BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan baik karena adanya unsur kepercayaan. Kepercayaan ini muncul karena adanya pelaksanaan hak dan kewajiban yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu konsumen sebagai pemakai barang dan jasa dan produsen sebagai pihak yang memproduksi barang dan jasa tersebut. Bank di dalam menghimpun dan mengelola dana masyarakat itu didasarkan atas prinsip kepercayaan (fiduciary principle) dan sifat hubungan hukumnya sebagai hubungan kepercayaan (fiduciary relation), karena itulah bank sering disebut (fiduciary institution). Prinsip kepercayaan merupakan prinsip yang harus dipegang teguh dalam pengelolaan industri perbankan.1 Bank sebagai Financial intermediaris antara unit surplus of fund dengan unit lack of fund membawa konsekuensi timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah nasabah bank sebagai konsumen dari jasa perbankan, maka hak-hak dari nasabah tentunya harus dipenuhi oleh pihak bank ketika nasabah tersebut mempercayakan untuk memakai produk perbankan. Bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan dengan demikian perbankan akan dijauhi ketika kepercayaan itu tidak terpenuhi.2
1
2
Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 243-244. Bambang Suprayitno, ”Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dan Bank Serta Konsepsi Ke Depannya”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 5, Nomor 2, Desember, 2008, hlm. 204.
1
Dalam kenyataannya ada beberapa hal yang menyebabkan pergesekan dalam hubungan antara nasabah dan bank, jika pergesekan itu tidak diselesaikan dengan cepat dan memuaskan maka akan memunculkan risiko timbulnya sengketa antara keduanya. Beberapa hal tersebut antara lain yaitu 1) informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank, 2) pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang masih kurang, 3) ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan 4) tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.3 Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan peraturan mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di sektor jasa keuangan.
Dalam
melakukan
fungsinya,
Lembaga
Alternatif
Penyelesaian Sengketa nasabah dengan bank (di luar pengadilan) pada dasarnya melewati dua tahap. Tahap pertama adalah penyelesaian lewat.jalur pengaduan nasabah dari pihak bank sendiri. Jika jalur ini tidak menyelesaikan permasalahan maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa seperti Mediasi Perbankan yang saat ini dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan.4 Kebutuhan Mediasi Perbankan sangat dirasa perlu mengingat kebutuhannya semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut berita resmi dari OJK bahwa sepanjang 2014, total pengaduan konsumen yang masuk di Layanan Konsumen Terintegrasi OJK mencapai 2.197 pengaduan. Sementara untuk (awal) tahun ini 3 4
Ibid. Lihat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 1/P.OJK/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan
2
(2015) hingga 11 Maret 2015, tercatat sebanyak 308 pengaduan. Untuk regional terbanyak yang melaporkan pengaduan pada 2014, posisi pertama ditempati DKI Jakarta dengan 847 pengaduan, Jawa Barat 430, Jawa Timur 418, Jawa Tengah 306 (termasuk di dalamnya Kantor Daerah Yogyakarta), dan Sumut 194 pengaduan. Untuk sektor yang tertinggi dilaporkan adalah masalah perbankan, lalu asuransi, lembaga pembiayaan, dan pasar modal. Persoalan perbankan kebanyakan menyangkut lelang agunan, restrukturisasi kredit, dan alat pembayaran menggunakan kartu.5 Kebutuhan mediasi perbankan di Yogyakarta sebagai daerah dengan peringkat yang tinggi mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Kemudian, sebagai institusi baru, keberadaan mediasi perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak lepas dari perhatian bahwa sifatnya hanya sementara sebelum nantinya akan digantikan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didirikan oleh Asosiasi di Sektor Perbankan. Hal ini menjadi menarik terkait dengan masa transisi peralihan dari Bank Indonesia yang tadinya melaksanakan mediasi perbankan kemudian diambil dan dilaksanakan sementara oleh Otoritas Jasa Keuangan sampai nantinya tanggal 31 Desember 2015 deadline pengalihan diberikan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didirikan oleh Asosiasi di Sektor Perbankan, masih menyisakan pertanyaan oleh sebagian kalangan mengenai model dan mekanisme mediasi perbankan dalam masa transisi yang singkat ini. Hal ini dikarenakan di masa transisi yang singkat ini diketahui bahwa kewenangan mediasi juga diberikan 5
Otoritas Jasa Keuangan, “Tingkat Pengaduan Konsumen dan Tingkat Kesadaran Masyarakat Meningkat”, http://www.ojk.go.id/ojk-tingkat-pengaduan-konsumen-dan-tingkat-kesadaranmasyarakat-meningkat, diakses 15 Mei 2015.
3
sampai ke tingkat daerah, sesuai prinsip aksesabilitas, dengan jumlah penyebaran yang banyak di daerah yaitu mencapai 35 kantor daerah.6 Tentunya dalam masa transisi ini memunculkan pertanyaan mengenai sengketa-sengketa yang asih dalam proses atau belum berakhir. Seringkali pula di dalam memenuhi kebutuhan ini terjadi penyimpangan hukum atau kekosongan hukum guna menyiasati singkatnya waktu transisi ini. Dalam banyak kasus, ternyata kasus-kasus yang antara nasabah dan bank tidak hanya bersifat keperdataan murni. Artinya, acapkali dalam kasus tersebut terkait dengan unsur melawan hukum yang bersifat pidana. Kasus perdata beraspek pidana yang dimaksud bahwa sengketa perdata yang muncul dilatarbelakangi sebagai akibat perbuatan pidana. Kasus yang secara umum terjadi untuk menggambarkan kasus perdata beraspek pidana misalnya motor yang dititipkan di penitipan motor yang kemudian digelapkan oleh penjaga penitipan sehingga muncul dua kepala yaitu sengketa perdata dan juga perkara pidana. Kasus yang difokuskan dalam tulisan ini menyangkut kasus perdata beraspek pidana dalam perbankan misalnya penipuan lewat sms banking, penyadapan pin dan password kartu kredit ataupun pembobolan rekening nasabah. Menjadi menarik karena selama ini Alternatif Penyelesaian Sengketa termasuk mediasi lebih dikenal sebagai metode penyelesaian sengketa perdata, bukan pidana. Pertanyaannya adalah dalam kasus yang demikian, kasus perdata yang mengandung aspek pidana, bagaimanakah kemungkinkan penyelesaian yang dapat dilakukan apabila kasus tersebut tetap melalui mediasi perbankan, apakah 6
Jumlah kantor berdasarkan situs resmi Otoritas Jasa Keuangan yang beralamat di www.OJK.go.id/contact, diakses 25 Mei 2015.
4
penyelesian proses perdata dapat dilakukan bersamaan dengan proses acara pidananya atau menunggu sampai pidananya selesai; manakah sumber hukum yang tepat untuk dapat melengkapi kekosongan dalam sistem hukum ini. Konsekuensi dari kebutuhan tersebut, akademisi hukum dan praktisi hukum perlu untuk mempelajari lebih lanjut mengenai pelaksanaan mediasi perbankan di lapangan. Penulis mengambil topik pelaksanaan Mediasi Perbankan Di Masa Transisi Dalam Sengketa Perdata Beraspek Pidana Oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta untuk dikaji dan dianalisis dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan mediasi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta di masa transisi pasca Bank Indonesia?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian sengketa perdata yang memiliki aspek pidana melalui mediasi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
5
1.
Untuk mengetahui dan memperoleh pemahaman mengenai pelaksanaan mediasi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta di masa transisi pasca Bank Indonesia.
2.
Untuk mengetahui dan memperoleh pemahaman mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa perdata yang memiliki aspek pidana melalui mediasi perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran dari penulisan Tesis, Disertasi maupun Karya Ilmiah lainnya yang ada pada Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta perpustakaan lainnya dan mencari berbagai referensi, baik cetak maupun elektronik maupun media online (internet) bahwa penulis tidak menemukan karya ilmiah yang spesifik membahas tentang “Pelaksanaan Mediasi Perbankan Di Masa Transisi Dalam Sengketa Perdata Beraspek Pidana Oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah Yogyakarta”. Jadi penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan serta dijamin keasliannya, apabila telah ada penelitian sebelumnya terkait dengan objek penelitian yang sama, maka penelitian ini hanya bersifat pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya. Walaupun penulis tidak menemukan karya ilmiah yang spesifik sama, terdapat beberapa penelitian yang berjudul maupun bertema mirip. Perbedaan dari penelitian lainnya dapat dilihat dari permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian. Penelitian ini akan mengkaji konsep teoritis dan model mediasi yang mendasari pelaksanaan mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa 6
Keuangan Daerah; mengidentifikasi tahapan pelaksanaan mediasi, dasar pemilihan mediator, dan kekuatan hukum putusan mediasi serta ketentuan hukum dan persyaratan lainnya dalam mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah; serta menemukan parameter yang ideal bagi mediasi perbankan dalam penyelesaian sengketa perdata yang memiliki aspek pidana. Beberapa penelitian tersebut antara lain: 1.
Penelitian yang berjudul Peranan Mediasi Perbankan sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Bank berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan, peneliti Pudjo Hunggul Hendrowasisto, skripsi tahun 2010. Penelitian ini memiliki kesimpulan yang diringkas berupa pertama, PBI memberikan aturan yang telah memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah bank; kedua, diperlukan putusan hakim guna mendapatkan kekuatan hukum seperti putusan yang inkracht dalam akta perdamaian Penelitian ini lebih berfokus pada peranan mediasi sebagai upaya perlindungan hukum yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, sedangkan penelitian penulis lebih fokus pada konsep mediasi perbankan model Otoritas Jasa Keuangan Daerah.
2.
Penelitian yang berjudul Tinjauan Penerapan Mediasi Perbankan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa antara Nasabah dengan Bank melalui Bank Indonesia, peneliti Bagus Kurniatan, skripsi tahun 2008. Penelitian ini memiliki kesimpulan yang diringkas berupa pertama, mediasi perbankan sangat baik dipilih sebagai alternatif penyelesaian sengketa
7
perbankan dengan syarat-syarat tertentu; kedua, terdapat kendala dalam pelaksanaan mediasi perbankan. Penelitian ini lebih berfokus pada penerapan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan penelitian penulis lebih baru dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan yang telah
menggantikan
Bank
Indonesia
dan
juga
lebih
spesifik
mengedepankan sengketa perdata beraspek pidana dibanding penelitian Bagus yang lebih umum. 3.
Penelitian berjudul Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Perbankan, peneliti Veri Anthoni, tesis tahun 2008. Penelitian ini memiliki kesimpulan yang diringkas berupa pertama, kewenangan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia telah sesuai UU Perbankan dan bagian dari Arsitektur
Perbankan
Indonesia;
kedua,
sengketa
perdata
yang
mengandung unsur pidana dimungkinkan dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan dan prioritas proses penyelesaiannya sangat tergantung pada posisi kasus masing-masing (kasuistis).
Penelitian lebih berfokus
pada Dasar Kewenangan Bank Indonesia untuk melaksanakan mediasi perbankan. Diketahui bahwa Locus atau tempat penelitian ini berbeda dimana penelitian sebelumnya dilakukan di Bank Indonesia, sementara penelitian ini mengambil Locus pada kantor Otoritas Jasa Keuangan di Daerah Yogyakarta. Tempus atau waktu penelitian ini pun berbeda dimana penelitian sebelumnya dilakukan tahun 2008, sementara penelitian ini mengambil Tempus pada tahun 2015, lebih dari lima tahun beda waktu penelitian juga perkembangan hukum yang terjadi di masyarakat. 4.
Penelitian berjudul Analisis Yuridis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan terhadap Perlindungan Warga Negara Asing yang menjadi Konsumen Jasa Keuangan, peneliti Sony Hutahaean, skripsi tahun 2014. Penelitian ini memiliki kesimpulan yang diringkas berupa, pertama, perlindungan konsumen jasa keuangan juga berlaku bagi 8
warga negara asing, kedua, perlindungan warga negara asing masih memiliki kendala dalam pelaksanaanya karena peraturan yang kurang terperinci. Penelitian ini lebih berfokus pada hak-hak konsumen khususnya Warga Negara Asing (WNA), sedangkan penelitian penulis lebih memfokuskan diri pada konsep mediasi secara spesifik mediasi perbankan model Otoritas Jasa Keuangan Daerah terutama mengenai mekanisme mediasinya.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik untuk kepentingan dari aspek teori maupun kepentingan dari aspek praktis, yaitu 1.
Manfaat dari aspek teori Dari hasil penelitian penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi
pengembangan
ilmu
pengetahuan
pada
umumnya
dan
pengembangan ilmu hukum pada khususnya.
2.
Manfaat dari aspek praktek Beberapa manfaat penelitian ini dari aspek praktek antara lain : a.
Manfaat bagi pembangunan hukum Penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh lembaga pembuat peraturan
perundang-undangan untuk mendapatkan
klarifikasi model mediasi
perbankan yang dapat dipakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
b.
Manfaat bagi masyarakat Menambah pemahaman masyarakat akan pentingnya penyelesaian
sengketa seperti mediasi perbankan untuk menyelesaikan sengketa dan melindungi hak-haknya.
9
c.
Manfaat bagi nasabah bank Menjadi bahan rujukan akademis bagi Nasabah Bank sehingga mengerti
keberadaan mediasi perbankan dan terdorong untuk menggunakan mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa.
d.
Bagi sektor perbankan nasional
Menjadi bahan rujukan akademis bagi pelaku usaha di sektor perbankan sehingga dapat memahami mediasi perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Daerah
10