7 KANDUNGAN SENYAWA KIMIA MIKROALGA Chaetoceros gracilis YANG DITUMBUHKAN DALAM MEDIUM NPSi
7.1
Pendahuluan
7.1.1 Latar belakang Keanekaragaman organisme laut di Indonesia cukup tinggi, akan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Biodiversiti ini merupakan aset penting dalam pengembangan bioteknologi laut. Sejauh ini pengembangan bioteknologi di Indonesia dilakukan antara lain pada bidang pertanian, pangan dan kesehatan maupun lingkungan.
Produk alam dari laut dapat digunakan untuk berbagai
tujuan tergantung struktur kimia dan karakteristiknya, antara lain untuk nutrasetika, farmasetika dan berbagai bahan tambahan lainnya (Nontji 1999). Senyawa-senyawa kimia yang digunakan untuk farmasetika dan nutrasetika biasanya memiliki aktivitas biologis. Mikroalga merupakan biota perairan yang potensial untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan produk komersial di bidang pangan, farmasi, kosmetika, pertanian, pakan dan sebagainya. Nutrisi mineral alga tidak jauh berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi. Kebutuhan absolut umum untuk alga meliputi karbon, fosfor, nitrogen, sulfur, potasium dan magnesium.
Elemen-
elemen seperti besi dan mangan diperlukan dalam jumlah sedikit. Beberapa elemen seperti kobal, seng, boron, copper dan molybdenum merupakan essential trace element.
Selain mineral ini beberapa alga juga memerlukan
substrat organik seperti vitamin, yaitu faktor tumbuh untuk pertumbuhan (Becker 1994). Umumnya alga digunakan sebagai pakan untuk organisme perairan yang memiliki nilai komersiel penting, termasuk diatom yang ukurannya bervariatif. Diatom
yang
banyak
digunakan
dalam
marinkultur
komersiel
adalah
Skeletonema costatum, Thalassiosira pseudonana, Chaetoceros gracilis, C. calcitrans dan sebagainya (BBLL 2002). Nutrisi dalam media pertumbuhan mikroalga akan mempengaruhi pertumbuhan
dan komposisi kimianya. Mikroalga yang ditumbuhkan dalam
medium yang berbeda akan menghasilkan metabolit yang berbeda pula. Hasil penelitian sebelumnya menghasilkan bahwa
Chaetoceros gracilis
dapat
ditumbuhkan dalam medium NPSi dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri patogen seperti bakteri Gram positif (Bacillus cereus
66
ATCC 13091 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 serta bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Vibrio harveyi). Chaetoceros gracilis selain mengandung komponen antibakteri, juga mengandung komponen kimia lainnya. Akan tetapi belum diketahui kandungan kimiawi dari biomasa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium pupuk NPSi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian komposisi kimia (nutrisi) dari C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi. 7.1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini antara lain mendapatkan komposisi senyawa kimia dari Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi. Komposisi senyawa kimia yang diteliti pada penelitian ini adalah (1) Kandungan protein, lemak, karbohidrat; (2) Komposisi asam amino dari biomasa C. gracilis; (3) Komposisi asam lemak dari biomasa C. gracilis, dan kandungan mineral dari biomasa C. gracilis; (4) Fitokimia; (5) Kandungan asam nukleat. 7.2
Bahan dan Metode
7.2.1 Bahan dan alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah diatom laut jenis Chaetoceros gracilis yang merupakan koleksi dari Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta. Chaetoceros gracilis dikultivasi dalam medium pupuk NPSi dan dipanen pada umur 7 hari. Kultivasi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB. Beberapa analisis dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen THP, analisis mineral dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah, analisis asam nukleat dilakukan di Laboratorium Genetika Ikan Departemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB, dan analisis asam amino dan asam lemak dilakukan di Laboratorium Terpadu IPB. Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan untuk kultivasi yaitu flask dan akuarium yang dilengkapi dengan lampu dan aerator. Selain itu juga digunakan pengering beku, refrigerator, spektrofotometer, Gas Chromatography (GC), Shimadzu, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Shimadzu, Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS), Hitachi, Gen Quant, serta alat-alat gelas lainnya yang digunakan di laboratorium.
67
7.2.2 Metode penelitian (1) Kultivasi dan pemanenan C. gracilis Chaetoceros gracilis dikultivasi dalam akuarium yang berisi medium NPSi. Sebagai sumber cahaya digunakan lampu neon 20 Watt, untuk aerasi digunakan aerator yang diberikan secara terus menerus. Setelah kultur berumur 7 hari, biomasa dipanen menggunakan filter keramik (British PORTACEL) dengan pompa (Deng Yuan). Biomasa dikeringkan menggunakan freeze dryer Yamato untuk proses berikutnya. (2) Pemanenan biomasa Chaetoceros gracilis Kultur C. gracilis dipanen pada hari ke 7 untuk dipisahkan biomasanya. Pemanenen dilakukan menggunakan filter keramik. Biomasa yang diperoleh selanjutnya dikeringkan menggunakan freeze dryer. 7.2.3 Prosedur analisis Analisis kimia pada ekstrak C. gracilis dilakukan untuk mengetahui kandungan protein, lemak, karbohidrat, asam amino, asam lemak, mineral, fitokimia, dan kandungan asam nukleat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui nilai gizi biomasa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi, sehingga dapat diketahui manfaat lain dari biomasa C. gracilis selain memiliki aktivitas antibakteri. Analisis yang dilakukan meliputi kadar protein, kadar lemak, karbohidrat, komposisi asam amino menggunakan HPLC Shimadzu, komposisi asam lemak menggunakan GC Shimadzu, komposisi mineral menggunakan AAS Hitachi Z 5000, kandungan asam nukleat menggunakan Gen Quant. (1) Analisis kadar protein (Lowry et al. 1951 diacu dalam Chrismadha 1993) Pada analisa protein ini telah disiapkan beberapa larutan yang diperlukan selama tahap analisis, yang meliputi sebagai berikut: 1) Larutan alkaline copper Sebanyak 20 ml NaOH 4 % (w/v) dan 10 ml Na2CO3 20 % (w/v) disatukan kemudian ditambahkan akuades sampai 100 ml ( larutan alkaline buffer). Larutan alkaline copper kemudian dibuat dengan menambahkan 1 ml NaK tartrate 20 % (w/v) dan 1 ml CuSO4.4H2O 5 % (w/v) ke dalam larutan. Bahan ini disiapkan segar sebelum digunakan. 2) Larutan standar Protein standar yang digunakan dalam analisis ini adalah Bovine Serum Albumin (BSA). Untuk larutan stok standar, dibuat larutan dengan
68
mencampurkan 50 mg BSA ke dalam 50 ml aquades dalam botol reagent dan disimpan pada refrigerator. Larutan diperbaharui setiap bulannya. 3) Larutan folin-Ciocalteu-Fenol 4) Kandungan total protein ditentukan berdasarkan kurva standar hasil pengukuran spektrofotometri 5) Prosedur analisis : Biomasa kering ditimbang sebanyak 2 mg.
Selanjutnya sampel di
dilarutkan dalam 10 ml akuades kemudian diambil sebanyak 2 ml ke dalam tabung sentrifugasi 10 ml. Selanjutnya ditambahkan Cu-alkalin 5 ml ke dalam tiap sampel dan pada tiap seri standar. Sampel dan standar dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang kemudian ditambahkan 2 kali 0,3 ml folin-cioocalteu-fenol sambil dihomogenkan menggunakan vorteks.
Sampel didiamkan selama 15
menit pada suhu ruang lalu disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 10 menit.
Supernatan diambil dan diukur pada panjang gelombang 660 nm.
Kandungan protein pada sampel dapat dilihat melalui kurva grafik pada standar. (2) Analisis kadar lemak (Bligh dan Dyer 1959 diacu dalam Chrismadha 1993) Biomasa kering ditimbang sebanyak 10 mg, lalu diekstraksi dengan 5 ml campuran pelarut kloroform (Cl3CH),
metanol
(MeOH), air
(H2O) dengan
perbandingan (1 : 2: 0,8 v/v/v) kemudian dimasukkan ke dalam botol sentrifugasi 10 ml. Setelah itu sampel disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Supernatan kemudian dipindahkan ke dalam botol sentrifugasi 10 ml yang lain sampai total volume 5,7 dengan kloroform (Cl3CH): metanol (MeOH): air (H2O). Untuk mendapatkan pemisahan fase, sebanyak 1,5 ml kloroform dan 1,5 ml air non ion ditambahkan kemudian dihomogenkan dan untuk mendapatkan pemisahan fase yang terbaik sampel disentrifugasi.
Lapisan hijau kloroform
secara hati-hati dipisahkan dengan pipet pasteur.
Bobot lemak ditentukan
dengan menuangkan lemak terlarut ke dalam botol kecil (vial) yang telah ditimbang terlebih dahulu, dan dikeringkan secara evaporasi dengan gas N2 murni.
Botol yang berisi lemak kering kemudian ditimbang kembali setelah
disimpan dalam desikator semalam (3) Analisa karbohidrat (Kochert 1978 diacu dalam Chrismadha 1993). 1) Bahan : H2SO4 98 %, 5 % (w/v) larutan fenol, larutan H2SO4 2 N
69
2) Standar : sebanyak 100 mg glukosa dilarutkan dalam 100 ml larutan H2SO4 2 N
kemudian disimpan pada suhu 4 oC dan disiapkan segar
setiap bulan 3) Prosedur analisis: Sebanyak 2 mg sampel di homogenkan dengan 2 ml H2SO4 2 N, kemudian ekstrak (termasuk 3 ml H2SO4 2 N ditambahkan agar volume total 5 ml) dipindahkan ke botol sentrifugasi 10 ml dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 100 oC.
Setelah itu, sampel didinginkan pada suhu ruang kemudian
disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm, kemudian 0,5 ml supernatan dipindahkan ke botol test 10 ml yang baru. Pada saat yang bersamaan, disiapkan satu set standar yang terdiri dari 0,10, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm glukosa dan ditambahkan H2SO4 2 N hingga 1 ml. Lalu larutan fenol 5 % sebanyak 1 ml ditambahkan ke dalam larutan standar dan larutan sampel tersebut sambil dihomogenkan menggunakan vorteks diikuti dengan penambahan 5 ml H2SO4 sampai homogen pada suhu ruang. Selanjutnya absorban dibaca pada panjang gelombang 485 nm pada spektrofotometer.
Kandungan karbohidrat pada sampel dapat dilihat melalui
kurva grafik pada standar. (4) Analisis komposisi asam lemak (AOAC 2005). Sampel dalam bentuk lemak ditimbang 20-30 mg dalam tabung bertutup teflon.
Kemudian ditambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol dan
dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya ditambahkan 2 mL BF3 16 %, lalu dipanaskan selama 20 menit. Setelah dingin ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksan dikocok dengan baik. Kemudian lapisan heksan dipindahkan dengan bantuan pipet yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, lalu dibiarkan selama 15 menit. Fase cair dipisahkan, selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas. (5) Analisis komposisi asam amino (Nur et al. 1992). Sampel dalam tabung ulir ditambahkan 1 mL HCl 6 N, lalu dialirkan gas nitrogen selama 0,5-1 menit dan tabung segera ditutup. Selanjutnya tabung dimasukkan ke dalam oven suhu 110 oC selama 24 jam untuk melakukan tahap hidrolisis. Kemudian didinginkan pada suhu kamar dan larutan dipindahkan secara kuantitatif ke labu rotary evaporator. Tabung ulir dibilas dengan 2 mL HCl 0,01 N sebanyak 2-3 kali. Larutan bilasan digabung ke labu rotary evaporator, sampel lalu dikeringkan dengan evaporator.
Selanjutnya sampel ditambah
70
dengan 5 mL HCl 0,01 N, kemudian disaring dengan kertas milipore. Sampel ditambahkan Buffer Kalium Borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1. Selanjutnya sampel sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam vial kosong yang bersih dan ditambahkan 25 µl pereaksi OPA, dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna.
Kemudian sampel diinjeksikan ke dalam
kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. (6) Analisis mineral Analisis mineral yang dilakukan meliputi P, Mg, Ca, Fe, Zn, Mn mengacu pada metode Reitz et al. (1960). Sebanyak 1 g sampel kering dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 ml HNO3 pekat, dibiarkan sekitar 1 jam. Selanjutnya dipanaskan di atas hotplate selama 4 jam. Setelah dingin ditambahkan 0,4 mL H2SO4 pekat, lalu dipanaskan. Selanjutnya sampel diangkat dari hotplate untuk ditambahkan 0,1 mL larutan campuran HClO4:HNO3 (2:1), sehingga terjadi perubahan warna coklat-kuning-bening. Kemudian dipanaskan lagi selama 15 menit, lalu ditambahkan 2 mL akuades, 0,6 mL HCl pekat, dan dipanaskan lagi hingga larut. Selanjutnya diencerkan dalam labu takar sampai 100 mL dengan akuades, lalu diukur menggunakan AAS Hitachi Z 5000. Analisis kandungan silika (SiO2) dilakukan menggunakan metode acid detergent fibre (ADF) yang mengacu pada metode yang dilakukan Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2003). Sebelum dilakukan penentuan kadar silika bahan, telah dilakukan penghilangan lignin dan selulosa. Abu hasil penghilangan lignin dan selulosa ditimbang (a gram), ditetesi
hingga basah
dengan HBr 48%. Selanjutnya dibiarkan selama 1-2 jam. Kelebihan asam dikeluarkan dengan menggunakan vakum dan dicuci dengan aseton. Kemudian dikeringkan dan diabukan menggunakan tanur bersuhu 400 – 600 oC, lalu didinginkan dan ditimbang (f gram). Perhitungan : f-b % Silika =
x 100 % a
(7) Analisis fitokimia (Harborne 1987) Uji fitokimia pada biomasa dan ekstrak C. gracilis dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang ada pada ekstrak mikroalga, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, biuret, dan ninhidrin.
71
1) Uji alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 3-5 tetes asam sulfat 2 N. Kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer dan Wagner.
Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk
endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara memipet 10 ml akuades ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 g HgCl2 dengan 0,5 gram kalium iodida. Lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara menambahkan 0,8 gram bismut subnitrat dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air.
Sebelum
digunakan 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi berwarna jingga. 2) Uji steroid (Liebermann-Burchard) Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Tabung reaksi tersebut selanjutnya ditambah 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali, yang kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan adanya reaksi positif. 3) Uji flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,05 mg dan 0,2 ml alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume sama) dan 2 ml alkohol. Kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menujukkan adanya flavonoid. 4) Uji saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N, menunjukkan adanya saponin
72
5) Uji fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3 ) Kedalam 1 ml ekstrak sampel (1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70 % ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Terbentuknya warna hiaju atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. 6) Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai oleh terbentuknya kompleks berwarna ungu antara 2 lapisan cairan. 7) Uji ninhidrin Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah 5 tetes larutan ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi yang positif terhadap adanya asam amino. (8) Analisis kandungan asam nukleat 1) Sebanyak 5-10 mg sampel ditimbang, ditambahkan 200 µl cell lysis solution 2) Sampel ditambah 1,5 µl proteinase K (20 mg/ml), lalu diinkubasi pada suhu 55 oC (overnight) 3) Sampel dikeluarkan dari alat incubator dan dibiarkan sampai mencapai suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan 1,5 µl RNase (4 mg/ml), lalu diaduk dengan hati-hati sebanyak 25 kali, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit 4) Sampel dikeluarkan dari inkubator, lalu disimpan pada es selama 5 menit, kemudian ditambahkan 100 µl protein precipitation solution 5) Sampel disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 15 menit 6) Supernatan dipindahkan ke tube baru yang berisi 200 µl isopropanol, lalu diaduk dengan hati-hati 7) Sampel disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit 8) Supernatan dipindahkan atau dibuang, lalu ditambahkan 200 µl etanol 70% dingin 9) Selanjutnya disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit 10) Etanol dibuang dan pelet DNA dikeringudarakan sampai etanol habis atau kering
73
11) Selanjutnya ditambahkan 50 µl steril destillated water/aquabidest, dan disimpan pada refrigerator suhu 4 oC untuk penyimpanan jangka waktu lama 12) Konsentrasi DNA diukur menggunakan Gen Quant pada גּ260 nm 7.3
Hasil dan Pembahasan
7.3.1 Komposisi senyawa kimia biomasa Chaetoceros gracilis Komposisi senyawa kimia bahan pangan adalah kandungan kimia dari suatu bahan pangan tersebut.
Analisis komposisi senyawa kimia dari
Chaetoceros gracilis dilakukan untuk mendapatkan kandungan protein, lemak, karbohidrat, asam amino, asam lemak dan mineral. Zat nutrisi tersebut merupakan senyawa kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kehidupan suatu makhluk hidup. Biomasa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi dan dipanen pada umur 7 hari mempunyai kadar protein, lemak dan karbohidrat sebesar 45,88 % (Lampiran 8), 16,5 %, dan 10,17 % (Lampiran 9). Kandungan kimia C. gracilis ini berbeda dengan apa yang ada di laporan Kungvankij (1988) yang menyatakan bahwa Chaetoceros memiliki kandungan protein 35 % (bk) dan lemak 6,9 % (bk), sedangkan menurut Renaud et al. (2002) kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada Chaetoceros yang ditumbuhkan dalam medium Guillard pada suhu 25 oC sebesar 57,3 %,16,8 %, dan 13,1 %. Komposisi kimia dari biomasa Chaetoceros berbeda satu dengan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan faktor ekstrinsik dan instrinsik dalam kultivasinya, antara lain spesies, umur kultur,
nutrien, dan CO2.
Renaud et al. (2002) menyatakan
bahwa komposisi kimia mikroalga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan termasuk suhu dan pencahayaan. Suhu pertumbuhan berhubungan dengan penurunan kandungan protein, peningkatan lemak dan karbohidrat.
Respon komposisi
kimia terhadap tinggi dan rendahnya suhu pada pertumbuhan tergantung dari jenisnya. Selain suhu kultivasi, masih ada faktor lain yang juga berperan dalam komposisi senyawa kimia mikroalga. Yap dan Chen (2001) menyatakan bahwa komposisi asam lemak pada mikroalga Cylindrotheca fusiformis, Phaeodactylum tricornutum, Nitzschia closterium dan Chaetoceros gracilis berubah pada intensitas cahaya kultur yang berbeda. Faktor nutrisi yang meliputi nitrogen, fosfor, karbon mempengaruhi kandungan lemaknya. Salinitas dalam medium
74
mempengaruhi fisiologi dari mikroorganisme dan juga mempengaruhi komposisi asam lemak dan kandungan lemak dalam sel. Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki kandungan kimia yang masih tinggi. Sumber nitrogen, fosfor, dan silikat dari medium NPSi diperoleh dari urea, TSP, dan sodium metasilika.
Beberapa
analisis lain yang dilakukan pada penelitian ini antara lain komposisi asam lemak dan komposisi asam amino dari biomasa C. gracilis. protein
Kandungan lemak dan
C. gracilis perlu diketahui karena beberapa jenis mikroalga potensi
mengandung lemak maupun protein. Menurut Rosa et al. (2005) mikroalga telah lama dikenal karena memiliki aktivitas biologikal seperti pigmen, vitamin, lemak, sterol dan protein, selain itu juga menjadi sumber yang potensial untuk produk komersial di bidang akuakultur. Komponen silika dalam mikroalga jenis diatom berperan dalam pembentukan dinding sel, tanpa silika dalam medium pertumbuhan, diatom tidak bisa tumbuh. Kandungan karbohidrat dalam biomasa kering Chaetoceros gracilis 10,17 %. Parson et al. (1984) melaporkan bahwa Chaetoceros sp mengandung serat kasar 22,8 % dari karbohidrat. Komposisi monosakarida dari sel keringnya meliputi glukosa 3,3 %, galaktosa 1,5 %, manosa 0,79 %, ribosa 0,71 %, silosa 0,4 %, ramnosa 2,8 %. 7.3.2 Kandungan lemak biomasa Chaetoceros gracilis Lemak adalah sumber dari asam berantai lurus dari karbon berjumlah lebih dari 6 karbon.
Sel-sel lemak tersimpan dalam tanaman dan hewan.
Fosfollipid ditemukan dalam membran sel yang merupakan elemen struktur dasar dari kehidupan organisme (Morrison dan Boyd 1991). Lemak merupakan komposisi kimia yang diperlukan oleh semua mahluk hidup. Beberapa jenis mahluk hidup seperti mikroalga dapat mensistesis lemak dalam tubuhnya.
Diatom merupakan mikroalga yang mengandung lipid.
Di
dalam diatom, sulfolipid adalah komponen yang paling banyak dalam membran sel dan merupakan tipikal kelas lipid yang melimpah dalam sel mikroalga (Dunstan et al. 1994).
Lemak berfungsi sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya. Kadar lemak C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi sebesar 16,5 % lebih tinggi dibandingkan Chaetoceros hasil laporan Kungvanji (1988) yaitu sebesar 6,9 % (bk), tetapi mendekati hasil penelitian Renaud et al. (2002), yaitu sebesar 16,8 % (bk). Perbedaan ini disebabkan antara lain oleh jenis yang
75
berbeda maupun kondisi lingkungan dan nutrisi medium yang berbeda. Pada penelitian Renaud (2002), kultivasi dilengkapi dengan penggunaan CO2 dengan laju aliran 10 ml/menit, sedangkan pada penelitian ini tidak menggunakan CO 2. Karbondioksida (CO2) merupakan senyawa yang diperlukan dalam proses fotosintesis.
Senyawa tersebut (CO2) sangat penting untuk pertumbuhan
mikroalga karena terkait dalam proses fotosintesis, yaitu senyawa yang akan tereduksi menjadi senyawa organik. Proses fotosintesis menggunakan radiasi sinar matahari atau sumber cahaya lainnya untuk membuat cadangan energi dalam jaringan sel dalam bentuk bahan organik dari bahan anorganik (Schlegel dan Schmidt 1994). Penelitian ini tidak menambahkan CO2, tetapi menggunakan aerasi dengan cara memasang pompa aerator non stop. Sumber CO 2, hanya mengandalkan dari udara. Borowitzka (1988) menyatakan bahwa kandungan nitrogen atau silika dalam nutrien dapat mempengaruhi kandungan lemak mikroalga. Hal ini didukung oleh laporan Rosa et al. (2005) yang menyatakan bahwa biosintesis lipid dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti kondisi pertumbuhan dan komposisi nutrien dalam media. Kandungan
lemak
dalam
Chaetoceros
gracilis
lebih
kecil
bila
dibandingkan kedele (17,7 %), tetapi lebih besar dibandingkan susu sapi (3,5 %) dan telur ayam (11,5 %) (FAO 1972). Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk sumber energi, pelarut beberapa vitamin. 7.3.3 Komposisi asam lemak ekstrak Chaetoceros gracilis Asam lemak merupakan komponen gizi penyusun lemak suatu bahan. Fitoplankton seperti mikroalga diketahui sebagai produser primer rantai makanan di dalam laut, karena dapat mensintesis asam lemak rantai panjang (PUFAs). Mikroalga termasuk diatom (Bacillarophyceae) potensial sebagai sumber PUFAs, sehingga dianggap sebagai sumber asam lemak (Yap dan Chen 2001). Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi mempunyai komposisi asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh yang meliputi kaprilat (C8:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), laurat (C12:0), stearat (C18:0), heneikosanoat (C21:0), behenat (C22:0), serta asam lemak tidak jenuh yang terdiri atas palmitoleat (C16:1), heptadekanoat (C17:1), miristoleat (C14:1), pentadekanoat (C15:1), oleat (C18:1n9), linoleat (C18:3n3), arakhidonat (C20:4n6), linolenat (C18:3), dokosadienoat (C22:2), eikosapentaenoat (C20:5n3) dan dokosaheksaenoat (C22:6n3) (Tabel 3).
76
Tabel 3 Komposisi asam lemak biomasa kering Chaetoceros gracilis
Asam lemak
asam lemak (%)
asam lemak dalam bahan (g/100g)
0,06 0,08 7,90 0,38 5,17 0,26 0,31 0,30 0,16
0,0099 0,0132 1,3035 0,0627 0,8531 0,0429 0,0512 0,0495 0,0264
0,16 0,25 14,83 0,69 0,42 0,31 0,32 1,49 0,03 9,74
0,0264 0,0413 2,4470 0,1139 0,0693 0,0512 0,0528 0,2459 0,0050 1,6071
0,90
0,1485
Asam lemak jenuh Asam kaprilat, C8:0 Asam laurat, C12:0 Asam miristat, C14:0 Asam pentadekanoat, C15:0 Asam palmitat, C16:0 Asam stearat C18:0 Asam arakidat, C20:0 Asam heneikosanoat, C21:0 Asam behenoat, C22:0 Asam lemak tidak jenuh Asam miristoleat, C14:1 Asam pentadekanoat C15:1 Asam palmitoleat, C16:1 Asam heptadekanoat, C17:1 Asam oleat, C18:1n9 Asam linoleat, C18:3n3 Asam linolenat, C18:3n6 Asam arakhidonat C20:4n6 Asam dokosadienoat C22:2 Asam eikosapentaenoat, C20:5n3 Asam dokosaheksaenoat, C22:6n3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi masih memproduksi beberapa jenis asam lemak. Hasil penelitian Renaud et al. (2002) menunjukkan bahwa asam lemak jenuh Chaetoceros meliputi C14:0 (23,6 %), C16:0 (9,2 %), C18:0 (0,7 %), sedangkan asam lemak tidak jenuhnya meliputi C16:1n-7 (36,5 %), C18:1n-9 (1,7 %), C18:1n-7 (1,2 %), C16:2n-7 (0,9 %), C16:3n-4 (2,6 %), C16:4n-1 (0,5 %), C18:2n-6 (0,4 %), C18;3n-6 (0,9 %), C18;3n-3 (0,5 %), C18:4n-3 (0,6 %), C20:4n-6 (4,1 %), C20:5n-3 (8,0 %), C22:6n-3 (1,0 %). Secara umum asam lemak yang dikandung pada Chaetoceros yang ditumbuhkan dalam medium Guillard (Renaud et al. 2002) juga dimiliki oleh Chaetoceros gracilis
yang ditumbuhkan dalam NPSi
hasil penelitian, tetapi jumlahnya tidak sama. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam kultivasi.
77
Perbedaan hasil penelitian yang diperoleh dengan penelitian Renaud et al. (2002) dikarenakan kondisi kultivasi yang diterapkan berbeda. Walaupun demikian, hal ini menunjukkan bahwa medium NPSi dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan C. gracilis yang menghasilkan asam lemak, tetapi masih perlu penelitian optimasi kultivasi C. gracilis supaya kandungan lemaknya lebih besar. Menurut Araujo dan Garcia (2005), penambahan karbondioksida pada kultivasi Chaetoceros cf. waghamii dapat memperpanjang fase logaritmik, yang mana pada fase ini mikroalga memiliki nilai nutrisi tinggi dan baik untuk akuakultur. Laju pertumbuhan lebih tinggi pada kultivasi yang ditambah CO 2. Kandungan lipid dan karbohidrat mikroalga tersebut yang kultivasinya pada suhu 20 dan 25 oC lebih tinggi daripada pada suhu 30 oC. Beberapa jenis asam lemak juga berperan sebagai antibakterial. Zheng et al. (2005) menyatakan bahwa adanya aktivitas antibakteri dari asam lemak tidak jenuh rantai panjang telah diketahui beberapa tahun yang lalu.
Asam
lemak merupakan kunci komposisi dari bahan tambahan antimikrobial yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme tetapi tidak
diketahui reaksi
mekanisme hambatannya. Asam linoleat dan oleat adalah komponen antibakteri di dalam tumbuhan (Helicrysum pedunculatum dan Schotia brachypetala) yang digunakan untuk jamuan makan di Afrika Selatan (Dilika et al 2000; McGaw et al. 2002). Selain asam lemak alami, turunan asam lemak juga menunjukkan potensi aktivitas antimikrobial. Hal ini terutama ditemukan dalam mikroorganisme, alga atau tanaman yang merupakan mediate chemical dalam mempertahankan serangan mikroorganisme (Preffele et al. 1996 yang diacu Zheng et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa asam lemak tidak jenuh yang meliputi asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan asam arakidonat yang dikandung dalam Chaetoceros gracilis memiliki aktivitas antibakterial. Aktivitas antibakterial dari asam lemak belum banyak ditemukan sehingga mekanismenya masih belum jelas. Chaetoceros gracilis mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak ada yang esensial untuk tubuh, yaitu asam linoleat (C18:2n-6) dan asam linolenat (C18:3n-3).
Asam lemak ini dikatakan esensial karena
dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi tubuh tidak dapat mensintesis sendiri. Kedua asam lemak ini diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Turunan asam lemak dari kedua asam lemak tersebut adalah asam arakhidonat (C20:4n-6) dari asam linoleat dan eikosapentaenoat (C20: 5n-
78
3) dan dokosaheksaenoat (C22:6n-3) dari asam linolenat. Kekurangan asam lemak pada tikus percobaan dapat menimbulkan gejala seperti kulit mengalami dermatitis dan ekzema, pertumbuhan
terhambat, reproduksi terganggu,
degenerasi atau kerusakan pada organ tubuh, kerentanan terhadap infeksi meningkat (Almatsier 2009). Bila dibandingkan dengan kandungan asam lemak dari komodidti lain (Tabel 4), C. gracilis memiliki asam lemak lebih lengkap. Chaetoceros gracilis memiliki asam lemak lebih lengkap dibanding kedelai, susu sapi, telur ayam, ikan tuna dan ikan mas, tetapi jumlahnya lebih kecil. Tabel 4 Kandungan asam lemak dalam Chaetoceros graciis dan komoditi lain Kadar asam lemak dalam bahan (g/100g) C. gracilis
Kedele
Susu * sapi
Telur * ayam
0,01
tad
tad
tad
Tad
Tad
0,01 1,30
tad tad
tad tad
tad tad
tad tad
tad tad
0,06 0,85 0,04 0,05
tad 1,5 0,7 tad
tad 0,9 0,4 tad
tad 2,9 0,8 tad
tad 0,4 0,2 tad
tad 0,6 0,2 tad
0,05 0,03
tad tad
tad tad
tad tad
tad tad
tad tad
0,03 0,04 2,45
tad tad tad
tad tad tad
tad tad tad
tad tad tad
tad tad tad
0,11 0,07 0,05 0,05 0,25 0,00
tad 5,1 9,0 0,3 tad tad
tad 1,1 trace trace tad tad
tad 5,1 0,8 0,1 tad tad
tad 0,6 0,1 0 tad tad
tad 1 0,5 0,1 tad tad
Asam dokosaheksaenoat, C22:6n3
0,15
tad
tad
tad
tad
tad
Asam eikosapentaenoat, C20:5n3
1,61
tad
tad
tad
tad
tad
*
Ikan * tuna
Ikan * mas
Asam lemak jenuh Asam kaprilat, C8:0 Asam laurat, C12:0 Asam miristat, C14:0 Asam pentadekanoat, C15:0 Asam palmitat, C16:0 Asam stearat C18:0 Asam arakidat, C20:0 Asam heneikosanoat, C21:0 Asam behenat, C22:0 Asam lemak tidak jenuh Asam miristoleat, C14:1 Asam pentadekanoat C15:1 Asam palmitoleat, C16:1 Asam heptadekanoat, C17:1 Asam oleat, C18:1n9 Asam linoleat, C18:3n3 asam linolenat, C18:3n6 Asam arakhidonat C20:4n6 Asam dokosadienoat C22:2
Sumber : * FAO (1972) Keterangan: tad = tidak ada data
79
Mikroalga Chaetoceros gracilis memiliki asam lemak tidak jenuh arakhidonat, eikosapentaenoat dan dokosaheksaenoat, yang tidak dimiliki oleh komoditi lain. Omega 3 (asam linolenat, EPA, DHA) dan omega 6 (asam linoleat dan AA) merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang yang berfungsi sebagai anti-inflamasi, anti-clotting sehingga penting bagi kelancaran aliran darah dan fungsi sendi. Selain itu juga berfungsi penting dalam metabolisme zat gizi, terutama penyerapan vitamin A, D, E, dan K (Hamazaki dan Okuyama 2000 yang diacu Hardinsyah dan Tambunan 2004). 7.3.4 Kandungan protein biomasa Chaetoceros gracilis Protein merupakan unsur kimia dalam makhluk hidup yang berperan dalam pertumbuhan. Kadar protein Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi sebesar 45,88 %, kadar ini lebih kecil dibandingkan dengan Chaetoceros sp hasil laporan Renaud et al. (2002), yaitu 57,3 %. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kondisi kultivasi yang berbeda. Pada penelitian ini tidak ditambahkan
CO2, sedangkan pada penelitian Renaud et al. (2002) kultivasi
dilengkapi dengan CO2 dengan laju aliran 10 ml/menit. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah adalah protein. Protein mempunyai fungsi yang khas yang tidak bisa digantikan dengan zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Ada dua puluh jenis asam amino yang diketahui sampai sekarang yang terdiri dari sembilan asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan sebelas asam amino nonesensial. Asam amini terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2), satu atom hidrogen (-H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang. Protein, selain menyediakan asam amino esensial, juga mensuplai energi dalam keadaan energi terbatas dari karbohidrat dan lemak (Almatsier 2009).
Chaetoceros gracilis merupakan
mikroalga laut yang mengandung asam amino esensial, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein yang mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan luas, waktu panen dapat ditentukan, tidak tergantung musim. 7.3.5 Komposisi asam amino biomasa Chaetoceros gracilis Sebuah asam amino teridiri dari gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang
80
dikenal sebagai karbon α, serta gugus R sebagai rantai cabang. Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar saling berkaitan satu sama lain (Winarno 2008). Chaetoceros gracilis merupakan diatom laut yang memiliki kandungan zat gizi cukup tinggi. Biomasa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki 15 jenis asam amino yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial (Tabel 5). Chaetoceros gracilis mengandung asam amino esensial yang teridiri atas treonin, valin, metionin, leusin, isoleusin, lisin, fenilalanin, histidin. Asam amino esensial ini berfungsi terutama sebagai katalisator, penguat struktur, penggerak, pengatur, ekspresi genetik, penguat imunitas dan untuk pertumbuhan. Komposisi dan jumlah asam amino esensial ini dalam suatu protein pangan turut menentukan mutu protein dari suatu jenis pangan (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Tabel 5 Komposisi asam amino pada biomasa kering Chaetoceros gracilis Asam amino
Konsentrasi dalam bahan (%)
Konsentrasi dalam bahan (mg/100g)
Non esensial Aspartat Glutamat Serin Glisin Tirosin Arginin Alanin
3,53 3,88 1,45 1,74 1,23 1,68 1,76
3530 3880 1450 1740 1230 1680 1760
Esensial Treonin Valin Metionin Leusin Isoleusin Lisin Fenilalanin Histidin
1,42 1,79 0,29 2,41 1,52 1,57 1,74 0,74
1420 1790 290 2410 1520 1570 1740 740
Beberapa jenis asam amino leusin, isoleusin, valin, lisin, triptofan, treonin, metionin dan fenilalanin dinyatakan sebagai asam amino esensial untuk manusia dewasa, histidin dimasukkan esensial setelah itu (Gropper et al. 2005). Berdasarkan kategori tersebut, C. gracilis memiliki kandungan asam amino esensial yang diperlukan oleh manusia dewasa.
81
Chaetoceros gracilis mengandung asam amino yang diperlukan oleh tubuh. Almatsier (2009) menyatakan bahwa metionin untuk sintesis kolin dan keratin. Fenilalanin adalah prekursor tirosin dan bersama-sama membentuk hormone tirosin dan epinefrin. Tirosin merupakan prekursor bahan yang membentuk pigmen kulit dan rambut. Arginin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati. Glisin mengikat bahan-bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan tidak berbahaya. Asam amino glisin ini juga digunakan dalam sintesis porfirin nukleus hemoglobin dan merupakan bagian dari asam empedu. Kreatin yang disintesis dari arginin, glisin dan metionin bersama fosfat membentuk kreatinin fosfat, yaitu suatu simpanan penting fosfat berenergi tinggi di dalam sel.
Glutamin yang
dibentuk dari asam glutamat dan asparagin dari asam aspartat merupakan simpanan asam amino di dalam tubuh. Angka kecukupan asam amino yang dianjurkan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pola kecukupan asam amino dalam tubuh Pola kecukupan yang dianjurkan 2 tahun
10-12 tahun
dewasa
(19)
(19)
11
Isoleusin
28
28
66
Leusin
66
44
19
Lisin
58
44
16
Metionin +sistin
25
22
17
Fenilalanin+tirosin
63
22
19
Treonin
34
28
9
Valin
35
25
13
Triptofan
11
(9)
5
Histidin
Sumber : National Research Council diacu dalam Almatsier (2009) Kandungan asam amino Chaetoceros gracilis tidak sama dengan komoditi lain (Tabel 7). Beberapa jenis asam amino pada Chaetoceros gracilis lebih besar dibandingkan susu sapi cair, telur ayam, ikan tuna dan ikan mas. Pacheco-Vega dan Sanchez-Saavedra (2009) melaporkan bahwa Chaetoceros muelleri (Lemmermann Grown) yang ditumbuhkan dalam medium pupuk cair yang terdiri dari HPO4, urea, NH4NO4 komposisi asam amino esensial yang meliputi leusin (10,25%), fenilalanin (6,52%), arginin (5,54%), valin (5,90%), treonin (5,66%), lisin (4,35%), metionin (4,29%), prolin (3,46%), (3,76%), histidin (2,92%), dan triptofan (1,98%).
isoleusin
Komposisi asam amino
82
Chaetoceros muelleri (Lemmermann Grown) berbeda dengan Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi. Perbedaan ini disebabkan oleh spesies dan kondisi kultivasi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Borowitzka
(1988) yaitu, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi biokimia mikroalga adalah spesies, suhu, intensitas cahaya, CO2, dan nutrien. Tabel 7 Komposisi asam amino dalam biomasa kering C. gracilis dan komoditi lain Kadar asam amino dalam bahan (mg/100 g) Asam amino
C. gracilis
Kedele
Susu sapi cair
Telur ayam
Ikan tuna
Ikan mas
Esensial Treonin Valin Metionin Leusin Isoleusin Lisin Fenilalanin Histidin Triptofan
1420 1790 290 2410 1520 1570 1740 740 td
1480 1743 503 2959 1737 2342 2043 1006 455
151 230 84 330 179 269 157 90 52
622 900 396 1127 779 859 717 330 218
862 1829 616 1613 1051 2137 812 862 412
930 1085 233 1643 992 1922 868 620 213
2772
2139
3542 1078 812 809 1271 1386 1105 293
3038 806 868 744 744 1209 1209 186
Non esensial Asam aspartat 3530 4361 291 1174 Asam glutamat 3880 7098 784 1617 Serin 1450 1851 190 927 Glisin 1740 1551 67 412 Prolin td 1989 330 515 Tirosin 1230 988 196 494 Arginin 1680 2564 101 824 Alanin 1760 1671 118 721 Sistin td 485 28 309 Sumber : * FAO (1972) Keterangan: td = tidak terdeteksi karena tidak ada standar
83
7.3.6 Kandungan mineral C. gracilis Sebagian besar bahan pangan terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Bahan-bahan organik terbakar dalam proses pembakaran tetapi bahan anorganiknya tidak. Beberapa jenis mineral yang diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan kesehatan antara lain kalsium, fosfor, magnesium. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam jumlah besar sehingga dikenal dengan unsur mineral makro. Beberapa unsur lain yang juga diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil dikenal dengan unsur mineral mikro. Unsur mineral tersebut antara lain besi, iodium, mangan, zink. Unsur mineral di dalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2008). Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi mempunyai kandungan mineral seperti yang disajikan pada Tabel 8, hasil analisis mineral disajikan pada Lampiran 10. Tabel 8 Kandungan mineral dari biomasa kering C. gracilis
Mineral Ca P Mg Fe Zn Mn
Konsentrasi dalam bahan (%) 0,6 0,44 0,77 0,03 0,04 0,01
Konsentrasi dalam bahan (mg/100g) 600 440 770 30 40
10
Tubuh manusia mengandung kalsium dalam jumlah besar. Peranan kalsium dalam tubuh antara lain membantu dalam pembentukan tulang dan gigi. Tubuh membutuhkan kalsium terbesar pada saat pertumbuhan. Mineral utama di dalam tulang adalah kalsium dan fosfor, sedangkan mineral lain dalam jumlah kecil adalah, magnesium dan flour. Chaetoceros gracilis mengandung kalsium dalam jumlah besar (600 mg/100 g). Kalsium (Ca) yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan dalam berbagai kegiatan, antara lain untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim. Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Pada waktu kanak-kanak atau waktu pertumbuhan, sekitar 50-70 % kalsium yang dicerna diserap, tetapi waktu dewasa hanya sekitar 10-40 % yang diserap (Winarno 2008).
Kebutuhan
84
kalsium per orang per hari bagi bayi dan anak di bawah 10 tahun sebesar 200600 mg.
Pria dan wanita berumur di atas 10 tahun sebesar 800-1000 mg
(Soekatri dan Kartono 2004). Berdasarkan kandungan kalsiumnya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai bahan fortifikasi kalsium dalam memenuhi kebutuhan mineral kalsium bagi anak-anak maupun orang dewasa. Chaetoceros gracilis mengandung fosfor (P) sebesar 440 mg/100g. Fosfor dalam tubuh merupakan mineral dalam jumlah besar. Peranan fosfor dalam tubuh hampir sama dengan kalsium, yaitu berperan dalam pembentukan tulang dan gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi. Sebagian besar diserap tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis 70% yang dicerna akan diserap (Winarno 2008). Fosfor merupakan mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh, juga berperan mengatur keseimbangan asam basa, memfasilitasi penyerapan dan transportasi zat gizi. Kebutuhan fosfor per orang per hari bagi bayi dan anak di bawah umur 10 tahun sebesar 100-400 mg. Pria dan wanita berumur di atas 10 tahun sebesar 600-1000 mg (Soekatri dan Kartono 2004).
Berdasarkan
kandungan fosfornya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber fosfor untuk memenuhi kebutuhan mineral fosfor bagi anak-anak maupun orang dewasa. Chaetoceros gracilis mengandung magnesium (Mg) sebesar 770 mg/100g. Magnesium merupakan mineral makro dalam tubuh manusia. Pada tubuh orang dewasa terkandung 20-25% magnesium.
Separuh dari jumlah
tersebut terkandung dalam tulang dan selebihnya terkandung dalam jaringan lemak seperti otot dan hati, serta cairan ekstraseluler. Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat.
Kekurangan magnesium dapat menyebabkan
hypomagnesema dengan gejala denyut jantung tidak teratur, insomnia, lemah otot, kejang kaki serta telapak kaki dan tangan gemetar (Winarno 2008). Magnesium mempunyai fungsi sebagai ko faktor untuk sistem enzim dan juga berperan dalam fungsi sel termasuk oksidatif fosforilasi. Kebutuhan magnesium untuk anak-anak umur 1-3 tahun adalah 60 mg/hari, sedangkan untuk orang dewasa sebesar 270 mg/hari (Soekatri dan Kartono 2004).
Berdasarkan
kandungan magnesiumnya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber magnesium untuk memenuhi kebutuhan mineral magnesium bagi anakanak maupun orang dewasa.
85
Chaetoceros gracilis mengandung zat besi sebesar 30 mg/100g bahan. Kandungan besi (Fe) dalam tubuh sangat kecil, yaitu 35 mg/kg berat badan wanita atau 50 mg/kg berat badan pria (Winarno 2008). Besi dalam bentuk senyawa dengan protein membentuk
hemoglobin sebagai pembawa oksigen
dalam darah. Fungsi besi dalam senyawa besi sebagai hemoglobin, myoglobin, enzim yang diperlukan dalam fungsi metabolisme, mengangkut dan menyimpan oksigen. Simpanan besi ada di hati, sumsum tulang. Kecukupan besi untuk anak berumur 1-3 tahun adalah 8 mg/hari, untuk kelompok pria di atas 18 tahun adalah 13 mg/hari, sedangkan untuk wanita di atas 18 tahun sebesar 26 mg/hari (Kartono dan Soekatri 2004).
Besi dalam tubuh manusia sebagian terletak
dalam sel-sel darah merah sebagai heme, yaitu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Berdasarkan kandungan zat besinya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber zat besi untuk memenuhi kebutuhan mineral Fe bagi anak-anak maupun orang dewasa untuk metabolisme. Biomasa Chaetoceros gracilis mengandung seng (Zn) sebesar 40 mg/100 gram bahan. Kartono dan Soekatri (2004) menyatakan bahwa angka kecukupan seng untuk anak-anak umur 1-3 tahun adalah 8,3 mg/hari, sedangkan untuk pria dewasa sebesar 13,4 mg/hari untuk wanita 9,8 mg/hari. Seng merupakan mineral mikro esensial baik pada manusia, hewan maupun tanaman. Mineral ini diperlukan dalam pembentukan jaringan mata sehingga masih dapat melihat dalam kegelapan, pembentukan sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh, fungsi lambung, kesehatan kulit, dan pertumbuhan. Seng esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks, dan imun serta reproduksi. Berdasarkan kandungan kalsiumnya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber seng untuk memenuhi kebutuhan mineral seng bagi anak-anak maupun orang dewasa. Chaetoceros gracilis mengandung mangan (Mn) 10 mg/100 g bahan. Kartono dan Soekatri (2004) menyatakan bahwa mineral berperan sebagai katalis berbagai enzim yang diperlukan dalam metabolism glukosa, protein dan lemak, meningkatkan penyimpanan vitamin B1. Untuk kelompok 1-3 tahun, asupan mangan 1,2 mg/hari. Kecukupan mangan untuk pria di atas 18 tahun sebesar 2,3 mg/hari, sedangkan wanita di atas 18 tahun sebesar 1,8 mg/hari. Berdasarkan kandungan mangannya, Chaetoceros gracilis dapat digunakan sebagai sumber mangan untuk memenuhi kebutuhan mineral mangan bagi anakanak maupun orang dewasa.
86
Biomasa Chaetoceros gracilis mengandung 6,5 % silika (SiO2). Kandungan silika dalam Chaetoceros gracilis cukup tinggi. Paasche (1980) melaporkan bahwa Chaetoceros affinis yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 24 ‰ yang mengandung 100 µM nitrat, 100 µM orthosilicic acid, 10 µM fosfat, dan vitamin serta chelated trace metal pada suhu 8, 13, 18 dan 23 oC, mempunyai kandungan silika berturut-turut sebesar 41,7; 38,8; 35,3 dan 33,3 pg Si/sel. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sel Chaetoceros mengandung silika. 7.3.7 Fitokimia biomasa dan ekstrak C. gracilis Analisis fitokimia dilakukan untuk melihat golongan senyawa yang dimiliki oleh biomasa maupun ekstrak dari C. gracilis. Hasil analisis fitokimia disajikan pada Tabel 9 untuk biomasa C. gracilis, dan Tabel 10 untuk ekstrak metanol dan ekstrak heksan. Sifat fitokimia dari biomasa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard maupun NPSi tidak berbeda, sedangkan sifat fitokimia pada ekstrak metanol dan ekstrak heksan ada sedikit perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa medium NPSi dan Guillard tidak mempengaruhi sifat fitokimia C. gracilis. Berdasarkan analisis fitokimia yang dilakukan dapat dikatakan bahwa didalam C. gracilis mengandung alkaloid, steroid, asam amino, karbohidrat. Tabel 9 Hasil analisis fitokimia biomasa C. gracilis Media Guillard
Media NPSi
Hasil reaksi
Jenis uji
Keterangan
Alkaloid
Positif/Negatif
Positif/Negatif
Ada alkaloid
Steroid
Positif
Positif
Ada steroid
Flavonoid
Negatif
Negatif
Saponin
Negatif
Negatif
Tidak ada senyawa flavonoid Bukan saponin
Fenol hidrokuinon
Negatif
Negatif
Tidak ada senyawa fenol
Ninhidrin
Positif
Positif
Ada asam amino
Molisch
Positif
Positif
Ada karbohidrat
Hasil analisis alkaloid biomasa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam media Guillard maupun NPSi adalah positif.
Namun hasil uji pada ekstrak heksan
maupun metanol alkaloidnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi
87
menggunakan heksan maupun metanol dapat mempengaruhi kandungan alkaloid suatu bahan. Harborne (1987) menyatakan bahwa alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dalam sistem siklik. Alkaloid banyak yang mempunyai aktivitas fisiologis yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid kebanyakan berbentuk kristal, hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh atau penghalau atau penarik serangga. Tabel 10 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol dan heksan dari C. gracilis Ekstrak metanol
Jenis uji
Ekstrak heksan
Hasil reaksi
Keterangan
Hasil reaksi
Keterangan
Alkaloid
Negatif
Negatif
Steroid
Positif
Tidak ada alkaloid Ada steroid
Tidak ada alkaloid Ada steroid
Flavonoid
Negatif
Negatif
Saponin
Negatif
Fenol hidrokuinon
Negatif
Bukan senyawa flavonoid Tidak ada saponin Bukan senyawa fenol
Ninhidrin
Positif
Negatif
Molisch
Positif
Ada asam amino Ada karbohidrat
Positif
Negatif Negatif
Negatif
Bukan senyawa flavonoid Tidak ada saponin Bukan senyawa fenol Tidak ada asam amino Tidak ada karbohidrat
Hasil uji flavonoid, saponin dan fenol hidroquinon pada ekstrak C. gracilis adalah negatif. senyawa
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam C. gracilis tidak ada
flavonoid,
saponin,
dan
fenol
hidroquinon.
Harborne
(1987)
menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa fenol yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Warna senyawa ini akan berubah bila ditambahkan basa atau amoniak. Asam amino merupakan senyawa penyusun protein. Hasil uji ninhidrin pada ekstrak metanol adalah positif, sedangkan pada ekstrak heksan hasilnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa C. gracilis mengandung asam amino. Pada
88
biomasa yang diekstraksi menggunakan metanol, masih terdeteksi adanya asam amino, namun biomasa yang diekstraksi menggunakan heksan, asam amino tidak terdeteksi.
Hal ini dsebabkan asam amino tergolong bersifat polar,
sedangkan heksan termasuk non polar, sehingga asam amino tidak larut dalam heksan. Hasil analisis Molisch menunjukkan bahwa ekstrak heksan hasilnya negatif, artinya ekstrak tersebut tidak mengandung karbohidrat, namun biomasanya mengandung karbohidrat. Chaetoceros merupakan mikroalga yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Renaud et al. (2002) melaporkan bahwa kadar karbohidrat dari biomasa Chaetoceros yang ditumbuhkan pada suhu 25 oC sebesar 13,3 % dan pada suhu 30 oC sebesar 12,5 %. . 7.3.8 Kandungan asam nukleat Kandungan asam nukleat ditentukan berdasarkan kadar DNA (Lampiran 11).
Hasil analisis DNA menunjukkan bahwa C. gracilis mengandung asam
nukleat sebesar 0,1 %. Semua tipe protein sel tunggal mengandung asam nukleat dalam jumlah tinggi. Becker (1988) menyatakan bahwa konsumsi asam nukleat setiap hari sebaiknya tidak lebih dari 2 g, dengan asam nukleat total pada semua sumber tidak lebih dari 4 g per hari. 7.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa hal dapat disimpulkan antara lain : (1) Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki kadar protein, lemak yang tinggi, yaitu sebesar 45,88 %,16,5 % dan 10,17 %. (2) Jenis-jenis asam lemak dalam ekstrak C. gracilis meliputi asam lemak jenuh seperti kaprilat (C8:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), laurat (C12:0), stearat (C18:0), heneikosanoat (C21:0), behenat (C22:0), serta asam lemak tidak jenuh seperti palmitoleat (C16:1), heptadekanoat (C17:1), miristoleat (C14:1), pentadekanoat (C15:1), oleat (C18:1n9), linoleat (C18:3n3), arakhidonat
(C20:4n6),
linolenat
(C18:3),
dokosadienoat
(C22:2),
eikosapentaenoat (C20:5n3) dan dokosaheksaenoat (C22:6n3). (3) Komposisi asam amino dari biomasa C. gracilis meliputi
asam amino
esensial seperti treonin, valin, metionin, leusin, isoleusin, lisin, fenilalanin, histidin, dan asam amino non esensial seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, arginin, alanin, prolin, tirosin.
89
(4) Biomasa C. gracilis mengandung mineral seperti kalsium (Ca), fosfor (P), magnesium (Mg), besi (Fe), zink (Zn), mangan (Mn). (5) Ekstrak C. gracilis memiliki senyawa golongan steroid, asam amino, karbohidrat, dan gula pereduksi, sedangkan biomasa memiliki senyawa alkaloid, steroid, asam amino, karbohidrat, dan gula pereduksi. (6) Chaetoceros gracilis mengandung 0,1 % asam nukleat (DNA) dan 6,5 % silika.
Berdasarkan percobaan yang
diperoleh, dapat
disarankan untuk
dilakukan penelitian lanjutan antara lain optimasi kultivasi C. gracilis dalam medium pupuk. komponen aktif lain seperti antioksidan, imunostimulan sebagai bahan nutrasetika, serta kemananan pangan secara in vivo.