v0tul{
l0 I't0 3 l}[stM]t'R
t
200$
IURNAL MEDiA HUKUM 0Mr0
adalah junrat itmiah berkata FnE diterbitkan oieh Fakuttas Hukum Unvehitas MuhammadiFfi Yoa'?karta dua kari setahun pada blran Juni .ia.r Desember Ju.na! Media Huk.m memriiki visi heniadi iuma/ ilmi* Fng terdepan d.iarn pengembangan iinu Hukum Jar sr.ri'ah ser6 hamohiiad hutc.rm Dositif Indoi€sia dengan prinrip-prinsrp srari'ah rsrarn. RedalsiJumar Media Hukum meneiima nask h ardkerlapor-r.. p€.rerhian, anikel
l
lepes, dan r€sensr buku rang sesuai denqan vsi Jurnat Media Hukum. Nask Fng dikrrim ;rdhr dari t s sampai 2s halarnan kwarto (A4) deBan spad ganda" Naskah ditengkapi den8afi biodata penutis. Narkah yaru dikirim ot€h Penutis dari luar Universkiar Muhamrnadiy:h Yog..kirta djkanai biaya admtnistrall sebesar Rp. 5m.000,_ llima rrtus ribu
.upiah). aLAtrlAT REDAKST' Laboratc.um Hukum, rakurras Hukum uhiversiras MuharnmadiFh yo$.aka.ta. Jaran LinSkar seiatan Tamantirto, K:sih&, Bantur, Dryo8rakarta. Terp. 0274-3 876s6 psw: r24. Fax- 0214 -387646. I www.lawumy.ac.td I ornail iumatmediahskum@wa a-com,;umalmediahukum@g,nuif .com
PEI{AT{CGUIIG
SIAF PEI.AXSIIIA
H. Muhammad 'AWAB Endriyo Susilo, S.H., f4CL.
Edic.or|
Administrasi dan Keuang.n:
XETUA PEI{YUIITIt{G
Indratno Pedytanafi, S.H.
Iwan Satriawan, S.H., MCL. WAIfl
tudani, S.H.
Distribusi dan Pema,saran:
L IGTUA PEIIYUTIIII{G
Nanlk Prasetyonin8sih, S.H., M.H.
PEIIYUIITIIIG PELAI(SAIIA
l.
rohan Erwin lshaqanto, S.H., M.H.
2. Yenlwldowdty,
S.H., M. Hum.
3. 4.
Nasrullah, S.H., S"Ag., MCL.
5.
Yordan Gunaw:n, S.H., Int. MBA.
Endang Heriyani, S.H., M.Hum.
.
DESAIII&I.AYOUT
Dioko Suprifanto.
AI/ Daniyutianti,S.H.
MEDI/{ FIUKUM DAFTAR
ls|
f,fiSIT PEI{EI,ITIIJ{ HALAMAN .{10 Rekonnrukri Wew€nrng p€nyidlk dalam p€rkara Ttndak pidana Korupsi (Kajian tcw€nangah Polisi dallm p€nyidtk h Tindak ptdana Korupsi) NUilU llUCRol|0
HAIAMAN 424
I hkulbj lkkum Urinnihl hnd.nt loldimin. prMokedo
Fenegakan Hukum
Fn8
Berk€aditan Sostat dan Berdinrensi HA}1 (Studi t€rhadap penggusur.n
Kelompok MasFrahat Marsinal) rafi ft jufillDl[ | t tuti$ Hukon Urivirihi
t
trfikrnld
ltona. ldri
HALAMAN 439 Diskresi (Fr€,€5 E rn€ss€") oteh p€iabat p€merintah Rambu Hutum, Atat Ukur rc:b.rh,n, dan Ksermatan datam p€nggunaannF ilDWAil I r&h:r Hukum t niyrnitu lri*iiqa hkmbais
inLAMAN ,t52 Arah d:n
Kebtiakan peninSk tan DaF Saing Invest si Metatut ftekonstruklt potidk Hukum p4ak Afill tUlNAWl[ | frk{tt$ fiukun Uoiwnihr ktm lutt n lsun8, jlnanry
HALAMAN 468 Politik Hukrm daram pemb€rian Kewenangan BidanS pertanahan K€plda pemerintahar Da€r.h U
iRl
Ur I hiuh.!
fllh,,r Untulnibl tdm
HALAIIAN .t82 lmplem€ntasi Konscp
Fdtdh
tutt tsunt,jlmannt
&tam penSatur|n prinsip Keh..i_Hatjan dan perlindungan Hukum
Grhadap Nasabah pad. gank S),rrt,* oAllltc ,,VrfiYU lluMt{lfln I td!rt!. ilutum Uninllitr tuhrinrdiFlt yoorhia yoontrdr
HALAMAN 502 U€ensi Harnbotsrsi Hukum penS€totaan p€rtambrhga. Mtq/at dan Gar Bumi Lepar panrri di Era Otonomi Daerah Dt I hkutnj Hukuo Univlniid bmpur& bhplrg
fitiY
HATAMAN 519 Kebiialon Aplikast perfindun8m Hukum terhadrp Korban tindak ptd:n. LinSkuryan Hidup Seh'rbunSan K6giat
n Korporasi
llill
fluhm Unindt ,
Y
oowlll I htotlr
iftnln.diFh lotFhl!' to$Ehd:
HATAMAN 535 KaEker Protresf Materi Muatan peraturan DaeEh (perspetdf Keb€rpthakan penyeterySar.n Pelardan Das.x p€merintah Daer.h terhadap Masrnrakat Mtskin) fll flllAilTA I hkuttx
l|
un Uiivr6itrr umpulr, umpsrg
HATAMAN 548 Konstruki Hukum Acara peraditan ASama M€n,,iu Teruuiodrya putus"n Fn8 Adtl AS0UUl t I fahthr HukumUnin6ihl klin Indoisi!,IogFhl'
HAIAi1AN 572 Politik Hukum PenSeroraan unskun$n dan RefleklinF flUill fiAD lllE I hkuhrr ltutum Uniylribl t:mpuns, l.lmpung HAIAMAN 585 Rokonstrulci Potitlk Hukum Ked:utatan panSan MC|l rD
MLAMAN 599
rfftfi. ttlllwtiitsfi
Peflyel€saian Konfltk Etnb
l|tit{lilsyAil |
khtr
daram produk Hukum otonomi Daenh
K€tahanan p.ngan Be.basis Ststem Kearifan Lokat Guna M€wvludk
rultMl|fil,, M{ trc V
0[iI0
| Iahj|n! t,,krrh Univtr'inj
rnvihF
.|ln&
d.n Instidjstonalsajt pGngadihn Lot€l Fng Bcrbasis Bud.F
Hlkum Uniylnitu tanju0rpuq
tdiib*
r
MEDIA $IUKUM l(0 NSTR U KS I
l"! U
KU
|ll ACARA PERAD I l-,AN AGAMA M EN UJ U
TERWUJUDNYA i}tJTlJSAN YANG ADIL ABDUI. JAIIIT hhlrar8utu'nUniwrih!hhmlnd eria,hhnhm iilva
158,
losFk.ra lird{nllh tmiI
[email protected].
fiB$Tnff{ The religious court has no legal proc€dure that coditied In one book slnce it wa5 r€cognized by Dutch colontal for iavd and Madur. In I 882, up to | 989. Rellgious court had been using its own l€gal procedure .fter implemdaing law no. 7 years | 989 jo law no. 3 year 2006 io law ro.-50 year 2009 reSarding reliSious courr, even if tt uses 2 sources. Those rwo sourc€s are:ipecific legalprocedure and public tribunalthat impli€d issues except in marriage's case. Other then marriage's ca5e, both of material and formal law are not compatible, be
Butgclijkwetboek(Bw)book fV This re$arch
is conceming ahout 2 elem€nts. l) How doet iudges conrtrlcrirE legal proc€dure from religious coun in ord€r to cr€ate lmpartial declslon? 2) Does the jddges on settltng cas6s
excep! marriag€'s cas€ ar€ irnplementing the other sources b€yond civil leSal procedur€?. The dm ofthis rese.rd are | ) CoBtructing legal procedure that being implied in religlous coun. 2) Findtng legal procedure which has b€€n d€termhed by jrdg€s of religious .ourt in the pro.ess ofsettling calge except mar.'iage's case. This is a qualitative resea,-ch; therefor€ th€ data rsulted k qualitaive. Thk r6ear.h is using He.meun€ti. phenomenolo&/ approach, and the conclusion ofthis research is that Th€Judges ifl th€ r€liSious court in cultilating impanial decision is usin8 2 led procedures, unification of both pri rat€ leSal procedur€ and lslamtc leSal procedure. The jud8e do€s not impose an absolute cjvil l€gal procedure in the Seneral tribunalr Iey wordlj (oiitruction, leligious tourt, Proc.duBl b\v
K&tr
I,
PEIiDffTT,U&X
Peradiiao agana merupakan bafJian dari sistem penegakan hukum di Indonesia, khususnya bagi orang yang beragama Isiatr cialam perkara tenenRl. Ketentuan tersebut dijelaskan dalam Pasal
2 d^n 49 UnJang-Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Lahimp Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 io. Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 jo. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 merupakan keingioan untuk melaksanakan Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 jo. Undaflg-Undang No. 4 Tahun 2004 jo. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentans Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman_
v0 LUI{
l6
t
1,t0. 3
Kedudukan Perx(lilan Agama se[ukin kokoh setelah lahimva lJndang_trndang No. 4 Tahun 2004 jo. l.lndang Lndang No. .18 'J ahun 2009, sebab kecludukan t,eraclilao Agarna benar-benar sederajet, karcna bereda dalam satu struktur cli bawah Nlahkamah Agung sama sepe.ti peradilan lain tidak dibawahi oleh departemen, dahulu peradilan Asarna berada di bawah Departemen Agama.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, sebetrum diubah dengan Undang_Undang No. 35 Tahun 1999 dan Unclang-Undang No. 4 Tahun 2004 dan Undang_Undang No. 48 Tahun 2009; trenganunatkaD bahwa kekuasaan kehakiman teninggi adalah Mahkarnah Agung, dalam realisasi pelaksanaan kekuasan kehakiman sebagainana penjeiasan pasal 10 ayat (1) dijalankan oleh z (dua) peradilan, yaitu: peradilan Umum dan peedilan Klrusus. Peradilan kh.sus adalah peradilarl Agama, pemdilan Miiitef, dan peradilai Tara Usaha Negara karena berlaku bagi golongan masyarakat reftelttu dan dalam
F*zta
tertentu pula, sedangkan peradilan umum adalah pengadilan Negeri karena bedaku unruk masyarakat dan floloogan pada um]lmnya.
Untuk merealisasi ketenluan Pasal 10 ayai (1) Undang Uodang No. 14 Tahun 1970 tersebut masing-masing peradilan mempunyai aturan dan dasar hukum sendiri_sendiri, misalnya Peradilan Tata Usaha Negara bersaCarkan UnCang_Undang No. 5 Tahun 19g6 sekarang diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 jo. Undang,Undang No_ 51 Tahun 2009, dan 19 rahun kemudian lahir Lrndaog-undang No. 7 Tahun 7999, selartrrg diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang_Undang N.o. 50 Tahun 2009. Perubahan te.hadap Undang-Undang peradiian Agama temebut ticiak mengubah secara keseiuruhan hukum acaranya, hukum acara yang diatur dalam undang_undang tersebut terbatas pada perkara perkawinan. Sebelum berlakunya Undang-Undang peradilan Agarr|^, pengadilan Agama bilum menjalankan fungsi peradilan yang sesungguhnya (peradilan quasi), sebab s lah s t)
fungsi pengadilan adalah tidak hanla memprrnyai kewajib:n menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesikan perkara bagi pencari keadilan, akan tetrpi pengadilan dapat menyelesaikan perkara itu sampai melaksanakan putusannya (eksekusi) apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela dan pihak yang dirugikan meminta bannran pengadilan. Peradilan Agama dapat dikatakan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman lang sebenamya ap bil^ dapat menjalankan fungsi pengadilan. Sejak berlakunya Undang_ Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang No. 50 Tahuo 2009 Pengadilan Agama sudah dapat melaksanakan fungsinya (peradilan cout't of Llu), yaitu nelaksanakan isi putusannya, dan putusan pengadilan Agama sudah mempunyai kekuatan hukum anpa harus ada fiat eksel-usi dari pengadilan Negeri. Undang_
Undang Peradilan Agama tersebut telah meocabut ketentuan pasaI63 ayat e) IJndang_ Undang No. 1 Tahun 7974 tentang Perkawinan, sehingga pengadilao Agarlra oapar
ruE&,A lruK{,M fiit l:iksxnxkxn putllsannle sccxra Flis:L ir|:rl)ll.L irih;Llr vang kalah tid?1k nliu nrelaksanakao secala sukarela dan pihak yang dime:nangkan rneminta bantu:ln peogadilan (LJmar, 1986:
L
!), l.ral*an sejak proses p€r'sidargan i)cfj:il.rLr Pcngadilan Agama sudah dapat melakukan
penyitaan terhadap barang, baik yang menjacli obl€k sengketa atau barang milik tergugat yang akan dipergunakan sebagai pemenuhan prestasi apabila gugatannya dimenangkan. Peran sepefti
iri
apabila dikaitkan dengan pendapat Abdul Rahman, maka Pengadilan
All:rllx benarJrenar rnclxksanxliirn ftrng!!n1lr
brlil< seb:rg:ti fungsi yuridis luaol)u1! sosi()iogis
(Llmer, 1986: 1B).
Berkaitan dengan fuogsi penllxdilen tersebut irl--abih dik"itkan dcngan kompeteisi d?n hukuin materiilnya belum sesuai, sebab kompetensi pengadilan agama sebagaimana
direnrukan dalam Pasal49 Undang ljndang No. 3 'l'ahun 2006 jo. Undang Undaog No. 50 Tahun 2009, adalah menyelesaikan perkar.r ditingkat pertarna antaa orang-crang Islam dalam bidang: (a) perkawinan, (b) waris, (c) wasiat, (d) hibah, (e) wakaf, (.f) z^ket, (g) infak, (h) shadaqah, dan (i) ekono! ri sveri'rh. Apabiie ciilihal deri kompetensi fersebut jelas berkaitan dengan perkara Islam, selnenta.t hukum prosedur (^. r^) yaftg dipergunakan untuk proses nrenyelesai{an arlalair nasih bersumber dari Pengadilan Negeri, yaiiJ Het Eerziene InCoflesiscb Reglement (.HIR), Recbtsreglement Buitengeupsten (p3g)
danbrkulv Burgelijkwetboek(Bw). rlal
rrri sebagaimana
diatur dalam Pasal 54 UndangUndaog Peradilan Agama, yaitu: 'Hukum acara Jzng berlaku pada Pengadilan dalam lingkuagar Peradilan Agama a.lalah HnLum Acar:! Pcrdata yeng berlaku pada Pengadiian clalarl lingkungan Pemdilan LJmum, hecuilli )eng tclah clianrr sccan khusus dalarn undangundang ini". Hukum acam yang secara khustrs diatur dalam undang-undang Peiadilan Agama adalah terbatas berkaitan dengan sengketa perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal66 sampai dengan Pasal89. Untuk pemeriksaan selain perkawinan berlaku hukum acara yan:a berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Sebagaimxoa diketahui bahwa sLrmber hukum acar:r perdal?r yang berlakli pada
Peradilan Umum sebagaimana diatur clalan llndang lJndang Daturat No.
l
Tahun
1951
teotang Tindakan-tindakan untuk MenJ'elengg:1r1lian Susunan, Kekulsaan dan Acara Pengadilan pengadilan Sipil adatah Hel Herz{ene Indaneskcb Reglenent (HIR) atau Regletuen lndooesr yang diperbaharui, untuk daerah Jawa dan Madura dan Recbtsreglement Buitengetuesten (RBg) ata.u Reglernen daerah seberang untuk luar Jawa dan M^dvr^, Regletnent op de Buryelijke recgtsuordering (Rv) atau Reglemen hukum acan
r
frkBrop^, Reglement op de Recbterlijhe organisatle in bet bebicl derfu$itte tn Indonerie (Ro) atau Reglemen tentanli organisasi Kehakiman, B\r buku IV, UU No. l Tahun 1974, PP Nc).
9 lahun
1975 renlang l)eratulan Pelaksanaan lJnclang-Undang Perkawinan, UU
No..1 Tahun 2004 jo. Undang-Undang lahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, fru No. i'iahun 2004 tentang Mahkamxh Agung, UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 4! Tahun 2009 tentrng Peradilan ljmlrnl, I-rU i'\o. 23 'l ahu[ 1997 tentang Lingkungan Hidup, LrLl
l'0t|,tt
N.. 8'tirlrirn 2006:
t
1999 tentang perlindungxn KonsurneD
din yurispru.lensi
(Mertokusumo.
8).
rrlter I;,lkum acara perdata yang ltc-rlaku .ii l,ent.,-lilan j\,egeri di atas yang dominan addlah HlR, RBg dan Buku IV BW, dimana irukum acara penlata tersebut buatan pemenntah Hindia Belanda yang tidak bersumber dari hukum Islan dan sudah mtusan tahuo, sedan{ikan kompetensi pengadiian .dgama pasal 49 tersebut adalah perkara Islam dan hasil clari pembaharuan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. I)ari penielasan jelas terscbut adanya perbedaan ant.lra ()b).ek yang meojadi sengketa dan dasar hukurn -SL
yang d4)ergunakan menyelesaikan dengan hukum acara (hukum fornll) yang dipergunekan untuk memproses dan rnenghasilkan putusan yang adil. Dilihat darikompetensi dan dasar hukum pengadilan Agama dengan
sumber hukum acara yang dipergunakan untuk memproses, ada kesenjangan, sel_.ab perkaranlz adalah perkara dan dasar hukum yang dipergunakao untuk memutus adalah Islari sedangkan Ilukum yang dipcrgunakan untuk prosedur (hukum acara) ticlak bersumber dari hukum Islatn. Kesenjangan ini seharusaya iidak teqjadi, sebab Islarn selain mengatur sistem hukurn nuterill juga mengatur sistem peradilarrya termasi:k hukum acaranya. Ha! injlah yang
mendorong peneliti
ntuk melakukan penelitian yang berkailin dengan bagaimaru hakim Peradilan Agama mengkonstruksi huL-um acara dalam merneriksa perkara di luar perkara u
perka*inan. Berdasarkari u6ian teisebut, nusalah
-yung
diteliti dan dianalisis
secara
kritis
adalah:
l.
Brgaimana lukim mengkonstruksl hukum ecara peradilan Aganta agar tercapai pufusan yang adil?
2.
Apakah hakim peradilan Agama dalam proses menyelesaikan perkara di luar perkawinan menempkan hukum acara lain selain hukum acata yang berlaku pada peradilan umum?
II.
METSI' PENEI,ITIAfl
A.
ParadigmaPenelitian
Paradigma yaru dipclgunakan daiem penelitian ini adalarr konstruktivisn,e. karern peneliti ingin mengkonstirksi hukum acara pada peradilan Agama bagi hakitu. Konstruk tivisme dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat naturai dan alami serta menggali sikap dan pikiran hakim secara fenomin^lyang teiadr saat jtu menuju pada pernaknaan
hakim terhadap hukum acara di Peradilan Aeama.
B.
l\4etode Pendekatan
Peoelitian ini diharapkan akan nengkostruksi hukum acara peradilan agama, (rara yang diburuhkan adalah sikap hakim daram nengkonstnrksi hukum acara peradilan di Agama clalam proses menyelesaikan perkara di luar perkawinan, sehingga data yang
i[iii'on
HuKrrM
pcnc:litian oleh karenanya penclitiad ini lr]crLlpakiio kurlitatif' ditta ilclalah clibrrtuhkan
kualitatif't,endekatanyangdigunakanadalahhermeneutikafenomeno]ogi
C. -
tokasi Penelitian
'f
Agama' Pengadilan inggi Agama Orr,o Oenelitian ifli adalah di Pengadilan Agama terhadap Perkai?r pufusan Pengadilan aun rn{a't't,."h eg'ng' Untuk Penelitian ekonomi syari'ah dan Putllstn P'rngadil'in 'Agama Purbalingga .lalam kmus senqketa hakim waris' hakim Pengadilan kasus sengketa pembagian
,.i"r,
Mungkid dalam
Mahkamah Agung Pengadilan Tinggi Agama dan
-.
^gama'
lnlormao \KeY Infomaitl
mencari informan dan kE/ infoftnn penelitian irri kualitatif maka peneliti infonnasi' Peneliti menunjuk ;;.-,.t-U"' lzng dipergunakan sebagai sumberpenlladilan Tioltgi Agama dan ""uug; ;..rr_" adalah hakim di pengadilan Agaria, .";;;;; infofltan se(a advokat AdaPun Penentuao ktiieria hakiin agung cli Mahkamah Agung Hakirn g2kim yang memutuskan perkaa di Pengadilan Agama' a'lalahr }?ng dibutuhkan qawasan keijmuan di bidang Peradilan Agarna' Per€aclilan Tinggi Agama }?ng mempunyai yang pemah menangani Peradilan Agama serta advokat Hakim Agung yang melnbidangi tersebut Peneliti melakukar kon.sultao hukum dalam kasus menjadi ij"** ;ffi ; yang sesuai kiteria (dua) orang nakim Pengadilan Tinggi Agama 2 dengan wawancara dengen Ketua maielis inkim Peneliti' Peneliti melakukan wawancara .t"t Otat,"n"" ,""* dan ketua maielis serta satu orang perkara sengketa ekonomi syari'ah -"-"4" melakukan dengan satu orang adYokat """i i.ii" ""rr., -"- kasus sengketa waris' peneliti syari'ah dan hukum dalarn kasus sengketa ekonomi konsultan menjadi ;; ;;t omng pengurus Basyarnas Yogyakarta' g.rg"t"r-r *'uria a"rtu
D
;";.""
"atr'r
[.
lnstrumen Pen€litian
O1e}rkarenaPeoelitianinikualitatif,makainsrumendalamPenelitianiniadalah ini adalah untuk memahami dan mengkonpeneliti sendai. olel) karefla tu]uao Penelitian 2009: (Denzin & Lincoln' sebagai partisipal dan fasilitator struksi, maka F,eneiiti berperan metode dimasukkan oleh peneliti dalam wawancara dan dokumen r4O). cat[f^nstudi
pengumPllan data'
t
Jenis Data
1.
,,*r*,
ini dibagi menjadi: fenis dara clalam penelitian der.garl cara langsung dari peneiitian laPar.4an diperoleh y"t'g d^tu ,"ta (informan)' yaitu hakim Peradilan Agama melakukan wawancara kepada narasumber dan advokat;
v0tul,lt 10 l{0.3
2.
Sekunder, yaitu
dntx,r.g dipef
.leh dari bahan hukum, jufnal dan putusan pcngadilan
Agama;
3. G,
1.
2.
H.
Tertier, yaltrr d^ta yang .liDeff.lch clari bahan hukum yang benrpe kaorus hukum atau ensiklopedi (e, c?clopedi). Metode Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian diperoleh dari informasi hakim pengadilan Agama, hakim pengadilan 'finggi Agalta dan hakim
agung Mahkamah Agu11g sefla aovokar yang pemah menyeiesaikan perkara rli luar perkawinan pada lingkuDgan pe.adilan Agama Adapun pengumpuJan data dari informan dilak'kan dengan cara wawancam secara mendalam (deptb interuieu) dengafl mengg]unakan p{n\sip snou,ball; Data sekundef dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari liteBtur yang berkaitan dengan masalah penelitian dan putusan pengadiian Agaria di luar perkawinan. Analisis Data
Oleh karena penelitian ini adatah kualitat4 maka analisis data laog dipergunakao adalah analisis L:ualitatif. Daa ),ang terkumpul disajikan dalam benrirk deskriptif dan sekaligus mengambil suatu kesimpulan yang diambii berdasarkan verifikasi data. Analisis data dilakukao dengan menggunakan langkah_langkah sebagai berik\tt: pertam6, peogumpulan data, yaitu kegiatan irntuk menemukan dan rnenghiinpun surnoer_sumoer informasi yang releva n deng n pefielit1ar,. Ke.llta, interpretasi daa, yairu tahap pen],usunan fakta dalam keraqgka logis dan harmonis, sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Kegintan pen''usunan ini disebut juga dengan proses sintesis atau interpretasi. Kettgq penulf,jan, yaitu tahap ketika hasil interpretasi ditulis secara sistenuG, logis, hamoois, dan konsisten, baik dari segi kata maupun alur pembahasan. Secara teoritik, analisis data adalah proses men)rusun, mcngkategori, mencari pola atau tema dad data yang ada dengan maksud untuk memahami maknmya (Lexy-, 19891 4 S).
UI. IIASII, PEI{ELITIII{ IMIT ruWHSIS
a
t(oLstRutGt ilUKU ACAm BAG| flru(m pERtDtL|l{ ACtffA
Dalam penelitian relah ditemukan dat^, di pengadlan Agama purbalngga pemah memutuskan sengketa pembiayaan syari,ah (perkara No. 1044/pd|G/2OO6/?ApBg), di Pengadilan Agama Mungkid pemah memutuskan perkara gugatan waris (perkara No. 104/Pdt.G/2OM,ryA.Mkd). Hasil analisis rerhadap putusan tersebur, hakim yang memutuskan
kedua perkara tefsebut tidak sepenuhnya menggunakan hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan lingkungan peradilan Umum yang bersumber pada HlR, R.Bg, BV dan masih mempe(imbangkan hukurn acara dalam peratiilan Isiam, seperti hujjah_
*j!Ept& lluKUM hujjah rtrlLr kiteb fikift. Pada kasus perkan No. 1044/Pdt.G/2006, tanggai 20Juli 2005 penggugat (kreditu.) clelgan Leigugiri (deLiiur) telah melakukan ahad tlrusyarakeh (.al-Musyarahah). A&^d
tersebut.liiegalisir oleh Notaris Heri Prastowo Wisnu Vidodo, S.H. Sebelum rerjadinya sengketa di Pengadiian Agama Penggugat dengan Tergugat telah melakukan hubungan hukum hutang-piutang yang dikonstruksi dalam akad musyarakah. Dalam salah sab.r khusula akacl disel)akati satu Pasal )ang mengatur tentanfi klausula pilihan terhadap lembaga r':rng akao dipergttnakan unntk nenyelesaikan apabila di kemudian hari terjadi sengketa atau yang dikenal dengan istilah pilihan fonrm dntuk menyelesaikan sengketa. Kesepakatan yanll dibuat dan ditandatangaii p ft pihak apabila dikemudian hari terjadi sengketa keduaoya memilih lembaga arbitrase syaii'ah, yaiil Badan Arbitrase sFri'ah Nasional (Basyamas) Jakarta Pusat, atau Pengadilan Negeri Putbalingga. Piiihan lembaga arbifrase sebagai tempat menyelesalkan sengketa bagi para usahav/an dalam membuet akad adalah hal walar dan l'rzin, sebab arbitrase merupakan lembaga
alternatif yang rlapar dipilih dalam menyelesaikan sengketa dzur dilindungi oleh undangundang, yaitu Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Atbit.ase. Pa|a pelaku usaha banyak yang memiiih lernbaga arbitrase sebagai lerabaga yang digunakan untuk penyelesaian sengketa, sebab penyelesaian melalui lembaga arbitrzse dipandang lebih sederhana efisien, tidak terbuka untuk umum sehingga kerahasiaan suatu perusahaan teriaga dan
putusan yang dibetikan lembaga arbitrase bersifat mengikat danberclfat fin l (bilding' 'IahuIi 2006 dalxm akad musyarakah tenlyata benar terjacli kasus, \'aitu debitur (tergu gat) telah melakukan wanprestasi karena tidak dapat memenuhi prestasi yang disepakati dalam akad. Akibat wanprestasi itu pihak kreditur/BPRs (Penggugat) dirugikan d'an tidak dapat diselesaikan secara musfawarah kekeluargaan, akhimlz pihak kreditur mengajukan gugaten ke Peogadilan Agama Purbalingga. Klausula akad yang dibuat dan disepakati oleh para pihak (penggugat dan tergugat) seharusnya lembaga yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa adalah lembaga arbitrase, yaitu Basvarnes Jakarta Pusat atau Pengadilan Neged Purbalingga. Dalam kasus, pihak
kreditur ticlak mengajukan penyelesaian melalui tsasyamas, akan tetapi penggugat (kedhrr) mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Purbalingga. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Agama apabila dikaitkan dengan klausula akad tidak sesuai dengan pilihan forum tempat
untuk menyelesaikan sengketa yang disepakati dalam klausula akad, yaitu ke Basyamas Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri Purbalingga. Kompetensi pengadilan yang berhak memeriksa dan menyelesaikan perkara tersebut, apebiLa dianalisis berdasarkan klausula akad musyarakah sebagaimana diatur pada Pasal sclurusnya riaielis hakim Pengadilan Agama Purbalingga tidak menerin'la gugatan yang diaj kan oleh pihak kredirur tersebut, karena para pihak telah men-vepakati forum atau tenlpat secara absolut, yaitu Basyarnas Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri 118 HIR
}/0tt,tt i$
N0. 3
Purb.lingga. trlajrlis h:iliinr yang memproses kasus Ler:rcbut dltlxln amal putusannya telah menyatakan menc nla dan mengabulkan sebagian isi gugatln_
Di dalam pel1ilnlrrngan hukum amar putusan pe.;tadilar) Agitnla
pLrrbaiingga tidak
tergambar dan tefsurat secara detil, apa }?ng menjadi dasar peflirnbangao sehingga majejis hakin menerima dan mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Setelah dilakukan w^wancar^ secara mendalam dengan hakim (ketua majelis) yang memutuskan perkara
pertamq, bahwa menurut hxkim pilihan tersebut, cliternukan hukum adalah ^l^san. menunjuk suatu lenbaga yang berwenang untuk menyelesejl(an perkara apabila terjadi wanprestasi terhadap akad yang dibuat. Dalam klausuia akad yang dibuat oleh para pihak, ternyata rnemilib 2 (dua) tempat, yaitu Basyamas pusat atau pengadilan
Jakarta Negeri Purbalingga. Menurut pemaknaan hakim, pilihan semacam iru adalah bukan pijihan hukum, pilihan hukum itu memilih tempat antan pengadilan atau cara penyelesaionla di luar pengadilan, yaitu arbitrase. Menurut hakim, piiihan hukum ),ang disepakari djrnaknai oleh kedua belah pihak suatJ tempat, yaitu arbiffase atau pcngadilan adalah keliru. sebab tanpa disebutkan dalam klausula akaci pengsdilan itu secara otornaLrs. ,{sa.s umunr
dalam petkata perdata pihak yang ttdak dapat menyelesaikan sendiri apabila memiliki petkar". fiak^ d^pat menirrta bantuan pengadilan, Larena prinsip uinum hukim perdata dala'n men','elesaikan sengketa tidak diperbolehkao main hakim sendiri. piliban hukum pengadilan itu bukan memilih secara absolut terapi piliha[ relatif (rempat berdasarkar wilayah) sedargkan pilihan absolut itu telah diatur oleh undang_undang dan para pihak tidak mempunyai plllhan. Kedua, pilihan tempat pengaciilan Negeri purbalingla untuk menyelesaikan sengketa musyarakah adalah berteotangan dengan fatwa Dewan Syari,ah Nasional (DSN) No. 08/DSN-MUVIV/2000 tenang pembiayaan MusJ)arakab. SaJ^h satu yang diatur dalam fatwa DSN tersebut adalah penentuan kompetensi lembaga Lana lang berwenang untuk menyelesaikan sengketa apabila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika re4adi perselisihan. Dalam farwa No. 08/DSN ]VLVIV/2000lembaga
yang berwenang menyeiesaikan adalah Basyarnas sebagai lembaga tunggal untuk menyelesaikan sengketa musyarakah Dua alasan ini yang dijadikan hakim nrenilai apak:rh pilihan hukum itu benar menurur hukum acara perdata. Hakim menilai bahwa pilihan hukum yang disepakati oleh kedua
belah pihak adalah bertentangao dengan huL-um acata perdata dan farwa DSN. Dalam lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) DSN merupakan lembaga produk hukum yang
produknF sebagai pengatur operasional LKS. pihak LKS (BPRS) dalam klausula akad y^tg te44di tahnn 2005 memilih pengadilan Negeri purbalingga sebagai pilihan hukum tempat untuk meoyelesaikao sengket adalah pilihan absolut clan hal itu bertentangan dengan farwa DSN, oleh karenanya pilihan hr_rkum dalam akad musyarakah dianggap batal demi hukum, maka pilihan hukum dalam akad musyarakah dianggap tidak berlaku.
Karena pilihan hukum itu dinyatakan batal demi hukum dasar penenftlan Kompelensr
IURIIIL
MEDIA HUI(UM alrs( rh rt
rt:rs k:rsus
ek
onoml s) in i'xlr .lid.rsxfkan pada Undang-Undang No. 1
J
r hLrn
lufr6,
itu diajukan seteiah berlakunya Undaog-Undang tersebut Berdasarkan ketentuan Pasal 4, iilidang-Und:rng No. 3 Tahun 2006 kasus tersebut menjadi sebab kasus dan gugatan
kompetensi absolut Pengadilan Agama, oleh karcnanya kewenangan menyelesaikan sengketa akad musyarakah tersebut menjadi kompetensi Pengadilan Agarna Purbalingga. Alasan hakim Pengadilan Agama sebagai temuan dalam penelitian dan dikaitkan hasil u'au,ancar:r dcngan hakim Tinggi Pengadilan Agama seffa lee| infitmnn h,krnt Mahkxmah Agung. Hakirn lirlggi Agama dar' he1 infornrtn menxmbahkan alasan dalam wa$'ancara, bahfil Dewan Syad'ah Nasional (DSN) sebagai lemba9 yang mengawasi perbankan syari'ah dari aspek syari'atnya adalah tepat. Hal ini sejalan deflgan alaung
di
maksud DSN mensyaratkan sengketa musyarakah harus diselesaikan melaluj Basyarr,as, karena pada waktu itu belum ada ketentuan yang mengatur sengketa ekonomi syari'ah itu men;adi kompetensi pengadilan mana, serta problematik di lapangan sering te.iadj sengketa absolui pengadilan. yajtu antara Peogadilan Negeri dan I'engadilan Agama. Kekosongan hukum itu seriog tiimanfaatkan oleh pihak-pihak yang besengketa, pengadilan mana yang diangqap rn-enguntr-ngkan Sebagai contoh, sebel'rm berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, sengketa waris bagi orang Islam, problem kekosongar' hukum acara sering dijadikan tarik-menarik antara Pengadilan Negeri dengan Pergadilan Agama, sistem hukum yang mengunn:ngkan salah sa pihak itulah Pengadilan yang
dipililr, sehingga satu kasus sengketa waris diajLrkan ke dua pengadilan yang berbeda, sehingga ada pihak yang netgajukan ke Pcngadilan Negeri karena merasa diuntungkan, se&ng pihak yang satu mengajukan ke Pengadilan Agamakarena diuntungkan putusan Pengadilan Agama. Hal itu te4adi karena adanla kekosongan dalam hukum acara. Menurut hakim Pengadilan Tinggi Agarna, yang dibenarkan iuga oleh hakim agung dalam hasil penelitian nelalui wawancara, tujuan dikeluarkannya fawva DSN adalah untuk oteogaolisipasi alaar janllan sampai teriadi kekosongan hukum acara tersebut Laodesan filosofis l)SN meneotukan bahwa lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa musyarakah rdalah Bas,varnas itu adalah tepat karena belunr acla hukunnya jangan sampai teriadi kekosongan hukum Hasil temuan dan untuk mengl-indari
^gN
penelitian bahwa fatwa DSN sudah tepat, sebab DSN sebagai lembaga yang mengatur regulasi syar'i, menilai sehingga lembaga keuangan syari'ah dasamya adalah hukum Islam (s)'ari'at) yang diatur dalam mu'amalat maka kAlau tedadi sengketa tidak tepat iika diaiukao ke Pengadilan Negeri yang dianggap tidak mempunyai b4sis hukum Islam, sedaoltkan pengadilan di lndonesia yang berbasis pada hukum Islam adalah Pengadilan Agarna tetap' tidak mempunyai kewenangan. Agar teriadi konsistensi antara hukum dasarnya dengan ketika terjadi sengketa dalam ekonomi sFri'ah maka penyelesaian seogketa akad musyarakah adalah di luar pengadilan yang diselesaikan melalrti arbitmse syaria'h (Basyarnas). Hal itulah yang menjadi sebab forum penyelesaian sengketa
Y0t|Jtt l$ l{0. 3 DrSffrtBlR 20m
tn
|
!:idrakah melalui iemb:tga Bnsyarnls scbagxi lembaga arbit.:lse yang diiaianken
berdasarkan hukum Islam. pilihxn Bast arnes J'.ng clisyatatkan dalam fatwa l)SN actalah uniuk mempertahankan nilai syari'at. Akad rnugtarakab yang ditandarangani
Juli 2005 telah djsepakati dalarn salah saru klausul pasahlz tentang pilihan hukun l3asyarnas Jakarta pusat adalah tepat, sebab Basyatnas adalah atbitrase yang didasari syari'at, akan tetapi pencantu(nan pilihan atau Pengadilan Negeri purbalingga sebagai lembaga r.ang menyelesaikan 22
sengketa tersebrrt
adalah bertentangan deagan tah fatwa DSN. Ntenilrut irakim daiam teinuan Denehtran akad yaru dibuar 22 Juli 2005 temebur bertenrangan dengan fbtwa DSN, maka m2jelis hakim berpeidapat bahwa pilfian forum dalam akad rersebur batal demi hukum. pendapar
hakim tersebut, memjuk pada bukr_rnya Dr \Tahbah Zulaifi yang be4udul Fikl?hul Istafi u'.2-adltll.ab. Untuk saat ini, pilihan forum dalam akad nusyarahab dapat dibenzrkan meskipun masih ada perbedaan pendapat. Hal ini dikarenakan berdasarkan pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tenrang perbankan Syari,ah ada 4 (empar) forum yatry dapat dipergunakan untuk menyelesajkao sengkeh ekonori syad,ah, yaitu: (l) Pengadilal Agam ; (2) Basyamas; (3) Badan Arl--itrase lan:
mencari argurnentasi .rilai-nilai yang hidup dalan nnsyzrakat. pendapat hakim tersebut sejalao dengan Dendapat HAR Gibb lzng diteiemahkan oleh Ichtijanto sebagaj teori Penerimdan Otoritas Hukum, kalau omog menerima Islam sebagai agamenya, maka harus menerima otoritas hukum Islam terhadap dirin)a (lchtijanto, 1990: 23_2). Hal kti dapat dimaknai kalau orang sudah menyepakati melakukan hubungan lembaga s'1ari,ah, maka harus menerina spai'ah sebagai landasan hukumnya. pendapat hakim dalam temuan penelitian ini juga seialan dengan pasal 55 ayar (3) Undang_Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syari an. Data yang diperoleh dari s,awancara ajasan mengapa hakim dapat menerima dan amar putusannya riengabuikan sebagian gufaa|an waoprestasi musyarakai: terse'ut, menunrt hakim akad yaog dibuat tersebut cacat bertentangan dengan aturan yang berlaku untuk perbankan syari'ah, maka pilihan hukum menjadi ridak berlaku dan pilihan hukum dianggap tidak ada. Timbulnya kasus wanprestasi adalah setelah berlakunya Undang_ Undang No. 3 "fahun 2006 yang memberikan kewenangan sengketa ekonomi syari,ah menjadi kompeteosi Pengadilan Agama. Data diperoleh dalam *awancara dengan '-ang ketua maielis hakim yang memutuskan perkala tersebut berpendapat bahwa klausula
penunjukan leinbaga yang menyelesaikan sengketa din),alakan ridak ada, maka berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 2006, pengadilan Agama purbalingga mempunyai kewenangan menyelesaikan akad muqtarakab tersebut. Hasil temuan dalam penelitian, drpar menunjukkan hakim memunrskan gugaran
luRtilt
MEDIA HUIUM u.ka l) tefsebrrl tidak sekecler nremirhalni ieks ir.rsal dalam klausula akaci, tetapi ap:r yang Ji i)alik teks pasal yang disepakati dalam klausula akad. Hasil temuan pacla ,rt t.rs j'o
rv;r',arLca|a dclgan llakim peneliti kroscek meial'ri w:l'* ancam dengan anggota Basyamas Yogyakafta, bahwa landasan filosofis DSN menentukan lembaga yang berwenang me-
nyelesaikan sengketa ekonomi syari'ah adalah Basyamas, karena lembaga keuangan syari'ah dasar hukum yang digunakan adalah hukum Islam (syad'at) yang diatur dalam mu'emalah, sehingga apabila tr:rjadi sengketii 1i(llk (lxpxi diajukan ke Pengadilrn Negcri yang clianggup' ridak mer4runwai basis hukuu, Islatr, sedangkan pengadilan yang berbasis
hukufl Islam, )aitu Pengadilan Agama beltrr, mempunyai kewerrangan. Itulah sebabnya forumnya ditentukan lembaga Basyamas sebagai lembaga arbitase yang diialaokan berdasarkan hukum Isiam. Hai itu juga sejalan dengan Advokat yang menjadi penasihat hukum penggugat, hasil wawancam dengan aCvokat alasan mengapa penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama ada 2 (dua) alasan, penana, Pengadilan I'gj'm cetelah beriakunya Und2ng-IIndang No.
3lhhun
2006 telah mempunyai kewenaig.rn
dan kasus Lersebut terjadi setelah berlrikunya 'J,odangiuadaog. Kedu4 setelah kasus timbul disadari bahwa klarrsula pilihan hukum dalam akad adalah cacat, sebab kalau pihak ittr
memilih Pengaciilan ]\lege.i sebagai tempat untuk nrenvelesaikan perkara dasar hukum rrng dipergunakan tiCak berdasarkan hukum islam tetapi hukr.rm Barat yang dikenal dengan R\v, sehingga berLentangan dengan perbankkan syari'ah. Dasar itulair yang dijadikan alasan grrgatan diajukan
qani'ah, maka menggunakan
Prinsip umum kc Pengadilan
Agama.
Dari hasii temuan dalam peneiitian dengan hakim Pengadiian Agarna, Pengadilan Tinggi Agarna, Advokat dan hq/ lnfom&n, gugatan kasus sengketa nusyarakah.yang diajukan ke Pengadilan Agama tersebut diterima oleh hakim dapat dibenarkan, sebab para pihak ketika memilih kompetensi lembaga yang menyelesaikan sengketa bertentangan
deflgan filosofi pilihao hukun serta tujuan dikeluarkannya fatwa DNS. Hal
id juga seialan
dengan pendapat Satjipto Rahardjo, akad yang dipaheni sebagai kesepakatan adalah hukum yang lahir salah satu karena kesepakatan kedua belah pihak (Pasal 1338 B\i(r) dan kesepatakan ilu merupakan hukum, maka kesepakatan harus mempunyai titik pandang dan berangkat dari situ juga. Misalnya kesepakatan tidak boleh bertentangan undang-undang, bertentangan dengan nilai kesopanan dan kesusilaan, tidak boleh ada tipu muslihat. Menurut Satjipto Rahardjo hukum yatg tidak mempun)-ai titik pandang namanya bukan hukum, tetapi hanya kumpulan pasal-pasal seruan dan larangan saia (Rahadjo, 2OO6: 124-125). Apabila dikaitkan dengan pendapat Satjipto Rahardjo tersebut, pendapat hakim yang menilai klausula pilihan hukum dalam akad musyarakah dikesampingkan adalah tepat karena menurut pendapat satjipto Rahadjo pasal-pasal dalam akad adalah sebagai seruan
dan tidak mempunyai nilai sanksi yang mengikat. Berangkat dari pendapat Setjiplo
Rahardjo terscblrt, n:r':kipun oreng nempunyai kebebas:rn clalam rnerrbuat hukum (kesepakatan) yeng ciikeoai dengan istilah kebebasan ber.kontrak, akan tetapi orang
tidak boleh dengan bcl,';s sdnaunya sendiri, harus dilandasi nilai nilai dat tidak boleh bertentangan undang-undang. Apabila hukum itu bertentangan dengan nilai-nilai dan aturao hukum lainnya, maka aturan hukum dapat dinyatakan ridak ltrlatcu. AJasan hakim yang terungkap dalam ternuan penelitian, apabila dianalisis berdasarkzn pendapat Yahya Ilaraitlp sudah tepat. Menunlt Yahya Harahap piiilun hrrkum lazim ciigunakan untuk rtenennrkan lernbaga penvelesaian secara absolut:rotara arDtrase atau pengadilan, atau pilihan secara tempat (feiatiD antara pengadilan yang sama dan sederajat manakala terjadi sengketa dalam perjaniian, misalnya antara Pengadilan Negeri yog'zkarta atat) Jakarta, antara Pengadilaan Agama Yogyakarta atau pengadilan A,gam J^k^t|a, bukan penentuan kornpetensi pengadilan secam absolut. Hal ini sebagaimaru diatur (4) HIR, bahwa para pihak dapat menyepakati domisili pilihan dalam Pasal 11,8 ^yat yang berisi klaus'.rl, sepakat memilih pengadilan tertentu yarrg akan berwenang menyelesaikan sengketa }?ng timbul dad peianjian. Penc2urtul1ran klausul harus berbentuk teltulis (Harahap, ?.O05 : 2OA-2OO'I). Pendapat hakin tersebut, juga sejalan dengan konsep hukum "plogresif', menurut hukum progresif lebih mengutamakan tujuan dari pada prosedur (yusriyadi,2cf,ff 43-
44). Tujuan dikelualkannya fatwa DSN adala.h agat pnrsip syari'ah benar bellar reiiaga tidak hanva sekedar label. Ketika orang sudah memilih prinsip syari'ah, maka seluruh akibatnya juga hrus berdasarkan syari'ah. Itulah hakim Pengadilan Agama menilai pilihan penyelesaian ke Pengadilan Negeri Purbalingga befientangan dengan nilai-nilai st?ri'ah di luar teks klausula pasal yang disepakati dalam ^k^d. Temuan dalam penelitian pada kasus pembagian waris (perkara No. 104lP&.G,2 2008,/PA.Mkd) yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Agama Mungkid. Kasus ini be|apal
dari sengketa pembagian waris antara cucu laki laki dari anak lahi-l:rki deogan anak laki laki. Arak lakilaki memandang bahwa dia adalah waris tunggal karcna cucu terrutup
oleh anak laki-laki. Cucu laki laki merasa haknya dilanggar dia mcrgajukan gugatan pembagian waris dan perbuatan meiawan hukum. Setelah gugatan dibacakan karena kedua belah pihak tidak berhasil menyelesaikan melalui jalur mediasi. Tergugar dalam jawaban melalui kr-rasanya telah melakukan ekepsi }?ng berkaitan dengan subyek hukum. Subyek tergugatoya kurang, karena ada pihak yang menguasai harta waris, yaitu istri kedua pewaris dan menjadi ahli waris tidak ikut digugat. Setelah pembacaan eksepsi, majelis menanlakan kepada penggugat apakah benar istri pewaris masih hidup, peoggugat
menjae/ab iya masih hidup. Atas jawaban tersebut, akhimya majelis hakim aenunda sidang rrntuk mcnglmhil pLrtusan akhir. Maieiis hakim dalam proses persidangan untuk mengambil putusan terhadap gugatan tersebut tidak melalui replik, duplik dan pembuktian, tetapi setelah penggugat dikonfiimasi
ru,FOI& HUKI'M oirh rx:r;ulis h:rl(in tentadg islri pe$ rri-' rlr.rjill
iiiLiLLp sesuai eksepsi tergugat langsung
mingambiiputusan akhir. Proses pengambilan outusan tersebut, apabila dikaitkan dengan hukum acara perdata yang berlaku pada pengadi)ao di lingkungan Peradilrn Umum (HIR/R.Bg), putusan tersebut adalah putusan sela, yaitu putusan yang menyeiai sebelum putusan akl-rir yang berfungsi untuk memperlancar pemeriksaan perkara (Mertokusumo, 2006: 230, Manan, 2000: 183). Apakah tepat putusan sela tersebut dipuf.rskan setel2h ada
cksepsi dan atas perian_laan hakim ptngguget rnenjii\r'rb secara lisan, bahn'a
iiti
ke-Z
pewads masil-r l-ridtip, sehingga dimaknai ballrva penggdgat telah membenarkan eksepsi tergugat dan dianggap sebagai proses peml;uktian sehingga putusan tersebut oieh hakim
putusan tersebut dimaknai putusan akhir.
Hukum acara perdata telah mengatur eksepsi jeni6 mana ).ang harus dibuat dengan putusan scla dan mana yang diput.ts bersarna tlengan putusan akhir tergantung pada macam eksepsinya- Berdasarkan ketentuan hukum ac m perdat^ (HIVR.Bg) eksepsi yang han]s dibuet putusao sela adaLeh ck:;epsi yang bcrkaitan dengan kevr'enangan pengadilan (kompetensi) baik reiatif atau absolut, selaio eksepsi tersebut akan diputuskan bersa'na pokok perkara. Berkaitan deogan putusan Penqadilan Agama Mungkid manakala
didasarkan HlVR.Bg. maka sikap h,ikim tersebut dapat dikatakan tidak tepat, bahka ada sebagian yang berpendapat hakim salah menerapkan hukum, karena hakim tidak menerapkan prosedur yang ditentukan dalam undang-u|rdang (HIR /R.Bd sebab eLsepsi yang diaiukan oleh tergugat tidak sesuai HIIVR.Bg. cksepsi yaog tidak be.kaitan dengan
kompetensi selurusnya diputus bersama sama dengan pokok perkara sebagaimana ketentuan Pasal 136 HIR,/Pasal 162 R.Bg. Putusan Pengadilan Agama Mungkid tersebut manakala dikaji dengan ketentuan Pasal 136 L|LR/Pasal162 R.Bg. tidak tepat, karena putusan tersebut tidak sesuai deog:n
prosedur hukum acara perdata, putusan tersebut diambil sebelum ada proses replik, duplik dan pembuktian tidak diputus bersarna pokok perkara- Pembuktian adalah proses )?ng penting bagi hakim, sebab dari proses pembuktian inilxh hakim akan mendapatkan peristiwa hukum yang sebenamya (Mctlokusumo, 2006 19D. I-{asil penelitian terhadap dokumen (putusan Pengadilan Agama), ditemukan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan didasarkan pengakuan penggugat. Penggugat ketika ditanya (dikonfirmasi
i
waris lain }?ng tidak ikut digugat, },?itu istri kedua pewaris. Dalam hukum wads Islam, istri adalah ahliwarjs (dzawil furudD yar,g tidak bisa ditinggalkan, apalagi istri menguasai sebagian harta waris. Pengakuan ini yang dijadikan oleh hakim scbagai alasan, sehingga hakim tidak perlu
oleh hakim) atas eksepsi tergugat mengakui kalau ada at
melarjutkan proses prosedur replik, duplik dan pembuktian. Hakim mengambil putusan sela dalam pengenian I{lVRBg. yang dimaknai sebagai putusan akhir, karena hakim meodapatkan fakta di persidangan, yaitu pcnggugat telah mengakui ekscpsi tergugat tentang kekLlranllan subyek hukum.
v0luxt
I)r-nr'lili selain menganalisis putusxn hakin, juga melakukan wawancara dengan hakim ,,.:rirg nenlutuskan, hakim peogaclilan Tinggi r\g:ura dan hakim agung di lvlahkamah AgLrDg I'irhnll peradi.lan Agama serta advokitt selugai kuasa penggugat. Data )arg diperoleh dari wawancam, bahwa hakim daram ntembuat purusa, tidak saja berpedoman pada prosedur acaq yang diatur daiam HIR/R.Bg., akan tetapi hakim mempefiimbangkan asas pemerrksaan yang diatur dalam Kekuasaan KehakimaD, di a\t?|ian.'.a adalah Undang_ tJndang N
mencapi putusao yang adil. Apabila di analisis dari HIR/R.Bg. hakim dapar dikatakan relah salah meneraptao hukum atau menyalahgunakan keadaan, akan tetaF,i sikap irakim tersebut dapat dibena*an apabila dianalisis dari sisi ketentuan hukum yang lain yaitu asas peradilan yatg diatur '&lam undang-undang kekuasaan Kehakiman Flakim telah menerapkan ketentua.' asas peneriksaan dalam persidangan yang ditentukan oleh Kekuasaan Kehakiman, haiiin mernaknai proses peradilan haius sederh cepat dan biaya ringan, adaiah tidak boleh berlarLltlarut dan berbelir-belit agar biaya^na, peradiiannya menjadi ringan. Peftimbangao hakim, setelah ciiakuinya eksepsi tergugat, hakim memaknai bahwa eksepsi tergugat tlenar. pengakuan penggugat te$ebut akhimya haklrn menarik suatu kesimpulan bahwa pengakuan itu sebagai suatu proses pembukian,
di depan
sedangkan pengakuan
persidangan merupakan alat t'ukti yang kuat. pemahaman hakiln tersebut didasarkan pada Pasal i74 HIR./311 R.Bg ]1925 BW. K^Iz\t pengakuan itu diiadikan d23ar. maka proses peradilan menjadi sederhan a, cepat dan biaya ringan. Sikap hakim tersebut sejalan dengan pendapat Sudikno MertoLusu_o, p..i.dilun sederhana dipahami makin sedikit foffnalitas dalam persidangan maka sernakin baik. demikian juga proses cepat adalah menunjuk jalannya peradilan, sehingga terlalu banyak formalitas akan menghambar jalannya peraclilan. Menutut soediL'ro Mertokrsumo semarur sedikit dan sederhana fomalitas_formaiitas dalam beracam di muka pengaclilan, semakin baik (Menokusurno, 2006: 36).
Derpijak dari pendapat Sudikno Mertokusumo tersebut, sikap hakim melgambit putusan tersebut dapat dibenarkao. Sikap hakim tersebut apabila dikaitkan derigan pendapat Adi Sulistiyono, putusan tersebut menr:erminkan hakim lang progresii Menurut Adi Sulistiyono, hakim yang progresif adalah di samping bersih dan beiani, syarar kearifan dao kecerdasan mutlak dipedukan, syarat inilah putusan yang berkualitas dan ce.minan keadilan aka|l diraih. Secara umum sl,arat-syarat hakim piogresif menurut AdiSulistiyono adalah: (1) cerdas, kreatif, aktif, profesional dan mempunyai visi; (2) Hakim harus memurus berdasar hukum seb^g i or?rngyangbijaksana; (3) menguasai dan mempunyai wawasan
perkembangan ilmu hukum; (4) Hakim tidak boleh membawa iogika hukum rerralu jauh
I I
MEDIA HUKUM s.iii:lr!ir
'tr:.t..jx.li ta$ranan undxng dnrl.tn!l;
(-l II:.kil'irerus
otcmahalni nilai-rrilai yang
hictLp di rnasyarakat; (6) Hakim tidak sekedar memeriksa nasalah yeng dihaclapi, r?pi juli:t irt'rhcr';ajiLran untuk mengetahui keedaan :;ekit,il rrrlsalah yang bersangkuranj dan (7) Hakirn dalam memutus harus secara proposional memperhatikao keadiian, kepastian hukum, dan kemanfaatan (Sulistiyono, 2005: 165).
Hasil penelitian tersebut di atas menggambarkan bahwa konstruksi hukum acara PefndLlxn Ag]nrx adxlah ticlak mutl:rk sesuai \..tng (liiltur .l.lem I t]li.'R.B!a, tetapi gebungkxo dengan huktrm acara Islam. Berkaitan hasil ini pencliti melakukan krc>scer oengat waw3ocafa langsung kepada hakim pengadilan Tinggi Agarna, [e1 inlcrmanh:akhn agung di Mahkarnah Agung membenarkan sikap hakim pengadilan Agama, sebab sampai peoelitian dilakukan masih ada pedoman hujjab (h|kw tslam) yang befkaitan dengan hukum materiil dan formil (acara) yang dipergrrnakan oleh hakim dalarrr pcrLrmo:rngan putusan. Alasan bulab h\tkn'i' itu masih dipergurlakan sebagai pefiimbangan putusan Peradilan Agama kafena Peradilan Afjanta arlalah pcngaclil:rn Lragi orang Islam dan da]am perkaia Islam. 'Iemuan dad hasil penelitian ini ir2kim peradilan Agama rrrenggunakan 2 (dua) hukunt ?caa, yaitu: ketenroaD HI&/R.llg, dan l-rukum acara Islam. Alasan hakim nntuk mencapai putusan yang adil dan kerentuan HIR/R.Bg. ada yatg nasth Ctpat
digunakan, tenpt ada yarry tidak tcp t untuk dijadika[ sumber dalam purusan perkam perdata Isiam. Hakim berpendapat HIR &.Bg sepaniang dapat mendukung putusan ,lang adil rnaka dapat dipergunakan, tetapi sebaliknl.:r kelau acla ketentuan tidak inenchrkung lercapainyi putusan yang adil hakim tidak perlu terpaku pada ketentuao nukum acara dalanr HIR/R.Bg. Menurut hakim kalau ada hukum yang jelas membawa kemaslabatan kenapa hakim hanrs tetap mempertahankan HIR/R.Bg.
B.
PUTUSAN ADII. DAI.AM PANMNGATI HAI{IM PERAD|TAil
AEA A
PuLusan aclii aclalah keinginan setiap omng y:rng berperkara di pengadilan. Rumusan
putusan adil antara pihak satu denfian lain rentu berbede sel]ab a.lil itu tidak dapat cLipersepsikan sama antara oaang vang satu deflgan lainnya. Rumusan putusen adil bennacarn rnacam sesuai cara pandang rnasing-masing. Dari hasil penelidan terhadap hakim Pengadilan Agarna, hakim memaknai putusan yang adil adalah puLusan yang didasarkan pada nilai-nilai atuan tertinggi yang dimulai dari proses persidangan sampai
pada putusan iru dibuat. Hakim memaknai keadilan dalam kasus ini, tidak hanya didasarkan pada keadilan prosedural saja tetapi keadilan subtansi. Data yanfl diperoleh dari penelitian ternyata hakim, tidak hanya meogikuti prosedur apa yang diatur HIIVR.tsg dalam membuat putusan tetapi hakim juga mempei,timbangkan
substansi putusan. Kalau hakim mengikuti prosedur yang ditenrukan dalam hukum baik yang dibuat atas dasar kesepakatan atau undang-undang HIR/R.Bg, kedua perkara yang diperoleh dari hasil penelitian seharusnya hakim tidak menerima gogatan (Niet Onuanheliih
Uerk!.iart,
.\-1fi9, sct
r',:l .lls
iiltl(.t NO) sehinglla peocad
kexLlilan hrrus rnengajukan gugatan
baru yang itu mcrncrluiirul \\'aktu yang lama. Hakim menilai bah$a putusan yang adil adaiah putus:rn yerl rl:L?rit membawa kernanfaatan para pihak. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdui Reltmarl ijmarj bahwa tugas hakim adalah menyelamatkan maousia dad perbuatan dbalim. Nlenuflrt Abdul Rahman Umar, yang dinaksud pengadilan berfungsi
yuridis salah satunya adalah bahwa pengadilan itu menyelesaikan perkara dengan hukum Allah, settng 1'ang clinuLsud clengan firngsi sosiologis adalah pengadij.n itu mencipt4kan keadilan, terjaminnya ]uk-hak (manusia), ierpeliha{anya darah, kehonnatan dan harta;
antara lain adalah dengan menegakkan lembaga peradilan dimana Islam telah mewajibkannya (Umal, 1986: 18). Konstruksi putusan adil bagi hakim dapat diterima secara logis, sebab dalam paham hukum progesif berpendapat bahwa hukum modem mengandung nilai yang tid?k cocDk dengan akar k-ultur kebudayaan bangsa Indonesia. Hukum modem menganduog nilai individual liberai (Alvaludin Marwan, dalam yunanto, 20091 45-48). sikap hakin dalam putusannya mengesan-(pingkan klausuia akad yang dipandang bertentangan nilai hukum dasar akad rnusyarakah (yaitu syari'at) dan membuat putusao terhaciap ekepsi di luar kompeterisi tanpa harus meialui prosedur replik duplik sampai pen$ukaian adalah prnkn?atr
hukum tidak sekedar prosedur teapi bagaimana dapat menciptakan rasa adil. Hal ini sejalan dengan salatr sam fungsi dari hukum ialah sebagai alat untuk menciptakan kepastiao
dan keadilan tersebut. Ijpaya ]ang semesrinya diJakukan guna menciptakan kepasiao dzn keadilan ialah hukum harus dllaksanakan secara layak (F'anani, 200911).
pu
san adil tersebut sejalan dengan teod keadilan John Rawls yang dilnrtip oleh Andre Ata Ujan, yarl€ pada intinla teori keadilanJohn ltawls terkistalisasi Pemaknaao hakim
dalam dua mmusan keadilan yang disebumya prinsip-prinsip pertama keadilan itu sesungguhnya berlolak dari suatu konsep keadilan yang lebih umum yang dirumuskannya sebagai "semua nilai nilai sosial kebebasan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan basis harga diri harus didistdbusikan secara sama. Suatu distribusi yang tidak sama atas nilai-njlai sosial tersebut hanva diperboleirkan apabila hal itu memang bermanfaat bagi setiap oraog (Ujan, 2001: 72), titik tekan dalam keadilan kemanfaatan bagi orang tersebut. Kalau pulusan itu dipandang oleh hakim mempunyai nilai manfaat bagi pihak, maka ihrlah puhlsan yang adil bagi konstruksi hakim. Pemaknaari tersebut sejalan dengan data yang ditemukan dalam penelitian dengan advokat kuasa hukum pihak penggugat, bahwa advokat yang secara prosedural dirugikan, akan tetapi mengatakan bahwa putusan Pengadilan Agama benar dan adil. Kalau hakim mengikuti proses hukum acara perdata dalam HIR tentu tidak tercapai asas peradiian cepat dao biaya ringan. Hal senada juga dapat diterima oleh advokat sebagai konsultan dalam kasus sengketa akad muqnrakab,
disadari bahwa klausula akad itu salah.
C.
IIUKUTII ACARA YAIIG DIIENAN(Ail
flAKIII PENADIAI{ AGAiIA DALAM XASIJS DI
LUAR PERI$IV'I{AII
IUTIIAL
MEDIA HUKUM Seballaimana penulis Lrreikan rli rtrs Ir1lkum ilcxrx Pcradilan Agana seFlirll l)crllrkunva
Undang Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Ur)dang-tjndang No. 3 Tahun 2006. acla 2 (dua) surirber, yaitu Undang-Undang l'.r1Li;i:in ,{!ixrra dan hukum acara perdata yang berlaku
di Peradilan Umum. Hukum acara perdata yang berlaku di Peradilan Umum diterapkan dalam kasus di Juar perkawinan. Sumber hukum acara tersebut dipandang tidak cocok, alasannya bahwa ada petbedaao kasus perdata yang menjadi kompetensi pengadilan Negeri clengan Pengaclilan Agame. I,crhc.laenn,va adalah terletak pacle surnber.hukurn
yang diperguiakan sebagai clasar hubungan hukum dan putusan. Kasus |erdata di Pengadilan Negeri da3amya adalah hukum l;arat (B!7) atau hukum adat sdcara umum sedangkan
di Pengadilan Agama adalah lslam adat yang tidak bertentangan
clengan
Islam. Dari perbedaan pandangan yang berkembang itulah, peneliti rnengetahui apakah hakim Peradilan Agama menerapkan bukum acara persis seperti teks undang-undang atau tidak. Dari temuan penelitian, di Pengaciilan Aganra selain hukum acan yang Lclah direntukad
untuk memutuskaD petkar , yaitu likib dar' bufiab-bujlab, karena hakim pengadilan agarna menilai materi pokok yang disengketakan adalah bersumber dari hukum Islam, dalarn hal ditemukan ada hal-hal yang tidak cocok dengan hukum Islam, maka hakim berusaia mencari dalam bujjab Lukum, atau mencari dalam kitab fikih. Sebagai perbandingan, sebelum berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sumber
hukrrm baik fbrmil m:rupun m3teriil di liogkungan Peradilan -{gena ada 13 kitab kuoing. Kitab kuning adalah kitab klasik yang berisi ilmu-ilmu keislaman, khususnya itmu lb* yang ditulis atau dicetak dengan huruf Arab dalam bahasa Arab at^u Melaru/Jaw /Srnda dan sebagainya tanpa memakai kbarahat/syahl (tandabaca,/6aris) sehingga disebur juga
"kitab gundul". Disebut "kitab kuning" karena umumnya kirab-kitab ini dicerak di aras kerlas bcrwarna kuning, berkualiras rendah, dan kadang-kadang lenbarannya lepas tak berjilid sehingga mudah diambil bagian-bagian yang diperlukan dan hanrs membawa satu kitab secara utuh. Kitab ini tidak mudah dibaca dan dipahami oleh mereka yang fidak menguasai gramatikal bahasa Arab Quhwu dan sbaraj. Kitab,kitab ini berasal dari Timur Tengah, yang sering dikenal dengan kitab rnadzhab. Antafa lain madzhab Maliki, Hanaff, fhmbali dan Syafi'i. B^ca E lstblopedt Huhuftl. Iskzm (Dahlarr et al., 1996: 950952).
Kitab-kiab tersebut diiadikan dasar karena Peradilan Agama merupakan peradilan khusus, baik subjek maupun objeknya yang didasarkan pada agama Islam. Ketiga belas kitab tersebut pernah diterapkan sebagai sumber hukum materiil (hukum positifl yang dijadikan hakirn sebagai dasar hukum dalam pertimbangan punrsannya berdasarkan Sumt Edaran Kepala Biro Peradilan Agama Departemen Agama Republik Indonesia No. 8/I/735, ldngg I lEPebruari 1958 sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45
T:lhun 1957 tentang pembenftrl(in l)r,i::](lilan Agama atau Mahkamah S.lari.ah di luar Madura dan Kalimanhn Jarwa, sel,|tall !r(.i Tilltir. Rerdasafkan sE Kepala Biro perJdilan lgtrna tcrsebut para hakim dianjL;r.kln , rnnrk rrenggunakan 13 macam killb fikih (kltab kuning atau kirab fiqih madzhab). Kerigr belas kihb tersebur adalah sebagai berikur: (1) Al-Bajurt, (2) Fqtb al,Mu'nin, (! Eorron, '.tta A!_tabrir, (4) Al_Mqba i, (, Fatb At wabbqb, (6) Tub-fat, (7) Targbib Al-Musytaq, (B) eaua.win Al Sqa/iryqb utstla.n ibn Yab.ya, (9) Qctoau)in Al Sltlr'ij.,yah Shaddqdh Dhi,an, (1Ol Sldmsuri fi At_Faraidh. (11) Baghlat ALMustaryid\ (.12) A!-Fiqh akt Al-Madzbab Al_Arb.|ab dnn (.1, Muphni AlMubtai (Arifin, 1935, Aimad, et.al., 1996: 11, Roesraldi dan Muchjiciin Etfendie s., 1gg1: 9, l"4anan, 20OU 95). Bagi hakim, selain keriga belas kitab rcrsebut nerupakan jumlah yang saigat banyak untuk dijadikan sumber hukum, joga kirab_kitab rersebut merupakan kirab kuning yang
berbahasa Arab, dan merupakan hasil ijtihad para ula$n ,nadzbabyarg sedng menim_ bulkan perbedaan pendapar, baik mcieka 1,ang seraadzhab maupun mereka yang di luar madzhab tersebut ('l'ebba, ic)93:22). lefbeclaao pen.lapat tersebut dapat ditedma secare wajar, sebab ke 13 kitab ini hasil ijtihad, sedangkar ijrihad itu lahir selam dipengaruhi oleh ketajarun serta kemampuan tnutjahid itu sendiri juga dlpengaruhi oleh pcrsoalan (kasus) l-ang te4adi, mlsalnt potrdt"t, siru3si, rempat, dan waktu timbulnya kasus. Sebagai antisipasi terhadap banyaknya sumber hukum 1ang begitu banyak, ahun 1991 pemerintah melalui Inpres No. 1 Tahun 1991 mengeluarkan Kompilasi Huk-rrn
Islam (KHI) yang dapat dipcrgunaken sebaqai surllber hukum bagi masFrakat yang membunrhkan. Ternyata I(III iuga dipergunakan oieh hakim di pengadilan Agarna dalam memutus perkara. Selain
KllI di peradilan
Agama masih ditemukan hujjah hukum Islam. Temuan dalam penelitian ternyata ditemukan hakim pengadilan Ag;ama dzlam memutuskan perkara di luar perkawinan tidak hanya menerapkan sumber baik hukum materill yang ada dalam KHI maupun hukurn fonnil HIR/R.Bg dan Bv/ tetapi masih mengambil dart hujiab hukum Isiam. Sebagaimana temuan penelitian, bahwa hakim yang memutus perkera musyarahab, clia menggambil selain KHI, dalarn proses acaranlz tidak menerapkan HIIVR.Bg. Temuan pcnelirian ini dibenarkan hakin di pensadiian Tinggi Agama dan HakimAgung. Menurur hakim Tinggi Agama yang senada;uga cengan hakim Agung, bahwa hakim dalam memutuskan perkara adalah berusaha untuk memu_ tuskan secara adil. Keadilan adalah tujuan dad orang meminta bantuan pengadilan, oleh sebab itu hakim dalam memutuskan berusaha secaia maksimal mencari dasar aga{ punl_ sannya adil. Untuk mencapai putusan yaog adil hakim berusaha menemukan hukum,
dalam menemukan hukum itulah hakim beruseha mencari dasar_clasar yang dapat dipergunakan untuk membuat putusan yang adil. Hakim memaknai putusan adil itu tidak prosedural saja, tetapi putusan itu bennanfaat karena lrukum adalalt mempeftehankan lrukum materiilnya sehingga keduanya ^cara
JUllut
MEDIA HUtrUM il?rLls sink()D. ,\l:ts:t11 joi sejala
kaian
t""tt't'lr vit')no
peraruranl)er;;;;;;;,"
bahq'a huk
''eillr
sr\r sa*a rein u,,,ur.
lff i;*iili,
rruKum mereriilnya (Prodio^"rur"",l#,'Jl::;:::::::::,1-l"llll conto' Ll,lam memutuskan perkara uu^o -rr"rouoi i^i*r"";l1i]"i:-l kasus 5snrt.,
dikoro, R
19801 13). sebagai
Bg, oreh
n"u- o*""Ti*,1;_'il":'i:,,J.:::1;"::"o"lTT^"
uetentuan HrR/
Prosespe|x.lilalr\,:lngsederhana.seh,o,; tf'ltl"rune pn rses peradilrn L hdang Keftuase:r )'ang datur dalam undangn
""uu*,-",r' lllll,"u..,i,-;;;;#:::iT:::iffi
fij:Ti'il,,,:tT;*l
;ff#;ffi::il:;i1ff;1: ^:*'' l"'"'u* o"""iu,'i"", 0""*"" *,,.-,"o L : mr**ixl ;:*mr ji:mi:#::::: "uo.u
il{ir!:;"ffi n'"'',.nui, i.n;;;;;"Y:-:::i:uanva
dalarn undarg-und.",
;;;";1:
berpeD'lapat bahwa putusan re$ebur suclah sesuai dengan asas yaog ,liaru, il"lm.rersei"rt
rff **[:::"ffi:T.';T.::$fi ,,::T,j;ffi]*:fi:,::,*,::
maka p'tusann'" dan dipurus **"-"]r""-"'n.i#-Tl"::1 iusa No :u*o:l.1tt"rima dilalur vang dengan proses pembui
pencap";;;;;;i:lii"
rutusan diputus sesuai ."*, ** u..ijill,ij111 I lPnr :":::::1:i"ji" \c(rernanr dan hiaya iingen tid2k
prosedur HrR/R Bg . Atas ciasar asas ierserru,
tercapai. Putuan hakim diterima dao tidak melakukan upaya n".0"* { bandin&) bemrti sebagai indikator prnak meskipun putusan tersebur dclak menggunakan
aurr- i".i. ot*u oo"i ..,"irila
hukum. para pun$an tersebut dap",
*,..,-.
",#ff: r."r""*"n rr.tu- ,'""J'f,ffiureo
,","i4*:::*i:{ifi Ti.:l}i:.nT':,.",J;;T;Tfl,':i: mernbaca
l;,,"-is c,an,ida k apa lang ada di balik reks. Katau dilihat clari hakekat-L""ii;;;,r;_"-rru clibandingkan deng:rn Undang-undaog pokok Kekuasaan Kehakim"., u","rrn,u^ t3,6 HIR/l62It Bs adalah be,t",'t.nga,'. apabii" hakim memakai HIRz162 R Bg, maka lukim corong undang-unda.,g, dinilai sebagai ot.t., ..u"u lj1tat.l36
beg;;;il:t:l
o."ilg
il:*:::l[
tJ::"H# f I T,iil'Hil;H. d:il.ffi Jil'"l: j]:fr *Jf :,:*i:ii",:[::#Ti yrlru H":?":*:I: !1#H;"","n'-:if putusan yang
harus dikaji
adil dan nrana yang tidak sesuai
secara;;;;;*^t
*rlsa.- kq) infonnanhakim agung di r,i,.i'" ,:Jlji::,',:j
lj"rt":::.::l'-'ng (tiga) i',j1ill'l:" [21, y.1,,
;*" ;;,
kepastian hukum,
-";.;;;
ili#::
itu harus meocer0inkan ff'Jjj::::::.:t ,lii*l3 seandxiDfa dclak tercapai
ketiganya, !rriii:L hJkim mencxri nana \-aog lebill car.rcfun!a r cnalckrti keadilan. sikap hakim dalarrr krsus tcrseblrt juga sejalan dengan pcnd:Lpar Sxtjiirro illlurdjo bahwa hukum adalah bagi.It ilari usaha unfuk menal_a ketertiben rl:tlern :f:Lsyar_akat, neskipun tidak persis sama dengan kereftiban (ltahardjo, 2007. 21 22). pxsal 136 HIR adalah mengatur ketertiban, tetapi pasal tersebut apabila diterapkan begitu saja tidak dapat memenuhi rasa keadilan, hakim harus berani keluar dari reks dan menuju p,:.i., konteks tuluan pasal inr dibuat Pasal 136 ] IIR/' 162 R.Bg. berawal dari pengaturan?engrruan yang foffnzi, karena dilahirkan dari hukum modem . Keberadaan hukum modem di rengah-tengah nasyaiakat sudah bcrab:rcl abad, yaitu kurang lebih tiga Keaciaan ;,ang demikian apabila ^bad. dikaitkan dengan peletakan sistem bangunan peraclaban manusia, maka kurang lebih ada emp t generasi. sehingga bangunan huL-um modern vang diajarkan baik melarui
jalur formal nraupun ioformal sudah mengakar daiam mnah kehidupan masyarakat In_ donesia. Kondisi yang defiikian sangat tidak mudah menrbah belenggu hukum moderen pada para piofesiorai hukun kita. Sebagai rruna kita ketahui bersama baliwa saintjffkasi hukum modem sudah masuk pad.e benmk folmal. Misaluye syarat hakim, harus berijaz" h saiana hukum (Rahardjo,
iaksa, advokat
2 007 : 21,-22) . sebagaim ana kita ketairui bersa,oa bahwa saintifikasi hukum modern sangat dipengaruhi oleh rnunculnya paradigma positivisme di dalam ilrrru pengetahuan r'odem. Karakteristik hukum
modem bersifat rasional, lzI]g
menjadi dasar legxlitas j.ang penting untuk menegakkan apa,vang disebui keadilan, bahkan prosedur menjadi lebih penrng daripada bicam tenr?ng keadilan \j&rti.e) int sendid (Samekto, 2OOa: 16 dan 2005: 7-8). Oleh karenanya materi hukum dirumuskan secara terukur dao fomrai dan menciptakan pada konsep_konsep kbusus sehinggartidak setiap orang bisa menjadi operator hukum, melainkan mereka yang memiliki kuarifikasi khusus melalui bentuk pendidikan formal terteotu (Rahar.ljo 2007: 13) Pelembagaan secara formal untuk memahani hukurn tidak lain bertuiuan agar memelihara kenu.nian ajeraD_ajaran hukum tersebut untuk menllhasilkan praktrslpmktisi hukum yang mampu menerapkan peratunn-peratufan yang dil:rncrasi doktrindoktrin neftalitas, imprialitas dan obyeLlifitas hukum. Output pelembagaan semacam itu, akhimya berdampak pada hasil, yairu menghasilkan praktisi profesional hukum yaog mampu membuat putusan pihak mana yang sarah dan mana lzng benar berdasarkan ketentuan hukum atau pasal undang-undang dan tidak sampai pada membuat suatu purusan yang adil (Samekro, 2008. 16,7't\.
ry.
t 1.
SAIPUI,AI{ DAI{ SANAN stitPULAl{
Konstruksi hrikum acara peradilan Aganu agar tercapxi putuseo yang adil dalam
JU[illt
MEDIA HUKI'M proses penyeie aian ka:iu di lL;al :_erka\\.inan aclalah gabungan anLera nlrKum ecilrr pada pengadilan di lingkungan i:eradilarl umum dan hukum acara peradiian Isram. Untuk menghasilkan purusai yanq adil, hakim pefadilan Agama ridak begitu saja menefapkan hukum acara perciata yang berlaku pada pengadilan di lingkungan peradilan Umum. Unhrk melakukan hukum acara perdatahaklm melakukan 2 (dua)
penilaian, pertama: apakah ketentuan dalam hukum acara perdata itu tidak beltentanllan dengan hukum Islarn sebagai dasar hukum cii peradilan
ngama, sebab perkara yang tlisidangkan adalah perkara yang bersunber pada hukum hlam (sFri,at). Kedu.a, apakahhukum acara perdaa itu clipaodang ma.slahat bagi pihak yang berkara; Hakim peradilan Agama dalam pr<;ses menyelesaikan perkara di luar perkawinan masih menerapkan hukum acara lain selain hukum acara perdata yang berlaku pada peradilan umum. Alasan hakim masih menggunakan hukum formil (acara) lain, selain h,rkum acara pedata pada per.1clilan Umu m adaJah: peruma, haklrn memutuskan secara adil, konstmksi putusan adil Denurut hakim tidak hany:r pad:i proseduralnya tetapi subtansinya. Subtansi perka|a .ji peqgadilan agama aclalah perl{ara lslam €ehl..rgga piosedur yang harus ditempuh juga tidak boleh bertentangan dengan Is_ I^m. Kedaa, tiakllr. harus mensikronk2n antara hukum prosedural dengan substansi hukum Fng berlaku di pengad;lan Agama. Menurut ketentuan undang_undang hukum acara peradilan Agama di luar perka.q/inan jelas berasal dari HIVR.Bg., BV yang bukan hukun acaa Islam, hakim menilai apakah prosedur yang diatur dalam hukurn perdalr teEebur tidak ber dengan buk:um Islain, apabila rrcrtentangan maka hakim mencari *r"a,-oar-n"ttt.n
2.
i:::1;":fr:il:HT'ff X:ffi::iffi
ujj6 b.""r", ada sebagian produk dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), tetapi ada juga yang di luar produk MA RI, yaitu kirab_kitab fikih.
ltbib
8. 1.
atau buijab
-b
SARAT{
Pemerintah membantu lukim d Agama, perru menskonsrruksi yang bedaku belum sinkron den
untuk pemerintah perlu ada
2.
;ff fj-::':.l: ^:fi: Jan kompetensi da'hukum dasamya' yaitu T:#i:::-",,:;?:il-
Islam'
,::,l"r"lff Jff,j;ii:;ffj;
;#-
Asana, untuk mens*-"u"" u"ffi Bagi Hakim di lingkungan peradilan Agama unnrk menghasilk"., putuon y"rrg maka perlu melakukan penemuan hukum "Olt, yang tidak terpaku p"du pu.ul_pa""t h,lkuacara petdaLa, tetapi harus mampLl mencari hukurn yang maslabat y^ng tidak bertentangan dengan nilai_nilai syari,at, sebab baik kompetensi dan hukum yang diterapkan pada pengadiian Agama adalah lslam.