BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Arab Saudi yang dibuka sejak tahun 1947 telah banyak peningkatan yang dicapai diantara kedua negara. Indonesia, yang mana mayoritas penduduknya muslim -bahkan terbesar di dunia- merupakan mitra yang strategis bagi Arab Saudi. Dalam perjalanannya, kedua negara telah menjalin hubungan yang sangat baik dan banyak hal mewarnai hubungan bilateral tersebut. Salah satu isu yang mewarnai hubungan bilateral RI-Arab Saudi saat ini adalah permasalahan Warga Negara Indonesia Overstayer (WNIO) yang berada di Arab Saudi. Warga Negara Indonesia Overstayer merupakan WNI yang melakukan kunjungan atau tinggal di Arab Saudi dengan berbagai keperluan namun telah habis masa ijin tinggalnya. Para Warga Negara Indonesia Overstayer memiliki berbagai alasan melakukan hal ini antara lain para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang kabur dari majikannya karena disiksa, gaji tidak dibayar atau ingin bekerja pada majikan lain dengan gaji besar. Namun, ada pula Warga Negara Indonesia Overstayer yang sebenarnya adalah WNI yang menggunakan visa untuk melakukan ibadah umroh tetapi setelah masa visa tersebut habis masih ingin tetap tinggal di Arab Saudi dan bekerja disana secara ilegal. Seluruh Warga Negara Indonesia Overstayer bermasalah ini biasanya tidak mengikuti prosedur yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi terkait keimigrasian. Alasan para Warga Negara Indonesia Overstayer tidak mau mengurus perijinan karena keterbatasan dana untuk berurusan dengan birokrasi. Untuk menghindari masalah lebih lanjut, para Warga Negara Indonesia Overstayer ini memilih untuk tinggal di kolong jembatan.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kolong jembatan yang banyak dijadikan sebagai tempat berlindunganya para Warga Negara Indonesia Overstayer ini adalah jembatan Kandara. Berbagai Warga Negara Indonesia Overstayer dengan berbagai macam permasalahan berkumpul disini dan menunggu untuk di deportasi ke Indonesia. Tidak jarang juga banyak Warga Negara Indonesia Overstayer yang harus mendekam di penjara beberapa bulan karena berbagai masalah yang ia hadapi. Masalah keterbatasan dana membuat mereka hanya dapat mengandalkan proses deportasi yang dilakukan pemerintah baik yang dilakukan Pemerintah Indonesia ataupun Pemerintah Arab Saudi. Namun, proses deportasi tidak semudah yang dibayangkan. Jumlah Warga Negara Indonesia Overstayer telah mencapai ribuan orang sehingga hal ini menjadi kebingungan pemerintah Indonesia maupun pemerintah Arab Saudi karena biaya yang diperlukan untuk melakukan deportasi juga sangat besar. Di sisi lain, permasalahan Warga Negara Indonesia Overstayer tersebut tentunya menimbulkan pekerjaan berat untuk Pemerintah Arab Saudi sebagai pemilik wilayah yuridiksi. Penambahan warga negara ilegal tersebut telah mengakibatkan peningkatan kemiskinan dan kriminalitas di Arab Saudi sehingga banyak Warga Negara Indonesia Overstayer yang harus berurusan hukum disana. Permasalahan ini semakin berlarut ketika pihak pemerintah Arab Saudi meminta pemerintah Indonesia untuk memulangkan para Warga Negara Indonesia Overstayer tersebut dengan biaya yang seluruhnya ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Aspek perlindungan terhadap penempatan tenaga kerja di luar negeri sangat terkait pada sistem pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri. Untuk langkah penempatan tenaga kerja di luar negeri, Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga fase tanggung jawab penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan. Pengaturan tentang penempatan
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Pada konsideran menimbang huruf c, d dan e, disebutkan bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti perdagangan manusia. Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia Arab Saudi merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional. 1 Pada fase pra penempatan tenaga kerja di Arab Saudi, sering dimanfaatkan calo tenaga kerja untuk maksud menguntungkan diri calo sendiri, yang sering mengakibatkan calon tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri menjadi korban dengan janji berbagai kemudahan untuk dapat bekerja diluar negeri, termasuk yang melanggar prosedur serta ketentuan pemerintah, akhirnya sering memunculkan kasus tenaga kerja Indonesia ilegal. Pada fase selama penempatan sangat sering persoalan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri, mengakibatkan permasalahan yang cukup memprihatinkan berbagai pihak. Hal ini menunjukan bahwa apabila penyelesaian tenaga kerja diserahkan pada posisi tawar-menawar (bargaining position) maka
1
Darwan Prints, “Hukum Ketenagakerjaan Indonesia”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm 55.
Universitas Sumatera Utara
pihak tenaga kerja akan berada pada posisi yang lemah. Sebagai misal, kasus kematian yang tidak wajar sampai pada kasus penganiayaan, berbagai pelecehan tenaga kerja sampai mengakibatkan adanya rencana pihak Indonesia untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja keluar Arab Saudi oleh karena dirasakan bahwa pengiriman tenaga kerja keluar negeri akan menemui berbagai macam kendala. Pada permasalahan purna penempatan dalam mekanisme pemulangan sering terjadi bahwa disana-sini tenaga kerja yang baru pulang dari luar negeri berhadapan dengan berbagai masalah keamanan dan kenyamanan diperjalanan sampai tujuan, yang sering ditandai dengan terjadinya pemerasan terhadap hasil jerih payah yang diperoleh dari Arab Saudi. 2 Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, akar permasalahan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi adalah proses pra penempatan di hulu yang belum sempurna. Masalah tenaga kerja Indonesia tidak dapat bekerja merupakan akibat dari kombinasi, minimnya pendidikan tenaga kerja Indonesia, proses pelatihan dan pembekalan yang belum maksimal serta lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proses pelatihan dan pembekalan itu sendiri oleh instansi terkait di dalam negeri. Akibatnya, tenaga kerja Indonesia dengan pendidikan minimum tadi tidak memiliki kecakapan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan ketika berada di Arab Saudi, seperti : kecakapan untuk mengoperasikan alat-alat rumah tangga berteknologi tinggi, kemampuan untuk bercakap-cakap dalam bahasa setempat dan memahami instruksi dari majikan serta pemahaman yang minim akan budaya lokal dan tata karma setempat. Kondisi-kondisi semacam ini pada giliranya akan melahirkan masalah baru bagi tenaga kerja wanita antara lain ketidakpuasan majikan atas kinerja tenaga kerja yang tidak setara dengan uang yang telah dikeluarkannya untuk merekrut tenaga kerja Indonesia dari agensi tenaga kerja setempat.
2
Majalah Tenaga Kerja, Sistem Penempatan tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, Vol. 37, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Ketidakpuasan inilah kemudian kerap dieskpesikan dalam bentuk penganiayaan fisik dan psikologis terhadap tenaga kerja wanita Indonesia, yang lantas membuat tenaga kerja Indonesia tidak betah dan lari dari rumah pengguna jasanya. Penciptaan mekanisme sistem penempatan tenaga kerja di Arab Saudi dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya arus penempatan yang berdaya guna dan berhasil guna, karena berbagai sumber masalah sering menghadang tenaga kerja tanpa diketahui sebelumnya oleh yang bersangkutan seperti : 1) Sistem dan mekanisme yang belum mendukung terjadinya arus menempatan yang efektif dan efisien; 2) Pelaksanaan penempatan yang kurang bertanggung jawab; 3) Kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah; 4) Latar belakang budaya negara yang akan dituju yang berbeda. Dalam proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja dari satu negara dengan negara lain tentu akan terjadi suatu transformasi nilai, sehingga problema sosial dan hukum sering dihadapi oleh tenaga kerja pendatang. Berbagai permasalahan sering dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab Saudi demikian ini baik yang terjadi pada fase pra penempatan, selama penempatan maupun pasca penempatan. Dalam setiap fase tersebut selalu terlibat segitiga pola hubungan yaitu tenaga kerja, pengusaha penempat tenaga kerja serta pemerintah selaku pembuat kebijakan. Khusus untuk hak-hak tenaga kerja yang penting adalah memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri dan memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke tempat asal.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperkecil problema yang dihadapi para tenaga kerja di Arab Saudi serta melindungi harkat dan martabat tenaga kerja tersebut maka pengaturan tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 merupakan jalan keluar. Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam Menangani Masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi.”
B. Perumusan Masalah Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tinjauan umum tentang Kementerian Luar Negeri? 2. Bagaimana perkembangan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi? 3. Bagaimana peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam menangani masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tinjauan umum tentang Kementerian Luar Negeri. 2. Untuk mengetahui perkembangan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. 3. Untuk mengetahui peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam menangani masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi. 2. Manfaat Penulisan
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum tenaga kerja Indonesia, khususnya mengenai peran Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam Menangani Masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi. b. Secara Praktis Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam Menangani Masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi kepada Almamater Fakuktas hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa.
D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam Menangani Masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi, judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulisan ini disusun berdasarkan literature-literatur yang berkaitan dengan TKI di Arab Saudi. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan undang-undang Nomor 14 tahun 1969, pasal 1 tentang
Universitas Sumatera Utara
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja. GBHN 1988 dalam bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan. Demikian juga jika tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan atau pabrik maupun yang menjual jasa dari tenaganya, harus mendapat perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan, serta kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Hal ini telah diterapkan dalam pasal 10 UU No. 1969, yang berlaku baik tenaga kerja pria maupun wanita yang menyebutnya bahwa pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup : a. Norma Keselamatan Kerja b. Norma Kesehatan Kerja dan hygiene perusahaan c. Norma Kerja d. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja Pemerintah mempunyai kewajiban membina perlindungan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, dan tidak membedakan antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita. Undangundang No. 14 tahun 1969, pasal 2 menyebutkan bahwa : “Didalam menjalankan undang-undang ini serta peraturan pelaksaannya tidak boleh diadakan diskriminasi”. Namun dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada peraturan-peraturan atau ketentuan yang hanya diperuntukkan sifat kodrat wanita, yang pada saat tertentu mengalami haid, hamil, melahirkan dan sebagainya. Mengingat hal demikian pemerintah membina perlindungan kerja yang khusus bagi tenaga kerja wanita.
Universitas Sumatera Utara
Faktor utama mobilitas tenaga kerja antar negara dipengaruhi hal yang dominan adalah faktor ekonomi. Masalah kesempatan kerja semakin penting dan mendesak, karena diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin meningkat lebih-lebih dalam era krisis ekonomi dan moneter yang menlanda Indonesia saat ini yang ditandai dengan penyerapan angkatan kerja yang sangat sedikit, tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), nilai tukar rupiah yang cernderung melemah. Dalam kondisi yang demikian alternatif yang paling tepat dilakukan adalah mencari pekerjaan di luar negeri. 3 Faktor lain mobilitas tenaga kerja ke luar negeri, dikemukakan oleh Iman Syahputra Tunggal, Amin Widjaja Tunggal : “Dengan semakin meluasnya pola perekonomian pasar dan pesatnya globalisasi perdagangan, keuangan, teknologi dan migrasi tenaga kerja antar negara maka dalam menganalisa konteks ekonomi perlu diletakkan pada konteks sistem sosial (social system) secara keseluruhan dari suatu negara, dan tentu saja dalam konteks global atau internasional. Lebih lanjut disebutkan bahwa sistem sosial disini adalah hubungan yang saling terkait antara apa yang disebut faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor non ekonomi. Termasuk dalam faktor non ekonomi adalah sikap masyarakat dan individu dalam memandang kehidupan (norma budaya), kerja dan wewenang, struktur administrasi dan struktur birokrasi dalam sektor pemerintah/publik maupun swasta, pola-pola kekerabatan dan agama, tradisi budaya dan lainlain. 4 Perlu disimak pula analisa sistem sosial di kaitkan dengan komitmen Indonesia dalam menjelaskan aspek tenaga kerja yang bekerja diluar negeri penempatannya jangan dipandang dari segi ekonomisnya saja yaitu sebagai penghasil devisa, melainkan sebagai upaya pemenuhan 3
Todaro, Michael P, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, 1998, hlm 90. Iman Syahputra Tunggal, Amin Widjaja Tunggal, Peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan Baru di Indonesia, Penerbit Harvarindo, Jakarta, 1999, hlm 47. 4
Universitas Sumatera Utara
hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Sehingga dalam penyelenggaraan harus dikedepankan aspek perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri untuk itu tenaga kerja Indonesia agar ditempatkan dalam kedudukannya sebagai manusia dengan segenap harkat dan martabatnya. Sebagaimana ditengarai oleh Aris Ananta bahwa kehadiran tenaga kerja dari Indonesia dibutuhkan oleh negara lain saat sekarang, cenderung menawarkan pekerjaan yang sering disebut dengan pekerjaan 3-D (Dirty, Difficult, and Dangerous) yang dikarenakan penduduk negara maju cenderung enggan atau jual mahal terhadap pekerjaan tersebut. Pada sisi lain dengan jumlah tenaga kerja yang berlebih Indonesia mempunyai kelebihan tenaga kerja yang murah. Pada saat ini adanya suatu kenyataan bahwa Indonesia mengalami kelebihan tenaga kerja tidak terampil, dengan upah penghasilan yang rendah. 5 Disamping itu, banyak negara yang lebih maju dari pada Indonesia telah mencapai tahap pengimpor tenaga kerja tidak terampil. Dari sisi ini, penawaran tenaga kerja tidak terampil dari Indonesia mendapatkan permintaan tenaga kerja tidak terampil dari negara yang lebih maju sehingga pasar tenaga kerja tidak terampil memang ada dan diduga memang amat besar. Dalam bahasa yang lebih teknis, dikatakan bahwa terdapat latent demand and supply untuk tenaga kerja tidak terampil dan murah dari Indonesia. 6 Pada konteks perpindahan tenaga kerja sampai pada negara lain ditinjau dengan subsistem ekonomi merupakan aktivitas adaptasi terhadap lingkungan fisik masyarakat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa Ekonomi bertugas mendayagunakan sumber-sumber daya untuk kelangsungan hidup masyarakat. Perbuatan ekonomi adalah perbuatan yang didasarkan pada asas-asas rasionalitas seseorang yang akan mengambil suatu keputusan yang rasional akan berhadapan dengan suatu lingkungan tertentu. Lingkungan itulah 5
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm
39. 6
Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi penghambat untuk mengambil keputusan secara rasional tersebut. Pengambilan keputusan secara rasional tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara bebas. 7 Salah satu hal yang menyulitkan dalam penyelesaian kasus ketenagakerjaan antara Tenaga kerja Indonesia dan majikan adalah pekerjaan pada sector informal, khususnya piñata laksana rumah tangga, tidak diatur dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan nasional di sebagian besar negara tujuan penempatan, karena sifatnya yang dipandang “informal”. Khususnya untuk Arab Saudi, konsep “pembantu rumah tangga sebagai bagian dari keluarga” membuat profesi piñata laksana rumah tangga tidak dapat digolongkan sebagai suatu pekerjaan professional yang diatur secara resmi dalam Dekrit kerajaaan Nomor M/51, tahun 2005, bagian VI yang merupakan dasar hukum perburuhan Arab Saudi. Akibatnya, selain tidak adanya standarisasi perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia, sengketa antara tenaga kerja Indonesia dengan majikan pun menjadi sulit untuk dibawa ke ranah hukum ketenagakerjaan. Instrument hukum terkuat yang dapat dijadikan pegangan dalam penyelesaian kasus antara tenaga kerja Indonesia dan majikannya hanyalah perjanjian kerja antara keduanya, yang mana dalam praktek masih terdapat banyak tenaga kerja Indonesia yang tidak memahami isi perjanjian tersebut, termasuk hak-hak dan kewajibannya berdasarkan perjanjian karena rendahnya kualitas pelatihan dan pembekalan pada saat pra penempatan. 8 Untuk mengatasi masalah kekosongan hukum ini dan dalam rangka memenuhi mandate pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang mensyaratkan penempatan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi oleh pemerintah hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian tertulis antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara pengguna tenaga kerja Indonesia atau 7
Manulang Sendjun H, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm 60. 8 Nasution, S dan Thomas, M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi dan Makalah, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 2009, hlm 47.
Universitas Sumatera Utara
pengguna berbadan hukum di Negara tujuan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementerian Luar Negeri RI terus mendorong terbentuknya perjanjian bilateral di bidang penempatan atau perlindungan tenaga kerja Indonesia dengan Negara tujuan. 9
Hal ini
merupakan salah satu bentuk dari diplomasi perlindungan tenaga kerja Indonesia yang terus diupayakan oleh pemerintah. Hingga saat ini, baru 9 (Sembilan) negara yang telah memiliki perjanjian bilateral dengan Indonesia yaitu : Malaysia, Korea selatan, Yordania, Kuwait, Taiwan, Persatuan Emirat Arab, Australia, Jepang dan Mesir. Namun publik perlu memahami bahwa perjanjian bilateral yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara tujuan serta merta mengesampingkan hukum dan ketentuan perburuhan nasional yang berlaku di Negara tujuan. Selain masalah-masalah ketenagakerjaan, tenaga kerja Indonesia juga rentan mengalami masalah keimigrasian pada masa penempatan. Sistem kafala yang diterapkan di Negara-negara Timur tengah menempatkan majikan sebagai sponsor yang bertanggungjawab atas biaya perekrutan, pemeriksaan kesehatan, dan kepemilikan iqaman tenaga kerja Indonesia. Tenaga kerja Indonesia akan membutuhkan persetujuan dari sponsornya untuk dapat pindah pekerjaan atau meninggalkan wilayah Negara penempatannya. Hal ini berpengaruh besar ketika tenaga kerja Indonesia lari dari rumah majikan karena bermasalah dan kemudian ditampung oleh perwakilan RI, mereka ridak dapat dengan mudah dan cepat direpatriasi ke tanah air, terkecuali pihak majikan lamanya bersedia untuk melepaskan tenaga kerja wanita Indonesia tersebut sehingga exit permit untuk kepulangan tenaga kerja wanita Indonesia ke tanah air dapat diurus. Ketika hal ini terjadi, maka masalah ketenagakerjaan bergeser menjadi masalah keimigrasian. Selain masalah sponsor, masalah keimigrasian juga timbul ketika tenaga kerja wanita Indonesia 9
Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Universitas Sumatera Utara
berangkat dengan paspor palsu atau paspor asli dengan identitas diri yang dipalsukan. Hal ini terungkap antara lain ketika ditemukannya sejumlah anak di bawah umur atau kurang dari 21 tahun yang ditempatkan ke Arab Saudi untuk bekerja pada pengguna perseorangan dan mengarah pada indikasi adanya upaya tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh oknum calo, sponsor yang mengirimkan mereka. Untuk tindak lanjut penanganan kasus-kasus tersebut secara hukum, perwakilan RI terkait beserta Kementerian Luar Negeri senantiasa berkoordinasi penuh dengan badan Reserse Kriminal Kepolisian RI dan Dinas Sosial di daerah asal tenaga kerja wanita Indonesia agar penanganan kasus dilakukan secara komprehensif hingga tahap reintegrasi dan rehabilitas sosial. 10 Pada umumnya, praktek perlindungan dan bantuan kekonsuleran dilakukan oleh seorang Konsul pada Perwakilan Konsuler. Namun, fungsi kekonsuleran juga dapat dilakukan oleh pejabat fungsi konsuler pada sebuah perwakilan diplomatik. Perlindungan dan bantuan kekonsuler ini akan sangat membantu tenaga kerja Indonesia dalam hal TKI mengalami masalah hukum, terlebih bila yang bersangkutan ditangkap, dipenjara atau ditahan oleh aparatur penegak hukum di Negara tujuan. Saat mengalami penangkapan, penahanan mengenai batasan-batasan perlindungan itu sendiri. Meskipun masih terdapat distorsi mengenai perbedaan perlindungan diplomatik dan perlindungan kekonsuleran di kalangan masyarakat hukum Internasional maupun kalangan ahli hukum telah menerima perlindungan diplomatik sebagai salah satu kebiasaan internasional. Perlindungan ini dapat berbentuk tuntutan hukum di pengadilan/arbitrasi internasional, tekanan politik atau ekonomi, penyelesaian sengketa secara damai dan sebagainya. 11
10
Sendjun H Manulang, Op.Cit, hlm 5. Ridwan Halim, Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Tenaga kerja (buruh) Aktual, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm 84. 11
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan diplomatik hanya dapat dilaksanakan bila dua hal telah terpenuhi, yaitu mekanisme nasional di Negara penerima telah ditempuh total dan perlindungan diberikan terkait dengan individu yang memiliki kewarganegaraan Negara pemberi perlindungan sejak tanggal terjadinya “injury” hingga tanggal “official presentation of the claim” oleh negara tersebut (continous nationality).12 Selain kedua jenis perlindungan tersebut diatas, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, fungsi perlindungan TKI oleh perwakilan RI juga dikembangkan dengan memberikan peran lebih pada perwakilan untuk melakukan penilaian terhadap mitra usaha/agen asing dan pengguna TKI, pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan PPTKIS di luar negeri, memberikan bantuan hokum bagi TKI, pembelaan atas pemenuhan hak-hak TKI sesuai perjanjian kerja/peraturan ketenagakerjaan Negara tujuan dan melegasasi dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk penempatan TKI ke luar negeri.
F. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi : 1. Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. 13 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan
12
Syahputra Iman, Widjaja Amin, Peraturan perundang-undangan Ketenagakerjaan Baru di Indonesia, Penerbit Harvarindo, Jakarta, 2000, hlm 79. 13 Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm 9-10.
Universitas Sumatera Utara
ini dalam perspektif Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 2. Data dan Sumber Data Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 14:
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara 15 : a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya 14 15
Ibid, hlm 51-52. Ibid, hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN UMUM TENTANG KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Dalam bab ini berisi tentang Sejarah perkembangan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri sebagai Perwakilan Indonesia, Struktur Kementerian Luar Negeri, Tugas dan fungsi Kementerian Luar Negeri menurut UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
BAB III
:
TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA INDONESIA DI ARAB SAUDI. Bab ini berisikan tentang Pengertian Tenaga Kerja Indonesia, Latar Belakang Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi, Kebijakan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Keadaan dan Perkembangan Tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi menurut Hukum Internasional.
BAB IV
:
PERANAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENANGANI MASALAH HUKUM YANG MENIMPA TENAGA KERJA
Universitas Sumatera Utara
INDONESIA DI ARAB SAUDI. Bab ini berisi tentang Proses Migrasi Tenaga Kerja di Luar Negeri, Konfensi-konfensi tentang Tenaga Kerja, Perjanjian Bilateral tentang Tenaga Kerja dan Peranan Kementerian Luar Negeri terhadap Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi. BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
Universitas Sumatera Utara