka memakainya. Jadi terdapat hubungan keseluruhan antara perilaku, persepsi, dan bentuk. Analisa dan rancangan tapak proyek terfokus pada hubungan-hubungan ini dalam tapak komunitas. Analisa terhadap tapak juga membutuhkan pemahaman terhadap kondisi dalam tapak (on site) dan luar tapak (off site). Analisa tapak membahas secara sistematis tiga konteks tersebut: 1. Konteks ruang tapak (faktor-faktor alami dan buatan) 2. Konteks perilaku (pola-pola kegiatan sosial dan ekonomis dari tapak dan konteks lingkungannya, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pembangunan tapak). 3. Konteks persepsi (persepsi manusia dan penggunaan ruang).
Prima Jiwa Osly/A353060101
19
Dengan mengacu pada ketiga konteks diatas, maka didapat aspek-aspek yang akan digunakan untuk melakukan analisa tapak. Aspek-aspek tersebut adalah (1) lokasi dan pemilihan tapak, (2)
pengaruh lingkungan sekitar tapak, (3) pencapaian
tapak, (4) sistem sirkulasi dalam tapak, (5) lansekap dan (6) pendaerahan atau zoning. Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka dapat ditentukan kriteria perencanaan tapak. Lokasi dan Pemilihan Tapak Beberapa kriteria penting untuk menentukan lokasi sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Pencapaian Kemudahan dalam pencapaian (dilalui kendaraan umum, dekat dengan jalan tol, dekat dengan fasilitas umum dan lainnya), baik dari dalam dan luar kota (pengunjung, pengelola dan pemasok barang) dapat memberikan nilai lebih pada kawasan. Selain itu, akan lebih baik apabila kawasan dapat dicapai dari segala arah dan sirkulasi arah lalu lintas yang memudahkan pencapaian serta kelancaran jalur sirkulasi dalam tapak kawasan. b. Ekonomi Berkaitan dengan status kepemilikan lahan. Dalam perhitungan ekonomi, lahan pada kawasan terbangun merupakan modal investasi. c. Tata Kota Pembangunan sebuah kawasan tidak dapat lepas dari tata ruang wilayah yang telah ditentukan. d. Aktivitas Penunjang Kedekatan terhadap sarana-sarana penunjang seperti pusat pasar, pusat permukiman dan sebagainya. e. Prasarana Ketersediaan prasarana listrik, air dan jaringan komunikasi Pengaruh Lingkungan Sekitar Tapak Beberapa kriteria penting untuk memperhitungkan pengaruh lingkungan sekitar terhadap sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Sirkulasi kendaraan diluar tapak
Prima Jiwa Osly/A353060101
20
Mencakup kriteria hirarki jalan sekitar kawasan, pedestrian dan median serta ruang terbuka b. Bangunan-bangunan penting disekitar tapak (landmark) Bangunan-bangunan yang telah berdiri sebelumnya dan biasanya berfungsi sebagai penanda daerah c. Peraturan Pemerintah Kriteria-kriteria yang telah ditentukan seperti KDB (Koefisien Dasar Bangunan), KLB (Koefisien Lantai Bangunan) dan GSB (Garis Sempadan Bangunan) Pencapaian Bagian ini membahas proses dan dasar pemikiran yang dipakai dan konsep awal yang telah dibuat sebelumnya dalam penentuan pencapaian kearah tapak yang telah dipilih beserta penentuan letak pintu-pintu masuk ke dalam tapak. Sistem Sirkulasi Dalam Tapak Beberapa kriteria penting untuk menentukan sistem sirkulasi dalam sebuah kawasan terbangun yaitu : a. Sirkulasi Pejalan Kaki dan Kendaraan Secara garis besar, terdapat 4 (empat) pola sirkulasi, yaitu pola lurus (grid atau straight), pola lengkung (curved), pola putaran (loop) dan pola buntu (culdesac). Penerapan pola sirkulasi yang tepat akan berpengaruh pada besaran persentase penggunaan lahan untuk jalan. Fungsi dari penyusunan sebuah sirkulasi dalam kawasan adalah : Mengurangi gangguan kendaraan bermotor terhadap unit dalam
kawasan Memisahkan jalan yang menampung volume lebih tinggi pada
kecepatan yang lebih tingi dari unit dalam kawasan Melipatgandakan kemudahan dan kenyaman dalam pencapaian
menuju masing-masing unit dalam kawasan b. Areal Parkir Lansekap Kriteria perancangan elemen luar tersebut meliputi elemen-elemen sebagai berikut:
Prima Jiwa Osly/A353060101
21
a. Pola Pedestrian way Pedestrian way membentuk prasarana penghubung yang penting dalam menghubungkan berbagai kegiatan yang berlangsung pada massa bangunan yang berbeda. Pedestrian way dirancang untuk mengarahkan pencapaian dan mempertimbangkan terbentuknya suasana estetis dengan penempatan titik-titik pusat perhatian. Jenis material, tekstur dan warna dipilih yang dapat mendukung karakter kegiatan , baik yang berkesan dinamis dan rekreatif. b. Pohon dan Tanaman Pemilihan tanaman sebagai elemen ruang luar mempertimbangkan karakter, jenis, bentuk, dan ketahanannya. Pohon dan tanaman di sini berfungsi sebagai : Pengaruh dan pembatas visual (barrier) Ditempatkan pada batas tapak, tepi jalan dan diantara massa
bangunan. Pemberi bayangan keteduhan (shelter) Ditempatkan pada sisi-sisi bangunan terutama dekat bukaan untuk
mengurangi kesilauan cahaya. Penyaring udara dan angin (filter) Ditempatkan pada daerah terbuka sebagai penghias dan penyaring
debu. c. Plaza Plaza atau ruang terbuka dibuat untuk mengikat massa-massa bangunan yang saling terpisah, dan difungsikan sebagai ruang komunikasi/relaksasi penghuninya Pendaerahan atau Zoning Kriteria untuk membentuk pendaerahan/zoning didasarkan pada: a. Derajat privasi dari pengguna kawasan. b. Derajat kepentingan dari kawasan ditinjau dari jenis kegiatan utama yang terjadi dalam kawasasn terbangun
Prima Jiwa Osly/A353060101
22
Berdasarkan kriteria yang ada maka penzonaan akan terbagi menjadi zona privat, zona semi publik dan zona publik. Masng-masing zona tersebut akan memiliki fungsi dan pembatasan tertentu. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al., 2003). Dalam literatur lain, sistem informasi geografis dapat didefinisikan sebagai kemampuan basis data relasional dalam memanipulasi data spasial (dalam bentuk peta digital) dan data atribut (kumpulan data yang terdiri dari abjad dan angka). Data spasial adalah data yang berasal dari peta yang memiliki koordinat dan tersimpan dalam file komputer, sedangkan data atribut adalah data yang dibuat berdasarkan hasil perekaman detail dari ciri-ciri atau benda-benda yang ditemukan dalam peta dan ciri-ciri tersebut memiliki referensi geografis pada lokasinya (McAdam, 1999). Salah
satu
masalah
mendasar
dalam perencanaan
pembangunan
kepariwisataan adalah kurangnya informasi dalam perencanaan penggunaan lahan untuk mengambil keputusan terhadap aset-aset pariwisata yang
dimiliki.
Aplikasi SIG dapat membantu menyelesaikan masalah mendasar diatas. SIG dapat menghasilkan tiga tipe informasi penting yaitu tourism resources maps, tourism use maps dan tourism capability maps. Ketiga informasi diatas dapat memberikan analisis, yaitu : 1. Identifikasi mengenai ketersediaan dan lokasi sumberdaya pariwisata. Hal ini dapat membantu perencana dan pengelola untuk menentukan kemampuan sebuah lokasi agar dapat mengkreasikan sebuah produk pariwisata baru (identifikasi kesesuaian lokasi untuk pariwisata), 2. Evaluasi pilihan penggunaan lahan. Hal ini dilakukan untuk identifikasi zona konflik dan atau komplementer dengan mempertimbangkan aksesibilitas, kondisi sumber daya air, keragaman margasatwa dsb, dan
Prima Jiwa Osly/A353060101
23
3.
Monitoring terhadap sumber daya pariwisata berkondisi kritis yang berasal dari salah perencanaan, pengambilan keputusan dan korelasinya dengan sektor lain.
Sehingga, aplikasi SIG dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan tidak hanya berfungsi sebagai sebagai alat perencanaan namun juga sebagai alat pengambil keputusan (Bahaire and Elliot-White, 1999). Kemampuan SIG dalam pariwisata dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata (Bahaire and Elliot-White, 1999) Kemampuan
Pertanyaan Mendasar Yang
Aplikasi Dalam
Funsional GIS
Dapat Diselesaikan Oleh SIG
Pariwisata
Pemasukan, Penyimpanan dan
Lokasi
Apa ?
Inventarisasi Potensi Wisata
Manipulasi Data
Identifikasi lokasi Pembuatan Peta
Kondisi
Dimana ?
yang paling cocok untuk pengembangan
Integrasi Database
Trend
dan Manajemen Quarry dan
Rute
Pencarian Data
Bagaimana
Menghitung dampak
perubahannya ?
pariwisata
Rute yang
Aliran/pengelolaan
paling bagus ?
pengunjung Analisis hubungan
Analisis Spasial
Pola
Bagaimana
yang berasosiasi
polanya ?
dengan pemanfaatan sumber daya
Model Spasial
Menilai dampak Pembangunan
Bagaimana jika
potensial dari
Model
…?
pengembangan
Pengambilan Keputusan
pariwisata
Buffer Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Tapak Terminologi Buffer seringkali digunakan dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan regulasi lingkungan, dan karena sangat penting dan dapat
Prima Jiwa Osly/A353060101
24
dimodelkan secara spasial, konsep-konsepnya sejak lama telah diadopsi dan diimplementasikan oleh hampir semua paket perangkat lunak SIG. Buffer, biasanya, dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial (atau yang dimodelkan secara spasial) yang bersangkutan (Prahasta, 2005). Dengan membuat Buffer , maka akan terbentuk suatu area, polygon atau zona baru yang menutupi (melindungi) obyek spasial (Buffered Object yang berupa obyek spasial titik, garis atau polygon) dengan jarak tertentu. Zona-zona Buffer ini digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu obyek terhadap obyek-obyek lain yang berada disekitarnya. Penggunaan tools Buffer Analysis ini sangat berguna dalam melihat daerah penyebaran pelayanan masing-masing bangunan pada sebuah tapak. Selain itu, penggunaan tools akan sangat membantu dalam pembuatan sirkulasi dalam kawasan. Buffer Analysis juga akan menghasilkan pembagian zona privat, semiprivat dan publik, sehingga pemanfaatan penggunaan lahan dan zona dapat maksimal.
Network Analysis Sebagai Tools Pendukung Perencanaan Rute Pengembangan daerah tujuan wisata didominasi oleh filosofi “promosi atraksi wisata dan fasilitas pelayanan yang terdapat pada lokasi wisata”. Sedangkan pengembangan jaringan transportasi diasumsikan akan mengikuti atau berkembang dengan sendirinya. Dengan alasan bahwa penyediaan fasilitas transpotasi merupakan milik bersama (common property), investasi jangka panjang dan urusan pemerintah, maka daerah-daerah tujuan wisata baru biasanya minim jaringan infrastruktur transportasi. Pada saat yang bersamaan dimana daya tarik kawasan dan tingkat pelayanan yang dibutuhkan semakin tinggi maka rute yang melayani komunitas akan dibutuhkan. Sehingga pengembangan yang tidak terencana ini akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan pengunjung suatu daerah/kawasan wisata terbangun tersebut. Pengembangan kawasan wisata seyogyanya dibarengi dengan perencanaan jaringan infrastruktur transportasi yang baik. Perencanaan jaringan transportasi tidak melulu pembangunan infrastruktur jaringan jalan, perancangan rute juga merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah diatas. Dalam SIG,
Prima Jiwa Osly/A353060101
25
perencanaan rute dapat dilakukan dengan menggunakan Analisa Jaringan (Network Analysis) sebagai Tools pendukungnya. Puntodewo et al. (2003) menyatakan bahwa analisa jaringan adalah tools yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan penggunaan jaringan geografis. Jaringan adalah bentuk garis-garis yang saling berhubungan.
Analisa jaringan dalam SIG
menggunakan asumsi dasar bahwa seluruh model pemilihan rute adalah pilihan “terbaik” manusia dalam melakukan perjalanan dari satu titik menuju titik lainnya. “Terbaik” ini dapat dihitung berdasarkan waktu tempuh perjalanan, biaya tempuh perjalanan dan kenyamanan dalam perjalanan. Dengan memasukkan kriteriakriteria “terbaik” tersebut maka perancangan rute yang dilakukan oleh SIG digharapkan dapat mengakomodir kebutuhan calan pengunjung kawasan akan jaringan transportasi menuju kawasan terbangun. Terdapat tiga tipe prinsip Network Analysis yaitu Jejak Jaringan, Rute Jaringan dan Alokasi Jaringan . Jejak Jaringan menetukan jalur-jalur khusus dalam jaringan. Pemberian kriteria terhadap
jalur khusus ini dilakukan oleh calon pengguna. Rute Jaringan
menetukan jalur yang paling optimal dalam sebuah jaringan lurus. Pemilihan rute ini berdsarkan atas beberapa kriteria seperti “jarak terpendek”, “rute tercepat”, “rute tak berbelok” dan “ biaya minimal”. Jalur yang dibuat dapat melalui antar dua titk atau beberapa titik yang dipilih. Alokasi Jaringan adalah analisis terhadap entitas geografis dan proses penentuan titik pusat optimum (Turk and Gumusay, 2002).
Prima Jiwa Osly/A353060101
26