ABSTRACT
JAKA SUYANA. The Development of Tobacco-Based Sustainable Dry Land Farming System at Progo Hulu Sub-Watershed (Temanggung Regency, Central Java Province). Under direction of NAIK SINUKABAN, BUNASOR SANIM, and M. YANUAR JARWADI P. Due to inadequate soil and water conservation practices in farming activity at tobacco based farming systems, severe erosion and land degradation had been occuring in almost all upland agriculture in Progo Hulu Sub-watershed. This research was conducted : (1) to study land’s biophysic conditions and the characteristics of tobacco based farming systems, (2) to study and analyze the impact of various soil and water conservation practices on erosion, (3) to study and design sustainable conservation farming systems in tobacco based farming systems. The results showed that land use in tobacco-based farming systems at Progo-Hulu sub-watershed was generally (58.4%) suitable to its land capability and only 41.6% were not suitable. The predicted erosion on approximately 77.2% of lands were higher than local tollerable soil loss which need improvement of soil and water conservation techniques. Tobacco based farming systems was dominated by maize-tobacco (51.0%) and chili-tobacco (29.2%) cropping patterns; farmers income on this farming systems were higher than the income that can support worthed life living standard. The application of crop residue (tobacco stems) as mulch with rate of 7 ton/ha and 14 ton/ha combined with grassed bench terraces ((Setaria spacelata) controled erosion as much as 15-19% and 31-43%, respectively. Meanwhile, red bean-tobacco intercropping combined with crop residue mulch with the rate of 7 ton/ha suppressed erosion 13-20%. Sustainable tobacco-based farming systems can be developed in this area by practicing improved soil and water conservation technology with: (a) setaria grass to strengthen terraces + 7 ton/ha of crop residue mulch (RA-2) or red bean and tobacco intercropping + 7 ton/ha of crop residue mulch (RA-4) on 8-15% slope; (b) broadbase terraces + adequate slit pit (RA-5) on 15-30% slope; and (c) setaria grass to strengthen broadbase terraces + 14 ton/ha of crop residue mulch + adequate slit pit (R6) on >30% slope. Keywords: land degradation, tobacco, income, erosion, agro-technology, slit pit
RINGKASAN
JAKA SUYANA. Pengembangan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Tembakau di Sub-DAS Progo Hulu (Kabupaten Temanggung Propinsi Jawa Tengah). Dibawah bimbingan NAIK SINUKABAN sebagai ketua, BUNASOR SANIM, dan M. YANUAR J. PURWANTO sebagai anggota. Fenomena kerusakan sumberdaya lahan atau degradasi lahan akibat erosi di daerah hulu DAS di Indonesia terus meningkat. Fenomena ini juga terjadi di Sub-DAS Progo Hulu, yang digunakan untuk usahatani lahan kering berbasis tembakau (UTLKBT). Akibat dari teknik budidaya yang kurang mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air, pada kemiringan berbukit dan curam, serta curah hujan yang tinggi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu telah menyebabkan terjadinya : (1) erosi yang parah, dan (2) degradasi lahan. Apabila dibiarkan atau tidak segera diperbaiki agroteknologinya, lahan yang telah mengalami proses degradasi tersebut akan menjadi tambah rusak, dan akhirnya menjadi lahan kritis dan mengancam keberlanjutan sistem UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu. Perencanaan sistem pertanian konservasi (SPK) yang komprehensif sangat diperlukan untuk mewujudkan UTLKBT berkelanjutan di Sub-DAS Progo Hulu. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan : (1) mengkaji kondisi biofisik lahan dan karakteristik usahatani lahan kering berbasis tembakau di Sub-DAS Progo hulu; (2) mengkaji pengaruh teknologi konservasi tanah dan air (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi; dan (3) merumuskan perencanaan sistem pertanian konservasi untuk mewujudkan sistem UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu. Penelitian diawali dengan pembuatan peta satuan lahan (land unit). Satuan lahan digunakan sebagai unit dasar dalam analisis kelas kemampuan lahan, prediksi erosi dan ETol, tingkat degradasi lahan, serta penentuan sampel petani responden untuk analisis usahatani. Pengumpulan data biofisik lahan (sifat-sifat tanah, karakteristik lahan, dan iklim) untuk analisis kelas kemampuan lahan, prediksi erosi dan ETol, analisis tingkat degradasi lahan dilakukan melalui metode survei, pengukuran/pengamatan lapangan, dan analisis di laboratorium. Pengumpulan data sosial ekonomi (karakteristik petani, luas lahan usahatani, input usahatani, produksi tanaman, teknik budidaya, dan lainnya) dilakukan melalui survei lapangan dan wawancara dengan petani responden. Untuk mengetahui pengaruh teknologi KTA spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi, dilakukan percobaan petak erosi (plot erosi) di lapang. Percobaan petak erosi berukuran 4 m x 10 m, dilakukan pada dua lokasi (teras batu dan teras miring), dengan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan diulang 3 kali sebagai kelompok (kemiringan 30%, 45%, dan 70%). Pada teras batu (teras bangku yang diperkuat dengan batu) meliputi : (a) TB0 = teras batu pola petani (kontrol); (b) TB1 = teras batu + rumput setaria (Setaria spacelata) sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha; (c) TB2 = teras batu + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha; dan (d) TB3 = teras batu + tumpangsari koro merah/kacang merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha. Pada teras miring meliputi : (a) TM0 = teras miring pola petani (kontrol); (b) TM1 = teras miring + rumput setaria sebagai
penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha; (c) TM2 = teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha; dan (d) TM3 = teras miring + tumpangsari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha. Data karakteristik lahan, karakteristik usahatani, serta data limpasan permukaan dan erosi (hasil percobaan petak erosi) dianalisis secara destriptif dan dilanjutkan dengan analisis ragam (uji F) dan uji HSD 5%. Pengembangan UTLK berkelanjutan berbasis tembakau disusun berdasarkan perencanaan SPK dengan pendekatan secara holistik mengintegrasikan kajian aspek biofisik (karakteristik lahan) dan aspek sosial ekonomi (karakteristik usahatani), serta percobaan teknologi KTA spesifik lokasi. Nilai prediksi erosi dan pendapatan usahatani digunakan sebagai indikator keberlanjutan usahatani (erosi ≤ nilai erosi yang dapat ditoleransikan/ETol dan pendapatan usahatani ≥ nilai kebutuhan hidup layak/KHL). Alternatif rekomendasi agroteknologi selanjutnya disimulasikan dengan program Powersim Versi 2.5d. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu terdiri atas 27 satuan lahan (SL), lahan tergolong kelas kemampuan III, IV, V, VI, dan VII. Didominasi oleh kelas kemampuan lahan IV (49,0%), diikuti kelas VI (33,6%), kelas III (9,4%), kelas V (6,1%) dan kelas VII (1,8%). Hasil prediksi erosi berkisar 19,29-198,87 ton/ha/tahun (rata-rata 70,21 ton/ha/th) dan nilai ETol berkisar 10,32-53,11 ton/ha/tahun (rata-rata 33,40 ton/ha/th), terdapat sekitar 22,8% lahan mempunyai nilai prediksi erosi < nilai ETol, dan 77,2% lahan mempunyai nilai prediksi erosi > nilai ETol. Kondisi lahan saat ini telah terjadi degradasi lahan dengan tingkat degradasi berat (21,2 %), tingkat degradasi sedang (69,2 %), dan tingkat degradasi ringan (9,6%). Luas lahan garapan keluarga petani pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu berkisar 0,17-2,50 ha dengan rata-rata 0,66 ha, jumlah anggota keluarga rata-rata 5 orang, dan nilai KHL sebesar Rp. 20.000.000,-/KK/th. Jenis pola tanam pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu didominasi jagung-tembakau (51,0%), cabe-tembakau (29,2%), serta sisanya 19,8% terdiri bawang daun-tembakau, bawang putih-tembakau, kubis-tembakau, bawang merah-tembakau, dan tomattembakau. Pendapatan usahatani tertinggi adalah pola tanam cabe-tembakau (Rp. 51.860.000,-/ha/th; R/C 2,41), diikuti tomat-tembakau (Rp. 50.505.000,-/ha/th; R/C 2,41), bawang merah-tembakau (Rp. 43.274.000,-/ha/th; R/C 2,42), bawang daun-tembakau (Rp. 42.607.000,-/ha/th; R/C 2,72), kubis-tembakau (Rp. 32.522.000,-/ha/th; R/C 2,42), jagung-tembakau (Rp. 31.010.000,-/ha/th dengan R/C 2,59), serta bawang putih-tembakau (Rp. 30.411.000,-/ha/th; R/C 2,20). Nilai pendapatan petani dari kegiatan usahatani seluas 0,66 ha untuk semua jenis pola tanam (Rp. 20.071.200,- - Rp. 34.063.200,-/KK/th) masih diatas nilai KHL (Rp. 20.000.000,-/KK/th). Nilai biaya ganti rugi kehilangan unsur hara akibat erosi pada UTLKBT di Sub-DAS Progo Hulu yaitu sebesar Rp. 23.687.272.374,-/th atau rata-rata Rp. 3.201.608,-/ha/th. Hasil kajian pengaruh teknologi (KTA) spesifik lokasi terhadap limpasan permukaan dan erosi menunjukkan bahwa perlakuan TB2 dan TM2 (penanaman rumput setaria sebagai penguat teras dan pemberian mulsa batang tembakau 14 ton/ha) secara nyata mampu menurunkan limpasan permukaan (31,6% dan 36,7%) dan erosi (42,9% dan 30,6%) dibandingkan kontrol (TB0 = teras batu pola petani dan TM0 = teras miring pola petani). Diikuti perlakuan TB3 dan TM3
(tumpangsari koro merah dan pemberian mulsa batang tembakau 7 ton/ha) mampu menekan limpasan permukaan (23,5% dan 23,9%) dan erosi (12,6% dan 20,2%), dan perlakuan TB1 dan TM1 (penanaman rumput setaria sebagai penguat teras dan pemberian mulsa batang tembakau 7 ton/ha) mampu menekan limpasan permukaan (14,9% dan 21,7%) dan erosi (18,7% dan 15,4%). Hasil kajian rekomendasi agroteknologi dapat diketahui bahwa UTLK berkelanjutan berbasis tembakau di Sub-DAS Progo Hulu dapat diwujudkan dengan penerapan agroteknologi yang mencakup : (a) pola tanam cabe-tembakau dengan teknologi konservasi RA-1 (teras bangku) pada kemiringan lereng 3-8%, dengan teknologi konservasi RA-2 (teras bangku + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 7 ton/ha) atau RA-4 (teras bangku + tumpangsari koro merah dengan tembakau + mulsa batang tembakau 7 ton/ha) pada kemiringan lereng 8-15%, dan dengan teknologi konservasi RA-5 (teras miring + rorak) pada kemiringan lereng 15-30%; dan (b) pola tanam jagung-tembakau dengan teknologi konservasi RA-5 (teras miring + rorak) pada kemiringan lereng 15-30%, dan dengan teknologi konservasi RA-6 (teras miring + rumput setaria sebagai penguat teras + mulsa batang tembakau 14 ton/ha + rorak) pada kemiringan lereng >30%. Kata Kunci : erosi, degradasi lahan, tembakau, pendapatan, agro-teknologi, SPK