Analisis Perbandingan Investasi Implementasi module 5B Returnable Rack (RR) Packaging Roundtrip Terhadap Module 5B 1-Way IndonesiaThailand dengan Metode Total Cost of Ownership (TCO) di PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia Soegeng Wijaya1, Yadrifil2 Departemen Teknik Industri, Universitas Indonesia, Depok 16424 Tel: (021) 78888805. Fax: (021) 78885656 Email:
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini mendiskusikan sebuah studi analisis perbandingan logistik reverse dan logistik forward dari sudut pandang biaya sebuah module jenis 5B yang dimiliki oleh PT.TMMIN. Tujuan dari studi ini untuk membandingkan performance module returnable packaging 5 B RR terhadap module disposable 5B 1-Way yang digunakan oleh PT.TMMIN per satu unit modulenya dalam satu kali rotasi dan perbandingan investasinya selama 6 tahun untuk mengekspor komponen engine ke STM. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan total cost of ownership yaitu dengan melihat biaya-biaya relevan yang terkait dengan implementasi 1 unit module 5B RR dan 5B 1-Way. Hasilnya menunjukkan module 5B RR memiliki TCO 30 % lebih tinggi dibandingkan dengan TCO module 5B 1-Way. Hasil identifkasi biaya dengan pendekatan TCO kemudian dikombinasi dan dihitung dengan menggunakan analisis NPV selama 6 tahun untuk melihat kelayakan investasinya. Hasilnya membuktikan investasi module 5B RR bisa menghemat biaya hingga 50% dari investasi module 5B 1-Way. Kata kunci: logistik reverse, logistik forward, module 5B RR, module 5B 1-Way, returnable packaging, Total Cost of Owenership (TCO), Net Present Value (NPV). Abstract This research discusses a study of comparative analysis of reverse logistics and logistics forward from the viewpoint of costs a module type 5B, owned by PT.TMMIN. The purpose of the study is to compare the performance module returnable packaging 5B RR of disposable module 5B 1-Way used by PT.TMMIN per one unit of module in a single rotation and comparison of its investments over the last 6 years to export components engine to STM. The method used is to approach the total cost of ownership that is by looking at the relevant costs associated with the implementation of unit module 5B RR and 5B 1-Way. The results show module 5B RR have TCO 30% higher compared to the TCO module 5B 1-Way. The result of cost identification with TCO approaching is combined and calculated using the NPV analysis for 6 years to see the feasibility of its investments. The results prove the investment module 5B RR could save cost up to 50% of the investment module 5B 1-Way. Keywords: Reverse logistic, forward logistic, module 5B RR, module 5B 1-Way, returnable packaging, Total Cost of Owenership (TCO), Net Present Value (NPV).
1 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
1. PENDAHULUAN Meningkatnya pasar kendaraan otomotif IMV (International Multipurpose Vehicle) di kawasan Asia Pasifik berdampak pada banyaknya jumlah kemasan yang dipakai untuk proses ekspor-impor part diantara afiliasi Toyota. Hal ini akan berdampak pada jumlah limbah kemasan yang dihasilkan ke lingkungan. Di Toyota istilah kemasan lebih dikenal dengan module. Module umumnya terbuat dari plat baja, tetapi ada juga yang terbuat dari plastik. Tahun 2008 jumlah limbah yang dihasilkan dari module mencapai 2290 ton/bulan. Selain dampak lingkungan, penggunaan module juga berkontribusi sebesar 61% terhadap biaya logistik total. Faktor lingkungan dan ekonomi inilah yang meningkatkan kesadaran jajaran manajemen Toyota untuk menerapkan module returnable, yang dikenal dengan module returnable rack (RR). Module RR menerapkan sistem logistik reverse pada proses ekspor dan impor diantara afiliasi Toyota. Lai et al. (2008) menyatakan bahwa penerapan returnable rack dapat memberikan keuntungan secara finansial apabila dilakukan untuk area dengan lokasi geografis yang berdekatan. Untuk kondisi di mana letak antara produsen dan konsumen berjauhan – seperti module RR PT.TMMIN yang digunakan antar negara –, implementasi module RR belum menjamin keuntungan ekonomis yang lebih baik dibandingkan module 1Way (pakai buang). Hal ini dikarenakan dengan penerapan RR, akan ada tambahan biaya yang dikenakan kepada pihak produsen untuk mengatur aliran pengembalian module. Selama ini, perhitungan keuntungan dari penerapan module RR hanya dilihat dari sudut pandang tiap divisi. Sebagai contoh, pengurangan biaya yang dihitung oleh Packing Vanning Division (PVD) hanya mempertimbangkan biaya investasi, manhour, dan overhead untuk module RR saja. PVD tidak mempertimbangkan peningkatan biaya logistik akibat penerapan module RR. Padahal, menurut Lai (2008), proses pengembalian kemasan yang kosong melibatkan rute transportasi yang panjang dan menimbulkan inventori di sepanjang jalur rantai pasok, yang menyebabkan cost yang tinggi dan sulit untuk dikontrol. Berangkat dari kondisi tersebut, maka peneliti berupaya untuk melakukan evaluasi penerapan module RR di PT.TMMIN dengan perspektif yang lebih menyeluruh dengan metode Total Cost of Ownership (TCO). Dengan metode TCO, analisa biaya dapat dilakukan pada setiap pos-pos yang dilalui module RR untuk melakukan satu kali rotasi. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan besar biaya yang dikeluarkan antara module RR dan 1Way. Penelitian ini dimaksudkan agar manajemen Toyota memiliki bahan pertimbangan keputusan yang lebih baik dalam melihat kelayakan penerapan module RR secara ekonomis 2 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
dan lingkungan. Selain itu, evaluasi berguna untuk mengidentifikasi pos-pos biaya yang signifikan sehingga didapatkan prioritas untuk pengurangan biaya. Penelitian ini menggunakan module tipe 5B RR dan 1-Way sebagai studi kasus. Pemilihan didasari karena belum adanya analisa investasi module tipe 5B RR dan 1-Way. Selain itu module tipe ini cukup banyak dipakai untuk mendukung aktivitas ekspor-impor Toyota Indonesia-Thailand di kawasan Asia Pasifik. 2. LANDASAN TEORI 2.1.
Logistik Forward dan Reverse Menurut Stock (1992), logistik didefinisikan sebagai manajemen produk dari titik
produksi hingga ke konsumen. Namun, definisi ini telah diperluas tidak hanya meliputi flow manajemen secara fisik saja, tetapi juga flow informasi (Tibben-Lembke dan Rogers, 2002). Adapun proses logistik dibedakan menjadi logistik forward dan reverse. Konsep logistik reverse berbeda dengan logistik forward dimana produk atau bagian produk dikembalikan ke produsen.Gambar 1 menunjukkan flow diagram logistik forward dan reverse.
Gambar 1 Proses Logistik Forward dan Reverse Sumber : Diadopsi dari Rogers dan Tibben-Lembke (1998)
Menurut gambar 1, ciri-ciri pertama yang dapat diamati pada proses logistik reverse adalah material sekunder yang siap digunakan kembali sebagai bahan baku untuk logistik forward. Perbedaan utama antara logistik forward dan reverse adalah tingginya biaya dan kompleksitas dari logistik reverse. Tibben-Lembke dan Rogers (2002) menunjukkan logistik forward dan reverse dapat dibedakan berdasarkan beberapa isu-isu kunci, seperti life cycle produk, biaya distribusi, rute dan tujuan, kemasan produk, manajemen inventori, kualitas produk, kelayakan, harga dan peramalan. Adapun menurut Da et al. (2004) dan Parvenov (2005), isu-isu umum yang terkait dengan logistik reverse seperti layout dengan area yang kecil atau layout yang buruk; kompleksitas dan tingginya tingkat ketidakpastian recovery stream; kurangnya sistem tracking secara real time; kurangnya integrasi sehingga tidak memungkinkan barang yang 3 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
kembali untuk segera dialokasikan dan dikirimkan; biaya yang tinggi untuk menguji proses logistik reverse, biaya untuk pembuangan item rusak, dll. Tantangan-tantangan logistik reverse tersebut dapat diatasi dan bahkan bisa berubah menjadi keunggulan yang kompetitif ketika sistem logistik reverse yang diimplementasikan sudah efisien (Ravi dan Shankar, 2005; Bernon dan Cullen, 2007). Pokharel dan Mutha (2009), menunjukkan kontribusi signifikan dari logistik reverse terhadap beberapa sektor industri seperti pada manfaat ekonomi dan lingkungan yang diamati, dan mereka membuktikan pengembangan logistik reverse pada skala global menunjukkan kecenderungan untuk meningkatkan visibilitas dan mendapatkan dukungan di antara para pengguna potensial. Dibandingkan logistik forward, logistik reverse masih tergolong sebagai topik penelitian yang relatif baru. Selain itu topik logistik reverse semakin menarik untuk dikaji karena semakin kompetitifnya persaingan ekonomi global saat ini. 2.2. Returnable Packaging Isu lingkungan menjadi salah satu pendorong utama untuk menerapkan sistem logistik reverse di perusahaan, khususnya untuk kemasan industri. Kemasan industri dapat dibagi menjadi dua jenis yakni returnable dan 1-Way (pakai-buang). Dalam logistik reverse, yang menjadi isu adalah berkurangnya nilai ‘value’ dari kemasan selama penggunaannya. Namun, kemasan industri dapat memberikan benefit secara teknis, lingkungan, dan ekonomis kepada perusahaan ketika sistem logistik reverse diterapkan dengan baik. Tren menunjukkan penggunaan kemasan returnable semakin naik dibandingkan dengan kemasan pakai-buang (Twede and Clarke, 2005). Dengan penerapan kemasan returnable, limbah yang dihasilkan di konsumen akhir dapat dikurangi atau dieliminasi, sehingga meminimalkan resiko lingkungan, dan memberikan rasio cost-benefit yang lebih baik bagi perusahaan dibandingkan dengan kemasan pakai-buang. Lacerda (2009) menggarisbawahi beberapa faktor penting seperti sistem informasi yang baik (untuk melacak keberadaan kemasan), pengurangan waktu siklus, dan proses logistik yang terpetakan dan terformalisasi dengan baik. Faktor kunci lain juga mencakup karakteristik lifecycle, biaya logistik, aspek hukum, manajemen sistem dan lingkungan. Semua hal yang telah disebutkan menentukan efisiensi proses logistik dari kemasan returnable. 2.3. Total Cost of Ownership (TCO) Total Cost of Ownership adalah sebuah metode yang dimaksudkan untuk menghitung jumlah total biaya yang dialami oleh perusahaan karena keputusan yang diambil dalam 4 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
membeli produk atau jasa tertentu dari vendor tertentu. Perhitungan ini mencerminkan biaya yang mungkin muncul di setiap area perusahaan. Oleh karena itu, daftar biaya yang akan digunakan sebagai pertimbangan haruslah komprehensif dan lengkap. Umumnya perhitungan TCO disusun secara kronologis, yaitu dengan mendaftar semua aktivitas yang akan dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan produk selama siklus hidup produk tersebut secara runtut. Meskipun TCO telah banyak didiskusikan, namun hingga saat ini literatur yang menjelaskan tentang bagaimana menghitung biaya-biaya tersebut masih sangat terbatas. Sebagai alternatif, Ellram (1993) mendevelop sebuah kerangka kerja untuk menghitung TCO secara general untuk memastikan semua biaya yang muncul dalam sebuah perusahaan. Ellram (1993) mengkategorikan biaya ke dalam 3 kategori utama: pretransaction cost, transaction cost, dan postransaction cost (lihat gambar 2).
Gambar 2. Kategori-Kategori Utama Penyusun TCO (Elram,1993) Sumber : Journal of Marketing Theory and Practice, Vol.6 No.4, Supply Chain Management
Perhitungan TCO dilakukan seperti perhitungan finansial lainnya. Jika digunakan dengan baik, perhitungan TCO dapat dijadikan sebagai alat pembanding yang tepat dalam mengukur performance dan pengambilan keputusan; memberikan pengertian yang mendalam
5 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan berikut juga tren kedepan; dan sebagai alat bantu dalam proses improvement yang berkelanjutan . 2.4. Net Present Value (NPV) Pada dasarnya, NPV menghitung present value dari suatu rangkaian aliran kas dalam n periode dengan menggunakan asumsi intereset rate tertentu. Dalam benefit cost analysis, konsep NPV seringkali digunakan untuk menghitung present value of net benefit dari suatu kasus analisis benefit-cost yang melibatkan aliran kas dalam beberapa periode waktu, dengan menggunakan asumsi discount rate tertentu. Rumus PVNB dinyatakan sebagai berikut: (1) dimana, Zi r 2.5. Investasi
= merupakan selisih dari benefit dan cost pada tahun i = tingkat infalasi = discount rate
Investasi secara umum dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanamkan modal dalam kegiatan usaha atau bisnis baik oleh perorangan maupun perusahaan untuk memperoleh pendapatan dan peningkatan nilai atas investasi yang telah dilakukan. Jenis investasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu investasi nyata dan investasi finansial. Selain itu, investasi juga dapat dikelompokkan berdasarkan investasi jangka panjang dan jangka pendek. Jika dilihat dari segi keterkaitan antar investasi, investasi dapat dikelompokkan menjadi investasi yang bersifat saling meniadakan dan yang berdiri sendiri.Umumnya dalam menganalisis kelayakan investasi, terdapat beberapa metode perhitungan, yaitu: Metode Net Present Value, Payback Period, Benefit Cost Ratio dan Internal Rate of Return. Uji kelayakan dengan analisis ini perlu dilakukan untuk meminimalisasi resiko yang mungkin terjadi. 3. METODOLOGI Penelitian terdiri dari empat tahapan, yakni studi pendahuluan, pengambilan dan pengolahan data, analisis, dan penarikan kesimpulan. Pada studi pendahuluan dilakukan identifkasi masalah berdasarkan data historis yang didapatkan dari perusahaan. Data yang digunakan berasal dari data sekunder perusahaan maupun wawancara dengan staf pekerja PVD, LPD maupun EID. Adapun berbagai literature seperti buku, jurnal, artikel ilmiah maupun informasi dari situs-situs di internet digunakan untuk membantu proses identifikasi. 6 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
Gambar 3. Module tipe 5B RR (2 kiri) dan tipe 5B 1-Way ( 2 kanan)
Teori-teori yang dipakai meliputi teori mengenai logistik reverse dan forward, total cost of ownership, serta net present value. Pada pengumpulan dan pengolahan data bertujuan untuk mengidentifikasi keseluruhan proses atau aktivitas seperti aliran module maupun biaya relevan yang terkait pada proses yang diterapkan pada module 5B RR dan 1-Way. Hasil tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan nilai TCO masing-masing proses dan selanjutnya diidentifikasi besarnya biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengimplementasian module RR dan module 1Way. Tahap analisis bertujuan untuk mendapatkan pilihan yang terbaik dari kedua jenis proses logistik yaitu forward dan reverse yang diterapkan pada module 5B 1-Way dan RR pada proses ekspor impor PT.TMMIN-STM. Analisis pertama dilakukan dengan membandingkan nilai TCO module 5B RR terhadap 1-Way. Selanjutnya dibuat analisis TCONPV module 5B RR maupun 1-Way selama 6 tahun untuk melihat kelayakan investasi dari module tersebut bagi PT.TMMIN. Setelah dilakukan analisis selanjutnya peneliti menarik kesimpulan dari hasil analisis tersebut. 3.1 Identifkasi Flow Proses Aktivitas Module RR dan 1-Way Setelah dilakukan observasi secara langsung ke lapangan maupun dari hasil buku panduan Returnable Rack Packing Material Manual yang dikeluarkan oleh TMAP (Toyota Motor Asia Pasifik) pada tahun 2010 maka di dapatlah ilustrasi flow proses logistik module RR yang ditunjukkan oleh gambar 4 dan module 1-Way yang ditunjukkan oleh gambar 5. Ilustrasi ini sangat membantu dalam mengidentifikasi aliran biaya yang terkait pada setiap pos-pos yang dilalui oleh module RR dan 1-Way.
Gambar 4. Flow proses logistik module RR (ekspor- impor) saat pengembalian terisi maupun kosong
7 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
Gambar 5. Flow proses logistik module 1-Way (ekspor- impor)
3.2 Mengidentifikasi Biaya per Unit Penggunaan Module 5B RR dan 1-Way
Gambar 6. Kerangka TCO Module 5B RR
Gambar 6. merupakan kerangka biaya yang menampilkan biaya-biaya relevan yang terkait pada module 5B RR maupun 1-Way. Biaya-biaya tersebut dibagi menjadi biaya komponen utama dan peyusun. Biaya komponen utama ditunjukkan dengan kotak berwarna hijau diantaranya: harga module baru, biaya pengeluaran eksporter, biaya repair dan inspeksi, biaya unloading/devanning, biaya depresiasi, biaya disposal, biaya persiapan proyek, biaya kehilangan module, biaya pengembalian module, biaya ocean freight, biaya menghuni di pelabuhan, dan biaya umum administrasi. Adapun kotak berwarna biru adalah komponen biaya penyusun yang membantu dalam membuat perhitungan yang akurat dan relevan dalam menghitung harga per unit module. Pada gambar 6 komponen area nomor 1 menunjukkan komponen biaya yang sama dibebankan ketika PT.TMMIN maupun STM berperan sebagai eksportir. Sedangkan area nomor 2 menunjukkan komponen biaya yang dibebankan ketika sebagai importir. 8 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
PT.TMMIN berperan sebagai importir ketika meminta pengembalian module 5B RR dalam kondisi terisi komponen engine dari STM. Adapun area garis putus-putus berwarna hitam adalah biaya yang dikenakan khusus pada STM saat proses pengembalian module 5B RR dalam kondisi kosong. Komponen-komponen biaya utama yang tidak diberi nomor area menunjukkan biaya tersebut dibayar oleh PT.TMMIN kecuali biaya ocean freight eksporimpor. Biaya ocean freight module dibayar oleh TMAP. Di sisi lain komponen biaya utama module 1-Way seperti harga beli module 1-Way, pengeluaran eksportir, ocean freight, pengeluaran importir, biaya administrasi umum, biaya persiapan proyek, biaya huni di pelabuhan, biaya unloading dan disposal. Tampak jumlah aktivitas proses yang dilalui module 1-Way lebih sedikit dibandingkan RR. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 nalisis TCO Satu Unit Module 5B RR dan 1-Way Menurut Ellram (1993) perhitungan TCO satu unit produk idealnya memiliki tiga komponen penyusun utama yaitu pretransaction cost, transaction cost, dan postransaction cost. Biaya persiapan proyek masuk dalam kategori sebagai prestransaction cost. Besarnya prestransaction cost module 5B RR dan 1-Way sebesar Rp 7.431.518. Adapun biaya per unit module RR dan 1-Way saat melakukan satu kali rotasi dikategorikan sebagai transaction cost dan post transaction cost. Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis perhitungan TCO. 4.1.1
Analisis TCO Module RR Satu Cycle Dengan Pengembalian Kosong Hasil identifikasi biaya module RR dijadikan sebagai acuan untuk mendapatkan nilai
TCO dari sebuah module 5B. Adapun pretransaction cost sebesar Rp 7.431.518 untuk pengadaan module RR selama 6 tahun. Untuk menghitung biaya per unit RRnya yaitu dengan membagi biaya persiapan dengan jumlah module yang dibutuhkan selama 6 tahun. Diketahui jumlah module RR yang dibutuhkan selama 6 tahun adalah 2736 unit sehingga biaya RR/unit yang didapat adalah Rp 2.716. Nilai ini dimasukkan untuk menghitung nilai TCO module RR saat pengembalian kosong dan terisi komponen. Kemudian hasil pengolahan data satu kali rotasi module RR dengan pengembalian kosong menjadi biaya transaction dan post transaction module RR. Setelah data pretransaction, transaction, dan post transaction diolah didapat lah nilai TCO 1 unit module RR untuk satu kali rotasi dalam kondisi kosong pada tabel 1 berikut.
9 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
Tabel 1. TCO Module 5B RR dengan Kondisi Pengembalian Kosong Komponen Biaya
20 ft/RR
40 ft/RR
Persiapan Proyek Harga Module 5B RR Aktivitas Ekspor dari PT.TMMIN ke STM Pengeluaran Eksportir PT.TMMIN Pengeluaran Importir STM Biaya Unloading/ Devanning Pengeluaran Umum Administrasi (STM) Pajak Ocean Freight (PT.TMMIN-STM) Biaya Menghuni di Pelabuhan (STM) Sub Total
Rp Rp
2.716 1.800.000
Rp Rp
2.716 1.800.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
154.345 187.667 5.134 10.269 492.008 849.423 20 ft/RR
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
96.967 110.692 5.134 5.134 397.517 615.444 40 ft/RR
Aktivitas Pengembalian Module 5B dari STM ke PT.TMMIN Ocean freight (STM-PT.TMMIN) Pengeluaran Eksportir STM Biaya Pengembalian (STM) Biaya Unloading , Inspeksi dan Perbaikan Biaya Umum Administrasi (PT.TMMIN) Biaya Menghuni di Pelabuhan (PT.TMMIN) SubTotal Biaya Disposal Biaya Depresiasi RR yang dibuang dan hilang TCO Module RR 5B
Rp 70.963 Rp 14.261 Rp 86.235 Rp 20.298 Rp 1.164 Rp Rp 192.921 Rp 15.000 Rp 61.534 Rp 6.153 Rp 2.927.747
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
57.334 9.033 83.873 20.308 582 171.129 15.000 61.534 6.153 2.671.977
Pada tabel 1 niai TCO 1 unit module RR dengan pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft adalah Rp 2.927.747 sedangkan kontainer 40 ft Rp 2.671.977. Hasil tersebut menunjukkan nilai TCO untuk module RR dengan menggunakan kontainer 40 ft lebih rendah 8,74 % dibandingkan saat pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft. Pada kondisi aktual pemakaian module 5B tidaklah mutlak hanya menggunakan kontainer 20 ft atau 40 ft saja. Sangat memungkinkan terjadinya kombinasi pemakaian kontainer. Seperti contoh, saat ekspor memakai 20 ft dan impor menggunakan 40 ft atau sebaliknya. Dengan pertimbangan di atas didapatlah TCO saat ekspor dengan kontainer 20 ft dan pengembalian dengan 40 ft yaitu Rp 2.905.956. Sedangkan nilai TCO ketika kombinasi sebaliknya adalah Rp 2.693.769. Tabel 2. TCO Module 5B RR Dengan Pengembalian Kosong Berikut Hasil Kombinasi Pengoperasian No 1 2 3 4
Jenis Pengoperasian
Module 5B RR menggunakan 20 ft seluruh operasi Module 5B RR menggunakan 40 ft seluruh operasi Module 5B RR ekspor 20 ft kembali 40 ft Module 5B RR ekspor 40 ft kembali 20 ft
Nilai TCO
Rp Rp Rp Rp
2.927.747 2.671.977 2.905.956 2.693.769
Tabel 2 menunjukkan bahwa TCO module RR dengan seluruh pengoperasian menggunakan kontainer 40 ft memiliki TCO terendah dan TCO tertinggi saat pengoperasian 10 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
dengan kontainer 20 ft. Adapun TCO terendah kedua module RR ketika kombinasi ekspor menggunakan 40 ft dan pengembalian 20 ft . Adapun komposisi pembebanan TCO/Unit RR ke masing-masing perusahaan adalah 73% biaya dibebankan ke PT.TMMIN, 17% TMAP dan 10% STM. PT.TMMIN sebagai pemilik module dibebankan biaya TCO terbesar dibanding yang lainnya. Menariknya adalah bahwa komposisi pembebanan biaya pada TMAP lebih besar dibandingkan STM sebagai importir. Hal ini menunjukkan bahwa biaya transportasi laut dari Indonesia ke Thailand sangat berpengaruh pada biaya TCO/unit dibandingkan proses handling dan transportasi darat menuju importir. 4.1.2
Analisis TCO Module RR Satu Cycle Dengan Pengembalian Terisi Biaya pretransaction yang digunakan untuk menghitung TCO satu unit RR terisi
sama dengan saat TCO RR kosong. Sedangkan biaya transaction dan post transactionnya RR terisi menggunakan biaya aktivitas pengoperasian dengan pengembalian terisi. Setelah data diolah maka didapat TCO module RR pengembalian terisi seperti pada tabel 3 berikut. Tabel 3. TCO module RR Dengan Pengembalian Kondisi Terisi Komponen Biaya Persiapan Proyek Harga Module 5B RR Proses Operasi dari PT.TMMIN ke STM Pengeluaran Eksportir PT.TMMIN Pengeluaran Importir STM Biaya Unloading/ Devanning Pengeluaran Umum Administrasi (STM) Pajak Ocean Freight (PT.TMMIN-STM) Biaya Menghuni di Pelabuhan (STM) Sub Total Proses Operasi dari STM-PT.TMMIN Ocean Freight (STM-PT.TMMIN) Pengeluaran Eksportir STM Biaya Unloading , Inspeksi dan Perbaikan Biaya Umum Administrasi (PT.TMMIN) Biaya Menghuni di Pelabuhan (PT.TMMIN) SubTotal Biaya Disposal Biaya Depresiasi RR yang dibuang dan hilang TCO Module RR 5B
20 ft/RR
40 ft/RR
Rp 2.716 Rp 1.800.000
Rp 2.716 Rp 1.800.000
Rp 154.345 Rp 187.667 Rp 5.134 Rp 10.269 Rp Rp 492.008 Rp Rp 849.423 20 ft/RR
Rp 96.967 Rp 110.692 Rp 5.134 Rp 5.134 Rp Rp 397.517 Rp Rp 615.444 40 ft/RR
Rp 492.008 Rp 154.345 Rp 23.708 Rp 8.068 Rp Rp 678.129 Rp 15.000 Rp 61.534 Rp 6.153 Rp 3.412.955
Rp 397.517 Rp 96.967 Rp 23.708 Rp 4.034 Rp Rp 522.226 Rp 15.000 Rp 61.534 Rp 6.153 Rp 3.023.074
TCO module RR dengan pengoperasian menggunakan kontainer 40 ft lebih rendah 11,42% dibanding TCO pengoperasian 20 ft. Sama halnya dengan pengembalian module kembali kosong pada kenyataannya penggunaan module RR tidak hanya menggunakan 11 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
kontainer 20 ft atau 40 ft saja dalam operasinya. Dengan pertimbangan tersebut maka dibuatlah kombinasi ketika pengoperasian ekspor dengan kontainer 20 ft dan pengembalian dengan kontainer 40 ft. Maka niai TCOnya yaitu Rp 3.257.052. Sedangkan nilai TCO ketika kombinasi sebaliknya adalah Rp. 3.178.977. Tabel 4. TCO Module 5B RR Dengan Pengembalian Terisi Berikut Hasil Kombinasi Pengoperasian No
Jenis Pengoprasian
1 Module RR menggunakan 20 ft seluruh operasi 2 Module RR menggunakan 40 ft seluruh operasi 3 Module RR ekspor 20 ft kembali 40 ft 4 Module RR ekspor 40 ft kembali 20 ft
Nilai TCO Rp Rp Rp Rp
3.412.955 3.023.074 3.257.052 3.178.977
Tabel 4 menunjukkan nilai TCO terendah satu unit module RR pada satu kali rotasi adalah ketika pengoperasian seluruhnya menggunakan kontainer 40 ft dan TCO tertinggi ketika kontainer yang digunakan untuk pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft. TCOnya 12,89% lebih tinggi terhadap nilai TCO 40 ft. TCO terendah kedua adalah ketika kombinasi ekspor menggunakan 40 ft dan pengembalian 20 ft. Sebesar 61% pembebanan biaya ada pada PT.TMMIN persentase ini sedikit lebih kecil dibandingkan sebelumnya saat pengembalian kosong. Sedangkan pembebanan ke TMAP meningkat dari sebelumnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa biaya transportasi laut pada pengembalian module RR terisi lebih besar dibandingkan saat pengembalian module RR kosong. 4.1.3
Perhitungan TCO Module 5B 1-Way Module 5B 1-Way memiliki komponen penyusun utama yang lebih sedikit
dibandingkan module RR. Hal ini disebabkan oleh aktivitas terkait ketika menggunakan module 1-Way lebih sedikit dan tidak serumit module RR. Hasil identifikasi biaya yang terkait pada module 1-Way yang dilakukan pada bab sebelumnya dijadikan sebagai acuan data untuk memperhitungkan nilai TCO yang dimiliki dari satu unit module 1-Way. Secara umum aktivitas persiapan (pretransaction) proyek module RR dan 1-Way hampir sama dengan biaya yang dibutuhkan sejumlah Rp 7.431.518. Hanya saja pengadaan jumlah module 1-Way lebih besar dibandingkan RR. Untuk pengadaan pada tahun pertama banyaknya module yang dibutuhkan adalah 11118 unit module. Jumlah module yang dibutuhkan ini menjadi faktor pembagi biaya pretransaction per unit module 1-Way. Hasilnya biaya persiapan per unit 1-Way proyek adalah Rp 668. Adapun perhitungan biaya transaction dan pretransaction 1-Way dihitung dari biaya operasi flow module dari eksportir hingga ke importir dan menjadi disposal. Tabel 5 berikut menunjukkan TCO module 1-Way. 12 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
Tabel 5. TCO Module 5B 1-Way Komponen Biaya
20 ft/1-Way
Persiapan Proyek Harga Module 5B 1-Way Proses Operasi dari PT.TMMIN ke STM Pengeluaran Eksportir PT.TMMIN Pengeluaran Importir STM Biaya Unloading/ Devanning Pengeluaran Umum Administrasi (STM) Pajak Transportasi Laut (PT.TMMIN-STM) Biaya Menghuni di Pelabuhan (STM) Sub Total Disposal TCO Module 5B 1-Way TMMIN-STM
40 ft/1-Way
Rp 668 Rp 668 Rp 1.300.000 Rp 1.300.000 Rp 168.606 Rp 187.667 Rp 5.134 Rp 8.068 Rp Rp 492.008 Rp Rp 861.483 Rp 15.000 Rp 2.177.151
Rp 106.000 Rp 110.692 Rp 5.134 Rp 4.034 Rp Rp 397.517 Rp Rp 623.376 Rp 15.000 Rp 1.939.045
Pada tabel 5 nilai TCO module 1-Way dengan pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft adalah Rp 2.177.151 dan Rp 1.939.045 dengan kontainer 40 ft. Nilai ini 10% lebih rendah dibandingkan dengan 20 ft. Komposisi pembebanan TCO per unit 1-Way ekspor sebesar 67% pada PT.TMMIN. 23% TMAP dan 10% STM. Pada implementasi 1-Way pembebanan biaya sangat besar pada eksportir karena harus mengeluarkan investasi untuk module baru pada setiap ekspor. Dilain pihak STM sangat diuntungkan dengan sedikitnya aktivitas handling yang ada di importir. 4.1.4
Analisis Perbandingan TCO RR Terhadap TCO 1-Way Berdasarkan uraian hasil perhitungan dan analisis kedua di atas TCO module 1-Way
lebih kecil dibandingkan dengan RR baik saat pengembalian kosong maupun terisi. Hasil perbandingan nilai TCO 1-Way 20 ft terhadap RR pengembalian kosong 20 ft menunjukkan nilai TCO 1-Way 26,53% lebih rendah dibandingkan nilai TCO RR kosong. Sedangkan terhadap TCO RR terisi 20 ft menunjukkan 36,2% lebih rendah. Adapun saat pengoperasian dengan kontainer 40 ft hasilnya nilai TCO 1-Way 35,85% lebih rendah. Setelah dirata-ratakan nilai TCO 1-Way 35,85% lebih rendah dibandingkan TCO RR terisi. Rendahnya nilai TCO module 1-Way berkorelasi dengan sedikitnya komponenkomponen aktivitas yang terkait pada rantai supply chain sebuah module 1-Way dibandingkan dengan RR. Pada module 1-Way hanya ada 8 komponen biaya dari aktivitas yang terkait untuk flow ekspor komponen engine sedangkan module RR memiliki komponen aktivitas dua kali lipat dibandingkan module 1-Way. Hal ini menyebabkan manajemen flow module RR jauh lebih rumit dan kompleks dibandingkan dengan 1-Way. Hal ini sesuai dengan teori yang diekeluarkan oleh Rogers dan Tibben Lembke yang menyatakan bahwa 13 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
logistik reverse lebih kompleks dalam rantai supply chainnya jika dibandingkan dengan logistik forward yang diterapkan oleh module 1-Way. Selaras dengan hasil analisis peneliti bahwa yang menyebabkan besarnya biaya logistik reverse dapat ditunjukkan dari hasil TCO RR dimana 30% biayanya lebih besar dibandingkan dengan TCO 1-Way. Akan tetapi perlu dilakukan sebuah analisis jangka panjang mengenai proses logistik reverse ini sehingga peneliti mencoba menggabungkan hasil analisis TCO dengan NPV untuk melihat kinerja dari logistik reverse terhadap logistik forward pada sub berikutnya. 4. 2 nalisis TCO-NPV Module 5B RR dan 1-Way Suatu cash flow investasi tidak selalu dapat diperoleh secara lengkap, yaitu terdiri dari cash in dan cash out, tetapi mungkin saja hanya yang dapat diukur langsung dari aspek biayanya saja atau benefitnya saja. Cash flow yang benefit saja disebut perhitungannya dengan Present Worth of Benefit (PWB) sedangkan jika yang diperhitungkan hanya cash-out disebut dengan Present Worth of Cost (PWC). Pada analisa perhitungan yang dilakukan berikut tidak memiliki cash in yang dimasukkan dalam perhitungan NPVnya karena data yang digunakan adalah data TCO dari module 5B RR dan 1-Way. Data TCO ini kemudian dikombinasi dengan NPV untuk melihat kinerja sebuah module secara longterm. Dalam penelitian ini lama investasi sebuah module adalah 6 tahun. Lama investasi ini disesuaikan dengan lifetime module 5B RR. 4.2.1 Analisis Investasi Menggunakan Kontainer 20 ft NPV total module 5B RR selama 6 tahun dengan kontainer 20 ft dan interest rate 5% sebesar Rp 91.009.824.247 dan module 1-Way sebesar Rp 198.283.876.153 jumlahnya dua kali lipat dari investasi module RR. Tampak module 5B RR yang menerapkan logistik reverse memberikan kontribusi mampu menghemat biaya sebesar Rp 107.274.051.906. Biaya NPV total module RR dan 1-Way tersebut adalah total investasi yang dikeluarkan oleh 3 perusahaan yang terkait pada keseluruhan proses supply chain sebuah module baik RR maupun 1-Way. Ketiga perusahaan tersebut yaitu PT.TMMIN, STM dan TMAP. Adapun perincian pembebanan investasi ketika memakai module RR dan 1-Way dengan pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft selama 6 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 6. Pembebanan Investasi Pada Masing-Masing Perusahaan (Kontainer 20 ft)
14 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
NPV RR
NPV 1-Way
PT.TMMIN
Rp 25.147.420.224
Rp 102.432.477.677
STM
Rp 19.371. 641.996
Rp 50.019.749.939
TMAP
Rp 46.490.762.027
Rp 45.831.648.546
Pada module 1-Way investasi PT.TMMIN sangat besar jika dibandingkan ketika menggunakan module RR. Besarnya investasi module 1-Way disebabkan karena biaya pengadaan module baru setiap akan melakukan proses ekspor. Penghematan yang didapat mencapai Rp 77.285.057.453. Pada investasi RR selain PT.TMMIN yang diuntungkan STM juga ikut diuntungkan berupa penghematan sebesar Rp 30.648.107.943. Akan tetapi TMAP merugi Rp 659.113.481. Dengan menggunakan module RR penghematan dapat dirasakan baik eksportir maupun importir. Tampak secara jangka panjang implementasi dari logistik reverse memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Akan tetapi hasil perhitungan menunjukkan distributor mengalami kerugian padahal pada kondisi nyata distributor akan memainkan harga produk ketika telah melalui proses distribusi. Keterbatasan peneliti dalam mengakses data harga produk ketika dijual tersebut sehingga cakupan analisis ini tidak dapat diperluas lagi. 4.2.2 Analisis Investasi Menggunakan Kontainer 40 ft Hasil perhitungan NPV module RR dengan menggunakan kontainer 40 ft selama 6 tahun dan interset rate 5% menunjukkan bahwa besarnya investasi yang dikeluarkan untuk investasi module 1-Way jumlahnya dua kali lipat dibandingkan RR. Ketika menggunakan kontainer 40 ft investasi RR bisa menghemat sekitar Rp 99.293.099.788. Besarnya investasi total dari perhitungan NPV dengan menggunakan module RR 40 ft di atas dibebankan masing-masing pada tiga perusahaan yang terkait yaitu PT.TMMIN, STM dan TMAP. Adapun perincian pembebanan investasi ketika memakai module RR dan 1-Way dengan menggunakan kontainer 40 ft selama 6 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 7. Pembebanan Investasi Pada Masing-Masing Perusahaan (Kontainer 40 ft) NPV RR PT.TMMIN
NPV 1-Way
Rp 21.900.522.369
Rp 86.855.588.603
STM
Rp 12.359.519.910
Rp 47.230.082.237
TMAP
Rp 37.562072631
Rp 37.029.543.858
Penghematan yang dapat PT.TMMIN menggunakan module RR adalah Rp 64.955.066.234. Sama halnya saat pengoperasian menggunakan kontainer 20 ft selain PT.TMMIN diuntungkan ternyata STM sebagai importir juga ikut diuntungkan. Penghematan STM dengan menggunakan module RR mencapai Rp 34.870.562.327. Sedangkan TMAP sebagai 15 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
distributor merugi Rp 532.528.773. Dengan menggunakan module RR dan pengoperasian kontainer 40 ft penghematan dapat optimal dicapai oleh PT.TMMIN dan STM. Berdasarkan analisis perhitungan NPV investasi di atas menunjukkan bahwa semua jenis module yang diangkut dengan menggunakan kontainer 40 ft memiliki NPV lebih mendekati positive dibandingkan dengan kontainer 20 ft. Hal ini membuttikan bahwa ukuran kontainer berpengaruh pada besar kecilnya NPV. 4.2.3 Analisis NPV Sekenario Penurunan Permintaan Untuk menguji kehandalan implementasi module RR terhadap 1-Way digunakan sekenario penurunan permintaan dari 20%, 40%, dan 60%. Sekenario ini mengacu dari beberapa pertimbangan seperti kondisi ekonomi, geografis dan politik kedua negara yang kerap kurang stabil. Sekenario ini hanya dilihat dari sudut padang PT.TMMIN sebagai investor module. Adapun hasil dari sekenario tersebut sebagai berikut: Tabel 8. Hasil Sekenario Penurunan Permintaan Penurunan Permintaan 20% 40% 60%
•
20 ft NPV RR NPV 1-Way (20.079.414.521,99) (59.847.142.683,71) (17.662.344.620,49) (39.936.428.479,47) (16.285.365.730,69) (28.593.507.398,40)
40 ft NPV RR NPV 1-Way (18.328.760.122,31) (50.757.233.882,43) (16.495.334.013,29) (33.879.467.896,45) (15.450.850.754,22) (24.264.384.999,87)
Penurunan Permintaan 20%
Penghematan dengan menggunakan RR kontainer 20 ft sebesar Rp. 39,767,728,161.72, atau 66% dari investasi 1-Way. Sedangkan dengan kontainer 40 ft penghematannya sebesar Rp. 32,428,473,760.12 atau 64% dari investasi 1-Way. Jadi, untuk penggunaan kontainer ukuran 20 ft maupun 40 ft RR jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan 1-Way. •
Penurunan Permintaan 40%
Penghematan dengan menggunakan RR kontainer 20 ft sebesar Rp. 22,274,083,858.98 atau 51% dari investasi 1-Way. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan penghematan pada sekenario penurunan permintaan 20%. Hasil menunjukkan bahwa pada sekenario penurunan permintaan 20%, selisih harga antara RR dan 1-Way lebih signifikan. Ketika menggunakan kontainer 40 ft penghematannya sebesar Rp.17,384,133,883.16 atau 56% dari 1-Way. Untuk penggunaan kontainer 20ft maupun 40 ft, RR jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan 1-Way. •
Penurunan Permintaan 60%
Penghematan dengan menggunakan RR kontainer 20 ft sebesar Rp. 12,308,141,667.71, atau 43% dari investasi 1-Way. Dengan kontainer 40 ft penghematan yang didapat Rp. 16 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
8,813,534,245.65, atau 36% dari investasi 1-Way. Persentase penghematan pada sekenario ini lebih rendah dibandingkan sekenario penurunan permintaan 20% dan 40%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi penurunan permintaan 60%, selisih harga antara RR dan 1Way paling rendah signifikansinya. Untuk penggunaan kontainer 20 ft maupun 40 ft, RR tetap lebih menguntungkan dibandingkan dengan 1-Way. 5. KESIMPULAN Untuk menguji kelayakan suatu sistem logistik forward dan reverse diperlukan analisis yang menyeluruh terhadap sistem. Studi kasus proses logistik module RR yang menerapkan logistik reverse dan module 1-Way yang menerapkan logistik forward pada perusahaan otomotif dapat menjadi pertimbangan baru bagi dunia akademis. Pendekatan dengan menggunakan TCO-NPV dapat membantu dalam mengidentifkasi kehandalan dari masing-masing jenis proses logistik. Hasil penelitian menunjukkan nilai TCO 1-Way 30% lebih kecil dibandingkan nilai TCO RR saat terisi maupun kosong. Hal ini menunjukkan bahwa nilai TCO sangat dipengaruhi oleh jenis proses logistik yang diterapkan baik itu logistik reverse maupun forward. Adapun hal ini disebabkan karena banyaknya aktivitas yang terkait pada satu kali rotasi sebuah module. Adapun kapasitas kontainer baik itu 20 ft dan 40 ft sangat berpengaruh terhadap perhitungan nilai TCO RR maupun 1-Way dan pengoprasian menggunakan kontainer 40 ft mutlak menguntungkan dibandingkan 20 ft. Hasil sekenario menunjukkan investasi PT.TMMIN untuk sebuah module RR lebih kecil dibandingkan 1-Way, baik pada sekenario penurunan permintaan 20%, 40%, dan 60%. Namun demikian, perbedaan harga paling signifikan antara kedua jenis kemasan terjadi pada sekenario penurunan permintaan 20%. Hasil sekenario juga menunjukkan semakin tinggi volume ekspor maka semakin tinggi juga selisih biaya RR dan1-Way serta cost reduction yang didapat. Investasi module RR dapat menghemat biaya investasi hingga 50 % dari investasi module 1-Way. Perhitungan TCO-NPV RR lebih mendekati positive dibandingkan 1-Way. Hasil ini membuktikan bahwa implementasi logistik reverse sangat menguntungkan dari aspek finansial dibandingkan dengan logistik forward. 6. REFERENSI Bernon, M., Cullen, J. (2007).An integrated approach to managing reverse logistics. Int. J. Logist-Res. App. 10, 41-56. Da, Q Huang, Z., Zhang, Q. (2004). Current and future studies on structure of the reverse logistics system: a review. Chin.J. Manage. Sci.12. 131-138. 17 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.
Ellram, et al. (2007) .Supply Chain Management : from Vision to Implementation. New York: Pearson. s Lacerda, L. (2009). Logistica reversa: uma visao sobre os conceitos basicos e as practicas operacionais. Centro de Estudos em Logistica, Rio de Jeneiro. Parvenov, L. (2005). Expert Insight: Best Practices in Warehouse Returns. Supply Chain Digest. Ravi, V., Shankar,E. (2005). Anlaysis of Interactions among the barriers of reverse logistics. Technol, Forecast. Soc.72. 1011-1029 Silva, et al. (2012). Comparison of disposable and returnable packaging: a case study of reverse logistics in Brazil. Journal of Cleaner Production, Vol. xxx (2012) 1-11. Stock, J.R.(1992). Reverse Loistics. Council of Logistic Management . Oak Brook. IL Tibben-Lembke, R.S (1998). The impact of reverse logistics on the total cost of ownership. Journal of Marketing Theory & Practice, 6 (4), 51–60. Tibben-Lembke,, RS. Rogers, D.S.(2002). Differences between forward and revrese logistics. In a retail environment. Supply Chain Manag. Int. J. 7.271-282. Twede, D., Clark, R. (2005).Supply Chain Issues in reusable packaging, J. Market.Channel. 12,7-26 Toyota Motor Asia Pacific Engineering Manufacturing. (2010). Returnable Rack Packing Material Manual. Samutprakarn: Export Part Logistic Department.
18 Analisis perbandingan..., Soegeng Wijaya, FT UI, 2013.