8 Desember 2016
UNIVERSITAS HASANUDDIN
SINTESIS TRANS 1,3-DIFENIL-2-PROPEN-1-ON MELALUI REAKSI KONDENSASI CLAISEN-SCHMIDT TERKATALIS BASA MENGGUNAKAN PELARUT DIKLOROMETANA DAN UJI TOKSISITAS TERHADAP ARTEMIA SALINA L. Annisa Nur Khaeruni*, Firdaus, Nunuk Hariani Soekamto Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Makassar, korespondensi*:
[email protected] ABSTRAK Penelitian tentang efektivitas pelarut diklorometana pada sintesis senyawa trans-1,3difenil-2-propen-1-on melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt menggunakan dua katalis yang berbeda yaitu NaOCH3 dan NaH telah dilakukan. Reaksi dilakukan pada suhu 39,6°C selama 5 jam dengan perbandingan katalis : substrat 1 : 2. Identifikasi produk reaksi dilakukan dengan metode spektroskopi FTIR dan NMR. Penggunaan pelarut diklorometana dengan katalis NaOCH3 memberikan rendemen sebesar 23,7% dan penggunaan katalis NaH memberikan rendemen sebesar 25%. Hasil uji toksisitas senyawa target menunjukkan aktivitas toksisitas sangat aktif terhadap Artemia salina L. dengan nilai LC50 0,11 µg/mL. Kata kunci: trans-1,3-difenil-2-propen-1-on, kondensasi Claisen-Schmidt, katalis basa, toksisitas, Artemia salina L., diklorometana.
ABSTRACT The research about effectiveness of dichloromethane solvent on synthesizing the compound trans-1,3-diphenyl-2-propene-1-on through the Claisen-Schmidt condensation reaction using two different catalysts are NaOCH3 and NaH has been done. The reaction is conducted at a temperature of 39,6°C for 5 hours with a ratio of catalyst: substrate 1: 2. Identification of the reaction product was conducted using FTIR spectroscopy and NMR. Dichloromethane solvent usage by giving NaOCH3 catalyst yield of 23,7% and the use of the catalyst NaH give a yield of 25%. The toxicity test target compounds show activity very active toxicity against Artemia salina L. with LC50 values of 0,11 mg/mL. Keywords:
1|Page
trans-1,3-diphenyl-2-propene-1-on, condensation Claisen-Schmidt, alkaline catalyst, toxicity, Artemia salina L., dichloromethane.
Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
PENDAHULUAN Kanker dianggap salah satu penyakit yang paling berbahaya karena karakteristik bawaan dari sel-sel kanker yang dapat berkembang biak secara abnormal, dapat menghindari apoptosis sel, serta dapat menyerang dan bermetastasis (Hiss dan Gabriels, 2009). Berbagai macam senyawa telah banyak dikembangkan untuk mengatasi kanker, namun senyawa-senyawa tersebut kurang memberikan hasil yang memuaskan. Obat antikanker yang telah ada saat ini selain bertindak sebagai antikanker juga dapat merusak sel-sel normal. Oleh karena itu, perlu metode pengobatan lain dengan pemakaian obat-obatan anti kanker dari senyawa aktif. Kalkon termasuk dalam senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang dapat ditemukan pada beberapa jenis tumbuhan. Senyawa kalkon dan turunannya dikenal memiliki beragam aktivitas biologis yang menarik, seperti, antitumor, sitotoksik, antioksidan, dan antikanker. Senyawa kalkon hasil isolasi dari alam biasanya memiliki subtituen pada salah satu cincin ataupun pada kedua cincin rangka utama, yaitu gugus hidroksil, metoksi, dan alkenil (Andersen dan Markham, 2006). Dalam bidang sintesis, senyawa kalkon telah banyak digunakan untuk membuat berbagai macam senyawa heterosiklik dan senyawa turunan lainnya yang juga memiliki aktivitas biologis yang menarik. Oleh karena itu, senyawa-senyawa analog kalkon dan turunannya banyak dijadikan sebagai molekul target untuk mendapatkan senyawa aktif yang berpotensi menjadi obat khususnya sebagai obat antikanker (Karthikeyan dkk., 2015). Proses isolasi senyawa kalkon dari alam membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia sebagai anti kanker. Sehingga senyawa kalkon lebih banyak diproduksi melalui proses sintesis. 2|Page
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Umumnya, senyawa kalkon yang telah berhasil disintesis memiliki variasi subtituen yang berbeda yang dapat mempengaruhi aktivitas senyawa tersebut. Subtituen pada kedua cincin mempengaruhi kerapatan elektron di daerah gugus etilen keto (-COCH=CH-) pada rantai utama sehingga senyawa turunan kalkon memiliki bermacam-macam aktivitas bergantung dari subtituen yang diikat pada kedua cincin. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu adanya efek sterik dan besarnya ukuran molekul sehingga senyawa sulit untuk terabsorpsi oleh sel target. Suatu molekul memiliki sifat aktivitas yang baik apabila senyawa tersebut dapat diabsorpsi dan mudah berinteraksi dengan sel target hingga menyebabkan kematian sel. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar senyawa dapat terabsorpsi dengan baik, diantaranya adalah memperkecil ukuran molekul serta menurunkan sifat kepolaran senyawa. Dengan demikian, senyawa harus melepas seluruh subtituen pada cincin aromatik agar memiliki kemampuan daya tembus melewati membran sel (lipid) (Shargel dan Yu, 1985). Secara struktural, pernyataan tersebut bersesuaian dengan struktur senyawa trans1,3-difenil-2-propen-1-on. Sintesis senyawa trans-1,3-difenil-2propen-1-on dilakukan melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt menggunakan prekursor benzaldehida dan asetofenon. Reaksi dilakukan dengan menggunakan katalis basa dalam pelarut diklorometana. Penggunaan pelarut diklorometana dimaksudkan untuk menghindari terjadinya reaksi antara pelarut dan katalis yang dapat menurunkan persentase rendemen produk. Aktivitas senyawa trans-1,3-difenil-2propen-1-on akan dinilai dengan uji toksisitas melalui metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji BSLT dipilih berdasarkan pada sebagian besar senyawa antikanker adalah senyawa yang bersifat toksik, walaupun pengujian ini tidak spesifik Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
untuk antikanker tetapi merupakan indikator sitotoksik yang baik (Meyer dkk., 1982). METODE PENELITIAN Senyawa trans-1,3-difenil-2-propen-1-on dengan katalis NaOCH3 Diklorometana 35 mL dan metanol 5 mL dicampurkan ke dalam labu alas bulat yang telah dialiri gas nitrogen ke dalam labu selama beberapa menit untuk menghilangkan uap air dalam labu alas bulat. Larutan tersebut ditambahkan NaOCH3 0,3 g (0,005 mol) sambil diaduk sampai larut. Asetofenon 1,17 mL (0,01 mol) dimasukkan ke dalam larutan sambil diaduk. Kemudian benzaldehida 1,02 mL (0,01 mol) dimasukkan ke dalam campuran. Pengadukan dilakukan selama 5 jam pada suhu 39,6°C. Hasil refluks kemudian dikeringkan dari pelarutnya pada suhu ruang. Filtrat kering yang tersisa dikristalisasi dengan kontak terhadap akuades dingin sambil disaring. Kemudian kristal yang terbentuk direkristalisasi dengan akuades panas lalu didinginkan. Kristal disaring dan dicuci menggunakan akuades dingin beberapa kali. Kristal yang dihasilkan selanjutnya diuji kemurnian dengan KLT dan melting point. Kristal dianalisis secara spektroskopi (FTIR & NMR), dan ditentukan persentase rendemennya. Senyawa trans-1,3-difenil-2-propen-1-on dengan katalis NaH Diklorometana 35 mL dimasukkan terlebih dahulu ke dalam labu alas bulat yang telah dialiri gas nitrogen ke dalam labu selama beberapa menit untuk menghilangkan uap air dalam labu alas bulat. Larutan tersebut ditambahkan NaH 0,1 g (0,005 mol) sambil diaduk. Kemudian asetofenon 1,17 mL (0,01 mol) sambil terus diaduk. Kemudian benzaldehida 1,02 mL (0,01 mol) dimasukkan ke dalam campuran dan pengadukan dilanjutkan selama 5 jam pada suhu 39,6°C. Hasil refluks kemudian 3|Page
UNIVERSITAS HASANUDDIN
dikeringkan dari pelarutnya pada suhu ruang. Filtrat kering yang tersisa dikristalisasi dengan kontak terhadap akuades dingin sambil disaring. Kemudian kristal yang terbentuk direkristalisasi dengan akuades panas lalu didinginkan. Kristal disaring dan dicuci menggunakan akuades dingin beberapa kali. Kristal yang dihasilkan selanjutnya diuji kemurnian dengan KLT dan melting point. Kristal dianalisis secara spektroskopi (FTIR & NMR), dan ditentukan persentase rendemennya. Uji Toksisitas (Muaja dkk., 2013). Telur Artemia salina ditetaskan dalam wadah yang berisi 2 L air laut buatan dengan diberi penerangan lampu pijar serta dilengkapi dengan aerator. Telur A. salina akan menetas dan menjadi larva setelah 48 jam. Benur yang menetas akan tertarik ke cahaya. Selanjutnya larva tersebur akan digunakan untuk uji toksisitas. Berdasarkan Meyer, et al. (1982), maka variasi konsentrasi larutan uji yang dibuat untuk BLST adalah : 10-3 μg/mL, 10-4 μg/mL, 10-5 μg/mL. Ekstrak ditimbang 0,1 mg, dilarutkan dalam 10 mL diklorometana, hingga diperoleh konsentrasi larutan stok 10 μg/mL. Agar konsentrasi larutan uji dapat dibuat, maka larutan 10 μg/mL diencerkan menjadi 5 mL dengan konsentrasi 1 μg/mL. Larutan uji dengan konsentrasi -3 10 μg/mL dibuat dengan memipet 0,005 mL larutan stok ke dalam vial uji, pelarutnya dibiarkan menguap terlebih dahulu lalu ditambahkan beberapa tetes air laut. Kemudian disiapkan larutan stok 10-3 μg/mL dengan memipet 10-2 mL dari larutan 1 μg/mL dan diencerkan menjadi 10 mL dengan diklorometana. Larutan uji dengan konsentrasi 10-4 μg/mL dibuat dengan memipet 0,5 mL larutan konsentrasi 10-3 μg/mL ke dalam vial uji, pelarutnya dibiarkan menguap terlebih dahulu lalu ditambahkan beberapa tetes air laut. Larutan Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
uji dengan konsentrasi 10-5 μg/mL dibuat dengan memipet 0,05 mL larutan konsentrasi 10-3 μg/mL ke dalam vial uji, pelarutnya dibiarkan menguap terlebih dahulu lalu ditambahkan beberapa tetes air laut. Untuk kontrol digunakan air laut dan pelarut diklorometana dengan perlakuan yang sama dengan sampel. Larva A. salina dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam masing-masing vial. Volumenya dicukupkan dengan ditambahkan air laut buatan hingga mencapai batas kalibrasi 5 mL. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi larutan uji dan kontrol. Kematian larva udang diamati setelah 24 jam. Analisis Data Uji Toksisitas Pengaruh pemberian senyawa hasil sintesis terhadap larva Artemia salina dapat dilihat dengan melakukan perhitungan statistik analisis probit. Perhitungan ini dilakukan dengan membandingkan antara larva yang mati terhadap jumlah larva keseluruhan sehingga dapat diperoleh persen kematian. Kemudian dilihat dalam tabel nilai probit. Dari nilai tersebut akan diketahui nilai probit dan dimasukkan dalam persamaan regresi sehingga didapat nilai LC50. Persamaan Regrresi: y = a + bx LC50 = 10x Ket: x : Log konsentrasi y : Nilai Probit a : Intercept (garis potong) b : Slope (kemiringan garis regresi linear) HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis senyawa trans-1,3-difenil-2propen-1-on diperoleh mekanisme reaksi kondensasi Claisen-Schmidt terkatalis basa dimulai dengan katalis basa mengabtsraksi 4|Page
UNIVERSITAS HASANUDDIN
hidrogen alfa pada asetofenon membentuk ion enolat, kemudian enolat yang telah terbentuk akan bereaksi dengan gugus karbonil benzaldehida membentuk sistem aldol. Reaksi ini diakhiri dengan pelepasan molekul air (H2O) (Singh dkk., 2011b). Dalam reaksi tersebut, digunakan pelarut diklorometana yang memiliki sifat polar aprotik sehingga dapat mengurangi reaksi samping antara pelarut dan katalis. Senyawa trans-1,3-difenil-2-propen-1on yang diperoleh berbentuk padatan berwarna kuning muda dengan perolehan rendamen sebesar 23,7% (katalis NaOCH3) dan 25% (katalis NaH). Senyawa yang telah diperoleh telah diuji kemurnian dengan KLT dan uji titik leleh. Dari hasil KLT menggunakan perbandingan variasi eluen etil asetat, diklorometana, kloroform, dan nheksana, menunjukkan satu noda tunggal dengan nilai Rf yang bervariasi. Uji titik leleh menunjukkan range suhu 2°C yaitu 5355°C. Hal ini menunjukkan senyawa tersebut telah murni. Karakterisasi senyawa dilakukan menggunakan spektroskopi FT-IR dan NMR. Spektrum FT-IR senyawa produk menunjukkan keberadaan ikatan α,β-tak jenuh pada daerah serapan 1571,99 cm-1 (C=C olefin), dan dipertegas dengan munculnya serapan di daerah 974,05 cm-1 yang menunjukkan geometri gugus olefin adalah trans. Serapan pada daerah 1658,78 cm-1 (C=O terkonjugasi) menunjukkan adanya ikatan π (alifatik dan aromatik) yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Keberadaan sistem aromatik ditunjukkan oleh serapan yang ada pada daerah 1600,92 cm-1 (C=C aromatik) dan pada 3028,24 cm-1 (=C-H). Pola subtitusi aromatik ditunjukkan oleh serapan yang berada di daerah 746,45 cm-1 dan 860,25 cm-1 (monosubtitusi). Spektrum 13C-NMR menunjukkan 11 sinyal yang mewakili 11 lingkungan kimia. Terdapat 2 sinyal dengan intesitas yang Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
UNIVERSITAS HASANUDDIN
sama (δ 122,135 ppm & 144,913 ppm) bersesuaian dengan sepasang atom C olefin. Satu sinyal dengan geseran terbesar (δ 190,59 ppm) berasal dari atom C karbonil. Kemunculan sinyal-sinyal ini semakin mengarah pada keberadaan sistem ketoetilen (-CH=CH-CO-). Adapun 4 sinyal (δ 128,541 – 129,045 ppm) dengan intensitas yang paling tinggi mengindikasikan senyawa mengandung atom C simetri untuk setiap sinyalnya. Terdapat 2 sinyal (δ 134,949 ppm & 138,273 ppm) dengan intesitas terendah berkorelasi dengan 2 atom C aromatik tersubtitusi. Adapun 2 sinyal (δ 130,638 ppm dan 132,879 ppm) berasal dari 2 atom C aromatik. Keberadaan sinyalsinyal ini juga mengisyaratkan adanya sistem difenil. Jadi total 15 atom C yang disinyalir terdiri dari 3 atom C ketoetilen dan 12 atom C difenil. Hasil integrasi 1H-NMR menunjukkan terdapatnya 12 unit proton, di mana 2 unit di
antaranya berada pada δ 7,82 ppm (d, 1H, Hβ, J = 15,5 Hz) dan δ 7,5 ppm (d, 1H, Hα, J = 15,5 Hz) yang merupakan proton trans vinilik. Pada daerah δ 7,65 ppm (m, 2H, H2/H6) memberikan dua nilai konstanta kopling yang khas yaitu konstanta kopling dengan posisi orto pada δ 7,59 ppm (m, 2H, H3/H5), dan konstanta kopling dengan posisi meta pada δ 8,03 ppm (m, 1H, H4). Kelima proton ini terangkai membentuk satu sistem cincin aromatik monosubtitusi (cincin A). Hal demikian juga terjadi pada cincin B, dimana δ 7,51 ppm (m, 2H, H2’/H6’) menunjukkan dua nilai konstanta kopling, yaitu konstanta kopling dengan posisi orto pada δ 7,58 ppm (m, 2H, H3’/H5’) dan konstanta kopling dengan posisi meta pada δ 7,42 ppm (m, 1H, H4’). Kelima proton ini membentuk satu sistem cincin aromatik monosubtitusi.
Tabel 1. Data hasil FTIR, 13C-NMR, dan 1H-NMR. Multiplisitas; No. υ cm-1 δc ppm δH ppm J Hz 1571,99 122,135 d; 15,5 Α 7,5 & d; 15,5 Β 144,913 7,82 974,05 C=O 1658,78 190,59 746,45 1 134,949 & 1’ 138,273 860,25 m 2/6 128,541 7,65 m 2’/6’ 129,045 7,51 1600,92 128,590 m 3/5 7,59 & m 3’/5’ 3028,24 128,713 7,58 m 4 130,638 7,65 m 4’ 132,879 7,42
5|Page
Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
UNIVERSITAS HASANUDDIN
o
2
2'
1
3
1'
A 4
3'
B
6
4'
6' 5'
5
Gambar 1. Struktur senyawa trans-1,3-difenil-2-propen-1-on O
O
CH2
+
:B
O
CH2
-BH
+
H
H
Asetofenon
Enolat
O
OH
O
B H
Benzaldehida
O
H
- :B
Aldol
-H2O
- :B
O
Trans-1,3-difenil-2-propen-1-on
Gambar 2. Mekanisme reaksi kondensasi Claisen-Schmidt terkatalis basa Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva Artemia salina L. untuk senyawa hasil sintesis. Uji toksisitas senyawa menunjukkan nilai LC50 = 0,11 µg/mL. Hasil yang diperoleh dari senyawa ersebut menunjukkan senyawa berpotensi sebagai antikanker bila dilihat dari sifat toksisitasnya yang mempunyai nilai LC50 <30 ppm sebagai senyawa yang sangat toksik (Meyer dkk., 1982). 6|Page
KESIMPULAN Penggunaan pelarut diklorometana di dalam sintesis senyawa trans-1,3-difenil-2propen-1-on melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt menggunakan katalis NaOCH3 dan NaH memberikan rendemen masing-masing sebesar 23,7% dan 25%. Toksisitas senyawa menunjukkan sangat toksik terhadap Artemia salina L. dengan LC50 sebesar 0,11 µg/mL. Annisa, dkk.,2016
8 Desember 2016
1.
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERENSI Andersen, O. M. dan Markham, K. R., 2006, Flavonoids: Chemistry, Biochemistry, and Applications, CRC Press, New York.
2.
Hiss, D. C. dan Gabriels, G. A., 2009, Implications of Endoplasmic Reticulum Stress, The Unfolded Protein Response and Apoptosis for Molecular Cancer Therapy, Expert Opin. Drug Discovery, 4, 799-821.
3.
Singh, S., Sharma, P. K., Kumar, N., and Dudhe, R., 2011b, A Review on a Molecule: Chalcone, Asian J. Pharm. Biol. Res., 1, (3), 412-418.
4.
Karthikeyan, C., Moorthy, N. S. H. N., Ramasamy, S., Vanam, U., Manivannan, Karunagaran, D., dan Trivedi, P., 2015, Advances in Chalcone with Anticancer Activities, Anticancr Drug Discovery, 10(1), 1-19.
5.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., and McLaughlin, J.L., 1982, Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for active Plant Constituets, J. Med. Plant Res, 45, 31-34.
6.
Muaja, A. D., Koleangan, H. S. J., dan Runtuwene, M. R. J., 2013, Uji Toksisitas dengan Metode BSLT dan Analisis Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Soyogik (Saurauia bracteosa DC) dengan Metode Soxhletasi, J. Mipa Unsrat Online, 2(2), 115-118.
7.
Shargel, L. dan Yu, A., 1985, Biofarmasetika dan Farmakokinetika, diterjemahkan oleh Fanda Ibrahim, 2005, Airlangga University Press, Surabaya.
7|Page
Versatile
Annisa, dkk.,2016