1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pelayanan yang optimal di rumah sakit tidak lepas dari peran pelayanan keperawatan dimana proporsi tenaga perawat dan bidan di Rumah Sakit sekitar 48% (Depkes,2009). Dan jumlah perawat kesehatan menurut Bank data Pusdatin Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2011 adalah 160.074 orang (Bank Data Pusdatin 2011). Selain itu perawat merupakan tenaga kesehatan di rumah sakit yang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien selama 24 jam setiap hari (Jong et al. 2009). Dengan demikian perawat menjadi penentu dalam mewujudkan kualitas pelayanan keperawatan dan citra pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes, 1999). Dalam sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit khususnya pelayanan keperawatan, tidak hanya melihat
kuantitas (jumlah) perawat saja tetapi harus
mempertimbangakan kualitas (kompetensi) dari perawat tersebut. Sebab tanpa kualitas yang standar kita tidak bisa melaksanakan tuntutan dan kebutuhan pelayanan keperawatan yang bermutu dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini merupakan tantangan yang harus dipersiapkan secara benar dan ditangani secara mendasar, terarah dan sungguh-sungguh oleh rumah sakit. Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional perlu pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnostik, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perlu dilakukan pengelolaan secara profesional agar perawat dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada individu, keluarga, dan masyarakat (Nursalam, 2007).
2
Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat yang dapat diwujudkan melalui komunikasi yang efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan lain. Salah satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan efektiftasnya adalah saat handover (pergantian shift
).
Sebab jika komunikasi dalam handover tidak efektif dapat menyebabkan kesalahan dalam kesinambungan pelayanan juga bisa terjadi pengobatan yang tidak tepat dan potensi kerugian bagi pasien sehingga, handover pasien di rumah sakit merupakan salah satu penerapan pelayanan keperawatan yang harus diperhatikan. WHO (2007) menerbitkan panduan solusi keselamatan pasien di rumah sakit yang salah satunya adalah komunikasi yang benar saat handover. Kesenjangan dalam komunikasi saat handover pasien, antara unit-unit pelayanan serta antar tim pelayanan dalam satu unit, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial risiko dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien The Joint Commission USA antara tahun 1995 - 2006 mencatat dari 25.00030.000 adverse events di Australia 11% adalah karena komunikasi yang salah dalam handover (WHO, 2007). Tahun 2009 Agency for Health care Research and Quality survey melaporkan hampir setengah dari 176.811 (49 %) staf rumah sakit yang jadi responden mengatakan bahwa informasi penting tentang perawatan pasien sering hilang pada saat pertukaran shif (Lee et al. ,2005). Dari kedua penelitian yang dilaporkan diatas, dapat disimpulkan bahwa komunkasi efektif sangat penting dilakukan oleh perawat pada saat handover. Penelitian yang dilakukan oleh Manias & Street (2000) dari 6 perawat di ruang perawatan kritis yang diteliti, informasi yang disampaikan hanya diarahkan pada koordinator perawat saja dan tidak mencakup semua perawat dalam tim. Dalam penelitian ini koordinator perawat yang shif malam mulai melakukan handover pada jam 07.00 pagi, meskipun perawat yang bertugas pada shif berikutnya (pagi) belum tiba semua. Kejadian seperti
ini, masih banyak terjadi di rumah sakit dan
berlangsung terus menerus tanpa ada perhatian khusus dan evaluasi dari pihak yang
3
berwenang (manajemen rumah sakit). Kebanyakan kesalahan tidak terlihat atau tidak diketahui karena belum lengkapnya sistem pencatatan dan pelaporan yang ada. Dengan handover diharapkan hal-hal yang berpotensi terjadi risiko bisa teridentifikasi sehigga dapat diantisipasi sebelum terjadi ke pasien. Dalam (Yudianto 2005) yang melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan handover di RS Hasan Sadikin yaitu 56 % pelaksanaan handover kategori baik, dan juga didapatkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan pelaksanaan handover
yaitu
karakteristik jenis kelamin, pengetahuan, sikap,
ketersediaan protap,dukungan pimpinan dan dukungan teman sejawat, kemudian yang paling berhubungan adalah pengetahuan dan ketersediaan protap. Hasil yang didapatkan ini, hanya dengan menganalisa jawaban responden dari kuisioner yang diberikan tetapi tidak melihat langsung proses handover tersebut. Kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan termasuk perawat, dalam melakukan pelayanan bisa di rumah sakit manapun terjadi dan kapan saja. Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai sebagai satu-satunya Rumah Sakit yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Banggai tentunya dituntut untuk melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal. Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai yang diresmikan pada tanggal 17 Maret 1987 Oleh Menteri Kesehatan waktu itu pada perkembangannya telah menjadi pusat rujukan pasien dari kabupaten disekitarnya ( Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Morowali ). Keadaan tersebut menjadikan Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai diperhadapkan pada permasalahan intern yakni peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada. Disisi lain tuntutan masyarakat sebagai pengguna pelayanan juga harus diperhatikan. Gambaran ketenagaan perawat di Badan Rumah sakit daerah kabupaten banggai yaitu berjumlah 174 orang dengan kasifikasi pendidikan S1 10 orang, D4 3 orang, D3 87 orang PNS dan 56 Volunter , SPK 24 orang. Jumlah ruang rawat inap ada 11 ruangan termasuk ICU.
4
Kejadian kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh perawat akibat handover yang tidak benar, bisa saja terjadi di Badan Rumah Sakit Kabupaten Banggai. Kurangnya data tentang hal ini, bukan berarti tidak terjadi potensi risiko tetapi karena tidak terlapor dan tercatat. Sebenarnya banyak kejadian di BRSD Kabupaten Banggai yang terjadi akibat handover yang tidak benar, tetapi yang terdeteksi hanya beberapa. Sekitar bulan Mei 2009, terjadi salah pasien dalam pemberian donor dikarenakan sampel darah yang tertukar. Hal ini terjadi akibat handover yang tidak benar dan tidak maksimal, dampaknya pasien shock karena darah sudah masuk ke tubuh pasien dan hari perawatan lebih lama. Kejadian yang lain pada bulan Januari 2011 perawat salah dosis dalam pemberian obat pada pasien usia 63 tahun dan terjadi shock pasien. Pada bulan April tahun yang sama terjadi error of Ommision yaitu pasien tidak diberikan insulin injeksi yang seharusnya pasien diberikan injeksi insulin dalam satu shif (sekitar 8 jam). Kedua kejadian ini parahnya terjadi di ruang VIP yang mempunyai fasilitas lebih dari ruang yang lain. Dari beberapa kelalaian atau kesalahan diatas tentu yang paling berperan adalah perawat/bidan yang melakukan proses handover walaupun mungkin ada faktor lain yang mempengaruhi. Dan yang paling dirugikan adalah pasien padahal pelayanan rumah sakit itu harus berorientasi pada pasien. Dan ini berdampak buruk terhadap citra Rumah sakit. Dengan beberapa kejadian diatas yang terjadi akibat handover yang tidak benar, maka penulis ingin memfokuskan penelitian ini pada pelaksanaan handover pasien di ruang rawat inap Penyakit Dalam dan ruang VIP. Dengan harapan pelaksanaan handover dapat meminimalkan potensi resiko terhadap pasien. Dan juga merupakan langkah awal atau data dasar bagi seorang perawat, dalam melakukan tindakan keperawatan pada pasien saat bertugas dan harus dipahami secara benar. Proses pemahaman dapat terlaksana dengan baik, jika terjadi kontak atau komunikasi secara langsung. Selain itu
harus ada dukungan dari kepala ruang sebagai
penanggung jawab di ruangan tersebut dan dukungan teman sejawat sebagai team
5
work yang baik, sehingga dapat menjamin kelangsungan pelayanan secara berkesinambungan. B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah adalah Bagaimanakah pelaksanaan sHandover pasien di ruang rawat Penyakit Dalam dan ruang VIP Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Terdeskripsikannya pelaksananan handover di ruang rawat inap Penyakit Dalam dan ruang VIP Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai
2.
Teridentifikasinya
potensi resiko dalam pelaksanaan handover
di ruang
rawat inap Penyakit Dalam dan ruang VIP Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Banggai D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah sakit a. Sebagai masukan untuk dijadikan acuan secara konseptual dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan b. Sebagai bahan pertimbangan bagi bidang keperawatan dalam pendelegasian tugas dan wewenang tenaga keperawatan 2. Bagi Pengembangan ilmu keperawatan Sebagai data untuk penelitian lebih lanjut khususnya bidang keperawatan dan memberikan informasi tambahan untuk pengembangan teori-teori dalam manajemen keperawatan 3. Perawat Dapat memberi motivasi dan masukan untuk
tenaga keperawatan dalam
meningkatkan kinerja dan profesionalime keperawatan melalui pendidikan berkelanjutan
6
4. Peneliti Dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian terutama dalam bidang manajemen sumber daya manusia di bidang kesehatan 5. Peneliti selanjutnya Penelitian ini sebagai bahan penelitian selanjutnya untuk mengevaluasi pelaksanaan handover dan sistem pelayanan keperawatan yang sesuai standar untuk pengembangan perawat di Rumah Sakit.
E. Keaslian Penelitian N Peneliti o 1. Manias & Street,200 0
Judul
Metode
Persaman
The Handover: uncovering the hidden practices of nurses
Kualita tif etnogra fis
Mendeskripsikan lebih dalam proses pelaksanaan handover
2. Sexton et Nursing al., handovers: 2004 do we really need them?
3. Yudianto Faktor-faktor 2005 yang berhubungan dengan pelaksanaan operan pasien perawat pelaksana di Perjan Rumah Sakit dr.HSWS Bandung
Perbedaan
Penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan tetapi juga mengidentifikasi potensial risko dan pelaksanaanya di 2 ruang rawat inap Kualita Mendeskrip- Penelitian ini tif sikan proses menggam-barkan apa handover yang dikatakan dan lebih dalam melihat langsung yang sebenarnya dilakukan. Dan mengidentifikasi potensial risikoyang terjadi saat handover Kuantita Topik Penelitian ini tif penelitian: melakukan observasi Cross handover langsung terhadap sectional pelaksanaan handover melalui obsevasi dan wawanca ra