FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FUNGSI PARU PADA SOPIR BUS TRAYEK MANADO – KAWANGKOAN DI TERMINAL KAROMBASAN FACTORS THAT ASSOCIATED WITH LUNG FUNCTION IN ROUTE BUS DRIVER MANADO - KAWANGKOAN AT KAROMBASAN BUS STATION Tito Sanger, Dolfie R. Mokoagouw, Paul A. T. Kawatu Bidang Minat Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRACT Background: The effects of air pollution on health can be viewed both fast and slow. The effects of air pollution can be found quickly on the results of epidemiological studies that show that there is a sudden increase in air pollution cases will also increase the number of cases of illness and death due to respiratory diseases. This study aims to determine the factors (age, years of work, smoking habits, nutritional status and exercise habits) that associated with lung function in Route Bus driver Manado - Manado Kawangkoan in Karombasan Bus Station. Method: This study used a cross-sectional design with analytical survey method.. Sampling was taken by nonrandom sampling, the method of accident sampling, where researchers took a sample size of 30 peoples. Data was collected through interviews to determine the characteristics of the respondents, the measurement of nutritional status using a measuring instrument of weight and height, whereas for the measurement of lung capacity by means of a spirometer. Data analysis was performed with Fisher's Exact test statistics and Pearson correlation with SPSS version 20 for Windows. Result: The results based on the results of statistical tests between age and lung function using the Pearson correlation test results showed r = 0.604 > 0.349 (table r) and p value = 0 <0.05. For statistical test results between periods of employment with lung function using Pearson correlation test showed r = 0.502> 0.349 (table r) p value = 0.005 <0.05. The results of the statistical test using Fisher's Exact test for the relationship between smoking and lung function showed p value = 0.255> 0.05. Respondents with smoking categories with impaired lung function was 44.4%, statistical test results using the Pearson correlation test for the relationship between nutritional status with lung function was r = 0.149 <0.349 (table r) and p value = 0.433> 0.05 . Statistical test results using Fisher's Exact test for the relationship between exercise habits with lung function is p value = 1.000> 0.05. Respondents with no exercise category with impaired lung function with a percentage of 40%. Conclusion: The existence of a significant correlation between age and time working with lung function. There is no relationship between smoking habits, nutritional status and exercise habits with lung function. It is expected that the bus driver route Manado - Kawangkoan Karombasan terminal to avoid factors - risk factors that can reduce lung function in the form of fumes and smoking habits. Keywords : Age, Work Period, Smoking Habit, Nutritional Status, Exercise Habit, Vital Lung Capacity
ABSTRAK Latar Belakang: Efek pencemaran udara terhadap kesehatan dapat dilihat baik secara cepat maupun secara lambat. Efek pencemaran udara secara cepat dapat dilihat pada hasil studi epidemiologi yang menunjukan bahwa adanya peningkatan mendadak kasus pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor (umur, masa bekerja, kebiasaan merokok, status gizi dan kebiasaan berolahraga) yang berhubungan dengan fungsi paru pada Sopir Bus Trayek Manado - Kawangkoan di Terminal Karombasan Manado. Desain Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan metode survei analitik. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random sampling, yaitu metode accident sampling, dimana peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 30 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara untuk mengetahui karakteristik responden, pengukuran status gizi menggunakan alat ukur berat badan dan tinggi badan, sedangkan untuk pengukuran kapasitas paru dengan alat spirometer. Analisis data dilakukan dengan pengujian statistik Fisher’s Exact dan korelasi Pearson dengan program SPSS version 20 for Windows. Hasil: Hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik antara umur dengan fungsi paru menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan hasil r = 0,604 > 0,349 (r tabel) dan p value = 0 < 0,05. Untuk hasil uji statistik antara masa bekerja dengan fungsi paru yang menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan r = 0,502 > 0,349 (r tabel) p value = 0,005 < 0,05. Hasil uji statistik menggunakan uji Fisher's Exact untuk hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi paru menunjukkan p value = 0,255 > 0,05. Responden dengan kategori merokok yang mengalami gangguan fungsi paru sebesar 44,4%, Hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson dengan untuk hubungan antara status gizi dengan fungsi paru adalah r = 0,149 < 0,349 (r tabel) dan p value = 0,433 > 0,05. Hasil Uji statistik menggunakan uji Fisher's Exact untuk hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan fungsi paru adalah p value = 1,000 > 0,05. Responden dengan kategori tidak berolahraga yang mengalami gangguan fungsi paru dengan presentase sebesar 40%. Kesimpulan: Adanya korelasi yang signifikan antara umur dan masa bekerja dengan fungsi paru. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok, status gizi dan kebiasaan berolahraga dengan fungsi paru. Disarankan para sopir bus trayek Manado – Kawangkoan di terminal Karombasan untuk menghindari faktor – faktor resiko yang dapat mengurangi fungsi paru berupa asap kendaraan dan kebiasaan merokok. Kata Kunci: Umur, Masa Bekerja, Kebiasaan Merokok, Status Gizi, Kebiasaan Berolahraga, Kapasitas Vital Paru
PENDAHULUAN Lingkungan kerja yang kurang baik dapat menyebabkan seorang pekerja mengalami stress dan kesehatannya menurun sehingga konsentrasi dan perhatiannya lenyap. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi resiko yang lebih besar dan akhirnya menimbulkan kecelakaan. (Harrington, 2003). Polusi udara merupakan faktor dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Dalam polusi udara tersebu juga terdapat partikulat debu yang berukuran kecil sehingga dapat masuk saluran pernapasan. Debu yang terhirup ke dalam paru – paru dapat mengurangi penggunaan optimal potensi alat pernapasan untuk mengambil oksigen dari udara (Suma’mur, 2009). Hasil pengamatan awal yang dilakukan peneliti di terminal Karombasan, sopir bis Angkutan Kota Dalam Provinsi rentan terhadap gangguan kapasitas vital paru karena sering terpapar dengan debu dan gas buang dari kendaraan bermotor yang ada di lingkungan kerja sopir bis. Hal ini ditambah dengan kebiasaan merokok pada kebanyakan sopir sehingga menambah paparan polusi udara yang mereka terima setiap hari. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Fungsi Paru pada Sopir Bis Trayek Manado - Kawangkoan di Terminal Karombasan Manado”. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Terminal Karombasan Manado pada bulan April - Juni 2013. Populasi adalah seluruh sopir angkutan bis trayek Manado – Kawangkoan yang ada di Terminal Karombasan Manado yang berjumlah 64 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random sampling, yaitu metode accident sampling, dimana peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 30 orang. Definisi Operasional: a. Umur Umur ialah lamanya hidup yang dihitung mulai dari tanggal lahir sampai pada saat wawancara dilakukan dalam satuan tahun. Skala yang dipakai adalah skala rasio. b. Masa Bekerja Masa bekerja adalah lamanya responden menjalani pekerjaan sebagai sopir angkutan bis dalam satuan tahun. Skala yang dipakai adalah skala rasio. c. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak merokok dan merokok. Merokok adalah aktifitas yang dilakukan responden dalam menghirup asap rokok yang dinyatakan dalam jumlah batang per hari sampai penelitian ini dilakukan. Tidak merokok adalah responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok serta responden yang sebelumnya memiliki kebiasaan merokok dan telah berhenti merokok dalam kurun waktu 1 bulan terakhir sampai penelitian ini dilakukan. Skala yang dipakai adalah skala nominal. d. Status Gizi Status gizi adalah keadaan fisik responden yang dinilai dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan nilai dari hasil perhitungan berat badan dalam kg dibagi
pangkat dua tinggi badan dalam meter. Pengukuran dilakukan satu kali pada saat penelitian. Skala yang dipakai adalah skala rasio. e. Kebiasaan Berolahraga Kebiasaan berolahraga adalah latihan fisik teratur yang dapat meningkatkan kemampuan kapasitas pernafasan pekerja. Dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak berolahraga dan berolahraga. Tidak berolahraga adalah reponden yang tidak memiliki kebiasaan berolahraga atau responden yang telah berhenti dari kebiasaan berolahraga dalam kurun waktu 1 bulan terakhir sampai pada penelitian ini dilakukan. Skala yang dipakai adalah skala nominal. f. Fungsi Paru Fungsi paru yang akan dimaksud untuk diukur dalam penelitian ini adalah kapasitas vital paru. Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum yang dapat dikeluarkan dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Nilai Presentase dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur spirometer untuk mengetahui nilai FEV1 dan FVC yang kemudian dihitung menggunakan rumus FEV1/FVC dengan kemungkinan hasil normal jika nilai presentase ≥ 75% dan adanya gangguan (ringan, sedang, berat) jika nilai presentase < 75%. Skala yang dipakai adalah skala nominal dan rasio. PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data disesuaikan dengan jenis data sebagai beerikut : a. Data Primer Data primer diperoleh dengan cara pengukuran kapasitas vital paru menggunakan alat Spirometer dan pengukuran umur, masa bekerja, kebiasaan merokok, status gizi dan kebiasaan berolahraga menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Utara meliputi jumlah total sopir trayek Manado – Kawangkoan dan gambaran secara umum terminal. Analisis Data Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik Fisher's Exact dan uji statistik korelasi Pearson pada program SPSS 20. Uji statistik Fisher’s Exact digunakan untuk menguji hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi paru dan hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan fungsi paru. Untuk uji statistik korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan antara umur dengan fungsi paru, hubungan antara masa bekerja dengan fungsi paru dan hubungan antara status gizi dengan fungsi paru.
HASIL Tabel 1 Distribusi Sampel Menurut Umur No. Persentase Umur Jumlah 1 16.7% 20 – 30 5 2 46.7% 31 – 40 14 3 23.3% 41 – 50 7 4 13.3% > 50 4 100% Total 30 Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki umur 20-30 tahun sebanyak 5 orang dengan presentase sebesar 16,7%, responden yang memiliki umur 31-40 tahun sebanyak 14 orang dengan presentase 46,7%, responden yang memiliki umur 41-50 tahun sebanyak 7 orang dengan presentase sebesar 23,3% dan responden yang memiliki umur >50 tahun sebanyak 4 orang dengan presentase sebesar 13,3%. Rata - rata umur responden dalam penelitian ini adalah 39 tahun. Untuk umur termuda responden dalam penelitian ini adalah 20 tahun dan umur tertua adalah 63 tahun. Tabel 2 Distribusi Sampel Menurut Masa bekerja No. Persentase Masa bekerja Jumlah 1 16.7% <5 Tahun 5 2 10% 5-10 Tahun 3 3 50% 11-20 Tahun 15 4 16.7% 21-30 Tahun 5 5 6.6% > 30 Tahun 2 100% Jumlah 30 Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki masa bekerja <5 tahun sebanyak 5 orang dengan presentase sebesar 16,7%, responden yang memiliki masa bekerja 5-10 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase 10%, responden yang memiliki masa bekerja 11-20 tahun sebanyak 15 orang dengan presentase sebesar 50%, responden yang memiliki masa bekerja 21-30 tahun sebanyak 5 orang dengan presentase sebesar 16,7% dan responden yang memiliki masa bekerja >30 tahun sebanyak 2 orang dengan presentase sebesar 6,6%. Rata - rata masa bekerja responden dalam penelitian ini adalah 17 tahun. Untuk masa bekerja terendah responden dalam penelitian ini adalah 3 tahun dan masa bekerja tertinggi adalah 40 tahun. Tabel 3 Distribusi Sampel Menurut Lama kerja No. Persentase Lama kerja Jumlah 1 90% ≤ 8 jam 27 2 10% > 8 jam 3 100% Total 30 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa responden dengan lama kerja ≤ 8 jam selama sehari sebanyak 27 orang dengan presentase sebesar 90% dan responden dengan lama kerja >8 jam sehari sebanyak 3 orang dengan presentase sebesar 10%. Rata - rata lama kerja responden dalam
penelitian ini adalah 4 jam sehari. Untuk lama kerja terendah responden dalam penelitian ini adalah 2 jam dan lama kerja tertinggi adalah 13 jam. Tabel 4 Distribusi Sampel Menurut Kebiasaan Merokok No. Persentase Kebiasaan Merokok Jumlah 1 90% Merokok 27 2 10% Tidak Merokok 3 100% Total 30 Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 27 orang dengan presentase sebesar 90% dan responden yang memiliki kebiasaan tidak merokok sebanyak 3 orang dengan presentase sebesar 10%. Tabel 5 Distribusi Sampel Menurut Status Gizi No. Persentase Status Gizi Jumlah 1 10% Kurang 3 2 50% Normal 15 3 40% Lebih 12 100% Total 30 Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki status gizi kurang sebanyak 3 orang dengan presentase sebesar 10%, responden yang memiliki status gizi normal sebanyak 15 orang dengan presentase sebesar 50% dan responden yang memiliki status gizi lebih sebanyak 12 orang dengan presentase sebesar 40%. Tabel 6 Distribusi Sampel Menurut Kebiasaan Berolahraga No. Persentase Kebiasaan Berolahraga Jumlah 1 83% Berolahraga 25 2 17% Tidak Berolahraga 5 100% Total 30 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kebiasaan berolahraga sebanyak 25 orang dengan presentase sebesar 83% dan responden yang memiliki kebiasaan tidak berolahraga sebanyak 5 orang dengan presentase sebesar 17%. Tabel 7 Distribusi Sampel Menurut Kapasitas Vital Paru No. Persentase Kapasitas Vital Paru Jumlah 1 30% Normal 9 2 40% Ringan 12 3 27% Sedang 8 4 3.3% Berat 1 100% Total 30 Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki kapasitas vital paru normal sebanyak 9 orang dengan presentase sebesar 30% sedangkan yang lainnya mengalami gangguan terbagi atas tiga, yaitu responden yang memiliki gangguan tingkat ringan pada kapasitas vital paru sebanyak 12 orang dengan presentase 40%, responden yang memiliki gangguan tingkat
sedang pada kapasitas vital paru sebanyak 8 orang dengan presentase 27% dan responden yang memiliki gangguan tingkat berat pada kapasitass vital paru sebanyak 1 orang dengan presentase 3.1%. Tabel 8 Hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru Variabel Kekuatan Korelasi (r) Bebas Terikat Umur
Kapasitas Vital Paru
P Value
0,604
0,000
Hasil penelitian berdasarkan tabel 8 menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,604 > 0,349 (r tabel) dan p value = 0 < 0,05. Tabel 9 Hubungan antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru Variabel Kekuatan Korelasi (r) Bebas Terikat Masa Bekerja
Kapasitas Vital Paru
P Value
0,502
0,005
Hasil penelitian berdasarkan tabel 9 menunjukkan uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson dengan hasil adanya hubungan antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,502 > 0,349 (r tabel) p value = 0,005 < 0,05. Tabel 10 Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru Kapasitas paru Kebiasaan Merokok
Ada Gangguan
Normal
Total
%
p value 0,255
Tidak Merokok
n 0
% 0
n 3
% 100
3
100
Merokok
12
44,4
15
55,6
27
100
Hasil penelitian berdasarkan tabel 10 menunjukkan responden dengan kategori merokok yang mengalami gangguan kapasitas vital paru dengan presentase sebesar 44,4% yang lebih besar dari responden dengan kategori tidak merokok yang mengalami gangguan kapasitas vital paru dengan presentase sebesar 0%. Uji statistik menggunakan uji Fisher's Exact menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru dengan p value = 0,255 > 0,05.
Tabel 11 Hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru Variabel Kekuatan Korelasi (r) Bebas Terikat Status Gizi
Kapasitas Vital Paru
P Value
0,149
0,433
Hasil penelitian berdasarkan tabel 11 menunjukkan uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson dengan hasil tidak ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,149 < 0,349 (r tabel) dan p value = 0,433 > 0,05. Tabel 12 Hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru Kapasitas paru Kebiasaan Berolahraga
Ada Gangguan
Normal
Total
%
p value 1,000
Tidak Berolahraga
n 2
% 60
N 3
% 40
5
100
Berolahraga
12
48
13
52
25
100
Hasil penelitian berdasarkan tabel 12 menunjukkan responden dengan kategori berolahraga yang mengalami gangguan kapasitas vital paru dengan presentase sebesar 48% yang lebih besar dari responden dengan kategori tidak berolahraga yang mengalami gangguan kapasitas vital paru dengan presentase sebesar 40%. Uji statistik menggunakan uji Fisher's Exact menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru dengan p value = 1,000 > 0,05. PEMBAHASAN 1. Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,604 > 0,349 (r tabel) dan p value = 0 < 0,05. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Wenang, dkk (2007) tentang Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru Karyawan Perusahaan Genteng Malindo Sokka Kebumen. Dari hasil uji statistik menggunakan Chi Square diperoleh p value = 0,37 > 0,05, maka tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan gangguan kapasitas paru. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Irjayanti (2012) tentang Hubungan Kadar Debu Terhirup (Respirable) dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Meubel Kayu di Kota Jayapura mendapatkan hasil tidak ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paksa paru, hasil ini didapat dengan menggunakan uji korelasi Kendall’s Tau yang menunjukkan p value = 0,916 > 0,05. Hal ini pada peneliti mungkin disebabkan oleh umur yang semakin tua sehingga mempunyai konsekuensi semakin banyak debu yang masuk dan ditimbun dalam paru sebagai akibat penghirupan sehari – hari selama ini baik yang ada di lingkungan kerja maupun di lingkungan rumah.
2. Hubungan antara Masa Bekerja dengan Kapasitas Vital Paru Hasil analisis berdasarkan uji statistik menggunakan uji korelasi Pearson dengan hasil adanya hubungan antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,502 > 0,349 (r tabel) p value = 0,005 < 0,05. Hasil ini sama dengan hasil pada penelitian Setiawan (2011) tentang Hubungan Masa bekerja Dengan Kapasitas Vital Paru Operator Empat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Yogyakarta yang mendapatkan hasil adanya hubungan antara masa bekerja dan kapasitas vital paru. Hal ini didapat dari analisis korelasi antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru yang menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan hasil p = 0,018 < 0,05 sedangkan pada penelitian yang dilakukan Manus (2013) tentang Hubungan Antara Lama Bekerja Dan Kebiasaan Merokok Dengan Fungsi Paru Pada Supir Bis Tomohon Manado di Terminal Tomohon didapatkan hasil menggunakan uji Fisher’s Exact (p = 0,70 > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara masa bekerja dengan fungsi paru. Hasil ini mungkin dikarenakan responden selalu terpapar oleh debu dan asap yang ada di lingkungan kerja baik, yaitu dari kendaraan yang ada di terminal dan di perjalanan ketika bekerja selama menjadi sopir bis. 3. Hubungan antara kebiasaan merokok dan kapasitas vital paru Pada penelitian ini didapatkan hasil yang menunjukkan responden dengan kategori merokok yang tidak mengalami gangguan kapasitas vital paru sebanyak 15 orang (55,6%) dan pada kategori tidak merokok sebanyak 3 orang (100%). responden yang mengalami gangguan kapasitas vital paru pada kategori merokok sebanyak 12 orang (44,4%) sedangkan pada kategori tidak merokok tidak didapati responden yang mengalami gangguan kapasitas vital paru. Uji statistik menggunakan uji Fisher's Exact menunjukkan tidak ada hubungan antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru dengan p value = 0,255 > 0,05. Hasil yang didapat berbeda dengan hasil yang didapat paa penelitian yang dilakukan oleh Dase (2013) tentang Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru pada Karyawan SPBU Pasti Pas! di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Dari hasil uji statistik menggunakan Yate’s Correction mengenai kebiasaan merokok menunjukkan nilai p value = 0,019 < 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan gangguan kapasitas paru yang dialami oleh operator SPBU. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah responden yang tidak terdistribusi merata pada tiap kategori. Pada penelitian yang dilakukan oleh Putra (2006) tentang Pengaruh dan Hubungan Merokok Terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pria Dewasa didapat hasil adanya hubungan antara merokok dan kapasitas vital paru kebiasaan merokok. Penelitian tersebut menggunakan dua kelompok berbeda, yaitu kelompok 1 (kelompok perokok) dan kelompok 2 (kelompok bukan perokok) dengan jumlah responden yang sama, dimana masing – masing kelompok mempunyai responden sebanyak 10 orang.
4. Hubungan antara status gizi dan kapasitas vital paru Dalam uji statistik menggunakan uji korelasi Spearman didapatkan hasil tidak ada korelasi yang signifikan antara status gizi dengan kapasitas vital paru dengan r = 0,149 < 0,349 (r tabel) dan p value = 0,433 > 0,05. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Barany (2011) tentang Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Bagian Produksi Industri Rumah Kayu Di CV. Mitra Jaya Persada Woloan Dengan Kapasitas Paru yang menggunakan uji Fisher’s Exact mendapatkan hasil p value = 1,000 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara status gizi dan kapasitas vital paru. Hasil penelitian ini didapat mungkin dikarenakan adanya responden yang memiliki status gizi baik namun memiliki gangguan kapaistas vital paru karena status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital parunya. Menurut Pinzon (1999) penurunan persentase kapasitas vital pada individu dengan berat badan normal berlebih dapat disebabkan karena menurunnya elastisitas dan kemampuan mengembang dinding dada. Dinding dada yang elastis akan mengembang menjadi lebih besar secara bebas, sehingga tekanan intra thorakal menjadi lebih negatif dan udara inspirasi dapat masuk lebih banyak. 5. Hubungan antara kebiasaan berolahraga dan kapasitas vital paru Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil responden dengan kategori berolahraga yang tidak mengalami gangguan kapasitas vital paru sebanyak 13 orang (52%) sedangkan yang mengalami gangguan kapasitas vital paru sebanyak 12 orang (48%). Untuk responden dengan kategori tidak berolahraga yang tidak mengalami gangguan kapasitas vital paru sebanyak 3 orang (60%) dan responden yang mengalami gangguan kapasitas vital paru sebanyak 2 orang (40%). Dalam uji statistik yang menggunakan uji Fisher's Exact menunjukkan hasil tidak ada hubungan antara masa bekerja dengan kapasitas vital paru dengan p value = 1,000 > 0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) tentang Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Pisangan Ciputat yang menggunakan uji Chi Square mendapatkan hasil p value = 0,630 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru. Hasil ini mungkin dikarenakan banyaknya responden yang mempunyai kebiasaan berolahraga namun dalam hasil pengukuran dengan spirometer memiliki gangguan kapasitas vital paru. Kemungkinan lain juga dikarenakan kebiasaan olahraga pada resonden tidak dilakukan secara rutin sehingga tidak mendapat hasil yang maksimal dari kebiasaan olahraga yang dilakukan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa kesimpulan : 1. Adanya hubungan antara umur dengan fungsi paru 2. Adanya hubungan antara masa bekerja dengan fungsi paru 3. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi paru 4. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan fungsi paru 5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan fungsil paru
Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perlunya sopir bis untuk menghindari faktor – faktor resiko yang dapat mengurangi fungsi paru berupa asap kendaraan dan kebiasaan merokok. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik itu dilakukan oleh sopir bis itu sendiri maupun yang dilakukan oleh pihak pemerintah dalam hal ini dinas terkait agar dapat mengetahui kondisi kesehatan terkini sopir bis itu sendiri. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan ukuran sampel yang lebih besar, baik itu dengan variabel yang sama maupun variabel yang berbeda agar didapat hasil yang lebih akurat. 4. Pemerintah dalam hal ini dinas yang terkait perlu melakukan penyuluhan tentang bahaya di lingkungan kerja untuk menambah pengetahuan para sopir bis untuk dapat lebih menjaga kesehatan yang dilakukan secara mandiri. DAFTAR PUSTAKA 1. Barany, D., 2011. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja Bagian ProduksiIndustri Rumah Kayu di CV. Mitra Jaya Persada Woloan dengan Kapasitas Paru. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi, Manado. 2. Dase, T., 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Paru pada Karyawan SPBU Pasti Pas! di Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hassanudin Makassar. 3. Harrington, J., dan Gill, F., 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi Ketiga. Jakarta. EGC 4. Irjayamti, Apriyana., 2012. Hubungan Kadar Debu Terhirup (Respirable) dengan Kapasitas Vital Paksa Paru pada Pekerja Meubel Kayu di Kota Jayapura. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Cendrawasih, Jayapura. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 11 No. 2 Hal 182 – 186\ 5. Manus, R., 2013. Hubungan Antara Lama Bekerja Dan Kebiasaan Merokok Dengan Fungsi Paru pada Sopir Bis Tomohon – Manado di Terminal Tomohon. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Vol 1 No. 7 6. Pinzon, R., 1999. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Kapasitas Vital Paru-Paru Golongan Usia Muda. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 26 No. 1 Hal. 15-19. 7. Prasetyo, D. R., 2010. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Pisangan Ciputat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 8. Putra, A., 2007. Pengaruh dan Hubungan Merokok Terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pria Dewasa. Fakultas Kedokteran, Universitas Maranatha, Bandung.
9. Setiawan, I., 2011. Hubungan Masa bekerja Dengan Kapasitas Vital Paru Operator Empat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 5 No. 3 Hal. 162-232. 10. Suma’mur. P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja (Hiperkes). Jakarta : CV. Sagung Seto 11. Wenang, T., Sakundarmo, M. dan Yusniar, H.D. 2006. Paparan Debu Kayu dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Mebel (Studi di PT. Alis Jaya Ciptatama). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 5 No. 2, Hal 2-10.