ABSTRACT MOTIVATION AND JOB SATISFACTIONS ANALYSIS AT CONTRACTOR COMPANY IN JEMBRANA REGENCY
Motivation can influence the performance of human sources that influencing the success of a project. Therefore, industrial agents in contractor as apart of industry should understand the motivation and job satisfaction of their workers who will determine the success of the constructional projects. The study was intended to find out the influence of motivation to job satisfaction of worker on contractor company in jembrana regency, knowing the rank of motivation factors having an effect on to job satisfaction at contractor company, and also to know the rank of job satisfaction at contractor company. The data collection were collected by spreading questionnaires to the workers at Contractor company in jembrana regency with position as a Site Manager, Executor Of Field, Administrative Personnel, Logistics, Gaffer, and Worker. The study shown that the influencing of motivation to job satisfaction is very high it can be seen from Adjusted R Square equal to 0,921 it mean that 92,10 % free variables of motivation influence job satisfaction. while the rest 7,90 % representing by other variable which is not packed in this research. The value of r at Model of Summaryb is 0,964, its mean among Physiological Needs variable, Safety and Security Needs, social Needs, Esteem Needs and also Selfactualization Needs, together have very strong correlation to Job Satisfaction. From t - test the most significant factors which influence motivation is Selfactualization Needs factor and physiological Needs factor of this matter can be seen from result of Coefficients a where its significance of less than 0,05 ( = 0,05 ). From F - Test in earning that Physiological Needs, Safety and security Needs, social Needs, Esteem Needs and also Self-actualization Needs by simultan or together have significance influence to to job satisfaction at Contractor company in jembrana regency, this matter can be seen from the result of analysis at tables of ANOVAb where probability value ( Sig.) is 0,000 < = 0,05. Factors influencing job satisfaction is Financial factor, Psychological factor, Physical factor, Social factor.
Keywords : motivation, job satisfaction, correlation, regression, workers.
viii
ABSTRAK ANALISIS MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR DI KABUPATEN JEMBRANA
Motivasi dapat mempengaruhi kinerja sumber daya manusia dimana pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan suatu proyek. Sehingga para pelaku kontraktor sebagai bagian dari industri dengan sumber daya manusia cukup besar perlu kiranya memahami motivasi dan kepuasan kerja dari para pekerjanya yang akan mempengaruhi pencapaian keberhasilan proyek konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana, mengetahui rangking faktor-faktor motivasi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor, serta untuk mengetahui rangking faktor-faktor kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner kepada para pekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dengan jabatan site manajer, pelaksana lapangan, tenaga administrasi, logistik, mandor, dan tukang. Hasil penelitian didapatkan bahwa pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja adalah besar ini dapat dilihat dari Adjusted R Square sebesar 0,921 artinya 92,10 % variable-variabel bebas motivasi mempengaruhi kepuasan kerja sedangkan sisanya 7,90 % merupakan kontribusi variabel-variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Dan nilai r pada model summaryb adalah 0,964, artinya antara variable kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan serta kebutuhan perwujudan diri, secara bersama-sama memiliki korelasi yang sangat kuat sekali terhadap kepuasan kerja. Dari Uji – t yang paling signifikan mempengaruhi motivasi adalah faktor kebutuhan perwujudan diri dan faktor kebutuhan fisiologis hal ini dapat dilihat dari hasil coefficients a dimana hasil signifikansinya dibawah 0,05 ( < = 0,05 ). Dari Uji – F di dapat bahwa kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan serta kebutuhan perwujudan diri secara simultan/bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan Kontraktor di Kabupaten Jembrana, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis pada tabel ANOVAb dimana nilai probabilitas (Sig.) adalah 0,000 < = 0,05. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor financial, faktor psikologis, faktor fisik, faktor sosial.
Kata kunci : motivasi, kepuasan kerja, korelasi, regresi, pekerja.
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi adalah sumberdaya. Tanpa sumberdaya, mustahil suatu proyek dapat dilaksanakan. Proyek yang besar secara otomatis memerlukan sumberdaya yang besar pula. Mengingat sangat berpengaruhnya sumberdaya, terutama sumberdaya manusia dalam pelaksanaan suatu proyek maka diperlukan pengelolaan proyek yang baik, yang dapat menciptakan strategi yang tepat, yaitu menentukan bagaimana caranya agar setiap sumber daya manusia dalam organisasi proyek memberi kontribusi secara optimal terhadap pencapaian tujuan proyek. Aspek sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat penting dan paling dominan dalam sebuah organisasi. Manajemen sumberdaya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen pada umumnya, yakni merupakan kunci utama dalam pencapaian tujuan organisasi. Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja, ia akan berusaha semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian, produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat sehingga dapat mendorong tercapainya tujuan organisasi.
viii
Kepuasan kerja sebagai respons umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh pekerja sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggan. Dalam perserpsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu, di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi jasa konstruksi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insetif. Kompensasi merupakan motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pekerja pada suatu jasa konstruksi tertentu. Apabila di satu pihak pekerja menggunakan pengetahuan, ketrampilan, tenaga, dan sebagaian waktunya untuk berkarya pada suatu jasa konstruksi. Di lain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu. Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah motivasi. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar, dapat
viii
membantu meningkatkan motivasi pekerja dan sekaligus juga meningkatkan loyalitas anggota jasa konstruksi. Di era reformasi sekarang ini Kontraktor harus bekerja secara professional karena dalam pelaksanaannya masyarakat ikut serta melakukan pengawasan dan penilaian terhadap hasil pelaksanaan suatu proyek. Hasil yang dimaksud disini adalah wujud fisik yang sesuai dengan kualitas yang sudah disyaratkan dalam suatu specifikasi yang dituangkan dalam suatu RKS (Rencana Kerja dan Syaratsyarat). Di Kabupaten Jembrana dalam hal ini pemerintah daerah selaku Pengguna Barang dan Jasa sudah mengarahkan para jasa konstruksi dalam hal ini kontraktor untuk bekerja secara professional, karena bagaimanapun juga kontraktor merupakan mitra kerja pemerintah daerah untuk penyedia barang dan jasa konstruksi. Sehingga kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana benar-benar harus memperhatikan Motivasi dan Kepuasan kerja karyawannya. Motivasi dapat mempengaruhi kinerja sumber daya manusia dan kepuasan kerja yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas suatu proyek. Sehingga para pelaku industri jasa konstruksi sebagai bagian dari industri yang menampung sumber daya manusia yang cukup besar perlu kiranya memahami motivasi dan kepuasan kerja dari para pekerjanya yang akan mempengaruhi pencapaian keberhasilan proyek konstruksi. Pekerja tanpa motivasi yang tepat akan menyebabkan berbagai macam persoalan. Sebaliknya, motivasi dapat menyebabkan kepuasan kerja yang kemungkinan besar dapat meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja.
viii
Kepuasan kerja dapat terjadi apabila ada kesesuaian antara motivasi yang menjadi dasar kebutuhan dengan apa yang dirasakan oleh individu. Untuk mencapai tujuan proyek secara efektif dan efisien seorang manajer proyek harus mengetahui apa sebenarnya yang menjadi motivasi para pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan fisik seperti site manajer, pelaksana lapangan, logistik, administrasi, mandor, karena merekalah pelaksana-pelaksana yang mewujudkan semua sumberdaya menjadi bangunan fisik. Upah buruh yang mencukupi, adanya jaminan asuransi, dan peralatan yang cukup mendukung merupakan beberapa faktor motivasi bagi para site manajer, pelaksana lapangan, logistik, administrasi, mandor, tukang dalam bekerja. Di Kabupaten Jembrana para pelaku jasa konstruksi khususnya kontraktor masih belum memperhatikan motivasi karyawannya hal ini dapat diperhatikan dalam pelaksanaan suatu proyek masih banyak kontraktor yang bekerja tidak tepat waktu dan tepat mutu. Faktor cuaca dapat mempengaruhi pelaksanaan dan faktor kontraktor itu sendiri yang kurang memperhatikan motivasi dan kepuasan kerja karyawannya. Sehingga penelitian dilaksanakan mengenai analisis terhadap motivasi dan kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana.
1.2. Rumusan Masalah Melihat uraian latar belakang diatas, maka timbul beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh antara motivasi dengan kepuasan kerja pekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana ? viii
2. Bagaimana hubungan faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi kepuasan kerja ? 3. Bagaimana rangking faktor-faktor kepuasan kerja yang paling berpengaruh pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana ?
1.3. Batasan Masalah Agar penelitian tidak terlalu luas sehingga menyimpang dari tujuannya, maka permasalahan dibatasi hanya pekerja yang dikerjakan pada proyek konstruksi adalah tenaga kerja lapangan kontraktor di Kabupaten Jembrana yang meliputi, Site Manajer, Pelaksana lapangan, logistik, tenaga administrasi, mandor dan tukang, dan kontraktor yang berkualifikasi grade 2, grade3, grade 4, grade5. Populasi responden dilkasanakan dengan secara random. Untuk pertanyaan kuisener yang disebarkan ke responden mengutip dari definisi operasional tentang motivasi dan definisi operasional tentang kepuasan kerja dari sumber sigiro (2000). Sehingga penyempurnaan dan revisi kalimatkalimat pertanyaan pada kuisener yang disebarkan ke pekerja Site Manajer, Pelaksana lapangan, logistik, Tenaga Administrasi, Mandor, dan Tukang tidak perlu dilakukan. Masalah – masalah yang telah disebutkan di luar batasan akan digunakan sebagai bahan refrensi untuk memperoleh penulisan yang sistematis dan komunikatif serta menyeluruh tanpa keluar dari permasalahan yang utama.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : viii
1. Mengetahui pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana. 2. Mengetahui rangking faktor-faktor motivasi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana. 3. Mengetahui rangking faktor-faktor kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di kabupaten Jembrana.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu menambah wawasan mengenai pengelolaan sumber daya manusia pada perusahaan kontraktor secara umum dan khususnya perusahaan Kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana, dan dapat digunakan sebagai wacana akademis untuk penelitian lebih lanjut. 2. Menunjang pembangunan. Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berguna bagi pemerintah dan para pihak pengambil keputusan untuk dijadikan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan di bidang manajemen sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan Perusahaan kontraktor. 3. Pengembangan industri. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan kontraktor sebagai bahan masukan untuk peningkatan pengelolaan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi sehingga dihasilkan pencapaian proyek konstruksi yang mampu bersaing di tingkat global.
viii
4. Sebagai sarana menambah pengetahuan teoritis tentang faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi kepuasan kerja. 5. Bagi Kontraktor, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada penyedia jasa konstruksi agar memperhatikan faktor-faktor motivai pekerja sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan manajemen proyek.
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bekerja Sebagai Aktifitas Manusia Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam aktifitas, salah satu aktifitas itu diwujudkan dalam serangkaian kegiatan bekerja sebagai pekerja pada suatu organisasi dalam hal ini kontraktor. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang harus diakhiri dengan buah karya dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan (As’ad,1995). Tidaklah cukup bagi manusia untuk mampu bekerja tetapi manusia juga harus mempunyai kemauan untuk bekerja karena dalam bekerja tidak hanya memerlukan fisik saja tetapi juga harus memiliki ketrampilan. Aktifitas yang dilakukan baik aktifitas fisisk maupun aktifitas mental selalu berorientasi pada tujuan, yaitu melakukan hal-hal untuk mencapai sesuatu. Serangkaian aktifitas itu dapat dipandang sebagai suatu perilaku manusia yang merupakan gambaran yang sangat sederhana dari motivasi dasar manusia. Manusia didorong untuk beraktifitas karena manusia berharap bahwa aktifitas tersebut akan membawa pada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari keadaan sebelumnya. Apa yang menjadi faktor pendorong bagi manusia untuk beraktifitas atau bekerja lebih banyak ditentukan oleh dibutuhkannya ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya serta untuk memenuhi kelangsungan dalam menghadapi kehidupan dan adanya keinginan mencapai kebutuhan yang belum terpenuhi pemberian suatu
viii
kompensasi akan dapat meningkatkan ataupun menurunkan prestasi kerja, kepuasan kerja, maupun motivasi pekerja. (As’ad,1995). 2.2. Kebutuhan Sebagai Dasar Penggerak Setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dan adanya kebutuhan atau motif merupakan penyebab yang mendasari perilaku seseorang. Untuk mengerti perilaku seseorang perlu diketahui kebutuhan-kebutuhannya. Dari sekian banyak kebutuhan yang ada, oleh Davis dan Newstrom (dalam Sigiro, 2000) dibagi menjadi dua jenis, yaitu [ 1 ] kebutuhan fisik pokok/primer (primary needs) dan [ 2 ] kebutuhan sosial dan psikologis/sekunder (secondary needs). Sedangkan menurut Flippo (dalam Sigiro, 2000) kebutuhan terdiri dari : 1. Kebutuhan fisiologis/primer. Kebutuhan ini timbul sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup, misalnya makanan, air, udara. 2. Kebutuhan sosial/sekunder. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang samarsamar dan tak teraba, termasuk dalam kategori ini adalah kebutuhan keterhubungan fisik dan pergaulan sosial, kebutuhan kasih sayang atau kebutuhan rasa diterima oleh orang lain. 3. Kebutuhan egoistik. Berasal dari kebutuhan untuk memandang ego atau diri sendiri dalam suatu cara tertentu. Kebutuhan ini antara lain adalah prestasi, penghargaan, kekuasaan dan kebebasan. Sementara menurut Wexley dan Yukl (1992) beberapa kebutuhan manusia yang cukup relevan adalah : 1. Kebutuhan kelangsungan hidup.
viii
2. Kebutuhan keamanan. 3. Kebutuhan berkelompok. 4. Kebutuhan penghargaan. 5. Kebutuhan kebebasan. 6. Kebutuhan kecakapan dan keberhasilan. Berkenaan dengan bekerja sebagai salah satu aktifitas manusia, maka adanya kebutuhan akan diubah oleh seseorang menjadi keinginan-keinginan tertentu di dalam bekerja. Menurut Flipo (dalam Sigiro, 2000) keinginankeinginan tertentu itu adalah : 1. Upah (wages), membantu memuaskan banyak kebutuhan tetapi tidak memadai untuk memotivasi semua orang. 2. Keterjaminan pekerjaan (security of job), keinginan ini sangat mendapat prioritas dari para pekerja dan serikat buruh karena ancaman dari perkembangan teknologi. 3. Teman sekerja yang menyenangkan (congenial associates), keinginan ini berasal dari kebutuhan sosial untuk berteman dan diterima oleh sesama. 4. Penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan (credit for work done), keinginan ini berasal dari kebutuhan secara egoistic. 5. Pekerjaan yang berarti (a meaningful job), keinginan ini berasal dari kebutuhan akan penghargaan maupun dorongan ke arah perwujudan diri dan prestasi.
viii
6. Kesempatan untuk maju (opportunity to advance), tidak semua pekerja ingin maju tetapi sebagian dari mereka ingin mengetahui bahwa kesempatan itu ada jika mereka ingin menggunakannya. 7. Kondisi kerja yang nyaman, aman dan menarik (comfortable, safe and attractive working conditions). Keinginan ini didasari oleh banyak kebutuhan seperti kebutuhan kemanan dan status sosial. 8. Kepemimpinan yang mampu dan adil (competent and fair leadership), keinginan ini dapat berasal dari kebutuhan fisiologis dan keterjaminan. 9. Perintah dan pengarahan yang masuk akal (reasonable orders and directions), perintah yang tidak masuk akal yang tidak dapat dilaksanakan akan memperbesar ketidakamanan dan kekecewaan. 10. Suatu organisasi yang relevan secara sosial (a socially relevant organization), keinginan ini berasal dari kebutuhan manusia akan harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Arbie (dalam Sigiro, 2000), keinginan tersebut antara lain : 1. Kondisi kerja yang baik. 2. Perasaan diikutsertakan dalam setiap tindakan organisasi. 3. Menerapkan disiplin yang manusiawi. 4. Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik. 5. Kesetiaan pimpinan terhadap bawahan. 6. Promosi sesuai dengan perkembangan organisasi. 7. Pengertian yang simpatik terhadap masalah pribadi bawahan. 8. Keamanan kerja.
viii
9. Pekerjaan yang sifatnya menarik. Selanjutnya Koontz, dkk, (dalam Sigiro, 2000) mengatakan bahwa motivasi dapat dipandang sebagai suatu rantai reaksi antara kebutuhan, keinginan dan kepuasan (needs want satisfaction chains). Diawali oleh adanya kebutuhan, kebutuhan tersebut menimbulkan keinginan, keinginan menyebabkan ketegangan (tensions), ketegangan yang ada menimbulkan suatu tindakan yang diarahkan pada tujuan pencapaian kepuasan. Kepuasan yang didapat bertahan setidaktidaknya hingga timbul kebutuhan yang berikutnya. Hal tersebut lebih jelas diterangkan pada gambar 2.1.
Kebutuhan
Menim bulkan
Menimbul Kan
Keinginan
Tindakan
menyebab kan
Menghasil kan
Tegangan (Tensions)
Kepuasan
Gambar 2.1. Rantai Kebutuhan, Keinginan dan Kepuasan (Koontz, dkk, dalam Sigiro, 2000 : 9)
2.3. Motivasi (Motivation) 2.3.1. Definisi motivasi Secara umum motivasi mencakup keseluruhan golongan, dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis. Hal ini bahwa memotivasi pekerja viii
adalah melakukan hal-hal diharapkan dapat memuaskan dorongan dan keinginan sehingga menimbulkan dorongan bagi pekerja untuk bertindak sesuai yang diinginkan (Koontz, dkk, dalam Sigiro, 2000). Reksohadiprojo dan Handoko (1995) mengatakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan tertentu guna mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai kepuasan. Sementara motivasi didefinisikan oleh Wexley dan Yukl (1992) sebagai proses dimana perilaku manusia diberikan energi dan diarahkan. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi dalam diri seseorang yang didorong oleh suatu kekuatan untuk melakukan tindakan yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan pada akhirnya memberikan kepuasan. Oleh karenanya tidak akan ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan. Motivasi dapat dijadikan dorongan untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian kepuasan. 2.3.2. Model motivasi Untuk memahami motivasi sebagai perilaku manusia dalam bekerja telah dikembangkan model-model motivasi. Handoko (1996) menyebutkan ada tiga model untuk menjelaskan motivasi yang berkaitan dengan aktifitas bekerja, yaitu : 1.
Model tradisional Model tradisional mengisyaratkan bagaimana membuat para pekerja dapat menjalankan pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efisien. Secara tradisional dinyatakan bahwa para
viii
pekerja pada dasarnya malas dan untuk mendorong atau memotivasi tenaga kerja dilakukan dengan cara memberikan imbalan berupa upah atau gaji yang makin meningkat. 2.
Model hubungan manusia Mkodel ini lebih menekankan dan menganggap penting adanya faktor kontak sosial yang dialami pekerja dalam bekerja dan bahwa kebosanan yang dirasakan dari pekerjaan yang bersifat pengulangan adalah faktor pengurang motivasi. Menurut model ini, para pekerja dapat dimotivasi melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa lebih penting dan berguna, ini tidak berarti masalah imbalan diabaikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain memberikan berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya.
3.
Model sumber daya manusia Model ini menyatakan bahwa para pekerja dimotivasi tidak hanya oleh uang atau keinginan mencapai kepuasan tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan berarti. Asalkan yang dikemukakan adalah bahwa kebanyakan para pekerja telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Jadi, para pekerja dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk membuat keputusan dalam pelaksanaan tugas. Model motivasi yang disebutkan di atas berkaitan dengan teori-teori
motivasi yang telah berkembang untuk menjelaskan perilaku manusia dalam bekerja.
viii
2.3.3. Teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) Teori hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow merupakan teori yang paling dikenal untuk menerangkan konsep motivasi pemenuhan kebutuhan hidup manusia hingga saat ini. Dikatakan bahwa pada dasarnya manusia mempunyai lima tingkat kebutuhan hidup berjenjang yang disusun menurut hirarki kebutuhan. Konsep hirarki kebutuhan adalah bahwa tingkat kebutuhan tersebut berlaku bagi setiap orang dan tersusun atas dasar kepentingan, artinya tingkat kebutuhan yang paling rendah harus dipenuhi terlebih dahulu baru kemudian tingkat kebutuhan yang di atasnya dipenuhi. Pada saat suatu tingkat kebutuhan terpenuhi maka tingkat kebutuhan yang berikutnya menjadi lebih dominan. Jika kebutuhan pada tingkat awal telah terpuaskan maka yang menjadi lebih dominan. Jika kebutuhan pada tingkat awal telah terpuaskan maka yang menjadi motivator selanjutnya adalah kebutuhan yang berikutnya, atau dengan kata lain, kebutuhan yang belum terpuaskan akan menggerakkan motivasi ke tingkat kebutuhan yang baru. Secaara ringkas prinsip teori hirarki kebutuhan adalah : a.
Pertama, kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dari tingkat kebutuhan terendah sampai tingkat kebutuhan tertinggi.
b.
Kedua, suatu tingkat kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku manusia. Kelima tingkat kebutuhan hidup manusia yang berjenjang seperti
dimaksud oleh Maslow adalah sebagai berikut (Handoko, 1996): 1.
Kebutuhan fisiologis (physiological need)
viii
Merupakan kebutuhan primer yang digunakan oleh manusia untuk mempertahankan hidup, misalnya makan, minum, tempat berlindung, seks, istirahat dan kebutuhan ragawi lainnya. Penerapannya di lingkungan kerja berbentuk ruang istirahat, berhenti untuk makan siang, udara berssih untuk bernafas atau periode on the job. 2.
Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs) Yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, seperti keselamatan jiwa atau perasaan aman atas masa depan. Kondisi kerja yang aman, serikat pekerja, tabungan, uang pesangon, jaminan pension, asuransi, aman dari pemecatan pekerjaan, keselamatan kerja dan sistem penanganan keluhan merupakan bentuk dari kebutuhan ini di lingkungan kerja. Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan tingkat kedua yang akan muncul apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi.
3.
Kebutuhan sosial (social needs) Apabila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan hubungan dengan sesama seperti perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), keinginan bersahabat dan kebutuhan untuk ikut berperan serta (sense of participation), Kegiatan-kegiatan yang disponsori perusahaan dan acaraacara peringatan merupakan penerapannya.
4.
Kebutuhan penghargaan (esteem needs) Yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan seperti pengakuan (recognition), rasa hormat diri, keinginan berprestasi (achievement) serta tanggung jawab
viii
dan wewenang. Esteem needs berbentuk kekuasaan, promosi, hadiah, status, pengakuan, jabatan dan penghargaan. 5.
Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization need) Yaitu kebutuhan pemenuhan diri seperti mempergunakan potensi diri, pengembangan kreatifitas dan ekspresi, pengembangan kapasitas mental dan kapasitas kerja. Munculnya kebutuhan ini biasanya berdasarkan telah terpenuhinya kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan
kebutuhan
penghargaan.
Self-actualization
needs
berbentuk
penyelesaian tugas yang bersifat menantang, melakukan pekerjaan yang memerlukan kreatifitas dan pengembangan ketrampilan. Selanjutnya Maslow memisahkan kelima tingkat kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan order rendah (low order needs) dan kebutuhan order tinggi (high order needs). Kebutuhan order rendah adalah kebutuhan yang dipenuhi secara eksternal yang terdiri dari kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman, sedangkan kebutuhan order tinggi adalah kebutuhan yang dipenuhi secara internal yang terdiri dari kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri. Dalam teori hirarki kebutuhan, manusia termotivasi oleh kebutuhankebutuhan yang tidak terpuaskan dan bukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang sudah terpuaskan. Maslow (dalam Sigiro, 2000) berpendapat bahwa rata-rata warga masyarakat mungkin terpuaskan 85 % dalam kebutuhan fisiologis, 70% dalam kebutuhan rasa aman, 50 % akan kebutuhan sosial, 40 % dalam kebutuhan penghargaan dan 10 % dalam kebutuhan aktualisasi diri.
viii
Hirarki kebutuhan tersebut tidak dimaksudkan sebagai suatu kerangka yang dapat dipakai setiap saat, tetapi lebih merupakan suatu kerangka yang mungkin berguna dalam meramalkan tingkah laku pekerja berdasarkan kemungkinan kebutuhan yang tinggi atau kebutuhan yang rendah. Suatu kenyataan yang harus diterima adalah bahwa kebutuhan setiap orang berbedabeda yang disebabkan oleh berbagai faktor yaitu latar belakang pendidikan, tinggi rendahnya kedudukan, pengalaman masa lalu, cita-cita masa depan dan pandangan hidup (Wahjosumidjo, 1992). Kritik terhadap teori hirarki kebutuhan ini adalah kepentingan relatif kebutuhan seseorang berfluktuasi sepanjang waktu. Meskipun teori ini banyak dikritik namun pernyataan bahwa beberapa kebutuhan merupakan prioritas ketimbang kebutuhan yang lainnya tampak sebagai pernyataan yang sahih (Wexley dan Yukl, 1992). Dikatakan juga oleh Reksohadiprodjo dan Handoko (1995) bahwa teori ini telah banyak berguna bagi organisasi perusdahaan untuk dapat memotivasi pekerjaannya atas dasar tingkat kebutuhan yang menjadi motivasi mereka. Bagaimanapun teori hirarki kebutuhan telah banyak digunakan dalam usaha memotivasi para pekerja, paling tidak dengan dua alasan berikut (Handoko, 1996) : 1.
Teori ini dapat digunakan untuk memperjelas dan memperkirakan, tidak hanya prilaku individual tetapi juga kelompok, dengan melihat rata-rata kebutuhan yang menjadi motivasi mereka.
viii
2.
Menunjukkan bahwa bila tingkat kebutuhan terendah relatif terpuaskan, maka faktor tersebut berhenti menjadi motivator yang penting bagi perilaku individu.
2.3.4. Teori kebutuhan yang dipelajari (learned needs theory) Teori ini dikembangkan oleh David Mc Clelland yang memusatkan perhatian pada tiga bentuk kebutuhan manusia. Hal penting dari teori ini adalah bahwa kebutuhan itu dapat
dipelajari,
yang ditunjukkan dengan cara
mengajarkannya kepada seseorang untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan tujuan motivasinya. Menurut Mc Clelland (Reksohadiprodjo dan Handoko, 1996) ketiga kebutuhan tersebut adalah : 1. Kebutuhan prestasi (need for achievement – nACH), yaitu kebutuhan untuk berprestasi dan sukses. Hal tersebut tercermin dari keinginan seseorang untuk bertanggung jawab secara pribadi, menentukan tujuan yang wajar dengan segala resikonya, dan mengembangkan sesuatu secara kreatif dan inovatif. 2. Kebutuhan kerjasama (need for affiliation – nAFF), yaitu kebutuhan untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Kebutuhan ini ditunjukkan dengan adanya keinginan bersahabat, senang bekerjasama, senang bergaul dan berusaha mendapatkan persetujuan dari orang lain. 3. Kebutuhan kekuasaan (need for power – nPOW), yaitu kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan selalu berusaha menjaga reputasi atau kedudukannya.
viii
Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran sukses itu semata-mata. Mereka mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu dengan baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini adalah kebutuhan akan prestasi ( need for achievement ). Dari riset mengenai kebutuhan akan prestasi, McClelland dalam Stephen P. Robins (1996 : 205) bependapat bahwa, peraih prestasi tinggi memperbedakan diri mereka dari orang-orang lain oleh hasrat mereka untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Mereka mencari situasi dimana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untukmenemukan pemecahan terhadap problem-problem, dimana mereka mendapat umpan balik yang cepat atas kinerja mereka sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan dimana
mereka
dapat
menentukan
tujuan-tujuan
yang
sedang-sedang
tantangannya. Kebutuhan kedua yang dipencilkan oleh McClelland adalah pertalian atau afiliasi (need for affiliation). Kebutuhan ini menerima perhatian paling kecil dari para peneliti. Afiliasi dapat dimiripkan dengan tujuan-tujuan Dale Carnegie dalam Stephen P. Robins (1996 : 206) yaitu hasrat untuk disukai dan diterima baik oleh orang-orang lain. Individu-individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang sangat melibatkan derajad pemahaman timbal-balik yang tinggi.
viii
Kebutuhan akan kekuasaan (need for power) adalah hasrat untuk mempunyai dampak, berpengaruh, dan mengendalikan orang-orang lain. Individuindividu dengan kekuasaan yang tinggi menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, lebih menyukai ditaruh ke dalam situasi kompetitif dan berorientasi-setatus, dan cendrung lebih peduli akan prestise (gengsi) dan memperoleh pengaruh terhadap orang-orang lain daripada kinerja yang efektif. Orang-orang yang memiliki tingkat kebutuhan yang tinggi terhadap kekuasaan lebih menyukai situasi dimana mereka dapat memperoleh dan mempertahankan kendali sarana untuk mempengaruhi orang lain. Mereka suka berada dalam posisi memberikan saran dan pendapat, serta membicarakan orang lain sebagai alat. Dengan cara ini mereka dapat memenuhi kebutuhan akan kekuasaan. McClelland dalam Gary Dessler (1992 : 335) mengemukakan bahwa setiap orang memiliki semua kebutuhan itu dalam kadar tertentu. Tetapi, tidak ada dua orang yang sama memiliki semua kebutuhan itu dalam proporsi yang sama. Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki kebutuhan untuk berprestasi dengan kadar tinggi tetapi rendah kadar kebutuhan afiliasinya. Orang lain mungkin memiliki kebutuhan berafiliasi dengan kadar tinggi, tetapi rendah kadar kebutuhannya untuk berkuasa. Dikemukakan oleh McClelland bahwa jika kebutuhan seseorang sangat kuat, dampaknya adalah penggunaan perilaku yang mengarah ke pemuasan kebutuhannya. Perilaku yang dihubungkan dengan kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kekuasaan akan mendorong individu tersebut dalam bekerja.
viii
Menurut teori ini, ketiga kebutuhan di atas merupakan motivasi yang tetap pada setiap individu dan dapat dipergunakan tergantung dari situasi dan peluang yang ada. Keraguan terhadap teori ini adalah tidak jelasnya apa yang mendasari bahwa kebutuhan tersebut dapat diperoleh secara bertahap, dan apakah kebutuhan yang diperoleh dapat menetap sepanjang periode tertentu (Gibson, dkk, 1989). 2.4. Teknik-teknik Memotivasi Penerapan dari teori-teori motivasi dalam lingkungan kerja memerlukan teknik-teknik atau pendekatan tertentu agar dapat menciptakan suatu situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi pada setiap diri pekerja untuk berperilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Teknik-teknik tersebut tetaplah harus memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, diantaranya adalah (Wahjosumidjo, 1992; Wexley dan Yukl, 1992) : 1. Bersikaplah baik (to be good approach), dilakukan antara lain dengan memberikan kondisi kerja yang baik, pemberian berbagai tunjangan, dan sebagainya. 2. Melalui perundingan secara implisit (implicit bargaining), dilakukan melalui persetujuan antara pimpinan dan pekerja terhadap hasil kerja dengan imbalan yang akan diberikan. 3. Melalui kompetisi (competition), Kompetisi merupakan sumber motivasi yang cukup baik karena setiap pekerja akan bergantung pada dirinya sendiri untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin. Promosi dan gaji diberikan kepada mereka yang bekerja sangat baik sehingga terjadi persaingan untuk memenuhi pemuasan kebutuhan.
viii
4. Dengan kekerasan (the strong approach), memotivasi dengan cara ini memiliki banyak kelemahan karena penekanan dari pimpinan akan mengakibatkan terjadinya perlawanan dan rasa frustasi dari para pekerja. 5. Partisipasi (participation), Merupakan salah satu teknik yang mendapat dukungan yang luas dari hasil penelitian motivasi karena bila pekerja ikut dilibatkan dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka akan memberikan tanggung jawab dan keberhasilan yang lebih baik. 6. Pemerkayaan pekerjaan (job enrichment), adalah suatu pendekatan untuk merancang kembali pekerjaan guna meningkatkan motivasi. Hal ini akan memungkinkan
para
pekerja
lebih
bertanggung
jawab,
dapat
mengendalikan diri, kesempatan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih menarik, penuh tantangan dan lebih berarti. 7. Kualitas kehidupan kerja (quality of work life), Teknik ini dipergunakan untuk menanggulangi masalah-masalah di dalam banyak kasus job enrichment,
dimana
para
pekerja
tidak
diikutsertakan
dalam
mengidentifikasi hal-hal yang dapat membuat pekerjaan mereka lebih menarik. 8. Upah. Banyak bukti yang memperagakan bahwa upah mungkin bukan satu-satunya motivator tetapi sukar untuk berargumen bahwa upah tidak memotivasi. Agar upah memotivasi pekerja, maka harus dipenuhi kondisikondisi tertentu, dalam arti, upah akan mencerminkan motivator lainnya.
viii
2.5. Kepuasan Kerja (job Satisfaction) Menurut Gomes (1995), salah satu sasaran penting yang ingin dicapai dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja dari para pekerja yang bersangkutan sehingga akan meningkatkan prestasi kerja. Hal ini penting karena kepuasan kerja tersebut akan memberikan suatu pencapaian tujuan pekerja yang lebih baik, perubahan sikap ke arah yang lebih positif, kebutuhan pelatihan dan perencanaan serta pemantuan perubahan di tingkat manajemen (Davis dan Newstrom dalam Sigiro, 2000). Oleh sebab itu, memberikan motivasi agar dicapai kepuasan bagi para pekerja merupakan kewajiban bagi setiap pimpinan perusahaan karena pengamatan yang cermat dan terus-menerus dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja mereka akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan (As’ad, 1995). Setidaknya terdapat 3 alasan mengapa para pimpinan harus peduli terhadap kepuasan kerja pekerja dalam organisasi mereka, yaitu (Robbins dalam Sigiro, 2000) : 1. Ada bukti yang jelas bahwa para pekerja yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri, sementara pekerja yang terpuaskan mempunyai tingkat keluar dan kemangkiran yang lebih rendah. 2. Pekerja yang terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang, beberapa hasil riset bahkan menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi panjangnya usia dari pada kondisi fisik.
viii
3. Kepuasan kerja dibawa ke kehidupan di luar pekerjaan. Bila para pekerja puas dengan pekerjaannya akan memperbaiki hidup mereka di luar pekerjaannya sementara yang tidak terpuaskan membawa pulang sikap negatif tersebut. 2.5.1. Definisi kepuasan kerja Pengertian dari kepuasan kerja sangat bermacam-macam, hal ini dikarenakan kepuasan kerja itu sendiri bersifat subyektif. Namun dari beberapa definisi yang ada tidaklah terdapat suatu perbedaan yang sangat prinsip. Oleh Davis dan Newstrom (dalam Sigiro, 2000) dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah serangkaian perasaan senang (favorable) atau tidak senang (unfavorable) dari seorang pekerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja, menurut Steers dan Porter (dalam Sigiro,2000) merupakan wujud dari sikap (attitudes) seseorang terhadap suatu obyek. Wexley dan Yulk (1992) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai cara seseorang pekerja merasakan pekerjaannya. Rick, dkk. (dalam Sigiro, 2000) mengartikan kepuasan kerja sebagai suatu fungsi dari perbedaan antara apa yang diinginkan atau yang seharusnya diperoleh dengan apa yang benar-benar diperoleh. Hoppeck (dalam As’ad, 1995) me3ngatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Secara sederhana dikatakan oleh Robbins (dalam Sigiro, 2000) bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya.
viii
Jadi dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil interaksi dari sikap pekerja terhadap pekerjaannya. Dengan demikian perlu untuk diketahui secara menyeluruh faktor-faktor apa saja yang menentukan kepuasan kerja. 2.5.2. Faktor-faktor kepuasan kerja Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, faktor-faktor tersebut dalam peranannya memberikan kepuasan kepada pekerja tergantung dari persepsi masing-masing pekerja. Johan (2002) merumuskan kepuasan kerja sebagai respons umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa beragairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu, di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insetif. Kompensasi merupakan motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai pada suatu organisasi tertentu. Apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, ketrampilan, tenaga, dan sebagian waktunya untuk
viii
berkarya pada suatu organisasi. Di lain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu (Siagian, 2002:252). Martoyo (1998:114) menyebutkan bahwa dalam suatu organisasi pengaturan kompensasi merupakan faktor yang penting untuk dapat menarik, memelihara, maupun mempertahankan tenaga kerja bagi kepentingan organisasi yang bersangkutan. Kompensasi yang wujudnya dapat bersifat finansial maupun nonfinansial pada dasarnya adalah suatu wujud penghargaan atas jasa seseorang pada organisasi yang bersangkutan. Pemberian suatu kompensasi akan dapat meningkatkan ataupun menurunkan prestasi kerja, kepuasan kerja, maupun motivasi pekerja. Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan motivasi, kesetiaan, ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Menurut Hulin (1996) gaji merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah sebab dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (As’ad, 2003 : 113).
viii
Secara teoritis beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan hubungannya dengan motivasi serta kinerja dikemukakan oleh Wendell (dalam Sigiro, 2000) seperti pada gambar berikut ini.
(3) Gaya kepemimpinan Dukungan kelompok Perilaku dalam kelompok Sumber Daya Manusia
(1) Tujuan dan Kebutuhan Seseorang
(6) Kemampuan dan Ketrampilan
(2)
(5)
(8)
Motivasi
Usaha
Kinerja
(4) Tingkat imbalan Yang diharapkan
(7) Pelatihan teknologi yang mendukung
(9) Imbalan (Intrinsik dan Ekstrinsik)
(11) Kepuasan Kerja
(10) Persamaan imbalan yang dirasakan
Gambar 2.2. Hubungan Motivasi, Kinerja dan Kepuasan (Wendell dalam Sigiro, 2000 : 27) Oleh As’ad (1995) beberapa faktor tersebut dirangkum menjadi : 1.
Faktor psikologis, meliputi minat, sikap terhadap kerja, ketentraman dalam bekerja serta bakat dan ketrampilan kerja.
viii
2.
Faktor social, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik dengan sesama pekerja maupun dengan atasan.
3.
Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi pekerja itu sendiri.
4.
Faktor financial, merupakan faktor-faktor yang terdiri dari sistem dan besarnya upah, jaminan sosial, tunjangan dan fasilitas serta promosi. Sementara menurut Robbins (dalam Sigiro, 2000), bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : 1.
Kerja yang secara mental menantang. Para pekerja cendrung lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik. Pekerjaan yang kurang menantang menyebabkan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu menantang menciptakan rasa frustasi dan kegagalan, sementara pada kondisi tantangan yang sedang para pekerja akan mengalami kepuasan dalam bekerja.
2.
Ganjaran yang pantas. Para pekerja menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak ambigu dan sesuai dengan harapan mereka.
3.
Kondisi kerja yang mendukung. Lingkungan kerja yang baik dan memudahkan tugas-tugas lebih diinginkan oleh para pekerja, termasuk dalam hal ini juga adalah jarak bekerja yang dekat dengan rumah dan kemungkinan peralatan yang modern.
viii
4.
Rekan sekerja yang mendukung. Bagi kebanyakan pekerja, bekerja juga mengisi kebutuhan interaksi sosial, karena itu mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung akan memberikan kepuasan kerja yang meningkat.
5.
Kesesuaian kepribadian dengan pekerja. Pada hakekatnya pekerja yang mempunyai kepribadian yang kongruen dengan pekerjaannya akan dapat memenuhi tuntutan dan kemungkinan keberhasilan yang lebih besar pada pekerjaannya, dengan demikian memberikan kepuasan pada pekerja tersebut.
2.6. Motivasi dan Kepuasan Kerja pada Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah salah satu bentuk dari organisasi, dimana didalamnya terlibat banyak sumber daya manusia sebagai tenaga kerja. Sebagai proyek yang padat
modal dan padat karya, maka sudah seharusnya
memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam pengelolaannya, karena dengan pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan menghasilkan penggunaan tenaga kerja yang efektif dan efesien. Keberhasilan pengelolaan proyek konstruksi, salah satunya dapat diukur dari kepuasan kerja yang dialami oleh para pekerjanya. Kepuasan kerja tersebut dapat dicapai apabila motivasi dari para pekerjanya selalu mendapatkan perhatian dari para pengelola proyek. (Langford, dkk, 1995). Menurut Johan (dalam Sigiro, 2000) untuk meningkatkan motivasi di kalangan para pekerja dapat dilakukan dengan cara : 1. Lebih memberikan penghargaan terhadap hasil kerja yang baik daripada memberikan hukuman kepada pekerja yang hasil kerjanya kurang baik. Bentuk penghargaan tersebut dapat berupa bonus, pujian atau promosi.
viii
2. Memberikan fasilitas kerja yang lebih baik, karena fasilitas kerja merupakan pendukung bagi para pekerja untuk membuat hasil kerja lebih baik. 3. Memperluas kesempatan dari para pekerja untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan. Dengan adanya partisipasi dari pekerja akan membuat kualitas menjadi baik dan komitmen yang lebih tinggi. 2.7. Perusahaan Kontraktor. Menurut Ervianto (2002) definisi perusahaan kontraktor adalah orang atau badan usaha yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan biaya yang ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan. Kontraktor dapat berupa perusahaan perseorangan yang berbadan hukum atau sebuah badan hukum yang bergerak dalam pelaksanaan pekerjaan. 2.7.1. Tugas dan Tanggung Jawab Perusahaan Kontraktor. Tugas dan tanggung jawab kontraktor meliputi (Ervianto, 2002) sebagai berikut : 1. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambar rencana, peraturan, dan syaratsyarat, penjelasan pekerjaan dan syarat-syarat tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa. 2. Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang disetujui oleh konsultan perencana. 3. Perencanaan dan pengendalian waktu, biaya, kualitas, dan keselamatan kerja. 4. Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
viii
5. Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikannya sesuai dengan ketetapan yang berlaku. 2.7.2. Hirarki Perusahaan Kontraktor. Menurut Halpin dan Rigss (1992) perusahaan kontraktor dalam manajemen konstruksi meliputi empat tingkatan hirarki yaitu (1) Tingkat organisasional, (2) Tingkat proyek, (3) Tingkat operasional, dan (4) Tingkat penugasan kerja (Gambar 2.3). Level Hirarki Organisasional
Deskripsi dan dasar fokus 1. 2. 3. 4.
1. Fokus pada atribut proyek dan komponen fisik
Proyek 2.
3. 4.
1.
Operasional
2. 3.
Fokus pada tindakan lapangan dan proses teknologi
4. 1. 2. 3.
Pekerjaan
4.
Struktur/bentuk perusahaan; Fungsi manajemen kantor pusat dan kantor di proyek (Lapangan); Administrasi proyek yang dikerjakan; Kelengkapan proyek yang terdiri dari (1) biaya total, (2) durasi, (3) keuntungan (4) aliran kas dan (5) Kemajuan fisik proyek. Definisi proyek, kontrak, gambargambar/desain-desain, spesifikasi dan aktivitas proyek; Fokus biaya, waktu dan pengaturan sumber daya (manusia dan non manusia); Penjadwalan dan estimasi biaya; Pengendalian waktu, biaya dan sumber daya. Fokus metode konstruksi dan pencapaian proyek konstruksi. Kelengkapan sumber daya proses kerja. Metode kerja dan teknologi yang digunakan (yang ada dan terpakai). Kemampuan individu pekerja. Pembagian tugas di lapangan. Pekerjaan setiap unit di lapangan. Pengetahuan instrinsik dan keahlian pada level keanggotaan pekerja. Kesesuaian kemampuan dasar terhadap tugas pekerja.
Gambar 2.3. Hirarki dalam Manajemen Konstruksi (Halpin dan Rigss, 1992). viii
Tingkatan ”Organisasional” dan ”proyek” terfokus pada komponen fisik proyek sedangkan pada tingkatan ”operasional” dan ”penugasan” lebih terfokus pada proses pelaksanaan di lapangan, sehingga setiap tingkatan yang ada membutuhkan sumber daya manusia yang berbeda-beda (Halpin & Rigss, 1992). 2.7.2.1. Tingkat Organisasional. Tingkat organisasional berhubungan dengan berbagai macam fungsi manajemen perusahaan yang diantaranya membentuk interaksi diantara kantor pusat (head office) dan bagian lapangan (field agents). Keputusan yang diambil pada tingkat organisasional berhubungan dengan penawaran proyek dan perekrutan personal dalam perusahaan. Berikut ini akan diberikan deskripsi dan dasar fokus pada tingkat organisasional. Dasar fokus yang pertama pada tingkatan organisasional adalah struktur/bentuk perusahaan. Struktur/bentuk perusahaan merupakan bentuk kepemilikan bisnis yang digunakan perusahaan kontraktor seperti kepemilikan secara individu, persekutuan dan korporasi. Setiap bentuk perusahaan bisnis harus memiliki legalitas, pajak dan akibat finansial yang harus ditanggung (Clough dan Sears, 1994). Dasar fokus yang kedua, fungsi manajemen kantor pusat dan kantor di proyek (lapangan). Menurut Soeharto (1995), manajemen kantor pusat menangani pekerjaan-pekerjaan meliputi desain egineering, penyusunan jadwal, anggaran biaya dan kegiatan pembelian, sedangkan manajemen kantor lapangan menangani program pengadaan dan pelatihan kerja.
viii
Dasar fokus yang ketiga, administrasi proyek yang dikerjakan. Administrasi proyek digunakan untuk menyusun sistem pengarsipan secara menyeluruh agar semua arsip perusahaan yang diperoleh dari proyek lebih lengkap. Apabila tahap-tahap proses konstruksi didukung dengan sistem dokumentasi yang lengkap dan teliti, akan sangat membantu kelancaran dan ketertiban pelaksanaan proyek. Salah satu hal penting adalah berkurangnya kemungkinan munculnya berbagai klaim yang tidak mendasar dan beralasan (Wiryodiningrat et al., 1997). Meskipun demikian, beberapa perusahaan tidak menetapkan sistem pengarsipan secara menyeluruh mulai dari permasalahan pada fase awal sampai dengan akhir proyek. Secara umum bentuk yang dapat diterima berkaitan dengan catatan kemajuan proyek adalah laporan konstruksi harian (daily construction report). Laporan konstruksi harian meliputi keseluruhan informasi mengenai kemajuan kerja (Fisk dan Reynolds, 2006). Dasar fokus yang keempat, kelengkapan proyek yang terdiri dari biaya, durasi, keuntungan, aliran kas dan prosentase kemajuan fisik proyek. Biaya adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap, dalam arti tidak bergantung dari volume produksi, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berhubungan erat dengan tingkat produksi. Durasi yang bisa juga diartikan jadwal waktu proyek setiap kegiatan, sehingga dapat
digunakan pada waktu
merencanakan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan proyek secara keseluruhan (Dipohusodo, 1996). Keuntungan adalah besarnya perubahan laba jika faktor-faktor seperti biaya produksi, volume dan harga penjualan berubah. Laba merupakan unsur aliran kas yang akan dipakai
viii
sebagai model analisis aspek finansial kelayakan proyek (Soeharto, 1995). Aliran kas merupakan aliran biaya pertama, modal kerja, biaya operasi, biaya produksi dan revenue. Prosentase kemajuan fisik proyek adalah tahapan fisik yang dicapai selama pelaksanaan proyek. 2.7.2.2. Tingkat Proyek. Tingkatan ini didominasi oleh tujuan utama dari suatu proyek yaitu pengendalian biaya, waktu dan sumber daya. Peran manajer proyek sangat dibutuhkan dalam tingkatan ini, selain itu jenis-jenis p[ekerjaan seperti perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Berikut ini akan diberikan deskripsi dan dasar fokus pada tingkat proyek. Dasar fokus yang pertama pada tingkat proyek adalah definisi proyek, kontrak, gambar-gambar/desain-desain, spesifikasi dan aktivitas proyek. Proyek merupakan kombinasi sumber daya manusia dan non manusia secara bersamasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu (lyer dan Kohli, 2001). Kontrak adalah surat perjanjian pekerjaan pemborongan antara pihak pemberi tugas (owner, employer, client) dengan kontraktor (contractor) (Djojowirono, 2005). Pada umumnya gambar-gambar kontrak berupa gambar situasi, denah, potongan, pandangan/tampak, detail/penjelasan, konstruksi lengkap dengan perhitungan konstruksi dan penjelasan tambahan (bila diperlukan). Spesifikasi proyek adalah penjabaran kebutuhan teknik untuk setiap divisi kerja dalam kontrak yang lengkap dan detail (Bartholomew, 2001).
viii
Dasar fokus yang kedua, waktu dan pengaturan sumber daya manusia yang meliputi manusia, alat dan material. Sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi kemahiran teknis, metode kerja, dan manajemen; dan pekerja konstruksi, mesin, peralatan dan material. Pengaturan sumber daya ditujukan untuk mengestimasi kebutuhan biaya pada rencana kerja yang berlandaskan pada jadwal waktu (Soeharto, 1995). Dasar fokus yang ketiga, penjadwalan yang sesuai sehingga proyek tersebut dapat digunakan pada waktu yang telah ditetapkan dalam rencana pemilik proyek. Estimasi biaya yang tepat adalah perencanaan terhadap setiap pengeluaran selama pelaksanaan proyek. (Soeharto, 1995). Dasar fokus yang keempat, pengendalian waktu agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan (Soeharto, 1995). Pengendalian biaya yang dimaksud disini adalah proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran. Pengendalian sumber daya ditujukan untuk mengestimasi kebutuhan sumber daya sesuai dengan rencana kerja yang berlandaskan pada jadwal waktu. 2.7.2.3. Tingkat Operasional. Tingkat operasional berhubungan dengan teknologi dan metode pelaksanaan konstruksi. Tingkatan ini terfokus pada pelaksanaan proyek di lapangan. Biasanya operasional konstruksi merupakan suatu hal yang kompleks dan mencakup berbagai proses, dimana setiap proses tersebut menggunakan teknologi yang berbeda-beda dengan penugasan kerja yang berurutan. Berikut ini akan diberikan deskripsi dan dasar fokus pada tingkat operasional.
viii
Dasar fokus yang pertama pada tingkat operasional adalah fokus pada metode konstruksi. Sistem metode konstruksi adalah prosedur yang harus diikuti untuk melaksanakan suatu pekerjaan proyek, serta untuk memenuhi mutu yang telah ditentukan. Intinya metode konstruksi adalah mencari metode yang tepat untuk penyelesaian pekerjaan konstruksi. Pencapaian proyek konstruksi menitikberatkan pada proses penyelesaian proyek konstruksi sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, sesuai dengan time schedule, dan sesuai dengan biaya yang direncanakan (Ervianto, 2002). Dasar fokus yang kedua, kelengkapan sumber daya dan proses kerja. Kebanyakan dalam penyusunan jaringan kerja diasumsikan bahwa sumber daya yang diperlukan selalu tersedia sehingga analisis dan perhitungan selalu memasukkan faktor kelengkapan sumber daya. Padahal kenyataannya tidak demikian, akibatnya penyatuan proses kerja dalam jadwal yang dihasilkan akan tidak realistis. Oleh karena itu perlu diperhatikan faktor ketersediaan sumber daya sebelum menetapakan jadwal sebagai pegangan saat pelaksanaan kerja (Soeharto, 1995). Dasar fokus yang ketiga, teknologi yang biasa digunakan. Salah satu faktor untuk bisa bersaing dalam pasar global adalah apabila perusahaan bisa bekerja dengan efisien dan produktivitasnya tinggi. Untuk itu diperlukan penggunaan teknologi yang tepat. Biasanya kemajuan-kemajuan teknologi akan seiring peningkatan efesiensi kerja. Yang dimaksud teknologi disini adalah hal-hal yang menyangkut metode konstruksi untuk melaksanakan pekerjaan. Tingkatan teknologi pelaksanaan yang tepat akan membantu pencapaian target proyek,
viii
terutama untuk proyek-proyek yang mempunyai kompleksitas tinggi serta dituntut waktu penyelesaian yang cepat (Ota, 1994). Dasar fokus yang keempat, kemampuan individu pekerja. Kemampuan individu berkaitan erat dengan produktivitas. Menurut Soeharto (1995), tolak ukur untuk memperkirakan produktivitas tenaga kerja yaitu mengukur hasil guna atau efisiensi kerja. Produktivitas tenaga kerja akan besar pengaruhnya terhadap total biaya proyek, minimal pada aspek jumlah tenaga kerja dan fasilitas yang diperlukan. 2.7.2.4. Tingkat Penugasan. Tingkat penugasan berhubungan dengan identifikasi dan penugasan pada personal untuk pekerjaan yang ada dilapangan (field agents), sehingga dalam tingkat ini keahlian pekerja sangat perlu untuk diperhatikan. Dasar fokus yang pertama pada tingkat penugasan adalah pembagian tugas orang-orang lapangan atau proyek. Pembagian tugas orang-orang lapangan atau proyek dilakukan oleh supervisor. Tugas supervisor meliputi segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan tugas pengelolaan para tenaga kerja, memimpin para pekerja dalam pelaksaaan tugas. Dasar fokus yang kedua, pekerjaan setiap unit dilapangan. Pada kegiatan konstruksi, seorang supervisor lapangan memimpin satu kelompok kerja yang terdiri dari pekerja lapangan (labor craft), seperti tukang batu, tukang besi, tukang pipa, tukang kayu, pembantu (helper) dan lain-lain. Komposisi kelompok kerja berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan. Oleh karena
viii
itu peran supervisor adalah mengoptimalkan kelompok kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Dasar fokus yang ketiga, pengetahuan instrinsik dan keahlian pada level keanggotaan pekerja. Pekerja yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keahlian dalam pekerjaan tertentu akan mempercepat suatu pekerjaan dan mengurangi biaya yang diperlukan. Dasar fokus yang keempat, kesesuaian kemampuan dasar terhadap tugas pekerja. Jenis dan intensitas kegiatan proyek berubah cepat sepanjang siklusnya, sehingga penyediaan jumlah tenaga, jenis ketrampilan, dan keahlian harus mengikuti tuntutan perubahan tersebut. Oleh karena itu perencanaan tenaga kerja proyek yang menyeluruh dan terinci harus memperhitungkan kemampuan dasar pekerja yang disesuaiakan dengan jenis dan intensitas kegiatan proyek.
2.8. Undang-undang dan Peraturan Berkaitan dengan Pengembangan Jasa Konstruksi. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Selain berperan mendukung bebagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula dalam mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kondisi pada saat ini, jasa konstruksi daerah belum menunjukkan adanya peningkatan kualifikasi dan kinerja yaitu pada
viii
kenyataannya mutu produk, ketepatan waktu, efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia dan modal maupun teknologi tidak sebagaimana yang diharapkan. Untuk mengembangkan jasa konstruksi diperlukan pengaturan yang terencana, terarah, terpadu dan menyeluruh dalam bentuk Undang-undang sebagai landasan hukum. 2.8.1. Undang-undang RI No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Undang-undang RI No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi BAB VIII : Pembinaan Pasal 35 Ayat : 1.
Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan.
2.
Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standard-standard teknis.
3.
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi.
4.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penyelenggaraan
pekerjaan
konstruksi
untuk
menjamin
terwujudnya
ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5.
Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi.
viii
2.8.2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional sehingga diperlukan pembinaan baik terhadap penyedia jasa, pengguna jasa, maupun masyarakat guna menumbuhkan pemahaman kesadaran akan tugas dan fungsi serta hak dan kewajiban masing-masing dan meningkatkan kemampuan
dalam
mewujudkan
tertib
usaha
jasa
konstruksi,
tertib
penyelenggaraan jasa konstruksi dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35 Undang-undang No 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Bentuk Pembinaan Jasa Konstruksi salah satunya meliputi tentang pemberdayaan. Pemberdayaan sebagaimana yang dimaksud adalah dilakukan dengan menetapkan kebijakan, meliputi : 1. Pengembangan sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi (termasuk kontraktor); 2. Dukungan lembaga keuangan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan dan akses dalam memperoleh pendanaan; 3. Dukungan lembaga pertanggungan (Asuransi) untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan resiko; 4. Peningkatan kemampuan manajemen, teknologi, sistem informasi serta penelitian pengembangan teknologi. (Pasal 6 ayat 3)
viii
2.9. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 11 Tahun 2006 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. Untuk permasalahan digunakan 4 faktor standard peniliaian registrasi tersebut, yaitu (1) sumber daya manusia, (2) pengalaman, (3) resiko, dan (4) teknologi. Dalam hal ini faktor sumber daya manusia dan pengalaman merupakan kualifikasi usaha berdasarkan tingkat/kompetensi dan potensi kemampuan usaha, sedangkan faktor resiko dan teknologi merupakan kualifikasi perusahaan dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Resiko, dan Teknologi dalam Pasal 18 LPJK digolongkan sebagai berikut : 1.
Kriteria resiko pada pekerjaan pelaksana terdiri dari : a. Kriteria resiko kecil mencakup pekerjaan pelaksana yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda. b. Kriteria
resiko
sedang
mencakup
pekerjaan
pelaksana
yang
pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia, dan lingkungan. 2.
Kriteria penggunaan teknologi pada pekerjaan pelaksana ditentukan berdasarkan besaran biaya dan volume pekerjaan, terdiri dari : a. Kriteria teknologi sederhana mencakup pekerjaan pelaksana yang menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli. b. Kriteria teknologi madya mencakup pekerjaan pelaksana yang ahli.
viii
c. Kriteria
teknologi
tinggi
mencakup
pekerjaan
pelaksana
yang
menggunakan peralatan berat dan memerlukan tenaga ahli dan tenaga terampil.
Kualifikasi Usaha dalam Pasal 14 LPJK disebutkan penggolongan yaitu : 1.
Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman/kompetensi dan potensi kemampuan usaha terdiri dari kecil, menengah dan besar, kemampuan melaksanakan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko dan kriteria penggunaan teknologi.
2.
Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana dibagi dalam Grade : a. Grade 1
: Orang Perseorangan Kualifikasi usaha kecil.
b. Grade 2, 3, dan 4
: Kualifikasi usaha kecil.
c. Grade 5
: Kualifikasi usaha menengah.
d. Grade 6
: Kualifikasi usaha besar.
e. Grade 7
: Kualifikasi usaha besar termasuk badan usaha asing yang membuka kantor perwakilan.
Selengkapnya kualifikasi usaha jasa konstruksi ditunjukkan pada Tabel 2.1. beserta persyaratannya. Berdasrkan faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan kontraktor seperti yang telah disebutkan dalam Peraturan LPJK Nomor 11 tahun 2006 maka dapat diketahui ada empat faktor yaitu (1) sumber daya manusia, (2) pengalaman, (3) resiko, dan (4) teknologi. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
viii
1.
Sumber daya manusia. Permasalahan yang menyangkut sumber daya manusia adalah sebagai berikut: a. Ketersediaan, tingkat pendidikan dan pengalaman staf lapangan. Staf disini adalah staf administrasi dan staf teknis seperti surveyor, pelaksana, logistik, site engineer, site manager, mekanik, dan lain-lain (Ganda, 1997). b. Ketersediaan, tingkat pendidikan dan pengalaman tenaga kerja ahli. Ketersediaan, tingkat pendidikan dan pengalaman tenaga ahli ini bisa sebagai manajer teknik, manajer lapangan maupun sebagai pekerja untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu (Ganda, 1997). c. Ketersediaan dan pengalaman tenaga kerja lapangan. Tenaga kerja konstruksi merupakan ujung tombak tercapainya target proyek. Suatu desain yang baik, tidak menjamin terwujudnya hasil fisik yang baik, jika tidak ditunjang oleh kualitas pekerja lapangan yang baik. Kemampuan dan pengalaman tenaga kerja lapangan sangat erat hubungannya dengan biaya dan produktivitas, karena itu ketersediaan dan pengalaman tenaga kerja lapangan merupakan faktor yang penting bagi kontraktor (Santoso et al, 1994). d. Training tenaga kerja lapangan. Sumber daya manusia merupakan modal utama yang menentukan kualifikasi kontraktor, sehingga pelatihan tenaga kerja harus mendapatkan perhatian yang serius. Pelatihan bukan hanya yang berkaitan dengan
viii
langsung dengan teknik-teknik kerja yang benar, tetapi juga tentang penanganan masalah-masalah yang mungkin terjadi. Untuk itu perlu disosialisasikan kesadaran dan pengertian tentang pentingnya pelatihan ini kepada para tenaga kerja. Tujuannya untuk memastikan bahwa semua tenaga kerja yang melakukan kegiatan yang akan mempengaruhi target proyek telah memiliki kemampuan yang memadai dan merata dalam bidangnya masing-masing (Wiryodiningrat et al., 1997). e. Jumlah tenaga kerja yang bersertifikat. Sertifikasi keahlian dan ketrampilan kerja diperlukan dalam rangka menciptakan tenaga kerja yang memiliki keahlian dan ketrampilan standar, berdisiplin, dan produktif untuk melaksanakan pembangunan, karena memenuhi standar kualifikasi serta prosedur uji keahlian, ketrampilan, dan sertifikasi yang berlaku secara umum (Priyanto, 1998). 2.
Pengalaman. Permasalahan yang menyangkut pengalaman adalah sebagai berikut : a. Pengalaman selama lima tahun terakhir (tipe, jumlah dan kekompleksan proyek). Indikator untuk mengetahui tipe, jumlah dan tingkat kekompleksan proyek yang pernah ditangani oleh perusahaan kontraktor selama lima tahun terakhir (Jaselkis dan Russell, 1992). b. Pengalaman pada proyek dengan pemilik proyek yang sama pada proyek yang akan ditawarkan.
viii
Jika pemilik proyek pernah bekerja sama dengan kontraktor maka pemilik proyek mempunyai pengalaman dan pengetahuan aktual terhadap kemampuan
kontraktor
tersebut,
sehingga
pemilik
proyek
akan
mempertimbangkan kontraktor tersebut untuk menangani lagi proyeknya, karena merasa puas dengan kinerja kontraktor tersebut pada proyek sebelumnya. (Russell et al., 1990). c. Pengalaman terhadap proyek sejenis. Indikator ini untuk mengevaluasi kontraktor yang sering mengerjakan proyek yang sejenis, sehingga kontraktor telah mengerti kesulitankesulitan yang akan dihadapi dan cara mengatasinya, terutama untuk proyek-proyek yang sejenis dimana penanganannya memerlukan keahlian dan teknologi khusus (Tanidjojo, 2000). d. Kondisi lokasi/daerah proyek. Karakteristik wilayah yang satu dengan yang lainnya memiliki sifat yang berbeda-beda, hal yang sama juga mempengaruhi sifat orang dimasingmasing daerah, dengan demikian kontraktor harus dapat menyesuaikan dengan kondisi lokasi/daerah proyek. Material yang didatangkan dari luar daerah memerlukan penanganan khusus untuk masalah transportasinya (rusak diperjalanan atau kualitas yang kurang sesuai dengan permintaan). (Widodo, 1994). e. Jumlah pekerjaan yang disubkontrakkan. Subkontraktor dibutuhkan dengan spesialisasi di bidangnya, terutama jenis-jenis pekerjaan tertentu yang memerlukan penanganan khusus agar
viii
hasilnya bisa maksimal dan jika kontraktor tersebut memiliki beberapa proyek yang harus dikerjakan maka akan disubkontrakan ke kontraktor rekanannya. Dengan catatan kontraktor utama tidak hanya sebagai perantara saja, tetapi tetap bertanggung jawab kepada pemilik proyek. (Sapiie, 1990). 3.
Resiko. Resiko-resiko yang mungkin terjadi selama pelaksanaan proyek antara lain (Sapiie, 1996) : a. Resiko dalam pengadaan material, misalnya kemungkinan kenaikan harga, kesulitan transportasi, kesalahan waktu pengiriman, kesalahan jumlah, kerusakan, dan lain-lain. b. Resiko dalam menghadapi cuaca dan alam yang sulit untuk diramalkan dengan tepat, misalnya banjir, tanah longsor, ketidak cocokan antara data yang ada dengan kenyataan. c. Resiko di bidang keuangan, antara lain keterlambatan pembayaran dari pemilik proyek, kekurangan modal kerja, kenaikan BBM, dan lain-lain. d. Resiko di bidang teknik, misalnya ketidakcocokan gambar rencana dengan kondisi alam yang dihadapi, perubahan-perubahan yang diperlukan karena faktor-faktor teknik yang tidak dapat dihindari, dan lain-lain.
4.
Teknologi. Penggunaan sistem komputerisasi akan lebih cepat, akurat dan efisien dalam perencanaan dan pengontrolan jadwal, biaya, sitem pengarsipan, dan sumber daya lain yang diperlukan pada periode-periode tertentu. Jika sewaktu-waktu
viii
diperlukan untuk revisi maka data base akan lebih cepat untuk ditelusuri. Dengan demikian sistem komputerisasi sangat penting diterapkan di proyek untuk perencanaan dan pengontrolan jadwal, biaya dan sumber daya (Tanidjojo, 2000). Tabel 2.1. Persyaratan penetapan grade dan kompetensi Perusahaan kontraktor (LPJK, 2006).
Kategori
Batas nilai satu pekerjaan
Kekayaan bersih
Grade 1
Rp.0 – Rp. 100 juta
Tidak dipersyaratkan
Grade 2
Rp.0 – Rp. 300 juta
Rp. 50 juta – 1 orang Rp. 600 juta
Grade 3
Rp.0 – Rp. 600 juta
Rp.100 juta – 1 orang Rp. 800 juta
Kelompok
Kecil
Minimal bersertifikat ketrampilan
Grade 4
Rp. 0 – Rp. 1 Rp.400 juta – 1 orang milyar Rp. 1 milyar
Grade 5
Lebih dari Rp.1 milyar – 1 orang Rp.1 milyar – Rp. 10 milyar Rp. 10 milyar
Menenga h Grade 6
Besar
Penanggung jawab badan usaha (PJBU)
Grade 7
Lebih dari Rp. 1 – Rp. 25 milyar
Rp.3 milyar – 1 orang Rp. 25 milyar
Lebih dari Rp.10 milyar – 1 orang Rp.1 milyar – tak terbatas. tak terbatas.
Sumber : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, 2006.
viii
Tabel 2.2. Persyaratan Penanggung Jawab, Pengalaman. Perusahaan Kontraktor (LPJK, 2006). Penanggung jawab teknik Kelompok (PJT) Grade 1 Minimal bersertifikat keterampilan
Penanggung jawab bidang (PJB) Minimal bersertifikat keterampilan
Grade 2
1 orang minimal bersertifikat keterampilan kerja, pengalaman 2 tahun 1 orang minimal bersertifikat keterampilan kerja, pengalaman 5 tahun
Tidak dipersyaratkan
1 orang minimal bersertifikat keterampilan kerja, pengalaman 10 tahun
Tidak dipersyaratkan
Grade 3
Grade 4
Tidak dipersyaratkan
viii
Pengalaman
Keterangan
Pengalaman 3 Persyaratan tahun di proyek lain : konstruksi 1.Memiliki SKA/SKT 2. NPWP Pengalaman tidak dipersyaratkan
Pengalaman melaksanakan pekerjaan grade 2 sesuai sub bidangnya dengan jumlah minimum 3 pekerjaan dengan total nilai minimum Rp.400 juta selama 7 tahun Pengalaman melaksanakan pekerjaan grade 3 sesuai sub bidangnya dengan jumlah minimum 3 pekerjaan dengan tottal nilai minimum Rp.800 juta selama 7 tahun
Lanjutan tabel 2.2. Persyaratan Penanggung Jawab, Pengalaman perusahaan Kontraktor (LPJK. 2006). Penanggung jawab teknik (PJT) 1 orang minimal bersertifikat keahlian kerja, pengalaman 2 tahun
Penanggung jawab bidang (PJB) 1 orang perbidang usaha minimal bersertifikat keahlian kerja pengalaman 2 tahun
Grade 6
1 orang minimal bersertifikat keahlian kerja, pengalaman 5 tahun
1 orang perbidang usaha minimal bersertifikat keahlian kerja pengalaman 5 tahun
Grade 7
1 orang minimal bersertifikat keahlian kerja, pengalaman 8 tahun
1 orang perbidang usaha minimal bersertifikat keahlian kerja pengalaman 8 tahun
Kelompok Grade 5
Pengalaman Pengalaman melaksanakan pekerjaan grade 4 sesuai sub bidangnya dengan jumlah minimum 3 pekerjaan dengan total minimum Rp.2,5 milyar selama 7 tahun Pengalaman melaksanakan pekerjaan grade 5 sesuai sub bidangnya dengan jumlah minimum 3 pekerjaan dengan total minimum Rp.12 milyar selama 7 tahun Pengalaman melaksanakan pekerjaan grade 6 sesuai sub bidangnya dengan jumlah minimum 3 pekerjaan dengan total minimum Rp.32 milyar selama 7 tahun
Sumber : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, 2006.
viii
Keterangan
Sekurangkurangnya dalam organisasi badan usaha memiliki divisi terpisah untuk perencanaan operasional keuangan, dan administrasi personalia. Sekurangkurangnya dalam organisasi badan usaha memiliki divisi terpisah untuk perencanaan operasional keuangan, dan administrasi personalia. Serta badan usaha wajib memiliki sertifikat ISO.
2.10. Penelitian Kualitatif Pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif dan konvesional, seperti gambaran umum disain penelitian kualitatif dan bentuk penelitian kualitatif. 2.10.1. Gambaran Umum Disain Penelitian Kualitatif Berbeda dengan penelitian konvensional yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian kualitatif, disain penelitian tidak ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu, menurut Bogdan &Biklen, 1982 dalam Arief Furchan, 1996) fungsi disain tetap sama yaitu digunakan dalam penelitian untuk menunjukkan rencana penelitian tentang bagaimana melangkah maju. Lincoln dan Guba (1985) mengidentifikasi unsur-unsur atau elemen-elemen disain naturalistik seperti yang ada pada uraian dibawah ini. 2.10.1.1. Penentuan fokus penelitian (initial focus for inquiry) Penentuan fokus penelitian dilakukan dengan memilih fokus atau pokok permasalahan yang dipilih untuk diteliti, dan bagaimana memfokuskannya: masalah mula-mula sangat umum, kemudian mendapatkan fokus yang ditujukan kepada hal-hal yang spesifik. Namun, fokus itu masih dapat berubah. Fokus sangat penting sebab tidak ada penelitian tanpa fokus, sedangkan sifat fokus tergantung dari jenis penelitian yang dilaksanakan. Misalnya, untuk penelitian fokusnya adalah masalah, untuk evaluasi fokusnya adalah evaluan, dan untuk analisis kebijakan fokusnya adalah pilihan kebijakan.
viii
2.10.1.2. Penyesuaian paradigma dengan fokus penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul dalam penyusunan disain, diantaranya: (a) Apakah fenomena terwakili oleh konstruksi yang ganda dan kompleks (a multiciplicity of complex social contructions)?; (b) sampai di mana tingkatan interaksi antara peneliti-fenomena dan sampai di mana tingkatan ketidakpastian interaksi tersebut yang dihadapkan kepada peneliti ?; (c)sampai di mana tingkatan ketergantungan konteks?; (d) apakah beralasan (reasonable) untuk menyatakan hubungan kausal yang konvensional pada unsur-unsur fenomena yang diamati ataukah hubungan antar gejala itu bersifat mutual simultaneous shipping?; (e) sampai di mana kemungkinan nilai-nilai merupakan hal yang krusial pada hasil (context and time-bound atau context and time-free generalization)? 2.10.1.3. Penyesuaian paradigma penelitian dengan teori substantif yang dipilih Kesesuaian acuan teori yang digunakan (kalau ada) dengan sifat sosial yang diacu sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif apabila temuan-temuan dapat memunculkan teori dari bawah (grounded), maka penelitian tersebut dapat dilanjutkan. Teori yang muncul dari bawah ini hendaknya ajeg dengan paradigma metode yang menghasilkan teori tersebut.
viii
2.10.1.4. Penentuan di mana dan dari siapa data akan dikumpulkan Dalam penelitian kualitatif tidak ada pengertian populasi, samp[ling juga berbeda tafsirannya dengan metode lainnya. Dalam kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti tentang aspek apa, dari peristiwa pa, dan siapa yang dijadikan focus pada saat dan situasi tertentu.Oleh karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Artinya, tujuan sampling adalah untuk mencakup sebanyak mungkin informasi yang bersifat holistic kontekstual. Dengan kata lain, sampling tidak harus representatif terhadap populasi (penelitian kuantitatif), melainkan representative terhadap informasi holistik. Dalam merencanakan sampling dipertimbangkan langkah-langkah berikut; (a)menyiapkan identifikasi unsure-unsur awal; (b)menyiapkan munculnya sample secara teratur dan purposif; (c)menyiapkan penghalusan atau pemfokusan sample secara terus-menerus; dan (d) menyiapkan penghentian sampling. Sebagai catatan bahwa rencana-rencana tersebut hanya bersifat sementara, sebab tidak ada satupun langkah yang dapat dikembangkan secara sempurna sebelum dimulainya penelitian di lapangan. 2.10.1.5. Penentuan fase-fase penelitian secara berurutan Dalam penelitian ditentukan tahap-tahap penelitian, dan bagaimana beranjaknya dari tahap satu ke tahap yang lain dalam proses yang berbentuk siklus. Tahapan-tahapan tersebut memiliki tiga fase pokok: Pertama. Tahap orientasi dengan mendapatkan informasi tentang apa yang penting untuk ditemukan, atau orientasi dan peninjauan. Kedua, tahap eksplorasi dengan menemukan sesuatu secara eksplorasi terfokus, dan ketiga, tahap member check
viii
dengan mengecek temuan menurut prosedur yang tepat dan memperoleh laporan akhir. 2.10.1.6. Penentuan instrumentasi. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, melainkan bersifat internal yaitu peneliti sendiri sebagai instrument (human instrument). Bentukbentuk lain instrument boleh dipergunakan jika ada. Untuk semua penelitian naturalistic, evaluasi atau analisis kebijakan sangat bermanfaat apabila instrument manusia diorganisasi dalam satu tim, dengan keuntungan-keuntungan dalam hal peran, perspektif nilai, disiplin, strategi, metodologi, cek internal dan saling mendukung. 2.10.1.7. Perencanaan pengumpulan data Instrumen manusia yang beroperasi dalam situasi yang tidak ditentukan, di mana peneliti memasuki lapangan yang terbuka, sehingga tidak mengetahui apa yang tidak diketahui. Untuk itu maka peneliti haruslah mengandalkan teknik-teknik kualitatif, seperti wawancara, observasi, pengukuran, dokumen, rekaman, dan indikasi non-verbal. Dalam rekaman data terbagi pada dua dimensi, yaitu fidelitas dan struktur. Fidelitas mengacu pada kemampuan peneliti untuk menunjukkan bukti secara nyata dari lapangan(fidelitas tinggi, misalnya rekaman video atau audio, sedangkan fidelitas kurang, misalnya catatan lapangan). Sedangkan dimensi struktur meliputi terstrukturnya wawancara dan observasi.
viii
2.10.1.8. Perencanaan prosedur analisis Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis untuk mengembangkan hipotesis dan teori berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal yang penting dan penentuanapa yang dilaporkan. Karena banyaknya model analisis yang diajukan oleh para pakar, maka peneliti hendaknya memilih salah satu model yang dianjurkan oleh para pakar tersebut. 2.10.1.9. Perencanaan logistik. Perencanaan perlengkapan (logistik) dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: (a)mempertimbangkan kebutuhan logistic awal secara keseluruhan sebelum pelaksanaan proyek; (b)logistik untuk kunjungan lapangan sebelum, berada di lapangan; (c) logistik untuk sewaktu di lapangan; (d) logistik untuk kegiatan-kegiatan setelah kunjungan lapangan; dan (e) perencanaan logistik untuk mengakhiri dan menutup kegiatan. Rencana untuk pemeriksaan keabsahan data Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi empat teknik. Pertama, kredibilitas (credibility)yaitu criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden
viii
sebagai informan. Untuk hasil penelitian yang kredibel, terdapat tujuh teknik yang diajukan
yaitu:
perpanjangan
kehadiran
peneliti/pengamat
(prolonged
engagement), pengamatan terus-menerus (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negative (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota(member checking). Kedua, transferabilitas (transferability). Kriteria ini digunakan untuk memenuhi criteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama. Ketiga, dependabilitas (dependability). Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan
rencana
penelitiannya,
pengumpulan
data,
dan
pengintepretasiannya. Teknik terbaik yang digunakan adalah dependability audit dengan meminta dependent dan independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti. Keempat, konfirmabilita (confirmability). Merupakan kriteria untuk menilai mutu tidaknya hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.
viii
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas penelitian merupakan sebuah proses yang memerlukan perhatian yang benar-benar serius seandainya ingin diperoleh hasil penelitian yang berkualitas. Perhatikan Tabel 2.1. berikut, yang menggambarkan ringkasan penelitian kualitatif sebagai suatu proses yang terbagi dengan fase yang terdiri dari lima kolom dan uraian yang juga dibagi dengan lima kolom seperti yang terlihat sebagai berikut :
Tabel 2.3. Penelitian Kualitatif sebagai Proses Fase Periset
Uraian
sebagai
subjek
penelitian yang multi kultural
Penelitian bersifat historis dan penelitian tradisi , konsep dari diri dan semuanya, tergantung pada etika dan politik penelitian
Paradigma
teoritis
dan
Positivisme, post-positivisme, konstruktivisme, feminisme,
interpretatif
model etnik, model Marxis, cultural studies
Strategi penelitian
Desain studi, studi kasus, etnografi, observasi partisipasi, fenomenologi, grounded theory, metode biografi, metode histories, penelitian tindakan, dan penelitian klinis
Metode pengumpulan data dan
Interviu, observasi, artefak, dokumen dan rekaman, metode
analisis data empiris
visual, metode pengalaman pribadi, analisis dengan bantuan program computer, dan analisis tekstual
Pengembangan dan pemaparan
interpretasi
Kritereia dan kesepakatan, seni dan politik penafsiran, penafsiran tulisan, strategi analisis, tradisi evaluasi, dan penelitian terapan
Sumber : Lincoln dan Graba (1985).
viii
2.10.1.10. Penggunaan Metode Kualitatif dalam Ekonomi Kalau diperhatikan karya-karya klasik dalam bidang ekonomi, misalnya buku karangan Adam Smith , Wealth of Nations (1976) yang ditulis tahun 1776, maka sebagian besar narasinya berisi analisis secara kualitatif. Demikian pula, buku klasik lainnya, karya Karl Marx, Das Kapital, berisi uraian secara mendalam penggunaan berbagai disiplin ilmu untuk menggambarkan keadaan masyarakat pada waktu itu. Penggunaan alat analisis kuantitatif begitu demikian menonjol setelah munculnya aliran Neo-Klasik, yang dalam analisisnya menekankan sudut optimasi dalam kegiatan ekonomi. Walaupun dominasi penggunaan alat dan metode penelitian kuantitatif begitu menonjol, bukan berarti dalam karya ilmiah ilmu ekonomi semuanya memakai itu. Misalnya, aliran ekonomi kelembagaan awal dalam analisis ekonomi menggunakan pendekatan tidak murni, akan tetapi dibantu disiplin ilmu lainnya. Myrdal (1954) dalam karya awalnya menulis betapa pentingnya elemen politik dalam pengembangan teori ekonomi. Karya monumental Myrdal lainnya (1972) yang mengantarkannya memperoleh hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1974 menerangkan kegagalan pembangunan di Asia karena
terlalu
mengadopsi
model
ekonomi
Neo-Klasik
dan
kurang
memperhatikan factor-faktor non ekonomi, seperti keadaaan politik, social, budaya dan hukum. Demikian pula, Weber (dalam Taufik Abdullah, editor, 1979) kuranglah dikenal oleh kalangan mahasiswa, meskipun hasil karyanya cukup terkenal. Menurutnya, kemajuan di dunia Barat dengan kapitalismenya,
viii
disebabkan karena faktor agama yang dianut oleh pengikutnya, khususnya agama Protestan dengan aliran Calvinisme. Celakanya, meskipun Myrdal memperoleh hadiah Nobel Ekonomi akan tetapi dalam banyak buku sejarah pemikiran ekonomi tidaklah diperbincangkan, karena beliau lebih dijuluki sebagai seorang sosiolog. 2.11. Bentuk Penelitian Kualitatif. Bentuk penelitian ini melakukan survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Ada tiga ciri utama pada penelitian survai, yaitu (Sigit, 2001) : a) Informasi dikumpulkan dari suatu kelompok orang dengan maksud supaya dapat mendeskripsikan beberapa aspek atau karakteristik dari suatu populasi yang diwakili oleh kelompoknya itu. b) Cara yang digunakan dalam mengumpulkan informasi melalui pengajuan pertanyaan; dan jawaban atas pertanyaan dari para anggota kelompok itu merupakan data dari studinya. c) Informasi yang dikumpulkan itu dari sampel atau dari populasi. Dilihat dari tujuannya, penelitian ini untuk mengetahui seberapa kuat hubungan (relationship) di antara variabel-variabel motivasi dan kepuasan kerja tanpa mempengaruhi variabel-variabel yang diteliti.
viii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah kualitatif, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Ada tiga cirri utama pada penelitian survai, yaitu : a) Informasi dikumpulkan dari suatu kelompok orang dengan maksud supaya dapat mendeskripsikan beberapa aspek atau karakteristik dari suatu populasi yang diwakili oleh kelompoknya itu. b) Cara yang digunakan dalam mengumpulkan informasi melalui pengajuan pertanyaan; dan jawaban atas pertanyaan dari para anggota kelompok itu merupakan data dari studinya. c) Informasi yang dikumpulkan itu dari sample atau dari populasi. Dilihat dari tujuannya, penelitian ini untuk mengetahui seberapa kuat hubungan (relationship) di antara variabel-variabel motivasi dan kepuasan kerja tanpa mempengaruhi variabel-variabel yang diteliti. 3.2. Responden Penelitian Untuk
mendapatkan
sampel
yang
tepat
dan
signifikan
dengan
permasalahan, maka penelitian ini menggunakan metode purposive random sampling (sampling bertujuan yang dilakukan secara random), dengan menetapkan bahwa sampel penelitian adalah para pekerja dari perusahaan
viii
kontraktor di Kabupaten Jembrana yang mempunyai jabatan, Site manajer, pelaksana lapangan, logistik, administrasi, mandor dan tukang. Penentuan besarnya sampel biasanya didasarkan atas pertimbangan [1] derajat keseragaman populasi, [2] presisi yang dikehendaki, [3] rencana analisis, [4] tenaga, biaya dan waktu (Singarimbun dan Effendi, 1999). Menurut Gay dan Diehl (dalam Sigit, 2001), besar sampel minimum untuk penelitian korelasional adalah 30 subyek. Sehingga dalam penelitian ini jumlah sampel ditetapkan minimal sebanyak 30 subyek dengan perincian masing-masing minimal 10 orang pekerja pada 5 perusahaan kontraktor yang berkualifikasi Grade 2, 18 orang pekerja pada 6 perusahaan kontraktor yang berkualifikasi Grade 3, dan 8 orang pekerja pada 2 perusahaan kontraktor yang berkualifikasi Grade 4, 12 orang pekerja pada 2 perusahaan kontraktor yang berkualifikasi Grade 5. Agar syarat minimal tersebut terpenuhi, maka kuisioner penelitian yang akan disebarkan sebanyak 48 buah. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Data pada penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber asli. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2000). Pada penelitian ini, data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuisioner yang telah diisi oleh para responden. Penyebaran kuisioner ini diserahkan secara langsung kepada para responden.
viii
Data sekunder, yaitu data yang didapat dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh pihak lain yang telah dipublikasikan antara lain buku-buku referensi, artikel majalah dan jurnal yang berkaitan dengan topik studi. 3.4. Rancangan Instrumen Penelitian Penyusunan rancangan instrumen penelitian (kuesioner) dilakukan pertama kali dengan menetapkan suatu bentuk definisi operasional dari topik yang akan diteliti. Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Variabel itu sendiri adalah sesuatu yang mempunyai variasi nilai dari konsep yang akan dioperasionalisasikan dan dilakukan dengan cara memilih dimensi tertentu (Effendi dan Singarimbun, 1999). Rancangan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini disusun dalam 3 bagian utama, yaitu : 1. Bagian pertama, yaitu kelompok kuesioner untuk mengetahui karakteristik profil dari responden. Termasuk dalam bagian ini adalah jenis kelamin, usia, daerah asal, jabatan, pendidikan formal terakhir, pengalaman kerja dibidang proyek konstruksi, dan gaji bersih yang diterima tiap bulan, serta klasifikasi perusahaan tempat responden bekerja. 2. Bagian kedua, yaitu Definisi Operasional : Motivasi untuk mengetahui konsep motivasi kerja dengan menggunakan kuesioner hasil penelitian dari Sigiro (2000). Variabel yang akan diukur dibentuk dari sub faktor yang akan menjadi pertanyaan dalam kuesioner seperti yang terlihat pada tabel 3.1. 3. Bagian ketiga, yaitu Definisi Operasional : Kepuasan Kerja untuk mengetahui variabel kepuasan kerja diambil dari penelitian Sigiro (2000) yang
viii
mengadopsi model Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ), seperti terlihat pada tabel 3.2. 4. Bagian keempat, yaitu alternatif pengukuran yang digunakan yaitu tipe Skala Likert dengan skor, Kuesioner motivasi dan kepuasan kerja. Seperti terlihat pada table 3.3. Tabel 3.1. Definisi Operasional : Motivasi. Definisi Operasional : Motivasi Faktor
Sub Faktor
No pada Kuisioner
A. Kebutuhan fisiologis (Physiological needs)
a. Kesesuaian gaji dengan pekerjaan b. Kenaikan gaji dan tunjangan c. Kondisi lingkungan kerja
1 2 3
B. Kebutuhan keselamatan Dan rasa aman (Safety& security needs)
a. Peralatan kerja yang mendukung b. Uraian tanggung jawab pekerjaan c. Terjaminnya kelanggengan pekerjaan d. Jaminan hari tua e. Program kesehatan dan keselamatan kerja
4 5 6 7 8
C. Kebutuhan sosial (Social needs)
a. Komunikasi dengan rekan sekerja b. Situasi lingkungan kerja yang bersahabat. c. Kegiatan sosial dilingkungan kerja d. Pengawasan yang ketat di proyek
9 10
a. Penghargaan atas prestasi kerja b. Hasil kerja yang terbaik c. Peningkatan kemampuan dan ketrampilan kerja d. Masukan / umpan balik kepada atasan
13 14 15
a. Pekerjaan yang menarik dan menantang b. Kesempatan melakukan yang terbaik c. Kreatifitas dalam pemecahan persoalan d. Pengembangan diri dalam proyek
17
D. Kebutuhan penghargaan (Esteem needs)
E. Kebutuhan perwujudan Diri (Self-actualization Needs)
Sumber. Sigiro (2000) viii
11 12
16
18 19 20
Tabel 3.2. Definisi Operasional : Kepuasan kerja Definisi Operasional : Kepuasan Kerja Faktor A. Penghargaan
Sub Faktor
No pada Kuisioner
a. Penghargaan sebagai pekerja proyek. b. Penghargaan dalam Mengerjakan tugas. c. Prestasi dari pekerjaan yang telah di lakukan.
1 2
B. Kerjasama Organisasi
a. Kesempatan bekerja secara mandiri b. Kesempatan membantu rekan kerja. c. Kesempatan memberikan saran. d. Pekerjaan sesuai dengan kemampuan. e. Pengembangan diri dalam pekerjaan. f. Menggunakan metode sendiri dalam bekerja.
4 5 6 7 8 9
C. Ganjaran yang pantas
a. Jumlah bayaran dan pekerjaan yang Di Lakukan. b. Jaminan kelangsungan pekerjaan . c. Variasi dari pekerjaan yang dilakukan.
10
a. Kebebasan mengeluarkan pendapat. b. Peraturan yang berlaku dan format administrasi proyek. c. Kondisi dari pekerjaan yang ada.
13 14
a. Pekerjaan sesuai hati nurani. b. Kemampuan atasan dalam pengambilan keputusan c. Kesibukan dalam bekerja. d. Pergaulan dengan rekan sekerja. e. Cara pimpinan menangani para stafnya.
16 17
D. Lingkungan kerja
E.Kesesuaian Kepribadian Pekerja.
Sumber. Sigiro (2000)
viii
3
11 12
15
18 19 20
Tabel 3.3. Skala Likert kuesioner motivasi dan kepuasan kerja
Kuesioner Motivasi
Kuesioner Kepuasan Kerja
Sangat Tidak Setuju
=1
Sangat Tidak Puas
= 1
Tidak Setuju
=2
Tidak Puas
= 2
Netral
=3
Biasa Saja
= 3
Setuju
=4
Puas
= 4
Sangat Setuju
=5
Sangat Puas
= 5
Sumber : Sigiro (2000). 3.5. Uji Kuesioner, Validitas dan Reliabilitas Perlu dilakukan pengujian terhadap kuesioner. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu keharusan kuesioner tersebut untuk valid dan reliabel (Santoso, 2000; Sigit, 2001). Suatu kuesioner dikatakan valid (sah) jika pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan / mengukur sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner atau menjadi tujuan dari kuesioner tersebut (ketepatan). Sedangkan suatu kuesioner dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan-pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Pengukuran reliabilitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Santoso, 2000) : a. Repeated measure atau ukur ulang. Di sini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda ( sebulan lagi, lalu dua bulan lagi, dan seterusnya ), dan kemudian dilihat apakah dia tetap konsisten dengan jawabannya. viii
b. One shot
atau diukur sekali saja. Di sini pengukuran hanya sekali dan
kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil pertanyaan lain. Dalam penelitian ini, keandalan kuesioner diukur sekali saja (one-shot) dengan bantuan program SPSS 15. Tingkat signifikansi () yang digunakan adalah 5 %. Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS 15 adalah sebagai berikut (Santoso, 2000) : 1. Jika r hasil Positif, dan/atau r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut Valid. 2. Jika r hasil Tidak Positif, dan/atau r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak Valid. 3. Jika r Alpha Positif, serta r Alpha > r tabel, maka butir atau variabel tersebut Reliabel. 4
Jika r Alpha Tidak Positif, dan / atau r Alpha < r tabel, maka butir atau variabel tersebut Tidak Reliabel.
3.6. Teknik Pengolahan Data Setelah data diperoleh, maka sebelum dianalisis dilakukan pengolahan data untuk menjamin bahwa data yang diperoleh merupakan data yang layak, sehingga hasil analisis dapat mencerminkan interprestasi keadaan di lapangan. Langkah-langkah pengolahan data yang harus dilakukan adalah (Tarman, 2001) : a. Editing, yaitu proses pemeriksaan kelengkapan jawaban yang diisi oleh responden. Proses ini perlu dilakukan sejak awal karena tidak semua responden mau menjawab semua item pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Keadaan ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti : keengganan responden
viii
untuk menjawab pertanyaan, kurang paham akan pertanyaan yang diajukan, atau kurang tertarik pada item pertanyaan tersebut. Sekaran (dalam Tarman, 2001) mengatakan bahwa apabila lebih dari 25 % dari item pertanyaan pada kuisioner tidak dijawab, maka sebaiknya data tersebut dianggap cacat dan tidak diikutkan pada kelompok data yang akan dianalisis. b. Coding, yaitu proses pengkodean jawaban yang diberikan oleh responden pada kuisioner. c. Categorization,
yaitu
proses
pengkategorian
jawaban-jawaban
yang
mempunyai teknik pengukuran data yang sama dalam satu kelompok kategori. Proses ini dilakukan untuk mempermudah operasi komputer yang akan dijalankan. Hal yang harus diperhatikan dalam proses kategorisasi ini adalah mengenai jawaban pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat negatif, dimana pemberian skor atau nilainya harus dibalik untuk menjaga konsistensi jawaban pada arah yang sama. d. Keying, yaitu proses pengetikan data pada komputer sebagai input data untuk diolah. Proses manual ini berpotensi menimbulkan kesalahan ketik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil analisis yang dilakukan. 3.7. Teknik Analisis Data Literatur yang digunakan sebagai acuan dalam analisis data pada penelitian ini adalah Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Santoso, 2001). Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan bantuan software SPSS 10 dengan memakai metode statistik sebagaimana dijelaskan berikut ini.
viii
a. Metode statistik Nilai Prosentase, untuk memprosentasekan jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden pada item-item pertanyaan kuisioner. Untuk menghitung nilai prosentase digunakan rumus : Nilai Data Nilai prosentase =
X 100 %
(3.1)
Jumlah total data
b. Metode statistik Nilai Rata-rata (Mean), untuk mengetahui frekuensi dari setiap jawaban pada item-item pertanyaan tertentu yang diberikan oleh responden. Dengan demikian akan diketahui manakah dari setiap item pada masing-masing
pertanyaan
yang
lebih
prioritas
keadaannya.
Untuk
menghitung mean ( X ), rumus yang digunakan adalah (Walpole dan Myers, 1986) : n
∑ Xi i=1 X =
(3.2) n
Dimana :
Xi = data ke-i n = banyaknya data
c. Metode statistik Simpangan Baku (Standard Deviation) untuk mencari nilai deviasi standar dari tiap nilai mean jawaban pada item-item pertanyaan tertentu yang diberikan oleh responden. Simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus (Walpole dan Myers, 1986) :
viii
n ∑ ( Xi – X ) 2 I=1 S =
(3.3) (n–1)
Dimana : Xi = data ke-i X = mean n = banyaknya data
d. Analisa Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh antara faktor-faktor motivasi dengan kepuasan kerja pekerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rumus persamaan regresi berganda yang digunakan adalah :
Y = a + b1.X1 + b2.X2 + ............ + bn.Xn
Dimana :
(3.4)
Y
= Kepuasan Kerja (dependent variable)
Xn
= Faktor-faktor motivasi (independent variable)
a
= Konstanta
bn
= Slope (simpangan) untuk setiap independent variable
e. Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang kemudian disebut dengan asumsi klasik. Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik menggunakan langkah kerja yang viii
sama dengan uji regresi. Ada lima uji asumsi yang harus dilakukan terhadap suatu model regresi tersebut yaitu uji normalitas, Autokorelasi, uji linieritas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas f.
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Sebagai dasar bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel yang ada. Ada dua cara yang biasa digunakan untuk menguji normalitas model regresi tersebut yaitu dengan analisis grafik (normal P-P plot) dan analisis statistik (analisis Z skor skewness dan kurtosis) one sample Kolmogorov-Smirnov Test.
g.
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test), uji Langrage Multiplier (LM test), uji statistik Q, dan Run Test.
h.
Uji Linieritas. Uji ini digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan yaitu studi empiris linier, kuadrat, atau kubik. Ada tiga uji yang bisa dilakukan untuk mendeteksi yaitu uji Durbin Watson, uji Ramsey, dan uji Langrange Multiplier.
viii
i.
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent variable Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara viriabel bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka variabel-variabel tersebut tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas bernilai nol. Uji ini untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mendeteksi apakah terjadi problem multikol dapat melihat nilai tolerance dan lawannya variace inflation factor (VIF).
j.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan veriance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka terjadi problem heteroskedastisitas. Model regresi yang baik yaitu homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu melihat scatter plot (nilai prediksi dependen ZPRED dengan residual SRESID), uji Gletjer, uji Park, dan uji White.
k. Dalam menganalisis apakah model regresi yang diperoleh layak dipergunakan dalam melaksanakan estimasi nilai variabel terikatnya, maka akan diuji dengan uji ANOVA atau F test, dengan cara membandingkan nilai probabilitas (Sig) dari F hitung dengan nilai tingkat signifikansi ( = 0,05), jika nilai probabilitas (Sig) dari F hitung memiliki nilai lebih kecil dari tingkat
viii
signifikansi yang digunakan dalam penelitian ( = 0,05 ), model regresi yang diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi nilai variabel terikatnya. Dan sebaliknya jika nilai probabilitas (Sig) dari F hitung memiliki nilai lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini ( = 0,05 ), maka model regresi yang diperoleh tidak dapat dipakai untuk memprediksi nilai variabel terikatnya. Dalam menganalisis kekuatan hubungan antara hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas digunakan metode korelasi R2, Dalam penelitian ini dipilih persamaan linier regresi berganda yang memiliki nilai R2 antara 0 sampai dengan 1, yang menyatakan adanya hubungan positif antara variabel terikat dengan variabel bebas. Nilai R2 mendekati 1 menunjukkan hubungan positif yang kuat antara variabel tersebut, sedangkan nilai R2 mendekati 0 menunjukkan hubungan positif yang lemah. Diantara variabel tersebut. Dalam menganalisis seberapa signifikan item-item signifikan yang masuk di dalam model di dalam mempengaruhi variabel terikat, maka akan diuji dengan uji t, dengan cara membandingkan nilai t
hitung
dengan nilai t tabel.
Persamaan yang memenuhi syarat ditunjukkan dengan t hitung > t tabel dan juga dapat dilakukan berdasarkan nilai probabilitasnya. Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan jika probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak.
viii
3.8. Tahapan Penelitian Pada penelitian ini, tahapan penelitiannya secara ringkas digambarkan sebagaimana gambar berikut ini. Identifikasi Masalah
Studi Literatur Perumusan Masalah Rencana Quisener Masalah Tidak Uji Quesioner Realibilitas & Validitas
Ya Data Primer
Pengolahan Data Analisa Data Hasil
Kesimpulan & Saran Gambar 3.1. Tahapan penelitian
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Responden Karakteristik responden yang berjumlah 48 orang sebagai sampel, dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana latar belakang dan beberapa hal yang berkaitan dengan responden, karena di perlukan dalam hubungannya dengan persepsi pekerja. Dan responden penelitian ini merupakan pekerja kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin perlu di perhatikan karena adanya kecendrungan perbedaan dari segi psikologis masing-masing dalam menentukan pilihan pada kuisener motivasi dan kepuasan kerja pekerja pada perusahaan kontraktor. Adapun komposisi jenis kelamin responden sebagaimana tertera pada tabel 4.1. berikut ini : Tabel 4.1. Jenis Kelamin responden. Jenis Kelamin Responden
Frekuensi
Prosentase
Laki – laki
41
85,4 %
Perempuan
7
14,6 %
Jumlah
48
100 %
Sumber : Data primer 2010 Dari tabel 4.1. dapat di ketahui bahwa untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang dengan prosentase sebesar 85,4 % dan perempuan sebanyak 7 orang dengan prosentase sebesar 14,6 %. Dengan demikian sebagian besar lakilaki punya motivasi untuk bekerja di perusahaan kontraktor di bandingkan
viii
dengan perempuan. Disamping itu perusahaan kontraktor yang mendapat kuisener lebih banyak pekerjanya berjenis kelamin laki-laki. Selanjutnya gambaran umum responden tentang kelompok usia, di dalam penelitian ini dibedakan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu : umur 15 – 30 tahun, 30 – 40 tahun, 40 – 50 tahun, umur > 50 tahun, hal tersebut dilakukan karena setiap jenjang umur memiliki motivasi dan kepuasan kerja yang berbeda. Adapun komposisinya seperti terlihat pada tabel 4.2. berikut ini. Tabel 4.2. Usia responden. Usia Responden
Frekuensi
Prosentase
15 – 30 tahun
8
16,7 %
30 – 40 tahun
25
52,1 %
40 – 50 tahun
14
29,2 %
> 50 tahun
1
2,1 %
Jumlah
48
100 %
Sumber : Data primer 2010 Jika melihat tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 30 – 40 tahun. Dalam hal ini, dapat diasumsikan pada rentan usia tersebut merupakan usia yang produktif bekerja. Berarti pada usia tersebut pekerja kontraktor memerlukan perhatian dan pengawasan di tempatnya bekerja. Kuisener yang disebarkan kepada responden terutama untuk data pribadi kebanyakan berusia sekitar 30 – 40 tahun yaitu sekitar 52,1 % , artinya usia pekerja kontraktor di kabupaten jembrana perlu di motivasi.
viii
Kemudian gambaran umum mengenai daerah asal Responden, yaitu berasal dari Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten lainnya dengan komposisi ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.3. Daerah asal responden Daerah Asal
Frekuensi
Prosentase
Kabupaten Jembrana
45
93,8 %
Kabupaten Lainnya
3
6,3 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Dari tabel 4.3. dapat di ketahui bahwa sebagian besar pekerja kontraktor penelitian ini berasal dari Kabupaten Jembrana yaitu sebesar 45 responden dengan prosentase 93,8 % sedangkan dari kabupaten lainnya sekitar 3 responden atau 6,3 % berarti sesuai dengan harapan pemerintah agar perusahaan kontraktor lebih banyak mempekerjakan pekerja lokal utamanya dari kabupaten jembrana. Sehingga upaya pemerintah daerah untuk memperkecil angka pengangguran bisa tercapai dan kontraktor yang ada pada kabupaten jembrana akan lebih mudah memotivasi pekerjanya sehingga kepuasan kerja yang diinginkan bisa dicapai. Kabupaten jembrana terletak diujung barat Pulau Bali, dimana merupakan pintu masuk dari Pulau Jawa sudah tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap lapangan pekerjaan yang ada di kabupaten jembrana.
dari hasil responden
ternyata pekerja lokal mampu bersaing dengan pekerja dari luar Kabupaten Jembrana misalnya dari Jawa dan Propinsi lainnya di Indonesia.
viii
Gambaran umum jabatan responden, penelitian ini terdiri dari pekerja kontraktor di Kabupaten Jembrana yang memiliki jabatan Site Manajer, Pelaksana lapangan, Tenaga administrasi, Logistik, Mandor, Tukang. Dengan komposisi seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.4. Jabatan responden Jabatan Responden
Frekuensi
Prosentase
Site Manager
8
16,7 %
Pelaksana Lapangan
8
16,7 %
Tenaga Administrasi
8
16,7 %
Logistik
8
16,7 %
Mandor
8
16,7 %
Tukang
8
16,7 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa jabatan responden secara random diambil 8
pekerja pada kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana dan
penyebaran kuisenernya dilakukan dengan keragaman populasi pada kontraktor yang berkualifikasi Grade 2, Grade 3, Grade 4, Grade 5. Pengambilan jumlah responden dengan jabatan masing-masing 8 dan dengan prosentase 16,7 % dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor motivasi yang paling dominan menjadi keinginan dari pekerja kontraktor dan juga untuk mengetahui faktor kepuasan kerja yang paling utama menjadi keinginan dari para pekerja kontraktor di Kabupaten Jembrana.
viii
Dalam hubungannya dengan profesionalisme dan kualitas sumber daya manusia pada suatu perusahaan kontraktor maka faktor tingkat pendidikan akan sangat mempengaruhi terhadap kinerja yang dihasilkan. Berikut tabel mengenai tingkat pendidikan terakhir pada responden. Tabel.4.5. Tingkat pendidikan responden. Pendidikan Responden
Frekuensi
Prosentase
Tidak lulus SD / Tidak Sekolah
0
0%
SD
1
2,1 %
SMP
2
4,2 %
SMK
24
50 %
SMU
7
14,6 %
Lainnya
14
29,2 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Dari tabel 4.5. dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak bekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah responden yang tingkat pendidikannya tamat SMK yaitu sebanyak 24 dan prosentase 50 %, kemudian yang berikutnya adalah lainnya yaitu dengan jumlah 14 responden dan prosentase 29,2 %. Lainnya disini ada yang berlatar belakang pendidikan tingkat sarjana, D 3, kursus-kursus. Tingkat pendidikan terbanyak adalah kejuruan atau SMK berarti tenaga kerja yang ada di kabupaten tersebut lebih banyak berlatar belakang tingkat pendidikan SMK dan juga sekolah seperti tersebut yang ada di Kabupaten Jembrana.
viii
Rentang waktu pengalaman kerja responden pada proyek konstruksi terdiri dari : kurang dari 5 tahun, antara 5 – 10 tahun, 10 – 15 tahun, dan lebih besar dari 15 tahun, dengan komposisi seperti yang terlihat pada tabel 4.6. Tabel. 4.6. Pengalaman kerja responden Pengalaman Kerja Responden
Frekuensi
Prosentase
< 5 tahun
5
10,4 %
5 – 10 tahun
18
37,5 %
10 – 15 tahun
15
31,3 %
> 15 tahun
10
20,8 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Pengalaman kerja responden hasilnya seperti diatas, dimana untuk pengalaman kerja terbanyak ada pada rentang waktu antara 5 – 10 tahun yaitu 18 responden dengan prosentase 37,5 %, kemudian pengalaman kerja terbanyak berikutnya ada pada rentang waktu 10 – 15 tahun sebanyak 15 responden dengan prosentase
31,3 %, sedangkan untuk yang pengalaman kerjanya lebih dari 15
tahun sekitar 10 responden dengan prosentase 20,8 % dan yang pengalaman kerjanya kurang dari 5 tahun ada sekitar 5 responden dengan prosentase 10,4 %, berarti pekerja yang bekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana empunyai pengalaman kerja yang cukup matang dengan rentang waktu 10 tahun, penyebabnya bisa dikarenakan kontraktor yang ada benar-benar memperhatikan motivasi karyawannya dan juga kepuasan kerjanya sehingga pekerja tersebut cukup betah bekerja pada perusahaan kontraktor yang dijadikan responden.
viii
UMR untuk Kabupaten Jembrana sampai tahun 2010 masih berkisar diantara Rp. 850.000,00. Data ini dari Kantor Statistik Kabupaten Jembrana. Gaji rata-rata responden perbulannya perlu diketahui karena erat kaitannya dengan motivasi dan kepuasan kerja pekerja. Untuk mengetahui gaji responden rata-rata perbulan dapat ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel. 4.7. Gaji responden rata-rata perbulan. Gaji Rata-rata Perbulan
Frekuensi
Prosentase
> Rp. 850.000.
5
10,4 %
Rp. 850.000 – Rp. 1.000.000.
27
56,3 %
Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000.
15
31,3 %
> Rp. 2.000.000.
10
20,8 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Pada tabel 4.7. dapat diketahui gaji rata-rata responden perbulan berada pada kisaran Rp. 850.000. – Rp. 1.000.000. dengan jumlah responden 27 dan prosentasenya 56,3 % kemudian untuk yang gajinya kisaran Rp. 1.000.000. – Rp. 2.000.000. ada sekitar 15 responden dengan prosentase 31,3 %, sedangkan untuk yang gajinya diatas Rp. 2.000.000. ada serkitar 10 responden dsengan prosentase 20,8 %, dan yang mendapat gaji diatas Rp. 850.000. ada sekitar 5 responden dengan prosentase 10,4 %. Dari hasil tersebut menurut analisa peneliti gaji yang diberikan kontraktor di Kabupaten Jembrana kepada pekerjanya masih rendah karena masih berada dikisaran Rp. 1.000.000. hal tersebut tentu akan mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja pekerja pada perusahaan Kontraktor.
viii
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa populasi responden adalah perusahaan kontraktor yang berkualifikasi Grade 2, Grade 3, Grade 4, dan Grade 5 yang ada di Kabupaten Jembrabrana. Adapun hasil gambaran umum kualifikasi perusahaan tempat kerja responden, ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel. 4.8. Kualifikasi perusahaan / proyek tempat kerja responden Kualifikasi Perusahaan
Frekuensi
Prosentase
Grade 2
11
22,9 %
Grade 3
10
20,8 %
Grade 4
13
27,1 %
Grade 5
14
29,2 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Kualifiaksi perusahaan kontraktor yang grade 5 respondennya paling banyak sekitar 14 dengan prosentase 29,2 % hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.8. mengenai kualifikasi perusahaan kontraktor tempat responden bekerja. Kemudian yang grade 4 ada 13 responden dengan prosentase 27,1 %, grade 2 ada 11 responden dengan prosentase 22,9 %, yang grade 3 10 responden dengan prosentase 20,8 % . dari hasil tersebut diatas berarti pekerjaan yang ada di Kabupaten Jembrana nilainya mencapai Rp. 1 milyar sampai Rp. 10 milyar. Sehingga perusahaan kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana mampu memberi gaji kisaran Rp. 1 juta dan terbesar sampai diatas Rp. 2 juta. Tapi mgaji sebesar itu rasanya belum memenuhi kepuasan kerja pekerja.
viii
Gambaran umum responden mengenai status kerja karyawan perlu diketahui, karena sangat berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja pekerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adapun hasil komposisinya ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel. 4.9. Status kerja Karyawan. Status Kerja Karyawan
Frekuensi
Prosentase
Tetap
27
56,3 %
Honor
0
0%
Kontrak
20
41,7 %
Lainnya
1
2,1 %
48
100 %
Jumlah Sumber : Data primer 2010
Dari hasil tabel 4.9. status kerja karyawan tetap paling banyak yaitu 27 responden dengan prosentase 56,3 %, kemudian untuk status kerja karyawan kontrak jumlahnya mencapai 20 responden dengan prosentase 41,7 %, selanjutnya untuk status kerja karyawan lainnya ada 1 responden dengan prosentase 2,1 %, yang dimaksud lainnya disini adalah tenaga kerja yang bersifat sementara seperti magang yang dilakukan oleh sekolah-sekolah kejuruan dan juga tenaga haria kerja, nsedangkan untuk status kerja karyawan honor 0 responden dengan prosentase 0 %. Banyaknya setatus kerja karyawan tetap mengindikasikan bahwa perusahaan jasa konstruksi di Kabupaten Jembrana mempunyai manajemen yang bagus untuk bisa menggaji karyawannya. Untuk bisa meningkatkan kualitas SDM nya tinggal memperhatikan faktor-faktor motivasi dan kepuasan kerja pekerja.
viii
4.2. Validitas dan Reliabilitas Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu keharusan sebuah angket untuk valid dan reliable (Santoso, 2000, Sigit, 2001). Suatu angket dikatakan valid (sah), jika pertanyaan pada suatu angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Sedangkan suatu angket dikatakan reliabel (andal), jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Santoso, 2000): a. Repeated measure atau ukur ulang. Di sini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda (sebulan lagi, lalu dua bulan lagi, dan seterusnya), dan kemudian dilihat apakah dia tetap konsisten dengan jawabannya. b. One shot atau diukur sekali saja. Di sini pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil pertanyaan lain. Dalam penelitian ini, keandalan angketnya diukur sekali saja (one – shot) dengan bantuan program SPSS 15. Tingkat signifikansi () yang digunakan adalah 5 %. Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS 15 adalah sebagai berikut (Santoso, 2000) : a. Jika r hasil Positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut Valid. b. Jika r hasil Tidak Positif, dan / atau r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut Reliabel.
viii
c. Jika r Alpha Positif, serta r Alpha > r tabel, maka butir atau variabel tersebut Reliabel. d. Jika r Alpha Tidak Positif, dan / atau r Alpha < r tabel, maka butir atau variabel tersebut Tidak Reliabel. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas angket penelitian ini adalah seperti tabel 4.10. berikut ini : Tabel. 4.10. 1. Hasil Uji validitas dan reliabilitas angket Motivasi. DEFINISI OPERASIONAL : MOTIVASI Faktor
r Hasil
r Tabel
Keterangan
1
Kesesuaian gaji dengan pekerjaan
0,382
0,361
Valid
2
Kenaikan gaji dan tunjangan
0,449
0,361
Valid
3
Kondisi lingkungan kerja
0,662
0,361
Valid
4
Peralatan kerja yang mendukung
0,368
0,361
Valid
5
Uraian tanggung jawab pekerjaan
0,372
0,361
Valid
6
Terjaminnya kelanggengan pekerjaan
0,654
0,361
Valid
7
Jaminan hari tua
0,467
0,361
Valid
8
Program kesehatan dan keselamatan kerja
0,651
0,361
Valid
9
Komunikasi dengan rekan sekerja
0,534
0,361
Valid
10
Situasi lingkungan kerja yg bersahabat
0,507
0,361
Valid
11
Kegiatan sosial dilingkungan kerja
0,566
0,361
Valid
12
Pengawasan yg ketat di proyek
0,592
0,361
Valid
13
Penghargaan atas prestasi kerja
0,748
0,361
Valid
14
Hasil kerja yang terbaik
0,363
0,361
Valid
15
Peningkatan kemampuan dan ketrampilan kerja
0,384
0,361
Valid
16
Masukan / umpan balik kepada atasan
0,509
0,361
Valid
17
Pekerjaan yang menarik dan menantang
0,367
0,361
Valid
18
Kesempatan melakukan yang terbaik
0,660
0,361
Valid
19
Kreatifitas dalam pemecahan persoalan
0,389
0,361
Valid
20
Pengembangan diri dalam proyek
0,632
0,361
Valid
0,884
0,361
Reliabel
Alpha
Sumber : hasil uji Validitas dan Reliabilitas data primer Motivasi, 2010. viii
Dari Tabel 4.10.1. di atas terlihat bahwa semua butir pertanyaan mengenai faktor-faktor motivasi pada angket adalah Valid, karena r hasilnya lebih besar daripada r tabel ( = 0,361 ). Serta semua butir pertanyaan mengenai faktor-faktor motivasi pada angket adalah Reliabel, karena nilai r Alpha lebih besar dari r tabel ( = 0,884 > 0,361 ). Tabel 4.10.2. Hasil Uji validitas dan reliabilitas angket Kepuasan Kerja.
DEFINISI OPERASIONAL : KEPUASAN KERJA Faktor
r Hasil
r Tabel
Keterangan
1
Penghargaan sebagai pekerja proyek
0,629
0,361
Valid
2
Penghargaan dalam mengerjakan tugas
0,641
0,361
Valid
3
Prestasi dari pekerjaan yang telah dilakukan
0,575
0,361
Valid
4
Kesempatan bekerja secara mandiri
0,701
0,361
Valid
5
Kesempatan membantu rekan kerja
0,508
0,361
Valid
6
Kesempatan memberikan saran
0,459
0,361
Valid
7
Pekerjaan sesuai dengan kemampuan
0,661
0,361
Valid
8
Pengembangan diri dalam pekerjaan
0,644
0,361
Valid
9
Menggunakan metode sendiri dalam bekerja
0,621
0,361
Valid
10
Jumlah bayaran dan pekerjaan yg dilakukan
0,397
0,361
Valid
11
Jaminan kelangsungan pekerjaan
0,484
0,361
Valid
12
Variasi dari pekerjaan yang dilakukan
0,621
0,361
Valid
13
Kebebasan mengeluarkan pendapat
0,671
0,361
Valid
14
0,573
0,361
Valid
15
Peraturan yang berlaku dan format administrasi proyek Kondisi dari pekerjaan yang ada
0,536
0,361
Valid
16
Pekerjaan sesuai hati nurani
0,446
0,361
Valid
17
Kemampuan atasan dalam mengambil keputusan
0,465
0,361
Valid
18
Kesibukan dalam bekerja
0,569
0,361
Valid
19
Pergaulan dengan rekan kerja
0,464
0,361
Valid
20
Cara pimpinan menangani para stafnya
0,367
0,361
Valid
0,889
0,361
Reliabel
Alpha
Sumber : hasil uji Validitas dan Reliabilitas data primer Kepuasan Kerja, 2010. viii
Dari Tabel 4.10.2. di atas terlihat bahwa semua butir pertanyaan mengenai faktor-faktor Kepuasan kerja pada angket adalah Valid, karena r hasilnya lebih besar daripada r tabel ( = 0,361 ). Serta semua butir pertanyaan mengenai faktorfaktor Kepuasan kerja pada angket adalah Reliabel, karena nilai r Alpha lebih besar dari r tabel ( = 0,889 > 0,361 ). Dari Tabel 4.10.1. Hasil Uji validitas dan reliabilitas angket Motivasi. dan 4.10.2. Hasil Uji validitas dan reliabilitas angket Kepuasan Kerja. di atas terlihat bahwa semua butir pertanyaan mengenai faktor-faktor motivasi dan kepuasan kerja pada angket adalah Valid, karena r hasilnya lebih besar daripada r tabel (= 0,361). Serta semua butir pertanyaan mengenai faktor-faktor motivasi dan kepuasan kerja pada angket adalah Reliabel, karena nilai r Alpha lebih besar dari r tabel ( 0,884 > 0,361 ) untuk angket Motivasi dan ( 0,889 > 0,361 ) untuk angket Kepuasan Kerja. Pertanyaan mengenai faktor-faktor motivasi dan kepuasan kerja diadopsi dari instrumen penelitian yang pernah dilakukan oleh Sigiro (2000). Sehingga dinilai memiliki content (face) validity, yang merupakan suatu konsep pengukuran validitas dimana suatu instrumen mengandung butir-butir pertanyaan yang memadai dan representatif untuk mengukur construct
sesuai dengan yang
diinginkan peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2000). Lebih lanjut dikemukakan oleh Indriantoro dan Supomo (2000), bahwa suatu instrumen dinilai memiliki face validity jika menurut penilaian subyektif di antara para profesional bahwa instrumen tersebut menunjukkan secara logis dan merefleksikan secara akurat sesuatu yang seharusnya diukur. Jika apa yang
viii
terkandung dalam suatu instrumen menunjukkan secara jelas apa yang ingin diukur, maka instrumen tersebut memiliki content (face) validity yang tinggi.
4.3. Analisis Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pekerja pada Perusahaan Kontraktor. 4.3.1. Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda Sebelum model regresi digunakan untuk memprediksi atau meramalkan variabel kepuasan kerja, maka terlebih dahulu akan dilakukan pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan untuk mendapatkan model regresi linier berganda yang menghasilkan estimator linier tidak bias terbaik atau Best Linear Unbias Estimator/BLUE (Aligifari, 2000:83), uji tersebut meliputi: uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. 4.3.1.1. Uji Normalitas Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian, berdistribusi normal ataukah tidak. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dapat dilihat melalui sebaran titik-titik residual yang berada di sekitar garis normal dari grafik Normality Probability Plot atau Normal P-P Plot (Budi:2006:130). Pada lampiran. 23 halaman 169, grafik Normality Probability Plot atau Normal P-P Plot menunjukkan pola distribusi yang mendekati normal karena titik-titik menyebar disekitar garis normal serta penyebarannya mengikuti arah
viii
garis normal. Jadi variabel dalam penelitian ini yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4), Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) serta Kepuasan Kerja (Y) memenuhi asumsi normalitas. 4.3.1.2. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya kemiripan antar variabel independen pada model regresi. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadi multikolinearitas. Model regresi yang memiliki nilai Variance Inflation Factor (VIF) tolerance
tidak
kurang
dari
tidak lebih dari 10 dan mempunyai angka 0,1
berarti
bebas
dari
multikolinearitas
(Nugroho:2005:58). Dalam penelitian ini, nilai Variance Inflation Factor (VIF)
dan angka
tolerance dicari dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan pada lampiran 30 halaman 176. dari hasil program tersebut untuk memudahkan mengetahui hasil Variance Inflation Factor (VIF) maka dibuatkan bentuk tabel dan memasukkan semua faktor variabel bebas seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan perwujudan diri sehingga didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
viii
Tabel 4.11. Nilai VIF dan Angka Tolerance Angka Variabel Bebas
Nilai VIF
Tolerance
Kebutuhan Fisiologis (X1)
5.757
0,174
Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2)
6.086
0,164
Kebutuhan Sosial (X3)
4.801
0,208
Kebutuhan Penghargaan (X4)
5.865
0,170
Kebutuhan Perwujudan Diri (X5)
5.151
0,194
Sumber: Lampiran 30, halaman 176. Berdasarkan tabel 4.11. di atas, terlihat bahwa nilai Variance Inflation Factor (VIF) variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) tidak lebih dari 10 dan angka tolerance masing-masing variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) tidak kurang dari 0,1. Dengan demikian, variabel bebas dalam penelitian ini yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) bebas dari multikolinearitas.
viii
4.3.1.3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier berganda ada korelasi antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya (et-1). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Model regresi yang bebas dari autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (Alhusin:2003:102) yang diinterpretasikan sebagai berikut: < 1,10
adalah ada autokorelasi
1,10 – 1,54
adalah tidak ada kesimpulan
1,55 – 2,46
adalah tidak ada autokorelasi
2,46 – 2,90
adalah tidak ada kesimpulan
> 2,91
adalah ada autokorelasi
Dari angka Durbin-Watson (DW) dalam lampiran 28 halaman 174, yaitu sebesar 1,695 dan itu berarti variabel dalam penelitian ini yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4), Kebutuhan Perwujudan Diri (X5)
serta
Kepuasan Kerja (Y) tidak terdapat autokorelasi. 4.3.1.4. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan periode pengamatan yang
viii
lain, atau adanya hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan model tersebut homokesdatisitas. Model regresi yang bebas dari heteroskedastisitas dapat dilihat dari ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot serta titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jika titik-titik pada scatter plot membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas (Nugroho:2005:62). Dari grfaik studentized delete residual pada lampiran 24 halaman 170, dapat disimpulkan bahwa variabel dalam penelitian ini yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4), Kebutuhan Perwujudan Diri (X5)
serta
Kepuasan Kerja (Y) tidak terdapat bukti terjadinya heteroskedastisitas pada penelitian ini. 4.3.2. Analisis Regresi Linier Berganda Menurut Sugiyono (2005:211) analisis regresi linier berganda digunakan dalam penelitian dengan maksud meramalkan bagaimana keadaan (naik-turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Dari hasil analisis data seperti yang ditunjukkan dalam lampiran 30 halaman 176, maka dapatlah dibuat persamaan regresi linier berganda, yaitu sebagai berikut: Y = 11,396 + 1,668 X1 + 0,592 X2 + 0,638 X3 + 0,843 X4 + 2,187 X5. dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
viii
( 4.1 )
1.
Nilai koefisien b1 = 1,668 menunjukkan bahwa jika variabel Kebutuhan Fisiologis bertambah satu satuan, maka akan menyebabkan variabel kepuasan kerja juga bertambah sebesar 1,668 dengan asumsi variabel Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri konstan.
2.
Nilai koefisien b2 = 0,592 menunjukkan bahwa jika variabel Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman bertambah satu satuan, maka akan menyebabkan variabel kepuasan kerja juga bertambah sebesar 0,592 dengan asumsi variabel Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan dan Kebutuhan Perwujudan Diri konstan.
3.
Nilai koefisien b3 = 0,638 menunjukkan bahwa jika variabel Kebutuhan sosial bertambah satu satuan, maka akan menyebabkan variabel kepuasan kerja juga bertambah sebesar 0,638 dengan asumsi variabel Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri konstan.
4.
Nilai koefisien b4 = 0,843 menunjukkan bahwa jika variabel Kebutuhan penghargaan bertambah satu satuan, maka akan menyebabkan variabel kepuasan kerja juga bertambah sebesar 0,843 dengan asumsi variabel Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan sosial serta Kebutuhan Perwujudan Diri konstan.
5.
Nilai koefisien b5 = 2,187 menunjukkan bahwa jika variabel Kebutuhan Perwujudan Diri bertambah satu satuan, maka akan menyebabkan variabel kepuasan kerja juga bertambah sebesar 2,187 dengan asumsi variabel
viii
Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan sosial serta Kebutuhan Penghargaan konstan. 4.3.3. Analisis Korelasi Berganda Budi (2006:91) menyatakan bahwa, koefisien korelasi adalah besaran yang dapat menunjukkan kekuatan hubungan antara dua variabel dan dapat diketahui berdasarkan nilai r hasil analisis korelasi. Selanjutnya, besar nilai r dapat diintepretasi untuk memperkirakan kekuatan hubungan korelasi,
seperti
ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 4.12. Intepretasi Terhadap Nilai r Hasil Analisis Korelasi Interval Nilai r
Intepretasi
0,001 - 0,200
Korelasi sangat lemah
0,201 – 0,400
Korelasi lemah
0,401 – 0,600
Korelasi cukup kuat
0,601 – 0,800
Korelasi kuat
0,801 – 1,00
Korelasi sangat kuat
Sumber: Budi (2006:92) Dari hasil analisis yang telah dilakukan, seperti yang ditunjukkan dalam lampiran 28 halaman 174, maka koefisien korelasi antara variabel Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) terhadap kepuasan kerja (Y) adalah sebesar 0,964, itu artinya antara variabel
viii
Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) secara bersama-sama memiliki korelasi yang sangat kuat sekali terhadap kepuasan kerja (Y). 4.3.4. Analisis Determinasi Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui persentase besarnya pengaruh Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) terhadap kepuasan kerja (Y). Berdasarkan analisis data yang dilakukan seperti ditunjukkan dalam lampiran 29 halaman 174, nilai adjusted R Square sebesar 0,921 atau 92,10% berarti variasi (naik turunnya) variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2),
Kebutuhan Sosial (X3),
Kebutuhan Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) secara bersama-sama berpengaruh sebesar 92,10% terhadap variasi (naik-turunnya) variabel kepuasan kerja, sedangkan sisanya sebesar 7,90% merupakan kontribusi variabel-variabel lainnya yang tidak di masukkan dalam penelitian ini.
4.4.
Uji Hipotesis
4.4.1. Uji-t/t-Test Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan
viii
Penghargaan (X4) serta Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) terhadap variabel terikat (kepuasan kerja). Pengujian ini digunakan untuk membuktikan hipotesis yang pertama sampai dengan kelima dalam penelitian ini, yaitu: variabel Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara individual/parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana. Dengan kriteria pengujian jika nilai probabilitas atau p < α = 0,05 maka Ho ditolak atau variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara individual atau parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (kepuasan kerja). 4.4.2. Pengaruh
Kebutuhan
Fisiologis
Terhadap
Kepuasan Kerja
(Hipotesis 1) Signifikan tidaknya pengaruh Kebutuhan Fisiologis terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 30 halaman 176, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,031 < α = 0,05 maka hipotesis 1, yaitu: Kebutuhan Fisiologis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah terbukti secara signifikan.
viii
4.4.3.
Pengaruh Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman Terhadap Kepuasan Kerja (Hipotesis 2) Signifikan tidaknya pengaruh Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman
terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 30 halaman 176, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,146 > α = 0,05 maka hipotesis 2, yaitu: Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah tidak terbukti secara signifikan. 4.4.4.
Pengaruh Kebutuhan Sosial Terhadap Kepuasan Kerja (Hipotesis 3) Signifikan tidaknya pengaruh Kebutuhan sosial terhadap kepuasan kerja
pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 30 halaman 176, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,171 > α = 0,05 maka hipotesis 3, yaitu: Kebutuhan sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah tidak terbukti secara signifikan. 4.4.5. Pengaruh Kebutuhan Penghargaan Terhadap Kepuasan Kerja (Hipotesis 4) Signifikan tidaknya pengaruh Kebutuhan penghargaan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat dilakukan dengan
viii
melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 30 halaman 176, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,130 > α = 0,05 maka hipotesis 4, yaitu: Kebutuhan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah tidak terbukti secara signifikan. 4.4.6. Pengaruh Kebutuhan Perwujudan diri Terhadap Kepuasan Kerja (Hipotesis 5) Signifikan tidaknya pengaruh Kebutuhan perwujudan diri terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 30 halaman 176, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,000 < α = 0,05 maka hipotesis 5, yaitu: Kebutuhan perwujudan diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana adalah terbukti secara signifikan.
4.5. Uji-F/F-Test Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel terikat (Kepuasan Kerja).
viii
Pengujian ini digunakan untuk membuktikan hipotesis yang keenam dalam penelitian ini, yaitu: variabel Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara simultan/bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana. Dengan kriteria pengujian jika nilai probabilitas atau p < α = 0,05 maka Ho ditolak atau variabel bebas yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan
Perwujudan
Diri
secara
simultan/bersama-sama
berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (kepuasan kerja). Signifikan
tidaknya
pengaruh
Kebutuhan
Fisiologis,
Kebutuhan
Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara simultan atau bersama-sama terhadap kepuasan kerja pada
perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana dapat
dilakukan dengan melakukan pengujian hipotesis dan dari analisis data dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows seperti yang ditunjukkan dalam lampiran. 29 halaman 175, maka nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,000 < α = 0,05 maka hipotesis 6, yaitu: Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan Perwujudan Diri secara bersama-sama/simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan kontraktor di Kabupaten Jembrana terbukti secara signifikan.
viii
adalah
4.6. Rangking Faktor-faktor Kepuasan Kerja pekerja pada Perusahaan Kontraktor. Untuk mendapatkan rangking dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, maka akan dilakukan analisis terhadap angket kepuasan kerja. Analisis yang digunakan untuk merangking adalah Analysis Factor, yaitu dengan melihat nilai eigenvalues ( ) > 1 untuk menentukan faktor yang paling dominan. Dari Correlation Matrix pada lampiran.33 halaman 179, dapat terlihat bahwa terdapat korelasi yang tinggi dan rendah antar item dengan item yang lainnya. Korelasi yang tinggi mengindikasikan bahwa kedua item tersebut saling berhubungan dan kemungkinan akan bergabung ke dalam grup yang sama jika dilakukan analisis faktor. 4.6.1. Memberi Nama Rangking-rangking Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja. Dari tabel KMO dan Bartlett Test pada lampiran.34 halaman 182, dapat dilihat bahwa nilai KMO > 0.7 dan uji Bartlett signifikan sehingga analisis faktor dapat dilakukan. Dari tabel Total Variance Explained pada lampiran.37 halaman 161, dapat dilihat bahwa terdapat 4 faktor yang memiliki nilai eigenvalues > 1. Empat faktor tersebut secara kumulatif berpengaruh sebesar 71 %. Dari Rotated Factor Matrix pada lampiran.37 halaman 185, dapat dilihat bahwa : Loading factor dari item KK9 (Kesempatan untuk menggunakan metode sendiri dalam menangani tugas di proyek), KK13 (Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat), KK2 (Penghargaan yang saya peroleh dalam mengerjakan tugas), KK3 (Prestasi dari pekerjaan yang telah saya lakukan), KK7
viii
(Kesempatan melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang saya miliki), KK18 (Kesibukan dalam bekerja), KK1 (Penghargaan sebagai seorang pekerja dilingkungan proyek), KK15 (Kondisi dari pekerjaan yang ada) dan KK11 (Jaminan kelangsungan pekerjaan yang saya lakukan) memiliki nilai yang besar pada faktor 1 Loading factor dari item KK12 (Variasi pekerjaan yang dilakukan), KK6 (Kesempatan melakukan saran kepada atasan dan rekan kerja), KK8 (Kesempatan pengembangan diri dengan pekerjaan yang saya lakukan), KK20 (Cara pimpinan menangani para stafnya), KK4 (Kesempatan untuk dapat bekerja secara mandiri dalam menangani setiap pekerjaan yang diberikan), KK17 (Kemampuan atasan dalam pengambilan keputusan), KK14 (Peraturan yang ada dan format administrasi proyek)
dan
KK10 (Jumlah bayaran dan pekerjaan yang saya
lakukan) memiliki nilai yang besar pada faktor 2 Loading factor dari item KK19 ( Pergaulan dengan rekan sekerja) dan KK5 (Kesempatan membantu rekan sekerja) memiliki nilai yang besar pada faktor 3 Loading factor dari item KK16 (Pekerjaan yang saya lakukan tidak bertentangan dengan hati nurani saya) memiliki nilai yang besar pada faktor 4. Berdasarkan besaran nilai loading factor di atas maka ke empat (4) faktor tersebut dapat dinamakan faktor-faktornya sesuai dengan teori As’ad (1995) yang merangkum sub faktor menjadi empat faktor seperti nama-nama faktor pada tabel berikut ini :
viii
Tabel. 4.13. Rangking faktor-faktor Kepuasan kerja
RANGKING
FAKTOR KEPUASAN KERJA
Nilai eigenvalues
% keragaman
1
Faktor Finansial
9.464
30.615
2
Faktor psikologis
1.899
21.260
3
Faktor Fisik
1.661
10.972
4
Faktor Sosial
1.242
8.483
Sumber : Lampiran 36, Total Variable Explained. 4.6.2. Urutan Rangking yang mempengaruhi Faktor Kepuasan Kerja. Rangking pertama dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja pada perusahaan Kontraktor adalah Faktor finansial dengan nilai eigenvalues 9,464 dan percentase keragaman sebesar 31 % ini berarti faktor financial merupakan faktor-faktor yang terdiri dari sistem dan besarnya upah, jaminan sosial, tunjangan dan fasilitas serta promosi, merupakan faktor utama keinginan dari pekerja untuk bisa terpenuhi. Rangking kedua dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja pada perusahaan Kontraktor adalah Faktor psikologis dengan nilai eigenvalues 1,899 dan percentase keragaman sebesar 21 % ini berarti faktor psikologis yang merupakan faktor-faktor yang terdiri dari minat, sikap terhadap kerja, ketentraman dalam bekerja dan kondisi pekerja itu sendiri, merupakan faktor kedua terbanyak yang di inginkan oleh pekerja. Rangking ketiga dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja pada perusahaan Kontraktor adalah Faktor Fisik dengan nilai eigenvalues sebesar 1,661 dan prosentase keragaman sebesar 11 % ini berararti faktor Fisik viii
yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi pekerja itu sendiri, merupakan faktor ketiga terbanyak di inginkan oleh pekerja. Rangking keempat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pekerja pada perusahaan Kontraktor adalah Faktor Sosial dengan nilai eigenvalues sebesar 1,242 dan prosentase keragaman sebesar 8 % ini berarti faktor Sosial yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik dengan sesama pekerja maupun dengan atasan, merupakan faktor keempat terbanyak di inginkan oleh pekerja. Keempat faktor-faktor tersebut diatas merupakan beberapa faktor yang di rangkum oleh As’ad (1995) dan terdiri dari : 1. Faktor psikologis, meliputi minat, sikap terhadap kerja, ketentraman dalam bekerja serta bakat dan ketrampilan kerja. 2. Faktor social, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi pekerja itu sendiri. 4. Faktor financial, merupakan faktor-faktor yang terdiri dari sistem dan besarnya upah, jaminan sosial, tunjangan dan fasilitas serta promosi.
viii
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan. Dari analisis hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja adalah besar, ini dapat dilihat dari hasil Output Model summaryb dimana hasil Adjusted R Square adalah sebesar 0,921,
berarti mengindikasikan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebas
motivasi
sebesar 92,10 %, sedangkan sisanya
7,90 %. berarti sebesar ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dari hasil Output Model summaryb, besar nilai r adalah sebesar 0,964 artinya antara variable kebutuhan Fisiologis (X1), Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (X2), Kebutuhan Sosial (X3), Kebutuhan Penghargaan (X4)
serta
Kebutuhan Perwujudan Diri (X5) secara bersama-sama memiliki Korelasi yang sangat kuat sekali terhadap Kepuasan Kerja (Y). 2. Hubungan faktor-faktor Motivasi yang mempengaruhi Kepuasan Kerja ditunjukkan oleh tabel Coefficients a , dimana Kebutuhan Perwujudan diri (Self-actualization Needs) dengan nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,000 < = 0,05 dan fisiologis (Physiological needs) dengan nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,031 < = 0,05 pengaruhnya paling dominan. a. Dari hasil uji F – Test di dapat nilai probabilitas (Sig.) sebesar 0,000 < = 0,05 maka kebutuhan Fisiologis, kebutuhan Keselamatan dan rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Penghargaan serta Kebutuhan
viii
Perwujudan diri secara bersama-sama/simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pada perusahaan Kontraktor di Kabupaten Jembrana. b. Dari hasil Uji T – Test dapat dikatakan bahwa Perusahaan Kontraktor yang ada di kabupaten Jembrana hanya baru bisa memenuhi faktor Motivasi pada tingkat kebutuhan Perwujudan Diri yaitu pekerjaan yang menarik dan menantang, kesempatan melakukan yang terbaik, kreatifitas dalam pemecahan persoalan, pengembangan diri dalam proyek. dan kebutuhan fisiologis yaitu kesesuaian gaji dengan pekerjaan, kenaikan gaji dan tunjangan serta kondisi lingkungan kerja.
3. Rangking faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah Faktor Finansial meliputi : sistem dan besarnya upah, jaminan sosial, tunjangan dan fasilitas serta promosi. Kemudian Faktor psikologis meliputi : minat, sikap terhadap kerja, ketentraman dalam bekerja, dan kondisi pekerja itu sendiri. Dan Faktor fisik meliputi : faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi pekerja itu sendiri. Yang terakhir Faktor Sosial meliputi : faktor-faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. Rangking faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dapat dilihat dari hasil Analysis Factor yaitu dengan melihat hasil eigenvalues ( ) > 1, dan prosentase keragaman untuk menentukan faktor yang paling dominan.
viii
5.2. Saran. Saran – saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kontribusi dari faktor – faktor motivasi terhadap kepuasan kerja dalam penelitian ini sebesar 92,10 %. Berarti Kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana agar tetap memperhatikan faktor-faktor motivasi tersebut sehingga kepuasan kerja pekerja terpenuhi dan akan berdampak baik terhadap kualitas proyek yang dikerjakan. 2. Perusahaan Kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana agar memperhatikan juga kebutuhan faktor-faktor lainnya seperti faktor kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, Sehingga karyawan termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan yang belum terpuaskan. 3. Kontraktor yang ada di Kabupaten Jembrana agar memperhatikan Faktor Financial yang meliputi sistem dan besarnya upah, jaminan sosial, tunjangan dan fasilitas serta promosi. Karena merupakan rangking pertama dari hasil analisa faktor artinya faktor financial merupakan prioritas utama dari keinginan pekerja Kontraktor yang bisa terpenuhi. 4. Penelitian ini masih dapat diperluas dan dikembangkan lagi dengan mengambil lokasi lain di Bali, atau di Indonesia pada umumnya.
viii
DAFTAR PUSTAKA Algifari, 2000, Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Alhusin, Syahri, 2003, Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10 for Windows, Edisi Revisi, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. As’ad, M., 1995, Psikologi Industri, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Barrie S. Donald, and Paulsen C. Boyd, Professional Contraction Management, Liberty Yogyakarta, 2000. Budi, Triton Prawira, 2006, SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik, Penerbit Andi, Yoyakarta. Ervianto, Wulfram I, 2004, Teori – Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi, Yogyakarta, Andi Ervianto, Wulfram I, 2006, Eksplorasi Teknologi dalam Proyek Konstruksi, Yogyakarta, Andi Gibson, J.L., Invancevich, J.M., dan Donnelly, Jr.,J.H., 1989, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gomes, F.C., 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Handoko, T.H., 1996, Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo, 2000, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntasi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Johan, Rita. 2002. ”Kepuasan Kerja Karyawan dalam Lingkungan Institusi Pendidikan, ”dalam Jurnal Pendidikan Penabur, No. 01, Maret 2002. Langford, D., Hancock, M.R., Fellows, R., dan Gale, A. W., 1995, Human Resources Management in Construction, Longman Scientific & Technical, London. Lincoln, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California: Sage. Maslow, A.H., 1994, Motivasi dan Kepribadian, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Martoyo, Susilo, 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE. Myrdal, Gunnar, 1969. The political Element in the Development of Economic Theory. New York : Simon and Schuster. Nugroho, Bhuono Agung, 2005, Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS, Andi, Yogyakarta. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. Priyanto, 1998. Sertifikasi yang berlaku secara umum. Reksohadiprodjo, S., dan Handoko, T.H., 1995, Organisasi Perusahaan, BPFE, Yogyakarta. Ridwan, 2003, Dasar-dasar Statistika, Edisi ketiga, Bandung : Penerbit CV. ALFABETA. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi, Upper Sadlle River, New Jersey 07458: Pearson Education Asia Prentice Hall, Inc. viii
Saleh, Samsubar, 1996, Statistik Non Paramerik, BPFE, Yogyakarta. Smith, Adam. 1976. An Inquiry into The Wealth of Nations. Chicago: The University of Chicago. Santoso, Singgih, 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Santoso, Sinngih, 2001, Buku Latihan SPSS Statistik Nonparametrik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Siagian, Sondang P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. Sigiro, B., 2000, Studi Mengenai Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja Staf Proyek Konstruksi, Tesis Magister Teknik, Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Sigit, S., 2001, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen, BPFE UST, Yogyakarta. Simamora, Henry. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Singarimbun, M., dan Effendi, S., 1999, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Stoner, James AF, 1978. ”Management” Prentice Hall International INC, London. Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Edisi ke-8, Alfabeta, Bandung. Sumidjo, Wahyo, 1984, ”Kepemimpinan dan Motivasi”, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soeharto, Iman, 1997, Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional, Jakarta, Erlangga, cetakan III. Tarman, 2001, Studi Persepsi Kontraktor tentang Manajemen Risiko, Tesis Magister Teknik, Program Pascasarjana Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Undang-undang RI No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Wahjosumidjo, 1992, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Weber, Max.1960. Sekte-sekte Protestan dan semangat Kapitalisme dalam Taufik Abdullah, editor. 1979. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES. Wexley, K.N., dan Yukl, G.A, 1992, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Wiryodiningrat et al., 1998. Training tenaga kerja lapangan. Yukl, Gary, 1996. ”Kepemimpinan dalam Organisasi, Prehallindo, Jakarta.
viii