1
PENGARUH ANTICIPATORY ENTHUSIASM TERHADAP INTENSI PEMBELIAN MELALUI PENGOLAHAN INFORMASI SECARA HEURISTIK PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Fitrotus Sahara
[email protected] Ilhamuddin Nukman Ika Rahma Susilawati Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang
ABSTRACT This study was trying to verify whether emotional anticipatory enthusiasm will facilitate the process of persuasion by encouraging the formation of heuristic information process in individuals. The kind of message which used is commercial message in marketing and the target of change is the occurrence of purchase intentions. The research was conducted in quasi-experimental research design with specific form of two groups design. The Mann-Whitney test analysis result demonstrated that the statistic value of Z test is -0.273 and the result of the 2-tailed value is 0.785 (p > 0,05). Therefore, the hypothetis test result is not statistically significant, and H0 (emotional anticipatory enthusiasm will not affect the process of persuasion by encouraging the formation of heuristic information process) is received while Ha is rejected. It can be concluded that there was no differences in purchase intention between the experimental group and the control group. This indicated that anticipatory enthusiasm has no effect toward the purchase intentions through heuristic information processing. Keywords: anticipatory enthusiasm, heuristic information processing, intention to buy
ABSTRAK Penelitian ini mencoba mempelajari apakah emosi anticipatory enthusiasm akan mempermudah proses persuasi dengan mendorong terbentuknya pengolahan informasi secara heuristik pada individu. Jenis pesan yang digunakan adalah pesan komersial dalam dunia marketing dan perubahan yang dituju berupa terbentuknya intensi pembelian. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi-eksperimental research menggunakan desain penelitian berupa two group design.
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan nilai statistik uji Z yaitu -0.273 pada uji signifikansi 2-tailed adalah 0,785 (p > 0,05). Karena itu hasil uji ini dinyatakan tidak signifikan secara statistik, sehingga H0 (emosi anticipatory enthusiasm tidak mempengaruhi proses persuasi dengan mendorong terbentuknya pengolahan informasi secara heuristic) diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan intensi pembelian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian melalui pengolahan informasi secara heuristik. Kata kunci : anticipatory enthusiasm, pengolahan informasi secara heuristik, intensi pembelian
2
LATAR BELAKANG Persuasi memiliki peranan yang penting dalam strategi promosi. Proses persuasi digunakan untuk mempengaruhi dan merubah perilaku konsumen yang dituju agar konsumen mau membeli produk yang ditawarkan baik berupa barang maupun jasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manning dan Reece (2000) bahwa persuasi adalah tindakan menyajikan daya tarik suatu produk sehingga dapat mempengaruhi keyakinan calon pelanggan, sikap, atau perilaku, dimana tindakan ini merupakan strategi yang dirancang untuk mendorong pembeli dalam membuat keputusan membeli. Upaya dalam melakukan proses persuasi ini dilakukan pemasar dalam bentuk yang berbeda-beda seperti dalam bentuk pertemuan face to face (tatap muka) dengan konsumen, pengiklanan produk di media cetak seperti koran, hingga pengiklanan produk di televisi. Dalam kenyataannya, melakukan proses persuasi yang berujung pada perubahan perilaku konsumen (memunculkan perilaku pembelian produk yang ditawarkan) melalui upaya-upaya tersebut tidaklah mudah. Tidak jarang pemasar yang dalam proses persuasinya tidak berhasil membujuk konsumen untuk membeli produk yang mereka tawarkan, dan ini akan menimbulkan beberapa kerugian bagi mereka baik yang bersifat material seperti biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses persuasi, hingga yang bersifat non material seperti tenaga dan waktu yang telah digunakan. Pada dasarnya banyak faktor yang menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu pesan yang bertujuan persuasif. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi persuasi. Dari penelitian-penelitian tersebut, salah satu temuan penelitian yang menarik adalah bahwa ternyata jenis emosi yang dialami individu akan berpengaruh terhadap proses perubahan perilaku yang dialami individu. Dalam hal ini, jenis emosi yang dialami individu akan menentukan jenis pengolahan informasi yang digunakan individu dalam proses perubahan perilakunya. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka jenis emosi dapat dikelompokkan ke dalam jenis pengolahan informasi sebagai berikut:
3
Tabel 1 Jenis Pengolahan Informasi Pada Setiap Jenis Emosi (diolah dari Griskevicius d.k.k, 2010; Bodenhausen d.k.k, 1994; Bless d.k.k, dalam Griskevicius 2010) Jenis Emosi Emosi Positif : Awe Nurturant love Amusement Anticipatory enthusiasm Attachment love Contentment Happy Emosi Negatif : 1. Sadness 2. Anger 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Pengolahan Informasi Heuristik Sistematik √ √ √ √ √ √ √
√ √
√
Berdasarkan penelitian yang baru-baru ini dilakukan oleh Griskevicius dkk (2010) tentang pengaruh perbedaan emosi positif terhadap proses persuasi ditemukan bahwa dari beberapa jenis emosi positif yang mereka teliti, anticipatory enthusiasm merupakan salah satu emosi yang secara signifikan paling mempengaruhi individu untuk melakukan pengolahan informasi secara heuristik. Hal ini diindikasikan dari adanya sikap positif kelompok yang dikondisikan dengan jenis emosi anticipatory enthusiasm terhadap pesan dengan kualitas argumen yang rendah pada eksperimen pertama. Sikap positif juga ditunjukkan pada pengujian (eksperimen) kedua terhadap pesan dengan penggabungan antara kualitas argumen yang rendah dan penggunaan beberapa cue pengolahan informasi secara heuristik. Walaupun kajian persuasi yang diteliti oleh Griskevicius dkk (2010) baru sebatas perubahan pada sikap, dan dengan pesan persuasi berupa isu sosial, tidak menutup kemungkinan bahwa konsep tersebut juga akan berlaku pada proses-proses persuasi dalam bidang pemasaran. Namun, dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah jenis emosi anticipatory enthusiasm dan jenis pengolahan informasi secara heuristik tersebut juga akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pada produk yang ditawarkan dengan kualitas argumen yang rendah. Hal ini tidak dapat diungkap hanya melalui sikap konsumen saja karena sikap konsumen belum tentu diikuti dengan perubahan perilaku konsumen. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa antara sikap dan
4
perbuatan masih terdapat satu faktor psikologis lain yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat (intention). Fishbein dan Ajzen (dalam Faturochman, 2006) juga menyebutkan bahwa tanpa ada niat suatu perbuatan tidak akan muncul, meskipun sikap tersebut sangat kuat (positif) terhadap suatu objek. Sehingga, dapat dikatakan bahwa salah satu parameter kesuksesan komunikasi persuasif pemasar kepada konsumen terkait produknya dapat diukur melalui keberhasilan pemasar dalam memunculkan intensi pembelian konsumen pada produk yang ditawarkan. Penelitian ini menguji pengaruh emosi anticipatory enthusiasm terhadap pengolahan informasi secara heuristik pada intensi pembelian aksesoris caca bento dengan kualitas argumen yang rendah.
LANDASAN TEORI A. Anticipatory Enthusiasm Menurut Griskevicius, Shiota, dan Neufeld (2010), anticipatory enthusiasm adalah jenis emosi positif (emosi yang menyenangkan) yang menyebabkan seseorang ingin mempromosikan tindakan yang cepat untuk memperoleh dan mengkonsumsi reward yang diinginkan. Emosi anticipatori enthusiasm timbul pada individu ketika individu tersebut merasa seperti benar-benar menginginkan sesuatu terjadi, begitu bergairah/bersemangat hingga hampir tidak bisa menunggu untuk mewujudkan keinginannya, merasa ingin melakukan apapun untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
B. Pengolahan Informasi Secara Heuristik Chen, Duckworth, dan Chaicken (2009) menyebutkan bahwa pada pengolahan informasi secara heuristik, penilaian terhadap pesan lebih terbentuk melalui informasi yang mudah diproses, yaitu berupa isyarat (cue) heuristik (misalnya, keahlian sumber penyampai pesan), daripada melalui informasi yang diperoleh dari pemikiran sendiri. Dengan demikian, pengolahan informasi secara heuristik akan membutuhkan sedikit upaya kognitif. Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Mackin (2006) bahwa dalam model heuristik, seseorang cenderung hanya melihat sisi luar (permukaan) dari apa yang dikatakan kepadanya.
5
Seseorang yang menggunakan model berfikir heuristik akan lebih menginginkan informasi yang mudah diproses, daya tarik, keramahan dan sumber yang ahli daripada melakukan pemikiran sendiri. Elemen-elemen dalam berfikir heuristik tersebut disebut sebagai "cue" (Mackin, 2006). Pengolahan informasi secara heuristik pada diri konsumen sendiri ternyata dapat muncul sebagai akibat dari emosi anticipatory enthusiasm yang dialami individu. Dalam hubungannya dengan pengolahan informasi ini, emosi anticipatory enthusiasm akan menghambat seseorang untuk memproses informasi/ pesan persuasif yang ia terima secara mendalam. Hal ini karena ketika berada dalam kondisi emosi anticipatory enthusiasm, secara kognitif perhatian dan pikiran seseorang lebih terpusatkan pada keinginan dan langkah-langkah yang ingin ia lakukan untuk memperoleh sesuatu yang ia inginkan (reward). Kondisi ini sejalan dengan adanya kapasitas pengolahan informasi yang dimiliki setiap individu, dimana menurut Solso, Maclin, & Maclin (2008) kapasitas pengolahan informasi ini akan menuntut individu untuk lebih memproses informasi yang paling ia perhatikan. Seperti yang kita ketahui bahwa emosi anticipatory enthusiasm akan meningkatkan perhatian individu pada langkah-langkah untuk memperoleh reward yang ia inginkan, sehingga stimulus lain yang dalam hal ini adalah pesan persuasif yang ia terima akan menjadi kurang diperhatikan. Sehingga, pengolahan informasi yang ia lakukan pada pesan persuasif yang ia terima akan kurang mendalam, dan mendorong terjadinya pengolahan informasi secara heuristik.
C. Intensi Pembelian Beberapa pengertian tentang intensi telah dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Intention atau intensi (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, dimana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan (Mangkunegara, 2009). 2. Keinginan berperilaku (behavioral intention-BI) adalah suatu proposis yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang (Peter & Olson, 1999).
6
3. Behavior Intention dapat didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa. Jadi, dalam hal ini konsumen dapat membentuk keinginan untuk membeli produk atau jasa tertentu (Mowen & Minor, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi pembelian adalah niat atau keinginan seseorang untuk melakukan pembelian terhadap produk tertentu. Menurut Balady (2011), untuk mengukur intensi pembelian, dapat digunakan Theory of Planned Behavior (TPB) dari Ajzen. Intention dan behavior dalam TPB adalah fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Atitudes toward the behavior berkaitan dengan apakah seseorang menyukai dan akan melakukan suatu perilaku atau tidak. Subjective norm adalah persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan (important others) baginya untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku dan kesediaan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan perceived behavioral control merupakan fungsi dari sejumlah keyakinan individu mengenai ada tidaknya faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat dalam menampilkan perilaku tertentu. Pengaruh emosi anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian juga dapat dijelaskan melalui bagan interaksi beliefs, attitude, intention, dan behavior yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) sebagai berikut : Beliefs about object X 1. 2. 3. . . . N.
Attitude toward object X
Intentions with respect to object X 1. 2. 3. . . . N.
Behaviors with respect to object X 1. 2. 3. . . . N.
Influence Feedback Gambar 1 : Bagan Interaksi Beliefs, Attitude, Intention, dan Behavior (Ajzen dan Fishbein, 1975)
7
Bagan di atas menggambarkan bahwa terbentuknya intensi seseorang dipengaruhi oleh beliefs dan attitude orang tersebut. Menurut Ajzen dan Fishbein (1975), perubahan beliefs dan attitude akan berpengaruh terhadap intensi seseorang. Emosi anticipatory enthusiasm sendiri merupakan bagian dari sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ajzen dan Fishbein (1975) bahwa “affect is the most essential part of attitude and the major characteristic that distinguishes attitude from other consepts is affective”. Dalam hal ini emosi anticipatory enthusiasm akan berperan sebagai affect atau perasaan yang merupakan karakteristik utama dari sikap, yang akan mempengaruhi terbentuknya intensi pada seseorang.
D. Penelitian Terdahulu Griskevicius dkk, (2010) melakukan penelitian dengan judul “Influence of Difference Positive Emotion on Persuasion Processing (A Functional Evolutionary Approach)”. Dalam penelitian tersebut, mereka meneliti bagaimana enam bentuk emosi positif berpengaruh terhadap pengolahan informasi dalam pesan persuasif. Keenam emosi positif tersebut yaitu anticipatory enthusiasm (emosi yang merefleksikan respon seseorang ketika akan mendapatkan hadiah atau imbalan tertentu), contentment (perasaan puas seseorang setelah berhasil memenuhi kebutuhannya), attachment love (gelombang cinta pada orang-orang yang dipercaya dalam memberikan perhatian seperti orang tua, teman dekat, dan pacar), nurturant love (emosi yang berhubungan dengan rasa kasihan/terharu, seperti ketika melihat bayi dan anak kecil), amusement (emosi bahagia setelah mendengar atau melihat hal-hal lucu), dan awe (perasaan heran dan takjub terhadap sesuatu yang baru dan sulit dipahami). Melalui eksperimen tersebut diketahui bahwa jenis emosi awe dan nurturant love lebih mendorong terjadinya pengolahan informasi secara sistematik jika dibandingkan dengan kelompok netral, sedangkan amusement, anticipatory enthusiasm, attachment love, dan contentment lebih mendorong terjadinya pengolahan informasi secara heuristik jika dibandingkan dengan kelompok netral. Amusement dan anticipatory enthusiasm merupakan dua jenis emosi positif yang paling berpengaruh pada pengolahan informasi secara heuristik.
8
Bodenhausen dkk, (1994 ) dalam penelitiannya yang berjudul Negative Affect And Social Judgment: The Differential Impact Of Anger And Sadness, melakukan tiga kali eksperimen untuk menguji adanya perbedaan pengaruh emosi negatif (anger dan sadness) terhadap pengolahan informasi pada pesan sosial. Eksperimen kedua yang mencoba menguji pengaruh keahlian komunikator terhadap reaksi subjek pada pesan persuasi, dan eksperimen ketiga yang mencoba menguji pengaruh kepercayaan subjek pada komunikator terhadap reaksi subjek pada pesan persuasi menunjukkan bahwa dalam persuasi sosial, anger lebih mendorong individu untuk melakukan pengolahan informasi secara heuristik dalam proses persuasi dibandingkan dengan sadness yang tidak menunjukkan perbedaan dengan subjek pada kondisi netral. Dengan kata lain, sadness lebih cenderung mengarahkan individu untuk melakukan pengolahan informasi secara sistematik. Dalam hal ini, sikap persetujuan pada pesan persuasi yang disampaikan lebih ditunjukkan pada subjek dalam kondisi anger dibandingkan dengan subjek pada kondisi sadness maupun netral. Penelitian yang dilakukan oleh Bless dkk, 1990 (dalam Griskevicius dkk, 2010) menunjukkann bahwa happy mood (senang/bahagia) akan cenderung mengarahkan individu untuk lebih mudah terpersuasi baik melalui pesan dengan argumen kuat (sistematik) maupun lemah (heuristik), sedangkan sad mood (sedih) akan lebih mendorong individu untuk menampilkan sikap mendukung pada sebuah isu (pesan) persuasi melalui argumen yang kuat (sistematik).
METODE A. Partisipan dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental-kuasi (quasi-eksperimental research). Jenis desain eksperimental-kuasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain dua kelompok (two group design). Dalam desain dua kelompok ini, eksperimenter akan menentukan dua kelompok subjek dimana satu kelompok akan memperoleh perlakuan dan dinamakan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan satu kelompok lainnya tidak mendapat perlakuan dan dinamakan sebagai kelompok kontrol.
9
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya Malang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 117 dengan rincian 57 subjek dari kelompok eksperimen dan 60 subjek dari kelompok kontrol. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan kelas umum mahasiswa psikologi angkatan 2012, yaitu kelas faal yang terdiri dari empat kelas yaitu kelas A, B, C, dan D. Dari keempat kelas tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian secara acak dengan teknik undian, yaitu kelas A dan kelas C. Selanjutnya, dilakukan random assignment melalui metode penarikan undian pada kedua kelas tersebut guna menempatkan masing-masing kelas pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dari hasil random assignment tersebut kelas A terpilih sebagai kelompok kontrol, sedangkan kelas C terpilih sebagai kelompok eksperimen.
B. Alat Ukur dan Prosedur Penelitian 1. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitan ini adalah kuesioner yang tersusun dari serangkaian pernyataan yang menggunakan skala likert (likert scale) sebagai format responnya. Kuesioner atau skala tersebut terdiri dari skala anticipatory enthusiasm dan skala intensi pembelian yang dikembangkan oleh peneliti. Dalam skala-skala tersebut aitem-aitem terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Aitem favorable adalah pernyataan yang mendukung variabel penelitian, sedangkan aitem unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung varibel penelitian. Alternatif angka yang digunakan dalam format respon penelitian ini adalah 1 sampai 5. Aitem favorable menggunakan ketentuan skor sangat tidak sesuai (STS) dengan angka 1, tidak sesuai (TS) dengan angka 2, cukup sesuai (CS) dengan angka 3, sesuai (S) dengan angka 4, dan sangat sesuai dengan angka 5 (SS). Sedangkan untuk aitem unfavorable menggunakan ketentuan skor STS dengan angka 5, TS dengan angka 4, CS dengan angka 3, S dengan angka 2, dan SS dengan angka 1.
10
Sebelum disebarkn dalam penelitian yang sebenarnya, peneliti telah melakukan try out untuk menguji validitas dan reliabilitas skala ini. Uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung (Corrected Item-Total Correlation) pada Croanbach Alpha dengan r table. Sedangkan uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah teknik Cronbach Alpha. Uji ini dilakukan dengan bantuan software Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows 16.0. a. Skala Anticipatory Enthusiasm Uji validitas dilakukan sebanyak dua putaran. Dari uji validitas tersebut, terdapat 13 item yang dinyatakan valid dari 14 item yang diajukan. Ketigabelas item tersebutlah yang selanjutnya digunakan dalam penelitian. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.903 pada skala ini. b. Skala Intensi Pembelian Uji validitas dilakukan sebanyak dua putaran. Dari uji validitas tersebut, terdapat 13 item yang dinyatakan valid dari 16 item yang diajukan. Ketigabelas item tersebutlah yang selanjutnya digunakan dalam penelitian. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.936 pada skala ini. 2. Prosedur Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan dua kelompok subjek dimana satu kelompok akan memperoleh perlakuan (treatment) dan dinamakan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan satu kelompok lainnya tidak mendapat treatment dan dinamakan sebagai kelompok kontrol. Treatment yang diberikan berupa pemberian motivasi untuk memunculkan emosi anticipatory enthusiasm dengan menggunakan video motivasi yang sebelumnya telah diujikan melalui dua kali try out dan telah melalui tahap profesional judgement sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya. Pengujian melalui try out dilakukan dengan cara menanyakan apakah keempat indikator anticipatory enthusiasm telah dirasakan oleh para subjek setelah melihat video yang dijadikan sebagai alat induksi anticipatory enthusiasm. Hasil kedua try out menunjukkan bahwa
11
sebagian besar partisipan telah mengalami emosi anticipatory enthusiasm melalui munculnya indikator-indikator emosi tersebut pada diri mereka setelah melihat video motivasi yang ditampilkan. Langkah-langkah eksperimen yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tersebut adalah sebagai berikut : a. Kelompok Eksperimen 1) Peneliti memanipulasi situasi dengan tidak memberitahukan tujuan yang sebenarnya dari eksperimen yang akan dilakukan. Hal ini karena ada kemungkinan subjek tidak akan memunculkan perilaku yang sebenarnya saat mengetahui tujuan yang sebenarnya dari eksperimen ini. 2) Peneliti memberikan induksi emosi anticipatory enthusiasm kepada kelompok eksperimen. Induksi ini berupa penayangan video motivasi kepada kelompok. Video motivasi tersebut menyuguhkan tayangan yang ditujukan untuk mengarahkan subjek agar merenungkan kembali keinginan-keinginan atau mimpi-mimpi mereka yang belum terwujud. Selanjutnya mereka akan dimotivasi untuk bisa meraih keinginan-keinginan mereka tersebut. Subjek juga diarahkan untuk mulai merancang langkah-langkah apa saja yang bisa mereka lakukan untuk mewujudkan keinginannya dan diberi keyakinan bahwa mereka pasti mampu melakukannya. 3) Penayangan video iklan Iklan yang ditampilkan merupakan iklan yang didesain oleh peneliti untuk memunculkan intensi pembelian partisipan. Iklan ini juga didesain secara heuristik menggunakan dua prinsip pengolahan informasi secara heuristik yaitu likeability dan scarcity. Prinsip Likeability diterapkan dalam bentuk model iklan yang menarik, sedangkan prinsip Scarcity diterapkan dengan memberikan catatan “PERSEDIAAN TERBATAS” pada epilog (tayangan akhir) iklan. 4) Kelompok diminta untuk mengisi skala emosi anticipatory enthusiasm dilanjutkan dengan mengisi skala intensi pembelian.
12
b. Kelompok Kontrol Video iklan yang ditampilkan pada kelompok kontrol, merupakan video yang juga digunakan pada kelompok eksperimen. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan pada kelompok kontrol: 1) Subjek diminta mengisi skala anticipatory enthusiasm. 2) Penayangan video iklan aksesoris Ca Ca Bento. 3) Subjek diminta untuk mengisi skala intensi pembelian.
HASIL Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan nilai statistik uji Z yaitu -0.273 dan nilai sig.2-tailed adalah 0,785 > 0,05. Karena itu hasil uji tidak signifikan secara statistic, sehingga H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan intensi pembelian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian melalui pengolahan informasi secara heuristik. Secara deskriptif, terlihat sedikit perbedaan skor rata-rata (mean) intensi pembelian antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dimana skor rata-rata intensi pembelian pada kelompok kontrol adalah 58.17 sedangkan pada kelompok eksperimen adalah 59.88. Skor rata-rata intensi pembelian pada kelompok eksperimen lebih tinggi 1.71 dari kelompok kontrol. Dengan demikian, walaupun secara statistik dinyatakan tidak ada perbedaan intensi pembelian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun berdasarkan perbedaan rata-rata ini dapat dinyatakan ada sedikit perbedaan intensi pembelian antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam hal ini intensi pembelian pada kelompok eksperimen sedikit lebih tinggi dari kelompok kontrol. Skor rata-rata anticipatory enthusiasm pada kelompok eksperimen juga lebih tinggi 8.05 dari kelompok kontrol. Skor rata-rata anticipatory enthusiasm pada kelompok eksperimen adalah 63.13, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 55.08. Dengan demikian, walaupun secara statistik dinyatakan tidak ada perbedaan anticipatory enthusiasm antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun berdasarkan perbedaan rata-rata ini dapat dinyatakan ada perbedaan anticipatory enthusiasm antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
13
Dalam hal ini anticipatory enthusiasm pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol. Skor rata-rata intensi pembelian pada kelompok eksperimen yang lebih tinggi dari kelompok kontrol, disertai dengan lebih tingginya skor rata-rata anticipatory enthusiasm pada kelompok eksperimen, menunjukkan bahwa secara deskriptif ada pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian. Dalam hal ini anticipatory enthusiasm dapat sedikit meningkatkan intensi pembelian.
DISKUSI Berdasarkan hasil analisis data secara statistik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian melalui pengolahan informasi secara heuristik. Pengolahan informasi secara heuristik sendiri walaupun tidak diukur menggunakan skala penelitian, namun variabel intervening ini telah dikontrol melalui penyajian pesan berupa iklan audio visual yang dirancang sederhana berdasarkan beberapa prinsip pengolahan informasi secara heuristik. Sedangkan adanya hasil yang menyatakan penerimaan terhadap hipotesis awal (H0) dan penolakan terhadap hipotesis akhir (H1) dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut :
A. Variabel Ekstraneous 1. Variabel fisik dan ruang Cuaca dan pencahayaan merupakan variabel fisik yang belum dikontrol dalam penelitian ini. Dalam hal ini, cuaca dan pencahayaan yang kurang mendukung akan menjadi stimulus lain dalam penelitian yang dapat mengganggu perhatian subjek terhadap video-video yang ditampilkan. Perhatian terhadap video-video penelitian diperlukan agar proses persepsi yang dilakukan subjek terhadap video iklan maupun video induksi dapat berlangsung dengan baik. Jika persepsi ini berlangsung dengan baik maka subjek akan lebih mudah mengerti maksud dari video iklan dan induksi yang ditampilkan. Seperti yang dinyatakan oleh Walgito (2004) bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus yang diindera, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diinderanya. Sedangkan untuk menyadari atau
14
mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Solso, Maclin,& Maclin (2008) menyatakan bahwa ketidakmampuan manusia untuk memproses seluruh stimuli sensorik secara bersamaan menyebabkan terjadinya atensi selektif. Atensi selektif terjadi ketika seseorang secara selektif memilih hanya sebagian kecil stimuli dari seluruh stimuli yang ada di sekelilingnya. Manusia secara selektif hanya memilih sejumlah isyarat dan mengabaikan stimuli yang lain agar dapat mengolah informasi yang sedemikian membanjir. Dalam hal ini manusia akan memproses informasi yang paling diperhatikan, dan kurang memperhatikan informasi yang lain. Saat subjek mendapat perlakuan atau diperlihatkan video motivasi dan iklan, tidak hanya video yang mereka lihat yang menjadi stimulus bagi mereka. Cuaca dan pencahayaan turut menjadi stimulus dan menuntut perhatian subjek. Penelitian baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dilakukan pukul 15.00 WIB. Cuaca yang panas dan pencahayaan yang kurang mendukung kemungkinan dapat mengurangi perhatian subjek pada video-video yang ditampilkan, sehingga proses penginterpretasian subjek terhadap video yang dilihat dapat berjalan kurang baik. Pada dasarnya, variabel fisik ini dapat dikontrol dengan cara menyamakan kondisi variabel fisik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Namun saat penelitian dilakukan, kondisi variabel fisik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen belum setara. Pencahayaan di dalam ruang kelompok eksperimen lebih terang dan lebih silau dibandingkan dengan pencahayaan di dalam ruang kelompok kontrol. Selain itu ukuran ruang kelas antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen juga tidak setara. Ukuran ruangan pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ruangan yang digunakan untuk kelompok eksperimen bertempat di F2 gedung RKB FISIP Universitas Brawijaya dengan ukuran sekitar 4x8 meter, sedangkan ruangan yang digunakan untuk kelompok kontrol bertempat di F 4.6 gedung 1 FISIP Universitas Brawijaya dengan ukuran sekitar 4x4 meter. Ukuran ruangan ini berpengaruh pada
15
tingginya volume video yang ditayangkan. Saat penelitian dilakukan, tinggi volume video pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen telah dimaksimalkan agar subjek dapat fokus saat melihat video. Namun karena ukuran ruang kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol, volume video yang ditayangkan pada kelompok eksperimen terdengar lebih rendah dan kurang optimal. Hal ini menyebabkan kelompok kontrol terlihat lebih fokus daripada kelompok eksperimen saat melihat tayangan video. Adanya ketidaksetaraan variabel fisik dan ruangan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ini menyebabkan adanya fokus atau konsentrasi yang berbeda antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol terlihat lebih fokus dibandingkan dengan kelompok eksperimen saat melihat video penelitian. 2. Tingkat keterlibatan konsumen. Keterlibatan konsumen adalah minat konsumen terhadap perolehan, konsumsi, dan disposisi barang, jasa, atau ide. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami, dan mengelaborasi informasi tentang pembelian. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa sejalan dengan naiknya keterlibatan, konsumen memproses informasi dengan lebih mendalam (Mowen dan Minor, 2002). Sejalan dengan pernyataan tersebut, jika keterlibatan konsumen tinggi sehingga konsumen memproses informasi dengan lebih mendalam, maka secara langsung konsumen tersebut akan melakukan pengolahan informasi secara sistematik. Padahal penelitian ini hanya memfokuskan pada pengolahan informasi secara heuristik, sehingga perlu adanya pengontrolan keterlibatan konsumen. Barang atau produk yang ditawarkan dalam iklan yang digunakan untuk memunculkan intensi pembelian dalam penelitian ini memiliki daya tarik yang cukup besar. Hal ini terbukti ketika iklan tersebut mampu menarik minat beli sebagian besar subjek pada saat iklan tersebut di try out kan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iklan tersebut mampu meningkatkan keterlibatan konsumen karena mampu menarik minat konsumen. Hal ini juga didukung dari hasil observasi saat penelitian dilakukan, dimana beberapa subjek mengalami tingkat keterlibatan yang cukup tinggi
16
dengan menanyakan lebih lanjut terkait informasi produk yang ditawarkan dalam iklan. Sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa tingkat keterlibatan konsumen belum dapat dikontrol.
B. Manipulation Check Terhadap Treatment Jika ditinjau berdasarkan hasil independent sample t test pada skala anticipathory enthusiasm yang menunjukkan tidak adanya perbedaan emosi anticipathory enthusiasm antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, maka sekilas dapat dilihat bahwa diterimanya H0 dan ditolaknya Ha disebabkan tidak berhasilnya proses penginduksian emosi anticipatory enthusiasm pada kelompok eksperimen. Namun, kesimpulan ini tidak dapat diambil begitu saja mengingat induksi telah diujikan melalui dua kali try out dan telah melalui tahap profesional judgement sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya. Pengujian melalui try out dilakukan dengan cara menanyakan apakah keempat indikator anticipatory enthusiasm telah dirasakan oleh para subjek setelah melihat video yang dijadikan sebagai alat induksi anticipatory enthusiasm.
C. Iklan Sebagai Media untuk Memunculkan Variabel Terikat Iklan yang ditampilkan dengan tujuan untuk memunculkan variabel terikat yaitu intensi pembelian menayangkan dan menawarkan produk yang menarik dan dapat memberikan keuntungan bagi sebagian besar orang. Karena manfaatnya tersebut, ditakutkan intensi membeli yang timbul pada diri subjek bukan karena hasil treatment, namun lebih dikarenakan manfaat dari produk tersebut. Selain itu, bisa juga iklan yang ditampilkan telah mampu memunculkan emosi anticipatory enthusiasm pada diri subjek karena produk yang ditayangkan terlalu menarik. Sehingga, tanpa diberi induksi emosi anticipatory enthusiasm pun, emosi anticipatory enthusiasm subjek telah meningkat dengan melihat iklan tersebut. Hal ini akan menyebabkan tingginya intensi membeli yang timbul pada diri subjek setelah melihat iklan, walaupun tidak diberi induksi emosi anticipatory enthusiasm sebelumnya. Seperti yang terlihat pada skor intensi pembelian kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, dimana skor kedua kelompok ini sama-sama cenderung tinggi.
17
D. Hasil Penelitian Sebelumnya (Anticipatory Enthusiasm dalam Iklan Sosial) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Griskevicius dkk (2010) telah membuktikan bahwa emosi anticipatory enthusiasm mampu meningkatkan keberhasilan proses persuasi melalui pemunculan pengolahan informasi secara heuristik pada diri subjek. Hasil penelitian tersebut sangat bertolak belakang dengan hasil penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan Griskevicius dkk (2010), pesan yang digunakan adalah pesan dengan tema sosial, dan tujuan akhir persuasi yang dilakukan hanya sebatas perubahan sikap. Sedangkan dalam penelitian ini, pesan yang digunakan merupakan pesan komersial dengan tujuan akhir persuasi yaitu pemunculan intensi pembelian pada diri subjek. Berdasarkan perbedaan ini, dapat diduga bahwa emosi anticipatory enthusiasm pada dasarnya memang mampu meningkatkan keberhasilan proses persuasi, namun hanya sebatas perubahan sikap dan tidak sampai pada pemunculan intensi.
E. Teknis Penyajian Video Induksi dan Iklan Saat penelitian dilakukan, penayangan iklan dilakukan segera setelah video induksi diputar, tanpa adanya jarak waktu antara pemutaran video induksi dan iklan. Pemutaran video induksi membutuhkan waktu 7 menit, sedangkan pemutaran iklan membutuhkan waktu 3.5 menit. Ini berarti jarak pengisian skala anticipatory enthusiasm dengan penayangan iklan adalah 3.5 menit. Dengan jarak tersebut dimungkinkan emosi anticipatory enthusiasm yang dialami subjek saat mengisi skala anticipatory enthusiasm telah menurun sehingga mempengaruhi data yang diperoleh oleh peneliti.
F. Pengaruh Mood dan Kelelahan pada Emosi Emosi adalah situasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, dan kecenderungan melakukan suatu tindakan, yang dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan (Wade dan Tavris, 2007). Biasanya emosi berlangsung dalam waktu yang singkat atau relative singkat. Menurut Kartono (1994), emosi
18
seseorang dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis. Faktor psikis tersebut diantaranya adalah mood atau suasana hati, sedangkan faktor fisik diantaranya adalah kelelahan. Intensitas atau kualitas dan kekuatan emosi anticipatory enthusiasm yang terbentuk pada diri subjek kemungkinan menurun karena adanya kelelahan yang dialami subjek baik pada kelompok kontrol maupun eksperimen. Hal ini karena penelitian dilangsungkan pada pukul 15.00 WIB, dimana pada waktu tersebut ada kemungkinan para subjek telah mengalami kelelahan setelah mengikuti beberapa perkuliahan sebelumnya. Mood adalah keadaan perasaan seseorang yang dipengaruhi rohani dan jasmani, yang mudah sekali berubah kekuatannya dan atau lamanya (Sujanto, 2004). Mood juga dapat mempengaruhi kualitas emosi anticipatory enthusiasm yang dialami subjek. Jika pada saat diberi induksi emosi anticipatory enthusiasm subjek tengah mengalami mood tertentu, maka kemungkinan emosi anticipatory enthusiasm tidak akan mudah timbul karena lebih kuatnya mood yang sedang dialami subjek tersebut. Hal ini karena pada umumnya mood berlangsung dalam waktu yang relatif lebih lama daripada emosi. Berdasarkan hasil analisa berbagai perspektif yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa adanya hasil penelitian yang menyatakan penerimaan terhadap H0 dan penolakan terhadap H1 atau tidak adanya pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian melalui pengolahan informasi secara heuristik dapat disebabkan oleh kurangnya pengontrolan terhadap beberapa variabel. Variabelvariabel yang kurang dikontrol tersebut adalah variabel fisik dan ruang, keterlibatan konsumen, treatment yang digunakan dalam penelitian, dan iklan penelitian. Beberapa variabel yang belum terkontrol dengan baik tersebut kemungkinan secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian, dimana hasil tersebut tidak sesuai harapan. Selain itu, jika ditinjau dari penelitian sebelumnya, dapat diduga bahwa emosi anticipatory enthusiasm pada dasarnya memang hanya mampu meningkatkan keberhasilan proses persuasi sebatas perubahan pada sikap dan tidak sampai pada pemunculan intensi. Hal ini karena adanya hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa emosi anticipatory enthusiasm mampu meningkatkan keberhasilan proses persuasi melalui
19
pemunculan pengolahan informasi secara heuristik dikarenakan pesan yang digunakan berupa pesan sosial, sedangkan pesan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pesan komersial dengan tujuan akhir persuasi yaitu pemunculan intensi pembelian. Mood dan kelelahan yang dialami subjek pada saat mengikuti proses penelitian juga dapat menjadi faktor tidak adanya pengaruh anticipatory enthusiasm terhadap intensi pembelian melalui pengolahan informasi secara heuristik dalam penelitian ini. Berdasarkan adanya beberapa kelemahan dalam penelitian ini, maka saran yang bisa disampaikan penulis untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan variabel-variabel ekstraneous yang belum terkontrol dalam penelitian ini dapat lebih dikontrol. Variabel-variabel tersebut adalah variabel fisik dan ruang, waktu pelaksanaan penelitian, serta tingkat keterlibatan konsumen. 2. Pada penelitian selanjutnya, treatment dan pesan yang digunakan harus diujicobakan dengan desain try out yang sebisa mungkin sama dengan desain yang akan digunakan saat penelitian yang sesungguhnya. Selain itu data try out, khususnya data dari hasil treatment dalam try out harus diuji secara statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara kelompok kontrol dan eksperimen. Hal ini penting untuk mengetahui apakah treatment yang diberikan benar-benar telah efektif untuk memanipulasi subjek, yang dalam penelitian ini yaitu menginduksi subjek dalam kelompok eksperimen untuk memunculkan emosi anticipatory enthusiasm. 3. Treatment dapat juga diberikan secara tidak terpisah dengan iklan. Dalam hal ini peneliti tidak perlu membuat treatment tertentu untuk memunculkan emosi. Namun, peneliti harus merancang dua jenis iklan. Iklan pertama dirancang khusus sehingga dapat memunculkan emosi anticipatory enthusiasm pada diri subjek yang melihat iklan tersebut. Iklan kedua dirancang netral, dimana iklan kedua ini dirancang hanya sekedar untuk memberi informasi tentang produk kepada subjek yang melihatnya. 4. Desain penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan desain faktorial 2x2. Hal ini dilakukan dengan menampilkan dua jenis iklan
20
yang berbeda baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen, yaitu iklan dengan desain heuristik dan iklan dengan desain sistematik. 5. Jenis treatment yang digunakan bisa dirancang lebih spesifik lagi. Subjek dapat didorong untuk menginginkan dan antusias untuk mendapatkan sesuatu yang lebih spesifik lagi, misalnya adalah menginginkan objek tertentu seperti makanan, tempat rekreasi, atau yang lainnya. Sehingga treatment dilakukan dengan menampilkan objek tertentu melalui video maupun cerita. 6. Berdasarkan pengalaman dari peneliti, maka skala anticipatory enthusiasm sebaiknya diisi sesegera mungkin setelah penayangan video induksi dilakukan, baru dilanjutkan dengan penayangan iklan dan pengisian skala intensi pembelian. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek yang mungkin telah terjadi dalam penelitian ini yaitu, menurunnya kualitas dan kekuatan emosi anticipatory enthusiasm saat pengisian skala anticipatory enthusiasm dilakukan akibat terlalu lamanya jarak pengisian skala dengan pemutaran video induksi. 7. Eksperimen sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, dimana subjek sedang tidak disibukkan oleh beberapa kegiatan yang menyebabkannya berada dalam kondisi kelelahan saat mengikuti eksperimen, sehingga subjek dapat mengikuti eksperimen dengan baik. 8. Eksperimen sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat, dimana subjek sedang tidak disibukkan oleh beberapa kegiatan yang menyebabkannya berada dalam kondisi kelelahan saat mengikuti eksperimen, sehingga subjek dapat mengikuti eksperimen dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis juga memberikan saran kepada para praktisi di dunia marketing yaitu bagi para praktisi, dalam merancang suatu produk sebaiknya produk tersebut dirancang semenarik mungkin dan dengan memiliki manfaat yang sebesar mungkin untuk konsumen yang dituju. Hal ini akan mempermudah proses pemasaran produk tersebut. Bahkan, kemungkinan besar produk yang menarik dan memiliki manfaat yang tinggi akan memunculkan daya tarik yang tinggi bagi para konsumen tanpa adanya usaha pengiklanan yang keras.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I., Fishbein, M. (1975). Belief, Attitude, Intention And Behavior : An Introduction to Theory and Research.California: Addison-Wesley Publishing Company Balady, M. H. (2011). Analisis Sikap, Norma Subyektif, Kontrol Perilaku, dan Pengalaman Pengguna Internet Terhadap Niat dan Perilaku Berbelanja Online di Kota Malang. Disertasi. FEB-UB. Malang Bodenhausen, G.V., Sheppard, L.A., Kramer, G.P. (1994). Negative Affect and Social Judgment : The Differential Impact of Anger and Sadness. European Journal of Social Psychology. Vol. 24, 45- 62. Chen S., Duckworth K., Chaiken S. (1999). Motivated Heuristic and Systematic Processing. Psychological Incuiry. Vol. 10, No. 1, 44-49 Faturochman. (2006). Pengantar Psikologi Sosial.Yogyakarta: PUSTAKA Griskevicius V., Shiota, M.N., Neufeld, S.L. (2010). Influence of Positive Emotions on Persuasion Processing : A Functional Evolutionary Approach. Journal of American Psychological Association. Vol. 10, No. 2, 190 - 206.. Kartono, K. (1996). Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju Mackin, D. (2006). Handbook The Art of Influence www.newdirectionsconsulting.com, tanggal 16 Februari 2012.
&
Persuasion.
Diakses
dari
Mangkunegara, A. P. (2009). Perilaku Konsumen. Bandung : PT. Rafika Aditama. Manning, G. L. dan Reece, B. L. (2000). Selling Today : Building Quality Partnerships. 8th Edition. New Jersey : Prentice Hall. Mowen,J.C. dan Minor M. (2002). Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Peter, J. P. dan Olson, J. C. (1999). Jilid 1. Consumer Behavior. Edisi 4. Hal 149. Jakarta: Erlangga Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. (2008). Psikologi Kognitif. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga. Sujanto, A. (2004). Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara Walgito, B. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi.