ABLASIO RETINA
A. PENGERTIAN Ablasio adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991). Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina (P.N Oka, 1993), sedangkan menurut Barbara L. Christensen 1991. Ablasio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan. Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami
ablasio retina. Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi. Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina , lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium.Penyakit ini harus dioperasi,penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak bertambah lepas lagi. Ada 2 tipe ablasio retina : Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi b. Choriodal tumor c. Chorioditis d. Retinopati Rhemathogen retina detachmen : a. Trauma b. Degenerasi c. Kelainan vitreus B. ETIOLOGI Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor,peradangan hebat,akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat
penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah. Tanda dan Gejala Ablatio Retina : • Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang. • Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters) • Muncul tirai hitam di lapang pandang • Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala C. PATOFISIOLOGI Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya: 1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam
retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas. 2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca. Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.
Pathway Inflamasi intraokuler/ tumor perubahan dalam viterus Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)
Peningkatan cairan eksudasi/serosa Vitreus menjadi makin cair Vitreus kolaps dan bengkak ke depan Tarikan retina Robekan retina Sel-sel retina dan darah terlepas Retina terlepas dari epitel berpigmen Penurunan tajam pandang sentral Ditandai dengan • Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/ rumah laba-laba • Bayangan berkembang/ tirai bergerak dilapangan padang
D.MANIFESTASI KLINIK Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu. E.PENATALAKSANAAN Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral buckling atau injeksi gas intraokuler. UsahaPre-operatif : Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik
seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM. UsahaPost-operatif : Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, pergerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat
besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut : - Jangan membaca. - Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter. - Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya
mata ditutup. Obat–obat: Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Data Subyektif • Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang. • Pasien mengeluh melihat tirai yang
menutupi lapang pandang. • Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba. b. Data Obyektif • Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abuabu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak • Aktifitas pasien terbatas • Mata pasien tertutup dengan gaas • Pasien mendapat obat tetes mata midryatil • Wajah pasien tampak tegang dan cemas • Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60 Fokus pengkajian • Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak. • Gangguan lapang pandang. • Melihat benda bergerak seperti tirai. • Bila mengenai macula visus sentral sangat menurun
• Terjadi secara tiba-tiba/ perlahan-lahan • Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole • Diperlukan tindakan pembedahan/ operasi.
Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina: Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama. • Pemeriksaan visus • Ophtalmoskop indirek • USG mata
• Campur Visi 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan pre-operasi yang mungkin terjadi a. Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina. Tujuan: Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut. Kriteria: • Klien memahami pentingnya perawatan yang intensif/ bedrest total. • Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya. Rencana tindakan: INTERVENSI RASIONAL Anjurkan klien untuk bedrest total Agar lapisan saraf yang terlepas tidak bertambah parah. Berikan penjelasan tujuan bedrest total
Agar klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian/ perlakuan bedrest total. INTERVENSI RASIONAL Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala, menyisir, batuk, bersin, muntah. Mencegah bertambah parahnyalapisan saraf retina yang terlepas. Jaga kebersihan mata Mencegah terjadinya infeksi, agar mempeermudah pemeriksaan dan tindakan operasi. Berikan obat tetes mata midriatiksikloplegikdan obat oral sesuai anjuran dokter. Diharapkan dengan pemberian obat-obat tersebut kondisi penglihatan dapat dipertahankan/ dicegah agar tidak menjadi parah. b. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan Tujuan; Kecemasan berkurang. Kriteria hasil:
• Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya. • Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/ dilakukan. • Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan ooperasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi). Rencana tindakan: INTERVENSI RASIONAL Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat, panik. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memudahkan penanganan/ pemberian askep selanjutnya. Bnerikan kenyamanan dan ketentraman hati. Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya. Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan, perjalanan penyakit, dan prognosisnya. Agar klien mengetahui/ memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat. INTERVENSI RASIONAL
Berikan/ tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien. Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memeerlukan bantuan. Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas. Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/ mengurangi ansietas. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ ketegangan. Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginannya dan tidak bertentangan dengan program perawatan. c. Resiko terhadapketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obatobatan, komplikasi, dan perawatan tindak lanjut. Tujuan: Klien mampu berintegrasi dengan
program terapeutik yang direncanakan/ dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit dan penurunan situasi beresiko (tidak aman, polusi). Kriteria hasil: • Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena ketidaktahuan, kehilangan kontrol atau kesalahan persepsi. • Menggambarkan proses penyakit, penyebab, dan factor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala. • Mengungkapkan maksud/ tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih dari penyakit dan penjegahan kekambuhan atau komplikasi. Rencana tindakan: INTERVENSI RASIONAL Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program
terapeutik yang efektif. Agar diketahui penyebab yang menghalangi sehingga dapat segera diatasi sesuai prioritas. Bangun rasa percaya diri. Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/ dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu program perawatan. Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif. Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan tanpa mengurangi peran sertanya dalam pengobatan/ perawatan dirinya. Jelaskan dan bicarakan; proses penyakit, aturan pengobatan/ perawatan, efek samping prognosis penyakitnya. Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan dan perlakuan yang tidak menyenangkan DAFTAR PUSTAKA
http://knol.google.com/k/mohammadandito/ablasio-ablatioretina/mkhc7n3ejyzc/2# http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/0 5/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html http://medicastore.com/penyakit/984/Ablas io_Retina.html http://myflazer.blogspot.com/2009/03/ablasi o-retina.html http://masternursing.blogspot.com/2009/07 /normal-0-false-false-false_1477.html ABLASIO RETINA Posted on Juni 4, 2008. Filed under: Tak Berkategori | ABLASIO RETINA A.
Pendahuluan Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2 Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3 Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1 Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1 B.
Epidemiologi Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen
retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2 Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4 Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang: •
Memiliki miopia tinggi;
•
Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan vitreus;
•
Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
•
Baru mengalami trauma mata berat.5
C.
Anatomi Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang terlihat merah
pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, serta sel-sel glia.7 Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabangcabangnya terdapat di dalam lapisan urat saraf.7 Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang daripada kerucut, batangbatang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7 Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7 1.
Tidak ada serat saraf;
2.
Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;
3.
Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut. Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi, yaitu tempat di
mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya 1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.
Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah,
bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7 A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7 Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 : 1)
Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada retina kecuali di perifer(ora serata).
2)
Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
3)
Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4)
Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
5)
Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6)
Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7)
Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.
8)
Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
9)
Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca. D.
Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5 1.
Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2.
Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3.
Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12 Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.12 Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12 E.
Klasifikasi Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1 1. Ablasio retina regmatogenosa Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama. 2. Ablasio retina tarikan atau traksi Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. 3. Ablasio retina eksudatif Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.
F.
Diagnosis1,4,5,8,9,10 Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan
penunjang, sebagai berikut : 1.
Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
-
Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
-
Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
-
Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
2. -
Pemeriksaan oftalmologi Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.
-
Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
-
Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
3.
Pemeriksaan Penunjang -
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
-
Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
G.
-
Scleral indentation
-
Fundus drawing
-
Goldmann triple-mirror
-
Indirect slit lamp biomicroscopy
Penatalaksanaan Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke
lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11 1.
Retinopeksi pneumatik Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika
terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.
2.
Scleral buckle Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi
lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 3.
Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. H.
Diagnosis Banding -
Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11
-
Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.10
I.
Komplikasi Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4 Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5
J.
Prognosis Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.12 Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil
penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
2.
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika. Jakarta; 2006:197, 207-9.
3.
Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2 nd ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.
4.
Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABLASIO RETINA
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABLASIO RETINA Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi. Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina (P.N Oka, 1993), lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas lagi. Ada 2 tipe ablasio retina : Non rhemathogen retina detachmen : a. Malignancy hypertensi b. Choriodal tumor c. Chorioditis d. Retinopati Rhemathogen retina detachmen : a. Trauma b. Degenerasi c. Kelainan vitreus Etiologi : Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan
pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah. Faktor predisposisi : Mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis,ekstraksi katarak dan retina yang memperlihatkan degenerasi diperifer. Manifestasi klinis : Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu. Pemeriksaan penunjang : Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama. Penatalaksanaan : Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral buckling atau injeksi gas intraokuler. Usaha Pre-operatif : Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM. Usaha Post-operatif : Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut : - Jangan membaca. - Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter. - Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata di tutup.
Obat – obat : Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin. Follow Up: Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1 minggu, 3 minggu, 6 minggu kemudian tiap 3, 6 dan 12 bulan. Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca bedah. Visus terlihat kemajuannya setelah 1 tahun pasca bedah. Prognosis : 90 % detachmen retina setelah enam bulan melekat baik tidak akan lepas lagi. Fokus pengkajian : - Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak - Gangguan lapangan pandang - Melihat bendan bergerak seperti tirai - Bila mengenai makula visus sentral sangat menurun - Terjadi secar tiba-tiba/perlahan-lahan - Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole - Diperlukan tindakan pembedahan/operasi. Diagnosa perawatan Pre-operasi yang mungkin terjadi Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina. Tujuan : Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut. Kriteria : - Klien memahami pentingnya parawatan yang intensif/bedrest total. - Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya. Rencana Intervensi : INTERVENSI RASIONAL Anjurkan klien untuk bedrest total Agar lapisan saraf yang telepas tidak bertambah parah. Berikan penjelasan tujuan bedrest total Agar klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian /perlakuan bedrest total. Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala,menyisir,batuk,bersin, muntah Mencegah bertamabh parahnya lapisan saraf retina yang terlepas . Jaga kebersihan mata Mencegah terjadinya infeksi,agar mem permudah pemeriksaan dan tindakan operasi. Berikan obat tetes mata midriatik-sikloplegik dan obat oral sesuai anjuran dokter. Diharapkan dengan pembnerian obat-obat Kondisi penglihatan dapat dipertahankan/ Dicegah agar tidak menjadi parah
Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan Tujuan : Kecemasan berkurang Kriteria : - Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya. - Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/dilakukan. - Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi). Rencana Intervensi : INTERVENSI RASIONAL Kaji tingkat ansietas : ringan,sedang,berat,panik Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya. Berikan kenyaman dan ketentraman hati Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya. Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit & progno-sisnya. Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat. Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan. Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas. Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/mengurangi ansietas. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ketegangan. Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan. Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program teapeutik yang berhubung-an dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obatobatan,komplikasi dan perawatan tindak lanjut. Tujuan : Klien mampu berintegrasi dengan program terapeutik yang direncanakan/dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit dan penurunan situasi berisiko (tidak aman, polusi). Kriteria : - Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena ketidak tahuan, kehilangan kontrol atau kesaahan persepsi. - menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala. - Mengungkapkan maksud/tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi. Rencana Intervensi : INTERVENSI RASIONAL Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program terapeutik yg
efektif. Agar diketahui penyebab yg mengha-langi sehingga dpt segera diatasi sesuai prioritas. Bangun rasa percaya diri. Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu program perawatan. Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif. Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan tanpa mengurangi peran ser-tanya dalam pengobatan/ perawatan diri-nya. Jelaskan dan bicarakan: proses penyakit, aturan pengobatan/perawatan,efek sam-ping prognosis penyakitnya. Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan & perlakuan yang tidak menyenangkan.
ABLASIO RETINA
PEMBAHASAN A. Pengertian Ablasio
Retina
adalah
terpisahnya/terlepasnya
retina
dari
jaringan
penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya. Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi dan jika tidak kembali disatukan bisa terjadi kerusakan permanen. Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati, seluruh retina bisa terlepas. Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul mengalami robekan. Bentuk ablasio ini biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani operasi katark atau penderita cedera mata. Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di bawahnya.Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina. B. Etiologi
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa. Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya. Hal tersebut bisa terjadi akibat: # Trauma # Proses penuaan # Diabetes berat # Penyakit peradangan. Tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan. Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas. Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh humor vitreus. Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang. Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah: - Rabun dekat - Riwayat keluarga dengan ablasio retina - Diabetes yang tidak terkontrol - Trauma. C. Manifestasi Klinik Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio. Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi kabur. D. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina : # Oftalmoskopi direk dan indirek # Ketajaman penglihatan # Tes refraksi # Respon refleks pupil # Gangguan pengenalan warna # Pemeriksaan slit lamp # Tekanan intraokuler,/I> # USG mata # Angiografi fluoresensi # Elektroretinogram. E. Penatalaksanaan Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio. Dengan kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina.
Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan lekukan pada sklera (bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina sehingga retina kembali menempel. D. Pencegahan Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.
PENUTUP Kesimpulan Ablasio
Retina
adalah
terpisahnya/terlepasnya
retina
dari
jaringan
penyokong di bawahnya. Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya. Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya. Hal tersebut bisa terjadi akibat: # Trauma # Proses penuaan # Diabetes berat # Penyakit peradangan, Kritik dan Saran Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit Ablasio Retina. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA Apotik online dan media informasi obat - penyakit :: m e d i c a s t o r e . c o m Kapita selekta I Hal 64. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Prof. Dr. Sidarta Ilyas Oftalmologi Umum. Daniael Vaughan Tailos Absury. Jakarta : Widya Medika. 1996 Hal 205
Asuhan keperawatan ablasio retina
ASUHAN KEPERAWATAN ABLASIO RETINA Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina,ablasio retina merupakan masalah mata yang serius dan memerlukan perawatan yang serius pula. PENGERTIAN
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002). PENYEBAB a. Malformasi kongenital b. Kelainan metabolisme c. Penyakit vaskuler d. Inflamasi intraokuler e. Neoplasma f. Trauma g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
MANIFESTASI KLINIS • Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya • Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba • Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen • Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula PENATALAKSANAAN ? Tirah baring dan aktivitas dibatasi ? Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera ? Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina ? Pasien tidak boleh terbaring terlentang ? Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi ? Cara Pengobatannya: • Prosedur laser Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina. Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen. • Pembedahan Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan. Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina. • Krioterapi transkleral Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan. (C. Smelzer, Suzanne, 2002). KOMPLIKASI a. Komplikasi awal setelah pembedahan ? Peningkatan TIO ? Glaukoma ? Infeksi ? Ablasio koroid ? Kegagalan pelekatan retina ? Ablasio retina berulang b. Komplikasi lanjut ? Infeksi
? Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata ? Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina) ? Diplopia ? Kesalahan refraksi ? astigmatisme PATHWAYS Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-) Peningkatan cairan eksudattif/sserosa Vitreus mjd makin cair Vitreus kolaps dan bengkak ke depan Tarikan retina Robekan retina Sel-sel retina dan darah terlepas Retina terlepas dari epitel berpigmen Penurunan tajam pandang sentral Ditandai dengan: - floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba - Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang DAFTAR PUSTAKA C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta
Retina pada Laki-laki 67 Tahun dengan Faktor Resiko Miopia ABSTRAK Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Karena antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan struktural dengan koroid atau epitel pigmen, maka daerah ini merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Penderita laki-laki umur 67 tahun datang dengan keluhan penglihatan mata kiri gelap. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, didapatkan tanda-tanda ablasio retina. Key word: Ablasio Retina, Retinal Detachment KASUS Penderita laki-laki umur 67 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Temanggung dengan keluhan utama penglihatan mata kiri gelap. Kurang lebih 1 minggu yang lalu penderita menyadari penglihatan mata kiri gelap, mata merah (-), gatal (-), nrocos (-), mblobok (-), riwayat trauma (-). Penderita sering melihat kilatan cahaya, terkadang ada klawur-klawur dan seperti ada bayangan hitam yang menutup seperti tirai. Penderita menggunakan kacamata minus lebih dari 30 tahun yang lalu. Penderita tidak mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus. Penderita juga tidak mempunyai riwayat trauma pada mata maupun riwayat pembedahan pada mata. Penderita juga tidak pernah menderita infeksi mata yang cukup parah. Riwayat keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu afebris. Pemeriksaan subyektif, visus jauh OD 20/70 OS 1/300. Dengan koreksi kacamata sendiri visus jauh OD menjadi 20/50, sedangkan OS tak ada kemajuan (tetap 1/300). Proyeksi sinar ODS baik. Persepsi warna ODS baik. Pemeriksaan obyektif, super silia ODS normal, kelopak mata ODS normal (pasangan simetris, gerakan bebas, kulit normal, tepi kelopak tidak ada sekret), apparatus lakrimalis ODS normal, bola mata ODS normal (pasangan sejajar, gerakan normal, ukuran normal), tekanan bola mata ODS normal, konjungtiva ODS normal, sklera ODS normal, kornea ODS (ukuran, kecembungan, limbus, permukaan) normal, kamera okuli anterior ODS (kedalaman normal, isi
jernih), iris ODS (warna coklat, pasangan simetris, bentuk radier), pupil ODS (pasangan simetris, ukuran ± 3 mm, bentuk lingkaran, tempat sentral, reflek direk +, reflek indirek +), lensa ODS jernih. Pada pemeriksaan funduskopi OS didapatkan gambaran media kurang jernih, papil detail tak terlihat, retina separuh nasal terangkat ± 6 D,warna kelabu, makula detail tak terlihat. DIAGNOSIS Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan funduskopi didapatkan diagnosis dari penderita adalah OD miopia dan OS suspek ablasio retina. TERAPI Pasien ini dirujuk untuk penanganan lebih lanjut. DISKUSI Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap (Ilyas, 2008). Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anakanak dan kejadian pada usia pertengahan (20-30 tahun) umumnya karena trauma. Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20% (Galloway et al., 2006; Larkin, 2008). Penderita ini adalah seorang laki-laki yang berumur 67 tahun dan mempunyai riwayat miopia lebih dari 30 tahun. Penyebab dan patogenesis dari ablasio retina ini tergantung dari masing-masing jenisnya. Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat adanya robekan pada retina. Biasanya terjadi pada retina bagian perifer, jarang pada makula. Miopia tinggi, afakia, degenerasi laticce dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasio retina traksional terjadi akibat adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut pada badan kaca menyebabkan retina terangkat dari
epitel pigmennya. Jaringan fibrosis pada badan kaca dapat disebabkan oleh retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, trauma mata, dan perdarahan badan kaca akibat pembedahan atau infeksi. Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid, misalnya pada penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degeneratif, kelainan kongenital, tumor pada koroid, miopia tinggi yang disertai lubang makula (macular hole) pada pemeriksaan funduskopi, vaskulopati (misalnya hipertensi maligna, toksemia gravidarum/eklampsia, penyakit kolagen), inflamasi dan infeksi pada jaringan uvea dapat dikaitkan dengan ablasio retina jenis ini (Hardy, 2000). Penderita menggunakan kacamata minus lebih dari 30 tahun yang lalu. Penderita tidak mempunyai riwayat hipertensi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus. Penderita juga tidak mempunyai riwayat trauma pada mata maupun riwayat pembedahan pada mata. Penderita juga tidak pernah menderita infeksi mata yang cukup parah. Jadi kemungkinan penderita ini menderita ablasio retina regmatogenosa oleh karena miopia yang dideritanya. Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah (Langston, 2002; Galloway et al., 2006; Kanski, 2007) : 1) Floater: penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer
(biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak bersamasama dengan gerakan mata. 2) Fotopsia: penderita melihat kilatan cahaya. 3) Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuli), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopa, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan
dengan ablasio retina, misalnya diabetes, tumor, leukemia, eklamsia dan prematuritas (Langston, 2002; Galloway et al., 2006). b. Pemeriksaan Oftalmologi (Hardy, 2000; Jones, et al., 2004; Cassidy & Olver, 2005)
1)
Pemeriksaan visus. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea
ikut terangkat. 2)
Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina. 3)
Pemeriksaan funduskopi. Retina yang mengalami ablasio tampak sebagai
membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. 4)
Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuli
kemungkinan menurun. c. Pemeriksaan Penunjang (Larkin, 2008; Wu, 2008) 1)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta
antara lain glaukoma, diabetes melitus, maupun kelainan darah. 2)
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh
karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan. 3)
Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan
untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor. Pada kasus ini, dari anamnesa diperoleh informasi bahwa penderita sering melihat kilatan cahaya, terkadang ada klawur-klawur dan seperti ada bayangan hitam yang menutup seperti tirai. Penderita ini pada pemeriksaan didapatkan visus jauh OD 20/70 OS 1/300. Dengan koreksi kacamata sendiri visus jauh OD menjadi 20/50, sedangkan OS tak ada kemajuan (tetap 1/300). Proyeksi sinar ODS baik. Persepsi warna ODS baik. Pada pemeriksaan funduskopi OS didapatkan gambaran media kurang jernih, papil detail tak terlihat, retina separuh nasal terangkat ± 6 D,warna kelabu, makula detail tak terlihat. Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang menunjang penegakan diagnosis belum dilakukan. Dengan demikian hasil pemeriksaan mengarah pada diagnosis ablasio retina.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya. Jika terjadi proses inflamasi seperti skleritis dapat diberikan obat anti inflamasi, jika terjadi infeksi maka pemberian antibiotik juga dianjurkan (Wu, 2008). Pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara-cara berikut (Wijana, 1993; Batterburry & Bowling, 2005): - Scleral Buckling Tujuannya yaitu untuk mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan reposisi retina lebih dekat ke RPE dengan mengurangi tarikan vitreus pada retina yang robek. - Retinopleksi pneumatik Retinopleksi pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada 2/3 superior yang tampak pada fundus. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. - Vitrektomi Cara ini bertujuan melepaskan tarikan vitreus, drainase internal cairan subretinal, tamponade intraokuli (udara, gas, silicon oil, cairan perfluorokarbon), dan membuat adhesi korioretinal memakai endolaser photocoagulation atau cryopexy. Pada kasus ini pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Di rumah sakit rujukan kemungkinan akan mendapatkan terapi pembedahan dengan salah satu teknik yang disebutkan diatas. Pemilihan teknik pembedahan disesuaikan dengan jenis ablasio retina yang diderita oleh pasien dan ditentukan berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut pada rumah sakit rujukan. Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya (light perception) adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina jika melibatkan makula (Hardy, 2000).
Bila ablasio retina sudah berlangsung lama, maka pada retina timbul gangguan metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi dan atrofi dari retina. Sel-sel batang dan kerucut menjadi rusak karena tidak mendapatkan makanan oleh karena pasokan makanan sel-sel tersebut berasal dari kapiler koroid (Wijana, 1993). Pada penderita ini didapatkan visus OS 1/300, jadi kemungkinan telah terjadi komplikasi yang melibatkan makula sehingga pasien hanya dapat melihat gerakan tangan. Jika dibiarkan maka pada penderita ini dapat mengalami kebutaan. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat memberikan prognosis yang lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik dan robekan yang lebih luas pada vitreus dapat dicegah. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Namun, bagian penting dari penglihatan dapat kembali pulih dalam beberapa bulan (James et al., 2003). Menurut Wijana (1993), prognosis dari ablasio retina adalah sebagai berikut: 1. Baik sekali, bila pertama kali operasi berhasil, yaitu 50-60 %. 2. Bila operasi pertama tak berhasil, diulang lagi dua kali, prognosisnya 15 %. 3. Operasi yang berulang kali atau ablasio retina yang lama, prognosis buruk sekali. 4. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk. Pada penderita ini telah terjadi kemungkinan ablasio retina lebih dari 24 jam (± 7 hari) dan menderita miopi lebih dari 30 tahun, sehingga memiliki prognosis yang buruk. Prognosis ad visam: malam; ad sanam: malam; ad vitam: dubia ad bonam; ad kosmetikam: dubia ad bonam.
KESIMPULAN Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak (afakia, pseudofakia), dan trauma okuler.
Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya. Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.
KEPUSTAKAAN 1. Batterbury, M., Bowling, B., 2005 Ophthalmology An Illustrated Colour Text, Elsevier
Churchill Livingstone, London. 2. Cassidy, L., Olver, J., 2005 Ophthalmology at A Glance, Blackwell Publishing, Victoria. 3. Galloway, N. R., Amoaku, W. M. K., Galloway, P. H., Browning, A. C., 2006 Common
Eye Diseases and Their Management, 3rd Ed., Springer-Verlag, London. 4. Hardy, R. A., In: Vaughan D.G., Asbury T, Riodan-Eva P (eds)., 2000 Oftalmologi
Umum, 14th Ed., Penerbit Widya Merdeka, Jakarta. 5. Ilyas, S., 2008 Ilmu Penyakit Mata, 3rd Ed., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. 6. James, B., Chew, C., Bron, A., 2003 Lecture Notes Oftalmologi, 9th Ed., Erlangga,
Jakarta. 7. Kanski, J. J., 2007 Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, 6th Ed., Elsevier,
Inggris. 8. Langston, D. P., 2002 Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 5th Ed, Lippicott
Williams & Wilkins, Philadelphia. 9. Larkin, G. L., 2008 Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 2 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/EMERG/topic504.htm.
10. Wu, L., 2008 Exudative Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 3 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm. 11. Wu, L., 2008 Tractional Retinal Detachment, Diakses pada tanggal 3 Juni 2010, dari
http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm. PENULIS: Ciptaning Sari Dewi Kartika NIM 2004.031.0111 NIPP 1535.24.08.2008 Homebase: RSUD Temanggung Bagian Ilmu Penyakit Mata