8
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
MODEL HIPOTETIK LAYANAN ADVOKASI BIMBINGAN DAN KONSELING PADA KASUS PELECEHAN SEKSUAL KELOMPOK MIKROSISTEM DI SMP NEGERI KOTA BEKASI Gantina Komalasari1 Susi Fitri2 Bella Yugi Fazny3 Abstrak Tujuan penelitian ini mengembangkan dan menguji kelayakan rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling pada kasus pelecehan seksual kelompok mikrosistem di SMP Negeri Kota Bekasi. Rancangan layanan ini dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pengetahuan pelecehan seksual dan tes pengetahuan layanan advokasi bimbingan dan konseling pada kelompok mikrosistem. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Research and Development (RnD), dengan pelaksanaan langkah penelitian dibatasi hingga tahap ke 9 yakni merevisi rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling berdasarkan hasil dari analisis uji ahli. Rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling dalam penelitian ini telah diujikan oleh dua pakar ahli yaitu ahli bimbingan dan konseling dan ahli pengguna yaitu guru bimbingan dan konseling. Hasil evaluasi formatif dari uji ahli adalah mayoritas aspek rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling dinilai baik dan sangat baik. Semua hasil koreksi uji ahli telah diperbaiki oleh peneliti sehingga rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling dalam penelitian ini dikategorikan baik dan layak. Hasil penelitian ini berupa rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling pada kasus pelecehan seksual kelompok mikrosistem di SMP Negeri Kota Bekasi. Kesimpulannya rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling mengenai pengetahuan pelecehan seksual dalam penelitian ini sudah layak digunakan untuk diujicobakan secara terbatas hingga luas. Rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling ini mendapat penilaian baik dan sangat baik pada sebagian besar aspek komponen yang terdapat dalam rancangan layanan. Hal ini mengindikasi bahwa rancangan layanan advokasi bimbingan dan konseling mengenai pengetahuan pelecehan seksual memiliki materi yang sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran, memiliki metode yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, memiliki media pembelajaran yang sesuai dengan kegiatan pembelajaran, serta melakukan asesmen kebutuhan yang tepat sehingga kesesuaian antara tujuan, metode,materi dan media dapat mendukung ketersediaan layanan advokasi bimbingan konseling. Kata kunci : Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling, Pelecehan Seksual, SMP Negeri Kota Bekasi.
1
Dosen Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling FIP UNJ,
[email protected] Dosen Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling FIP UNJ,
[email protected] 3 Mahasiswa Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling FIP UNJ,
[email protected] 2
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
9
MODEL HYPOTHETICAL ADVOCACY SERVICES GUIDANCE AND COUNSELING IN SEXUAL HARASSMENT CASE MIKROSYSTEM GROUP AT PUBLIC JUNIOR HIGH SCHOOL BEKASI Abstract The purpose of this research is to develop and test the design of advocacy services guidance and counseling In Sexual Harassment Case Mikrosystem Group at Public Junior High School Bekasi. Design of this services has been developed to increase knowledge about Sexual Harassment Case at Mikrosystem Group. Instrument that has been used in this research is testing of knowledge about sexual harassment and test about advocacy services guidance and counseling Mikrosystem Group. The method of this research is research and development (RnD), with the implemantation has limited to stage 9 which is the design of advocacy services guidance and counseling has been revised based on result from expert test analysis. Design of services advocacy guidance and counseling in this research has been tested by two expert which is expert of guidance and counseling and expert user which is guidance and counseling teacher. Formatif evaluation result from expert test is majority aspect of design services advocacy guidance and counseling has good and very good assestment. All of expert corection result has been revised by researcher so design services advocacy guidance and counseling in this research has categorized good and feasible. The result of this research is design services advocacy guidance and counseling In Sexual Harassment Case Mikrosystem Group at Public Junior High School Bekasi. Conclusion of the design services advocacy guidance and counseling about sexual harassment in this research is feasible and can be use both for limited and not limited. Design services advocacy guidance and counseling has good and very good assestment result in most of aspect which is in design services. This indicates that Design services advocacy guidance and counseling about sexual harassment knowledge have enough content which is suitable for study purpose, has suitable method for the aim purpose, has study media which is suitable for sudy activity, and also conduct assestment needed to make it suitable between aim, method, content and media which is support for availability services advocacy guidance and counseling. Keyword : services advocacy guidance and counseling, sexual harassment, Public Junior High School Bekasi.
PENDAHULUAN Kasus pelecehan seksual pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Bekasi diketahui menjadi salah satu kasus yang belum mendapat penanganan dengan cukup baik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di tahun 2016 pada 42 orang guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMP di wilayah Bekasi ditemukan bahwa dalam rentang waktu satu hingga dua tahun terdapat 35 orang guru BK yang pernah menerima laporan masalah pelecehan seksual di sekolah, dan 7 orang guru BK tidak pernah menerima laporan
terkait masalah pelecehan seksual. Korban dari pelecehan seksual tersebut dilaporkan oleh 33 orang guru BK SMP adalah peserta didik berjenis kelamin perempuan, dan 2 orang guru BK SMP lainnya menyebutkan korbannya adalah peserta didik laki-laki. Pelaku dari pelecehan seksual ini dilaporkan sangat beragam, dari 35 orang guru BK SMP yang mendapatkan laporan, 31 orang guru BK menyatakan bahwa pelaku dari kasus pelecehan seksual adalah sesama peserta didik, 2 orang guru BK menjawab pelaku adalah dari keluarga peserta didik, 1 orang guru BK menjawab pelaku adalah guru atau tenaga
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
10
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
pengajar disekolah, 1 orang guru BK menjawab pelaku adalah Office Boy atau satpam sekolah, dan 1 orang guru BK menjawab pelaku adalah teman korban diluar sekolah.
Kasus pelecehan seksual ini memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman guru di sekolah mengenai bentuk pelecehan seksual yang mempengaruhi cara penanganan kasus pelecehan seksual di sekolah. Berdasarkan data penelitian Utomo et, al (2012) mayoritas guru di provinsi Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan memilih menangani kasus pelecehan seksual di sekolah dengan menenangkan peserta didik korban pelecehan seksual (97 persen), melaporkan pada orang tua (82 persen), dan mendiskusikan dengan sesama guru (96 persen). Hasil studi pendahuluan tes pengetahuan pelecehan seksual pada tahun 2017 diketahui bahwa tingkat pengetahuan pelecehan seksual 38 orang guru dan staf karyawan di 3 sekolah SMP Negeri di Kota Bekasi terkategori sedang. Hasil tes pengetahuan pelecehan seksual 63 orang peserta didik di 2 sekolah SMP Negeri di Bekasi juga ditemukan terkategori sedang. Maka berdasarkan hasil studi pendahuluan dan hasil penelitian Utomo, et.al (2012) penelitian ini bertujuan mengingkatkan pengetahuan pelecehan seksual kelompok mikrosistem sekolah. Data lain yang berhasil peneliti temukan saat studi pendahuluan di tahun 2016 adalah menurut 31 orang guru BK SMP, selama ini penanganan masalah pelecehan seksual mayoritas secara kekeluargaan dengan pemanggilan korban atau pelaku, kesiswaan, wali kelas dan orang tua peserta didik. Selanjutnya pelaku atau korban akan diberikan arahan oleh kesiswaan hingga akhirnya dilanjutkan penanganan ke guru BK SMP untuk diberikan layanan konseling individu dan pendalaman rohani.
Selama ini 13 orang guru BK SMP sudah melaksanakan program layanan preventif sebagai upaya meminimalisir terjadinya pengulangan masalah pelecehan seksual. Layanan preventif yang dimaksud berupa bimbingan klasikal dengan memberikan materi informasi kesehatan reproduksi, norma-norma lingkungan, saran, nasihat dan materi orientasi dari pihak puskesmas serta kepolisian. Namun upaya penanganan dan bimbingan klasikal ini berdasarkan hasil evaluasi program yang telah guru BK tersebut lakukan, dinilai belum cukup efektif dalam mengurangi dan menangani permasalahan pelecehan seksual di sekolah. Seluruh narasumber studi pendahuluan yaitu 42 orang guru BK, mereka menilai sangat dibutuhkan ketersediaan program layanan advokasi BK mengenai masalah pelecehan sesual di sekolah, meskipun penyediaan layanan advokasi pelecehan seksual diakui oleh 31 orang guru BK SMP di Bekasi belum disediakan. Alasan belum disediakannya menurut 11 orang guru BK diantaranya: (1) beberapa rekan kerja guru bidang studi di sekolahnya menilai materi terkait pelecehan seksual dianggap tidak pantas untuk diajarkan pada peserta didik (tabu), (2) peran guru BK menjadi pilihan terakhir dalam penanganan kasus pelecehan seksual di sekolah, (3) belum tersedianya waktu pelaksanaan, ruang pelaksanaan dan fasilitas sekolah belum memadai untuk disediakan layanan tersebut, (4) guru BK mengalami kesulitan saat berkoordinasi dengan kesiswaan, (5) guru BK memiliki pemahaman terkait pelaksanaan layanan advokasi bimbingan dan konseling belum begitu baik, (6) sulitnya berkerja sama dengan lembaga lain, (7) sulitnya berkoordinasi dengan orang tua peserta didik maupun stakeholder karena kekhawatiran masalah pelecehan seksual ini meluas (aib), dan (8) guru BK mengatakan bias gender yang terkontruksi di dalam lingkungan masyarakat sangat tinggi sehingga membuat korban pelecehan seksual malu dan menutup diri. Korban pelecehan seksual terus mengalami “blame the victim” dari saksi dan lingkungan sekitar sehingga membuat masalah pelecehan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
seksual ini sulit terusut.
Penelitian ini akan mengembangkan sebuah layanan advokasi bimbingan dan konseling pada kasus pelecehan seksual yang layak untuk membantu atau mempermudah kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah dalam mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual. ACUAN TEORITIK Teori layanan advokasi bimbingan dan konseling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikembangkan oleh Toporek (2000) yaitu advokasi terdiri dari beberapa aspek pemberdayaan individu atau kelompok dengan membantu, mengenali, dan mengatasi hambatan sosial politik untuk suatu kesejahteraan, berupa tindakan dalam bentuk aksi sosial. Selain Toporek layanan advokasi dalam penelitian ini juga mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 111 (2014) yang menyebutkan kegiatan layanan advokasi terkategori dalam layanan di luar kelas. Layanan advokasi merupakan peluasan empat komponen layanan bimbingan dan konseling yaitu layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan individu, layanan responsif dan dukungan sistem. Layanan advokasi dapat dilakukan dalam masing-masing empat komponen layanan bimbingan dan konseling. Permendikbud nomor 111 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah (2014) juga menjelaskan layanan advokasi adalah layanan yang membantu peserta didik atau konseli berupa pembelaan terhadap hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif, dengan memberi pendampingan peserta didik atau konseli yang mengalami perlakuan tidak mendidik, diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan dan tindak kriminal. Acuan sumber teori pelecehan seksual yang dipergunakan dalam penelitian ini dari
11
Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi Pelecehan Seksual (2012) yaitu pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non fisik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, merendahkan martabat seseorang, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan mengancam keselamatan. Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut. Pengertian lain pelecehan seksual adalah tindakan yang mengganggu, menjengkelkan, dan tidak diharapkan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya. Peneliti juga mensintesiskan pengembangan layanan advokasi BK ini menggunakan model sistem advokasi konselor sekolah professional yang dikembangkan oleh Cigrand et.al bahwa pembangunan manusia dipengaruhi secara timbal balik melalui keterlibatan manusia di empat sistem yang saling terkait, disebut sebagai mikrosistem, mesosistem, exosistem, dan makrosistem. Secara spesifik pada penelitian ini mengembangkan wilayah mikrosistem karena menimbang belum terlaksananya layanan advokasi BK berdasarkan hasil studi pendahuluan. Model Cigrand tersebut disintesiskan dengan teori pengembangan program BK Komprehensif di sekolah milik Gysbers dan Henderson (2006) yaitu terdapat empat elemen besar tahapan pengembangan BK di sekolah yaitu (1) konten, (2) kerangka kerja organisasi, (3) sumber daya (4) pengembangan, manajemen dan akuntabilitas. Serta disintesiskan juga dengan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
12
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
kerangka kerja layanan advokasi konselor sekolah yang dikembangkan oleh House dan Martin (1998) yaitu kerangka kerja advokasi konselor disekolah terbagi menjadi tiga bagian yaitu berkerja dengan peserta didik, berkerja dengan sistem sekolah dan berkerja dengan komunitas.
level mikrosistem serta kompetensi guru BK/ konselor di Indonesia menurut Permendikbud 111 (2003).
METODE PENELITIAN
Hasil dari penelitian berupa produk ancangan layanan advokasi BK (terlampir) yang telah melawati proses pengujian ahli. Pengujian evaluasi formatif yang dilaksanakan pada pengembangan program ini berupa penilaian ahli (expert judgement), evaluasi dilaksanakan pada Kamis, 2 Februari 2017 oleh Dr. Aip Badrujaman, M.Pd selaku pengampu mata kuliah evaluasi dan supervisi program BK di Universitas Negeri Jakarta serta pada Kamis, 9 Februari 2017 oleh Dra. Ida Rosdiana selaku pengguna program, guru BK di SMP Negeri 19 Bekasi.
Penelitian pengembangan layanan advokasi BK ini akan menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D). Metode penelitian R&D dipilih peneliti karena metode ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yakni menghasilkan suatu produk berupa pengembangan program layanan advokasi bimbingan konseling. Borg dan Gall (2003) mengadaptasi model pendekatan sistem Dick dan Carey yaitu terdapat 10 langkah pelaksanaan strategi R&D yang meliputi (1) Mengukur kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan (Assess needs to identify goal), (2) Melakukan analisis pembelajaran (Conduct an instructional analysis), (3) Menganalisis peserta didik dan keadaannya (Analyze learners and contexts), (4) Merumuskan tujuan pembelajaran (Write performance objectives), (5) Mengembangkan instrumen penilaian (Develop assessment instruments), (6) Mengembangkan strategi pembelajaran (Develop instructional strategy), (7) Mengembangkan dan menentukan materi pembelajaran (Develop and select instructional material), (8) Merancang dan melakukan evaluasi formatif dari pembelajaran (Design and conduct formative evaluation of instruction), (9) Revisi program pembelajaran (Revise instruction), (10) Merancang dan melakukan evaluasi sumatif (Design and conduct summative evaluation) yang kemudian diintegrasikan dengan tahapan pengembangan program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah milik Gysbers dan Henderson (2006) yaitu (1) Perencanaan, (2) Rancangan, (3) Pelaksanaan, (4) Evaluasi, (5) Peningkatan, dan disesuaikan dengan model layanan advokasi Cigrand et.al (2015) pada
HASIL PENELITIAN
Evaluasi dilakukan dengan mengisi rubik instrumen evaluasi program yang telah peneliti kembangkan berdasarkan teori pengembangan program Bimbingan dan Konseling di sekolah milik Gysbers dan Henderson (2006). Empat komponen besar pengembangan program yang akan dinilai oleh ahli adalah (1) konten : Standar kompetensi; (2) Kerangka kerja organisasi : struktur, elemen waktu, aktivitas; (3) sumber daya; (4) Pengembangan, manajemen dan akuntabilitas. Berdasarkan rubik penilaian dapat disimpulkan hasil evaluasi formatif dari kedua penguji ahli, bahwa secara keseluruhan aspek komponen program mendapat nilai dari baik hingga sangat baik. Namun pada aspek tupoksi kepala sekolah perlu adanya perbaikan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kondisi kerja kepala sekolah di lapangan dan tupoksi kepala sekolah. Selain itu perlunya mempertimbangkan kembali penentuan jenis evaluasi yang diambil pada saat kegiatan edukasi pengetahuan pada peserta didik, guru dan staf karyawan. Kesimpulan dari kedua penilaian ahli layanan advokasi BK meningkatkan pengetahuan pelecehan seksual
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
pada kelompok mikrosistem ini layak dan baik apabila diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Program layanan advokasi BK ini telah direvisi oleh peneliti sesuai pertimbangan masukan para ahli, sehingga sudah baik dan layak untuk dapat diuji cobakan secara terbatas hingga luas. (terlampir)
KESIMPULAN, SARAN
IMPLIKASI
Kesimpulan adalah:
dalam
1.
2.
DAN
penelitian
ini
Berdasarkan hasil uji hipotetik yang telah dilakukan oleh pakar bidang evaluasi dan supervisi program BK rancangan layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem di SMP Negeri Bekasi layak untuk dilaksanakan uji coba secara terbatas hingga luas. Pertimbangan ini dapat diputuskan mengingat mayoritas keseluruhan aspek hasil penilaian uji ahli terdapat dalam pengkategorian baik. Kondisi tersebut dapat mengindikasi bahwa layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem memiliki materi yang sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran, memiliki metode yang sudah sesuai dengan tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai, memiliki media pembelajaran yang sesuai dengan kegiatan dan metode pembelajaran, serta melakukan evaluasi yang tepat dapat mengukur tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai. Kesimpulannya rancangan layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem dapat diterapkan uji coba secara terbatas dan luas pada SMP Negeri di Bekasi. Rancangan layanan advokasi BK mengenai pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem dapat dikatakan layak dan baik setelah dilakukan perbaikan oleh peneliti.
13
Implikasi dalam penelitian ini adalah layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual pada kelompok mikrosistem di SMP Negeri Bekasi dibutuhkan keterlaksanaannya oleh berbagai pihak sekolah. Menimbang rancangan koordinasi dan kolaborasi dalam layanan BK begitu sangat jelas dijelaskan dalam rancangan layanan ini. Layanan ini juga sangat berdampak besar bagi para peserta didik yang dalam meningkatkan pengetahuan pelecehan seksual dan kemampuan skill life pemberdayaan diri melalui kemampuan advokasi diri. Sehingga kelak peserta didik dapat memahami keragaman aturan dalam berperilaku dalam bersosialisasi dan menghargai peranan diri orang lain sebagai laki-laki maupun perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan kesimpulan dan implikasi adalah: 1.
Berdasarkan temuan data latar belakang masalah dan studi pendahuluan analisis kebutuhan dan ketersediaan dalam penelitian ini, maka layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual adalah program perdana yang spesifik pembahasannya dan hanya dihadirkan di jenjang SMP Negeri. Maka diharapkan bagi para peneliti lain untuk menghadirkan kembali program layanan advokasi BK pada bidang layanan BK lainya atau pada isu yang sama namun wilayah yang berbeda, seperti layanan advokasi BK langkah kolaborasi penanggulangan masalah pelecehan seksual di sekolah. Sehingga diharapkan dapat membantu mempermudah kinerja guru BK di sekolah dalam menangani masalah pelecehan seksual, meningkatkan kredibilitas guru BK dimata stakeholder, menciptakan kolaborasi mikrosistem yang baik dalam menyelesaikan beberapa permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
2.
Penelitian ini harus dilanjutkan dengan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
14
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
menguji coba terbatas, dan melanjutkan pada uji coba secara luas agar efektifitasnya dapat dibuktikan 3.
Berdasarkan temuan data lapangan dan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan pada program studi fakultas ilmu pendidikan bimbingan konseling sebagai penyedia pencetak calon guru BK atau konselor muda agar menyediakan matakuliah atau kegiatan pelatihan yang bertemakan edukasi layanan advokasi BK sehingga kinerja guru BK di sekolah hingga masyarakat dapat terbekali dengan pengetahuan advokasi yang cukup baik.
Pendidikan Menengah. Jakarta. Toporek, R.L. (2000). Developing a Common Language and Framework for Understanding Advocacy in Counseling. In J. Lewis & L. bradley (Eds.), Advocacy in counseling: Counselors, clients, and community (pp. 5–14). Greensboro: Caps Publications. Utomo, I.D., McDonald, P.H.T., Utomo, A., & Reimondos, A. (2012). Understanding of sexual harassment among Year 6 and Year 12 students in Jakarta, West Java, West Nusa Tenggara and South Sulawesi. Australian Demographic and Social Research Institute: Australia.
DAFTAR PUSTAKA ___ .(2012). Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi: Pelecehan Seksual. BKKBN dan UNESCO : Jakarta. Borg, W.R., & Gall, M.D. (1989). Educational Research An Introduction. New York: Longman Cigrand, D. L., Havlik, S.G., Malott, K.M., Jones, S.G. (2015). School Counselors United in Professional Advocacy: A Systems Model. Journal of School Counseling, 13(8), 1-48. Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. (2015). The Systematic Design of Instruction. USA:Pearson Gall, M.D., Gall, J.P., & Borg, W.R. (2003). Educational Research An Introduction (7th ed.). New York: Longman Publishing. Gysbers, N.C., & Henderson, P. (2006). Developing and Managing. Your School Guidance dan Counseling Program. (4th ed.). Alexandria: American Counseling Association. House, R.M., & Martin, P.J. (1998). Advocating For Better Futures For All Students: A New Vision For School Counselors. Journal Education, 119(2), 284-301. Permendikbud no 111 (2014). Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017
Kompetensi
Peserta didik mampu mengenali pelecehan seksual
Peserta didik mampu mengenali, memetakan hambatan dan memetakan solusi pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Peserta didik
Peserta didik
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Layanan advokasi (survey )
Bimbingan kelas besar/ Seminar
Kegiatan
Peta survey mengenali lokasi rawan pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan memetakan hambatan, memetakan solusi pelecehan seksual di tempat tersebut
• Mekanisme alur penanganan pelecehan seksual di lembaga instansi
• Mekanisme alur pelaporan pelecehan seksual di sekolah,
• Kebijakan sekolah terkait pelecehan seksual,
• Undang-undang perlindungan anak terkait pelecehan seksual,
• Dampak Pelecehan Seksual,
• Bentuk-bentuk pelecehan seksual
• Defenisi Pelecehan Seksual,
Informasi pengetahuan pelecehan seksual mengenai :
Materi
Angket
FGD (Sebar angket survey)
(presentasi)
Power point presentation Flash Card
Seminar
Metode
Tayangan film
Media
1 jam/ satu semester sekali
100-120 menit per pertemuan.
Satu semester sekali.
Waktu dan tempat
Guru BK
Guru BK, berkolaborasi dengan narasumber dari kepolisian/ petugas P2TP2A/ petugas KPAI
Pelaksana
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah survei, menyebarkan angket kesesuaian dengan kebutuhan dan kebermanfaatan
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah seminar, menggunakan tes formatif
Evaluasi
Matriks kurikulum layanan advokasi bimbingan dan konseling kasus pelecehan seksual kelompok mikrosistem adalah sebagai berikut:
Lampiran Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok 15
Juni 2017
Kompetensi
Peserta didik mampu mengenali dan mendukung lingkungan anti pelecehan seksual di sekolah
Peserta didik mampu mengenal dan memahami informasi alur pelaporan masalah pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Peserta didik
Peserta didik
(Kampanye)
Pengelolaan leaflet
“Hentikan Pelecehan Seksual”
(Kampanye)
Sosialisasi mekanisme SOP (Standard Operating Procedure) alur pelaporan masalah pelecehan seksual dan SOP tata cara menanggapi pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah
“Selamat datang di lingkungan anti pelecehan seksual”
“Mari saling menghormati”
Sosialisasi pesan positif pencegahan pelecehan seksual seperti :
Materi
Papan bimbingan
Kegiatan
Kampanye (sebar leaflet, brosur, poster, atau pesan via website atau aplikasi smartphone)
Leaflet atau Website atau poster aplikasi smartphone mengenai alur pelaporan pelecehan seksual
Guru BK dan tim pencegahan pelecehan seksual
Guru BK berkolaborasi dengan tim pencegahanpelecehan seksual
10-15 hari sekali/ Satu semester sekali
Kampanye(Pembagian flyer, pemajangan mading/ spanduk, share via media sosial atau elektronik)
Poster atau Flyer atau papan mading BK atau website / aplikasi smartphone
10-15 hari sekali / Satu semester sekali
Pelaksana
Waktu dan tempat
Metode
Media
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Evaluasi Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh para peserta didik mengenai kegiatan kampanye
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Hasil evaluasi akan di sampaikan pada rapat mingguan sekolah disertai leaflet dan bukti dibagikan pada kelompok mikrosistem
Evaluasi proses dan hasil, berupa angket yang diberikan kepada peserta didik yang menerima kampanye poster maupun leaflet untuk mengetahui pendapatnya mengenai manfaat yang diperolehnya
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
16
Juni 2017
Kompetensi
Peserta didik mampu mengenali, mencegah dan menolong diri sendiri dari pelecehan seksual
Komite mampu mengenali pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Peserta didik
Komite
Bimbingan kelas besar (pelatihan)
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Flash Card
• Definisi pelecehan seksual
• Mekanisme alur pelaporan pelecehan seksual di sekolah
• Kebijakan sekolah terkait pelecehan seksual
• Undang-undang perlindungan anak terkait pelecehan seksual,
• Dampak Pelecehan Seksual,
• Bentuk-bentuk pelecehan seksual
Power point presentation
Informasi pengetahuan pelecehan seksual mengenai :
Power point presentation
Flash card
Pelatihan (Presentasi dan tanya jawab)
100-120 menit per pertemuan.
Satu semester sekali.
Guru BK, berkolaborasi dengan kepolisian/ petugas KPAI
100-120 menit per pertemuan.
Bermain peran, Presentasi
Guru BK, kepolisian, P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Satu semester sekali.
Mutual sharing,
Tayangan film
Cara-cara mempertahankan diri yang dapat dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi atau menemui masalah pelecehan seksual, serta bagaimana SOP alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah.
Bimbingan kelas besar (Pelatihan Pember-dayaan diri)
Pelaksana
Waktu dan tempat
Metode
Media
Materi
Kegiatan
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah seminar, menggunakan tes formatif
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi hasil, menggunakan contoh kasus, peserta diminta untuk menganalisa kasus yang berisikan upaya perlindungan apa yang perlu dilakukan dalam situasi tersebut dan angket capaian kesesuaian layanan
Evaluasi sebelum, menggunakan note harapan dan tujuan
Evaluasi
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok 17
Juni 2017
Kompetensi
Komite mampu mengenali pelecehan seksual
Komite mampu mengenal dan memahami informasi alur pelaporan masalah pelecehan seksual
Komite mampu mencegah pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Komite
Komite
Komite
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Layanan advokasi (FGD)
(Kampanye)
Pengelolaan leaflet
“Hentikan Pelecehan Seksual”
(Kampanye)
FGD tinjauan kembali kebijakan sekolah terkait masalah pelecehan seksual dan koordinasi pembuatan alur penanganan masalah pelecehan seksual pada anak
Sosialisasi mekanisme SOP (Standard Operating Procedure) alur pelaporan masalah pelecehan seksual dan tata cara menanggapi pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah
“Selamat datang di lingkungan anti pelecehan seksual”
“Mari saling menghormati”
Sosialisasi pesan positif pencegahan pelecehan seksual seperti :
Materi
Papan bimbingan
Kegiatan
Metode Kampanye(Pembagian flyer, pemajangan mading/ spanduk, share via media sosial atau elektronik)
Kampanye (sebar leaflet, brosur, poster, atau pesan via website atau aplikasi smartphone)
FGD (Sebar angket dan diskusi mutual sharring)
Media Poster atau Flyer atau papan mading BK atau website atau aplikasi smartphone
Leaflet atau Website atau poster aplikasi smartphone mengenai alur pelaporan pelecehan seksual
Angket
Pelaksana
1 jam/ satu semester sekali
10-15 hari sekali / Satu semester 1 kali
Guru BK
Guru BK dan tim pencegahan pelecehan seksual
10-15 hari Guru BK berkolabsekali / Satu orasi dengan tim semester sekali. pencegahanpelecehan seksual
Waktu dan tempat
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Evaluasi Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh para komite mengenai kegiatan kampanye
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah FGD, menyebarkan angket kesesuaian dengan kebutuhan dan kebermanfaatan
Hasil evaluasi akan di sampaikan pada rapat mingguan sekolah disertai leaflet dan bukti dibagikan pada kelompok mikrosistem
Evaluasi proses dan hasil, berupa angket yang diberikan kepada komite yang menerima kampanye poster maupun leaflet untuk mengetahui pendapatnya mengenai manfaat yang diperolehnya
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
18
Juni 2017
Kompetensi
Komite mampu mencegah dan memberdayakan diri dari pelecehan seksual
Kepala sekolah mampu mencegah pelecehan seksual dan mewujudkan sekolah anti pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Komite
Kepala sekolah
Presentasi)
konsultasi
Power point presentation
Proposal program
Menyusun dan mengajukan rancangan pengadaan pengembangan layanan advokasi peningkatan pengetahuan pelecehan seksual, pengadaan SOP mekanisme alur pelaporan dan penanganan masalah pelecehan seksual di sekolah yang berkoordinasi dengan lembaga masyarakat (puskesmas,kepolisian, KPAI, P2TP2A) disertai informasi ketersediaan sumberdaya layanan
Menyusun dan melaporkan program kerja
Flash card
Pelatihan (Mutual sharing,
Tayangan film
Cara-cara mempertahankan diri yang dapat dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi atau menemui masalah pelecehan seksual, serta bagaimana SOP alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah.
Bimbingan kelas besar (pelatihan pemberdayaan)
Metode
Media
Materi
Kegiatan
Guru BK
Guru BK, kepolisian, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Satu semester sekali/ 100-120 menit per pertemuan.
Menyesuaikan
Pelaksana
Waktu dan tempat
-
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi hasil, menggunakan contoh kasus, peserta diminta untuk menganalisa kasus yang berisikan upaya perlindungan apa yang perlu dilakukan dalam situasi tersebut dan angket capaian kesesuaian layanan
Evaluasi sebelum, menggunakan note harapan dan tujuan
Evaluasi
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
19
Juni 2017
Kompetensi
Kepala sekolah mampu mencegah pelecehan seksual dan mewujudkan sekolah anti pelecehan seksual
Kepala sekolah mampu mengelola pendidik dan tenaga kependidikan, mengelola budaya dan lingkungan sekolah, dan memberdayakan peran serta masyarakat serta kemitraan sekolah.
Mampu meng-evaluasi dan mengawasi kebijakan, program, penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan
Sasaran Layanan
Kepala sekolah
Kepala Sekolah
Kepala sekolah
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) konsultasi
Proposal program
Konselor melakukan pengembangan, perbaikan layanan advokasi berdasarkan hasil dari evaluasi layanan sebelumnya
Menyusun dan melaporkan program kerja
konsultasi
Dokumen laporan
Konselor merekap keseluruhan hasil evaluasi layanan advokasi yang telah dilaksanakan, melaporkan capaian keberhasilan dan kendala dalam menjalankan layanan advokasi BK mengenai pengetahuan pelecehan seksual
Melakukan evaluasi
Metode konsultasi
Melaporkan hasil susunan rancangan tim tanggap pelecehan seksual, peta survei dan tinjauan kebijakan sekolah terkait masalah pelecehan seksual dari kolaborasi guru, staf karyawan dan komite.
Menyusun dan melaporkan program kerja
Media Dokumen laporan
Materi
Kegiatan
Menyesuaikan
Menyesuaikan setelah seluruh kegiatan layanan advokasi selesai dilaksanakan
Menyesuaikan
Waktu dan tempat
-
-
Guru BK
Guru BK
-
Guru BK
Pelaksana
Evaluasi
20 Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Juni 2017
Kompetensi
Staf karyawan mampu mengenal pelecehan seksual
Staf karyawan mampu mengenali pelecehan seksual, memetakan hambatan dan memetakan solusi dari pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Staf karyawan sekolah
Staf karyawan sekolah
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Layanan advokasi (survey )
Bimbingan kelas besar (Pelatihan pemberdayaan)
Kegiatan
Peta survey lokasi rawan pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan apa solusi yang dipikirkan untuk mencegah pelecehan seksual di tempat tersebut
• Sosialisasi SOP mekanisme menanggapi pelaporan masalah pelecehan seksual.
• Mekanisme alur penanganan pelecehan seksual di lembaga instansi
• Sosialisasi SOP (Standard Operating Procedure) mekanisme alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah
• Sosialisasi kebijakan sekolah mengenai pelecehan seksual,
• Sosialisasi Undang-undang perlindungan anak,
• Cara mempertahankan diri yang dapat dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi pelecehan seksual
• Dampak pelecehan seksual,
• Bentuk-bentuk pelecehan seksual,
• Definisi pelecehan seksual,
Informasi pengetahuan pelecehan seksual yang berisikan tentang :
Materi
Angket
Angket
Media
FGD (Sebar angket survey mutual sharring)
Pelatihan
Metode
1 jam/ satu semester sekali
1 X 120 menit per pertemuan
1 kali per semester
Waktu dan tempat
Guru BK
Guru BK, Komnas anak, kepolisian P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Pelaksana
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah survei, menyebarkan angket kesesuaian dengan kebutuhan dan kebermanfaatan
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi hasil, dengan tes formatif untuk mengetahui besarnya pengetahuan yang diperoleh peserta dari kegiatan tersebut.
Evaluasi
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok 21
Juni 2017
Kompetensi
Staf karyawan mampu mencegah pelecehan seksual
Staf karyawan mampu mencegah pelecehan seksual
Staf karyawan mampu mencegah pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Staf karyawan sekolah
Staf karyawan sekolah
Staf karyawan sekolah
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Kolaborasi
Kolaborasi (FGD/ Focus Group Discussion)
Kolaborasi (FGD/ Focus Group Discussion)
Kegiatan
Guru BK/ Konselor dan staf karyawan pelajaran menjadi role model menciptakan lingkungan yang anti pelecehan seksual
Perancangan dan pengadaan tim tanggap pelaporan pelecehan seksual serta meninjau kembali kebijakan sekolah terkait masalah pelecehan seksual.
Perancangan SOP alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah.
Materi
-
Angket
Angket
Media
Breafing, Mutual Sharing
(Mutual sharing)
FGD
(Mutual sharing)
FGD
Metode
menyesuaikan
Menyesuaikan
Menyesuaikan
Waktu dan tempat
-
Guru BK
Guru BK
Pelaksana
Evaluasi proses dan hasil dari kesesuaian kebutuhan dan penilaian kerja dalam kolaborasi
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh staf karyawan mengenai kegiatan FGD
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh staf karyawan mengenai kegiatan FGD
Evaluasi
22 Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Juni 2017
Kompetensi
Guru mampu mengenal pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Guru
Bimbingan kelas besar (pelatihan)
Kegiatan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) • Mitos dan fakta mengenai pelecehan seksual yang berkembang di sekolah dan masyarakat
• Sosialisasi SOP mekanisme menanggapi pelaporan masalah pelecehan seksual.
• Mekanisme alur penanganan pelecehan seksual di lembaga instansi
• Sosialisasi SOP (Standard Operating Procedure) mekanisme alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah
• Sosialisasi kebijakan sekolah mengenai pelecehan seksual,
• Sosialisasi Undang-undang perlindungan anak,
• Cara mempertahankan diri yang dapat dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi pelecehan seksual
• Dampak pelecehan seksual,
• Bentuk-bentuk pelecehan seksual,
• Definisi pelecehan seksual,
Informasi pengetahuan pelecehan seksual yang berisikan tentang :
Materi Power point presentation
Media 1 kali per semester 100- 120 menit per pertemuan
Mutual sharing)
Waktu dan tempat
Pelatihan (Presentation
Metode Guru BK, Puskesmas, kepolisian P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Pelaksana
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi hasil, dengan tes formatif untuk mengetahui besarnya pengetahuan yang diperoleh peserta dari kegiatan tersebut.
Evaluasi
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok 23
Juni 2017
Kompetensi
Guru mampu mengenali, memetakan hambatan dan memetakan solusi pelecehan seksual
Guru mampu mencegah pelecehan seksual
Guru mampu mencegah pelecehan seksual dan menciptakan lingkungan yang anti pelecehan seksual
Sasaran Layanan
Guru
Guru
Guru
Perancangan SOP alur pelaporan masalah pelecehan seksual di sekolah.
Perancangan dan pengadaan tim tanggap pelaporan pelecehan seksual serta meninjau kembali kebijakan sekolah terkait masalah pelecehan seksual.
Kolaborasi (FGD/ Focus Group Discussion)
Peta survey lokasi rawan pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan apa solusi yang dipikirkan untuk mencegah pelecehan seksual di tempat tersebut
Materi
Kolaborasi (FGD/ Focus Group Discussion)
Layanan advokasi (survey )
Kegiatan
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1) Angket
Angket
Angket
Media
(Mutual sharing)
FGD
(Mutual sharing)
FGD
FGD (Sebar angket survey)
Metode
Menyesuaikan
Menyesuaikan
1 jam/ satu semester sekali
Waktu dan tempat
Guru BK
Guru BK
Guru BK
Pelaksana
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh staf karyawan mengenai kegiatan FGD
Laporan dilengkapi dokumen dan bukti foto sudah pernah dipasang
Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh staf karyawan mengenai kegiatan FGD
Laporan evaluasi dilengkapi dengan surat/ foto yang relevan
Evaluasi sesudah survei, menyebarkan angket kesesuaian dengan kebutuhan dan kebermanfaatan
Evaluasi
24 Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Juni 2017
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Komunitas/ anggota masyarakat penting
Komunitas/ anggota masyarakat penting
Komunitas/ anggota masyarakat penting (Puskesmas, kepolisian, KPAI, P2TP2A)
Guru
Sasaran Layanan
Anggota masyarakat penting membantu menyediakan materi atau sebagai narasumber pembicara dalam kegiatan pelatihan pemberdayaan di sekolah.
Membuat SOP alur pelaporan dan SOP alih tangan kasus penanganan pelecehan seksual.
Menciptakan data professional sumberdaya dan layanan yang disediakan dalam komunitas kepada komite/ orang tua
Kolaborasi dengan lembaga/ instansi
Kolaborasi dengan lembaga/ instansi
Kolaborasi dengan lembaga/ instansi
wadah pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat.
wadah pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat.
wadah pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat.
Media
Angket
ATK (Alat Tulis Kantor), PPT
Guru BK/ konselor dan guru mata pela- jaran menjadi role model menciptakan lingkungan yang anti pelecehan seksual
Kolaborasi
Guru mampu mencegah pelecehan seksual
Materi
Kegiatan
Kompetensi
Waktu dan tempat menyesuaikan
Menyesuaikan
Menyesuaikan
Menyesuaikan
Metode Breafing, Mutual Sharing
Breafing, Mutual Sharing
Breafing, Mutual Sharing
Breafing, Mutual Sharing
Guru BK, Komnas perempuan, P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Guru BK, Komnas perempuan, P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Guru BK, Komnas perempuan, P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
-
Pelaksana
Evaluasi hasil, dengan tes formatif untuk mengetahui besarnya pengetahuan yang diperoleh komite dari kegiatan tersebut.
Evaluasi proses, dengan instrumen evaluasi berupa angket yang diisikan oleh para komite mengenai kegiatan kampanye
Evaluasi proses dan hasil dari berkolaborasi layanan advokasi pencegahan pelecehan seksual
Evaluasi proses dan hasil dari berkolaborasi layanan advokasi pencegahan pelecehan seksual
Evaluasi proses dan hasil dari kesesuaian kebutuhan dan penilaian kerja dalam kolaborasi
Evaluasi
Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok 25
Juni 2017
Sasaran Layanan
Komunitas/ anggota masyarakat penting
Materi Rekap laporan evaluasi kolaborasi yang telah terjalin, evaluasi mengenai kebutuhan dan kebermanfaataan ketersediaan kerjasama dengan komunitas/ masyarakat penting tersebut
Kegiatan
Kolaborasi dengan lembaga/ instansi
Kompetensi
wadah pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat.
Metode Breafing, Mutual Sharing
Media Berkas Laporan Menyesuaikan
Waktu dan tempat Guru BK, Komnas perempuan, P2TP2K, KPAI dan tim pencegahan pelecehan seksual
Pelaksana -
Evaluasi
26 Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok
Insight: Jurnal Bimbingan Konseling 6(1)
Juni 2017