1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. ( Islam merupakan suatu doktrin yang dibawa Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan petunjuk bagi umat manusia dimuka bumi ini. Bahkan Nabi telah menjelaskan bahwa Islam itu berdiri atau dibangun dengan lima pilar, yaitu sebagaimana ungkapan hadist :
*ل# ر,-./ وان2 ا$ ا34 ا$ دة ان789 :-; &<= "م#$('& ا (3?<= MNH/ )ن7>م رة7?@ وA?B4 اCDة و7آF4ء اا7HI"ة واJ4م ا7K وا2ا Artinya :”Islam itu dibangun atas lima perkara: (1) Bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu pesuruh Allah. (2) Menegakkan sholat, (3) Menunaikan zakat, (4) Berangkat haji memenuhi panggilan Allah, (5) Berpuasa di bulan Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)1 Berasaskan akan akidah tauhid, keimanan dan ketaqwaan pula perlu senantiasa di ingatkan bahwa zakat adalah satu dari pada rukun Islam yang sangat berperanan membina sifat-sifat insaniyah bagi individu dan masyarakat untuk mencapai nilai-nilai hidup yang tinggi dan utama.2 Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi: dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal yang ditunjukan dengan ikatan manusia dengan sang pencipta dan dimensi hablum minannas atau dimensi horisontal yang ditunjukan dengan ikatan antara manusia satu dengan lainnya (yang berperan sebagai mahluk sosial). Ibadah zakat bila dilaksanakan dengan baik, akan meningkatkan 1 2
kualitas
keimanan,
membersihkan
dan
mensucikan
Zainuddin Hamidy dkk, Shahih Bukhari jilid 1 (Jakarta : Widjaya, 1983) 16 http://www.jawhar.gov.my/dokumentasi/Perincian Asnaf Fakir dan Miskin, 1
jiwa,
2
mengembangkan serta memberi berkah terhadap harta yang kita miliki. Dan jika dikelola dengan baik dan amanah, zakat akan mampu meningkatkan kesejahteraan umat, mampu meningkatkan etos dan etika kerja umat, serta sebagai intitusi pemerataan ekonomi.3 Sebagai sebuah ajaran yang menekankan kepada persaudaraan dan kasih sayang antara sesama, konsep zakat menandingi dan bahkan mengulangi semua ajaran-ajaran kesejahteraan sosial, dari idiologi manapun datangnya. Konsep zakat bertitik tolak dari ajaran al-qur’an dan sunah Rasul dari Allah dan berfungsi sosial.4 Zakat adalah ibadah harta yang diwajibkan sebagai sumbangan terhadap masyarakat yang bertujuan menjamin kerjasama dan menggerakkan aktivitas sosial ekonomi ummat. Zakat
juga sebagai satu dari cara-cara untuk
merealisasikan sistem jaminan sosial Islam. Ia juga dapat melaksana dan mengukuhkan nilai keadilan sosial dan menjadi jalan keluar bagi masalah kemiskinan. Dana yang terkumpul dari zakat juga dapat membiayai usaha dakwah dan aktivitas-aktivitas yang dijalankan untuk menegakkan syari’at Allah SWT.5 Pada zaman keemasan Islam, zakat telah terbukti berperan sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Zakat tidak sekedar sebagai sebuah
v
3
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani, 2002),
4
Ahmad Abd. Majid, Masa’il fiqhiyah 1 (Pasuruan, Jawa Timur : 1995), 121 http://www.jawhar.gov.my/dokumentasi/Perincian Asnaf fakir dan Miskin, 2
5
3
kewajiban, tetapi lebih dari pada itu, zakat dikelola dengan baik dan didistribusikan secara merata hingga sampai ketangan yang berhak.6 Dan pada masa sekarang seiring dengan perkembangan zaman menurut hasil kesepakatan internasional Konferensi Islam, prioritas yang telah dipilih sebagai agenda memajukan umat Islam di dunia
adalah penanggulangan
kemiskinan, penguatan informasi dan pendidikan. Kontribusi umat Islam dunia, khususnya di Indonesia yang jumlahnya dominan akan dapat melahirkan percepatan pemulihan demokratisasi ekonomi dan politik nasional. Apalagi sejak Undang-Undang Manajemen Zakat No. 38 Tahun 1999 ditetapkan, partisipasi dan sumbangan ekonomi zakat untuk memacu dinamika ekonomi nasional sungguh semakin marak. Dan hal ini adalah kewajiban kita semua untuk semakin meningkatkan potensi ajaran agama dalam ikut serta mengembangkan solusi permasalahan kita bersama, yaitu menanggulangi kemiskinan agar semakin lebih fokus dan terarah serta profesional.7 Meskipun harus diakui bahwa dalam peraturan-peraturan tersebut ( UU Manajemen Zakat No. 38 tahun 1999) masih banyak kekurangan yang mendasar, misalnya tidak dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya (tidak mau berzakat), tetapi undang-undang tersebut (UU Managemen Zakat No.
6
v
7
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani, 2002),
Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat Dan Permodalan Masyarakat Miskin (Malang: Bahtera Press, 2006), Vii
4
38 tahun 1999) mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat, dan dipercaya oleh masyarakat.8 Dampak dari keterangan Undang-undang diatas adalah munculnya organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang menangani zakat, seperti salah satu yang ada saat ini adalah LAZ (Lembaga Amil Zakat) ”Ummat Sejahtera” yang beroperasi tepatnya di kabupaten Ponorogo, dengan beralamatkan Komplek Pasar Legi selatan blok AD 1 lantai 2, Jl. Soekarno-Hatta Ponorogo. Berdiri sejak 5 November 2002, tetapi baru berpayung hukum dengan Akta Notaris: Sutomo, SH no. 3 tanggal 5 April 2006 . Kini Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” telah mampu tumbuh dan berkembang sebagai lembaga yang menjadi mediasi bagi para muzakki dan mustahiq serta menjadi bagian tak terpisahkan diantara keduanya. Dengan tetap mengedepankan visi semangat kerja yang Independen, Amanah serta profesional. Dan misi membangun ukhuwah Islamiyah serta mewujudkan kesejahteraan ummat dalam naungan ridho Illahi. Adapun program yang menjadi produk dalam Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” ponorogo ada 2 yaitu: 1. Program penyaluran dana, terdiri dari: (a) Beasiswa anak yatim dan tidak mampu, (b) Pinjaman dana usaha bergulir, (c) peduli Da’i, (d) Peduli Guru, (e) kegiatan dakwah, (f) Layanan Sosial.
8
Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 126
5
2. Program layanan donatur, terdiri dari: (a) SMS konsultasi zakat, (b) Kajian akbar interaktif, (c) Buletin bulanan, (d) Layanan zakat, (e) Tabungan qurban, (f) Layanan khusus. Adapun produk yang menjadi objek penelitian penulis adalah Pinjaman dana usaha bergulir. Produk pinjaman dana usaha bergulir ini dari tahun-ketahun mengalami perkembangan yang signifikan, pada tahun 2005 pinjaman yang dikucurkan atau yang dipinjamkan untuk usaha produktif mencapai kurang lebih Rp 4.000.000,00, tahun berikutnya yakni 2006 naik menjadi Rp 8.000.000,00, dan tahun 2007 mencapai Rp 22.700.000,00. Pada dasarnya, produk ini (pinjaman dana usaha bergulir) membidik kepada masyarakat miskin yang tidak mampu dengan memberikan dana yang diambil dari zakat maal sebagai pinjaman modal untuk usaha kecil, dengan penentuan kriteria-kriteria mustahiq yang telah ditetapkan oleh Lembaga tersebut. Yakni golongan masyarakat tidak mampu yang memiliki usaha dan golongan masyarakat tidak mampu yang tidak memiliki usaha. Sehingga dengan kata lain tidak semua mustahiq yang tertera dalam surat al-Taubah ayat 60 dapat menerima dana pinjaman usaha bergulir. Bahkan dalam prakteknya pernah terjadi wanprestasi yang diakibatkan oleh peminjam dengan tidak mengembalikan dana pinjaman tersebut sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh pihak Lembaga Amil Zakat. Sehingga sampai akirnya pihak lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” mengikhlaskan dana itu. Dari keterangan diatas, peneliti ingin mengetahui secara jelas tentang bagaimana Islam menghukumi hal tersebut (pinjaman dana usaha bergulir),
6
apalagi jika kita melihat salah satu sumber dana yang dihimpun Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah zakat. Yang mana harta zakat tidak bisa digunakan secara sembarangan. Karena sudah jelas bahwa semua ketentuan tentang zakat sudah diatur dalam al-Quran. Selain itu, peneliti ingin tahu bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penentuan kriteria-kriteria yang ditetapkan Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo terhadap para mustahiq yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir tersebut? serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penyelewengan yang dilakukan mustahiq terhadap dana tersebut (wanprestasi)? Maka peneliti mengangkat sebuah judul yang diajukan untuk memenuhi dalam pendapatan sarjana S1, yaitu:
”TINJAUAN
HUKUM ISLAM TERHADAP PINJAMAN DANA USAHA
BERGULIR DI LEMBAGA AMIL ZAKAT ”UMMAT SEJAHTERA” PONOROGO.”
B. Penegasan Istilah Untuk memahami sebuah konsep dalam judul skripsi yang peneliti ajukan, maka peneliti sekilas memberikan uraian penjelasan sebagai berikut : a. Hukum Islam , adalah peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu dan diformulasikan dalam ke-empat produk pemikiran hukum (fiqh, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang) yang dipedomani dan di berlakukan bagi umat islam.9
9
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2003)
7
b. Pinjaman dana usaha bergulir, adalah program pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan pinjaman modal untuk usaha kecil.10 c. Lembaga Amil Zakat (LAZ), adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da'wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam. 11 Sedangkan maksud dari judul skripsi yang penulis ajukan adalah bagaimana
Islam
memberikan
pandangan
(hukum)
terhadap
program
pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan pinjaman modal yang diambil dari dana zakat maal untuk usaha kecil melalui pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo.
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo? 3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo ?
10
LAZ, Profil LEMBAGA AMIL ZAKAT Pengelola dan Konsultasi Zakat Kabupaten Ponorogo, 1. 11 http://www.pdat.co.id . 1
8
D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. 2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. 3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. E. Kegunaan Penelitian Agar tujuan pembahasan skripsi ini sesuai dengan apa yang diharapkan penulis, maka penulis berharap agar penelitian itu bermanfaat bagi : 1. Kegunaan penelitian yang bersifat teoritis. Sebagai sumbangsih pemikiran dalam rangka memperkaya hasanah pengetahuan tentang perkembangan hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan masalah : a. Pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. b. Penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. c. Wanprestasi atau penyelewengan dalam penggunaan pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat Sejahtera” Ponorogo.
”Ummat
9
2. Kegunaan yang bersifat pragmatis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengelola LAZ ”Ummat Sejahtera” Ponorogo, pemerintah, masyarakat pada umumnya dan khususnya umat Islam tentang tinjauan hukum Islam terhadap pembiayaan pinjaman dana usaha bergulir di lembaga amil zakat ”Ummat Sejahtera” ponorogo. F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian. Adapun tempat lokasi penelitian yang dijadikan objek penelitian adalah Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo yang beralamatkan di Komplek Pasar Legi selatan blok AD 1 lantai 2 Jl. Soekarno-Hatta Ponorogo. 2. Subjek penelitian. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah pihak LAZ (Lembaga Amil Zakat) ”Ummat Sejahtera” Ponorogo yang menerapkan pinjaman dana usaha bergulir. Seperti Direktur Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo beserta staf-stafnya. 3. Pendekatan Penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang lebih menekankan pada aspek proses dan makna suatu tindakan yang dilihat secara menyeluruh. Dimana suasana, tempat, dan waktu berkaitan dengan tindakan itu menjadi faktor penting yang harus diperhatikan.
10
4. Data Penelitian. Data yang akan diteliti adalah sebagaimana yang tertera dalam rumusan masalah, antara lain: a. Proses atau kejadian-kejadian yang mengarah pada pinjaman dana usaha bergulir b. Penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir. c. Serta wanprestasi atau penyelewengan terhadap pinjaman dana usaha bergulir. 5. Sumber Data. Dalam penulisan ini ada dua sumber data yang digunakan, antara lain : a) Sumber Data Primer. 1. Berupa informan yaitu orang-orang yang dianggap tahu tentang data yang diinginkan peneliti. Orang-orang itu dari pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Seperti : Direktur Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” ponorogo beserta staf-stafnya. b) Sumber Data Sekunder. Diperoleh dari informan juga, yaitu orang-orang yang dianggap tahu tentang data yang diinginkan peneliti tetapi informan tersebut tidak bekerja pada pihak Lembaga Amil Zakat : ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Seperti warga yang tinggal disekitar Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera”.
11
6. Teknik Pengumpulan Data. a. Wawancara atau tanya jawab sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pokok dalam penelitian. b. Observasi atau pengamatan, yaitu suatu tindakan mengamati (melihat, memperhatikan, mendengar dan sebagainya) secara langsung terhadap objek yang diteliti dari jarak dekat tanpa perantara. c. Dokumentasi yang diperoleh dari data terdahulu yang sudah ada di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. 7. Teknik Pengolahan Data. a. Editing yaitu pemeriksaan kembali data yang diperoleh, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, relevansi serta ketajaman dalam keseragaman data. b. Organising yaitu suatu pengaturan atau penyusunan data sedemikian rupa sehingga menghasilkan data-data untuk penyusunan proposal ini. c. Penemuan hasil riset yaitu menganalisa bahan-bahan hasil penelitian yang sudah disusun dengan menggunakan kaidahkaidah, teori-teori, dalil-dalil sehingga diperoleh kesimpulan yang valid. G. Metode Pembahasan Deduktif yaitu suatu cara berfikir yang diawali dengan menggunakan teori-teori, dalil-dalil atau ketentuan yang bersifat umum yang selanjutnya dikemukakan dengan kenyataan yang bersifat khusus.
12
Induktif yaitu pemahaman yang dimulai dengan mengemukakan kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus, yangmana dari kenyataan tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. H. Sistematika Analisa Data. Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam proposal ini, maka penulis kelompokkan menjadi lima bab, yang mana semua merupakan pembahasan yang utuh dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum tentang pola pemikiran bagi keseluruhan isi proposal yang meliputi : latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian (baik secara teoritis maupun pragmatis), metode penelitian (mencakup : lokasi penelitian, sabyek penelitian, pendekatan penelitian, data penelitian sumber data, teknik pengumpulan data serta teknik pengolahan data), metode pembahasan dan teknik Analisa Data. 2. BAB II KONSEP ZAKAT, PINJAM-MEMINJAM (QORDHUL HASAN). Bab ini merupakan landasan teori yang didalamnya mengandung. pengertian tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan konsep zakat seperti pengertian zakat dari segi bahasa maupun istilah, macam-macam zakat, dalil-dalil tentang zakat, prinsip zakat, tujuan dan hikmah dari pada zakat, golongan yang berhak menerima zakat, golongan yang tidak berhak
13
menerima zakat. Serta skim pembiayanan qordhul hasan atau yang sering disebut dalam fiqih Islam al-qardh.
3. BAB
III
GAMBARAN
UMUM
LEMBAGA
AMIL
ZAKAT
”UMMAT SEJAHTERA” PONOROGO Bab ini merupakan penyajian dari hasil riset tentang gambaran umum (profil) Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo yang meliputi sejarah berdirinya Lembaga Amil Zakat, lokasi daripada Lembaga Amil zakat ”ummat Sejahtera”, visi dan misi Lembaga Amil Zakat
”Ummat Sejahtera”, proses pemberian pinjaman dana usaha
bergulir, kriteria bagi mustahiq yang berhak mendapatkan bantuan pinjaman dana bergulir serta wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir. 4. BAB IV ANALISA DATA . Bab ini merupakan analisa hukum Islam yang meliputi : analisa hukum Islam tentang pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo, analisa hukum Islam terhadap penentuan kriteria asnaf (mustahiq) yang berhak menerima dana pinjaman tersebut serta analisa tentang wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir. 5. PENUTUP Dalam bab ini memuat tentang kesimpulan akhir dari permasalahan yang diangkat dalam proposal ini dan saran-saran dari penulis terhadap obyek penelitian.
14
BAB II KONSEP ZAKAT DAN PINJAM-MEMINJAM (QARDHUL HASAN) A. Konsep Zakat. 1. Pengertian Zakat. Di dalam rumusan fiqih, zakat sering kali disebut dengan al-ibadah almaly , yaitu pengabdian kepada Allah dalam bentuk pembelanjaan harta benda. Atau dalam teologi kontemporer disebut sebagai ibadah yang mengandung dimensi sosial. Zakat merupakan manifestasi hubungan antara manusia dengan manusia, dengan prinsip mentransferkan harta dari yang kaya untuk yang miskin.12 Zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk dalam rukun Islam. Secara arti kata zakat berasal dari bahasa Arab dari akar kata (&>7/
&زآ
uvw )
yang mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan
berkah. Yang sering terjadi dan banyak ditemukan dalam al-Quran dengan arti membersihkan.13 Umpamanya dalam surat surat al-Nur ayat 21:14
( ÒΟŠÎ=tæ ìì‹Ïÿxœ ª!$#uρ 3 â!$t±o„ tΒ ’Éj1t“ム©!$# £Å3≈s9uρ ) Artinya : ........dan tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakinya; dan Allah Maha Mendengar dan Mengetahui.( Q. S. al-Nur: 21 )
12
Muhammad, Dasar-Dasar keuangan Islami (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 200. Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003),37 14 DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 546 13
15
Digunakan kata zaka dengan arti ”membersihkan ” itu untuk ibadah pokok dalam rukun Islam tersebut, karena memang zakat itu diantara hikmahnya adalah untuk membersihkan jiwa dan harta orang yang berzakat. Dalam terminologi hukum (syara’) zakat diartikan: ” pemberian tertentu15 dari harta tertentu16 kepada orang tertentu17 menurut syarat-syarat yang ditentukan18.”19 2. Hukum Zakat. Hukum zakat adalah wajib ’aini dalam arti kewajiban yang ditetapkan untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain; walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Kewajiban zakat itu dapat dilihat dari beberapa segi :20 a. Banyak sekali perintah Allah untuk membayarkan zakat dan hampir keseluruhan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah mendirikan shalat seperti firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 43:
tÏèÏ.≡§9$# yìtΒ (#θãèx.ö‘$#uρ nο4θx.¨“9$# (#θè?#uuρ nο4θn=¢Á9$# #θßϑŠÏ%r&uρ
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat dan ruku’lah kamu bersama orang-orang yang ruku’.(Q.S. al-Baqarah: 43)21 15
Bisa berupa barang yang sama dengan barang yang dizakati. Seperti uang, emas, perak, hasil pertanian, perkebunan, ternak dan lain-lain. 16 Harta yang wajib dizakati, seperti emas, perak, hasil pertanian, perkebunan, ternak dan lain-lain. 17 Kelompok 8 (delapan) asnaf yang tercantum dalam al-Quran surat al-Taubah ayat 60. yang meliputi : (i) fakir, (ii) miskin, (iii) amil, (iv) muallaf, (v) budak, (vi) orang yang dililit utang, (vii) orang yang berjuang dijalan Allah, (viii) ibnu sabil 18 Syarat yang meliputi : A. Syarat harta yang wajib dizakati seperti (1) harta itu milik orang yang beragama Islam, (2) hak milik sepenuhnya, (3) harta yang produktif, (4) mencapai satu nishab (5) merupakan surplus dari kebutuhan primer, (6) pada harta tersebut tidak ada tanggungan utang yang dapat mengurangi nishbah minimal, (7) berusia minimal satu tahun. Syarat wajib zakat : (1) merdeka, (2) Islam, (3) Baligh dan berakal, (4) memiliki harta yang mencapai senishab, (5) harta itu milik sendiri secara sempurna, (6) Sampai haul (masa).(Rahman Ritonga dan Zainuddin , Fiqih Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), 178 19 Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 37 20 Ibid, hal. 38 21 DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 16
16
Perintah Allah untuk berzakat itu disamping menggunakan lafaz
(&)زآ
juga menggunakan kata yang lain, seperti: 1). lafaz MNz اseperti dalam surat al-Baqarah ayat 267:
………ΟçFö;|¡Ÿ2 $tΒ M≈t6ÍhŠsÛÏΒ#θà)ÏΡr&(#þθãΖtΒ#u
tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ ( Ïó
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari ahasil usahamu yang baik-baik……….” 2). lafaz
ق,@
seperti dalam surat al-Taubah ayat 60:
ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)àù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# ϑ‾ΡÎ) Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,…………. 3). lafaz
MD seperti dalam surat al-An'am ayat 141.22 ÍνÏŠ$|Áym uΘöθtƒ …絤)ym (#θè?#uuρ tyϑøOr& !#sŒÎ) ÿÍνÌyϑrO ÏΒ (#θè=à2
Artinya: makanlah dari buahnya bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dizakatkan kepada fakir miskin). Ketiga lafaz tersebut mengandung arti zakat. b. Dari segi banyak pujian dan janji baik yang diberikan Allah kepada orang yang berzakat, diantaranya seperti dalam firman Allah :
Çtã öΝèδ tÏ%©!$#uρ ∩⊄∪ tβθãèϱ≈yz öΝÍκÍEŸξ|¹ ’Îû öΝèδ tÏ%©!$# ∩⊇∪ tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# yxn=øùr& ‰s% ∩⊆∪ tβθè=Ïè≈sù Íο4θx.¨“=Ï9 öΝèδ tÏ%©!$#uρ ∩⊂∪ šχθàÊÌ÷èãΒ Èθøó‾=9$# Artinya: Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman ; (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya ; dan orang-orang yang
22
2004), 193
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (yogyakarta : UII Press,
17
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan ) yang tidak berguna ; dan orang-orang yang menunaikan zakat.(Q.S. al-Mukminun : 1-4).23 c. Dari segi banyaknya ancaman dan celaan Allah kepada orang-orang yang tidak mau membayar zakat diantaranya seperti dalam firman Allah :
∩∠∪ tβρãÏ≈x. öΝèδ ÍοtÅzFψ$$Î/ Νèδuρ nο4θŸ2¨“9$# tβθè?÷σムŸω tÏ%©!$# ∩∉∪ tÏ.Îô³ßϑù=Ïj9 ×u≅÷ƒuρuρ Artinya: Celakalah orang-orang yang musyrik; yaitu orang-orang yang tidak mau membayarkan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akirat. (Q.S. Fussilat: 6-7)24 3. Macam-macam Zakat. Ibadah zakat dibagi menjadi dua bagian, yakni zakat harta (maaliyah) dan zakat fitrah (nafs). Yang pertama adalah zakat maal, dikeluarkan karena harta yang mampu dikumpulkan oleh seseorang. Sebab dikeluarkannya zakat maal ini karena harta tersebut telah dimiliki penuh selama satu tahun (haul) dan memenuhi standar nisabnya (kadar minimum harta yang yang kena zakat25).26 Dasar diperintahkannya untuk mengeluarkan zakat maal adalah sebagai mana firman :27
AÏ∩⊇∪ ΘρãóspRùQ$#uρ≅Í←!$¡¡=Ïj9,ym ΝÎγÏ9≡uθøΒr& þ’Îûuρ
23
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 526 Ibid, 774. 25 Zakat tumbuh-tumbuhan ( semua tanaman yang mempunyai nilai ekonomis seperti biji-bijian, tanaman hias, buah dan lain-lain) nisabnya memakai nisab padi yakni 1481 kg gabah / 815 kg beras dengan kadar 5% / 10% setiap panen. Emas dan Perak nisabnya senilai 91,92 gram emas murni, dengan kadar zakat 2,5 % tiap tahun. Perusahaan perdagangan, pendapatan, dan jasa nisabnya senilai nisab pada kadar emas murni yakni 91, 92 gram, dengan kadar zakat 2,5 % tiap tahun. Binatang ternak seperti kambing, domba dan kacangan nisab 40-120/ 121-200 ekor dengan kadar zakat 1 ekor domba umur 1 tahun / kacangan umur 2 tahun, dikeluarkan tiap tahun. Sapi, kerbau nisab 30 ekor dengan kadar zakat 1 ekor umur 1 tahun, dikeluarkan tiap 1 tahun. Kuda 40 ekor, kadar zakat sama dengan sapi dan kerbau. Tambang dan harta terpendam sama dengan zakat emas dan perak. (Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (yogyakarta:Ekonisia UII Press, 2005), 250) 26 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (yogyakarta : UII Press, 2004), 195 27 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta: Lentera Basritama, 2000), 180 24
18
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang fakir miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (maksudnya: orang miskin yang tidak meminta).(Q.S. al-Dzurriyat : 19)28 Yang kedua adalah zakat fitrah (nafs). Dinamakan zakat fitrah karena zakat ini wajib dikeluarkan karena hadirnya badan dan bukan sebab harta. Meskipun tidak wajib membayar karena fakir atau miskin tetapi standar kefakiran ini sangat ketat, sehingga hampir-hampir sulit menemukan golongan ini. Sebab wajibnya zakat fitrah ini ialah jika seseorang dapat menjumpai hadirnya bulan Ramadhan.29 Tentang kewajiban zakat fitrah dan ketentuannya yang berhubungan dengannya dinyatakan Nabi dalam hadistnya dari Ibnu Umar menurut periwayatan yang muttafaq ’alaih yang mengatakan :30
ة7< زآ# و3?<= 2 @<& ا2*ل ا#~ض رw :ل7K~-= (= ا &z$آ~وا,4~وا.4وا,Bv4?~=<& اv9 /7=7@~او- /7=7@~N4ا &4س ا7'4 ;~وج اuBw ان دى78(~/? وا-<-4 ا/~?B4?~واJ4وا .3?<= MNH/."ةJ4ا Artinya :”sesungguhnya Rasulullah telah memfardukan zakat fitri sebanyak satu sha’31 kurma atau satu sha’ gandum atas hamba dan orang merdeka; laki-laki dan perempuan; anak-anak dan orang dewasa dari orang-orang yang beragama Islam. Nabi menyuruh untuk menyerahkan sebelum umat Islam melaksanakan shalat hari raya”.32
28 29
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 859. Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (yogyakarta : UII Press,
2004), 195 30
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta : Kencana, 2003), 51 1 sha’ sama dengan 4 mud, dan 1 mud sama dengan 6 ons. Jadi, 1sha’ sama dengan 4x6 sama dengan 24 ons.( Ma’ruf Asrori, Matan Ghayah Wa Taqrib Ringkasan Fiqih Islam (Surabaya: Al Miftah, 2000), 46) 32 A. Hasan ,Bulughul Maram (Bandung : CV Diponegoro, 1999), 276 31
19
Hadits ini menjelaskan ketentuan yang berkenaan dengan yang dikenai kewajiban, yaitu semua tentang umat Islam; tentang jenis dan ukuran yang diberikan satu sha’ makanan pokok dan waktu mengeluarkannya yaitu sebelum memulai shalat idul fitri.33 Oleh sebab itu, tujuan zakat fitrah, selain menyempurnakan puasa bagi orang yang sudah wajib berpuasa, juga membahagiakan orang miskin dengan mencukupi kebutuhan pokoknya pada hari raya idul fitri. Jika dibayarkan setelah idul fitri maka itu bukan zakat tapi sedekah, sebagaimana hadist Nabi:34
~ة8) ~N4ة ا7 ص م زآ2*ل ا#~ض رw :ل7K س7B= (= ا 8w "ةJ4 اuBK 7 اداه-w ?آ7-<4 -v وw~4<* وا4 ا/ 7J<4 *(ت( روا ا7K,J4 ا/ K,@ 8w "ةJ4 ا,v( 7 اداه/ و4*B/ ة7زآ آ7.4 ا3..@ و37/ (داود وا Artinya :Dari Ibnu Abbas. Ia berkata “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa, dari perkataan keji dan sia-sia serta untuk memberi makan kepada orang miskin. Barang siapa menunaikannya sebelum shalat idul fitri, maka jadilah ia zakat yang diterima, namun barang siapa menunaikannya setelah shalat idul fitri, maka jadilah ia sedekah biasa.”(H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim).35 Kadar zakat fitrah dalam ukuran masyarakat Indonesia adalah 2,5 kg beras atau makanan pokok yang berlaku didaerah tertentu, juga dapat disetarakan dengan uang. Jumlah pembayaran zakat ini, dengan demikian berbanding lurus dengan jumlah umat Islam.36
33
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta : Kencana, 2003), 52 A. Hasan ,Bulughul Maram (Bandung : CV Diponegoro, 1999), 277 35 Hafizh Al Munzdiry, Terjemahan Sunan Abu Dawud (Semarang : CV. ASY SYIFA’, 1992) 409 36 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta : UII Press, 2004), 198 34
20
Dalam literatur lain disebutkan ada beberapa macam cara pengenaan zakat atau kekayaan, yaitu:37 a) Zakat fitrah, atau zakat kepala, artinya dihitung atas dasar jumlah kepala dalam rumah tangga muslim, 2,50 kg per kepala. b) Zakat kekayaan, artinya atas dasar kekayaan hak milik penuh (emas dan perak/ uang, 2,5 %) yang dihitung setiap tahun. c) Zakat keuntungan yang dihitung atas dasar keuntungan hasil usaha perdagangan (2,5%) setiap tahun. d) Zakat Produksi yang dihitung atas dasar produksi setiap panen (kalau tanaman setiap panen, kalau industri setiap produksi) dengan ketentuan : (a). Pertanian tadah hujan 10%, (b). Pertanian lahan irigasi 5%, (c). Perdagangan/ Industri 2,5%. 4. Tujuan dan Hikmah Zakat. Tujuan disyariatkannya zakat diantaranya adalah untuk jangan harta itu beredar dikalangan orang-orang yang kaya saja. Hal ini sesuai dengan atau sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 7:38
!……… 4 öΝä3ΖÏΒ Ï!$uŠÏΨøîF{$# t÷t/ P's!ρߊ tβθä3tƒ Ÿωö’s1 ……….. Artinya: .........supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang kaya saja diantara kamu..........(Q.S. al-Hasyr : 7) Firman Allah tersebut dikuatkan oleh hadits Nabi dari Ibnu Abbas menurut al-Bukhari dan Muslim :
&w~دHw 87?' ا/و,; 84*ا/& اw K,@ 8?<= ~ضHwا,K 2ان ا 8~اw 37
Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat Permodalan Masyarakat kecil (Malang: Bahtera Press,2006), 224 38 Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 39
21
Artinya: Sesungguhnya Allah telah memfardukan kepada mereka shadaqah (zakat) atas harta mereka; diambil dari orang-orang kaya dan dikembalikan (diserahkan) untuk orang-orang miskin diantara kamu.39 Adapun hikmah yang terkandung dalam kewajiban zakat itu di antaranya adalah : a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, Mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan firman Allah :40
………اöΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ Artinya: Ambillah dari harta mereka shadaqah (zakat), dengan cara itu kamu membersihkan dan mensucikanya.(Q.S. al-Taubah: 103)41 b. Karena zakat merupakan hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu, dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki, dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.42 c. Sebagai pilar bersama atau jama’i antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukanya tersebut, ia tidak memiliki 39 40
2002),10
41 42
2002),10
A.Hasan, Bulugul Maram (Bandung : CV. Diponegoro , 1999) 265 Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani, DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 297. Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani,
22
waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya, Allah SWT berfirman :43
†Îû $\/ö|Ê šχθãè‹ÏÜtGó¡tƒ Ÿω «!$# È≅‹Î6y™ †Îû (#ρãÅÁômé& šÏ%©!$# Ï!#ts)àù=Ï9 Ÿω öΝßγ≈yϑŠÅ¡Î/ ΝßγèùÌ÷ès? É#’yè−G9$# š∅ÏΒ u!$u‹ÏΖøîr& ã≅Ïδ$yfø9$# ÞΟßγç7|¡øts† Ä⇓ö‘F{$# ∩⊄∠⊂∪ íΟŠÎ=tæ ϵÎ/ ©!$# χÎ*sù 9öyz ôÏΒ (#θà)ÏΖè? $tΒuρ 3 $]ù$ysø9Î) šZ$¨Ψ9$# šχθè=t↔ó¡tƒ Artinya: “(berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) dijalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) dimuka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kayak arena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak minta kepada orang secara mendesak.dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui.(Q.S. al-Baqarah 273)44 d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti tempat ibadah dan lain-lain.45 e. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah yang terdapat dalam surat al-Baqarah 267:46
( = <*ل3K,@ uBI $ 2)ان ا Artinya: “Allah SWT tidak akan menerima sedekah (Zakat) dari harta yang didapat secara tidak sah.” f. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu intrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik,
43
Ibid, 11. DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 288. 45 Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani, 44
2002),12
46
Ibid, 13
23
dimungkinkan
membangun
pertumbuhan
ekonomi
sekaligus
pemerataan
pendapatan, econimic with equaty.47 g. dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfaq, dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki dan munfiq.48 5. Prinsip Zakat. Zakat mempunyai 6 (enam) prinsip, yaitu :49 a. Prinsip keyakinan agama (faith). b. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan. c. Prinsip produktifitas (produtivity) dan kematangan d. Prinsip penalaran (reason). e. prinsip kebebasan (freedom). f. prinsip etik (ethic) dan kewajaran. Prinsip keyakinan agama (faith) menyatakan bahwa orang yang membayar zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.50
47
Ibid, 14 Ibid, 15 49 Juanda, Gustian, Pelaporan Zakat pengurang pajak penghasilan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2006), 14 50 Ibid. 48
24
Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.51 Prinsip produktifitas (produtivity) dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.52 Dalam pendayagunaan zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini berarti, Zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif. (BAB V, Pasal 16 UU No. 38 tahun 199953).54 Kelemahan utama orang miskin serta usaha kecil yang dikerjakannya sesungguhnya tidak semata-mata pada kurangnya permodalan, tetapi lebih pada sikap mental dan kesiapan manajemen usaha. Untuk itu zakat usaha produktif pada tahap awal harus mampu mendidik mustahiq sehingga benar-benar siap
51
Ibid. Ibid. 53 BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 berbunyi: (1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.(http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1999/3899.pdf) 54 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), 216 52
25
untuk berubah. Karena tidak mungkin kemiskinan itu dapat berubah kecuali dimulai dari perubahan mental si miskin itu sendiri. Itulah yang dimaksud dengan peran pemberdayaan.55 Prinsip penalaran (reason) menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.56 Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita.57 6. Orang Yang Berhak Menerima Zakat. Para ulama mazhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada delapan, yaitu : (i) fakir, (ii) miskin, (iii) amil, (iv) muallaf, (v) budak, (vi) orang yang dililit utang, (vii) orang yang berjuang dijalan Allah, (viii) ibnu sabil.58 Dan semuanya sudah disebutkan atau diatur dalam Al-Quran, Surat Al-Taubah ayat 60, yang berbunyi sebagai berikut :
55
Ibid, 216 Juanda, Gustian, Pelaporan Zakat pengurang pajak penghasilan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2006), 14 57 Ibid. 58 Sahri Muhammad, Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin (Malang: Bahtera Press,2006), 19 56
26
öΝåκæ5θè=è% Ïπx©9xσßϑø9$#uρ $pκön=tæ t,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)àù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# $yϑ‾ΡÎ) * 3 «!$# š∅ÏiΒ ZπŸÒƒÌsù ( È≅‹Î6¡¡9$# Èø⌠$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ †Îûuρ tÏΒÌ≈tóø9$#uρ É>$s%Ìh9$# †Îûuρ ∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil), para mu’allaf, yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orangorang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” 59 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah r.a berkata, ” Tuhan Yang Maha Suci, dengan sendiri-Nya telah menetapkan pembagian zakat dan membagikanya kepada delapan golongan yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok manusia. Pertama yang mengambilnya karena kebutuhan, maka mereka mengambil berdasarkan kebutuhan yang mendesak, kelemahan dan sedikit banyaknya kebutuhan. Mereka itu adalah fakir, miskin, budak, dan ibnu sabil. Kedua kelompok yang mengambilnya berdasarkan kemanfaatan, mereka adalah para petugas zakat (Amil), muallaf, gharim, dan yang berperang dijalan Allah.60 Adapun penjelasan dari delapan asnaf yang ditunjuk dalam surat alTaubah diatas adalah sebagai berikut.: a. Orang Fakir. Adalah seorang yang tidak memiliki harta untuk menunjang kehidupan dasarnya. Kefakiran orang tersebut disebabkan ketidak mampuannya untuk
59
DEPAG RI, Al-Quran dan Terjemahan (Surabaya: Mahkota,1989), 288 Muhammad Abdul Qadir Abu faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat (Semarang: Dina Utama Semarang ), XV 60
27
mencari nafkah disebabkan fisiknya tidak mampu, seperti orang tua jompo dan cacat badan. 61 Adapun pendapat para ulama madzhab adalah sebagai berikut: 1). Hanafi: Orang fakir adalah orang yang yang mempunyai harta kurang dari nishab, sekalipun dia sehat dan mempunyai pekerjaan. Adapun orang yang mempunyai harta sampai senishab apapun bentuknya yang dapat memenuhi kebutuhan primer, berupa tempat tinggal, alat-alat rumah,dan pakaian maka orang yang memiliki harta seperti ituatau lebih, tidak boleh diberikan zakat. Alasannya bahwa orang yang mempunyai harta sampai nishab maka ia wajib zakat. Orang yang wajib mengeluarkan zakat berarti ia tidak wajib menerima zakat.62 2). Mazhab-mazhab lain: yang dianggap kebutuhan itu bukan berdasarkan yang dimiliki akan tetapi kebutuhan. Maka barang siapa yang tidak membutuhkan, diharamkan untuk menerima zakat,walau ia tidak mempunyai sesuatu. Dan orang yang membutuhkan tentu dibolehkan untuk menerima zakat. Sekalipun ia mempunyai harta sampai nishab, karena yang dinamakan fakir itu artinya yang membutuhkannya.63 3). Syafi’I dan Hambali : orang yang mempunyai separuh dari kebutuhannya, ia tidak bisa digolongkan ke dalam golongan orang fakir,dan ia tidak boleh menerima zakat.64 4). Imamiyah dan Maliki : orang fakir menurut syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal untuk berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi keluarganya. Orang yang mempunyai rumah
61
Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 48 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta : Lentera, 2000), 189 63 Ibid, 190. 64 Ibid. 62
28
dan peralatannya atau binatang ternak, tapi tidak mencukupi kebutuhan keluarganya selama satu tahun, maka ia boleh diberi zakat.65 5). Imamiyah, Syafi’i dan Hambali : orang yang mampu bekerja tidak boleh menerima zakat. 6). Hanafi dan Maliki : Ia dibolehkan untuk menerimanya, tetapi juga boleh untuk menolaknya.66 7). Imamiyah : orang yang mengaku fakir boleh dipercaya seklipun tidak ada bukti dan tanpa sumpah bahwa ia betul-betul tidak mempunyai harta, serta tidak diketahui bahwa ia berbohong. 67 b. Orang Miskin. Berbeda dengan orang fakir tersebut diatas orang miskin ini adalah orang yang tidak memiliki harta untuk kehidupan dasarnya, namun ia mampu berusaha mencari nafkah, hanya penghasilannya tidak mencukupi bagi kehidupan dasarnya untuk kehidupannya sendiri dan atau keluarganya.68 1). Imamiyah, Hanafi dan Maliki : orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari fakir.69 2). Hambali dan Syafi’I : Orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak mempunyai separuh dari kebutuhanya, sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi di penuhi dengan zakat70
65
Ibid. Ibid. 67 Ibid. 68 Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 49 69 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta : Lentera, 2000), 190 70 Ibid,191 66
29
Walau bagaimanapun penafsiran tentang fakir dan miskin sebenarnya secara esensial tidak ada perbedaan diantara mazhab-mazhab itu, karena yang dimaksudkan adalah bahwa zakat itu mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak, seperti : tempat tinggal, pangan, pakaian, kesehatan,
pengajaran,
dan
lain-lain
yang
menjadi
keharusan
dalam
kehidupannya.71 Fakir dan miskin itu ada dua bentuk :72 1. Mereka yang mempunyai pekerjaan. Kelompok ini diberi zakat untuk pekerjaannya atau sarana meningkatkan pekerjaannya, baik yang nilainya kecil maupun besar, diukur menurut kebutuhan umum sejauh mana pekerjaan itu bisa mendapatkan keuntungan. Kebutuhan itu akan berbeda sesuai dengan kondisi pekerjaan, tempat, waktu dan kondisi orangnya. 2. Mereka yang tidak mempunyai pekerjaan.73 Mereka diberi zakat sesuai dengan kebutuhannya, anak dan keluarganya untuk tempat tinggal, makan dan kendaraan dalam masa satu tahun, ada yang mengatakan diberi sesuai dengan batasan umur secara umum. c. Amil. Yaitu orang yang ditunjuk oleh penguasa yang sah untuk mengurus zakat, baik mengumpulkan, memelihara, membagi, dan mendayagunakanya serta
71
Ibid. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat (Semarang: Dina Utama Semarang,1983), 1. 73 Ibid, 1 72
30
petugas lain yang ada hubungannya dengan pengurusan zakat.74 Ada empat fungsi amil yang perlu dipahami.:75 1. Sebagai mediator antara muzakki dan mustahik. 2. Amil sebagai lembaga/badan yang mengontrol atau mengingatkan kepada para muzakki. 3. Mengawasi dan mengevaluasi agar jangan sampai mustahik menerima zakat dari berbagai sumber, sehingga tumpang tindih. Selama ini, yang terjadi para mustahik mendatangi langsung kepada para muzakki, dan mereka menerima dari banyak muzakki dan tidak ada koordinasi. 4. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi mustahik, apakah untuk perorangan atau badan yang memang sangat memerlukan sesuai dengan skala prioritas, apakah zakat itu dibagikan secara konsumtif atau produktif, sesuai hasil identifikasi dan klasifikasi, sehingga tujuan zakat untuk memberdayakan ekonomi umat da pat direalisasikan dengan baik dan efektif. Kelompok ini berhak mendapatkan bagian bagian dari zakat, maksimal seperdelapan atau 12,5 % dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut. Jika hanya di akhir bulan Ramadhan
74 75
Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 49 http://www.suaramerdeka.com, 1
31
saja (danbiasanya hanya untuk pengumpulan zakat fitrah saja), maka seyogianya para petugas ini tidak mendapatkan bagian zakat satu perdelapan, melainkan hanyalah sekedarnya sajauntuk keperluan administrasi ataupun konsumsi yang mereka butuhkan, misalnya lima persen saja. Bagian untuk amilpun termasuk untuk biaya transfortasi maupun biaya-biaya lain butuhkan untuk melaksanakan tugasnya.76 d. Muallaf. Muallaf secara leksikal berarti orang-orang yang dijinakkan hatinya untuk tetap berada dalam Islam. Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang baru masuk Islam dan memerlukan masa pemantapan dalam agama barunya itu dan untuk itumemerlukan dana.77 Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsirnya secara panjang lebar menguraikan orang-orang yang termasuk dalam arti muallaf menjadi 6 (enam), yang 4 (empat) diantaranya beragama Islam sedangkan 2 (dua) diantaranya bukan muslim sebagai berikut: 1. Pemuka-pemuka muslim yang terpandang dikalangan non muslim yang diperkirakan dapat mengajak mereka kedalam Islam dengan wibawa yang ada padanya. Dana zakat yang diberikan dapat digunakan untuk penyiaran agama. 2. Pemuka muslim yang masih lemah imannya ; sedangkan mereka berpengaruh dikalangan pengikutnya. Dari pemberiaan zakat itu diharapkan hati mereka menjadi mantap dalam Islam. 76
Didin Hafiduddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani Press,
2002),134
77
Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 49
32
3. Kelompok muslim yang diam di perbentengan dan perbatasan negeri non muslim dan kedudukan mereka dapat melindungi orang-orang Islam dari gangguan musuh. 4. Kelompok
muslim
yang
besar
pengaruhnya
terhadap
pengumpulan zakat disegani oleh pihak-pihak yang diperkirakan ingkar membayar zakat. Dengan menjinakkan hati mereka dengan dana zakat halangan dan ancaman terhadap zakat dapat dihindari. 5. Kelompok non muslim yang lemah hatinya yang dengan bantuan zakat itu terbuka hatinya dan timbul kecenderungannya untuk masuk Islam. 6. Kelompok non muslim yang dikawatirkan berbuat buruk terhadap orang muslim dan dengan pemberian zakat itu dapat dicegah keburukannya ; atau orang-orang yang dapat berhenti dari mengganggu orang Islam dalm menjalankan agamanya. e. Riqab. Secara arti kata, riqab berarti perbudakan. Didahuluinya kata riqab itu dengan lafaz fi, maka yang dimaksud disini adalah untuk kepentingan memerdekakan budak ; baik dengan membeli budak-budak untuk kemudian dimerdekakan, atau memberi dana untuk kepentingan menebus dirinya dari perbudakan.78
78
Ibid, 50
33
f. Gharimin Yang dimaksud dengan gharim di sini adalah orang-orang yang dililit oleh utang dan tidak dapat melepaskan dirinya dari jeratan utang itu kecuali dengan bantuan dari luar.79 Menurut kesepakatan para ulama mazhab, Al gharimah adalah orang-orang yang mempunyai hutang yang dipergunakan untuk perbuatan yang bukan maksiat. Dan zakat diberikan kepada mereka agar dapat membayar hutangnya.80 Sebagian ulama sekarang telah memperbolehkan memberikan hutang yang baik dengan harta dari zakat, yaitu hutang yang tidak mengandung unsur riba. Kebolehan itu atas dasar penyamaan dibolehkanya meminjamkan kepada orang yang mempunyai hutang.81 Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah : Al-Ustazd M. Abu Zahrah,Abd. Wahhab Khalaf,Abdurrahman Hasan. Mereka berpendapat
bila
hutang yang baik saja bisa diberi harta zakat,maka tentunya akan diperbolehkan bila diberikan untuk menghutangi dengan bebas dari unsur riba, kemudian dikembalikan ke baitul maal.82 Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitab zakatnya cenderung berpendapat demikian dituliskanya sebagai berikut : ” saya berkeyakinan bahwa qiyas yang benar dan maksud umum dalam ajaran Islam adalah memperbolehkan kepada kita untuk memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkanya dari bagian gharim. Tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya dan dikeluarkandari
79
Ibid. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta : Lentera, 2000), 193 81 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat (Semarang: Dina Utama Semarang,1983), 20. 82 Iibid, 20 80
34
barkas khusus sehingga dengan itu zakat bisa dibagikan dengan praktis dan , memerangi riba serta menghapuskan segala bentuk bunga ribawi.83 g. Sabilillah. Secara arti kata sabilillah itu berarti ”jalan Allah”. Bila di hubungkan dengan lafaz fi yang mendahului mengandung arti untuk keperluan menegakkan agama Allah. Dalam waktu perang ”dalam jalan Allah” diartikan biaya pasukan dan perlengkapannya selama dalam peperangan. Dalam situasi yang bukan perang kata ini berarti segala usaha yang bertujuan untuk menegakkan syiar agama.84 Orang yang berada dijalan Allah adalah menurut empat mazhab: orangorang yang berpegang secara sukarela untuk membela islam.85 Imamiyah: orang-orang yang berada dijalan Alloh secara umum, baik orang yang berperang, orang-orang yang mengiurus masjid, orang-orang yang berdinas di rumah sakit dan sekolah-sekolah, dan semua bentuk kegiatan kemaslahatan umum.86 h. Ibnu Sabil. Secara arti kata ibnu sabil mengandung arti ”anak jalanan”. Maksudnya di sini adalah orang-orang yang berada dalam perjalanan bukan untuk tujuan maksiat, yang kehabisan biaya dalam perjalanan dan tidak mampu meneruskan perjalanannya kecuali dengan bantuan dari luar.87
83
Ibid. Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003),, 50 85 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta : Lentera, 2000), 193 86 Ibid, 193 87 Amir, Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Jakarta: Kencana, 2003), 51 84
35
7. Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat. Ada lima golongan orang yang tidak dibenarkan menerima zakat, yaitu :88 a. Orang kaya. yakni yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari harta atau hasil pekerjaannya. Namun jika orang yang kuat bekerja tidak mendapatkan pekerjaan, maka ia dapat diberikan bagian. Mengenai ukuran kekayaannya yang dimaksud, para ulama berbeda pendapat. Abu Hanifah mengatakan bahwa seseorang dianggap kaya dan tidak dibenarkan menerima zakat bila harta yang dimilikinya mencapai senisab. Malik tidak membatasi jumlah harta yang dimiliki dan menurut Syafi’i yang menjadi ukuran adalah terpenuhinya kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik dengan harta maupun dengan usahanya. b. Budak, kecuali budak mukatab. Para budak dianggap sama dengan orang kaya, karena segala kebutuhan mereka ditanggung oleh tuannya masing-masing. c. Bani Hasyim dan bani al-Muthalib. sebab mereka termasuk keluarga Nabi saw. Yang tidak halal memakan harta zakat. d. Orang yang wajib dibelanjai muzakki, seperti anak dan orang tuanya. Mereka ini tidak dibenarkan menerima zakat sebagai fakir atau miskin bila kebutuhannya terpenuhi dengan belanja yang diperolehnya, sebab dengan demikian mereka telah dianggap sebagai orang kaya. Akan tetapi, bila
88
Lamuddin Nasution, Fiqih Ibadah (Pamulang Timur, Ciputat : PT Logos wacana ilmu, 1999), 180
36
persyaratannya terpenuhi mereka dapat menerima zakat atas nama asnaf lain, selain fakir dan miskin. e. Orang kafir. Dalam hadist Mu’az ditegaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya muslimin dan dikembalikan kepada orang fakir dari mereka. Jadi tidak dibenarkan memberi zakat kepada orang kafir. 8. Pembagian Zakat. Karena seluruh kegiatan ibadah dalam Islam dilandasi rasa kebersamaan, maka usaha-usaha pengumpulan zakat hendaknya dijalankan agar pembagiannya tersalurkan secara sistematis. Namun, saat ini, memberikan zakat menjadi kewajiban perorangan yaitu setiap muslim bertanggung jawab penuh terhadap kewajibannya ini. Keadaan ini disebabkan tidak adanya negara Islam yang sebenarnya, yang tidak hanya hanya membawa panji Islam, tetapi juga menerapkan ajaran-ajarannya. Karena ketiadaan saluran resmi pengumpulan dan pembagian zakat, maka pembayar hendaknya menggunakan pertimbangan terbaiknya untuk menemukan penerima yang paling baik.89 Zakat mungkin didistribusikan secara langsung kepada orang-orang yang berhak baik kepada satu atau lebih penerima zakat maupun kepada organisasi kesejahteraan yang mengurus fakir dan miskin. Namun hendaknya mencari orangorang yang benar benar membutuhkan. Dalam hal ini, Imam Syafi’i, Imam Malik, Abu Yusuf Al-Tsawri dan Ibn al-Manshur berpendapat bahwa tidak sah bagi pembayar zakat jika memberikan
89
1998), 103
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat (Bandung: Pustaka Madani,
37
zakat kepada yang tidak berhak, khususnya ketika kesalahanya menjadi jelas. Dalam hal ini pembayar zakat wajib mengeluarkannya lagi kepada yang berhak.90 Dalam litertur lain tertulis apakah kewajiban zakat wajib dibagikan secara merata kepada delapan kelompok? Mazhab Syafi’I mengatakan, “ zakat wajib dikeluarkan kepada delapan kelompok manusia, baik itu zakat fitrah maupun zakat maal, berdasarkan ayat yang tertera dalam surat al-Taubah ayat 60.91 Ayat tersebut menisbatkan bahwa kepemilikan semua zakat oleh kelompok-kelompok itu dinyatakan dengan pemakaian huruf lam yang dipakai untuk kepemilikan ; kemudian masing-masing kelompok memiliki hak yang sama karena dihubungkan dengan huruf wawu yang merupakan salah satu kata sandang yang berarti “dan”. Yang menunjukkan kesamaan tindakan. Oleh karena itu, semua bentuk zakat adalah milik semua kelompok itu, dengan hak yang sama.92 Adapun menurut jumhur (Hanafi, Maliki, dan Hambali) zakat boleh dibagikan hanya kepada satu kelompok saja. Bahkan, mazhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan pembayaran zakat kepada satu orang saja diantara delapan kelompok yang ada. Dan menurut mazhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok yang lainnya merupakan sunnah. Pemberian dan pembagian zakat, kepada delapan kelompok yang ada lebih disukai karena tindakan itu sama sekali tidak mengandung perbedaan pendapat dan lebih meyakinkan , tanpa ada cacatnya.93 Dalil mereka adalah bahwasesungguhnya ayat tersebut menyatakan zakat tidak boleh dibagikan 90 91
Ibid,104 Wahab Al-Zuhayly, Zakat kajian berbagai Mazhab (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000),278
92 93
Ibid, 278 Ibid, 279
38
kepada selain kelompok tersebut dan bila dibagikan kepada kelompok yang ada maka undakan itu dianggap sangat baik. 94 Adapun dalil menunjukkan bahwa zakat boleh diberikan hanya kepada satu orang diantara delapan kelompok tersebut ialah bahwa kelompok-kelompok dalam ayat tersebut disebut dengan menggunakan huruf alif dan lam atau lam ta’rif , misalnya al-fuqara’........ oleh karena itu, penyebutan dengan menggunakan lam al-ta’rif mengandung suatu qiyasan atau (majaz), yang berarti jenis atau kelompok orang fakir dan itu boleh terdiri atas satu orang saja sebab tidak mungkin zakat dapat diberikan secara merata kepada semua orang fakir dan mencakup semua orang fakir. Apabila ayat tersebut diartikan demikian (harus dibagikan kepada orang fakir ......), pengartian seperti ini tidak akan masuk akal. 95 Satu hal penting yang berhubungan dengan dengan pembagian zakat adalah apakah pembayaran zakat itu dilakukan secara terbuka atau rahasia? Allah SWT berfirman dalam al-quran surat al Baqarah ayat 271:
uθßγsù u!#ts)àø9$# $yδθè?÷σè?uρ $yδθà÷‚è? βÎ)uρ ( }‘Ïδ $£ϑÏèÏΖsù ÏM≈s%y‰¢Á9$# (#ρ߉ö6è? βÎ) ∩⊄∠⊇∪ ×Î6yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 3 öΝà6Ï?$t↔Íh‹y™ ÏiΒ Νà6Ζtã ãÏes3ãƒuρ 4 öΝà6©9 ×öyz Artinya: ”Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya (zakat) dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu.” (Q. S. Al- Baqarah: 271) 96
94
Ibid. Ibid, 279 96 DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Surabaya : Mahkota 1989) 68. 95
39
Jadi, jelaslah bahwa lebih disukai menyembunyikan zakat dan sedekah lainnya. Akan tetapi, memberikan secara terbuka pun diperintahkan agar orang lain ikut terdorong melakukannya.97 B. Pinjam- Meminjam (Qardhul Hasan). 1. Pengertian al-Qardh Kata qardh berasal dari kata qaradha (~ضK) yang artinya memotong, memakan, melintasi. Qardh sendiri artinya adalah pinjaman. Dalam istilah perbankan syariah maknanya adalah akad pemberian pinjaman bank kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Dana talangan tersebut dikembalikan sesuai dengan jumlah yang diterima tanpa imbalan dan pembayarannya biasa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.98 Dalam literatur lain disebutkan bahwa al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, al-qardh dikategorikan dalam transaksi kebajikan atau tabarru99 atau ta’awuni.100
97
Yasin Ibrahim al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat (Bandung: Pustaka Madani, 1998), 104, 104 98 Isriani Hardini, Giharto, Kamus Perbankan Syariah (Bandung : Marja, 2007), 60 99 Akad tabrru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ barasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad ini,pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Seperti dalam ungkapan ”Memerah susu kambing sekedar untuk biaya memelihara kambingnya”.(Karim Adiwarman, Analisa Fiqih dan Keuangan (Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2006), 66) 100 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil(BMT) ( Yogyakarta: UII Press, 2005), 175.
40
Sedangkan qordh al hasan adalah perjanjian pinjam meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima pinjaman wajib mengembalikan hutangnya dalam jumlah yang sama dan apabila peminjam tidak mampu mengembalikan pada waktunya maka peminjam tidak boleh dikenai sanksi. Atas kerelaannya peminjam diperbolehkan memberi imbalan kepada pemilik barang atau uang.101 2. Landasan Syariah. Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majjah dan ijma ulama. Sungguhpun demikian, Allah SWT mengajarkan pada kita agar meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah”. Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah sebagai berikut: 102 a. Al-Quran. 103
4 ZοuÏWŸ2 $]ù$yèôÊr& ÿ…ã&s! …çµxÏè≈ŸÒãŠsù $YΖ|¡ym $Êös% ©!$# ÞÚÌø)ム“Ï%©!$# #sŒ ¨Β ∩⊄⊆∈∪ šχθãèy_öè? ϵøŠs9Î)uρ äÝ+Áö6tƒuρ âÙÎ6ø)tƒ ª!$#uρ Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjama kepada Allah SWT., pinjaman yang baik, maka Allah SWT akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan sebanyak-banyaknya.(Q.S. al-Baqarah 245)
∩⊇⊇∪ ÒΟƒÌx. Öô_r& ÿ…ã&s!uρ …çµs9 …çµxÏè≈ŸÒã‹sù $YΖ|¡ym $Êös% ©!$# ÞÚÌø)ム“Ï%©!$# #sŒ ∅¨Β
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipat gandakan( balasan ) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak “ ( Q.S. al Hadid :11)
101 102
132
103
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), 11 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001),
Sumitro, Asas-asas perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1996), 39
41
( 4 $YΖ|¡ym $Êös% ©!$# (#θàÊÌø%r&uρ nο4θx.¨“9$# (#θè?#uuρ nο4θn=¢Á9$# (#θãΚŠÏ%r&uρ 4 ) Artinya:..........maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah SWT., berupa pinjamn yang baik.......(Q.S. alMuzammil: 20) Yang menjadi maksud landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk ”meminjamkan kepada Allah”, artinya untuk membelanjakan harta dijalan Allah. Selaras
dengan
meminjamkan
kepada
Allah,
kita
juga
diseru
untuk
“meminjamkan kepada sesama manusia”, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat (civil society).104 b. Al-Hadits
</ / 7/ ل7K <# و3?<= 2& @<& اB'4*د ان اv/ ()= ا (~ة/ 78HK,Jن آ7 آ$~? ا/ 7>~K 7-</ ~ضI Artinya :Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw . berkata ,”bukan seorang muslim ( mereka ) yang meminjamkan muslim ( lainnya ) dua kali kecuali yang satunya adalah ( senilai ) sedekah “ ( HR Ibnu Majah no.2421,kitab al-Ahkam; Ibnu Hibban dan Baihaqi )
AI< را# و3?<= 2 @<& ا2*ل ا#ل ر7K ل7K 47/ ( :z)= ا ~ض4 وا7847/~ ا v( K,J4 ا7(*H/ '4ب ا7( &<= &( ~ي#?< ا4 ن$ ل7K K,J4 ا/ u¡w~ض ا4ل ا7( 7/ uI~B 7I A<w ~ = ?z7-( ( 7D / $~ض اHI$ ~ضH-4 وا,'=ل و7I u74ا Artinya :Anas bin Malik berkata bahwa Rosulullah berkata ,”Aku melihat pada waktu malam di isra’kan, pada pintu surga tertulis : sedekah dibalas 10 kali lipat dan qardh 18 kali. Aku bertanya, “ Wahai Jibril, kenapa qardh lebih utama dari sedekah?’ Ia menjawab,”karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan.”(HR Ibnu Majah no. 2422, kitab al-Ahkam dan Baihaqi) 105 c. Ijma 132
104
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001),
105
Ibid, 132
42
Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seoarangpun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan didunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.106 3. Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh biasanya diterapkan sebagai hal berikut: a.
Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk
masa
yang
relatif
pendek.
Nasabah
tersebut
akan
mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu107. Seperti sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan
haji.
Nasabah
akan
melunasinya
sebelum
keberangkatannya kehaji.108 b.
Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangakan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.109 Sebagai pinjaman tunai (cast advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasanuntuk menarik uang
106
Ibid, 133 Ibid. 108 Karim, Adiwarman, Bank Islam analisis fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 106 109 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001), 132 107
43
tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikan sesuai waktu yang ditentukan. 110 c.
Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan.111
d.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.112
Fasilitas al-qardhul hasan ini diberikan kepada mereka yang memerlukan pinjaman konsumtif jangka pendek untuk tujuan-tujuan yang sangat urgen dan mendesak.selain itu juga diberikan kepada para pengusaha-pengusaha kecil yang kekurangan dana, tetapi memiliki prospek bisnis yang sangat baik.113 Untuk menghindarkan diri dari riba114 biaya administrasi pada peminjam al-qardhul hasan :115 a. Harus dinyatakan dalam bentuk nominal bukan persentase. b. Sifatnya harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak. 110 Karim, Adiwarman, Bank Islam analisis fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 106 111 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001) 132 112 Karim, Adiwarman, Bank Islam analisis fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 106 113 Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan dan lembaga-lembaga terkait (Jakarta: Raja Grafindo Persada , 1996), 40 114 Riba secara bahasa artinya tambahan atau pertumbuhan. Sedangkan menurut terminologi ilmu fiqih adalah tambahan khusus yangdimiliki salah satu dari dua pihak yang bertransaksi tanpa ada imbalan tertentu.(Abdullah al-Mushlih, Shalah ash-Shawi, Bunga Bank Haram? (Jakarta: Darul Haq, 2003), 1 115 Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan dan lembaga-lembaga terkait (Jakarta: Raja Grafindo Persada , 1996), 40
44
4. Sumber dana. Sifat al-qard yang tidak memberi keuntungan financial. Karena itu, pendanaan qard dapat diambil menurut kriteria sebagai berikut. a.
Al-qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah
secara cepat dan berjangka pendek. Talangan dana diatas dapat diambilkan dari modal modal bank.116 b.
A-qardh yang diperlukan untuk membantu usaha yang sangat kecil
dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan sedekah. Disamping sumber dana umat, para praktisi dan para ulama, melihat adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk qardh al- hasan. Yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di bank koresponden yang konvensional, bunga atasjaminan L/C di bank asing, dan sebagainya. Salah satu landasan yang digunakan untuk pertimbangan pemanfaatan dana-dana ini adalah kaidah akhafful dhararain (mengambil madharat yang lebih kecil. Hal ini mengingat jika dan umat islam dibiarkan dilembaga-lembaga nonmuslim mungkin dapat dipergunakan untuk sesutu yang merugikan islam., misalnya dana kaum muslimin Arab di bank-bank Yahudi Switzerland. Oleh karenanya, dana yang parkir tersebut lebih baik diambil dan dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana alam atau membantu dhu’afa.117
5. Manfaat al Qordh Manfaat akad al-qardh banyak sekali, antara lain: 133
116
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001)
117
Ibid, 133
45
a.
Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak
untuk mendapat talangan jangka pendek.118 b.
Al-qordh al- hasan merupakan salah satu ciri pembeda antara bank
syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial.119. c.
Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra
baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.120 Resiko dalam al-qardh terhitung tinngi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak di tutup dengan jaminan. Dan hanya didasari rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
BAB III
118
Ibid, 134 Qordh juga salah satu bentuk dari akad tabarru’ yang berfungsi untuk mendapatkan atau mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru’. Bila tujuan mendapatkan laba, maka gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.(Karim, Adiwarman, Analisi fiqh dan keuangan ( Jakarta: Raja grafindo persada, 2006), 70) 120 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001) 134 119
46
GAMBARAN UMUM LEMBAGA AMIL ZAKAT ”UMMAT SEJAHTERA” PONOROGO. A. Sejarah Berdirinya Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Lembaga Amil Zakat ” Ummat Sejahtera” Ponorogo berdiri sejak tanggal 5 November 2002, tetapi baru berpayung hukum dengan akta notaris : Sutomo, SH no. 03 pada tanggal 5 April 2006. Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo yang sering dikenal dengan sebutan LAZ ”Ummat Sejahtera” merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pengelolaan zakat, infaq, shodaqah, mengumpulkan dan menyalurkan (mendistribusikan) secara amanah, dan profesional kepada yang berhak menerima.121 Berdirinya Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” ini didasarkan pada kebutuhan dan keinginan atau itikad baik dalam menegakkan syi’ar agama Islam khususnya dalam bidang zakat, infaq dan shodaqoh. Dalam kurun waktu yang relatif singkat lembaga ini telah mampu menjadi mediasi bagi muzakki dan mustahiq. Sehingga bisa dikatakan bahwa lembaga ini telah menjalankan fungsi kelembagaan dalam syi’ar Islam khususnya menenai zakat, infaq dan shodaqah yang kurang dipahami sebagian besar umat Islam juga pemanfaatannya. Spirit untuk membangun ukhuwah Islamiyah dan mewujudkan kesejahteraan umat dalam naungan ridho Ilahi menjadi prinsip dalam setiap rancangan programprogram Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” ponorogo. Adapun program-program yang ditawarkan dari Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah sebagai berikut :122 1. Program Pendayagunaan Dana. 121
Wawancara dengan Bpk. Ichwan Andrianto, SE. LAZ, Profil Lembaga Amil Zakat Pengelola dan Konsultan Zakat Kabupaten Ponorogo,2. 122
47
a. Beasiswa Anak Yatim dan Tidak Mampu. Program pemberdayaan anak yatim dan tidak mampu dengan memberikan beasiswa guna membantu keberlangsungan pendidikan. b. Pinjaman Dana Usaha Bergulir. Program pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan pinjaman modal untuk usaha kecil. c. Peduli Da’i. Program layanan bagi para da’i dengan memberikan bantuan berupa dana kesejahteraan dan transport. d. Peduli Guru. Program layanan bagi para guru didaerah kota maupun desa terpencil dengan memberikan dengan bantuan berupa dana kesejahteraan, transport dan santunan prestasi. e. Kegiatan Dakwah. Program layanan bagi masyarakat dalam hal wawasan ke Islaman dengan menyelenggarakan ta’lim yang bersifat rutin maupun non rutin. f. Layanan Sosial. Program layanan bagi masyarakat dhu’afa dengan memberikan layanan pelatihan keterampilan, bantuan pangan, biaya pengobatan serta bantuan untuk daerah yang tertimpa bencana. 2. Program Layanan Donatur. a. SMS Konsultasi Zakat. Melayani konsultasi kepada para donatur tentang permasalahan yang berkaitan dengan zakat melalui via sms yang akan dijawab langsung
48
oleh dewan syari’ah Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu Drs. H. Samsudin, Lc. dan H.Luqman Hakim, Lc, M.Ag b. Kajian Akbar Interaktif. Forum interaktif bagi donatur dan umum untuk menambah wawasan dan pengetahuan keislaman, khususnya masalah zakat. c. Buletin Bulanan. Layanan buletin bulanan bagi para donatur yang berisikan laporan kegiatan dan penggunaan dana zakat, infaq, shodaqoh serta rubrik-rubrik yang bisa menambah wawasan keislaman. d. Layanan Zakat. Layanan jemput bola (ambil ditempat) bagi para donatur dan calon donatur oleh petugas dari Lembaga Amil Zakat. Donatur dan calon donatur cukup menghubungi nomor layanan zakat Lembaga Amil Zakat maka petugas akan datang ke alamat donatur dan calon donatur. e. Tabungan Qurban. Tabungan
sekaligus
layanan
untuk
para
donatur
guna
merencanakan niat sejak dini dalam hal qurban. f. Layanan Khusus. Sebagai lembaga yang independen dan profesional, Lembaga Amil Zakat menyediakan program layanan khusus yang bersifat temporary sesuai kesepakatan dengan pihak ketiga sebagai mitra sejajar. Dalam hal ini Lembaga Amil Zakat pernah bekerja sama dengan PT. TELKOM PONOROGO dalam penyaluran dana zakat, infaq, shodaqoh untuk kaum dhu’afa.
49
Dari keterangan diatas, ada satu hal yang perlu diketahui bahwa tidak serta merta lembaga ini mampu memasyarakat. Tetapi ada kendala-kendala yang dihadapi dalam pengoperasionalan khususnya dalam pengenalan dari peran lembaga ini. Salah-satu kendala-kendala tersebut adalah pencarian muzakki dan pengenalan produk. Kendala dalam pencarian muzakki ini banyak terjadi saat Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” mulai aktif bekerja setiap hari yakni mulai bulan Oktober 2006 yang pada bulan-bulan sebelumnya Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo hanya beroperasional dibulan Ramadhan saja. Sedangkan kendala dalam pengenalan produk yaitu masih banyak calon muzakki yang memahami kalau zakat itu hanya dilaksanakan pada bulan Ramadhan saja. Sementara setelah Ramadhan selesai seakan-akan masalah zakat turut selesai pula. Dengan proses silaturrahmi dan komunikasi yang intensif kepada calon muzakki, ini merupakan strategi bagus yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo untuk memberi solusi atas kendala yang paling urgen dalam pencarian dan pengenalan produk terhadap muzakki, Yakni pemahaman tentang zakat.123 Dengan semangat yang membara dan tekad yang kuat untuk menggapai ridho Illahi, Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo mulai dikenal masyarakat baik dari kalangan muzakki maupun masyarakat yang lain. Dan perkembangan pun mulai terlihat dari tahun ketahun. Berikut adalah data yang menunjukkan tentang perkembangan Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Dalam hal penerimaan dana dari Muzakki serta relasi penyaluran dana
123
Sejahtera”
Wawancara dengan saudara Bobby selaku karyawan Lembaga Amil Zakat “Ummat
50
yang diberikan Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo kepada mustahiq sekitar : Dana Yang Terkumpul Dari Muzakki Sumber Dana Zakat Fitrah Zakat Maal Infaq/ shadaqah Fidyah Jumlah
2005 5.717.700 54.679.000 11.891.800 2.230.500 74.519.000
2006 8.343.300 96.341.500 18.263.800 1.626.000 124.574.600
2007 7.735.750 116.743.450 36.540.500 2.504.600 163.524.300
Relasi Penyaluran Dana Produk Penyaluran Beasiswa Dana usaha bergulir Santunan Da’i Da’wah Kegiatan sosial Jumlah
2005
2006
2007
2.315.000 4.000.000
8.802.000 8.000.000
15.446.000 22.700.000
10.500.000 1.523.000 11.393.900 29.731.900
20.198.000 5.676.600 15.935.800 58.612.400
42.617.000 7.765.100 21.597.750 110.125.850
Dalam mensukseskan program kerja tersebut, lembaga ini selalu didukung oleh para tenaga kerja yang handal dan profesional serta dituntut untuk mampu bertanggung-jawab baik dihadapan atasan, muzakki serta bertanggung jawab kepada Allah khususnya. Berikut susunan
organisasi Lembaga Amil Zakat
”Ummat Sejahtera” Ponorogo :124 Dewan Syariah : Drs. H. Samsuddin, Lc. Anggota
: H. Mulyono Jamal, MA. H. Luqman Hakim, Lc, M.Ag. Drs. Muh. Fajar Pornomo, M.Si. Ahmad Iswahyanto, SH.
124
LAZ, Profil Lembaga Amil Zakat Pengelola dan Konsultan Zakat Kabpaten Ponorogo, 1
51
Pengurus Harian : - Direktur
: Ichwan Andrianto, SE.
- Sekretaris
: Fuad Asy’ari, SE.
- Devisi Marketing dan Produk : Suyanto. - Devisi Program
: Imanurdin.
- Devisi Accounting
: Yanuar Arfianto, AMd.
Tak lupa dalam setiap lembaga seperti ini pasti memiliki visi dan misi. Adapun visi Lembaga Amil Zakat “ Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah menjadi lembaga pengelola dan konsultan zakat, infaq dan shodaqoh yang independen, amanah serta profesional.125 Independen
: tidak terkait dengan organisasi atau partai politik manapun.
Amanah
:menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan tujuan dan harapan muzakki/ donatur.
Profesional
:bertanggung-jawab
dan
siap
mempertanggung-jawabkan
tugasnya dengan segala konsekwensinya baik dihadapan manusia maupun Allah SWT. Sedangkan misi dari Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah membangun ukhuwah Islamiyah serta mewujudkan kesejahteraan ummat dalam naungan ridho Ilahi.
B. Gambaran Umum Tentang Pinjaman Dana Usaha Bergulir. Pinjaman Dana Usaha Bergulir merupakan salah satu program penyaluran dana yang dirancang oleh Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo.
125
Wawancara dengan Bpk. Ichwan Adrianto, SE.
52
Pinjaman ini di program untuk pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan pinjaman modal untuk usaha kecil. Seperti untuk usaha berdagang, bertani, berternak atau usaha kecil lainnya. Dengan tujuan agar mampu memberikan suntikan motivasi sehingga bisa menggairahkan semangat masyarakat tak mampu untuk melakukan usaha yang ujung-ujungnya bisa meringankan beban hidup mereka dalam pemenuhan kebutuhan. Selain itu agar supaya mereka tidak pasrah pada keadaan atau takdir dalam mencari rizki Allah SWT.126 Sedangkan sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan pinjaman dana usaha bergulir diambil dari dana zakat maal. Untuk besaran pinjaman yang mampu diberikan Lembaga Amil zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo berbeda dengan apa yang dipinjamkan oleh bank-bank atau lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam jasa keuangan. Dengan alasan karena masih terbatas dan minimnya dana yang terhimpun dari muzakki yang ada disekitar Ponorogo. Adapun jumlah batas maksimal pinjaman yang diberikan oleh Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo kepada peminjam adalah Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per kepala.127 Sistem angsuran yang diterapkan Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo sangat mudah dan ringan. Karena jenis pinjaman dana usaha bergulir ini termasuk dalam jenis pinjaman lunak tanpa bunga. Yakni hanya mensyaratkan dana tersebut kembali secara utuh. Misalnya : peminjam diberi pinjaman oleh pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo sebesar Rp 2.000.000,00 (dua Juta Rupiah). Maka peminjam harus mengembalikan 126 127
Sejahtera”
Wawancara dengan Bpk. Yanuar Arfianto, AMd. Selaku devisi Accounting. Wawancara dengan Saudara Bobby selaku karyawan di Lembaga Amil Zakat “Ummat
53
pinjaman tersebut sebesar Rp 2.000.000,00. Dalam artian tidak menggunakan sistem bunga atau yang lainnya yang berdampak pada pengembalian yang lebih. Hal ini diperkuat dengan ucapan salah satu pengguna jasa pinjaman dana usaha bergulir yakni bapak heri yang beralamatkan Slahung, Ponorogo. bahwa ”pinjaman ini benar-benar memberi kemudahan bagi para penggunanya dan tidak ada bunga sama sekali. Sedangkan pengembaliannya adalah dengan cara sistem mengangsur setiap bulan atau berapa bulan sekali sesuai dengan kesepakatan antara pengguna pinjaman dana usaha bergulir dengan pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo . Namun apabila dalam pengembalian seperti dalam kesepakatan mengalami kendala, misalnya peminjam wajib mengangsur stiap bulan, dan peminjam tidak bisa mengembalikan atau mengangsur, maka bisa diangsur bulan berikutnya sampai akhirnya peminjam memiliki harta/ uang untuk mengangsur. Yang terpenting adalah keterbukaan antara peminjam dengan pihak Lembaga Amil Zakat. 128 C. Penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Dalam penentuan kriteria yang dapat memperoleh pinjaman dana usaha bergulir, Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo sangat teliti dan berhati-hati. Hal ini diharapkan agar dana yang diambil dari harta zakat yang digunakan untuk pinjaman tersebut tidak salah orang dan bisa dipertanggung jawabkan. Adapun kriteria masyarakat pengguna yang disyaratkan oleh Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah sebagai berikut :129
128 129
Sejahtera”
Wawancara dengan Bpk. Ichwan Adriyanto, SE. Wawancara dengan Saudara Bobby selaku karyawan di Lembaga Amil Zakat “Ummat
54
1. Kelompok masyarakat tidak mampu yang sudah memiliki usaha. 2. Kelompok masyarakat tidak mampu yang belum memiliki usaha atau pekerjaan. Sedangkan tata cara bagi calon pengguna yang berkeinginan untuk mendapatkan pinjaman dana usaha bergulir, pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo memberikan tahapan-tahapan atau proses-proses yang harus dilewati, antara lain:130 1. Proses awal berupa pengajuan proposal yang berisikan surat pengajuan bantuan pinjaman, data diri, serta informasi usaha yang akan dilakukan peminjam. 2. Proses kedua berupa survei tempat pengaju pinjaman(calon peminjam). Hal ini bertujuan agar orang tersebut benar-benar layak untuk diberi pinjaman atau tidak. 3. Proses ketiga berupa rapat pekanan yang membahas tentang putusan layak tidaknya calon peminjam tersebut untuk mendapatkan dana pinjaman usaha bergulir. 4. Proses keempat baru merupakan pencairan atau pemberian dana serta halhal lain yang menyangkut dengan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan dalam
pinjaman
tersebut.
Seperti
kesepakatan
mengangsur
atau
pengembalian pinjaman bagi para peminjam yang sudah disahkan dalam rapat pekanan diatas. D. Wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo.
130
Wawancara dengan Saudara Bobby.
55
Dalam pemilihan kriteria peminjam dana usaha bergulir, pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo memang sangat teliti. Karena jangan sampai dana zakat maal yang digunakan untuk pinjaman dana usaha bergulir ini jatuh pada orang yang tidak berhak. Sehingga pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo selalu berhati-hati dalam mengesahkan calon peminjam dana usaha bergulir. Walaupun dalam program pinjaman dana usaha bergulir para calon diseleksi seketat mungkin, tapi dalam kenyataannya pernah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam dana usaha bergulir tersebut. Peminjam tersebut tidak bisa mengangsur sesuai dengan kesepakatan. Langkah awal yang dilakukan pihak Lembaga Amil Zakat adalah selalu memberi kemudahan dengan mencarikan solusi terhadap kesulitan-kesulitan yang mengarah pada ketidak mampuan peminjam dalam mengangsur pinjaman tersebut. Agar supaya peminjam tidak merasa terbebani oleh masalah tersebut. Bulan selanjutnya untuk mengangsur telah tiba, peminjam tidak bisa mengembalikan lagi (mengangsur) pinjaman tersebut. Dalam hal ini, pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” masih bersabar dengan tetap memberi kemudahan dan masukan-masukan yang bersifat positif agar peminjam tergugah hatinya untuk bisa mengangsur bulan selanjutnya serta tergugah hatinya agar mau bekerja keras untuk mendapat rizki Illahi. Waktu mengangsur telah tiba, peminjam pun belum bisa mengembalikan pinjaman tersebut. Mengingat upaya dari pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” sudah memperingatkan dan mencarikan solusi belum ada hasilnya. Maka hasil akirnya dalam keputusannya adalah pihak Lembaga Amil Zakat
56
”Ummat Sejahtera” Ponorogo mengiklaskan dana yang dipinjam oleh pengguna jasa tersebut. Dengan alasan bahwa ini merupakan dana ummat, dari ummat, dan untuk ummat. Dengan kata lain, pinjaman dana usaha bergulir yang bersumber dari zakat tersebut merupakan hak atau tabungan para mustahiq yang kemudian dikumpulkan dan dikelola serta dikembangkan oleh pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo untuk mereka pula.131
BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP PINJAMAN DANA USAHA BERGULIR DI LEMBAGA AMIL ZAKAT ”UMMAT SEJAHTERA” PONOROGO
131
Wawancara dengan Bpk. Ichwan Adriyanto, SE.
57
A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pinjaman Dana Usaha Bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Dalam pembahasan ini penulis ingin memperjelas bagaimana sebetulnya Islam memberikan pandangan dalam menyikapi sebuah masalah mengenai pinjaman dana usaha bergulir yang diterapkan oleh sebuah Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam hal pendayagunaan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqah). Dalam pendayagunaan dana ini, Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo mempunyai sebuah program penyaluran dana yang diberi nama dengan sebutan ”Pinjaman Dana Usaha Bergulir”. Pinjaman ini merupakan program pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan pinjaman modal untuk usaha kecil. Sumber dana yang diambil adalah berasal dari zakat maal. Pinjaman ini bersifat lunak dan tidak terdapat unsur bunga yang akhirnya dapat mengakibatkan pengembalian secara lebih. Sehingga jika peminjam hutang Rp 1.000.000,00 maka kembali Rp 1.000.000,00 dan ini benar-benar dapat membantu para pengguna jasa pinjaman dana usaha bergulir tersebut. Yang menjadi masalah adalah benarkah Islam memperbolehkan dana
zakat maal digunakan untuk pinjaman dana usaha
bergulir? Di dalam rumusan fiqih, zakat sering kali disebut dengan al-ibadah almaly , yaitu pengabdian kepada Allah dalam bentuk pembelanjaan harta benda atau dalam teologi kontemporer disebut sebagai ibadah yang mengandung dimensi sosial. Zakat merupakan manifestasi hubungan antara manusia dengan manusia,
58
dengan prinsip mentransferkan harta dari yang kaya untuk yang miskin.132 Adapun salah satu prinsip zakat adalah prinsip produktifitas (produtivity) dan kematangan yang menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.133 Dalam pendayagunaan, zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak. Sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini berarti, Zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif. (BAB V, Pasal 16 UU No. 38 tahun 1999134).135 Selain itu, tujuan zakat salah satunya adalah
membangun kesejahteraan umat, yakni zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan
membangun
pertumbuhan
ekonomi
sekaligus
pemerataan
pendapatan, economic with equaty.136 Sedangkan
menurut
sebagian
ulama
sekarang,
mereka
telah
memperbolehkan memberikan hutang yang baik dengan harta dari zakat, yaitu 132
Muhammad, Dasar-Dasar keuangan Islami (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 200. Ibid. 134 BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 berbunyi: (1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.(http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1999/3899.pdf) 135 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press, 2004), 216 136 Ibid, 14 133
59
hutang yang tidak mengandung unsur riba. Kebolehan itu atas dasar penyamaan dibolehkannya meminjamkan kepada orang yang mempunyai hutang.137 Diantara mereka yang berpendapat demikian adalah : Al-Ustazd M. Abu Zahrah, Abd. Wahhab Khalaf, Abdurrahman Hasan. Mereka berpendapat bila hutang yang baik saja bisa diberi harta zakat, maka tentunya akan diperbolehkan bila diberikan untuk menghutangi dengan bebas dari unsur riba, kemudian dikembalikan ke baitul maal.138 Yusuf Qardhawi dalam kitab zakatnya cenderung berpendapat demikian dituliskannya sebagai berikut : ” Saya berkeyakinan bahwa qiyas yang benar dan maksud umum dalam ajaran Islam adalah memperbolehkan kepada kita untuk memberikan pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkannya dari bagian gharim. Tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya dan dikeluarkan dari barkas khusus sehingga dengan itu zakat bisa dibagikan dengan praktis dan memerangi riba serta menghapuskan segala bentuk bunga ribawi.139 Dari beberapa alternatif diatas penulis dapat menarik benang merah bahwa harta zakat boleh digunakan untuk pinjaman dana usaha bergulir karena sesuai dengan prinsip dan tujuan zakat. Sedangkan dalam operasionalnya model pembiayaan ini benar-benar jauh dari konsep riba. B. Analisis Tentang tinjauan Hukum Islam Terhadap Penentuan Kriteria Yang Berhak Menerima Dana Pinjaman Dana Usaha Bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo.
137 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat (Semarang: Dina Utama Semarang,1983), 20. 138 Ibid, 20 139 Ibid, 20.
60
Dalam menentukan kriteria yang dapat memperoleh pinjaman dana usaha bergulir, Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo sangat teliti dan berhati-hati. Hal ini diharapkan agar dana yang diambil dari harta zakat yang digunakan untuk pinjaman tersebut tidak salah orang dan bisa dipertanggung jawabkan. Adapun kriteria masyarakat pengguna yang disyaratkan oleh Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo adalah sebagai berikut :140 3. Kelompok masyarakat tidak mampu yang sudah memiliki usaha. 4. Kelompok masyarakat tidak mampu yang belum memiliki usaha atau pekerjaan. Sedangkan tata cara atau syarat yang diajukan oleh pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo kepada calon peminjam adalah Proses awal berupa pengajuan proposal yang berisikan surat pengajuan bantuan pinjaman, data diri, serta informasi usaha yang akan dilakukan peminjam. Proses kedua berupa survei tempat pengaju pinjaman(calon peminjam). Hal ini bertujuan agar orang tersebut benar-benar layak untuk diberi pinjaman atau tidak. Dalam teori qardhul hasan, akad ini juga disebut dengan Akad tabarru’ yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Yang mana transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ barasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad ini, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. 140
Sejahtera”
Wawancara dengan Saudara Bobby selaku karyawan di Lembaga Amil Zakat “Ummat
61
Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Selain itu dijelaskan bahwa bahwa qardhul hasan ini merupakan pinjaman yang diberikan kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Dan juga diberikan kepada para pengusaha-pengusaha kecil yang kekurangan dana, tetapi memiliki prospek bisnis yang sangat baik. Adapun sumber hukum (al-qur’an, sunnah, dan ijma') termuat maksud agar
kita
diseru
untuk
”meminjamkan
kepada
Allah”,
artinya
untuk
membelanjakan harta dijalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada sesama manusia”, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat (civil society). (Surat al-Muzammil: 20, al-Baqarah 245, al-Hadid :11) 141 Dan dalam ijma’, para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan didunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.142 Dari beberapa keterangan diatas maka penulis mengelompokkan qardul hasan menjadi beberapa point antara lain menjelaskan bahwa qardhul hasan :
132
141
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta : Gema insani, 2001),
142
Ibid, 133
62
1.
Diberikan kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft) dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif.
2.
Diberikan kepada para pengusaha-pengusaha kecil yang kekurangan dana, tetapi memiliki prospek bisnis yang sangat baik.
3.
Bertujuan untuk tolong-menolong serta membelanjakan harta di jalan Allah.
Meninjau dari beberapa point diatas maka dalam qardhul hasan belum tercantum kriteria yang berhak menerima pinjaman ini secara signifikan. Tetapi masih bersifat global dalam penentuan kriteria yang berhak menerima pinjaman model ini. Seperti yang tertera dari tiga poin yang peneliti tawarkan diatas. Sehingga dalam menentukan kriteria yang berhak menerima pinjaman qardhul hasan tergantung pada kebijakan pihak lembaga yang menerapkan model pembiayaan ini. Seperti halnya kriteria yang ditawarkan pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Mengenai kriteria Kelompok masyarakat tidak mampu yang sudah memiliki usaha maka penulis mengelompokkan itu sebagai pengusaha kecil yang membutuhkan dana. Sedangkan kelompok masyarakat tidak mampu yang belum memiliki usaha atau pekerjaan. Maka penulis mengelompokkan itu sebagai golongan yang memeliki prospek bisnis kedepan yang sangat bagus. Karena diperkuat dengan adanya syarat yang ditentukan oleh pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat
Sejahtera”
ponorogo
dalam
proses
pengajuan
proposal
guna
mendapatkan pinjaman dana usaha bergulir. Selain itu diperkuat lagi bahwa tujuan
63
qardhul hasan adalah untuk saling tolong-menolong antar sesama manusia dan membelanjakan harta dijalan Allah. Dalam point pertama yakni dana qardhul hasan diberikan kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft). Dalam hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan dana pinjaman usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” masih belum menjamah pada point tersebut. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa penentuan kriteria pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo sudah mendekati sempurna atau sudah sesuai dengan hukum Islam. Walaupun ada point yang belum tersentuh seperti dana qardhul hasan diberikan kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft). C. Analisa Tinjauan Hukum Islam terhadap Wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. Seperti yang pernah dikatakan oleh saudara Ichwan Andriyanto,SE. selaku direktur Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo yakni bahwa pernah terjadi kasus yang menyatakan bahwa salah satu peminjam melakukan hal-hal diluar kesepakatan yakni tidak mengembalikan pinjaman tersebut. Sehingga sampai akhirnya dari pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo mengikhlaskan pinjaman tersebut dengan dalih bahwa pada dasarnya dana tersebut adalah hak mereka (mustahiq). Dalam pengertian al-qardh, qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, al-qardh dikategorikan
64
dalam transaksi kebajikan atau tabarru atau ta’awuni.143 Yakni Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ barasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad ini, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counterpart-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Seperti dalam ungkapan ”Memerah susu kambing sekedar untuk biaya memelihara kambingnya”. 144 Sedangkan dalam dunia perbankan qardh sering disebut dengan qordh alhasan yakni perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk membantu penerima pinjaman. Penerima pinjaman wajib mengembalikan hutangnya dalam jumlah yang sama dan apabila peminjam tidak mampu mengembalikan pada waktunya maka peminjam tidak boleh dikenai sanksi. Atas kerelaannya peminjam diperbolehkan memberi imbalan kepada pemilik barang atau uang.145 Dari keterangan diatas, maka tampak jelas bahwa seorang peminjam atau pengguna
jasa
pembiayaan
qardhul
hasan
memiliki
kewajiban
untuk
mengembalikan dana yang dipinjam sesuai dengan jumlahnya walaupun dalam 143
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil(BMT) ( Yogyakarta: UII Press, 2005), 175. 144 .Karim Adiwarman, Analisa Fiqih dan Keuangan (Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2006), 66. 145 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), 11
65
pengembaliannya mengalami kendala. Sehingga tidak ada istilah sanksi yang dibebankan kepada peminjam. Meninjau dari keterangan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa menurut hukum Islam (qardhul hasan) wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo ditinjau dari hukum Islam (qardh al hasan) maka peminjam berkewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. 1. Pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo ditinjau dari hukum Islam ”boleh” baik dari segi penggunaan dana
66
zakat maupun pelaksanaannya. Karena sesuai dengan prinsip dan tujuan daripada zakat. Serta dalam pelaksanaannya bebas dari unsur riba. 2. Penentuan kriteria pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo ditinjau dari hukum Islam (qardhul hasan) sudah mendekati sempurna atau sudah
sesuai dengan hukum Islam.
Walaupun ada point yang belum tersentuh seperti dana qardhul hasan diberikan kepada pihak kedua untuk kebutuhan mendesak atau sebagai dana talangan (over draft). 3. Wanprestasi yang terjadi dalam pinjaman dana usaha bergulir di Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo ditinjau dari hukum Islam (qardh al hasan) maka peminjam berkewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut kepada Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo. B. Saran-Saran 1. Pinjaman dana usaha bergulir merupakan program penyaluran dana yang diambil dari dana zakat. Dalam hal ini penulis menyarankan supaya dana tersebut benar-benar tersalurkan dengan tepat pada sasaran dan bisa bermanfaat bagi peminjam (mustahiq) . 2. Hendaklah diharapkan kepada Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo agar kedepannya untuk tidak terfokus pada fakir dan miskin dalam pendayagunaan pinjaman dana usaha bergulir. Sehingga bisa mengembangkan sayap dalam mengoperasionalkan dari pada visi dan misi. 3. Untuk menghindari dari pada wanprestasi yang terjadi maka penulis berharap agar pihak Lembaga Amil Zakat ”Ummat Sejahtera” Ponorogo
67
lebih teliti dalam mengambil keputusan, dan mensurvei dengan tepat agar tidak keliru untuk kedua kalinya. Dan terlebih-lebih memberi pembinaan kepada calon pengguna dana pinjaman usaha bergulir.
DAFTAR PUSTAKA Amir, Syarifuddin. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana, 2003. A. Hasan. Bulughul Maram. Bandung : CV Diponegoro, 1999. Abdullah al-Mushlih, Shalah ash-Shawi. Bunga Bank Haram?. Jakarta: Darul Haq, 2003. Ahmad Abd. Majid. Masa’il fiqhiyah 1. Pasuruan, Jawa Timur : 1995.
68
Didin Hafiduddin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani, 2002. DEPAG RI. Al-Quran dan Terjemahan. Surabaya: Mahkota,1989. Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:Ekonisia UII Press, 2005. http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/uu/1999/38-99.pdf) http://www.suaramerdeka.com, Hendi Suhendi. Fiqih Mu’amalah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005. http://www.jawhar.gov.my/dokumentasi/Perincian Asnaf Fakir dan Miskin Hafizh Al Munzdiry. Terjemahan Sunan Abu Dawud. Semarang : CV. ASY SYIFA’, 1992. Isriani Hardini, Giharto. Kamus Perbankan Syariah. Bandung : Marja, 2007. Imam Zarkasyi. Fiqh 1. Gontor : Trimurti Press ,1995. Juanda, Gustian. Pelaporan Zakat pengurang pajak penghasilan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2006. Karim Adiwarman. Analisa Fiqih dan Keuangan. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2006. LAZ. Profil LEMBAGA AMIL ZAKAT Pengelola dan Konsultasi Zakat Kabupaten Ponorogo Lamuddin Nasution. Fiqih Ibadah. Pamulang Timur, Ciputat : PT Logos wacana ilmu, 1999. Muhammad Ridwan. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. yogyakarta : UII Press, 2004. Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera Basritama, 2000. Ma’ruf Asrori. Matan Ghayah Wa Taqrib Ringkasan Fiqih Islam. Surabaya: Al Miftah, 2000. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris. Kajian Kritis Pendayagunaan Zakat. Semarang: Dina Utama Semarang, 1983. Muhammad. Dasar-Dasar keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia, 2004. .................. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2005. Rahman Ritonga dan Zainuddin. Fiqih Ibadah. Jakarta : Gaya Media
69
Pratama, 2002. Rahmat Syafe’I. Fiqih Muamalah. Bandung :pustaka setia, 2001. Rafiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta : PT Grafindo Persada, 2003. Syafi’i Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta : Gema insani, 2001. Sumitro, Warkum. Asas-asas perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait. Jakarta : Raja Grafindo Persada,1996. Sahri Muhammad. Mekanisme Zakat Permodalan Masyarakat kecil. Malang: Bahtera Press,2006. Wahab Al-Zuhayly, Zakat kajian berbagai Mazhab. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000. Yasin Ibrahim al-Syaikh. Cara Mudah Menunaikan Zakat. Bandung: Pustaka Madani, 1998. Zainuddin Hamidy dkk. Shahih Bukhari jilid 1. Jakarta : Widjaya, 1983.