Bab
4
4 Pemodelan
Untuk mensimulasikan permasalahan yang terjadi di lokasi studi, digunakan perangkat lunak
GENESIS
dan
SMS
8.1.
Perangkat
lunak
GENESIS
digunakan
untuk
memperlihatkan besar transport sedimen sejajar pantai di lokasi kajian, sedangkan SMS 8.1 digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi yang terjadi. Dalam bab ini akan dibahas pemodelan yang dilakukan dan analisis terhadap hasil pemodelan yang diperoleh.
4.1 Model Transport Sedimen Sejajar Pantai - GENESIS Sedimentasi yang terjadi di sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai disebabkan oleh adanya transport sedimen sejajar pantai. Besar transport sedimen yang terjadi di lokasi tinjauan diperkirakan dengan melakukan simulasi numerik menggunakan paket program GENESIS (GENEralized Model for SImulating Shoreline Change). GENESIS merupakan bagian dari sebuah system pemodelan terstruktur SMS (Shoreline Modelling System) yang dikembangkan oleh Mark B. Gravens, Nicholas C. Kraus dari CERC (Coastal Engineering Reserch Center), dan Hans Hanson dari University of Lund, Sweden (Gravens et al., 1991, hal1). GENESIS adalah perangkat lunak yang dikembangkan untuk memodelkan perubahan garis pantai dan transpor sedimen sejajar garis pantai yang disebabkan oleh mekanisme gelombang pecah. Dalam tugas akhir ini, pemodelan GENESIS digunakan untuk memperlihatkan transport sedimen yang terjadi di lokasi tinjauan. Gambar 4.1 memperlihatkan ilustrasi mengenai transport sedimen sejajar pantai.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-1
Q in
Q out
G a r is P a n t a i
Δx
Q in > Q o u t
P a n ta i te r d e p o s is i
Q in < Q o u t
P a n ta i te r e r o s i
Gambar 4.1
Ilustrasi transpor sedimen sejajar pantai
Adapun beberapa asumsi dasar pada one line model GENESIS yaitu: 1. Transpor sedimen hanya terjadi di surf zone 2. Transpor sedimen sejajar pantai terjadi akibat aksi gelombang pecah 3. Detail struktur terinci di seputar pantai dapat diabaikan 4. Evolusi garis pantai menggunakan kecenderungan jangka panjang
4.1.1 Input Data GENESIS Data masukan yang dibutuhkan untuk simulasi perubahan garis pantai adalah: 1. Peta acuan garis pantai lokasi studi, dalam bentuk diskritisasi bentangan garis pantai untuk menentukan grid numerik. Posisi garis pantai dinyatakan sebagai jarak dalam arah laut lepas pantai (offshore) pada setiap grid numerik yang diukur dari base line. Base line ditentukan dalam arah yang paling mendekati memanjang pantai dan sedapat mungkin tidak memeotong garis pantai. Lokasi kondisi batas lepas pantai (offshore Boundary condition) sebagai titik awal transformasi gelombnag dipilih di perairan dalam dimana dinamika gelombang tidak menyebabkan transpor sedimen. 2. Seri-waktu data iklim gelombang hasil hindcasting atau peramalan gelombang. 3. Data posisi struktur yang ada atau akan direncanakan seperti seawall, groin, breakwater dan bila ada beach fill ataupun pengerukan. 4. Data ukuran butiran sedimen (D50) Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-2
A. Diskritisasi Garis Pantai Dalam menentukan diskritisasi garis pantai, diperlukan beberapa pertimbangan. Hal yang paling penting salah satunya adalah arah datang gelombang dominan. Daerah sudut datang gelombang yang akan diperhitungkan oleh GENESIS hanya dalam kisaran -900 hingga 900, dimana garis yang tegak lurus base line adalah sudut 00 yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2
Arah datang gelombang dalam GENESIS.
Hal ini menyebabkan perlunya kesesuaian antara arah garis pantai dengan sudut gelombang
datang sebenarnya. Data
gelombang hasil hindcasting
yang
akan
diperhitungkan dalam pemodelan adalah data gelombang dengan arah sudut datang yang sesuai dalam koordinat lokal GENESIS. Selain itu, hasil hindcasting yang berasal dari data angin menyebabkan adanya gelombang yang seolah berasal dari daratan. Dalam GENESIS, data gelombang dengan arah datang seperti ini diabaikan dalam perhitungan. Pembuatan diskritisasi garis pantai dan kaitannya dengan arah datang gelombang pada koordinat lokal GENESIS dalam pemodelan ini dilakukan dengan menggunakan ukuran baseline yang relatif sangat panjang (24 km, jarak antar grid 120 m). Hal ini dikarenakan orientasi garis pantai Pulau Baai yang tidak memungkinkan untuk pembuatan grid dalam ukuran kecil yang lebih detail. Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 memperlihatkan diskritisasi garis pantai dalam ukuran baseline yang kecil (panjang 3 km, jarak antar grid 10 m).
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-3
Gambar 4.3
Diskritisasi garis pantai Pulau Baai.
d Be rd an A as ark rah a n Ge lom D ba To ata n A ta l 1 ngin g d i 99 6-2 Jam Lepa -ja s P 00 ma an 5 ta n iP di Be ula u ng ku lu
BL
U
B 30 20 0%
10 %
40 %
TL
%
%
BD T Ca
lm
=
Je 60 nis .8 1% anj ton gk an at g to m ngk en Tid unj at u ak m enu kkan Te nju ti rca kk ngg ta i ge an t= pe lom rs ban en ta g se da ke ja lam dian m et . er
S
0.0 4%
TG
y
X Gambar 4.4
Orientasi model garis pantai Pulau Baai.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-4
Pada gambar diatas, diskritisasi garis pantai Pulau Baai dimodelkan dengan sudut baseline terhadap arah utara sebesar 315o. Data gelombang hasil hindcasting pada bab 3 yang dijadikan sebagai input GENESIS selanjutnya disesuaikan arahnya dengan orientasi lokal GENESIS. Hal ini menyebabkan data gelombang yang seolah datang dari arah darat tidak dapa diperhitungkan dalam model. Dalam kasus ini, data-data tersebut adalah data gelombang dengan arah 60o - 240o. Untuk lebih jelasnya, simak Gambar 4.5 dan Tabel 4.1.
Baseline Data gelombang dengan arah yang tidak dapat diperhitungkan dalam model
(a). Gelombang dengan arah seolah dari darat.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-5
0o
90o -90o
Baseline
Data gelombang dengan diperhitungkan dalam model
arah
yang
dapat
(b). Gelombang dengan arah yang dapat diperhitungkan. Gambar 4.5
Data gelombang hasil hincasting dan kaitannya dengan posisi baseline. Tabel 4.1 Hasil Penyesuaian Arah Datang Gelombang Tanggal
Jam
H (m)
Perioda (s)
Arah Global
Lokal
19960101
0
0,00
0,00
0,00
-30,00
19960101
1
0,00
0,00
0,00
-30,00
19960101
2
0,00
0,00
0,00
-30,00
19960101
3
0,33
2,43
340,00
-10,00
19960101
4
0,33
2,43
340,00
-10,00
19960101
5
0,08
1,22
260,00
70,00
19960101
6
0,12
1,40
310,00
20,00
19960101
7
0,44
2,98
240,00
90,00
19960101
8
0,44
2,98
220,00
999,00
19960101
9
0,44
2,98
220,00
999,00
:
:
:
:
:
20051231
21
0,00
0,00
0,00
-30,00
20051231
22
0,00
0,00
0,00
-30,00
20051231
23
0,00
0,00
0,00
-30,00
:
Keterangan: Nilai 999 pada arah lokal menunjukan data gelombang yang tidak dapat diperhitungkan. Sumber: Hasil perhitungan.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-6
Dari hasil hindcasting diketahui bahwa arah datang gelombang dominan dari arah selatan atau arah 180o (pada koordinat global), dengan deminkian dapat diperkirakan bahwa pemodelan dengan menggunakan konfigurasi baseline pada gambar Gambar 4.3 tidak akan dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya, karena tidak memperhitungkan data gelombang yang paling dominan, sehingga dillakukan perubahan pada diskritisasi garis pantai. Diskritisasi garis pantai selatan Bengkulu, meliputi garis pantai Pulau Baai pada laporan ini selanjutnya dibuat dengan kriteria sebagai berikut: •
Jarak antar grid (Δx) sepanjang 120 meter.
•
Jumlah grid sebanyak 200 buah, panjang baseline keseluruhan mencapai 24 km.
•
Baseline membentuk sudut 45o terhadap arah utara (135o terhadap sumbu x positif).
Lokasi studi dan diskritisasi garis pantai untuk pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Gambar 4.6 Grid Pemodelan GENESIS Pulau Baai, Selatan Bengkulu.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-7
Arah penomoran grid
Grid no.1
Grid no.200
Gambar 4.7 Grid Pemodelan Pantai Selatan Bengkulu. Grid simulasi melingkupi garis pantai serta perairan dimana gelombang akan merambat. Transpor sedimen, posisi struktur, dan batasan garis pantai terletak pada dinding sel, sedangkan titik posisi garis pantai berada di tengah-tengah sel. Grid disepanjang model garis pantai adalah sama, yaitu Δx = 120m. Semua garis pantai dipindahkan ke dalam sistem koordinat grid ini dengan tidak memperbolehkan dua garis pantai pada satu grid. Struktur eksisting sepanjang garis pantai dalam kasus ini tidak turut diperhitungkan karena faktor dimensi yang tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan ukuran garis pantai yang dimodelkan. B. Syarat Batas (Boundary condition) Garis Pantai Data posisi awal garis pantai berupa koordinat (x,y). Fixed boundaries dari garis pantai yang akan ditinjau adalah posisi dimana perubahan garis pantai tersebut dapat dianggap tidak signifikan terhadap hasil simulasi. Batasan ini disebut sebagai pinned-beach boundary yang umumnya diletakkan pada titik yang jauh dari lokasi simulasi, dalam hal ini
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-8
diletakan pada kedua ujung baseline. Jenis syarat batas ini digunakan dalam pemodelan pada laporan tugas akhir ini. C. Input Time-Series Gelombang Seri waktu data gelombang yang digunakan adalah data hasil hindcasting, yaitu gelombang laut dalam yang mencakup perioda, tinggi, dan arah rambat gelombang terhadap garis normal pantai untuk selang waktu 10 tahun (1996-2005). Pantai diasumsikan memiliki kontur batimetri yang sejajar pantai, transformasi gelombang (refraksi dan difraksi) dihitung secara internal di dalam Program GENESIS. Tampilan data yang telah disesuaikan arahnya dengan orientasi lokal GENESIS disajikan dalam Gambar 4.8 berikut ini.
Gambar 4.8 Input gelombang GENESIS. D. Ukuran Butiran Berdasarkan hasil penelitian laboratorium, ukuran butiran yang dinyatakan dalam D50 mempunyai range nilai tertentu. Pantai dengan kemiringan yang lebih landai umumnya memiliki ukuran pasir yang lebih kecil. Kondisi ini mengakibatkan gelombang pecah lebih cepat pada lokasi yang lebih jauh dari garis pantai. Simulasi dengan program GENESIS, memerlukan ukuran butiran tunggal dalam satuan Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-9
milimeter. Ukuran butiran tersebut dianggap cukup mewakili kondisi butiran di lapangan yang bervariasi. Berdasarkan referensi dari buku (State of the Art Practice in Coastal Engineering, Wiliam G. Mc Dougal), nilai dari D50 dapat didekati dengan persamaan:
⎡ gT 2 D50 ⎤ m = 0.112⎢ ⎥ ⎣ Hb Hb ⎦
1
4
Dimana : m
= kemiringan pantai
D50
= Diameter butiran
Hb
= Tinggi gelombang pecah
g
= Pecepatan gravitasi
Dalam pemodelan ini, kawasan yang dimodelkan sangat luas sehingga nilai D50 tidak dimungkinkan untuk dihitung dengan persamaan diatas. Maka dalam studi ini digunakan nilai D50 global sebesar 0,4 mm. E. Depth of closure Parameter depth of closure ini menyatakan suatu kedalaman dimana pada sudah tidak terjadi perubahan batimetri. Berdasarkan referensi dari buku (State of the Art Practice in Coastal Engineering, W.G.. Mc Dougal), nilai dari deptclosure dapat didekati dengan rumus :
d c = 1.57H e Dc
= depth of closure
He
= tinggi gelombang
Dalam pemodelan ini digunakan He adalah gelombang signifikan untuk periode 100 tahun, yaitu sebesar 5.75 m Dari perhitungan didapatkan nilai dari depth of closure untuk pantai Pulau Baai adalah 9,03 m. F. Nilai K1 dan K2 Nilai K1 dan K2 adalah parameter yang dapat diubah-ubah nilainya. Menurut program GENESIS nilai K1 dan K2 menjadi parameter kalibrasi karena nilai tersebut berbeda-beda pada setiap studi kasus dan memerlukan penelitian tambahan untuk mendapatkannya,
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-10
dalam model ini ini digunakan nilai K1 dan K2 = 0.3 dan 0.15.
4.1.2 Hasil Pemodelan Transport Sedimen dengan GENESIS Secara keseluruhan, hasil dari simulasi program GENESIS adalah sebagai berikut: 1. Posisi garis pantai awal dan posisi garis pantai setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan). 2. Besarnya perubahan garis pantai yang terjadi setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan) 3. Debit sedimen transpor (m3/tahun) yang terjadi setelah beberapa waktu tertentu (tergantung waktu simulasi yang diinginkan), termasuk didalamnya debit transpor sedimen ke arah kanan, debit transpor sedimen ke arah kiri, debit transpor sedimen bersih (net), maupun debit transpor sedimen kotor (gross) 4. Posisi garis pantai pada akhir simulasi Dalam pemodelan ini, hasil yang akan dianalisis hanya transport sejajar pantai yang digunakan untuk memperlihatkan besarnya volume transport sedimen dan arahnya dalam daerah yang dimodelkan. Hasil yang bernilai positif (+) menandakan arah pergerekan sedimen kearah sumbu x (baseline) positif sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan arah transpor sedimen sebaliknya, yaitu kearah sumbu x negatif. Gambar 4.9 – Gambar 4.18 memperlihatkan besar
volume sedimen transpor setiap
tahun selama 10 tahun pemodelan.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-11
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.9 Transport Sedimen 1996-1997.
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.10 Transport Sedimen 1997-1998.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-12
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.11 Transport Sedimen 1998-1999.
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.12 Transport Sedimen 1999-2000.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-13
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.13 Transport Sedimen 2000-2001.
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.14 Transport Sedimen 2001-2002.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-14
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.15 Transport Sedimen 2002-2003.
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.16 Transport Sedimen 2003-2004.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-15
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.17 Transport Sedimen 2004-2005.
Transport Sedimen (m3/ tahun) 900000 800000 700000 600000 500000 Net
400000 300000 200000 100000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Baseline (m)
Gambar 4.18 Transport Sedimen 2005 (Januari-Desember).
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-16
Dari hasil pemodelan yang ditampilkan dalam grafik diatas dapat dilihat adanya pergerakan sedimen dalam volume yang relatif sangat besar tiap tahunnya sepanjang pesisir selatan Sumatera, melintasi kawasan Pelabuhan Pulau Baai. Besar volume transport sedimen tahunan selama sepuluh tahun pemodelan berkisar antara 600.000 m3 hingga 750.000 m3. Transport sedimen yang dibangkitkan oleh arus sejajar pantai akibat gelombang ini diperkirakan menjadi penyebab utama permasalahan sedimentasi di sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai yang selanjutnya akan dimodelkan dengan menggunakan perangkat lunak SMS 8.1.
4.2 Pemodelan Sedimentasi dengan SMS 8.1 Perangkat lunak SMS 8.1 digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi yang terjadi di lokasi studi. Modul SMS yang akan digunakan dalam hal ini adalah Modul RMA2 dan Modul SED2D. Modul RMA2 digunakan untuk mensimulasikan hidrodinamika di lokasi studi, sedangkan SED2D digunakan untuk mensimulasikan pola sedimentasi dengan menggunakan
kondisi
hidrodinamika
hasil
simulasi
RMA2
sebagai
dasar
dari
pembangkitan transpor sedimen dan pola sedimentasi yang terjadi. Dengan demikian, simulasi yang dilakukan adalah simulasi bertahap dimulai dari simulasi hidrodinamika lokasi studi dengan RMA2 dan kemudian simulasi sedimentasi dengan SED2D. Pemodelan akan dilakukan untuk tiga skenario. 1. Skenario I, kondisi eksisting kedalaman alur awal -10 m LLWS, 2. Skenario II, penambahan struktur, yaitu breakwater/jetty sepanjang 415 m di sebelah selatan dan 280 m di sebelah utara, dengan kedalaman alur -10 m LLWS. 3. Skenario III, kondisi geometri dan batimetri sama dengan Skenario I, ada penambahan komponen outflow untuk memodelkan sand bypassing dengan debit 5 m3/s dan komponen kecepatan arus 0,22 m/s ke arah luar domain pemodelan.
4.2.1 Pengenalan SMS 8.1 Surface-Water Modeling System (SMS) adalah perangkat lunak yang memiliki kemampuan sebagai pemroses awal dan akhir (pre-processor and post-processor) untuk pemodelan muka air. Yang dimaksud proses awal (pre-process) pemodelan adalah kegiatan melakukan diskritisasi terhadap sebuah fungsi atau persamaan. Diskritisasi tersebut dilakukan dengan membangun mesh
pada daerah yang akan dimodelkan.
Proses akhir (post-process) pemodelan adalah kegiatan menyajikan data hasil pemodelan
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-17
yang dilakukan. Tahapan pemodelan dengan menggunakan SMS 8.1 dimulai dengan menyiapkan data input, membangun model, menjalankan simulasi, kalibrasi dan pengolahan hasil simulasi. Diagram alir pemodelan dengan menggunakan SMS 8.1 secara sederhana adalah sebagai berikut. Mulai
Data Input
Membangun Model
Menjalankan Model
Kalibrasi Hasil Model
Tidak Diterima
Ya Selesai
Gambar 4.19 Diagram Alir Pemodelan SMS. A. Perangkat Pre-processor SMS 8.1 Perangkat-perangkat pre-processor yang disediakan oleh SMS berguna untuk mengatur, mengedit, dan memvisualisasikan data geometri dan data hidrolis dalam sebuah mesh. Untuk diskritisasi, SMS juga menyediakan perangkat untuk membangun, mengedit, dan memformat mesh yang akan digunakan dalam pemodelan numerik.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-18
Tahap-tahap yang dilakukan untuk membangun mesh dengan menggunakan SMS adalah : 1. Mengimport peta digital dengan ekstensi DXF. Peta ekstensi DXF biasanya sudah berisi informasi geometri lokasi pemodelan, seperti data batimetri dan skala peta yang benar. SMS dapat menyesuaikan secara otomatis skala pemodelan dengan skala peta DXF. Peta extensi DXF dapat diperoleh dengan men-save as (untuk Autocad 2000) atau mengekspor (untuk Autocad R12 sampai R14) peta digital berekstensi DWG. 2. Membangun mesh domain model. Membangun mesh model dapat dilakukan dengan membangun elemen-elemen pada daerah yang telah ditetapkan sebagai domain model. Ada dua macam cara yang dapat digunakan untuk membangun mesh. Pertama, pada Mesh Module, pembangunan dibangun dengan meng-klik tombol Create Mesh Node untuk menyusun node-node secara manual diseluruh lokasi pemodelan, kemudian menghubungkan node-node tersebut menjadi elemen-elemen diseluruh domain model. Cara kedua adalah pada Map Module, dengan membangun poligon yang mengelilingi domain model, kemudian pada menu Feature Object, menggunakan pilihan 2D Mesh untuk membangun mesh 2D secara otomatis. Poligon yang dibangun merupakan arc group. Arc (sederetan segmen-segmen garis yang saling berhubungan, polyline) tersebut dibangun dengan memilih tool Create Feature Arc. 3. Memasukkan data batimetri. Nilai batimetri dimasukkan pada setiap node pada elemen. Setidaknya ada dua cara untuk memasukan data batimetri kedalam mesh yang dibangun. Cara yang pertama dengan memasukan nilai batimetri pada tiap node secara manual. Cara kedua dilakukan dengan membuka file data batimetri yang berupa seri data koordinat XYZ dari lokasi yang dimodelkan dan melakukan interpolasi data batimetri untuk keseluruhan node dalam domain. Untuk elemen kuadratik harga node tengah sisi elemen secara otomatis diinterpolasi dari harga dua node diujung-ujung elemen. B. Perangkat Post-Processor SMS 8.1 Perangkat post-processor yang disediakan oleh SMS antara lain berupa penyajian hasil model secara grafik dan visualisasi data hasil pemodelan pada setiap node di dalam domain model. Penyajian secara visual lainnya adalah dengan membuat animasi (filmloop) untuk simulasi dinamik. Proses penghitungan pemodelan, yaitu proses diantara pre-process dan post-process, Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-19
adalah kegiatan untuk menyelesaikan persamaan matriks untuk mendapatkan solusi pada setiap node. Proses penghitungan ini dilakukan oleh model-model numerik yang merupakan modul-modul dari SMS. Model-model numerik yang di-support meliputi model dari United States Army Corps of Engineer-Waterways Experiment Station (USACEWES), antara lain TABS-MD (GFGEN, RMA2, RMA4, SED2D), ADCIRC, CGWAVE, STWAVE, dan HIVEL2D, model dari U.S. Federal Higway Administration (FHWA), antara lain FESWMS dan WSPRO, dan beberapa model komersil lainnya. Dalam hal ini, modul yang akan digunakan adalah TABS-MD, yaitu GFGEN, RMA2, dan SED2D. Secara umum tiap-tiap model numerik digunakan untuk menyelesaikan kasus yang spesifik. Beberapa model digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran, model lain digunakan untuk menghitung pergerakan kontaminan atau transpor sedimen. Beberapa model numerik mendukung untuk simulasi dinamik, sementara yang lain hanya bisa digunakan untuk simulasi keadaan langgeng (steady). SMS memiliki interface yang spesifik untuk setiap pemakaian model numerik yang di-support. C. Geometry File Generation (GFGEN) Geometry File Generation (GFGEN) adalah program yang digunakan untuk konversi file geometri dari format ASCII ke dalam format biner yang digunakan sebagai input program RMA2. a. Kemampuan GFGEN Kemampuan GFGEN adalah sebagai berikut: •
Membaca data node dan elemen hingga yang berisi informasi mesh dalam bentuk geometri, kemudian merubahnya kedalam bentuk biner agar dapat digunakan sebagai input RMA2.
•
Mengindentifikasi kesalahan dalam pembangunan mesh.
•
Penomoran kembali (renumbering) mesh dan mengabaikan node dan elemen yang tidak terpakai.
•
Mengijinkan pemakaian elemen sisi lengkung pada batas badan air untuk menyesuaikan mesh dengan kondisi riil lapangan.
•
Memungkinkan penggunaan berbagai jenis elemen dalam satu pemodelan.
•
Menyediakan informasi statistik node.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-20
b. Karakteristik Mesh GFGEN mempunyai kemampuan untuk menangani berbagai jenis elemen yang berbeda dalam satu pekerjaan pemodelan. Jenis-jenis elemen tersebut antara lain: •
Elemen satu dimensi (1D) yaitu elemen yang terdiri dari dua node sudut dan satu node tengah. Kedalaman pada suatu lokasi dan elemen satu dimensional diperoleh dengan interpolasi antara dua node sudut. Contoh elemen satu dimensi terdapat pada Gambar 4.20. 3 3 2 2 1 1
Gambar 4.20 Elemen 1D •
Elemen dua dimensi (2D) yaitu jenis elemen yang dapat terdiri dari tiga sisi dengan enam node atau empat sisi dengan delapan node, seperti pada Gambar 4.21 berikut.
Gambar 4.21 Elemen 2D sisi lurus. Jenis elemen diatas disebut elemen kuadratik, sedangkan elemen tiga sisi dengan tiga node atau elemen empat sisi dengan empat node disebut sebagai elemen 2D linier. Pemakaian tipe elemen bergantung kepada spesifikasi yang diperlukan oleh tiap model numerik. RMA2 menggunakan jenis elemen kuadratik, sedangkan ADCIRC menggunakan elemen linier.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-21
•
Elemen Spesial (Transisi, penghubung, dan elemen struktur kontrol)
Elemen dapat memiliki sisi yang melengkung atau lurus. Sisi lengkung elemen biasanya digunakan berdasarkan pertimbangan estetik, misalnya untuk menyesuaikan model dengan batas badan air. Elemen lengkung sangat berguna untuk jenis elemen satu dimensi yang biasanya digunakan untuk menimbulkan efek berkelok pada sungai. c. Masalah Bentuk Elemen Beberapa hal yang dapat mengakibatkan error dalam proses pemodelan berkaitan dengan bentuk elemen antara lain :
Aspek rasio antara panjang dan lebar yang buruk.
Koneksi elemen yang mengandung error
Node sisi tengah sisi yang melanggar middle third rule
Error pada aturan slope
Sudut yang seperti jarum
Elemen dengan sisi yang overlaping
Middle third rule adalah aturan dalam penggunaan elemen sisi lengkung, titik dengan radius terkecil pada sisi lengkung harus terletak diantara dua per tiga jarak antara dua node ujung pada sisi elemen. Gambar 4.22 menunjukan bentuk-bentuk elemen yang dapat menimbulkan masalah saat menjalankan model.
(a). Aspek rasio yang buruk.
(b). Segitiga yang dibentuk dari empat sisi.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-22
(c). Elemen overlapping. Gambar 4.22 Elemen-elemen yang berpotensi menimbulkan error. D. RMA2 RMA2 adalah model numerik elemen hingga dua dimensi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hidrodinamika pada suatu lokasi perairan dengan asumsi ratarata kedalaman. RMA2 bekerja dalam range aliran sub-kritis. RMA2 digunakan untuk menghitung elevasi muka air dan kecepatan aliran arah horizontal pada setiap node didalam domain model. RMA menghitung solusi elemen hingga bentuk Reynolds dalam persamaan NavierStokes untuk aliran turbulen. Gesekan dihitung dengan menggunakan persamaan Manning dan koefesien kekentalan eddy digunakan untuk mendefinisikan karakteristik turbulen. RMA2 menyelesaikan baik permasalahan langgeng maupun dinamik. Secara umum RMA2 dapat memodelkan muka air dan distribusi kecepatan pada daerah sekeliling sebuah pulau, pola aliran badan sungai, aliran dibawah jembatan, pertemuan dua sungai atau lebih, dan berbagai pemodelan umum elevasi muka air dan pola aliran pada sungai, reservoir, dan muara. a. Kemampuan RMA2 RMA2 memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Mengindentifikasi error dalam model. 2. Dapat diterapkan dalam satuan SI maupun Inggris. 3. Dapat melakukan hotstart, yaitu melanjutkan simulasi dengan kondisi awal dari hasil run program sebelumnya. 4. Mensimulasikan kondisi basah-kering (weeting and drying) dari suatu perairan. 5. Memperhitungkan efek rotasi bumi. 6. Mengaplikasikan tegangan besar akibat angin yang melibatkan jalur badai
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-23
7. Penentuan besaran-besaran, seperti koefesien perubahan turbulen, koefesien Manning, temperatur air, dan sebagainya, secara bebas oleh pengguna (userdefined) 8. Memodelkan hingga 5 tipe struktur kontrol aliran yang berbeda 9. Menghitung aliran yang melintasi garis pemeriksaan kontinu (continuity check lines). 10. Memberikan keleluasaan bagi pengguna dalam menentukan parameter basahkering. Iterasi, maupun revisi pada langkah perhitungan (time step). 11. Mampu menerima berbagai jenis kondisi batas, antara lain: sudut/besar kecepatan, elevasi muka air, radiasi pasang surut, debit aliran, dan arah dan kecepatan angin. b. Keterbatasan RMA2 Beberapa kelemahan dari modul RMA2 adalah sebagai berikut: 1. RMA2 bekerja dengan asumsi hidrostatis, yang berarti percepatan dalam arah vertikal diabaikan. 2. RMA2 tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan seperti vortices, getaran, atau percepatan arah vertikal. 3. RMA2 tidak dapat digunakan untuk memodelkan aliran super-kritis. 4. Untuk permasalahan aliran yang lebih kompleks, seperti parameter-parameter yang bervariasi pada sumbu vertikal, harus menggunakan model tiga dimensi seperti RMA10. c. Persamaan Pengatur RMA2 Model numerik RMA2 menyelesaikan persamaan kekekalan massa dan momentum air yang diintegrasikan terhadap kedalaman (depth-averaged) pada dua dimensi horizontal. Percepatan arah vertikal, diabaikan, sehingga vektor kecepatan memiliki besar dan arah yang sama sepanjang kolom air. Kecepatan aliran kedalaman rata-rata u yang digunakan oleh RMA2 dinyatakan dalam persamaan berikut: h
U=
1 u ( z )dz h ∫o
Keterangan :
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-24
U
= Kecepatan arus kedalaman rata-rata (dalam arah x)
h
= kedalaman perairan elemental
u(z)
= kecepatan aliran sebagai fungsi arah vertikal
z
= koordinat vertikal
Bentuk persamaan pengatur RMA2 yang telah diselesaikan adalah
h
∂ 2U ⎞ ∂U ∂U ∂U h ⎛ ∂ 2U ⎟ + hU + hV − ⎜⎜ E xx + E xy ∂t ∂x ∂y ρ ⎝ ∂x 2 ∂y 2 ⎟⎠
g .U .n 2 ⎛ ∂a ah ⎞ + + + U 2 +V 2 ⎟ 1/ 6 2 ⎝ ∂x ax ⎠ (1.486h )
(
+ gh ⎜
)
1/ 2
- ςV a cos ψ - 2hϖV sin φ = 0 2
h
∂V ∂V ∂V h ⎛ ∂ 2V ∂ 2U ⎞ ⎟ + hU + hV − ⎜⎜ E yx + E yy ∂t ∂x ∂y ρ ⎝ ∂x 2 ∂y 2 ⎟⎠
⎛ ∂a ah ⎞ g .V .n 2 ⎟⎟ + + + U 2 +V 2 1/ 6 2 ⎝ ∂y ay ⎠ (1.486h )
(
+ gh ⎜⎜
)
1/ 2
- ςV a cos ψ - 2hϖU sin φ = 0 2
⎛ ∂U ∂V ⎞ ∂h ∂h ∂h ⎟⎟ + U + h⎜⎜ + +V =0 ∂t ∂y ⎠ ∂x ∂y ⎝ ∂x Keterangan : h
= kedalaman elemental
u, v
= kecepatan aliran dalam arah x, y
U, V
= kecepatan aliran depth averaged
x, y, t
= koordinat kartesius dan waktu
ρ
= koefisien kekentalan eddy Indeks xx menyatakan arah normal terhadap x Indeks yy menyatakan arah normal terhadap y untuk xy dan yx = arah geser pada setiap permukaan
g
= percepatan gravitasi
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-25
a
= elevasi dasar perairan
n
= koefesien kekasaran Manning
1.486 = konversi dari satuan SI ke satuan Inggris
ξ
= koefesien geser angin empiris
Va
= kecepatan angin
ψ
= arah angin
ω
= kecepatan rotasi bumi
φ
= posisi lintang geografis
Persamaan momentum air yang digunakan disini hanya menghitung elevasi muka air akibat pasang surut. Elevasi muka air akibat pengaruh gelombang (termasuk setup*) sama sekali tidak tercakup disini. Persamaan-persamaan diatas diselesaikan dengan metoda elemen hingga menggunakan metoda Galerkin (weighted residual). Elemen yang digunakan adalah elemen satu dimensi maupun dua dimensi segi tiga (triangles) dan segi empat (quadrilateral). Fungsi bentuk (shape function) adalah kuadratik untuk kecepatan dan linier untuk kedalaman. Teknik integrasi menggunakan integrasi Gaussian. d. Konvergensi dan Divergensi RMA2 melakukan iterasi untuk memperoleh solusi pada setiap node. Secara umum proses iterasi dilakukan dengan membuat dugaan awal (initial guess) untuk sebuah nilai dari satu variabel dalam persamaan yang hendak diselesaikan, menhitung solusi, mengembalikan solusi yang diperoleh ke dalam persamaan, dan mengulang perhitungan serupa. Apabila selisih antara dua hasil perhitungan yang dilakukan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai tertentu, disebut kriteria konvergensi, maka solusi dikatakan konvergen dan masalah telah diselesaikan. Dalam melakukan iterasi, RMA2 menggunakan skema konvergensi Newton-Raphson, seperti yang terlihat pada Gambar 4.23. Pada sumbu x, x1 adalah dugaan awal. Solusi dari x1 ditandai sebagai solusi awal (initial solution). Dugaan kedua diperoleh dengan menarik garis tangen pada solusi x1 hingga memotong sumbu x. Nilai x di tempat perpotongan dengan garis tangen tersebut adalah x2, yang menjadi dugaan kedua (second guess). Solusi baru diperoleh dari x2, sehingga garis tangen berikutnya diperoleh. Nilai tempat perpotongan garis tangen2 dengan sumbu x menjadi nilai duga Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-26
berikutnya, x3. Demikian seterusnya, sampai beda antara nilai sepanjang sumbu x, antara dua solusi berturut-turut kurang dari harga kriteria konvergensi.
Gambar 4.23 Skema Newton-Rhapson. Dalam menjalankan RMA2, baik jumlah iterasi maupun kriteria konvergensi, ditentukan sendiri oleh pemodel. Kriteria konvergensi untuk simulasi langgeng berkisar antara 0.005 – 0.0001, sedangkan untuk simulasi dinamik antara 0.05 – 0.001. Apabila estimasi awal sangat jauh dari nilai solusi yang diharapkan, maka proses iterasi dikatakan divergen, sehingga solusi tidak dapat diperoleh. Mengenali jenis divergensi yang terjadi saat menjalankan model berguna untuk melakukan trouble-shooting. Ada dua jenis permasalahan konvergensi yang sering ditemukan dalam menjalankan RMA2, yaitu divergensi secara perlahan-lahan (slow divergence) dan divergensi secara tiba-tiba (sudden divergence). Slow divergence biasanya mengindikasikan permasalahan pada parameter pemodelannya, sedangkan sudden divergence mengindikasikan adanya error pada kondisi batas, permasalahan kondisi basah-kering, atau aliran super kritis. E. SED2D SED2D merupakan penyempurnaan dari program STUDH versi 3.3 yang dikembangkan WES (Waterways Experiment Solution) dan Dr. Ariathurai. SED2D dapat diaplikasikan untuk sedimen dasar perairan yang terdiri dari pasir maupun lempung dimana kecepatan aliran bisa dipertimbangkan sebagai dua dimensi dalam bidang horizontal. Ini berguna untuk pembelajaran, baik itu mengenai pengendapan sedimen maupun erosi sedimen.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-27
Program ini mengklasifikasikan dalam dua kategori sedimen yaitu kohesif (lempung) dan non-kohesif (pasir). Pengertian dasar: 1. Air yang bergerak berpotensi menggerakkan sedimen . 2. Sedimen yang berada di dasar perairan akan tetap tak berubah sepanjang energi dalam medan aliran lebih kecil daripada batas critical shear stress untuk erosi. 3. Perubahan dasar perairan disebabkan adanya laju sedimentasi dan atau erosi. Net change hanya akan ada jika laju erosi dan sedimentasi yang terjadi berbeda. Kemampuan SED2D diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Dapat menganalisis sedimentasi berdasarkan aliran langgeng dan dinamik 2. Pertukaran material dari dasar perairan dapat diperhitungkan 3. Shear
stress
dari
kombinasi arus dan
gelombang
akibat
angin
dapat
diperhitungkan Di sisi lain, kelemahan dari program SED2D adalah: 1. Ukuran partikel sedimen diasumsikan seragam 2. Tidak mampu memodelkan perubahan pola dan kecepatan arus akibat perubahan elevasi dasar perairan yang terjadi, sehingga untuk kondisi erosi dan sedimentasi yang besar harus dilakukan pemodelan berulang dengan pola RMA2-SED2DRMA2-SED2D dan seterusnya, sehingga memakan waktu yang panjang untuk pemodelan. Perubahan elevasi dasar perairan lebih kecil dari 25% dianggap tidak mempengaruhi pola dan kecepatan aliran, sedangkan perubahan elevasi dasar perairan lebih dari 25% menyebabkan error karena medan aliran awal dianggap sudah dianggap mengalami perubahan. F. Tahapan Pemodelan Tahapan pemodelan dilakukan berdasarkan diagram alir pada Gambar 4.24. Tahapan utama dari pemodelan ini terdiri dari tiga bagian yang dilakukan berulang, yaitu: 1. Menjalankan program GFGEN untuk mendapatkan input yang kompatibel bagi RMA2 2. Menjalankan program RMA2 untuk medapatkan medan alir atau kondisi hidrodinamika yang akan digunakan dalam pemodelan sedimentasi dengan SED2D Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-28
3. Menjalankan program SED2D berdasarkan hasil RMA2 untuk kemudian menghasilkan keluaran berupa data batimetri yang baru. Data batimetri yang baru ini selanjutnya dijadikan input bagi program GFGEN Tiga tahap diatas dilakukan berulang hingga waktu pemodelan yang diinginkan. Dalam hal ini, waktu pemodelan total adalah 1 tahun dengan interval pemodelan tiap 1 bulan.
Gambar 4.24 Diagram alir proses pemodelan. Selama menjalankan simulasi, GFGEN, RMA2 dan SED2D membaca dan menulis serangkaian file. Jumlah dan tipe file-nya tergantung kepada jenis simulasi yang dan tampilan hasil yang diinginkan oleh pengguna. Beberapa jenis file yang digunakan dan dihasilkan dalam pemodelan ini adalah:
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-29
•
File geometri RMA2 membaca file geometri dalam bentuk biner. File ini merupakan keluaran program GFGEN dari file geometri mesh dalam bentuk ASCII yang dibuat melalui interface SMS pada proses awal pemodelan.
•
File daftar hasil simulasi File ini berisi daftar dari hasil simulasi yang dijalankan oleh RMA2. Apabila RMA2 menjalankan simulasi dinamik, daftar yang dihasilkan berupa hasil simulasi pada setiap time-step. RMA2 menyediakan dua jenis file daftar hasil, yaitu full result listing dan summary result listing. Full result listing adalah daftar yang berisi solusi, yang berupa komponen arah dan besar kecepatan, kedalaman, elevasi muka air, pada node tertentu yang didefinisikan oleh pengguna. Kedua daftar hasil tersebut berlaku untuk simulasi langgeng maupun dinamik.
•
File solusi dalam bentuk biner File ini menyediakan informasi hasil perhitungan, baik simulasi langgeng maupun dinamik, berupa elevasi muka air, arah dan besar kecepatan, dan kedalaman di setiap node pada model yang dibangun. Informasi yang terdapat dalam file ini dapat dilihat melalui interface SMS yang merupakan kegiatan post-processing pemodelan.
•
File hotstart Hotstart adalah suatu proses menyediakan kondisi awal yang diperoleh dari hasil simulasi sebelumnya pada sebuah pemodelan numerik. Hotstart dibutuhkan apabila pengguna memiliki keterbatasan waktu dalam menjalankan simulasi atau hanya menginginkan solusi dalam interval tertentu. File hotstart digunakan untuk menyimpan informasi pada akhir sebuah simulasi yang akan dilanjutkan pada simulasi selanjutnya. File hotstart dapat berupa file input maupun output. Hotstart output dari simulasi pertama digunakan sebagai hotstart input pada simulasi kedua.
G. Kontrol Model Dalam menjalankan kegiatan simulasi banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan hasil yang dapat mewakili fenomena yang terjadi di lapangan. Hal-hal yang menjadi kontrol model tersebut antara lain adalah geometri, kondisi batas, kekasaran, viskositas eddy, dan nomor peclet. a. Geometri Permasalahan geometri adalah bukan sekedar membangun node dan elemen. Pemodel Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-30
harus memperhatikan pembangunan mesh dengan domain model, apakah model yang dibangun benar-benar mewakili kondisi riil lapangan atau tidak. Berikut ini beberapa permasalahan yang berpengaruh pada hasil pemodelan. •
Bentuk Elemen Cek bentuk elemen, apakah sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan pada subbab GFGEN.
•
Lokasi kondisi batas Kondisi batas harus diletakkan jauh dari lokasi studi. Pada model jarak kondisi batas minimal 20 elemen dari lokasi yang ditinjau.
•
Kondisi basah-kering Simulasi basah-kering yang tidak tepat akan menyebabkan model menjadi tidak stabil.
•
Penyimpanan air (water storage) Pemberian kondisi batas yang tidak tepat dapat menimbulkan penyimpanan air pada suatu daerah tertentu dan kekurangan air pada daerah yang lain. Keadaan ini selain membuat model menjadi tidak stabil juga menghasilkan solusi yang error.
•
Batimetri Pastikan nilai batimetri pada mesh sesuai dengan daerah yang dimodelkan. RMA2 bekerja berdasarkan asumsi kemiringan landai.
•
Resolusi Resolusi atau kepadatan mesh harus dipertimbangkan dengan lokasi pemodelan. Misal untuk lokasi selat yang sempit, pengguna bisa menambah resolusi sedangkan untuk daerah laut lepas, elemen yang dibangun dapat lebih lebar.
b. Kondisi Batas Pilih jenis kondisi batas yang tepat untuk ditempatkan pada lokasi yang sesuai. Jenis kondisi batas untuk RMA2 antara lain elevasi muka air, debit, kecepatan angin berikut arahnya, arus berikut arahnya, dan absorbsi/refleksi pasang surut, sedangkan jenis kondisi batas untuk SED2D adalah nilai konsentrasi sedimen.
Lakukan pemeriksaan
kondisi batas, apakah mengandung error, seperti sudut aliran yang tak sesuai atau nilai yang sporadis pada sinyal input, dan lain-lain. Jenis kondisi batas yang digunakan dalam pemodelan RMA2 dalam studi ini adalah elevasi muka air, debit, arus, sedangkan untuk SED2D digunakan kondisi batas konsentrasi sedimen. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-31
c. Kekasaran Kekasaran berpengaruh kepada profil muka air dan kecepatan aliran (untuk simulasi langgeng pada sungai). Untuk elemen-elemen yang kedalamannya relatif dangkal nilai kekasaran yang digunakan semakin besar. d. Viskositas Eddy Variabel viskositas yang dimasukkan dalam persamaan pengatur akan menimbulkan dampak pada distribusi kecepatan. Hal ini sangat berpengaruh baik kepada amplitudo maupun fase muka air dan pola aliran yang terjadi di dalam model. Viskositas eddy merupakan salah satu variabel yang dapat diatur untuk mendapatkan hasil pemodelan yang sesuai dengan kondisi lapangan dalam proses kalibrasi. Apabila harga viskositas eddy terlalu besar maka kecepatan aliran akan terlihat seragam melintang saluran. Putaran-putaran fluida atau vorteks tidak akan terjadi di sini. Sedangkan apabila harga viskositas eddy terlalu kecil, kontur kecepatan akan terlihat tak beraturan (erratic). Kemungkinan besar dapat terjadi pola kontur muka air yang tinggirendah-tinggi-rendah. e. Nomor Peclet Salah satu metode dalam menentukan koefesien viskositas eddy adalah dengan membiarkan model secara otomatis menentukan nilai E pada setiap iterasi berdasarkan nomor Peclet yang diberikan. Nomor Peclet sendiri mendefinisikan hubungan antara kecepatan, dimensi tiap elemen, densitas fluida, dan viskositas eddy. Hubungan tersebut dapat dilihat pada persamaan. P=
ρudx E
Keterangan: P
: Nomor peclet
ρ
: densitas fluida (kg/m3)
u
: kecepatan elemen rata-rata (m/sec)
dx
: panjang elemen dalam aliran (m)
E
: viskositas eddy (Pa-sec)
Dalam menjalankan RMA2, menggunakan nomor Peclet dapat menghasilkan model yang lebih stabil. Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-32
4.2.2 Pemodelan Skenario I A. Asumsi Umum Kondisi hidrodinamika di lokasi studi untuk Skenario I dimodelkan dengan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Arus sejajar pantai akibat proses gelombang pecah dimodelkan sebagai komponen kecepatan arus konstan sebesar 0,5 m/s pada kondisi batas yang diletakan agak jauh dari perairan pelabuhan. Hal ini dilakukan untuk menjaga rusaknya pola arus pasang surut asli yang ada. 2. Debit sungai Jenggalu diambil sebesar konstan sebesar 22 m3/s yang merupakan angka rata-rata debit pada bulan Januari. Fluktuasi debit Sungai Jenggalu yang tidak terlalu besar tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap bentukan pola arus di lokasi studi. B. Pemodelan RMA2 Proses simulasi RMA2 dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membuat mesh dan domain pemodelan Pada
prinsipnya
pembangunan
mesh
adalah
mendiskrit
lokasi
pemodelan.
Pembangunan mesh dapat dilakukan dengan membagi domain model kedalam elemen-elemen baik secara acak (arbitrary) maupun beraturan. Karena SMS mensuport jenis elemen yang acak maka letak dan keseragaman dimensi elemen tidak terlalu menjadi masalah. Jenis elemen yang dapat digunakan dalam pemodelan RMA2 antara lain elemen triangular (segitiga) dan quadriteral (segi empat). Kedua jenis elemen tersebut digunakan dalam pemodelan ini. Mesh yang dibangun pada domain model untuk skenario I dapat dilihat pada Gambar 4.25.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-33
SUMATERA
Bengkulu
SAMUDERA HINDIA
(a). Diskritisasi domain pemodelan.
(b). Detail elemen di perairan sekitar Pulau Baai.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-34
(c). Detail elemen di alur masuk pelabuhan. Gambar 4.25 Mesh dan domain pemodelan Skenario I. Informasi mengenai mesh yang dibangun disajikan dalam Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2
Spesifikasi Mesh pada Domain Pemodelan Skenario I No.
Informasi Mesh
1
Tipe elemen
kuadratik
2
Jumlah elemen segitiga
2971
3
Jumlah elemen segiempat
1083
4
Jumlah elemen total
4054
5
Jumlah node
9552
6
Elevasi Z minimum
-0.73
7
Elevasi Z maksimum
-1527
Sumber: Pemodelan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa elemen yang dibangun menjadi semakin detail pada lokasi tinjauan utama yaitu alur masuk Pelabuhan Pulau baai. 2. Memasukan data batimetri Data batimetri yang digunakan diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL tahun 2004 yaitu peta batimetri Sumatera-Pantai Barat, Ketahun hingga Teluk Sambat dan Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-35
Pulau Mega (Peta No.243). Data batimetri detail untuk perairan untuk lokasi tinjauan diperoleh dari hasil survei batimetri di alur masuk, kolam pelabuhan dan perairan sekitar alur masuk Pelabuhan Pulau Baai. Dalam pemodelan ini, data batimetri untuk alur masuk pelabuhan dimodifikasi hingga kedalaman -10 m LLWS yang merupakan kedalaman rencana alur masuk pelabuhan. Data batimetri yang tersedia merupakan data yang diukur terhadap muka air terendah (LLWS), sementara data elevasi muka air pasang surut yang ada diukur terhadap MSL. Oleh karena itu dilakukan penyamaan elevasi acuan pada data batimetri dengan menambahkan kedalaman sebesar selisih antara MSL dengan LLWS, yaitu sebesar 0,73 m. Elevasi-elevasi acuan ini telah dibahas sebelumnya pada Bab 3. Mesh yang telah memiliki data kedalaman diperlihatkan pada Gambar 4.26.
SUMATERA
Bengkulu
SAMUDERA HINDIA
(a). Batimetri domain pemodelan.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-36
(b). Batimetri perairan Pelabuhan Pulau Baai. Gambar 4.26 Batimetri lokasi kajian. 3. Menentukan Kontrol Model Kontrol model RMA2 diantaranya meliputi hal-hal berikut ini: • Judul simulasi yang dilakukan • Mengatur file input yang akan digunakan dalam pemodelan, misalnya file hotstart • Mengatur jumlah iterasi yang akan dilakukan dalam pemodelan • Mengatur waktu simulasi/pemodelan • Mengatur tipe simulasi, langgeng atau dinamik • Mengatur penulisan file keluaran yang diinginkan • Mengatur opsi lain, seperti mendefinisikan temperatur air, masa jenis air, identifikasi jenis mesin yang digunakan dalam menjalankan model, menentukan batas elemen basah-kering, mendefinisikan default kekasaran, dan mengaktifkan kontrol peclet. Dalam pemodelan ini, kontrol model yang digunakan adalah sebagai berikut:
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-37
• Temperatur air 20o C • Massa jenis air 1024 kg/m3 • Kriteria konvergensi untuk simulasi langgeng sebesar 0,0001 dan untuk simulasi dinamik sebesar 0,001. Tipe simulasi yang dipilih adalah simulasi dinamik. • Elevasi muka air mula-mula pada 0,0 m • Mesin yang digunakan untuk menjalankan pemodelan adalah microprocessor (PC) • Jumlah iterasi yang dilakukan adalah 6 kali untuk solusi awal dan 4 kali untuk tiap time-step. • Panjang time-step yang digunakan adalah 1 jam, dengan jumlah time-step ratarata 720 hari untuk masing-masing bulan pemodelan (12 bulan). • Default kekasaran diambil sebesar 0,025 • Nomor peclet 20 • Solusi RMA2 dituli dalam file output tiap 1 time-step. 4. Pembagian Jenis Material Untuk mendapatkan model yang representatif diperlukan juga sifat material di domain model. Untuk lokasi pemodelan yang luas, material dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Salah satu pertimbangan dalam pembagian material adalah kedalaman perairan. Dalam pemodelan ini, domain dibagi menjadi empat jenis material. Material 1 meliputi elemen-elemen dalam kolan dan alur pelayaran Pelabuhan Pulau Baai, material 2 meliputi daerah perairan di sekitar muka alur Pelabuhan Pulau Baai pada kedalaman yang tidak terlalu dalam, material 3 meliputi elemen-elemen yang berada di perairan lepas/laut lepas, material 4 meliputi elemen elemen yang berada di sekitar pesisir pantai lokasi pemodelan, yaitu pada perairan yang dangkal. Perbedaan konfigurasi dan jumlah pembagian material akan mempengaruhi fase dan amplitudo elevasi muka air yang dihasilkan, sehingga menimbulkan efek yang berbeda pada keluaran model. Yang harus dilakukan adalah mengatur konfigurasi material
dan
properti-properti
didalamnya
agar
menghasilkan
model
yang
representatif. Pembagian material dalam domain pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.27, sedangkan nilai parameter-parameter tiap jenis material disajikan dalam Tabel 4.3.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-38
Gambar 4.27 Pembagian jenis material dalam domain. Jenis Material pada Mesh Skenario I
Tabel 4.3 No.
Jenis Material
Exx Ratio*
Kekasaran
1
Material 1
300
0,03
2
Material 2
100
0,025
3
Material 3
50
0,015
4
Material 4
150
0,035
Keterangan: *) Exx = Exy = Eyx = Eyy (Isotropik)
5. Memasukan Kondisi Batas Kondisi batas yang digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut: • Elevasi muka air • Debit Sungai Jenggalu • Komponen arus sejajar pantai Kondisi batas harus berada di lokasi yang berjauhan dari lokasi yang ditinjau atau dikalibrasi. Secara fisik, lokasi tersebut dapat berjarak puluhan kilometer, namun pada domain pemodelan berjarak minimal dua puluh elemen. Penempatan lokasi batas pada domain pemodelan dapat dilihat Gambar 4.28.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-39
SUMATERA EMA
Bengkulu
Debit S. Jenggalu
Arus fiktif 0.5m/s
EMA
SAMUDERA HINDIA
EMA
EMA EMA = Elevasi Muka Air
Gambar 4.28 Kondisi batas pemodelan. Data elevasi muka air dan kontur batimetri diikat terhadap muka air rata-rata (MSL). Pada saat menjalankan RMA2, muka air awal (initial water surface elevation), pada time-step ke-0, diatur menjadi nol. Barulah pada time step berikutnya muka air akan berosilasi sesuai dengan data kondisi batas. Grafik elevasi muka air pada tiap-tiap lokasi kondisi batas dapat dilihat pada Lampiran. Grafik yang ditampilkan adalah data elevasi muka air selama 31 hari pada Bulan Januari tahun 2007. Arus fiktif sejajar pantai pada kondisi batas digunakan untuk memodelkan arus sejajar pantai akibat fenomena gelombang pecah yang terjadi di lokasi studi. Besar kecepatan arus yang digunakan adalah 0,5 m/s untuk arah x dan -0,2 m/s untuk arah y, sehingga resultan arus yang dihasilkan pada node kondisi batas tersebut adalah sebesar 0,54 m/s. Data debit sungai jenggalu yang digunakan dalam pemodelan diambil sebesar 22 m3/s, yaitu rata-rata debit Sungai Jenggalu pada bulan Januari (1995 – 2002) seperti tampak pada Tabel 4.4 berikut ini.
Simulasi Sedimentasi di Alur Masuk Pelabuhan Pulau Baai dengan Perangkat Lunak SMS 8.1
4-40