GAMBARAN TENTANG FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAPARAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT HAMA SAYURAN DI BALAI PELATIHAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2010
Hanifah El Rahmaniah Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
[email protected]
ABSTRACT Pesticides poison humans not only when they are used but can also be prepared for spraying or regularly spraying. Pesticides are widely used for agriculture is a group of organophosphates that affect the function of nerves by blocking the work of cholinesterase enzyme. Examination of cholinesterase in this study was conducted in the laboratory. Poisoning can be through the skin, mouth and breathing. Developing factors with persicide poisoning disease are factors of the body including age, sex, level of knowledge and attitude of the constituent farmers and factors from outside the body including the many types of pesticides used, the doses of pesticides, the frequency of spraying, the working period becomes sprayers, Old Spraying, use of personal protective equipment, spraying time and spraying action against wind direction. This study aims to determine the factors that affect the level of cholinesterase farmers spraying vegetable pests at Training Center Lembang. The type of research used is descriptive survey. The population in this study is all farmers spraying vegetable pest that required 15 people, and the sample in this study that is all farmers spraying vegetable pest at Lembang Training Center which requires 15 people. The result of this research showed that farmer farmer as much as 4 (26,67%) farmers, as many as 8 farmers sprayer (53,33%) from 15 spraying farmers have sufficient level of knowledge, from 15 farmers spraying vegetables in Balai Lembang training after the interview was 9 spray farmers (60%) with attitude attitude, all spray farmers (100%) did not use the complete Personal Protective Equipment (PPE). Incomplete PPE, and the knowledge of farmers about the dangers of pesticides to the body and how to spray good. From this study suggested to prevent the occurrence of poisoning pesticides, farmers are expected to spray no more than 3 hours a day. Specific culinary activities such as cholinesterase examination, especially for farmers who are in direct contact with pesticides. Keywords Reference
: farmer sprayers, poisoning, pesticides : 18 (1991-2010)
PENDAHULUAN Pembangunan di bidang kesehatan adalah merupakan salah satu upaya untuk mencapai derajat kesejahteraan umum bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945, hal ini berarti bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mempertinggi
tingkat kehidupan rakyat, sesuai tujuan dan cita – cita kemerdekaan. Pembangunan nasional meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan industrialisasi, sehingga diperlukan sarana – sarana yang mendukung lancarnya proses industrialisasi tersebut, salah satunya yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian. Kondisi
pertanian di Indonesia saat ini banyak yang diarahkan untuk kepentingan agroindustri. Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai hasil yang memuaskan. Sarana – sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian ini adalah alat – alat pertanian, pupuk, bahan – bahan kimia yang termasuk didalamnya adalah pestisida. Pestisida mencakup bahan – bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida kadang – kadang menyalahi aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran,petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida, dengan alasan untuk meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang demikian sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida (Afriyanto, 2008). Pencemaran lingkungan pada industri pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan – bahan kimia pertanian. Penggunaan bahan – bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk – produk pertanian. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 200.000 korban jiwa. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara – negara yang sedang berkembang. Pada penelitian dengan pengamatan gejala klinik dan pengukuran kadar cholinesterase di suatu perkebunan sayur – mayur di Lembang menunjukan 2 diantara 16 pengguna pestisida (12,50%) mengalami keracunan, sedangkan di kecamatan Pangalengan angka ini dilaporkan lebih tinggi yaitu 28% dengan hampir separuhnya mengalami keracunan tingkat sedang (Hendarto, 1998 dalam Mariana Raini, 2004).
Di bidang pemberantasan hama, pestisida memegang peranan penting untuk mengendalikan vektor penyakit. Dapat dikatakan bahwa petani yang kontak langsung dengan pestisida mempunyai resiko tinggi keracunan. Petani penyemprot yang diambil sebagai sampel penelitian ini adalah mereka yang menggunakan bahan pestisida jenis organofosfat dan karbamat dan menyebabkan terjadinya keracunan akut. Karena pestisida golongan tersebut banyak digunakan oleh para petani penyemprot sayuran. Pestisida bukan saja meracuni manusia tetapi juga hewan ternak peliharaan. Pestisida meracuni manusia tidak hanya saat pestisida itu digunakan tapi bisa saja saat dipersiapkan untuk penyemprotan atau sesudah melakukan penyemprotan, keracunan bisa melalui kulit, mulut dan pernafasan. Dalam penyemprotan biasanya dilengkapi dengan alat pelindung diri. Namun kenyataannya dengan alasan kurang nyamanalat pelindung diri sering tidak digunakan oleh petani sewaktu menyemprot pestisida. Hal ini dapat menyebabkan petani terpapar oleh pestisida yang akibatnya dapat menurunkan kadar cholinesterase darah. Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak, diantaranya dampak kesehatana bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani yang dapat dilakukan dengan jalan memeriksa aktifitas cholinesterase darah. Faktor yang berpengaruh dengan terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan dan sikap petani penyemprot. Sedangkan faktor dari luar tubuh mempunyai peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri, waktu menyemprot dan tindakan penyemprotan terhadap arah angin. Berdasarkan hasil survei awal di Balai Pelatihan awal dapat terlihat bahwa petani
penyemprot tidak memakai alat pelindung diri yang memadai atau menggunakan pelindung khusus. Petani dalam melaksanakan penyemprotan kadang – kadang ada yang sambil merokok . hal ini dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa pengetahuan petani tentang penyemprotan yang benar masih rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin melakukan penelitian terhadap gambaran tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kadar cholinesterase petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pestisida 1. Pengertian Pestisida berasal dari kata pest yang artinya hama dan sida berasal dari kata caedo yang berarti pembunuh. Pestisida dapat diartiakan secara sederhana sebagai pembunuh hama (Juli Soemirat: 2009). Menurut buku lain, istilsh pestisida merupakan terjemahan dari pesticide yang berasal dari bahasa Latin pestis dan caedo yang bisa diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan Organisme Pengganggu Tanaman (Wudianto: 2001). Menurut PP RI No. 6 tahun 1995, pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (Juli Soemirat: 2009). Sesuai dengan Peratutan Pemerintah No. 7/1973, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk (Djojosumarto: 2009) : 1) Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil – hasil pertanian;
2) 3)
Mengendalikan rerumputan; Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak dinginkan; 4) Mengendalikan atau mencegah hama – hama luar pada hewan peliharaan atau ternak; 5) Mengendalikan hama – hama air; 6) Mengendalikan atau mencegah binatang – binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanag dan air. 2. Klasifikasi Menurut bahan asalnya pestisida dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu (Depkes RI, 1982 dalam Theodora, 2006) : 1) Pestisida yang berasal dari tumbuh – tumbuhan Contoh : Pyrethrum, Rotenone, dan Allethrin 2) Pestisida yang berasal dari hewan Contoh : Nosema Locustae dan Nosema Fumiferanae 3) Pestisida yang berasal dari bahan kimia Contoh : DDT, Lindane, Chlordane, Dieldrin, Malathion dan Abathe. Dari ketiga pembagian di atas, penulis hanya membahsa lebih lanjut tentang pestisida yang berasal dari bahan kimia, karena di lapangan lebih banyak digunakan. B. Cara Masuknya Pestisida ke Dalam Tubuh Manusia Pada dasarnya cara masuknya pestisida ke dalam tubuh manusia ada 3 jalan, yaitu (Munaf, 2007) : 1. Melalui saluran pernafasan Pestisida yang masuk melalui saluran pernafasan, biasanya dalam bentuk gas, uap pestisida maupun partikel – partikel kecil, cairan pestisida ini dapat langsung masuk ke paru – paru selanjutnya diserap dan diedarkan keseluruh tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau
pada orang – orang yang ada di dekat tempat penyemprotan. 2. Melalui Kulit Pestisida masuk ke kulit bisa lewat luka yang terbuka, atau pestisida tertahan lama di kulit dan tidak segera di bersihkan, dapat juga bahan – bahan di udara yang mengendap di permukaan kulit. Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit. Contoh : ketika petani memegang tanaman yang baru saja di semprot, dsb. 3. Melalui saluran pencernaan (mulut) Pestisida masuk melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berathingga kematian. Misalnya lupa untuk membersihkan tangansebelum makan sesuatu atau sebagainya, kebiasaan petani yaitu meniup ujung dari alat semprot. C. Penggunaan Pestisida dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan 1. Penggunaan Pestisida Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor penting menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya baik, namun karena penggunaanya tidak betul, maka menyebabkan sia – sianya penggunaan pestisida. Untuk penggunaan pestisida ada beberapa hal yang harus diperhatikan (Sudarmo, 1991) : 1) Pestisida digunakan apabila diperlukan 2) Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida 3) Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label 4) Anak – anak tidak di perkenankan menggunakan pestisida, demikian pula wanita hami dan orang yang tidak baik kesehatannya 5) Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapt terserap melalui luka
6) Gunakan perlengkapan, pakaian lengan panjang dan celana panjang, sarung tangan, sepatu boot, kaca mata, masker dan tutup kepala 7) Hati –hati bekerja dengan pestisida, lebih – lebih yang konsentrasinya pekat, tidak boleh sambil makan dan minum 8) Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka, gunakan selalu alat yang bersih dan khusus 9) Tidak di perkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan 10) Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin, bila tidak enak badan berhentilah bekerja. 11) Setelah bekerja dengan pestsida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian – pakaian dan mandilah dengan sabun sebersih mungkin. 2. Pengaruh Pestisida Terhadap Kesehatan Penggunaan pestisida dapat menimbulkan keracunana, baik yang bersifat akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu sakit kepala, pusing, kudis, sakit dada, mual, muntah – muntah, sakit oto, keringat berlebihan, kram, diare, sulit bernafas, pandangan kabur dan kematian (Anonimous, 2005). Keracunan kronis adalah keracunan yang disebabkan oleh pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam jangka waktu singkat dengan akibat kronis. Keracunan dapat ditemukan dalam bentuk kelainan syaraf. D. Golongan Pestisida Yang Berpotensi Menghambat Enzim Cholinesterase 1. Pestisida Golongan Organofosfat Organofosfat adalah insektisida yang paling toksis diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Organofosfat
menghambat asetilkolinesterase (ACh), mengakibatkan akumulasi asetilkolin. Ketika pestisida menghambat Cholinesterase memasuki tubuh manusia, pestisida ini menempel pada enzym Cholinesterase, sehingga enzym Cholinesterase tidak memecahkan Acetylcholine menjadi Cholinesterase dan asam asetat. Pemecahan Acetylcholine ini diperlukan untuk menghentikan penyampaian rangsangan syaraf. Acetylcholine berperan sebagai jembatan syaraf penyebrangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Karena enzym Cholinesterase tidak dapat memecahkan Acetylcholine, impuls syaraf mengalir terus menyebabkan suatu twitching yaiutu bergeraknya serat – serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar, mengeluarkan air mata, pernafasan lebih lambat dan lemah yang akhirnya mengarah kepada kelumpuhan, pada saat otot – otot sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian (Theodora, 2009). Semua produk organofosfat berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Organofosfat juga lebih toksik terhadap hewan bertulang belakang. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan karena organofosfat mudah terurai. Golongan Organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzym cholinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. 2. Golongan Karbamat Pestisida golongan Karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun pernafasan. Cara kerjanya seperti golongan Organofosfat, yaitu menghambat enzym cholinesterase. Pengaruh pestisida karbamat terhadap cholinesterase berlangsung singkat karena pestisida karbamat mengurai dalam tubuh. Keracunan yang di sebabkan oleh pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada kercaunan pestisida organofosfat, meskipun gejala keracunan cepet hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan
cepat, maka akan berakibat fatal, yakni depresi pernafasan yang tidak segera mendapat pertolongan. Cara kerja golongan karbamat sangat mirip dengan kerja organofosfat, yaitu menghambat enzym cholinesterase dimana enzym AchE dihambat dan mengalami karbamilasi. Tetapi pengaruh pestisida karbamat terhadap cholinesterase berlangsung singkat karena pestisida karbamat cepat mengurai dalam tubuh dan juga rentang dosis yang menyebabkan efek toksik cukup besar. E. Toksikologi Semua senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim cholinesterase) enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor – faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa – senyawa organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor – faktor keamanan sangat perlu di perhatikan (Afriyanto, 2008) Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan karbamat. F. Gambaran Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Pemaparan Pestisida Faktor yang berpengaruh dengan terjadinya pemaparan pestisida adalah sebagai berikut (Afriyanto, 2008) : 1. Faktor Internal
1) Usia Usia adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka usia pun akan bertambah. Semakin bertambahnya usia seseorang semakin banyak yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya usia seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua usia seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang. 2) Jenis kelamin Kaum wanita rata – rata mempunyai aktifitas kholinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida , karena pasa saat kehamilan kadar rata – rata kholinesterase cenderung menurun. 3) Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot, karena dengan pengetahuan yang cukupdiharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga resiko terjadinya keracunan dapat dihindari. Menurut Green dalam Soekidjo hal 29-30, “ pengetahuan merupakan salah satu pedisposisi yang mendorong seseorang melakukan atau memutuskan perbuatan sehat atau sakit “. Dengan demikian penyemprot yang berpengetahuan baik, maka mereka cenderung akan melakukan penyemprotan dengan benar,
sehingga akan terhindar dari keracunan. 4) Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan – pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. 2. Faktor Eksternal 1) Dosis Pestisida Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida.dosis yang tidak sesuai mempunyai resiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan sesuai dengan dosis aturan 2) Lama Penyemprotan Dalam melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Hasil penelitian menunjukan bahwa istirahat minimal satu minggu dapat menaikan aktivitas cholinesterase dalam darah petani penyemprot. Istiharat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikan aktivitas cholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%). Sedangkan petani dengan keracunan sedang memerlukan waktu istirhat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas cholinesterase normal. 3) Jumlah Jenis Pestisida Masing – masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda – berbeda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada patenai.
4) Waktu Penyemprotan Waktu penyemprotan perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit. 5) Tindakan Penyemprotan Pada Arah Angin Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaknya mengubah posisi penyemprotan apabila arah angin berubah. 6) Frekuensi Penyemprotan Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunan nya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu. 7) Masa Kerja Menjadi Penyemprot Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penuruna aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan. 8) Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) Penggunaan APD harus dipakai bukan saja waktu menyemprot, tetapi sejak dari mulai mencampur dan mencuci peralatan menyemprot maupun sesudah selesai menyemprot. Mengingat bahwa pestisida dapat masuk kedalam tubuh melalui hidung, mulut dan kulit, maka seseorang petani
menyemprot harus memperhatikan dan melindungi bagian – bagian tubuh tersebut agar terlindung dari bahaya pestisida. G. Pencemaran Lingkungan Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman. Sebagian akan jatuh ketanah atau perairan di sekitarnya, sebagian lagi akan menguap ke udara. Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian di serap sebagi residu. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Dalam udara pestisida dapat ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larut makin besar kemungkinan ia ikut terbawa angin, makin jauh diterbangkan oleh aliran angin (Afriyanto, 2008) Akumulasi residu pestisida mengakibatkan pencemaran lahan pertania. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir ccat dan sebagainya.
H. Cholinesterase Cholinesterase adalah enzym, suatu bentuk dan katalis biologik, yang di dalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot – otot, kelenjar – kelenjar dan sel – sel syaraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika kadar cholinesterase jaringan turun secara drastis atau cepat sampai pada tingkat rendah, dampaknya adalah bergeraknya serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar, dan mengeluarkan air mata serta lebih lambat atau lemah (Wudianto, 2001). Cholinesterase adalah enzim dalam darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat dan karbamat tingkat cholinesterase akan turun. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kadar cholinesterase petani penyemprot sayuran di Balai Pelatihan Lembang. Data diperoleh dengan cara wawancara, observasi dan pengukuran kadar cholinesterase. B.
Rancangan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang, jumlah populasi adalah 15 orang. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini sama dengan jumlah populasinya, yaitu seluruh petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang yang berjumlah 15 orang. 3. Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini sama dengan jumlah populasinya, yaitu seluruh petani penyemprot hama
sayuran di Balai Pelatihan Lembang yang berjumlah 15 orang. Pengambilan sampel ini menggunakan teknik Total Sampling, yaitu mengambil seluruh objek yang akan diteliti. C. Pengumpulan Data dan Analisa Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner multiple choise (pilihan ganda) yang terdiri dari 15 item pertanyaan dari aspek pengetahun dan aspek sikap mengenai pengertian pestisida, cara mencegah keracunan, gejala keracunan, bagaimana penyemprotan yang baik, sikap penyemprotan yang baik. Setelah data terkumpul dan dilakukan pengolahan data (editing - cleaning), maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa data yaitu penggunaan rumus atau aturan yang sesuai dengan pendekatan atau desain yang dipergunakan sehingga diperoleh suatu kesimpulan (Arikunto, 2006). Data yang telah diperoleh dianalisis dan interpretasikan untukmenguji hipotesis dengan menggunakan aplikasi komputer. D. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di lakukan di Balai Pelatihan Lembang. Waktu penelitian diperkirakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan pengolahan data penelitian didapatkan hasil penelitian dengan menggunakan perangkat lunak komputer dan disajikan dalam bentuk tabel disertai pendeskripsian dari masing-masing tabel. Bentuk penjabaran hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis univariat dengan persentasi. 1. Data Umum Berikut ini penulis sajikan dalam hasil univariat yang telah dilakukan.
1) Usia Responden Tabel 4.1 Jumlah persentase responden berdasarkan usia para petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan lembang Usia Frekuensi Persentase Responden (F) (%) ≤ 40 tahun 10 66,67 ≥ 40 tahun 5 33,33 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner Berdasarkan tabel 4.1 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot yang berusia kurang dari 40 tahun sebanyak 10 orang (66,67%) dan lebih dari 40 tahun sebanyak 5 orang (33,33%). 2) Lama Kerja Responden Tabel 4.2 Persentase Responden Berdasarkan Lama Menjadi Petani Penyemprot Hama Sayuran di Balai Pelatihan Lembang Lama Frekuensi Persentase Bekerja (F) (%) 1-10 tahun 11 73,33 11-20 tahun 4 26,67 21-30 tahun 0 31-40 tahun 0 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner Berdasarkan tabel 4.2 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot yang masa kerjanya antara 1-10 tahun sebanyak 11 orang (73,33%) dan yang masa kerjanya 11-20 tahun sebanyak 4 orang (26,67%). 3) Lama Penyemprotan Tabel 4.3 Jumlah persentase responden berdasarkan lama penyemprotan hama sayuran di Balai Pelatihan lembang Lama Frekuensi Persentase Penyemprotan (F) (%) 0 0 ≤ 3 jam/hari ≥ 3 jam/hari 15 100,0 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner Berdasarkan tabel 4.3 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot
hama sayuran, semua petani penyemprot (100%) melakukan penyemprotan lebih dari 3 jam/hari 4) Frequensi Penyemprotan Tabel 4.4 Jumlah persentase responden berdasarkan frequensi penyemprotan hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang Frequensi Frekuensi Persentase Penyemprotan (F) (%) < 3 x seminggu 15 100,0 ≥ 3 x seminggu 0 0 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner
Berdasarkan tabel 4.4 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot hama sayuran, semua petani penyemprot (100%) melakukan penyemprotan kurang dari 3 kali dalam seminggu. 2. Data Khusus 1) Aspek pengetahuan Petani Penyemprot Tabel 4.5 Kategori Pengetahuan Petani Penyemprot Hama Sayuran Tentang Cara Penyemprotan Pestisida di Balai Pelatihan Lembang Frekuensi Persentase Kategori (F) (%) Baik 4 26,67 Cukup 8 53,33 Kurang 2 13,33 Kurang sekali 1 6,67 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot yang aspek pengetahuannya baik sebanyak 4 orang (26,67%), aspek pengetahuannya cukup sebanyak 8 orang (53,33%), aspek pengetahuannya kurang sebanyak 2 orang (13,33%) dan yang aspek pengetahuannya kurang sekali sebanyak 1 orang (6,67%).
2) Aspek Sikap Petani Penyemprot Tabel 4.6 Kategori Sikap Para Petani Penyemprot Hama Sayuran Tentang Cara Penyemprotan Pestisida di Balai Pelatihan Lembang Frekuensi Persentase Kategori (F) (%) Baik 2 13,33 Cukup 9 60 Kurang 4 26,67 Kurang sekali 0 0 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner
Berdasarkan tabel 4.6 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot yang aspek sikapnya baik sebanyak 2 orang (13,33%), aspek sikapnya cukup sebanyak 9 orang (60%), aspek sikapnya kurang sebanyak 4 orang (26,67%). 3) Hasil Observasi Terhadap Pemakaian APD Tabel 4.7 Kategori Pemakaian APD Pada Saat Penyemprotan Pestisida di Balai Pelatihan Lembang Frekuensi Persentase Kategori (F) (%) Lengkap 0 0 Tidak Lengkap 15 100,0 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer Wawancara/quesioner
Berdasarkan tabel 4.7 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot, semua petani penyemprot (100%) memakain APD tidak lengkap. 4) Hasil Pemeriksaan Cholinesterase Tabel 4.8 Kategori Kadar Cholinesterase Pada Petani Penyemprot Hama Sayuran di Balai Pelatihan Lembang Frekuensi Persentase Kategori (F) (%) Normal 11 73,33 Keracunan 4 26,67 Jumlah 15 100,0 Sumber : Data Primer hasil Pemeriksaan Cholinesterase darah Dilapangan,2010
Berdasarkan tabel 4.8 tersebut diatas, dapat diketahui dari 15 petani penyemprot yang memiliki kadar cholinesterase dalam darah kategori normal sebanyak 11 orang (73,33%) dan kategori keracunan sebanyak 4 orang (26,67%) Berdasarkan hasil wawancara dan observasi serta pemeriksaan cholinesterase, untuk aspek pengetahun masih tidak baik karena para petani tidak tahu bahaya pestisida dan dampak pestisida terhadap manusia khususnya penyemprot itu sendiri. Sikap petani dalam hal penyemprotan juga memegang peranan penting dalam terjadinya keracunan. Para petani juga tidak tahu cara mencegah terjadinya keracunan pestisida, bahwa dengan menggunakan APD lengkap bisa mencegah terjadinya keracunan. Cholinesterase ini sangat dipengaruhi oleh sikap para petani penyemprot pada saat melakukan penyemprotan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penyemprot dan observasi pemakaian APD serta pemeriksaan kadar Cholinesterase, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek pengetahuan dari 15 orang petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang setelah dilakukan wawancara adalah sebanyak 8 orang petani penyemprot (53,33%) memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori cukup dan 1 orang petani penyemprot (6,67%) memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori kurang sekali. 2. Aspek sikap dari 15 orang petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang setelah dilakukan wawancara adalah sebanyak 9 orang petani penyemprot (60%) aspek sikapnya cukup.
3. Berdasarkan hasil observasiterhadap APD pada saat melakukan penyemprotan di Balai Pelatihan Lembang, hasilnya adalah semua petani penyemprot 100%) tidak memakai APD lengkap. 4. Kadar cholinesterase darah dari 15 orang petani penyemprot hama sayuran di Balai Pelatihan Lembang setelah diperiksa, hasilnya adalah sebanyak 11 orang petani penyemprot (73,33%) dengan kategori normal dan sebanyak 4 orang petani penyemprot (26,67%) dengan kategori keracunan. B. Saran 1. Bagi Petani Penyemprot Untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida, diharapkan para petani melakukan penyemprotan tidak lebih dari 3 jam sehari, melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan rutin seperti pemeriksaan cholinesterase khususnya bagi petani yang kontak langsung dengan pestisida. Bagi petani yang keracunan pestisida, disarankan untuk istirahat dulu dan tidak melakukan penyemprotan selama kurang lebih 2 minggu. 2. Bagi Pihak Balai Pelatihan Disarankan untuk memberikan penyuluhan kepada petani penyemprot mengenai pestisida dan bahaya pestisida terhadap tubuh manusia, serta cara masuknya pestisida ke dalam tubuh manusia dan memakai alat pelindung diri lengkap itu penting pada saat penyemprotan untuk mencegah pestisida kontak langsung dengan kulit, pernafasan dan mulut, supaya petani tahu dan mau memakai APD yang sudah disediakan. DAFTAR PUSTAKA Afriyanto, 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. http//www.google.com : Diakses pada tanggal 21 Juli 2010
Anonimous, 2005. Kesehatan dan Pestisida. http//www.google.com : Diakses pada tanggal 20 Maret 2010 Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta : Kanisius Hermawan, 2005. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Yogyakarta : Grasindo LU, Frank C. 2006. Toksikologi Dasar. Jakarta :Universitas Indonesia Munaf, Syamsuir. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Jakarta : Widya Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Raini, Mariana dkk. 2004. Pengaruh Istirahat Terhadap Aktivitas bCholinesterase Petani Penyemprot Pestisida Organofosfat di Kecamatan Pacet Jawa Barat. http//www.google.com : Diakses pada tangga 4 Maret 2010 Riny Siantur, Tgeodora. 2006. Pengetahuan Sikap Tindakan Penjaga Toko Pestisida dan Pemeriksaan Kadar Cholinesterase Dalam Darah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungan Tahun 2006. http//www.google.com : Diakses pada tanggal 9 Juli 2010 Rustia, Hana Nika. 2009. Pengaruh Pajanan Pestisida Golongan Organofosfat terhadap Penurunan Aktifitas Enzim Cholinesterase Dalam Darah Petani Penyemprot Sayuran (Kelurahan Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung Tahun 2009). http//www.digilib.ui.ac.id : Diakses pada tanggal 05 Maret 2010 Samparma, Budi. 1993. Diagnosa Kematian Keracunan Insektisida. Jakarta Sartono. 2002. Racun & Keracunan. Jakarta. Widya Medika Soemirat, Juli. 2009. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitu Press Sudarmo, Subiyanto. 1991. Pestisida. Yogyakarta : Kanisius
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta Wahyuni, Eka. 2009. Perbedaan Tingkat Resiko Keracunan Pestisida Terkait Dengan Aktivitas Cholineterase Pada Petani Penyemprot Di Desa Bumiayu Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung (Studi Kasus Kontrol Berdasarkan Tinggi Rendah Tanaman). http//fkm.undip.ac.id : Diakses pada tanggal 05 Maret 2010 Wudianto, Rini. 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta : Penerbit Swadaya Yayasan Duta Awam. Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan. Diakses pada tanggal 17 April 2010. http//searchwinds.com/redirect.id